Biologi Reproduksi Undur-undur laut Emerita emeritus Di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah

BIOLOGI REPRODUKSI UNDUR-UNDUR LAUT EMERITA
EMERITUS DI KECAMATAN BULUSPESANTREN
KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH

DEWI AYU KUSUMAWARDANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Biologi
Reproduksi Undur-Undur Laut Emerita emeritus di Kecamatan Buluspesantren
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Dewi Ayu Kusumawardani
NRP C24090040

ABSTRAK
DEWI AYU KUSUMAWARDANI. Biologi Reproduksi Undur-Undur Laut
Emerita emeritus di Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan ALI MASHAR.
Undur-undur laut merupakan salah satu sumber daya perikanan di Kebumen yang
memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
aspek biologi reproduksi meliputi nisbah kelamin, fekunditas, stadia dan
perkembangan telur serta alternatif pengelolaan. Penelitian dilakukan di pantai
berpasir di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah pada
bulan Oktober 2012 hingga Februari 2013. Hasil nisbah kelamin tidak seimbang
dengan nilai rata-rata nisbah kelamin betina dan jantan 98.73 dan 1.17. Jumlah
undur-undur laut yang diambil selama penelitian adalah 1243 ekor. Hubungan
fekunditas terhadap panjang karapas undur-undur laut ditemukan persamaan F=

150.32CL – 3044.6 dengan nilai koefisien (R2) sebesar 42.53%. Nilai fekunditas
terhadap panjang karapas per tahapan juga mempunyai nilai koefisien yang kecil.
Sebaran diameter telur dari undur-undur laut menunjukkan tipe pemijahan total
spawner. Ukuran diameter telur per stadia juga rata-rata mengalami peningkatan
walaupun tidak berbeda nyata. Alternatif pengelolaan yang disarankan untuk
sumber daya undur-undur laut di Kabupaten Kebumen yaitu selektifitas
penangkapan.
Kata kunci : Biologi Reproduksi, Kebumen, Undur-Undur Laut.

ABSTRACT
DEWI AYU KUSUMAWARDANI. Biology reproduction of mole crab Emerita
emeritus in subdistric of Buluspesantren, district of Kebumen, Central Java.
Supervised by YUSLI WARDIATNO and ALI MASHAR.
Mole crab is well known as one of fisheries resources in Kebumen which has the
potential to use. This research aimed to measure aspect of biology reproduction
such as sex ratio, fecundity, classification and development egg, and alternative of
management plan for fisheries. The research was conducted at sandy beach in
Subdistric of Buluspesantren Distric of Kebumen, Central Java in the period of
October 2012 until February 2013. The result of sex ratio is unbalanced with
average of 98.73% for female and 1.17% for male. Total number of mole crab

that taken during the research was 1243 individuals. The relationship of fecundity
and lenght carapas was estimated F= 150.32CL – 3044.6 with number of
coefficient (R2) is 42.53%. Fecundity of lenght carapas in stages also had a little
number of coefficient. Result of egg diameter of mole crab show that the type of
reproductive is total spawner. Size of egg diameter had a increased number. The
alternative of management plan for mole crab resources in Kebumen is selectifity
of catch.
Keywords : Biology Reproduction, Kebumen, Mole Crab.

BIOLOGI REPRODUKSI UNDUR-UNDUR LAUT EMERITA
EMERITUS DI KECAMATAN BULUSPESANTREN
KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH

DEWI AYU KUSUMAWARDANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NRP

: Biologi Reproduksi Undur-undur laut Emerita emeritus Di
Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah
: Dewi Ayu Kusumawardani
: C24090040

Disetujui oleh


Dr Ir Yusli Wardia
Pembimbin I

Ali Mashar, S Pi, M Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Tanggallulus:

'0 2 0 9 2 n1 3

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NRP

: Biologi Reproduksi Undur-undur laut Emerita emeritus Di
Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah

: Dewi Ayu Kusumawardani
: C24090040

Disetujui oleh

Ali Mashar, S Pi, M Si
Pembimbing II

Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc.
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, M Sc
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Biologi
Reproduksi Undur-undur laut Emerita emeritus Di Kecamatan
Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Bapak Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc dan Bapak Ali Mashar, S Pi, M Si
selaku pembimbing.
2. Bapak Dr Ir Bambang Widigdo selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi dalam perkuliahan.
3. Ibu Dr Ir Yunizar Ernawati, MS selaku penguji tamu dan Ibu Dr.
Majariana Krisanti, S Pi, M Si selaku perwakilan departemen.
4. Keluarga besar Mba Eni Megawati atas bantuannya selama penulis
mengambil data dan tim penelitian undur-undur laut (Mba Eni, Made
dan Yuli) atas kerjasamanya selama pengambilan data.
5. Ayah, ibu, kakak yang telah sabar membimbing dan mendoakan penulis.
6. Teman seperjuangan (Ratih Purnamasari, Janty Widyasti, Nisa Agustina,
Ananda Listya, Anggia Imani, Eka Hardia Yuliningsih, Rodearni
Simarmata, Gilang Rusrita Aida, Viska Donita Prahadina, Surya Gentha
Akmal, Nolalia, Nur Mar A Siregar, Tyas Dita Pramesthy, Conny Puji

Lestari, Fauzia A.W., Selvia Oktaviyani, Atim A. Wiyaniningtiyah) atas
perhatian yang diberikan.
7. Sahabat Triyani Rosariana atas dukungan dan persahabatannya selama
ini.
8. Seluruh teman MSP 46, MSP 45, MSP 47, MSP 48 yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu atas semangat yang diberikan.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

Dewi Ayu Kusumawardani

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………….

vii 

DAFTAR TABEL……………………………………………………………. viii 
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. viii 
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. viii 

PENDAHULUAN……………………………………………………………..



Latar Belakang ............................................................................................
Perumusan Masalah ....................................................................................
Tujuan Penelitian ........................................................................................





METODE………………………………………………………………………



Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................
Alat dan Bahan ............................................................................................
Pengumpulan Data ......................................................................................
Analisis Laboratorium.................................................................................

Analisis Data ...............................................................................................
Nisbah Kelamin ......................................................................................
Fekunditas ..............................................................................................
Diameter telur .........................................................................................
Stadia Telur dan Perkembangan Telur ...................................................
Hubungan Panjang Karapas dengan Fekunditas Undur-Undur Laut .....












HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………...




Hasil ............................................................................................................ 6 
Nisbah Kelamin ...................................................................................... 6 
Komposisi Betina ................................................................................... 7 
Stadia Telur ............................................................................................ 8 
Fekunditas .............................................................................................. 9 
Perkembangan dan Diameter Telur ........................................................ 11 
Pembahasan................................................................................................. 12 
Alternatif Pengelolaan ............................................................................ 15 
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………... 16 
Kesimpulan ................................................................................................. 16 
Saran............................................................................................................ 16 
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 16 
LAMPIRAN…………………………………………………………………...

18 

RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………

20 

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi stadia dan perkembangan telur undur-undur laut Emerita
emeritus .................................................................................................
2 Nisbah kelamin Emerita emeritus ...........................................................

5
7

DAFTAR GAMBAR
1 Perbedaan undur-undur laut betina (a) dan jantan (b) ..............................
2 Komposisi undur-undur laut Emerita emeritus betina yang bertelur dan
tidak bertelur ..........................................................................................
3 Perbedaan betina saat bertelur (a) dan saat tidak bertelur (b) ..................
4 Komposisi stadia telur undur-undur laut Emerita emeritus .....................
5 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut
Emerita emeritus ....................................................................................
6 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap
1 ...........................................................................................................
7 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap
2 ...........................................................................................................
8 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap
3 ...........................................................................................................
9 Diameter telur undur-undur laut Emerita emeritus .................................
10 Ukuran diameter telur Emerita emeritus tiap stadia ................................

6
7
8
8
9
10
10
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan diameter telur undur-undur laut selama penelitian ............... 18
2 Contoh perhitungan rancangan lengkap terhadap ukuran diameter telur
pada stadia telur undur-undur laut .......................................................... 18
3 Alat tangkap serok yang digunakan untuk menangkap undur-undur laut
Emerita emeritus .................................................................................... 19

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah pertemuan antara wilayah lautan
dan daratan yang memiliki potensi sumber daya laut yang sangat besar. Namun,
sebagian besar dari sumber daya laut belum dimanfaatkan secara optimal oleh
masyarakat. Undur-undur laut merupakan salah satu contoh potensi alam laut
yang belum dikenal dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.
Undur-undur laut adalah salah satu ordo decapoda yang dapat ditemukan di
pantai berpasir Kebumen yang memiliki sebaran dan kelimpahan yang relatif
tinggi (Anonim 2002 in Mursyidin 2007). Undur-undur laut atau dikenal sebagai
yutuk yang ditemukan di pantai Kebumen terdapat 3 jenis, yaitu Emerita emeritus,
Hippa adactyla, dan Albunea symmysta. Jenis Emerita emeritus merupakan jenis
undur-undur laut paling banyak ditemukan di pantai berpasir Kebumen.
Bagi sebagian besar masyarakat Kebumen, undur-undur laut banyak
dimanfaatkan dalam skala kecil sebagai makanan olahan dan makanan jajanan
khas dari Kebumen serta dimanfaatkan pula sebagai umpan buatan. Undur-undur
laut juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, diantaranya adalah
mengandung asam lemak dan omega 6 (Mursyidin 2007).
Undur-undur laut jantan dan betina aktif bereproduksi setiap tahunnya.
Mereka dapat memproduksi sekitar ribuan telur setiap harinya. Fekunditas telur
undur-undur laut dari pantai selatan Yogyakarta relatif tinggi yaitu antara 1.410–
11.983 butir telur yang berbanding lurus dengan panjang dan lebar karapas serta
berat tubuhnya (Trijoko 1988 in Mursyidin 2007). Larva dari undur-undur laut
menghabiskan waktu sebulan di laut sebelum menghabiskan waktunya di pantai
berpasir (FMSA 2002).
Di Indonesia, penyebaran undur-undur laut belum diketahui secara pasti.
Penelitian biologi tentang undur-undur laut pun belum banyak dilakukan sehingga
informasi mengenai aspek biologi seperti aspek pertumbuhan, reproduksi,
fekunditas, dan lain-lain masih sulit ditemukan. Maka dari itu, penelitian
mengenai aspek biologi khususnya reproduksi undur-undur laut penting dilakukan
untuk mengetahui informasi sumber daya undur-undur laut yang terdapat di
perairan Indonesia, khususnya di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah.

Perumusan Masalah
Undur-undur laut merupakan salah satu jenis krustasea yang bereproduksi
aktif setiap tahunnya. Undur-undur laut ini dapat memproduksi sekitar ribuan telur
setiap tahunnya sebelum akhirnya menjadi larva dan menghabiskan waktunya di
pantai berpasir. Masyarakat Kebumen yang bertempat tinggal di sekitar pantai
berpasir sering memanfaatkan undur-undur laut untuk dijadikan makanan baik
sebagai lauk pauk maupun sebagai jajanan khas Kebumen dan dijadikan umpan

2
buatan. Namun seiring dengan pemanfaatan undur-undur laut yang semakin
banyak menyebabkan jumlah undur-undur laut menjadi berkurang. serta
kurangnya data dan informasi biologi mengenai undur-undur laut menyebabkan
peneliti tidak mengetahui aspek-aspek biologi perikanan undur-undur laut secara
optimal. Salah satu cara untuk mengetahui aspek biologi perikanan secara optimal
adalah dengan mengetahui aspek biologi dari undur-undur laut, salah satunya
adalah aspek biologi reproduksi. Adapun parameter yang digunakan adalah nisbah
kelamin, fekunditas, stadia telur, dan diameter telur.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur aspek biologi reproduksi
Emerita emeritus yang meliputi nisbah kelamin, fekunditas, stadia telur, dan
diameter telur undur-undur laut dan alternatif pengelolaan yang berada di
Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan contoh undur-undur laut dilakukan di Pantai Berpasir,
Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu pengambilan data primer dan analisis data.
Pengambilan contoh data primer berupa Emerita emeritus dilaksanakan mulai
bulan Oktober 2012 hingga Februari 2013 dengan interval waktu pengambilan
contoh 1 bulan. Sedangkan analisis data dilakukan di Laboratorium Biologi
Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor mulai pada bulan Februari 2013.

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain serok untuk
mengambil Emerita emeritus di pantai, penggaris dengan ketelitian 0.5mm,
timbangan dengan ketelitian 0.1mm, walking meassure, tali/benang, cawan petri,
cool box, plastik biota, alat tulis, dan alat dokumentasi. Bahan yang digunakan
adalah Emerita emeritus yang diambil dari pantai berpasir di Kecamatan
Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan formalin 10% untuk
mengawetkan undur-undur laut sebelum dianalisis di laboratorium.

3
Pengumpulan Data
Pengambilan contoh Emerita emeritus ditentukan dengan dua teknik, yaitu
teknik aduk dan teknik sorok. Emerita emeritus dengan teknik aduk diambil di
sekitar pantai. Pengambilannya dilakukan dengan cara pasir diaduk atau digali
hingga Emerita emeritus tersebut ditemukan. Pengambilan contoh Emerita
emeritus dengan teknik sorok yaitu menggunakan alat tangkap sorok.
Pengambilan dilakukan dengan cara pasir disorok dan ketika pasir sudah mulai
bergelembung, Emerita emeritus mulai menampakkan diri dan siap diambil
menggunakan tangan. Pengambilan contoh dilakukan di swash zone yaitu daerah
pencucian yang mengikuti air pasang laut. Daerah tersebut ditelusuri
menggunakan kedua teknik yang dibantu dengan walking meassure untuk
penentuan jarak. Pengambilan contoh dilakukan sekitar ± 3km di daerah swash
zone dengan kedua teknik.

Analisis Laboratorium
Analisis Emerita emeritus di laboratorium dilakukan untuk mengetahui
panjang bobot dan perhitungan telur (fekunditas). Pengukuran panjang karapas,
panjang dan lebar telson serta bobot tubuh dilakukan dengan menggunakan tali
atau benang yang kemudian diukur menggunakan penggaris dengan ketelitian
0.5mm. Pengukuran bobot tubuh juga dilakukan pengukuran dengan
menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,1mm.
Penentuan nisbah kelamin juga dilakukan dengan melihat jenis kelamin dari
Emerita emeritus. Apabila jenis kelamin tersebut betina, dilakukan perhitungan
telur dan ukuran telur serta stadia telur. Perhitungan telur dilakukan dengan
menggunakan metode sensus yaitu dengan menghitung semua telur yang ada.
Perhitungan telur dilakukan dengan mengeluarkan telur yang ada dibawah telson
ke dalam cawan petri, kemudian diberi sedikit air dan diambil dengan
menggunakan pipet sedikit demi sedikit untuk memudahkan dalam menghitung.
Setelah perhitungan telur, dilakukan pengamatan stadia telur secara morfologi dan
pengukuran diameter telur dengan bantuan mikroskop. Pengukuran diameter telur
dilakukan pada semua stadia telur Emerita emeritus.

Analisis Data
Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin penting untuk melihat perbandingan dari masing-masing
jenis kelamin biota yang terdapat di perairan. Pendugaan ini dibutuhkan sebagai
pertimbahan dalam produksi, rekruitmen dan konservasi sumber daya ikan
tersebut. Dalam statistika, konsep nisbah kelamin dihitung dengan cara
menghitung rasio populasi tertentu terhadap total populasi yang dilihat dengan
bilangan rasio. Rumusnya dapat dilihat sebagai berikut:

4

Keterangan:
P
= Rasio undur-undur laut (jantan atau betina) (%)
n
= Jumlah jantan atau betina (Ind)
N
= Jumlah total undur-undur laut (jantan+betina) (Ind)

Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang terdapat pada Emerita emeritus
betina pada saat akan memijah (Bagenal 1973 in Syahailatua 1998). Fekunditas
mempunyai keterkaitan dengan umur, panjang atau bobot individu dan spesies.
Metode yang digunakan untuk menghitung fekunditas adalah metode sensus, yaitu
dengan menghitung semua jumlah telur yang ada.

Diameter telur
Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan
mikrometer berskala yang sudah ditera. Pengukuran diameter telur dilakukan pada
telur contoh dari semua stadia telur Emerita emeritus. Telur diambil dan disusun
kedalam gelas objek. Selanjutnya telur diamati di bawah mikroskop yang telah
dilengkapi mikrometer.

Stadia Telur dan Perkembangan Telur
Stadia telur diamati secara morfologis dengan memperhatikan warna,
bentuk, ukuran panjang, dan bobot dari undur-undur laut contoh. Perkembangan
stadia telur tersebut kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang. Adapun
tahap klasifikasi stadia beserta perkembangan telur menurut Subramoniam 1979
disajikan pada Tabel 1.

5

Tabel 1 Klasifikasi stadia dan perkembangan telur undur-undur laut Emerita
emeritus (Sumber: Subramoniam 1979).
Stadia
I

Deskripsi
Butiran kuning telur mulai tampak; massa telur
berwarna oranye cerah.

II

Telah terjadi pembelahan dan blastomer sudah
terlihat; massa telur berwarna oranye cerah.

III

Kuning telur yang bebas secara beruntun
menjadi putih dan membuatnya terlihat di
kutub anima; sel ektoderm hadir dalam bagian
yang transparan.

IV

Satu kuarter kuning telur telah bersih; sabuk
putih mengelilingi kuning telur yang sudah
berada di tengah; dalam kutub anima periode
tersebut dikenali; spot pigmen merah terlihat di
tepi kuning telur; massa telur berwarna oranye
yang kusam.

V

Sepertiga kuning telur telah termanfaatkan;
bintik dua mata yang terbentuk sudah terlihat;
bintik merah menonjol dan terlihat di ujung
kutub anima; massa telur berwarna sangat
kusam.

VI

Massa telur berwarna oranye kecoklatan; mata
telah terbentuk dengan baik; kuning telur
ditemukan di dalam kutub aseksual; duapertiga
kuning telur telah bersih; pigmen merah
menyebar ke seluruh ruang putih.

VII

Massa telur berwarna oranye keabu-abuan;
kuning telur ditemukan di dua kluster dalam
pusatnya; luaran dari embrio telah terbentuk;
detak jantung terlihat secara visual; bintik mata
terbentuk dengan sangat baik.

VIII

Massa telur berwarna abu-abu pucat; kuning
telur tanpa warna dalam bentuk globula oli
terlihat hanya di bawah mata sebagai dua
kantung; detak jantung menonjol; embrio
hampir terbentuk secara sempurna.

IX

Embrio membentuk sempurna; massa telur
berwarna putih; tidak ada globula kuning telur
yang terlihat; larva akan segera hadir.

X

Zoea larva telah hadir.

6
Hubungan Panjang Karapas dengan Fekunditas Undur-Undur Laut
Analisis hubungan panjang karapas dan fekunditas dapat menggunakan
analisis korelasi linier. Korelasi linier didapatkan dengan cara meregresikan
panjang karapas sebagai peubah x dengan fekunditas sebagai peubah y, sehingga
akan didapatkan nilai korelasi yaitu berupa nilai r. Nilai korelasi kecil apabila nilai
r mendekati nol dan nilai korelasi besar apabila nilai r mendekati +1 atau -1 (Steel
and Torrie 1980 in Megawati 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah Emerita emeritus betina
dan jantan. Penentuan jenis kelamin betina dan jantan Emerita emeritus dilakukan
dengan mengamati keberadaan pleopod di bawah telsonnya. Betina dewasa lebih
besar bentuknya apabila dibandingkan dengan jantan dewasa (Barnes and Wenner
1968). Perbedaan lainnya adalah betina mempunyai pleopod di bawah telsonnya
yang berguna untuk menyimpan telur dan jantan yang tidak mempunyai pleopod
(Taus 2007). Perbedaan betina dan jantan disajikan pada Gambar 1.
a.

b.

Gambar 1 Perbedaan undur-undur laut betina (a) dan jantan (b)
Perbandingan nisbah kelamin 1:1 merupakan suatu populasi ideal dan
seimbang (Purwanto et al. 1986 in Susilawati 2000). Nisbah kelamin yang didapat
juga digunakan untuk menduga keberhasilan pemijahan suatu populasi karena
diharapkan bahwa jumlah jantan dan betina dalam keadaan seimbang yaitu 1:1
untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Asmara 2004). Nisbah kelamin
Emerita emeritus akan disajikan pada Tabel 2.

7
Tabel 2 Nisbah kelamin Emerita emeritus
Pengambilan Contoh
23 Oktober 2012
24 November 2012
25 Desember 2012
23 Januari 2013
23 Februari 2013
Total

n
Betina
202
150
429
238
210
1243
1229

Jantan
8
0
3
1
2

Nisbah Kelamin (%)
Betina
Jantan
96.19
3.81
100.00
0
99.31
0.69
99.58
0.42
99.00
1.00

14

Rata-rata

98.82

1.18

Tabel 2 menjelaskan nisbah kelamin Emerita emeritus selama penelitan.
Jumlah Emerita emeritus selama penelitian pada bulan Oktober 2012 sampai
dengan Februari 2013 adalah 1243 ekor yang terdiri dari 1229 ekor betina dan 14
ekor jantan. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah betina lebih mendominasi
dibandingkan dengan jumlah jantan. Menurut rata-rata nisbah kelamin, betina
memiliki rata-rata 98.82% dan jantan memiliki rata-rata 1.18%. Rata-rata tersebut
menunjukkan bahwa nisbah kelamin Emerita emeritus tidak seimbang.

Komposisi Betina

Frekuensi (%)

Selama penelitian, jumlah betina Emerita emeritus lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah jantan. Pada jenis kelamin betina terdapat pula jenis
betina yang bertelur dan tidak bertelur. Komposisi Emerita emeritus betina yang
bertelur dan tidak bertelur disajikan pada Gambar 2.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

bertelur
tidak bertelur

23 Oktober 24 November 25 Desember 23 Januari
2012
2012
2012
2013

23 Februari
2013

Bulan
Gambar 2 Komposisi undur-undur laut Emerita emeritus betina yang bertelur dan
tidak bertelur

8
Gambar 2 menunjukkan komposisi Emerita emeritus betina. Dari gambar
dapat dilihat bahwa betina yang bertelur lebih mendominasi dibandingkan dengan
Emerita emeritus betina yang tidak bertelur. Frekuensi banyaknya betina yang
bertelur tersebut juga terjadi setiap bulannya selama penelitian.
Betina Emerita emeritus mempunyai ciri-ciri adanya pleopod yang terdapat
di bawah telson. Pleopod adalah benang atau rambut yang digunakan untuk
menyimpan telur (Taus 2007). Jika betina sedang tidak bertelur, maka pleopod
yang umumnya terdiri dari 3 pasang tersebut akan terlihat di bawah telson ketika
telson tersebut diangkat (Gambar 3).
a

b

Gambar 3 Perbedaan betina saat bertelur (a) dan saat tidak bertelur (b)

Stadia Telur

Frekuensi (%)

Stadia telur adalah tahap perkembangan telur sesudah memijah. Stadia telur
pada decapoda khususnya Emerita emeritus dapat ditentukan berdasarkan
morfologi yang meliputi warna dan perkembangan telur secara visual (Effendie
2002). Tahapan stadia telur merupakan proses yang penting dalam reproduksi
(Adisti 2010). Komposisi stadia telur Emerita emeritus selama penelitian
disajikan pada Gambar 4.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

stadia 10

stadia 9
stadia 8
stadia 7
stadia 6
stadia 5
stadia 4
stadia 3
23 Oktober 24 November 25 Desember 23 Januari
2012
2012
2012
2013

23 Februari
2013

Bulan
Gambar 4 Komposisi stadia telur undur-undur laut Emerita emeritus

stadia 2
stadia 1

9
Gambar 4 merupakan komposisi stadia telur Emerita emeritus. Menurut
Subramoniam (1979) klasifikasi stadia telur dari Emerita emeritus mencapai 10
stadia yang terdapat pada Tabel 1. Berdasarkan gambar tersebut, setiap bulannya
Emerita emeritus memiliki komposisi stadia telur yang beragam. Stadia 1 sampai
dengan stadia 9 pun ditemukan secara beragam di setiap bulannya. Hanya stadia
10 yang tidak ditemukan selama penelitian.

Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur dari generasi tahun itu yang dikeluarkan
pada tahun ini pula (Nikolsky 1969 in Effendie 2002). Fekunditas secara tidak
langsung dapat menduga jumlah anak undur-undur laut yang dihasilkan dan
fekunditas juga dapat dihubungan dengan panjang karapas dari Emerita emeritus.
Grafik mengenai fekunditas yang dihubungan dengan panjang karapas Emerita
emeritus disajikan pada Gambar 5.
4000

F = 150.32CL - 3044.6
R² = 0.4253
n = 830

jumlah telur (butir)

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500

0
20

25

30

35

40

panjang karapas (mm)
Gambar 5

Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut
Emerita emeritus

Hasil pengamatan terhadap hubungan fekunditas dengan panjang karapas
Emerita emeritus ditunjukkan melalui persamaan F= 150.32CL – 3044.6 dan
diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.4253. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa 42.53% dari keragaman nilai fekunditas Emerita emeritus dapat dijelaskan
oleh panjang tubuh total. Nilai fekunditas menurut stadia telur Emerita emeritus
dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu berdasarkan adanya bintik mata yang terlihat pada
tingkatan stadia (Gambar 10). Tahap 1 menggambarkan tahapan stadia dengan
bentuk telur bulat sempurna dan belum terlihat bintik mata, tahap 2
menggambarkan tahapan stadia yang mempunyai selaput transparan dan mulai
terlihat bintik mata, dan tahap 3 menggambarkan tahapan stadia yang sudah
memperlihatkan bintik mata secara jelas. Hubungan fekunditas dengan panjang
karapas Emerita emeritus di setiap tahapan dapat dilihat dari gambar berikut.

jumlah telur (butir)

10
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

F = 160.51CL - 3193.8
R² = 0.4854
n = 483

20

25

30

35

40

panjang karapas (mm)
Gambar 6 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap 1

jumlah telur (butir)

4000

F = 144.02CL- 2942.2
R² = 0.4582
n = 269

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
20

25

30

35

40

panjang karapas (mm)
Gambar 7 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap 2

jumlah telur (butir)

4000

F= 127.42CL- 2765.2
R² = 0.2705
n = 78

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

20

25

30

35

40

panjang karapas (mm)
Gambar 8 Hubungan fekunditas dengan panjang karapas undur-undur laut tahap 3
Hubungan fekunditas dengan panjang karapas tiap tahapan mempunyai nilai
koefisien yang beragam. Pada tahap 1 (Gambar 6) mempunyai nilai koefisien

11
0.4854, tahap 2 (Gambar 7) mempunyai nilai koefisien 0.4582, dan nilai koefisien
pada tahap 3 yaitu sebesar 0.2705 (Gambar 8). Hasil nilai koefisien tersebut
menunjukkan adanya variasi nilai fekunditas di setiap ukuran panjang karapas
yang sama.

Perkembangan dan Diameter Telur
Ukuran telur dari stadia 1 sampai dengan stadia 9 mengalami perkembangan
ukuran. Pada stadia 1 sampai dengan stadia 5, ukuran telur Emerita emeritus lebih
kecil yaitu 0.25-0.63mm sedangkan pada stadia 6 sampai stadia 9, ukuran telur
jauh lebih besar yaitu mencapai 0.77mm. Sebaran diameter telur diamati untuk
menduga sebaran pemijahan. Diameter telur juga dapat mengindikasikan pola
pemijahan Emerita emeritus. Grafik diameter telur disajikan pada Gambar 9.

Frekuensi

25
20
15
10
5
0

Selang Kelas
Gambar 9 Diameter telur undur-undur laut Emerita emeritus
Dari sebaran frekuensi diameter telur Emerita emeritus (Gambar 9)
menjelaskan bahwa sebaran tersebut membentuk satu puncak. Sebaran diameter
telur ini membentuk pola pemijahan total spawner yang berarti pemijahan
Emerita emeritus dilakukan dengan mengeluarkan telur masak secara keseluruhan
pada waktu pemijahan (siklus reproduksi) dan akan mengeluarkan telurnya
kembali pada saat musim pemijahan berikutnya (Adisti 2010).
Setiap bertambahnya stadia telur Emerita emeritus berpengaruh pada ukuran
diameter telur per stadia. Selama penelitian, ukuran diameter telur Emerita
emeritus cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya stadia (Gambar 10).
Tingkatan stadia juga dapat dilihat berdasarkan adanya bintik mata yang terlihat.
Pada stadia 1 hingga stadia 3 belum menampakkan bintik mata, stadia 4 hingga
stadia 6 mulai menampakkan bintik mata, dan stadia 7 hingga stadia 9 sudah
menampakkan bintik mata dengan jelas (Gambar 10). Selama penelitian, stadia 10
yaitu pada saat zoea sudah lahir tidak ditemukan.

12
1

2

3

4

5

6

7

8

9

Gambar 10 Ukuran diameter telur Emerita emeritus tiap stadia

Pembahasan
Emerita emeritus merupakan subfilum krustasea yang secara umum
berkerabat dekat dengan udang, kepiting, lobster, dan teritip. Emerita emeritus
yang termasuk kedalam superfamili Hippidae ini memiliki ciri-ciri khusus, yaitu
tubuh yang pendek dan melengkung atau sedikit membulat, abdomen
bilateralsimetris, lunak, pipih dorsoventral, ujung posterior abdomen terlipat
kearah ventral dan kedepan, memiliki rostrum yang kecil, mempunyai telson yang
terdapat di bawah thoraks yang memanjang dan meruncing. Memiliki kaki
pertama yang disebut chelate atau subchelate serta kaki ke lima yang tereduksi
dan melipat dan selalu berada di bawah karapas (Haye et al. 2002).
Emerita emeritus hidup di swash zone pada pantai berpasir di daerah
intertidal. Swash zone atau daerah pencucian adalah jarak antara gelombang

13
terendah dan tertinggi pada waktu tertentu. Daerah tersebut berubah mengikuti air
pasang (FMSA 2002). Emerita emeritus berdistribusi di daerah intertidal menurut
dengan ukurannya. Pada individu dengan ukuran kurang dari 8mm ditemukan
dekat dengan perbatasan pantai di atas daerah intertidal. Emerita emeritus ukuran
sedang yaitu antar 8-15mm berlokasi di tengah daerah pencucian, dan ukuran
besar Emerita emeritus yaitu lebih dari 15mm ditemukan diantara bagian terendah
pada daerah pencucian (Ziegler and Forward 2005).
Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jantan dan betina dalam
suatu populasi Emerita emeritus. Hal ini penting untuk diketahui karena dapat
berpengaruh terhadap kestabilan populasi. Nisbah kelamin menduga
keseimbangan populasi dengan asumsi bahwa perbandingan jantan dan betina
dalam suatu populasi yang seimbang adalah 1:1, yang berarti 1 untuk jantan dan 1
untuk betina, agar tidak terjadi dominansi terhadap jenis kelamin. Berdasarkan
hasil analisis yang disajikan pada Tabel 2, betina lebih mendominasi
dibandingkan dengan jantan. Perbandingan antara jantan dan betina pada bulan
Oktober 2012 sampai Februari 2013 sangat terlihat perbedaannya, hal ini
dibuktikan dengan nilai rata-rata nisbah kelamin betina lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai rata-rata nisbah kelamin jantan. Dengan adanya hasil analisis tersebut,
dikatakan bahwa keadaan populasi Emerita emeritus pada lokasi penelitian tidak
seimbang.
Nisbah kelamin 1 : 1 seringkali dapat menyimpang. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan tingkah laku jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan laju
pertumbuhan (Purwanto et al. 1986 in Susilawati 2000). Perbandingan nyata
antara jantan dan betina juga diduga disebabkan oleh bedanya habitat dari jantan
dan betina. Menurut Forward et al. (2007) jantan dewasa Emerita emeritus
berkembang baik di daerah yang terkena hempasan ombak secara langsung.
Selama pengambilan contoh Emerita emeritus setiap bulannya, jantan sangat
sedikit ditemukan karena pengambilan contoh yang dilakukan hanya di sekitar
tepian pantai dan tidak ke daerah hempasan ombak secara langsung.
Komposisi betina pada saat bertelur dan tidak bertelur diketahui untuk
regenerasi dalam suatu populasi. Perbedaan betina bertelur dan tidak bertelur
diketahui berdasarkan ada atau tidaknya telur di pleopod yang terdapat di bawah
telson. Pleopod merupakan benang atau sejenis rambut yang berfungsi untuk
penyimpanan atau tempat menempelnya telur (Taus 2007). Jika betina sedang
tidak bertelur, maka pleopod akan terlihat dengan jelas di bawah telson ketika
telson tersebut diangkat (Gambar 3). Sedangkan ketika betina sedang bertelur,
terlihat bahwa telson ditempeli oleh telur. Berdasarkan hasil analisis yang
disajikan dalam grafik pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah betina pada saat
bertelur lebih banyak dibanding dengan jumlah betina yang tidak bertelur.
Banyaknya jumlah betina yang bertelur ini menunjukkan bahwa terjadi regenerasi
pada Emerita emeritus. Banyaknya betina yang bertelur juga sebagai indikasi
bahwa sedang terjadi rekruitmen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Delgado et al.
(2007) bahwa populasi Emerita emeritus yang sedang bertelur ditemukan lebih
banyak dibandingkan dengan betina yang tidak bertelur menunjukkan bahwa
sedang terjadi adanya regenerasi populasi Emerita emeritus yang baik dan
rekruitmen Emerita emeritus yang baru. Selain itu juga pada saat undur-undur laut
sedang bertelur, zona pantai yang dekat dengan aktivitas manusia yang lebih
disukai betina bertelur atau pada daerah intertidal (Megawati 2012). Menurut

14
Wenner (1977) produksi telur berhubungan dengan ketersediaan makanan yang
berada di pantai. Di daerah intertidal, terdapat banyak nutrisi makanan yang
diperlukan oleh Emerita emeritus yang sedang bertelur untuk pertumbuhan (Bakir
et al. 2009). Emerita emeritus yang bertelur akan menghabiskan waktunya ke
daerah intertidal dan cenderung ke bagian pasir atas untuk mencari makan demi
produksi telurnya. Oleh karena itu betina bertelur lebih mendominasi dibanding
dengan betina yang tidak bertelur.
Stadia telur Emerita emeritus merupakan tahap perkembangan telur
sesudah memijah. Penentuan stadia telur Emerita emeritus berdasarkan klasifikasi
stadia telur pada Tabel 1 (Subramoniam 1979). Pada Emerita emeritus, terdapat
10 stadia yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Stadia 1 umumnya berwarna oranye
cerah dan berbentuk bulat penuh. Stadia 2 berwarna oranye agak cerah, stadia 3
berwarna oranye dan selaput yang mengitari telur sudah mulai terlihat. Stadia 4
berwarna oranye yang kusam dengan bintik mata yang mulai terlihat. Stadia 5
berwarna oranye yang sangat kusam dengan bintik mata yang sudah mulai terlihat
dan menonjol. Stadia 6 berwarna oranye kecoklatan dan stadia 7 berwarna oranye
keabu-abuan dengan bintik mata yang terbentuk dengan baik. Stadia 8 berwarna
abu-abu pucat dan stadia 9 berwarna lebih putih dengan bintik mata yang terlihat
jelas. Sedangkan pada stadia 10 yaitu zoea larva yang sudah hadir tidak ditemukan
selama pengamatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua stadia ditemukan beragam
disetiap bulannya (Gambar 4), diduga Emerita emeritus bertelur sepanjang bulan.
Menurut Deglado and Defeo (2006 in Megawati 2012), musim bertelur untuk
Emerita emeritus yaitu pada pertengahan Oktober hingga pertengahan April.
Sedangkan menurut Subramoniam (1979), musim bertelur Emerita emeritus
terjadi pada bulan Juli, Agustus, serta Oktober hingga April. Sehingga dapat
dikatakan undur-undur laut bertelur hampir di setiap bulan sepanjang tahun.
Fekunditas adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang dikeluarkan
pada tahun ini pula (Nikolsky 1969 in Effendie 2002). Nilai fekunditas yang
dihubungkan dengan panjang karapas (Gambar 5), mendapatkan nilai koefisien
korelasi kurang dari 50%, yang berarti beragamnya nilai fekunditas Emerita
emeritus terhadap panjang karapasnya. Beragamnya nilai fekunditas tersebut
disebabkan oleh adanya variasi fekunditas pada ukuran panjang karapas yang
sama. Seperti yang dijelaskan oleh Ismail (2006) bahwa tidak adanya hubungan
antara nilai fekunditas dengan panjang karapas disebabkan oleh adanya variasi
fekunditas pada ukuran panjang yang sama. Hal ini sesuai dengan Ikhwanudin et
al. (2012) bahwa umumnya krustasea memiliki nilai koefisien fekunditas yang
kecil. Nilai tersebut dipengaruhi oleh adanya faktor lingkungan dan faktor
makanan dari Emerita emeritus.
Hubungan fekunditas terhadap panjang karapas juga dapat dilihat
berdasarkan tingkatan tahapan pada stadia telur. Tahapan stadia telur dilihat
berdasarkan adanya bintik mata pada telur jika diamati melalui mikroskop
(Gambar 10). Tahap 1 menggambarkan bentuk telur bulat sempurna dan tidak
adanya bintik mata, tahap 2 menggambarkan adanya selaput transparan pada telur
dan mulai menampakkan bintik mata, dan tahap 3 menggambarkan adanya bintik
mata yang terlihat secara jelas. Pada 3 tahapan tersebut dibagi dalam 9 stadia telur
Emerita emeritus, hal ini disebabkan pada stadia kesepuluh zoea larva telah hadir
dan stadia 10 tidak ditemukan selama penelitian. Hubungan fekunditas terhadap

15
panjang karapas per tahapan memiliki nilai koefisien yang bervariasi yaitu kurang
dari 50%. Pada tahap 1 mempunyai nilai koefisien 48.54% dan tahap 2
mempunyai nilai koefisien 45.82%. Pada tahap 3, nilai koefisien yang didapat
lebih kecil yaitu sebesar 27.05%. Hal ini diduga karena pleopod yang kurang kuat
untuk menahan telur sehingga telur tidak dapat bertahan secara lama di pleopod.
Jumlah telur Emerita emeritus pada bulan Oktober sampai dengan Februari
berkisar antara 44–3960 butir telur. Jumlah telur yang didapat berbeda dengan
penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Megawati (2012) yang berjumlah
180-10120 butir telur. Hasil penelitian Trijoko (1988 in Mursyidin 2007) juga
mencatat bahwa jumlah telur Emerita emeritus di pantai selatan Yogyakarta
mencapai 1410-11983 butir telur. Perbedaan jumlah telur tersebut disebabkan
adanya perbedaan besar Emerita emeritus yang tertangkap. Adanya variasi
panjang karapas juga mempengaruhi banyaknya jumlah telur yang menempel
pada pleopod. Saat panjang karapas semakin panjang, ruang untuk menyimpan
telur akan semakin besar sehingga jumlah telur yang terdapat dalam pleopod pun
akan semakin banyak. Adanya variasi nilai fekunditas atau jumlah telur juga
disebabkan oleh bervariasinya panjang karapas yang ditemukan selama penelitian.
Adanya variasi fekunditas atau jumlah telur juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti suhu, salinitas dan ketersediaan makanan (Subramoniam 1979).
Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan
mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur dipakai untuk
mengetahui kuantitas kandungan telur. Ukuran diameter telur pada setiap stadia
umumnya mengalami peningkatan. Menurut Tampubolon (2008 in Shelvinawati
2012) menyatakan bahwa perkembangan diameter telur akan meningkat seiring
dengan meningkatnya stadia karena berdekatan dengan waktu pemijahan. Ukuran
diameter telur Emerita emeritus mengalami peningkatan yang tidak terlalu drastis
di setiap stadia telur. Setelah diuji menggunakan ANOVA, secara umum
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara ukuran diameter telur dan
stadia telur.
Diameter telur juga dapat mengindikasikan pola pemijahan untuk menduga
sebaran pemijahan. Berdasarkan grafik dalam hasil analisis (Gambar 9)
menunjukkan bahwa tipe pemijahan Emerita emeritus adalah total spawner yaitu
Emerita emeritus langsung mengeluarkan telur yang telah dibuahi pada satu
musim pemijahan. Umumnya krustasea seperti kepiting memiliki tipe pemijahan
total spawner. Asmara (2004) mengatakan bahwa kepiting bakau atau krustasea
memiliki tipe pemijahan total yaitu telur yang dikeluarkan secara total.

Alternatif Pengelolaan
Undur-undur laut merupakan salah satu potensi alam laut yang belum
dikenal dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Di Kabupaten
Kebumen, undur-undur laut dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai
makanan olahan maupun umpan pancingan bagi para pemancing. Harga jualnya
pun meningkat seiring bertambahnya tahun. Menurut beberapa penjual di lokasi
penelitian, harga jual undur-undur laut segar pada tahun 2013 sebesar Rp. 25 000
– Rp. 30 000 per kilogram dan Rp.1 500 per ekor untuk para pemancing. Semakin
tingginya harga jual dari undur-undur laut, maka intensitas penangkapan juga
cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan yang terus meningkat akan

16
menyebabkan ukuran undur-undur laut yang tertangkap masih kecil sehingga
dapat menurunkan jumlah hasil tangkapan. Oleh karena itu diperlukan
pengelolaan yang tepat untuk menjamin keberlangsungan sumber daya undurundur laut, yaitu dengan adanya selektifitas penangkapan yaitu dengan cara
mengurangi penangkapan undur-undur laut untuk menjamin kestabilan
reproduksinya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, nisbah kelamin antara jantan dan betina
tidak seimbang. Fekunditasnya berkisar antar 44-3960 butir telur. Ukuran
diameter telur setiap stadia mengalami peningkatan ukuran walaupun tidak
berpengaruh secara nyata dan tipe pemijahan berdasarkan sebaran diameter
telurnya adalah total spawner.

Saran
Diperlukan pengelolaan Emerita emeritus yang lebih efektif untuk
melestarikan sumber daya Emerita emeritus. Salah satu pengelolaan yang
dianjurkan adalah adanya selektifitas penangkapan dengan cara mengurangi
penangkapan Emerita emeritus untuk menjamin kestabilan reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Asmara H. 2004. Analisis Beberapa Aspek Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla
serrata) di Perairan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
[skripsi]. Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bakir K., Aydin I., Soykan O., Aydin C. 2009. Fecundity and Egg Development
of Four Decapoda Species (Decapoda, Crustacea) in the Aegean Sea. Ege
University, Faculty of Fisheries, Turkey. E.U. Journal of Fisheries &
Aquatic Sciences. Vol. 26, Issue 1: 77-80.
Barnes N.B., Wenner A.M. 1968. Seasonal Variation In The Sand Crab Emerita
analoga (Decapode, Hippidae) In The Santa Barbara Area Of California.
Departement of Biological Sciences, University of California, Santa Barbara.
Vol. 13 Issue 3: 465-475.
Deldago E., Defeo O. 2007. Reproductive Plasticity in Mole Crabs, Emerita
brasiliensis, in Sandy Beaches with Contrasting Morphodynamics. Marine
Biology 513: 1065 – 1074.

17
Effendie M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Bogor. 163
hal.
Forward Jr R.B., Thaler A.D., Singer R. 2007. Entrainment of the Activity
Rhythm of the Mole Crab Emerita talpoida. Journal of Experimental Marine
Biology and Ecology 341 : 10-15.
FMSA. Farallones Marine Sanctuary Association. 2002. The Pasific Mole Crab.
[terhubung berkala]. www.farallones.org [3 Juli 2013].
Haye P.A., Tam Y.K., Kornfield I. 2002. Molecular Phylugenetics of Mole Crabs
(Hippidae: Emerita). Journal of Crustacean Biology. 22 (4) : 903-915.
Hanson A.J. 1965. The Life-History of the Sand Crab Hippa cubensis Saussure
Living on a Small Island. BSc., University of British Columbia. 80 p.
Ikhwanuddin M., Azra M.N., Aimuni H.S., Munafi A.B.B. 2012. Fecundity,
Embryonic and Ovarian Development of Blue Swimming Crab, Portunus
pelagicus (Linnaeus, 1758) in Coastal Water of Johor, Malaysia. Pakistan
Journal of Biological Sciences 15(15): 720-728.
Ismail M.I. 2006. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Tembang (Clupea
platygaster) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. [skripsi].
Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Megawati E. 2012. Studi Beberapa Aspek Biologi Undur-undur laut Di
Kecamatan Bulupesantren Kabupaten Kebumen [skripsi]. Departemen
Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Mursyidin D.H. 2007. Kandungan Asam Lemak Omega 6 Pada Ketam Pasir
(Emerita spp) di Pantai Selatan Yogyakarta. Kalimantan Selatan. Volume 4
Nomor 2: Hal. 79-84
Taus D. 2007. Sand Crab Monitoring Study Teacher Resource Packet. Sausalita,
CA.
Shelvinawati R. 2012. Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier
dan Valenciennes 1847) yang Didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten
Pandeglang, Banten. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber daya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Subramoniam T. 1979. Some Aspects of Reproductive Ecology of a Mole Crab
Emerita asiatica Milne Edwards. Department of Zoology, University of
Madras, Madras, India. Journal Exp. Marine Ecology Vol. 36 pp. 259-268.
Susilawati R. 2000. Aspek Reproduksi, Makanan, dan Pola Pertumbuhan Ikan Biji
Nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) di Perairan Teluk Banten, Jawa Barat
[skripsi]. Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Syahailatua A. 1998. Pendugaan Fekunditas Ikan Make (Sardinella sp) dengan
Metode Gravimetri. Balitbang Sumber daya Laut, Puslitbang Oseanologi –
LIPI, Guru-Guru, Poka, Ambon. Perairan Maluku dan Sekitarnya, Volume
12: Hal. 65-70.
Wenner A.M. 1977. Food Supply, Feeding Habits, and Egg Production in Pacific
Mole Crabs (Hippa pacifica Dana). Pacific Science. Great Britain. Vol. 31,
No. 1, p. 39-47.
Ziegler T.A. dan Forward Jr. R.B. 2005. Larva Release Rhythm of the Mole Crab
Emerita talpoida (Say). Marine Biological Laboratory. North Carolina.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan diameter telur undur-undur laut selama penelitian
Total
Rata-rata
max
min
SD
JK
SK

1970
0.38184
0.55
0.25
0.054848
11.93763
12
0.025 ditambah nst
sk
bk
0.25-0.27
0.245-0.275
0.28-0.3
0.275-0.305
0.31-0.33
0.305-0.335
0.34-0.36
0.335-0.365
0.37-0.39
0.365-0.395
0.4-0.42
0.395-0.425
0.43-0.45
0.425-0.455
0.46-0.48
0.455-0.485
0.49-0.51
0.485-0.515
0.52-0.54
0.515-0.545
0.55-0.57
0.545-0.575
0.58-0.6
0.575-0.605

0.035
xi
0.26
0.29
0.32
0.35
0.38
0.41
0.44
0.47
0.5
0.53
0.56
0.59

0.03
Fi
7
68
417
407
310
394
163
102
86
15
1
0

FR
0.36
3.45
21.17
20.66
15.74
20.00
8.27
5.18
4.37
0.76
0.05
0.00

Lampiran 2 Contoh perhitungan rancangan lengkap terhadap ukuran diameter
telur pada stadia telur undur-undur laut
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups
Row 1
Row 2
Row 3
Row 4
Row 5
Row 6
Row 7
Row 8
Row 9
Row 10

Count
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9

Sum
4.75
4.75
4.475
4.7
4.325
4.275
4.475
4.35
4.325
4.55

Average
0.527778
0.527778
0.497222
0.522222
0.480556
0.475
0.497222
0.483333
0.480556
0.505556

Variance
0.017101
0.011163
0.010538
0.010694
0.009184
0.009688
0.009601
0.008438
0.009809
0.010278

19

ANOVA
Source of Variation
Between Groups
Within Groups
Total

SS
0.033674
0.851944

df
9
80

0.885618

89

MS
F
P-value
F crit
0.003742 0.351339 0.954249 1.999115
0.010649

Lampiran 3 Alat tangkap sorok yang digunakan untuk menangkap undur-undur laut Emerita
emeritus

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 1991 dari pasangan
Bapak Hen Suhendra dan Ibu Rr Sumiyati. Penulis merupakan anak kedua dari
dua bersaudara. Pendidikan formal yang dijalani diawali di TK Almanar dan lulus
ditahun 1998. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Harapan
Baru II dan lulus di tahun 2003. Pada tahun 2003-2006 penulis meneruskan
pendidikan di SMP Negeri 1 Bekasi. Berikutnya pada tahun 2006-2009. penulis
menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Babelan.
Pada tahun 2009 penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
USMI dan diterima sebagai mahasiswi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan
(HIMASPER) sebagai divisi informasi dan komunikasi periode 2010-2011 dan
periode 2011-2012. Selain itu, penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti
OMBAK 2012, MUKERNAS 2012, dan Festival Air 2011 serta 2012. Penulis
juga berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Planktonologi, Sumber Daya
Perikanan, dan Biologi Perikanan.
Penelitian d