Studi Seroprevalensi Infectious Bronchitis pada Ayam Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang

STUDI SEROPREVALENSI INFECTIOUS BRONCHITIS PADA
AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN CIPUNEGARA,
KABUPATEN SUBANG

RICO FASLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
RICO FASLAH Studi Seroprevalensi Penyakit Infectious Bronchitis pada Ayam
Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang. Di bawah bimbingan
RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seroprevalensi penyakit
infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten
Subang. Sampel serum diambil dari 115 ekor ayam kampung di lima desa dalam
Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang. Ayam tersebut dipelihara di
pekarangan (sektor empat) yang berlokasi di sekitar peternakan komersial (sektor
satu dan dua). Titer antibodi terhadap antigen infectious bronchitis diidentifikasi

menggunakan uji haemagglutination inhibition (HI). Analisis serologi
menunjukkan antibodi terhadap infectious bronchitis sebesar 91% dengan rataan
titer 26.81±1.41. Hasil ini mengindikasikan tingginya paparan virus infectious
bronchitis pada ayam kampung yang berada di sekitar peternakan komersial.
Kata kunci: infectious bronchitis, ayam kampung, uji HI.

ABSTRACT
RICO FASLAH Seroprevalence Study of Infectious Bronchitis Disease in Native
Chicken in Cipunegara Sub-district, Subang. Under guided of RETNO
DAMAYANTI SOEJOEDONO and SRI MURTINI.
This study was aimed to investigate seroprevalence of infectious bronchitis
in native chicken in Cipunegara sub-distric, Subang. Serum samples were
collected from 115 native chickens in 5 villages in Cipunegara sub-distric,
Subang. The chickens were raised in back yard farm (sector 4) were located
arround commercial farm (sector 1 and 2). Antibody titres against infectious
bronchitis were measured by haemagglutination inhibition (HI) test. Serological
analysis founds antibody against infectious bronchitis in 91% of the samples with
geometric mean titre of 2.,81±1.41. This result indicated high exposure of
infectious bronchitis virus in native chicken that raise arround commercial farm.
Keywords: infectious bronchitis, domestic chicken, HI Test.


SEROPREVALENSI PENYAKIT INFECTIOUS BRONCHITIS
PADA AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN CIPUNEGARA
KABUPATEN SUBANG

RICO FASLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Studi seroprevalensi penyakit

infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara Kabupaten
Subang” adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011
Rico Faslah
B04070100

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak mengurangi kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi

: Studi Seroprevalensi Infectious Bronchitis pada
Ayam Kampung di Kecamatan Cipunegara,
Kabupaten Subang

Nama

: Rico Faslah

NRP

: B04070100

Disetujui

Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Pembimbing I


Dr. drh. Sri Murtini, M.Si
Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Studi Seroprevalensi Penyakit Infectious Bronchitis pada Ayam
Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang”. Penulis juga
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS selaku dosen pembimbing I, yang

telah memberikan waktu, tenaga dan arahan selama penelitian dan penulisan
skripsi ini.
2. Ibu Dr. drh. Sri Murtini, MSi selaku dosen pembimbing II, yang telah
memberikan waktu, tenaga dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi
ini.
3. Ibu Dr. Dra. Iis Arifiantini selaku dosen Pembimbing Akademik.
4. Ayahanda H. Juhiar Laini, Ibunda Hasdarlis, Uda Azizen Supardi dan Uni
Dewi Elrika Putri serta seluruh keluarga tercinta atas do’a, dorongan, bantuan
material dan spiritual serta kasih sayang yang selalu diberikan.
5. Rahmanitia Puhanda atas do’a, dorongan, kasih sayang, pengertian, kesetiaan,
kesabaran dan bantuannya dalam mendukung Penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
6. Teman satu penelitian Muhammad Rahman Alansory, Al Khosim dan Deny
Juniwati atas bantuan dan kerjasamanya.
7. Teman satu bimbingan Eka Marttiana, Muhammad Rahman Alansory, Al
khosim, Deny juniwati, Zulinarti, Yasmin H Baisa dan Roby atas bantuan dan
kerjasamanya.
8. Sahabat-sahabat tercinta GIANUZZI 44.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan.

Bogor, September 2011
Rico Faslah

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 13 November 1988 dari
ayah H. Juhiarlaini dan ibu Hasdarlis. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 06
Payolansek. Pada tahun 2001, Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Payakumbuh dan melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas pada tahun 2004. Setelah itu, Penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dengan Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis aktif di beberapa organisasi dan
kepanitiaan. Penulis merupakan Ketua Umum Ikatan Pelajar dan Mahasiswa
Minang (IPMM) Bogor tahun 2010-2011, Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Komisariat FKH IPB tahun 2011, Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) FKH IPB tahun 2009-2010 dan 2010-2011, Pengurus Himpunan Minat

dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Aquatik (HIMPRO HKSA) FKH IPB
tahun 2009-2010, Pengurus Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Payakumbuh (IKMP)
2009-2010, dan Pengurus Forum Komunikasi Mahasiswa Minang (FORKAMMI)
FKH IPB 2009-2010. Dalam kepanitiaan Penulis pernah menjadi Ketua Panitia
Olimpiade Veteriner (OLIVE) FKH IPB 2010, Ketua Panitia Basic Training
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKH IPB 2009, Ketua Panitia
Open House FKH IPB 2009, Divisi PDD Cat Show 2009, Divisi PDD Seminar
Nasional HKSA 2009, Divisi PDD Manajemen Bisnis Veteriner 2009, Divisi
PDD Introvet 2009, Divisi PDD Seminar Nasional Daging dan Telur ASUH 2008,
Divisi PDD Seminar Nasional Kakao 2008, Ketua Panitia Malam Keakraban
Ikatan Keluarga Mahasiswa Payakumbuh (IKMP) 2008, ketua panitia Buka
Shaum Akbar Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM) Bogor 2007, dan
Divisi PDD Futsal Nasional 2007.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
PENDAHULUAN..........................................................................................
Latar Belakang....................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................

Manfaat Penelitian .............................................................................
Hipotesa..............................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
Ayam Kampung..............................................................................................
Sistem Kekebalan Pada Ayam Kampung.......................................................
Infectious bronchitis (IB)................................................................................
Karakteristik........................................................................................
Inang...................................................................................................
Penyebaran infeksi..............................................................................
Pathogenesa penyakit..........................................................................
Gejala klinis dan lesio yang ditimbulkan oleh infeksi virus IB..........
METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................
Bahan dan Alat ..................................................................................
Penyiapan suspensi sel darah merah 1%.............................................
Prosedur penyiapan virus standar dengan haemagglutination (HA)
test (OIE 2009)....................................................................................
Prosedur haemagglutination inhibition (HI) test ...............................
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
SIMPULAN DAN SARAN............................................................................

Simpulan.............................................................................................
Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

x
1
1
3
3
3
4
4
5
6
6
7
7
9
10
11

11
11
11
12
13
14
19
19
19
20

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di
Kabupaten Cipunegara, Kabupaten Subang.......................................
2. Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di lima
desa di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang..........................

14
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam kampung merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia. Berbagai
jenis ayam kampung di Indonesia telah banyak dibudidayakan seperti ayam Kedu,
Cemani, Merawang dan lain-lain. Budidaya ayam kampung oleh masyarakat ada
yang bersifat komersial dan ada yang bersifat sambilan. Masyarakat banyak yang
memelihara ayam kampung sebagai sambilan selain untuk sumber protein hewani
juga merupakan tabungan, jika suatu saat diperlukan ayam bisa dijual. Di
beberapa negara ayam kampung memiliki banyak kegunaan. Di Ethiopia, ayam
kampung banyak digunakan pada upacara keagamaan, dijual, dan konsumsi
rumah tangga (Dessie & Ogle 2001). Di Kamerun, fungsi utama ayam kampung
adalah sebagai tambahan penghasilan keluarga dan konsumsi (Ekue et al. 2002).
Di Zimbabwe, ayam kampung memiliki pengaruh kuat terhadap nutrisi keluarga
dan keamanan pangan (Pedersen 2002). Fungsi yang sama juga dilaporkan di Asia
Tenggara, termasuk Indonesia (Aini 1990). Ayam kampung merupakan sektor
yang memiliki kontribusi signifikan terhadap mata pencaharian masyarakat
(Gondwe 2004).
Ayam kampung memiliki ketahanan tubuh yang relatif kuat terhadap
penyakit, sehingga jarang dilaporkan adanya penyakit pada ayam kampung. Ratarata ayam kampung di Indonesia dipelihara secara diumbar atau semiintensif dan
tidak banyak campur tangan pemilik dalam hal memberi makan. Cara
pemeliharaan diumbar tersebut membuat tingkat stres pada ayam kampung
rendah, sehingga jarang dilaporkan adanya penyakit yang menginfeksi ayam
kampung. Peternak ayam kampung juga jarang melakukan tindakan pencegahan
penyakit seperti vaksinasi, sehingga antibodi ayam kampung terhadap suatu
patogen terbentuk secara alami akibat paparan dari lingkungan. Berbeda halnya
dengan ayam ras yang dipelihara secara intensif dan mendapatkan perlakuan
vaksinasi dari peternak.
Masyarakat selama ini mengetahui bahwa ayam kampung hanya dapat
terserang penyakit tetelo (ND) dan flu burung (AI), penyakit lain sangat jarang
dilaporkan kejadiannya pada ayam kampung. Tidak adanya laporan penyakit,

bukan berarti bahwa ayam kampung bebas dari penyakit selain ND dan AI, tetapi
karena tidak adanya pemeriksaan sampel selain itu masyarakat kurang mengetahui
gejala penyakit ayam lainnya pada ayam kampung. Salah satu penyakit yang
dapat menyerang ayam ras dan ayam kampung adalah infectious bronchitis (IB).
Penyakit IB adalah salah satu penyakit respirasi dan urogenital pada ayam
(Cavanagh & Naqi 1997).
Penyakit IB disebabkan oleh virus dari famili Coronaviridae (Jordan
1990). Penyakit ini menimbulkan tingkat kematian tinggi pada ayam muda di
bawah umur enam minggu. Penularan terjadi melalui kontak langsung dan media
lainnya yaitu udara, orang, dan hewan liar. Penyakit IB umumnya menyerang
saluran pernapasan. Gejala yang terlihat yaitu keluarnya eksudat dari lubang
hidung, kepala membengkak, sering bersin, sesak napas, dan terdengar bunyi
mencicit ketika bernapas. Pada ayam yang sedang produksi, infeksi penyakit ini
menyebabkan bentuk telur tidak normal, kerabang kasar, dan produksi menurun
(Suprijatna et al. 2005).
Serangan penyakit pada ayam dapat menjadi bencana besar bagi peternak,
bila tidak diantisipasi dan ditangani dengan tepat. Penyakit akan cepat menular
dan menyebabkan kematian sebagian besar atau seluruh ayam dalam peternakan.
Gangguan kesehatan ayam merupakan kerugian ekonomi akibat meningkatnya
biaya pengobatan dan menurunnya produktivitas (Darmana & Sukma 2003).
Penyakit IB selama ini menjadi masalah besar yang sering dihadapi oleh
peternak ayam ras. Penyakit IB merupakan penyakit menular, maka sangat
memungkinkan penyakit ini dapat menyebar di antara ayam kampung dalam satu
area umbar di sekitar peternakan ayam komersial. Ayam kampung di Kabupaten
Subang, secara umum pemeliharaannya diumbar atau semiintensif. Hal ini tidak
menutup kemungkinan ayam kampung terjangkit oleh penyakit IB. Gejala klinis
penyakit IB hampir mirip dengan penyakit ND sehingga masyarakat selalu
melaporkan penyakit yang menyerang hanya ND. Ketidaktahuan masyarakat akan
adanya penyakit IB pada ayam kampung dapat dipahami karena belum adanya
penelitian tentang keberadaan virus IB pada ayam kampung. Keberadaan virus
dapat dideteksi berdasarkan isolasi virus maupun deteksi antibodi pada hewan
yang tidak pernah divaksinasi. Pendeteksian keberadaan antibodi pada suatu

populasi terhadap suatu penyakit dikenal dengan pengujian seroprevalensi suatu
penyakit.
Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Propinsi
Jawa Barat meliputi wilayah seluas 205 176,95 ha atau 6.34% dari luas Propinsi
Jawa Barat. Kabupaten Subang dengan luas wilayah yang besar memiliki potensi
peternakan yang tinggi, baik ternak kecil, ternak besar maupun ternak unggas
(Pemkab Subang 2007). Populasi ayam buras, ayam ras pedaging, dan ayam ras
petelur di Kabupaten Subang pada tahun 2010 masing-masing adalah 1 031 405
ekor, 6 589 270 ekor, dan 88 200 ekor (Disnak Jabar 2010). Populasi ayam buras
di Kabupaten Subang cukup tinggi. Selama ini data mengenai status penyakit pada
ayam buras belum ada sehingga perlu dilakukan analisis prevalensi penyakit pada
ayam buras di Kabupaten Subang, salah satunya terhadap penyakit IB.

Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis prevalensi serologis infectious
bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi prevalensi serologis
infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten
Subang.

Hipotesa
Terdapat infeksi virus IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara,
Kabupaten Subang sehingga dapat dideteksi adanya antibodi IB pada ayam
kampung di dearah tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam kampung
Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini
belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam
lokal dengan keragaman genetis tinggi yang sudah dikenal luas dan tersebar di
berbagai wilayah Indonesia. Jenis ayam lokal ini diperkirakan menjadi bervariasi
karena pengaruh isolasi tempat. Variasi individu dalam satu jenis ini tidak hanya
terbatas pada warna bulu, tetapi juga pada ukuran tubuh, produktivitas telur, dan
suara. Ayam kampung juga disebut sebagai ayam buras (Nurcahyo & Widyastuti
1998).
Ayam kampung tidak memiliki ciri spesifik yang khas, dalam hal ini
keragaman fenotip maupun genotipnya cukup tinggi. Secara umum ayam
kampung dapat diketahui dari bentuk tubuh yang ramping, kakinya panjang dan
warna bulu beragam. Manfaat dan keunggulan ayam kampung adalah sebagai
produsen daging dan telur, dan tahan terhadap penyakit. Ayam kampung mudah
dikenali karena banyak berkeliaran di desa-desa hampir di seluruh wilayah
Indonesia (Sulandari et al. 2007).
Masalah yang paling menonjol dalam pemeliharaan ayam buras adalah
tingginya kematian pada anak ayam di bawah umur dua bulan, karena serangan
penyakit. Perawatan, kebersihan, pemberian pakan dan minuman yang baik
diperlukan agar ayam selalu sehat dan prima kondisinya (Sarwono 2003).
Pemeliharaan ayam kampung oleh masyarakat selama ini jauh berbeda
dengan sistem pemeliharaan ayam ras yang relatif intensif. Biasanya ayam
kampung dipelihara secara semiintensif atau diumbar sehingga ayam dibiarkan
hidup bebas berkeliaran dan bahkan ada yang tanpa dikandangkan. Hal ini
menjadi penghambat perkembangan ayam kampung karena sulitnya melakukan
pengawasan dan pengendalian penyakit. Ayam membutuhkan tempat tinggal
layak yang memenuhi syarat kesehatan, yakni kandang yang nyaman untuk
tempat hidupnya. Tanpa tersedianya kandang yang baik, tidak mungkin peternak
bisa mendapatkan hasil yang baik dari ayamnya. Syarat kesehatan untuk kandang
ayam antara lain tidak terlalu sempit, cukup mendapatkan cahaya matahari, dapat

melindungi ayam dari terik matahari, hujan, kencangnya angin malam, dan di
kandang tersedia alat perlengkapan pokok (tempat minum, tempat makan,
tenggeran untuk tidur, sarang untuk bertelur) bagi kepentingan hidup ayam
(Sarwono2003).
Penyakit yang biasa diketahui dan sering dilaporkan pada ayam kampung
selama ini adalah penyakit AI dan ND. Banyak sekali penyakit lain selain kedua
penyakit tersebut yang dapat menyerang ayam kampung, baik penyakit yang
disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, maupun penyakit yang disebabkan
oleh hal-hal lain. Penyakit yang disebabkan oleh virus selain AI dan ND antara
lain IB, CRD, fowl pox, Mareks disease, dan IBD. Penyakit yang disebabkan oleh
bakteri antara lain salmonellosis dan infectious coryza. Penyakit yang disebabkan
oleh jamur antara lain aspergillosis. Penyakit yang disebabkan oleh hal-hal lain
misalnya bubul (penyakit kaki bengkak) (Sulandari et al. 2007).

Sistem kekebalan pada ayam kampung
Sistem kekebalan ayam terdiri atas kekebalan non-spesifik dan
kekebalan spesifik. Kekebalan non-spesifik disebut juga kekebalan bawaan.
Sistem kekebalan ini tidak dapat dibuat melalui program kesehatan unggas.
Keberadaan kekebalan non-spesifik sangat penting, misalnya faktor genetik,
suhu tubuh, bentuk anatomi, mikroflora normal, dan silia saluran respirasi.
Faktor lain yang terlibat dalam kekebalan bawaan antara lain nutrisi,
lingkungan, umur, proses peradangan, dan faktor metabolis (Gary 1991).
Sistem kekebalan spesifik (dapatan) terdiri atas komponen seluler dan
non seluler. Komponen non seluler yaitu imunoglobulin (antibodi) dan sel-sel
yang memproduksinya. Antibodi bekerja secara spesifik terhadap antigen yang
menyerang, misalnya antibodi terhadap virus IB hanya akan melawan virus IB,
tidak terhadap virus yang lain. Antibodi yang diproduksi oleh ayam setelah
terpapar oleh penyakit ada tiga kelas: Ig M, Ig G, dan Ig A. Ig M muncul
setelah empat sampai lima hari setelah paparan dan akan hilang setelah 10
sampai 12 hari. Ig G terdeteksi setelah lima hari paparan, mencapai puncak
pada minggu ketiga, dan akan menurun secara pelan-pelan. Ig A muncul

setelah lima hari paparan. Antibodi ini sering ditemukan pada sekresi mukus
mata, usus, dan saluran pernafasan (Gary 1991).
Sel-sel yang memproduksi antibodi disebut limfosit B. Sel ini diproduksi
oleh kuning telur dan sumsum tulang. Sel-sel tersebut berpindah menuju bursa
fabrisius (BF) pada 15 hari inkubasi dan berhenti pada umur 10 minggu (Gary
1991). Antibodi tidak dapat menembus sel, sehingga antibodi hanya akan bekerja
selama antigen berada di luar sel. Antibodi bekerja untuk mempertahankan tubuh
terhadap antigen penyebab penyakit

yaitu:

(1) dengan cara langsung

menginaktifasi antigen penyebab penyakit (2) dengan mengaktifkan sistem
komplemen yang kemudian akan menghancurkan agen penyakit tersebut (Guyton
1995).
Komponen seluler yaitu seluruh sel yang bereaksi secara spesifik
terhadap antigen, kecuali yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Sel
yang berhubungan dengan sistem ini yaitu limfosit T. Limfosit T lebih banyak
diprogram oleh timus daripada bursa fabrisius (Gary 1991).
Ayam bisa menjadi kebal terhadap penyakit karena memproduksi
antibodi atau memperoleh antibodi dari individu lain. Ayam yang
memproduksi antibodinya sendiri karena adanya paparan antigen disebut
pembentukan kekebalan aktif. Hal ini terjadi setelah ayam divaksinasi atau
terpapar suatu penyakit. Ayam yang menerima antibodi dari induk melalui
telur disebut mendapatkan kekebalan pasif. Antibodi tersebut tidak diproduksi
oleh anak ayam, tetapi merupakan antibodi asal induk. Antibodi asal induk
terdapat pada kuning telur dan albumin. Induk yang memiliki titer antibodi
tinggi terhadap suatu penyakit maka anaknya akan memiliki kekebalan selama
beberapa minggu terhadap penyakit tersebut (Gary 1991).

Infectious Bronchitis (IB)
Karakteristik
Infectious bronchitis (IB) pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada
tahun 1931 sebagai penyakit pernapasan menular tertinggi pada ayam. Penyakit
IB dapat menyebabkan gangguan saluran respirasi serta berpengaruh terhadap
oviduk dan ginjal. Organisme penyebabnya adalah virus RNA utas tunggal yang

merupakan dari famili Coronaviridae (Jordan 1990). Sampai saat ini, telah
teridentifikasi lebih dari 60 serotip atau varian IBV di seluruh dunia (Ignajatovic
& Sapats 2000; Yu et al. 2001).
Virus infectious bronchitis berbentuk pleomorfik. Virus ini mempunyai
amplop berdiameter sekitar 120 nm dengan club-shaped surface projections
(spikes) yang panjangnya sekitar 20 nm. Spike tidak dikemas seperti roadshapes
dari paramyxovirus. Virus IB mengandung tiga protein virus utama yang spesifik
yaitu spike glycoprotein (S), glikoprotein membran (M), dan protein nucleocapsid
internal (N). Protein yang keempat adalah small membran protein (sM) yang
menghubungkan amplop dengan virion. Protein S terdiri dari dua atau tiga kopi
yang masing-masing mempunyai dua glikopolipeptida S1 dan S2 (berturut-turut
sekitar 520-620) asam amino. Perbedaan antigenik di antara serotipe virus IB
berkaitan dengan adanya variasi struktural dari protein S, yaitu suatu struktur
peplomerik pada permukaan amplop virus. Subunit S1 menunjukkan variasi
urutan nukleotida yang lebih tinggi dibandingkan dengan subunit S2
(Dharmayanti et al. 2005).

Inang
Inang yang secara alami terinfeksi penyakit IB adalah ayam. Penyakit IB
hanya dilaporkan terjadi pada ayam dan tidak terjadi pada unggas lain akan tetapi
semua tingkatan umur ayam rentan terhadap infeksi penyakit IB (Butcher et al.
2002). Infeksi pada saat ayam berumur beberapa hari setelah penetasan akan
menyebabkan abnormalitas perkembangan pada oviduk, sementara itu bentuk
nephritic dan gangguan saluran respirasi lebih terlihat pada ayam berumur di
bawah 10 minggu. Status kekebalan ayam bisa mempengaruhi proteksi terhadap
infeksi virus IB. Kekebalan asal induk dan kekebalan aktif yang dihasilkan dari
infeksi alami atau vaksinasi bisa mencegah dan menurunkan efek dari infeksi
(Jordan 1990; Sharma & Adlakha 1995).

Penyebaran infeksi
Penyakit IB menyebar ke seluruh dunia (Saif 2003). Menurut Ignjatovic &
Sapats (2000) hampir di semua negara dengan industri unggas yang dipelihara

secara intensif, insidensi infeksi IB mencapai 100%. Indonesia sebagai negara
dengan industri unggas yang besar memiliki insidensi infeksi cukup tinggi.
Beberapa isolat yang diteliti telah dinyatakan sebagai isolat lokal Indonesia,
antara lain isolat I-269 dan I-14 (Dharmayanti et al. 2005).
Penyakit IB, disebut juga Avian Infectious Bronchitis yang merupakan
penyakit peradangan akut pada bronkus. Penyakit ini menyerang organ respirasi
dan sangat menular pada ayam dengan karakteristik batuk dan bersin. Penyakit IB
sangat berpengaruh terhadap perekonomian karena menyebabkan penurunan berat
badan, penurunan produksi, dan kualitas telur. Angka kematian oleh penyakit IB
mencapai puncak pada dua minggu terakhir, umumnya pada umur lima sampai
enam minggu. Kematian biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder bakteri.
Bakteri menjadi sistemik mengikuti kerusakan saluran respirasi yang disebabkan
oleh IBV (Saif 2003). Kematian pada ayam dewasa yang berumur lebih dari enam
minggu hampir tidak ada, kasus kematian sering terjadi pada ayam yang berumur
kurang dari enam minggu (Darmana & Sukma 2003).
Infeksi penyakit IB pada satu individu unggas di sebuah flok dapat
berlangsung persisten selama beberapa bulan dan bersiklus dari satu unggas ke
unggas lain. Transmisi virus IB secara langsung melalui udara, dari unggas ke
unggas dalam flok serta antar flok. Penyebaran virus juga dapat terjadi melalui
feses ayam yang terinfeksi ke lingkungan. Selain itu, penyebaran virus IB dapat
terjadi melalui peralatan dan telur. Virus bisa bertransmisi melalui telur, meskipun
ini bersifat eksepsional (Jordan 1990; Sudaryani 1994).
Penyakit IB sangat mudah menular, terutama pada anak ayam umur empat
minggu dan ayam dara. Virus IB bersifat infeksius dan bisa bertahan di dalam
saluran respirasi selama empat minggu. Virus IB pada feses ayam yang terinfeksi
dapat bertahan selama tiga minggu. Pada beberapa kasus ayam yang terserang
penyakit IB, virusnya bertahan hingga tujuh minggu. Transmisi tidak langsung
dapat terjadi melalui tempat pakan, air, pakaian, dan peralatan (Sharma &
Adlakha 1995). Pencegahan penyakit IB dilakukan melalui pemberian vaksin IB
(Suprijatna et al. 2005).

Patogenesa penyakit IB
Penularan penyakit IB terjadi melalui kontak langsung antara ayam yang
yang sakit dengan ayam lainnya. Kontak tidak langsung dapat terjadi melalui
sekresi mukus dari ayam yang sakit. Infeksi pada ayam muda menyebabkan
penyakit pernapasan ringan, tetapi berakibat penurunan daya tahan tubuh dan
pertumbuhan. Akibat penurunan daya tahan tubuh dan gangguan pernafasan
tersebut, memudahkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri yang ada di
lingkungan kandang. Kejadian penyakit dapat diperburuk oleh manajemen yang
kurang baik, stres akibat iklim, dan serangan mikoplasmosis. Pada ayam dewasa
penyakit IB tidak menyebabkan kematian, tetapi pada ayam berumur kurang dari
enam minggu dapat menyebabkan kematian (Anonimous 2008). Tingkat
mortalitas pada anak ayam sangat tinggi (100%) tapi pada ayam muda sampai
umur tiga minggu hanya sekitar 30% (Anonimous 2010).
Virus IB masuk kedalam tubuh melalui udara dan menempel pada sel-sel
mukosa saluran pernafasan. Pada sel epitel mukosa saluran pernafasan virus
melekat di sel epitel bersilia, di dalam sel tersebut virus bereplikasi
memperbanyak diri. Virus yang telah diperbanyak akan keluar dari sel epitel
masuk ke pembuluh darah sehingga virus menyebar ke seluruh organ tubuh,
kondisi tersebut dikenal sebagai viremia primer. Akibat keluarnya partikel virus
dari sel epitel menyebabkan sel epitel lisis semakin banyak sel epitel lisis
menyebabkan mukosa saluran pernafasan mengalami nekrosa. Masuknya virus
dan kerusakan mukosa menimbulkan reaksi peradangan dan menginduksi
terbentuknya lendir, kondisi tersebut mengakibatkan timbulnya gejala klinis
berupa batuk dan bersin. Penyebaran virus saat viremia primer membuat virus IB
dapat menembus sel-sel ginjal menyebabkan pembengkakan dan urolithiasis di
ginjal. Secara mikroskopik, asam urat bisa ditemukan di tubulus ginjal atau ureter.
Pada sistem reproduksi, viremia menyebabkan virus masuk ke sel-sel epitel di
oviduct sehingga menyebabkan gangguan produksi telur dan penurunan kualitas
telur (Anonimous 2010).

Gejala klinis dan lesio yang ditimbulkan oleh infeksi virus IB
Virus IB yang masuk ke dalam saluran pernafasan menyebabkan
diproduksinya mukus secara berlebih dan disekresikan eksudat pada trakhea dan
paru-paru. Kondisi tersebut menyebabkan gejala klinis berupa nafas terengahengah, batuk, bersin, dan adanya kotoran hidung. Mata terlihat basah, sinus
membengkak, gejala klinis tersebut tampak pada anak ayam. Anak ayam tampak
depresi dan berkumpul di bawah sumber cahaya. Konsumsi pakan dan berat badan
menurun secara signifikan. Pada ayam yang berumur lebih dari enam minggu dan
ayam dewasa, tanda-tandanya mirip dengan anak ayam. Infeksi virus IB bisa tidak
terlihat pada suatu flok, namun hal itu dapat diketahui dengan pengamatan secara
hati-hati dan mendengarkan adanya suara ngorok dari ayam-ayam di flok tersebut
pada malam hari. Infeksi IBV pada DOC bisa menimbulkan kerusakan permanen
pada oviduk sehingga menurunkan produksi dan kualitas telur (Saif 2003).
Perubahan patologi yang tampak pada ayam yang terinfeksi IBV adalah
adanya kongesti pada paru-paru, penebalan kantong hawa dan kantong hawa
tampak suram. Inflamasi ringan hingga sedang terjadi pada saluran respirasi atas
dan menyebabkan airsacculitis. Gambaran mikroskopik tampak adanya sel-sel
mukosa pada trakhea dan bronkhi kehilangan silia, sel-selnya mengalami
hiperplasia dan metaplasia. Infeksi IB pada oviduk mengakibatkan regresi ukuran
sel-sel epitel, terjadi metaplasia epitel, dilatasi glandular, infiltrasi monosit di
jaringan subepitel dan proliferasi folikel-folikel limpoid. Infeksi pada sel-sel
ginjal menyebabkan terjadinya gejala uremik dan pembengkakan ginjal.
Gambaran mikroskopik lainnya yaitu tampak terjadinya infiltrasi limfositik
interstitial dan nekrosis pada epitel tubular, dengan akumulasi asam urat di lumen.
Pada ureter terjadi metaplasia dan nekrosis epitel disertai pengelupasan ke dalam
lumen (Jordan 1990).

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap I yaitu pengambilan
sampel pada ayam kampung yang dipelihara di area peternakan unggas sektor I
dan II dalam satu kompartemen peternakan unggas di Kecamatan Cipunegara,
Kabupaten Subang pada bulan Desember 2009. Tahap II yaitu pengujian
laboratorium di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Imunologi Departemen
Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner pada bulan Februari
2010 sampai Juni 2011.

Bahan dan alat
Bahan penelitian ini adalah sampel serum yang diperoleh dari ayam
kampung di lima desa di Kecamatan Cipunegara. Ayam yang diambil sampelnya
merupakan ayam kampung yang dipelihara di daerah kompartemen peternakan
unggas komersial sektor satu dan dua. Bahan-bahan lain adalah Antigen IBV tipe
M41 yang diperoleh dari Central Veterinary Institute (CVI) Lelystad the
Netherland, suspensisel darah merah 1%, Phosphate Buffer Saline (0.01 M) pH
7.0-7.2, kontrol positif serum dan kontrol negatif serum. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain mikro pipet, microplate berdasar V, timer dan
shaker.

Penyiapan suspensi sel darah merah 1%
Darah utuh (whoole blood) ayam dewasa sehat ditambahkan antikoagulan
Na Sitrat 3.8% dengan perbandingan 4:1. Darah dipisahkan dari Na Sitrat dengan
cara disentrifugasi 1500 G selama 10 menit. Hasil sentrifugasi dibuang
supernatannya dan diambil endapannya yang merupakan sel darah merah.
Selanjutnya endapan dicuci dengan menambahkan NaCl fisiologis sebanyak dua
volume sel darah merah kemudian disentrifugasi kembali dengan pada kecepatan
dan waktu yang sama seperti di atas. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali, hasil
pencucian sel darah merah merupakan suspensi sel darah merah 100%. Suspensi
sel darah merah diencerkan bertingkat menjadi 50% kemudian diencerkan

kembali menjadi 5%. Suspensi sel darah merah tersebut bisa langsung digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu menjadi suspensi 1% untuk uji haemaglutinasi
inhibisi mikrotitrasi.

Prosedur penyiapan virus standar dengan haemagglutination (HA) test (OIE
2009)
1.

PBS sebanyak 25 µl dimasukkan ke plate berdasar V baris pada A sampai
E, kolom dua sampai 12.

2.

Selanjutnya antigen IB sebanyak 50 µl dimasukkan ke sumur A1 sampai E1.

3.

Antigen IB sebanyak 25 µl dipindahkan dari sumur A1 sampai E1 ke dalam
sumur A2 sampai E2 menggunakan multichanelpipet. Setiap memasukkan
antigen dilakukan penggantian tips.

4.

Sebanyak 25 µl PBS dimasukkan ke dalam sumur B2 dan dihomogenkan 10
kali dengan memipet naik dan turun. Selanjutnya dari sumur B2 dikeluarkan
sebanyak 25 µl campuran tersebut sehingga pengenceran pada sumur B2
menjadi 1/3.

5.

PBS sebanyak 75 µl dimasukkan ke dalam sumur C2 dan dihomogenkan 10
kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur C2 diambil 75 µ l
campuran pada sumur tersebut sehingga pengencerannya menjadi 1/5.

6.

PBS sebanyak 125 µl dipipet ke dalam sumur D2 dan dihomogenkan 10 kali
dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur D2 diambil 125 µ l
suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/7.

7.

PBS sebanyak 175 µl dipipet ke dalam sumur E2 dan dihomogenkan 10 kali
dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur E2 diambil 175 µ l
suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/9.

8.

Selanjutnya digunakan multichanelpipet dengan tips baru. Dipipet 25 µ l
suspensi dari kolom A2 sampai E2 ke dalam A3 sampai E3 dan
dihomogenkan 5 kali dengan cara memipet ke atas dan ke bawah. Dipipet
dengan tips yang sama 25 µl suspensi dari kolom A3 sampai E3 ke dalam
kolom A4 sampai E4 dan dihomogenkan 5 kali dengan memipet naik dan
turun. Langkah ini diulangi hingga kolom A12 sampai E12. Setelah
dihomogenkan 5 kali dari A12 sampai E12 dibuang 25 µl suspensi.

9.

Selanjutnya dimasukkan sebanyak 25 µl PBS ke dalam setiap sumur.

10.

Terakhir ditambahkan 25 µl sel darah merah (1% v/v) ke dalam setiap
sumur. Plate dikocok selama 10 detik.

11.

Kemudian plate diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4 oC.

Prosedur Haemagglutination Inhibition (HI) Test
1.

PBS sebanyak 0.025 ml dimasukkan ke setiap sumur microplate plastik
berdasar V, kemudian ditambahkan 0.025 ml serum ke dalam sumur
pertama dari plate. Setiap sampel diuji dua kali.

2.

Serum pada

sumur

pertama dihomogenkan dengan menggunakan

mikropipet dan dipindahkan ke sumur kedua. Selanjutnya dilakukan
pemindahan sampai sumur ke-12.
3.

Antigen standar virus IB bertiter 4 HAU selanjutnya ditambahkan sebanyak
0.025 ml pada setiap sumur, kemudian dikocok selama 10 detik dan
diinkubasi selama 60 menit dengan suhu 4 oC.

4.

Plate yang telah diinkubasi kemudian ditambahkan sel darah merah (1%
v/v) pada setiap sumur dan dikocok selama 10 detik. Selanjutnya plate
diinkubasi selama 60 menit dengan suhu 4 oC. Berikutnya diamati adanya
penghambatan aglutinasi dengan membandingkan terhadap serum kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menguji 115 sampel serum ayam kampung yang berasal dari
lima desa di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang yaitu Desa Tanjung,
Parigi Mulya, Pada Mulya, Wanasari dan Jati. Seluruh sampel diperoleh dari
ayam kampung yang tidak pernah mendapatkan vaksinasi dengan vaksin IB strain
apapun dan dipelihara secara ekstensif di sekitar peternakan sektor satu dan dua.
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa dari 115 sampel tersebut 91%
diantaranya positif mengandung antibodi terhadap virus infectious bronchitis
(IBV) (Tabel 1). Berdasarkan umurnya, sampel dibedakan menjadi sampel asal
ayam muda dan ayam dewasa. Ayam muda adalah ayam yang berumur kurang
dari tiga bulan, sedangkan ayam yang lebih dari tiga bulan dikategorikan dewasa.
Pada penelitian ini diperoleh 62 sampel asal ayam muda dan 53 sampel ayam
dewasa. Berdasarkan pengujian diketahui bahwa prevalensi serologis terhadap
IBV di kelima desa adalah 85% pada ayam dewasa sedangkan pada ayam muda
sebesar 95%. Tingginya prevalensi serologis ini menggambarkan bahwa paparan
virus IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara cukup tinggi, karena
sampel yang diuji pada penelitian ini diperoleh dari ayam kampung yang tidak
pernah divaksinasi. Dengan demikian, antibodi yang terbentuk pada ayam
kampung tersebut merupakan akibat interaksi antara virus IB yang ada di
lingkungan tempat pemeliharaaan/umbaran ayam-ayam tersebut. Hal ini
menggambarkan bahwa keberadaan virus IB di lingkungan ayam kampung di
Kecamatan Cipunegara cukup tinggi.

Tabel 1 Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di Kabupaten
Cipunegara, Kabupaten Subang
Ayam

Jumlah
sampel

Jumlah sampel
positif

Positif
(%)

Dewasa

53

45

85

Muda

62

59

95

Total

115

104

91

Penelitian terhadap seroprevalensi IBV telah dilakukan di beberapa negara
baik pada peternakan komersial maupun pada ayam kampung. Seroprevalensi
IBV pada ayam broiler dan ayam kampung yang diteliti di Grenada adalah sebesar
31.01%. Angka prevalensi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan laporan
sebelumnya di negara lain. Di Yordania, 90% dan 61.4% penyakit respirasi
menunjukkan hasil seropositif terhadap galur virus IB 4/91 dan D274 (Roussan et
al. 2009). Di Pakistan, survei yang dilakukan di peternakan komersial, 88% flok
menunjukkan hasil seropositif mengandung antibodi M-41, sedangkan 40, 52 dan
8% flok positif terhadap galur virus IB D274, D1466 dan 4-91 (Ahmad et al.
2007). Seroprevalensi yang tinggi dilaporkan di Nigeria Barat Daya yaitu sebesar
82.7% (Emikpe et al. 2010). Seroprevalensi IBV pada ayam kampung di Mexico
dilaporkan 56.5% (Guitirrez et al. 2000). Seroprevalensi IBV di Bangladesh
dilaporkan mencapai 100% (Das et al. 2009). Berdasarkan gambaran berbagai
penelitian tersebut mengindikasikan bahwa seroprevalensi IB pada ayam
kampung di Kecamatan Cipunegara tinggi. Tingginya seroprevalensi ini dapat
disebabkan oleh banyaknya virus yang bersirkulasi di lingkungan tempat
pemeliharaan ayam kampung.
Salah satu penyebab tingginya virus di lingkungan adalah karena daerah
tersebut merupakan daerah peternakan komersial ayam ras. Menurut Ignjatovic &
Sapats (2000) hampir

semua negara dengan industri unggas yang dipelihara

secara intensif, insidensi infeksi mencapai 100%. Tingginya kasus penyakit IB di
peternakan ayam ras selama ini diatasi dengan program vaksinasi. Vaksinasi IB
merupakan program vaksinasi yang tetap untuk ayam ras pedaging maupun
petelur di sektor satu, dua maupun tiga. Vaksin yang digunakan ada yang bersifat
aktif. Vaksin aktif merupakan vaksin yang berisi virus hidup, sehingga virus
tersebut dapat berbiak dalam tubuh ayam dan juga disekresikan ke lingkungan
oleh ayam tervaksin. Kondisi ini juga meningkatkan sirkulasi virus IB di
lingkungan. Kondisi lingkungan area peternakan yang tinggi sirkulasi virusnya
memungkinkan virus tersebut memapar ayam kampung yang berkeliaran di area
peternakan. Interaksi antara peternakan unggas komersial dengan unggas yang
diumbar menyebabkan jumlah virus yang bersirkulasi di lingkungan tinggi.

Keberadaan virus IB di Kecamatan Cipunegara hampir merata di lima desa
yang di uji sampelnya, terbukti dengan prevalensi serologis IBV pada semua desa
cukup tinggi. Berdasarkan pengujian terhadap sampel serum ayam kampung di
lima desa di Kecamatan Cipunegara, seroprevalensi IBV di beberapa desa
mencapai 100%. Dari lima desa yang di uji sampelnya, ayam kampung muda di
empat desa terpapar IBV sebanyak 100%, yaitu desa Tanjung, Parigi Mulya, Pada
Mulya, dan Jati. Ayam kampung muda di Desa Wanasari terpapar IBV sebanyak
70%. Ayam kampung dewasa yang 100% terpapar IBV terdapat di Desa Pada
Mulya dan Jati. Ayam kampung dewasa di Desa Tanjung, Parigi Mulya, dan
Wanasari terpapar IBV masing-masing 82, 90, dan 56%. Hasil pengujian HI
terhadap sampel serum ayam kampung di lima desa di Kecamatan Cipunegara,
Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di lima desa di
Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang
Ayam

Jumlah
sampel

Jumlah
sampel
positif

Positif
(%)

Rataan
titer
(log 2)

Desa
Tanjung
Dewasa

17

14

82

7,79 ±
54,50

Muda

25

25

100

6,71 ±
0,43

Dewasa

10

9

90

7,70 ±
0,48

Muda

10

10

100

6,30 ±
2,00

Desa
Parigi
Mulya

Desa
Pada

Mulya
Dewasa

3

3

100

8,00 ±
0

Muda

4

4

100

7,25 ±
0,96

Dewasa

9

5

56

2,88 ±
3,36

Muda

10

7

70

5,63 ±
3,67

Dewasa

14

14

100

8,00 ±
0

Muda

13

13

100

7,85 ±
0,55

Total

115

104

90

6,81 ±
1,41

Desa
Wanasari

Desa Jati

Virus IB selain menyerang ayam komersial juga menyerang ayam
kampung. Ayam kampung yang biasanya tidak pernah diperhatikan atau divaksin
oleh pemiliknya akan menjadi pembawa dan tempat berkembangnya virus.
Kurangnya perhatian peternak terhadap status kesehatan ayamnya tidak hanya di
Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdelqader et al. (2007) di
Yordania, hanya 15% peternak ayam kampung yang berkonsultasi dengan dokter
hewan dan sangat sedikit yang menerapkan higiena.
Infeksi penyakit IB memiliki implikasi terhadap ayam terutama
mempengaruhi kesehatan ayam. Pada ayam yang sedang bereproduksi, bentuk
telur ayam tidak normal, kerabang kasar, dan produksi menurun (Suprijatna
1997). Virion penyakit IB dengan ukuran sangat kecil yaitu berdiameter 80
sampai 120 nm menyebabkan transmisi virus melalui udara sangat efektif

(McMulin 2004). Pola pemeliharaan ayam kampung yang semiintensif atau
diumbar bahkan hidup bebas berkeliaran tanpa dikandangkan memungkinkan
ayam memiliki kontak yang luas terhadap ayam lainnya sehingga penyebaran
virus IB terjadi dengan cepat.
Ayam dewasa yang terinfeksi virus IB umumnya tidak menunjukkan
gejala klinis yang nyata atau bersifat infeksi subklinis (Jordan 1990). Implikasi
dari kondisi infeksi subklinis adalah ayam memiliki status sebagai pembawa virus
dan menyebarkannya ke ayam lain maupun lingkungan. Menurut Adene et al.
(1985) ayam kampung merupakan faktor yang memiliki pengaruh signifikan
dalam transmisi penyakit IB. Kondisi tingginya prevalensi penyakit IB pada ayam
kampung di Kecamatan Cipunegara menjadi faktor penting dalam usaha
pengendalian penyakit IB pada unggas di wilayah tersebut, sehingga untuk
mengatasi penyebaran virus IB pada unggas komersial juga harus memperhatikan
status kesehatan ayam kampung.
Karakteristik virus IB yaitu sangat sulit untuk dikontrol terkait
kemampuan berubahnya yang cepat dan beradaptasi terhadap inang, kemudian
muncul serotip baru atau dikenal dengan varian baru (Jackwood 2001). Varian
virus IB cukup tinggi di lingkungan, hal ini disebabkan karena banyaknya virus di
lingkungan sehingga tindakan vaksinasi tidak lagi efektif. Sampai saat ini, lebih
dari 60 serotip atau varian IBV telah diidentifikasi di seluruh dunia (Ignajatovic &
Sapats 2000; Yu et al. 2001). Transmisi melalui aerosol terjadi pada ayam yang
memiliki kontak dengan jarak 1,5 meter dengan ayam lainnya, sehingga faktor
angin menjadi predisposisi yang cukup penting dalam penyebaran penyakit IB.
Pengaruh angin berkontribusi dalam penyebaran penyakit IB antar peternakan
dengan jarak 1 200 meter (Cumming 1970).
Obat khusus yang efektif untuk mengobati penyakit IB sampai saat ini
belum ditemukan. Tindakan yang paling tepat dilakukan adalah melalui
pencegahan. Pencegahan dilakukan melalui program biosekuriti dan pemberian
vaksin IB (Suprijatna 2005). Isolasi dan identifikasi isolat IBV penting dilakukan
agar program vaksinasi efektif karena vaksin diseleksi berdasarkan serotip yang
ada pada wilayah tertentu (Yu et al. 2001). Serotip yang umum digunakan dalam
program vaksinasi adalah Massachusets, Connecticut, dan Arkansas.

Kondisi

ayam harus dijaga sebaik mungkin jika ayam terserang penyakit IB, ayam diberi
pakan feed additif , pada air minum ditambahkan vitamin dan mineral, serta suhu
dan kelembaban kandang harus dijaga senyaman mungkin.
Negara dengan industri unggas intensif tidak ada yang bebas dari penyakit
IB (Mahgoub et al. 2010). Kehadiran penyakit IB di Kecamatan Cipunegara,
Kabupaten Subang dapat menjadi ancaman bagi unggas komersial. Kehadiran
penyakit IB menjadi penyebab utama kerugian ekonomi pada peternakan unggas.
Tingginya prevalensi penyakit IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara,
Kabupaten Subang, membutuhkan langkah pencegahan dan penanggulangan yang
serius untuk menghindari kerugian akibat penyakit IB.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan prevalensi
serologis penyakit infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan
Cipunegara, Kabupaten Subang menggunakan metode HI adalah sebesar 91%
dengan rataan titer 26.81 ± 1.41.

Saran
Diharapkan penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan menggunakan
sampel serum ayam dari peternakan sektor lainnya untuk melihat tingkat
prevalensi serologis infectious bronchitis di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten
Subang. Dibutuhkan penelitian lapang lanjutan untuk mengetahui sumber infeksi
penyakit infectious bronchitis.

DAFTAR PUSTAKA

Abdelqader A, Wollny CBA, Gauly M. 2007. Characterization of local chicken
production systems and their potential under different levels of
management practice in Jordan [artikel]. Germany: George August
University Göttingen.
Adene DF, Oyejide A, Owoade AA. 1985. Studies on the possible roles of
naturally infected Nigerian local chickens and vaccine virus in the
epidermiology of infectious bursal disease. Rev Elevage Med Vet Pays
Trop 38:122-126.
Ahmad ZK, Naeem, Hameed K. 2007. Detection and seroprevalence of infectious
bronchitis virus strains in commercial poultry in Pakistan. Poult Sci J 86:
1329-1335.
Aini I. 1990. Indigenous chicken production in South-East Asia. World’s Poultry
Sci J 46:51-57.
Anonim.

2002. Bagaimana sistem kekebalan tubuh ayam bekerja.
http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=articl
e&sid=788 [15 Agustus 2011].

Anonim. 2008. Infectious bronchitis (Bronkhitis infeksiosa). http://www.vetklinik.com [13 Februari 2011].
Anonim. 2010. Vaksin IB inaktif. http://www. Pustaka.litbang.deptan.go.id [13
Februari 2011].
Butcher GD, Shapiro DP, Miles RD. 2002. Infectious bronchitis virus: classical
and
variant
strains1.
http://www.
edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/PS/PS03900.PDF
Cavanagh D, Naqi SA. 1997. Infectious bronchitis. Di dalam: Calnek BW, Barnes
HJ, Bearol CW, Daugald LRM, and Saif YM, editor. Disease of Poultry.
Ed ke-10. Lawa: Lawa University Press.
Cumming RB. 1970. Studies on Australian infectious bronchitis virus. Apparent
farm to farm airborne transmission of infectious bronchitis virus. Avian
Dis 14:191-195.
Darmana W, Sukma ES. 2003. Ayam Lignin Ayam Kampung Unggul Cina.
Depok: Penebar Swadaya.
Das SK, Khan MSR, Das M. 2009. Seroprevalence of infectious bronchitis in
chicken in Bangladesh. Bangl J vet Med 7: 249-252.
Dessie T, Ogle B. 2001. Village poultry production system in the Central
Highlands of Ethiopia. Trop Anim Health Prod 33:521-537.
Dharmayanti I, Asmara W, Artama WT, Indriani R, Darminto. 2005. Hubungan
kekerabatan virus infectious bronchitis isolat lapang Indonesia. J
Bioteknologi Pertanian 10: 15-23.

[Disnak Jabar] Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. 2010. Populasi Ternak.
http:/www. disnak. Jabarprof. go. id [28 September 2011].
Ekue FN, Poné KD, Mafeni M.J, Nfi AN, Njoya J. 2002. Survey of the traditional
poultry production system in the Bamenda area, Cameroon. Di dalam:
Characteristics and Parameters of Family Poultry Production in Africa.
Vienna: IAEA.
Emikpe BO, Ohore OG, Olujonwo M, Akpavi SO. 2010. Prevalence of antibodies
to infectious bronchitis (IBV) in chickens in southwestern Nigeria. Afr J
Microbiol Res 4: 92-95.
Frederick AM et al. 1990. Veterinary Virology. Ed ke-3. London: Academic
Press.
Gary D, Butcher, Miles RD. 1991. The avian immune system. http:// edis. ifas.
ufl.edu/ pdffiles [28 September 2011].
Gondwe TNP. 2004. Characterization of local chicken in low input-low output
production systems: is there scope for appropriate production and
breeding strategies in Malawi? [tesis]. Germany: Georg-AugustUniversität Göttingen.
Guitirrez REJ, Ramirez CGT, Camara GEI. 2000. A serological survey for avian
infectious bronchitis virus and Newcastle disease virus antibodies in
backyard (free range) village chickens in Mexico. Trop Anim Health 32:
381-390.
Guyton AC. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke- 7. Bgian 1. Tengadi,
K.A, Dkk, penerjemah; Oswari, editor. Jakarta :EGC. Terjemahan dari :
Text Book of medical.
Ignjatovic J, Sapats S. 2000. Avian infectious bronchitis virus. Rev Sci Off Int
Epiz 19:493-508.
Jackwood MW. 2001. Infectious bronchitis virus variants: what are they, and
should you worry about them?. [artikel] Athen: Department of Avian
Medicine University of Georgia Athens.
Jordan. 1990. Poultry Diseases. Ed ke-3. London: Bailliere Tindall.
Mahgoub KM, Bassiouni AA, Manal A, Afify, Nagwa RS. 2010. The prevalence
of infectious bronchitis (IB) outbreaks in some chicken farms. I.
Spotlight on the status of IB outbraks in some chicken flocks. J Am Sci
6(9):57-70.
Nurcahyo EM, Widyastuti YE. 1998. Usaha Pembesaran Ayam Kampung
Pedaging. Depok: Penebar Swadaya
Pedersen CV. 2002. Production of semi-scavenging chicken in Zimbabwe [tesis].
Copenhagen: Royal Veterinary and Agricultural University.
[Pemkab Subang] Pemerintah Kabupaten Subang. 2007. Potensi peternakan di
Subang. http:/www.subang.go.id/potensi_peternakan.php [24 Agustus
2010].

Roussan DA, Kwaldeh GY, Sahahen IA. 2009. Infectious bronchitis virus in
Jordan chickens seroprevalensi and detection. Can Vet 50: 77-80.
Saif YM. 2003. Diseases of Poultry 11th Editi