Pengaruh perlakuan beberapa varietas padi (oryza sativa) terhadap fitness nilavarpata lugens stål.

PENGARUH PERLAKUAN BEBERAPA VARIETAS PADI
(Oryza sativa) TERHADAP FITNESS
Nilaparvata lugens STÅL

DEVI NOVESARI SARAGIH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
DEVI NOVESARI SARAGIH. Pengaruh Perlakuan Beberapa Varietas Padi
(Oryza sativa) terhadap Fitness Nilaparvata lugens Stål. Dibimbing oleh
ENDANG SRI RATNA dan ARIFIN KARTOHARDJONO.

Wereng batang coklat (WBC) adalah hama penting pada tanaman padi.
Keberadaan inang varietas tahan dapat menyebabkan perubahan fisiologi dan
morfologi tubuh dan fitness. Penelitian ini bertujuan membandingkan keperidian
dan menghitung perubahan ukuran ovipositor, sayap depan, tungkai belakang,

kepala bagian depan, dan rostrum WBC yang dipelihara pada varietas padi
Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR74, dengan varietas
pembanding rentan TN1 dan tahan PTB 33. Rancangan penelitian disusun
melalui rancangan acak lengkap (RAL). Pengukuran bagian tubuh serangga
digunakan program proscrustes TPSutil dan TPSdigg2. Penelitian dilaksanakan
di laboratorium Fisologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi
Tanaman Fakultas Pertanian, IPB dan BB Penelitian Tanaman Padi KP Muara,
Bogor dalam waktu enam bulan, mulai bulan Desember 2010 hingga Mei 2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi keperidian WBC brakhiptera
biotipe 3 cenderung tinggi (76-391 butir/betina), sebaliknya pada makroptera
cenderung rendah (35-193 butir/betina). Fitness tertinggi WBC brakhiptera
biotipe 3 generasi induk terjadi pada varietas IR26 (46 butir telur/betina) dan
fitness terendah pada PTB33, Inpari 13, dan Inpari 3 (8-24 butir telur/betina).
Keperidian WBC pada inang IR42 cenderung meningkat 10% pada generasi
pertama, pada IR 64 terjadi penurunan yang tidak signifikan (9%), dan pada
TN1, IR26, Inpari 6, dan Inpari 4 terjadi penurunan drastis lebih dari 69.5%.
Upaya pemulihan panjang ovipositor tejadi pada WBC Biotipe 2 makroptera
yang dipaparkan pada varietas tahan IR74 dan Inpari 3 (1.07 hingga 1.08 mm).
Perlakuan varietas tanaman tidak berpengaruh terhadap ukuran kepala, rostrum
dan tibia tungkai belakang dan sekaligus tidak dapat digunakan sebagai penanda

perubahan fitness WBC.

Kata kunci: N. lugens Stål, varietas padi, keperidian, ukuran tubuh serangga.

PENGARUH PERLAKUAN BEBERAPA VARIETAS PADI
(Oryza sativa) TERHADAP FITNESS
Nilavarpata lugens STÅL

DEVI NOVESARI SARAGIH
A34070066

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011


iv

Judul Skripsi
Nama
NIM

: PENGARUH PERLAKUAN BEBERAPA VARIETAS
PADI (Oryza sativa) TERHADAP FITNESS
Nilavarpata lugens STÅL.
: Devi Novesari Saragih
: A34070066

Disetujui,
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dra Endang Sri Ratna Phd


Dr Ir Arifin Kartohardjono

Diketahui,
Ketua Departemen

Prof Dr Ir Dadang MSc.

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Devi Novesari Saragih, dilahirkan di Pagar
manik, Sumatera Utara 22 Agustus 1989. Penulis anak kedua dari empat
bersaudara, dari pasangan bapak B. Saragih dan Ibu D. Br Girsang. Penulis
menyelesaikan pendidikan tingkat SMA pada tahun 2007 di SMA Negeri 2
Lubukpakam dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur undangan saringan masuk IPB (USMI) dengan
program studi Proteksi Tanaman.
Selama kuliah, penulis mengikuti organisasi kemasiswaan yaitu Unit
kegiatan mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB di komisi
pelayanan anak divisi literatur (2009/2010), Anggota Himpunan Mahasiswa

Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB (2008) dan sebagai pengurus UKM
Organisasi mahasiswa daerah PARMASI (Parsadaan Mahasiswa Simalungun)
IPB (2009/2010). Penulis pernah magang di Balai penelitian Kacang dan Umbiumbian (BALITKABI) Malang pada tahun 2009.

PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Pengaruh Perlakuan Beberapa Varietas Padi (Oyiza sativa) terhadap Fitness
Nilaparvata lugens Stål” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini,
khususnya kepada Dr Endang Sri Ratna dan Dr Ir Arifin Kartohardjono yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis selama
mengerjakan penelitian hingga penulisan skripsi, Dr. Teguh Santoso, DEA
sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan
selama studi di Departemen Proteksi Tanaman. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Dr Ir Suryo Wiyono MScAgr atas kesediaannya menjadi
dosen penguji tamu, baik pada saat menghadiri seminar hasil penelitian maupun
pelaksanaan ujian akhir skripsi.

Rasa terima kasih dan syukur dari lubuk hati paling dalam disampaikan
kepada bapak B Saragih, ibu D Br Girsang, abang Berri P Saragih, adikku Desi
Bidesari Saragih, Deni Dearmasari Saragih, dan keluarga saya yang telah
memberikan kasih sayang, doa, motivasi, dukungan moral maupun materil
selama studi berlangsung.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Agus Sudrajat di laboratorium
Fisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, bapak Cece
dan bapak Dedi di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kebun Percobaan
Muara Bogor, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian, juga kepada
saudara Basten, Afryan, Fitriani Br dan Erika atas dukungan, bantuan dan
kebersamaan selama ini. Semua teman-teman angkatan 44 Proteksi Tanaman,
Mia, Eter, Latip, Harwan, Osmond; teman-teman di laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga, Astri Febriani SP, Herma Amalia SP, Agus, Nelly,
Hendi, Sani, Iky, diucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya, serta
Tetty, Iven, Epin, Ira, Daniar yang telah memberikan bantuan, motivasi dan
semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya.

Bogor, 26 September 2011

Devi Novesari Saragih

vii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

vii

PENDAHULUAN ..................................................................................

1


Latar Belakang ...............................................................................

1

Tujuan Penelitian ...........................................................................

3

Manfaat Penelitian .........................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

4

Wereng Batang Coklat ...................................................................

4


Padi Sawah ....................................................................................

8

BAHAN DAN METODE .......................................................................

10

Tempat dan Waktu .........................................................................

10

Alat dan Bahan ..............................................................................

10

Metode Penelitian ..........................................................................

10


Pemeliharaan dan Perbanyakan Tanaman Inang ......................
Perbanyakan WBC Uji ..............................................................
Pengujian Keperidian WBC ......................................................
Analisis Morfometrik Tubuh Wereng .......................................
Pengolahan Data .........................................................................

10
11
11
13
16

HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................

17

Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan ...

17


Ukuran Tubuh N. lugens Stål .........................................................

22

KESIMPULAN .......................................................................................

32

SARAN ...................................................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

34

viii

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Keperidian dan lama hidup WBC brakhiptera dan makroptera
biotipe 3 pada sepuluh varietas pakan ......................................
Tabel 2 Besaran ovipositor WBC brakhiptera generasi induk ...............
Tabel 3 Besaran ovipositor WBC makroptera populasi biotipe 2
keturunan generasi pertama (F1) ..............................................
Tabel 4 Luasan dan FA sayap WBC makroptera populasi biotipe 2 dan
3 keturunan generasi pertama (F1) ...........................................
Tabel 5 Panjang rata-rata dan FA tungkai WBC makroptera populasi
biotipe 2 dan 3 keturunan generasi pertama (F1) .....................
Tabel 6 Besaran luas kepala bagian depan WBC makroptera populasi
biotipe 2 dan 3 keturunan generasi pertama (F1) .....................
Tabel 7 Besaran luas rostrum WBC makroptera populasi biotipe 2 dan
3 keturunan generasi pertama (F1) ...........................................

19
23
25
26
29
30
31

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5

Wereng batang coklat ...........................................................
Telur WBC ...........................................................................
Lokasi penempatan wereng uji pada inang ..........................
Lansekap titik pengukuran body size WBC .........................
Keperidian WBC brakhiptera biotipe 3 generasi induk (G1)
dan generasi pertama (F1) ......................................................

4
5
12
15
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban
manusia.

Salah satu penyebab penurunan produktifitas tanaman padi adalah

organisme pengganggu tanaman (OPT) yang merupakan cekaman biotik yang
dapat mengurangi hasil panen, sehingga mengakibatkan ketidakstabilan produksi.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh serangan penyakit 12.64% dan 15.19%
oleh serangan hama (Oerke et al. 1994 dalam BALITBANGTAN 2006).
Wereng batang coklat (WBC) Nilaparvata lugens Stål merupakan salah satu
hama penting tanaman padi sejak tahun 1970-an. Informasi tentang intensitas
serangan wereng ini dilaporkan menimbulkan kerusakan berat di berbagai
provinsi di Indonesia, maupun di negara penghasil beras lainnya. Serangan WBC
dapat menyebabkan puso pada fase vegetatif maupun generatif tanaman, yaitu
pada daun, batang, dan malai hingga menjadi kering kecoklatan seperti terbakar
(Harahap dan Budi 1993). Pada beberapa areal tanaman padi yang terserang
populasi WBC dalam jumlah tinggi, sering ditemukan gejala tanaman kerdil
rumput dan kerdil hampa oleh virus yang ditularkan oleh hama ini (Gallagher
1991 dalam Rahardjo et al. 2008).
Kehilangan hasil produksi padi yang disebabkan WBC dan virus kerdil
hampa mencapai 42.7% hingga 48.8% di Kabupaten Serang dan Pandeglang pada
tahun 1975 (Sunardi 1977 dalam Oka 1995). Luas serangan WBC pada tahun
1971–1972 meliputi 4000 ha.

Pada awal bulan Juli 2005, serangan WBC

dilaporkan mengganas di areal pertanian Jawa Tengah seperti Demak, Pemalang,
Grobogan, Klaten, Kudus, Pati dan Jepara dengan tingkat serangan ringan sampai
berat, sehingga puluhan ribu hektar tanaman padi terancam puso (Tohodin 2005).
Serangan WBC pada tahun 2010 dinyatakan lebih buruk dari tahun sebelumnya,
bahkan yang terburuk dalam 10 tahun terakhir, yaitu mencapai antara 25 sampai
35 ribu ha. Luas serangan WBC pada pertanaman padi periode Januari hingga
April 2010 mencapai 26 892 ha dengan areal puso seluas 274 ha. Luasan tertinggi
terjadi di Jawa Barat yang mencapai 15 860 hektar, diikuti Jawa Tengah 4796 ha,
Jawa Timur 3555 ha dan Banten 1139 ha.

1

2
Populasi WBC ada 4 biotipe, distribusinya di beberapa negara berkembang
bergantung pada kondisi iklim dan cuaca (Pathak dan Khan 1994). Biotipe 1 dan
2 tersebar luas di Asia Tenggara, sedangkan biotipe 3 terdapat di Filipina, dan
biotipe 4 dijumpai di daerah beriklim subkontinen seperti India.

Pada saat

sekarang ini biotipe 2, dan 3 dominan dilaporkan di wilayah pertanaman padi di
Indonesia (Bahagiawati dan Rijzaani 2005).
Penanaman varietas padi unggul merupakan salah satu kiat pengendalian
dalam menekan perkembangan populasi WBC di lapangan. Penanaman varietas
unggul yang memiliki ketahanan gen tunggal terhadap WBC mengakibatkan
tekanan seleksi terhadap individu spesies di dalam populasi, sehingga mendorong
perkembangan biotipe baru yang mampu menghancurkan varietas yang semula
tahan (Qomaroodin 2006).

Sebagai contoh varietas IR26 yang semula tahan

terhadap serangan biotipe 2, dalam kisaran dua tahun berubah menjadi rentan
(Baehaki 2008).

Penanaman varietas tahan secara terus menerus juga dapat

menyebabkan terjadinya adaptasi morfologi dan fisiologi WBC, seperti contohnya
pemeliharaan WBC pada varietas Mudgo dapat menyebabkan mortalitas tinggi,
pertumbuhan badan lambat, ukuran tubuh kecil dan fekunditas rendah (Pathak
dan Khan 1994). Pada parasitoid Trichogramma, perubahan lingkungan dapat
mempengaruhi bentuk dan ukuran bagian tubuh misal terjadinya perubahan
lansekap venasi sayap (Hoffmann dan Shirriffs 2002). Kecenderungan terjadinya
perubahan morfologi serta fisiologi WBC diduga akan berpengaruh terhadap
fitness, akibat adanya kemampuan adaptasi WBC dalam upaya pertahanan hidup,
dalam hal ini berkaitan dengan introduksi varietas tahan dan lingkungan.
Perubahan morfologi serta fisiologi WBC diduga dapat terjadi akibat introduksi
varietas unggul baru tahan, sehingga hal ini penting untuk diteliti.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membandingkan keperidian dan menghitung
perubahan ukuran ovipositor, sayap depan, tungkai belakang, kepala bagian depan
dan rostrum WBC yang dipelihara pada varietas padi Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6,
Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR74, dan varietas pembanding rentan TN1 dan
tahan PTB 33.
Manfaat Penelitian
Informasi pengetahuan tentang fitness berkaitan dengan keperidian wereng
ini dapat digunakan untuk memahami respon WBC terhadap introduksi varietas
padi tahan, sedangkan perubahan parameter morfologi tubuh WBC dapat
digunakan sebagai penanda untuk memantau sebaran WBC yang memiliki fitness
tinggi di lapangan.

4
TINJAUAN PUSTAKA
Wereng Batang Coklat
Wereng batang coklat (WBC) Nilaparvata lugens Stål tergolong ke dalam
kelas Insecta, ordo Hemiptera, famili Delphacidae (CAB International 2007).
Tubuh berwarna coklat dengan mata agak kebiruan.

Kepala, pronotum dan

mesonotum berwarna coklat. Tungkai berwarna coklat terang dengan kuku tarsus
berwarna hitam. Sayap depan (tegmina) transparan dengan venasi berwarna gelap,
pterostigma hitam, sayap belakang bertekstur hialin dengan venasi gelap. Panjang
tubuh serangga jantan rata-rata 2 sampai 3 mm dan serangga betina berkisar 3
sampai 4 mm. Imago WBC mempunyai dua bentuk sayap: bersayap panjang
(makroptera) dan bersayap pendek (brakhiptera) (Gambar 1).
Siklus hidup WBC sekitar 28 hari melalui metamorfosis tidak sempurna
(paurometabola) yang terdiri atas stadia telur, nimfa dan serangga dewasa
(imago). Wereng batang coklat berkembangbiak secara seksual dengan masa
prapeneluran brakhiptera sekitar 3 sampai 4 hari dan makroptera 3 sampai 8 hari.

Gambar 1 Wereng batang coklat
Keterangan: a. Imago brakhiptera betina masa prapeneluran
b. Imago brakhiptera betina masa bertelur
c. Imago makroptera jantan
d. Nimfa

5
Seekor imago betina mampu meletakkan telur semasa hidupnya, sekitar 10 sampai
20 hari sebanyak 500 butir (CAB International 2007).
Telur WBC berwarna putih, berukuran 1.30 x 0.33 mm, berbentuk seperti
buah pisang dan memiliki katup telur yang pipih melebar.

Telur diletakkan

berkelompok berkisar antara 3 sampai 21 butir/kelompok, disisipkan di dalam
jaringan pelepah daun pada pangkal tanaman padi (Gambar 2). Jika populasi
tinggi, maka telur diletakkan di ujung pelepah daun dan tulang daun tanaman
padi. Stadium telur sekitar 7 sampai 10 hari.
Wereng batang coklat memiliki lima stadia nimfa.

Tubuh nimfa instar

pertama berwarna putih krem, kemudian berangsur-angsur berubah hingga nimfa
instar akhir, yaitu menjadi coklat hingga coklat gelap. Tubuh nimfa instar IV
calon betina dicirikan dengan pembengkakan ruas abdomen pertama hingga ke
tujuh ditandai dengan pola bercak warna coklat pada bagian tersebut (CAB
International 2007).
Populasi nimfa maupun imago sering ditemukan hidup, tumbuh dan
berkembang pada pelepah daun di bagian pangkal tanaman padi. Wereng ini
memiliki perkembangan populasi yang sangat cepat dan menyerang padi dengan

Gambar 2 Telur WBC
Keterangan: a. Kelompok telur pada jaringan pelepah padi
b. Kelompok telur menjelang menetas (gambar
diperbesar)

6
menghisap cairan tanaman. Saat jumlah populasi cukup tinggi, hisapan tersebut
mengakibatkan seluruh bagian tanaman menjadi kering kerontang berwarna coklat
seperti gejala daun terbakar. Serangan berat dapat terjadi pada fase vegetatif
maupun generatif tanaman dan berlanjut terjadinya gagal panen atau puso.
Salah satu pengendalian yang dapat digunakan untuk mencegah peningkatan
populasi WBC yaitu dengan penanaman padi varietas tahan.

Namun, WBC

mempunyai keragaman genetik yang cukup luas serta relatif mudah beradaptasi
dengan lingkungan. Adaptasi yang cepat ini dapat menghancurkan ketahanannya
pada varietas yang semula bereaksi tahan. Penanaman varietas yang sama secara
terus-menerus, pemakaian insektisida yang kurang bijaksana, dan sanitasi yang
kurang baik akan mendorong munculnya biotipe baru wereng coklat (Soewito et
al. 1995 dalam Qomaroodin 2006).
Di daerah tropis, populasi WBC dijumpai sepanjang tahun, sebaliknya hal
ini tidak terjadi di daerah empat musim. Wereng melakukan migrasi jarak jauh
dan melakukan rekolonisasi di daerah empat musim setiap tahun pada bulan Juni
atau Juli. Pada bulan September wereng ini kembali bermigrasi ke daerah tropis
dengan bantuan angin. Sayap serangga merupakan bagian tubuh yang penting
berperan dalam terbang, memencar atau migrasi untuk menemukan habitat inang
atau tanaman inang.

Pada WBC, perpindahan tempat dari satu area ke area

lainnya diperankan oleh bentuk makroptera. Pembentukan serangga makroptera
distimulasi oleh berbagai faktor, antara lain kepadatan populasi nimfa, rendahnya
kualitas tanaman inang, perbedaan panjang waktu siang dan malam dan keadaan
suhu lingkungan (CAB International 2007).
Variasi ciri morfologi ukuran tubuh (intraspesific body size) seringkali
dihubungkan dengan dampak terhadap fitness (kebugaran dalam arti luas)
serangga. Komponen fitness meliputi ukuran sayap, bentuk lansekap sayap, dan
fluktuasi asimetri sayap yang dikaitkan dengan fungsi kemampuan terbang untuk
mencari inang dan menentukan lokasi inang untuk meletakkan telur. Selain itu,
pembentukan telur pada masa praoviposisi, ukuran telur, jumlah ovariol, potensi
keperidian (fecundity), keperidian riil, lama hidup imago (longevity) dikaitkan
dengan fungsi berkembangbiak atau reproduksi (Corrigan dan Lashomb 1990,
Hardi et al. 1992, Visser 1994, King 1998 dalam Ellers dan Jervis 2003).

7
Ukuran tubuh dapat digunakan untuk memprediksi keperidian, walaupun
menurut Leather (1988) hal ini tidak dapat diandalkan sepenuhnya karena kedua
faktor tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Seperti dilaporkan
oleh De Kogel et al. (1999) bahwa tidak terdapat korelasi antara ukuran tubuh
dengan reproduksi pada empat populasi thrips Frankliniella occidentalis berasal
dari Belanda, Selandia Baru, Perancis dan Amerika Serikat yang memiliki ukuran
tubuh yang sangat berbeda. Honẽk (1993), berpendapat bahwa korelasi ukuran
tubuh dan keperidian dapat diprediksikan di dalam kondisi lingkungan terkontrol
seperti di laboratorium.
Komponen fitness lainnya seperti panjang tubuh; panjang tibia tungkai
belakang; ukuran, bentuk serta fluktuasi asimetri sayap digunakan untuk
memprediksi fitness di lapangan (field fitness) (Kazmer dan Luck 1995, West et
al. 1996, Bennet dan Hoffmann 1998, Kolliker-Ott et al. 2003). Pada parasitoid
Trichogramma sp., tubuh yang berukuran besar memiliki keberhasilan field fitness
lebih tinggi dibandingkan parasitoid yang berukuran kecil. Ukuran dan bentuk
lansekap sayap pada serangga berukuran kecil umumnya dapat diandalkan untuk
memprediksi field fitness. Perubahan yang sangat kecil dalam ukuran dan bentuk
sayap sangat berdampak besar terhadap kemampuan terbang serangga (Ellington
1999; Dudley 2000 dalam Kolliker-Ott et al. 2003).

Hewa-Kapuge dan

Hoffmann (2001) menemukan bahwa fitness yang relatif tinggi terdapat pada
sayap yang berukuran medium, sedangkan fitness yang rendah ditemukan pada
sayap berukuran ekstrim.

Kolliker-Ott et al. (2003) berpendapat lain yaitu

semakin besar ukuran sayap, semakin tinggi field fitness. Perubahan bentuk sayap
dapat terjadi karena tekanan seleksi akibat kondisi lingkungan. Perubahan bentuk
dan ukuran sayap pada ngengat Helicoverpa armigera dan parasitoid
Trichogramma spp. digunakan sebagai indikator adanya stress atau tekanan
lingkungan (Hoffmann dan Shirriffs 2002; Hoffmann et al. 2005).

Fitness

berkaitan dengan ketidakseimbangan arah terbang (directional asymetry)
umumnya dilaporkan pada serangga berukuran besar seperti contohnya lalat,
lebah, dan ngengat.

Pada serangga berukuran kecil, contohnya

parasitoid

Trichogramma nr. brasicae dan T. pretiosum dilaporkan bahwa refleksi
aerodinamik (dinamika udara) tidak dipengaruhi oleh besaran fluktuasi asimetri

8
sayap serangga. Walaupun demikian, Bennet dan Hoffmann (1998) melaporkan
bahwa fluktuasi asimetri dan panjang sayap depan berpengaruh terhadap fitness
T. carverae.
Korelasi ukuran tubuh dan fitness pada berbagai spesies masing-masing
berbeda, bergantung pada spesies yang diteliti (species specificity). Perbedaan
fitness dapat terjadi di antara populasi thrips F. occidentalis pada tanaman
mentimun rentan dan resisten (De Kogel et al. 1997). Kultivar atau spesies
tanaman inang dilaporkan dapat mempengaruhi ukuran tubuh serangga. Thrips
yang dipelihara pada tanaman tahan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dan
meletakkan jumlah telur lebih sedikit daripada tanaman rentan. Leddy et al.
(1993) menemukan perbedaan variasi bentuk tubuh seperti panjang sayap depan
kutu kebul Siphoninus phillyreae yang dipelihara pada tanaman pir dan ash
(sejenis tanaman hutan berkayu keras terdapat di negeri Inggeris). Tanaman ash
ini termasuk inang non preferensi bagi kutu tersebut.
Padi Sawah
Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar penduduk
dunia. Penduduk Indonesia sangat bergantung pada padi sebagai sumber bahan
pangan utamanya.

Peningkatan kebutuhan padi berbanding lurus dengan

pertambahan populasi penduduk Indonesia yang saat ini sudah mencapai 237 641
326 jiwa (BPS 2011). Jumlah penduduk yang terus meningkat ini menyebabkan
pemerintah Indonesia memiliki kewajiban dalam upaya meningkatkan produksi
padi. Indonesia dilaporkan merupakan produsen padi terbesar ketiga di dunia
setelah China dan India (FAO 2005).
Perkembangan populasi WBC seringkali dikaitkan dengan ketersediaan
pakan, yaitu varietas padi unggul yang sering diserangnya. Untuk menghindari
serangan wereng ini, maka pemulia tanaman mengupayakan benih varietas unggul
yang memiliki sifat ketahanan terhadap serangan WBC. Beberapa padi sawah
yang pernah dibudidayakan di Indonesia di antaranya varietas Pelita 1 yang kini
dianggap merupakan varietas yang rentan terhadap serangan WBC dan Taichung
Native 1 (TN 1) merupakan pembanding rentan. Untuk menanggulangi serangan
WBC pada varietas Pelita maka diintroduksi varietas IR26 yang merupakan

9
varietas padi tahan terhadap wereng coklat biotipe 1. Namun, setelah 2 tahun
ketahanan varietas IR 26 dipatahkan oleh WBC biotipe 2.

IR42 merupakan

varietas yang di introduksi dan dilepas pada tahun 1980 untuk mengatasi serangan
WBC biotipe 2. Varietas ini tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2, namun
kini rentan terhadap wereng biotipe 3. IR64 dilepas pada tahun 1986, tahan
terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2 dan agak tahan terhadap wereng coklat
biotipe 3.

IR74 merupakan varietas yang diandalkan tahan terhadap wereng

coklat biotipe 1, 2 dan 3.

Varietas ini dilepas pada tahun 1991.

PTB 33

merupakan varietas diferensial tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3.
Inpari 3 (Inbrida padi irigasi 3) merupakan varietas padi yang dilepas oleh
Departemen Pertanian pada tahun 2008. Varietas ini agak tahan terhadap wereng
coklat biotipe 1, 2 dan agak rentan terhadap wereng biotipe 3. Inpari 4 (Inbrida
padi irigasi 4) adalah varietas padi yang agak rentan terhadap wereng coklat
biotipe 1, 2 dan 3. Varietas ini dilepas pada tahun 2008. Inpari 6 (Inbrida padi
irigasi 6) varietas ini dilepas pada tahun 2008 dengan ketahanan terhadap wereng
coklat biotipe 2 dan 3. Inpari 13 (Inbrida padi irigasi 13) merupakan varietas yang
memiliki ketahanan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3. Varietas ini baru
dilepas pada akhir tahun 2009 (BB Padi 2009).

10
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Kebun Percobaan Muara, Bogor dan di laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Mei 2011.
Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa wereng uji
N. lugens dan larutan 0,1% acid fuchsin. Varietas padi Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6,
Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR74 dan varietas pembanding PTB33 dan TN1.
Metode Penelitian
Pemeliharaan dan Perbanyakan Tanaman Inang
Empat varietas benih padi Pelita, IR26, IR42, dan Ciherang digunakan
untuk diperbanyak sebagai tanaman inang biakan stok populasi WBC uji berturutturut untuk biotipe 1, biotipe 2, biotipe 3 dan populasi lapang dari daerah Klaten
dan 10 varietas benih padi yaitu TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26,
IR42, IR64, IR72 dan PTB33 digunakan untuk pengujian keperidian WBC uji.
Benih tersebut diperoleh dari BB Padi Sukamandi.
Setiap varietas benih padi uji disemai pada baki yang telah dilapisi tanah
untuk media semai secukupnya di laboratorium rumah kaca BB Padi KP Muara,
Bogor. Setelah bibit padi berumur 10 hari digunakan sebagai inang populasi
WBC masing-masing dipindahkan ke dalam ember berisi tanah lumpur. Tanaman
dipupuk dengan urea dosis 2 g/pot, atau setara dengan 250 kg/ha.

Setelah

tanaman berumur 1 bulan siap digunakan untuk memperbanyak populasi WBC.
Pada pengujian keperidian WBC digunakan tanaman berumur satu bulan yang
diperoleh dari pemeliharaan di lapangan.

11

Perbanyakan WBC Uji
WBC biotipe 1, 2, dan 3 diperoleh dari biakan wereng yang dipelihara di
Rumah Kaca KP Muara, Bogor, sedangkan biotipe lapang diperoleh dengan
mengoleksi wereng dari daerah Klaten di lokasi peledakan populasi WBC. Tiga
pasang imago jantan dan betina WBC diambil dan dipindahkan ke rumpun
tanaman padi berumur 35 HST yang telah disediakan dengan menggunakan
aspirator. WBC biotipe 1 dipelihara pada varietas Pelita, biotipe 2 pada varietas
IR 26, biotipe 3 pada varietas IR 42, dan biotipe lapang pada varietas Ciherang.
Tanaman yang telah dinvestasi WBC dikurung dengan kurungan kasa
berkerangka besi, berbentuk silinder berdiameter 25 cm, tinggi 85 cm, bagian
permukaan atasnya ditutup kain kasa dan di bagian samping pangkal kurungan
diberi ventilasi berukuran 10 x 10 cm.
Imago yang baru eklosi generasi pertama hasil pertumbuhan dan
perkembangbiakan WBC digunakan sebagai serangga uji pada pengujian
keperidian wereng.

Sebagai bahan pengukuran tubuh serangga (body size)

digunakan individu WBC hasil pengamatan pertumbuhan populasi WBC biotipe 2
dan 3 pada varietas padi TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26, IR42,
IR64, IR72 dan PTB33 selama satu musim tanam.
Pengujian Keperidian WBC
Indikator fitness berkaitan dengan perkembang biakan serangga diukur
dengan mengamati keperidian (fecundity) dan lama hidup imago (longevity).
WBC biotipe 3, instar IV dan V di atas dipilih dan dipisahkan dari populasi stok,
kemudian dipindahkan ke rumpun tanaman baru yang telah dipersiapkan ditanam
dalam pot seperti diuraikan di atas. Pengumpulan instar ini dilakukan untuk
mendapatkan individu imago WBC uji yang baru eklosi dengan jumlah yang
cukup dan umur seragam. Sepasang imago WBC yang baru eklosi diambil dari
kurungan dan diletakkan pada tanaman uji berumur satu bulan di dalam kurungan
pengujian berbentuk silinder, yang terbuat dari plastik mika berdiameter 5 cm dan
tinggi 20 cm. Setiap perlakuan diulang 4-10 kali. Tanaman diletakkan dalam
posisi tegak dengan cara menyisipkan bagian pangkal tanaman pada celah busa
plastik di bagian pangkal dan ujung kurungan (Gambar 3). Sejumlah kurungan

12
tersebut dimasukkan di dalam toples berukuran 5 liter berisi air yang diposisikan
sebatas tinggi akar, agar tanaman tidak layu. Bagian pangkal pelepah padi ini
merupakan tempat bertenggernya WBC, makan dan peletakkan telur. Jumlah
telur WBC yang diletakkan pada jaringan pelepah padi diamati setiap interval dua
hari selama masa hidup imago serangga uji.
Pengamatan telur dilakukan dengan cara mengambil tanaman uji dan
menggantikannya dengan tanaman baru setiap dua hari sekali. Bagian jaringan
pelepah tanaman yang telah disisipi telur direndam di dalam larutan pewarna
0.1% acid fuchsin selama 15 menit sampai 1 jam agar saat pembedahan dapat
dibedakan antara warna telur dan jaringan tanaman. Pembedahan dilakukan di
atas objek gelas dengan bantuan gunting dan pinset dan telur diamati di bawah
mikroskop cahaya. Jumlah telur yang diletakkan pada tanaman dihitung dan
dicatat. Sisa telur yang tidak diletakkan pada tanaman diamati dengan membedah
wereng pasca peneluran, tepatnya saat wereng mati di akhir pengujian. Fitness
berkaitan dengan reproduksi dinyatakan dengan (Ellers dan Jervis 2003):
Keperidian riil = jumlah telur yang diletakkan pada tanaman inang selama
hidup imago
Potensi keperidian = keperidian riil + jumlah telur dalam ovari.

Gambar 3 Lokasi penempatan wereng uji pada inang
Kiri: kurungan pengujian, a. posisi wereng pada tanaman;
Kanan: toples penampung kurungan.

13
Analisis Morfometrik Tubuh Wereng
Indikator fitness yang berkaitan dengan morfologi tubuh WBC N. lugens
pada penelitian ini adalah pengukuran body size yang meliputi ovipositor,
rostrum, kepala bagian depan, sayap depan, dan tibia berikut taji tungkai belakang
dari WBC biotipe 2 dan 3. Pengukuran body size digunakan metode analisis
program Proscrustes TPSutil dan TPSdigg2 yang diunduh dari penelusuran
internet melalui web site: http://life.bio.sunysb.edu/morph (Rohlf 1999). Metode
ini mengacu pada pengukuran body size sayap parasitoid T. brassicae (Kapuge
dan Hoffmann 2001) dan beberapa serangga lainnya, seperti lalat Drosophila
melanogaster, Chironomis tepperi, Lucilia cuprina, dan ngengat buah apel
Epiphyas postvittana (Hoffmann et al. 2005).
Wereng yang dibedah adalah WBC yang diambil dari sumber yang sama
terhadap perlakuan penghitungan jumlah telur dan WBC yang diambil dari
pemeliharan pada perlakuan varietas TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13,
IR26, IR42, IR64, IR72 dan PTB33. Preparasi bagian tubuh yang akan diukur
dilakukan dengan cara yang berbeda yaitu preparasi sayap direkatkan pada gelas
obyek yang telah diberi plastik berperekat ganda (double selotype), sedangkan
preparasi bagian tubuh lainnya digunakan perekat Cutex yang diteteskan pada
gelas obyek. Bagian kanan dan kiri sayap depan WBC masing-masing diisolasi
dari tubuh serangga dengan mencabut pangkal sayap menggunakan pinset halus
dan melekatkannya pada gelas obyek yang telah dilapisi selotip berperekat ganda
(double selotype). Selanjutnya, preparat ditutup dengan gelas penutup, disimpan
dalam kotak atau rak gelas preparat, dan siap difoto untuk pengambilan image
sayap. Bagian sklerit ovipositor, rostrum, kepala bagian depan, sayap, dan tibia
berikut taji tungkai belakang diisolasi dengan cara membedah tubuh WBC yang
telah diambil sayapnya seperti yang uraian di atas dan setiap bagian tubuh tersebut
dilekapkan pada setetes Cutex berpelarut aseton. Media pelarut Cutex tersebut
dibiarkan mengering dan sklerit yang menempel pada objek gelas siap difoto
untuk diambil imagenya.

Pengambilan foto digital sayap dan bagian tubuh

lainnya dilakukan dengan menggunakan alat potret Olympus DP 11D yang
dihubungkan dengan perangkat komputer. Image foto tersebut disimpan dalam
format JPEG.

14
Pengukuran “image body size” dilakukan dengan cara membuka program
Proscrustes TPSutil dan TPSdigg2 (Rohlf 1999) menggunakan komputer dan
menyisipkan (insert) seluruh data dari setiap bagian tubuh yang akan diukur
dalam satu folder data.

Luasan dari setiap bagian tubuh yang diukur diplot

dengan menentukan beberapa titik pengukuran seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.

Pengukuran setiap titik landmark secara otomatis diubah dalam

program tersebut ke dalam koordinat sumbu x dan sumbu y dalam bentuk
lembaran data bmp yang kemudian ditransfer ke CSV file sehingga dapat dibaca
dalam software program Microsoft exell. Urutan prosedur pengukuran untuk
mentransformasi landmark titik ke nilai angka adalah sebagai berikut:
-

Log on computer untuk mendapat program TPSutil dan TPSdigg2 melalui
penelusuran internet, alamat web site: http://life.bio.sunysb.edu/morph.

-

Start program

-

Click tpsutil

-

Build TPS file from images

-

Input

-

Buka folder sayap

-

Click pada file pertama

-

Click open

-

Click output

-

Create file (beri nama file)

-

Save

-

Set up

-

Click on create (masukkan semua file dalam include path)

-

Close

-

Open tps digg2

-

Buka file

-

Pilih TPS file by input source

-

Open foto spesimen sayap yang akan diukur

-

Tentukan letak titik-titik pada venasi sayap yang akan diukur

-

Save

-

Overwrite.

15
Transformasi data dari tps data ke Microsoft exell melalui tahapan:
-

Open tps util. Pilih: convert tps/ints file

-

Input

-

Open file with double klik pada file yang sudah diukur (tampak pada
tampilan screen)

-

Output

-

Save in CSV file

-

Created

-

Closed

-

Open folder

-

Open and find file with CSV di Microsoft exell

-

Maka data sudah ditransformasi

-

Save.

Gambar 4 Lansekap titik pengukuran body size WBC
Keterangan: A) Enam belas titik pengukuran pada sayap depan;
B) Delapan titik pengukuran pada tungkai belakang;
C) Dua titik pengukuran pada ovipositor;
D) Lima titik pengukuran pada rostrum;
E) Tujuh titik pengukuran pada kepala.

16
Dari data hasil transformasi tersebut di atas, nilai jarak dari sumbu x
(centroid x) dan sumbu y (centroid y) dihitung menggunakan program Microsoft
Excel 2007, sehingga dapat ditentukan luasan bagian tubuh yang terukur (centroid
size dalam satuan piksel atau luasan body size dalam satuan m). Pengukuran
ovipositor, rostrum, kepala bagian depan, dan tibia berikut taji tungkai belakang
dilakukan dengan cara yang sama seperti pengukuran sayap. Pengukuran nilai
asimetri body size pada penelitian ini hanya dilakukan pada bagian sayap dan
tungkai.

Nilai fluktuasi asimetri sayap atau tungkai merupakan nilai mutlak

selisih luasan sayap atau tungkai kiri dan kanan (asimetry direction). Semakin
kecil nilai fluktuasi asimetri sayap menunjukkan semakin tinggi angka
keseimbangan tubuh.
Data hasil transformasi (x1, x2, x3, ..........x8) dan (y1, y2, y3,.........y8) dihitung
melalui program Microsoft exell dengan rumus sebagai berikut:
Centroid x = (x1+ x2+ x3 + ..........xn)/n

..........................................(1)

Centroid y = (y1+ y2+ y3 +...........yn)/n

..........................................(2)

Distanced = SQRT ((xn - Centroid x)^2 + ((yn - Centroid y)^2

............(3)

Centroid size = Sum (distanced 1, distanced 2, ..... distanced n)
n

...............(4)

Luasan tubuh yang di ukur = Centroid size setiap spesimen ......................(5)
Centroid size objektif mikrometer
Asimetry direction = Centroid size (sayap kanan - sayap kiri)

................. (6)

Fluktuasi asimetri (FA) = │Asimetry direction│

Pengolahan Data
Seluruh data hasil pengamatan keperidian dianalisis dengan ANOVA
melalui program komputer Statistic Analyze System (SAS) 9.1. for Windows Data.
Pengukuran tubuh serangga ditampilkan melalui program Proscrustes TPSutil dan
TPSdig2, kemudian ditransformasi ke program Microsoft Excel 2007 dan
dilanjutkan dengan analisis program SAS 9.1. for Windows, kemudian data ratarata antar perlakuan dibedakan berdasarkan analisis Duncan pada taraf

= 5%.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan
Nilai keperidian imago WBC N. lugens brakhiptera dan makroptera
biotipe 3 generasi induk yang dipaparkan pada perlakuan pakan sepuluh varietas
padi TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR74 dan
PTB33 disajikan pada Tabel 1. Secara umum, potensi keperidian imago WBC
brakhiptera cenderung lebih tinggi, berkisar antara 76 hingga 391 butir/betina
daripada keperidian imago makroptera berkisar antara 35 hingga 193 butir/betina,
kecuali pada varietas pembanding tahan PTB 33 yang cenderung rendah pada
makroptera maupun brakhiptera. Hal serupa terjadi dengan nilai keperidian riil
yang ditunjukkan dengan kecenderungan persentase peletakkan telur 40% hingga
86% yang juga lebih tinggi pada WBC brakhiptera, dibandingkan makroptera
yang hanya berkisar antara 27% hingga 71%. Perbedaan keperidian ini diduga
karena ada perbedaan peran fitness antara wereng makroptera dan brakhiptera.
Wereng brakhiptera umumnya bertahan hidup dan berkembangbiak pada tanaman
rentan dan toleran, sehingga nutrisi pakan yang diasup mencukupi kebutuhan
hidup untuk aktivitas, pertumbuhan nimfa dan perkembangbiakan imago,
sedangkan wereng makroptera berperan untuk migrasi mencari inang dan
membentuk koloni di areal atau habitat baru. Pembentukan serangga makroptera
seringkali dipicu oleh kepadatan populasi yang tinggi, keadaan kualitas makanan
yang rendah atau kuantitas makanan yang tidak mencukupi (Slansky dan Scriber
1985). Nutrisi pakan pada serangga makroptera sebagian besar digunakan untuk
cadangan makanan sebagai sumber enerji untuk terbang, sehingga mengurangi
kapasitas reproduksi.
Nilai keperidian riil WBC nyata paling rendah terjadi pada perlakuan padi
varietas PTB33 yang hanya mencapai 5 butir telur/betina pada brakhiptera dan 8
butir telur/betina pada makroptera, sedangkan paling tinggi pada perlakuan
varietas TN1 mencapai 356 butir telur/betina pada brakhiptera (Tabel 1). Varietas
PTB33 merupakan varietas tahan dan TN1 varietas rentan yang keduanya sering
digunakan sebagai varietas pembanding (diferensial) dalam uji penapisan varietas

18
inang. Hal ini berarti bahwa tanaman tahan memiliki sifat pertahanan untuk tidak
diletaki telur, sebaliknya tanaman rentan merupakan tanaman yang disukai
sebagai tempat oviposisi, atau dalam arti lain WBC yang diberi perlakuan varietas
rentan memiliki respon fitness yang jauh lebih tinggi daripada inang varietas
tahan.

Faktor biofisik dan kimia tanaman seperti karakteristik permukaan

tanaman, kekerasan jaringan, bahan nutrisi pakan, serta metabolit sekunder dapat
mempengaruhi interaksi pola perilaku serangga, di antaranya perilaku oviposisi
(Panda dan Khush 1995; Schoonhoven et al. 2005).
Dari sepuluh perlakuan yang diujikan, keperidian riil WBC brakhiptera
biotipe 3 generasi induk nyata tertinggi dijumpai pada paparan varietas
pembanding rentan TN1, sebaliknya keperidian terendah nyata terdapat pada
paparan varietas pembanding tahan PTB 33. Fenomena yang mirip juga terjadi
pada thrips F. occidentalis, yaitu keperidian imago yang dipelihara pada kultivar
mentimun tahan lebih rendah dibandingkan pada kultivar rentan (de Kogel et al.
1999). Di antara WBC yang diujikan pada empat varietas tahan, keperidian riil
tertinggi terjadi pada varietas IR26 yaitu 263 butir telur/betina, kemudian
menurun berturut-turut pada IR42, IR64, dan IR74 yang berkisar antara 85-99
butir telur/betina, walaupun keperidian WBC keempat perlakuan tersebut masingmasing tidak berbeda nyata (Tabel 1). Demikian pula keperidian WBC terendah
yang dipaparkan pada empat varietas padi tipe baru dijumpai pada paparan
varietas Inpari 13 (59 butir telur/betina) tidak berbeda nyata dengan Inpari 3 (78
telur/betina), maupun keperidian WBC tertinggi pada Inpari 6 (165 telur/betina).
Bagaimanapun juga, perpindahan habitat WBC 3 generasi induk dari inang stok
yaitu IR 42 ke habitat baru hanya memberikan pengaruh yang relatif kecil
terhadap penurunan atau peningkatan keperidian, dengan perkecualian bahwa
peningkatan drastis terjadi pada TN 1 dan IR 26. Hal ini diduga bahwa WBC
tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan hidup saat
dipaparkan pada kedua varietas ini, karena sejak awal telah diketahui rentan
terhadap serangan WBC biotipe 3. Baehaki (2008) melaporkan bahwa varietas
IR26 yang sebelumnya dianggap varietas tahan, kini telah dipatahkan
ketahanannya oleh WBC biotipe 3.

Hal ini berarti bahwa WBC brakhiptera

biotipe 3 generasi induk cenderung memiliki fitness tertinggi pada paparan

Tabel 1 Keperidian dan lama hidup WBC brakhiptera dan makroptera biotipe 3 generasi induk pada paparan sepuluh varietas pakan
No. Perlakuan
Nilai keperidian (fekunditas)
Persentase Sisa telur dalam
Lama hidup
Masa pra
Masa
Varietas padi
peletakan
ovari (butir)
imago
peneluran peneluran
(butir telur) (rerata SD)*
telur (%)
(longevity)(hari)
(hari)
(hari)
(rerata SD)*
Potensial
Riil
Brakhiptera
1
Inpari 3
55.7
1.7
1.7
129 73 ab
78 52 a
51 33 a
3.4 0.9 e
2
Inpari 4
73.9
2.4
7.8
171 188 ab
146 181 a
24 12 ab
11.0 7.1 abc
3
Inpari 6
85.5
2.2
5.8
195 181 ab
165 165 a
31 33 ab
9.2 5.3 bcd
4
Inpari 13
73.4
2.1
4.3
76 57 b
59 53 a
17 5 b
6.4 1.8 cde
5
IR 26
73.9
3.1
11.1
294 241 a
263 236 a
32 24 ab
15.6 10.2 a
6
IR 42
68.7
2.0
3.4
134 62 ab
99 58 a
36 9 a
5.4 0.9 de
7
IR 64
67.2
3.4
6.2
108 49 ab
85 52 a
23 23 ab
10.8 5.4 abc
8
IR 74
69.4
2.0
3.4
132 91 ab
99 79 a
33 24 ab
5.4 1.3 de
9
PTB 33
40.0
2.8
2.0
10 7 c
5 6 c
6 7 c
4.8 1.0 de
10 TN 1
75.2
2.2
9.2
391 355 a
356 368 b
35 20 b
12.2 7.5 ab
Makroptera
1
Inpari 3
69
3.2
5
118 90 ab
91 74 ab
27 27a
12.0 21.9 a
2
Inpari 4
59
3
4
128 81 a
95 82 ab
33 27a
8.5 3.7 a
3
Inpari 6
42
2.5
5
139 34 ab
44 45 abc
36 14a
9.5 4.4 a
4
Inpari 13
39
3.6
2.4
53 32 ab
24 21 bcd
29 21a
7.2 3.3 a
5
IR26
71
3.2
4.8
193 96 a
146 101 a
47 10a
9.2 3.8 a
6
IR42
49
3
2.8
96 56 ab
56 49 abc
40 21a
7.6 2.4 a
7
IR64
48
3
4.8
88 73 ab
63 76 abcd
25 21a
10.0 4.4 a
8
IR74
27
2
3.2
35 41 bc
21 39 cd
14 8 a
7.2 2.1 a
9
PTB33
35
1.2
1.6
11 22 c
8 17 d
3 6 b
5.0 2.1 a
10 TN1
26
2.4
2
71 44 ab
29 35 bcd
42 15a
4.8 1.7 a

*Rata-rata ± galat rata-rata angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji
selang ganda Duncan dan data merupakan hasil tranformasi dengan rumus Log x

19

20
varietas padi IR26 dan Inpari 6 dan fitness terendah berturut-turut pada PTB33,
Inpari 13, dan Inpari 3.
Variasi perbedaan keperidian WBC makroptera biotipe 3 relatif lebih
sempit dibandingkan WBC brakhiptera. Keperidian riil WBC makroptera nyata
tertinggi juga dijumpai pada varietas IR26 (146 butir telur/betina) dan keperidian
terendah berturut-turut pada PTB33, IR74 dan Inpari 13 (8, 21, dan 24 butir
telur/betina). Pengecualian keperidian WBC pada varietas rentan TN1 relatif
tidak setinggi keperidian yang dicapai oleh WBC brakhiptera. Keadaan ekstrim
pada keperidian WBC makroptera pada varietas tersebut diduga merupakan upaya
efisiensi konversi enerji (92%) untuk adaptasi migrasi dibandingkan untuk
pembentukan telur. Sebaliknya, keadaan yang berbeda pada WBC brakhiptera
pada varietas Inpari 3 penggunaan enerji (85%) lebih diutamakan untuk
pembentukan telur. Realokasi enerji sering terjadi karena perubahan lingkungan
yang memungkinkan serangga untuk migrasi atau segera meletakkan telur akibat
keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan atau diinduksi oleh keberadaan
nutrisi atau bahan metabolit sekunder tertentu (Slansky dan Scriber 1985).
Selain keperidian, fitness juga dipengaruhi oleh lama hidup imago. Pada
WBC brakhiptera, lama hidup imago lebih bervariasi dibandingkan makroptera.
Seekor WBC brakhiptera pada perlakuan inang IR26 menghasilkan lama hidup
imago terpanjang (15 hari) dengan masa peneluran 11 hari, diikuti TN1 (12 hari)
dengan masa peneluran 9 hari dan Inpari 4 (11 hari) dengan masa peneluran 7 hari
yang berbeda nyata dengan perlakuan inang berturut-turut varietas Inpari 3,
PTB33, IR74, IR42, dan Inpari 13 dengan lama hidup terpendek berkisar antara
4.8 hingga 6.4 hari/betina dengan masa peneluran rata-rata berkisar 2 hingga 4.3
hari/betina. Lama hidup serangga, terutama periode oviposisi berkaitan erat
dengan keperidian, bertambah panjang lama hidup seringkali dapat meningkatkan
keperidian serangga. Hasil pengamatan lama hidup imago ini selaras dengan hasil
pengamatan keperidian bahwa kecenderungan WBC biotipe 3 memiliki fitness
tertinggi pada inang varietas padi tahan IR26 semakin nyata dan fitness terendah
berturut-turut pada PTB33, Inpari 13, dan Inpari 3. Secara umum, imago gravid
(imago yang siap meletakkan telur) harus menyeleksi tanaman sebagai tempat

21
oviposisi untuk mendapatkan kualitas tanaman yang tepat dalam memaksimalkan
keberlanjutan hidup atau fitness keturunannya (Bernays dan Chapman 1994).
Faktor fenologi tanaman, kualitas pakan, bahan kimia tanaman dapat
mempengaruhi

kesesuaian

tanaman

inang

untuk

tempat

hidup

dan

perkembangbiakan serangga (Bernays dan Chapman 1994; Panda dan Khush
1995; Schoonhoven et al. 2005).
Fitness reproduksi WBC brakhiptera biotipe 3 setelah dipelihara selama
paling sedikit satu generasi pada varietas tanaman uji yang sama secara umum
mengalami perubahan. Perbedaan keperidian induk WBC yang berasal dari stok
pemeliharaan (G) dan induk hasil keturunan generasi pertama (F1) yang diberi
perlakuan sepuluh varietas tanaman uji ditunjukkan pada Gambar 5. Keperidian
WBC pada inang IR42 mengalami sedikit peningkatan 10% dari keperidian
generasi awal, sedangkan pada IR 64 relatif menunjukkan penurunan yang tidak
signifikan yang hanya mencapai 9%. Kuat dugaan bahwa WBC telah beradaptasi
pada varietas IR42 dalam waktu yang cukup lama sebagai tanaman inang stok
biotipe 3, sedangkan IR 64 dianggap varietas agak rentan bagi WBC. Keperidian
yang sangat rendah tetap bertahan pada varietas standar PTB33, yaitu 10 telur
pada generasi induk dan menurun menjadi 3 telur/betina pada generasi F1.
Potensi keperidian WBC yang dipelihara pada varietas rentan dan agak rentan
seperti TN1, IR26, Inpari 6, dan Inpari 4 mengalami penurunan drastis lebih dari
69.5%. Jumlah telur yang dihasilkan oleh generasi induk paling tinggi pada TN1
dan paling rendah pada Inpari 4 berturut-turut mencapai 391 dan 171 telur/betina
dan menurun pada generasi pertama menjadi 123 dan 40 telur/betina. Penurunan
ini diduga berkaitan dengan penurunan fitness sebagai akibat kepadatan populasi
yang terjadi pada pertumbuhan populasi generasi pertama yang dipaparkan pada
tanaman yang memiliki ketahanan relatif berbeda dengan inang IR 2.

Pada

keempat varietas tersebut diduga terjadi kompetisi makanan dan habitat di antara
individu wereng di dalam populasi. Keperidian yang tidak terlalu menurun terjadi
pada WBC yang dipelihara pada varietas agak tahan yaitu IR 4, dan Inpari 3,
namun keperidian yang sedikit relatif meningkat terjadi pada varietas Inpari 13.
Bagaimanapun juga, keperidian yang dicapai pada generasi pertama menghasilkan

22
450
Jumlah telur/betina

400
350
300
250
200
150
100
50
0
Inpari Inpari Inpari Inpari
IR 26 IR 42 IR 64 IR 74
3
4
6
13

PTB
33

TN 1

WBC G1 129

171

195

76

294

134

108

132

10

391

WBC F1

40

52

82

71

148

98

84

3

123

96

Gambar 5 Keperidian WBC brakhiptera biotipe 3 generasi induk (G1) dan
generasi pertama (F1)
jumlah telur berkisar antara 82-96 telur. Dari data tersebut menunjukkan bahwa
WBC yang dipelihara pada varietas tahan (Inpari 13, IR74 dan Inpari 3)
menunjukkan respon penurunan reproduksi lebih awal yaitu sejak generasi induk,
sedangkan WBC yang dipelihara pada varietas rentan atau agak rentan baru
tampak setelah generasi pertama. Respon pertama ini diduga akibat seleksi
mekanisme pertahanan antixenosis, sedangkan respon berikutnya merupakan
seleksi mekanisme pertahanan antibiosis (Schoonhoven et al. 2005).
Ukuran Tubuh N. lugens Stål
Serangga pada dasarnya memiliki kemampuan makan berbeda, dan
diketahui bahwa fitness selalu lebih tinggi pada serangga polifag, meskipun
demikian kebanyakan spesies bersifat spesialis (Bernays dan Chapman 1994). Di
dalam proses evolusi, spesialisasi sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber
makanan dan perilaku makan akibat adanya tekanan seleksi.

Untuk

mempertahankan hidup dalam menghadapi keterbatasan sumber bahan pakan,
maka spesialisasi dibentuk melalui tahapan perubahan, di antaranya adalah
perilaku reproduksi dan morfologi.
Hasil pengukuran awal pada empat biotipe WBC yang berasal dari stok
pemeliharaan (generasi induk) menunjukkan bahwa besaran ovipositor nyata

23
tertinggi terdapat pada WBC biotipe 1, berturut turut menurun pada biotipe 2 dan
biotipe 3, dan nyata terendah pada WBC populasi lapang (Tabel 2). Besaran
ovipositor WBC antara biotipe 1 tidak berbeda nyata dengan biotipe 2. Begitu
pula besaran ovipositor pada WBC biotipe 3 tidak berbeda nyata dengan besaran
ovipositor WBC populasi lapang. Walaupun demikian, kedua ovipositor WBC
biotipe 1 dan 2 (0.99 hingga 1 mm) berbeda nyata dengan kedua ovipositor WBC
biotipe 3 dan populasi lapang (0.92 hingga 0.94 mm).

Hasil peneliti