Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang

keras melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana ketentuan Pasal 12B dan Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2001. Kemudian terhadap kepemilikan harta kekayaan pelaku yang diduga keras merupakan hasil tindak pidana korupsi diatur dalam ketentuan Pasal 37A dan Pasal 38B ayat 2 UU No. 20 Tahun 2001. Tegasnya, politik hukum kebijakan legislasi terhadap delik korupsi ditujukan terhadap kesalahan pelaku maupun terhadap harta benda pelaku yang diduga berasal dari korupsi. Eksistensi pembalikan beban pembuktian esensial dalam rangka untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Aspek ini ditegaskan dalam Penjelasan Umum UU No. 20 Tahun 2001, dengan redaksional bahwa: “Ketentuan mengenai “pembuktian terbalik” perlu ditambahkan dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai ketentuan yang bersifat “premium remidium” dan sekaligus mengandung sifat prevensi khusus terhadap pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 atau terhadap penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang- undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi. Pembuktian terbalik ini diberlakukan pada tindak pidana baru tentang gratifikasi dan terhadap tuntutan perampasan harta benda terdakwa yang diduga berasal dari salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang- undang ini”. 83

2. Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang

Tanggal 13 Oktober 2003, merupakan hari bersejarah dalam kehidupan hukum di Indonesia. Saat itu mulai diberlakukaknnya UU No 25 Tahun 2003 83 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Universitas Sumatera Utara tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, revisi dari UU No 15 Tahun 2002. Produk hukum itu jadi karena desakan internasional terhadap Indonesia antara lain dari Financial Action Task Force FATF, badan internasional di luar Perserikatan Bangsa Bangsa PBB . Anggotanya terdiri dari negara donor dan fungsinya sebagai satuan tugas dalam pemberantasan pencucian uang. Sebelumnya pada 2001 Indonesia bersama 17 negara lainnya diancam sanksi internasional. Pada 23 Oktober 2003, FATF, di Stockholm, Swedia, menyatakan Indonesia sebagai negara yang tidak kooperatif dalam pemberantasan pencucian uang. Negara Cook Islands, Mesir, Guatemala, Myanmar, Nauru, Nigeria, Filipina dan Ukraina masuk kategori sama. Beberapa tahun sebelum itu, tepatnya 1997 Indonesia telah meratifikasi United Nation Convention Against Illucit Traffic in Narcitic Drugs and Psychotropic Substances 1998 Konvensi 1998 . Konsekuensi ratifikasi tersebut, Indonesia harus segera membuat aturan untuk pelaksanaanya. Kenyataannya meskipun sudah ada UU No 15 Tahun 2002, namun pengetrapannya kurang, sehingga akhirnya masuk daftar hitam negara yang tidak kooperatif. Bahkan Indonesia dicurigai sebagai surga bagi pencucian uang. Antara lain karena menganut sistem devisa bebas, rahasia bank yang ketat, korupsi yang merajalela, maraknya kejahatan narkotik, dan tambahan lagi pada saat itu perekonomian Indonesia dalam keadaan yang tidak baik, sehingga ada kecenderungan akan menerima dana dari mana pun untuk keperluan pemulihan ekonomi. Universitas Sumatera Utara Keberadaan Indonesia berada pada daftar Non Cooperative Countries and Territories NCCT’s sesuai dengan rekomendasi dari Financial Actions Task Force on Money Laundering . Bahwa setiap transaksi dengan perorangan maupun badan hukum yang berasal dari negara NCCT’s harus dilakukan dengan penelitian seksama. Berbagai upaya selama beberapa tahun, antara Iain dengan membuat UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, mendirikan Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan PPATK, mengeluarkan ketentuan pelaksanaan dan mengadakan kerja sama internasional, akhirnya membuahkan hasil. Februari 2006 Indonesia dikeluarkan dari daftar NCCT’s setelah dilakukan, formal monitoring selama satu tahun. 84 a. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1977 tentang Narkotika Oleh karena uang haram di dalam pencucian uang diperoleh dari berbagai kejahatan, maka terdapat beberapa pengaturan yang merupakan upaya pencegahan kejahatan pencucian uang di Indonesia, yakni: Undang-undang Narkotika ini mengatur masalah narkotik yang dibutuhkan sebagai obat dan sekaligus mencegah dan memberantas bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotik. Dalam Pasal 77 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1977 disebutkan bahwa:“ Narkotika dan peralatan yang dipergunakan dalam pelanggaran narkoti dan hasil-hasilnya dapat disita untuk negara.” 84 Mulyanto, Sie Infokum – Ditama Binbangkum, http:miftakhulhuda.wordpress.com pembuktian-terbalik-pencucian-uang , Selasa, 29 Juni 2010 Universitas Sumatera Utara b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Undang-undang Psikotropika bertujuan untuk memberantas dan mencegah terjadinya peredaran gelap psikotropika. Dalam undang-undang ini diatur, antara lain, mengenai persyaratan dan tata cara ekspor dan impor peredaran serta penyaluran psikotropika serta penyaluran psikotropika, agar hal tersebut tidak disalahgunakan sebagai sarana kegiatan pencucian uang. c. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Pasal 31 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyebutkan bahwa: “ Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.” Di dalam penjelasan atas Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan transaksi tertentu adalah transaksi dalam jumlah besar yang diduga berasal dari kegiatan yang melanggar hukum. Dalam pengertian ini ternasuk pula kegiatan pencucian uang. Kemudian, dalam rangka kerja sama internasional, Pasal 57 undang- undang ini menyebutkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional. Kerja sama ini dapat meliputi kerja sama tukar menukar informasi yang terkait dengan tugas bank sentral, termasuk dalam bidang pengawasan bank. Universitas Sumatera Utara d. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar Karena kegiatan pencucian uang dapat dilakukan melalui pergerakan dana dalam transaksi internasional, secara tidak langsung Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 telah memberikan landasan untuk memantau kegiatan ini. Dalam Pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa:“setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.” Keterangan dan dana yang diminta, antara lain, meliputi nilai dan jenis transaksi dan negara tujuan atau asal usul pelaku transaksi. e. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang direvisi dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Oleh karena korupsi merupakan unsur dari tindak pidana pencucian uang yang dapat merugikan keuangan negara, maka undang-undang ini juga merupakan upaya pencegahan kejahatan pencucian uang. Dalam penjelasannya dikemukakan bahwa agar dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara yang semakin canggih dan rumit, maka tindak pidana yang diatur dalam undang-undang ini dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara “malawan hukum” dalam Universitas Sumatera Utara pengertian formil dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam bentuk tindak pidana korupsi mencakup perbuatan- perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana. Usaha yang harus ditempuh suatu negara untuk dapat mencegah dan memberantas praktik pencucian uang adalah dengan membentuk undang-undang yang melarang perbuatan pencucian uang dan menghukum dengan berat pelaku kejahatan tersebut. Adanya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas, antara lain, kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas: 85 a. Penempatan placement Yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan financial system atau upaya menempatkan uang giral cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain kembali ke dalam system keuangan, terutama sistem perbankan. b. Transfer Layering Yakni upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana dirty money yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan terutama bank sebagai hasil upaya penempatan placement ke penyedia jasa keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering, akan 85 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, PT..Citra Aditya Bakti, Bandung. 2008. Hal. 133-134 Universitas Sumatera Utara menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut. c. Menggunakan Harta Kekayaan Integration Yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal clean money, untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Untuk mempelancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang, undang-undang ini mengatur kewenangan penyidikan, penuntutan umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada penyedia jasa keuangan. Undang-undang ini juga mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa. Undang-undang ini juga mengatur mengenai persidangan tanpa kehadiran terdakwa, dalam hal terdakwa yang telah dipanggil tiga kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak hadir, maka majelis hakim dengan putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan dengan tanpa kehadiran terdakwa. Indonesia dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, telah memiliki Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun ketentuan dalam undang-undang tersebut dirasakan belum memenuhi standar internasional serta perkembangan proses Universitas Sumatera Utara peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah, agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif. Oleh karena disempurnakan melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pembuktian terbalik diatur dalam Pasal 35 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang berbunyi: “ Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasi tindak pidana.” 86 86 Pasal 35 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Pembuktian terbalik beban pembuktian ada pada terdakwa. Pada tindak pidana pencucian uang yang harus dibuktikan adalah asal-usul harta kekayaan yang bukan berasal dari tindak pidana, misalnya bukan berasal dari korupsi, kejahatan narkotika serta perbuatan haram lainnya. Pasal 35 tersebut berisi ketentuan bahwa terdakwa diberi kesempatan untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana. Ketentuan ini dikenal sebagai asas pembuktian terbalik. Dimana sifatnya sangat terbatas, yaitu hanya berlaku pada sidang di pengadilan, tidak pada tahap penyidikan. Selain itu tidak pada semua tindak pidana, hanya pada serious crime atau tindak pidana berat seperti korupsi, penyelundupan, narkotika, psikotropika atau tindak pidana perbankan. Universitas Sumatera Utara Dengan sistem ini, justru terdakwa yang harus membuktikan, bahwa harta yang didapatnya bukan hasil tindak pidana. Yang harus dilakukan adalah mengetahui apa saja bentuk aset korupsi, dimana disimpan dan atas nama siapa. 87 Pasal-pasal lain yang mendukung pembuktian terbalik ini diantaranya yaitu pada Pasal 37 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai sita terhadap harta kekayaan hasil dari suatu tindak pidana yang menyatakan bahwa: “Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan hakim dijatuhkan dan terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana pencucian uang, maka hakim dapat mengeluarkan penetapan bahwa harta kekayaan terdakwa yang telah disita, dirampas untuk negara.” 88 Pemeriksaan tindak pidana pencucian uang terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Pencucian uang merupakan independent crime, artinya kejahatan yang berdiri sendiri. Walaupun merupakan kejahatan yang lahir dari kejahatan asalnya, misalnya korupsi, namun rezim anti pencucian uang di hampir Ketentuan Pasal 37 dalam penjelasannya dimaksudkan untuk mencegah agar ahli waris dari terdakwa menguasai atau memiliki Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana. Di samping itu sebagai usaha untuk mengembalikan kekayaan negara dalam hal tindak pidana tersebut telah merugikan keuangan negara. 87 Sutan Remy Sjahdeini, http:www.hukumonline.comberitabacahol12317 memburu- aset-koruptor-dengan-menebar-jerat-pencucian-uang , Jumat, 20 Agustus 2010 88 Pasal 37 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Universitas Sumatera Utara seluruh negara menempatkan pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang tidak bergantung pada kejahatan asalnya dalam hal akan dilakukannya proses penyidikan pencucian uang. 89 Di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaanya bukan merupakan hasil dari suatu tindak pidana asas pembuktian terbalik. Dan untuk kelancaran pemeriksaan di pengadilan sekalipun terdakwa dengan alasan yang sah tetapi apabila sampai 3 tiga kali dilakukan pemanggilan untuk sidang tidak hadir, hakim dengan putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan dengan tanpa kehadiran terdakwa Pasal 36. 89 Adrian Sutedi, Op.Cit. hal. 288 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dokumen yang terkait

Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

15 150 114

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perpajakan Melalui Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 69 151

Penanggulangan Kejahatan Trafficking Melalui Undang-Undang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 54 130

ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PADA UNDANG UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

0 8 59

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME DALAM Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif HAM.

0 1 17

Analisa Hukum Terhadap Penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Pencucian Uang Dihubungkan Dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Penc

0 0 8

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 15

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERPAJAKAN MELALUI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 14

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang JURNAL ILMIAH

0 0 35