68.76 30.00 50.00 60.00 100.00 Perencanaan usahatani karet dan kelapa sawit berkelanjutan di DAS batang pelepat kabupaten Bungo provinsi Jambi

57 transmigran merupakan petani karet, namun belum menerapkan teknik budidaya yang memadai. Iklim Daerah aliran sungai DAS Batang Pelepat mempunyai iklim tropis dengan kelembaban 56 – 85 dan suhu rata-rata 25 o C – 26 o C BPS Kabupaten Bungo 2004. Berdasarkan data curah hujan, kawasan ini menurut Koppen termasuk ke dalam tipe iklim Afa, menurut Schmidt-Ferguson termasuk tipe hujan A daerah basah dengan hutan hujan tropis dan berdasarkan peta agroklimat Sumatera skala 1 : 3 000 000, termasuk ke dalam zona agroklimat B1 Oldeman 1978 dengan bulan kering selama kurang dari atau sama dengan 2 bulan berturut-turut Balitbang Pertanian 2005c. Berdasarkan data hujan dari stasiun Pasir Putih tahun 1985 – 2005 dapat diketahui bahwa curah hujan rata-rata tahunan di DAS Batang Pelepat adalah 2 359.12 mm Lampiran 15 dengan 124 hari hujan. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan desember dan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juli. Curah hujan yang 100 mmbulan terjadi pada bulan Mei hingga agustus, sedangkan curah hujan yang 200 mm terjadi pada bulan oktober hingga maret Gambar 6. 303.81 273.60 203.88 140.66

98.40 68.76

64.90 84.90

191.43 276.18 312.81 339.78 16 12 13 12 8 6 7 7 7 10 12 14 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 Jan Peb M ar Apr M ei Jun Jul Ags Sept Okt Nop Des Bulan Cu ra h Hu ja n Bu la n a n m m 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Ju m lah H ar i H u ja n Curah Hujan Bulanan Jumlah Hari Hujan Gambar 6 Variasi curah hujan dan jumlah hari hujan setiap bulan di DAS Batang Pelepat berdasarkan data curah hujan tahun 1985-2005 Depkimpraswil Provinsi Jambi 2005. Hidrologi Berdasarkan data tinggi muka air dan debit tahun 1985 hingga 2005 dapat diketahui bahwa debit minimum DAS Batang Pelepat adalah 24.30 m 3 det 58 dengan tinggi muka air 1.00 m, sedangkan debit maksimum adalah 51.61 m 3 det dengan tinggi muka air 1.50 m. Tinggi muka air dan debit minimum terjadi pada bulan Agustus, sedangkan tinggi muka air dan debit maksimum terjadi pada bulan Desember Tabel 13. Tabel 13 Fluktuasi tinggi muka air dan debit pada setiap bulan berdasarkan data tahun 1985 – 2005 di DAS Batang Pelepat Bulan Tinggi Muka Air m Debit m 3 det Januari 1.41 45.15 Pebruari 1.38 43.23 Maret 1.38 43.46 April 1.32 39.74 Mei 1.25 36.01 Juni 1.12 29.44 Juli 1.04 25.69 Agustus 1.00 24.30 September 1.02 25.52 Oktober 1.08 28.78 Nopember 1.34 40.89 Desember 1.50 51.61 Sumber : Kimpraswil Provinsi Jambi 2005. Tanah Berdasarkan kajian Balitbang Pertanian 2005c, fisiografi sub DAS Batang Pelepat dibedakan atas 3 grup utama, yaitu : grup Aluvial A, grup Tektonik dan Struktural T dan grup Volkan V. Grup aluvial merupakan fisiografi muda yang terbentuk karena proses fluvial aktivitas sungai atau gabungan antara proses fluvial dan koluvial aktivitas gravitasi. Tanah yang terbentuk umumnya berlapis-lapis dengan tekstur yang beragam. Grup aluvial yang dijumpai adalah dataran banjir dari sungai Batang Pelepat. Grup tektonik dan struktural merupakan fisiografi yang terbentuk sebagai akibat proses tektonik orogenesis dan epirogenesis berupa proses angkatan, patahan dan atau lipatan. Grup tektonik dan struktural dijumpai dalam bentuk dataran terplainasi berombak T.10.2 dan bergelombang T.10.3 dengan lereng 0 – 15. Grup volkan adalah kelompok fisiografi yang terbentuk akibat aktivitas gunung berapi. Fisiografi ini dicirikan oleh adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar, lava ataupun wilayah yang merupakan akumulasi bahan volkanik. Di daerah penelitian terdapat perbukitan volkan tua V.3.2 hingga pegunungan volkan tua V.3.3. Perbukitan volkan tua menyebar pada bentuk wilayah berbukit agak curam hingga berbukit sangat curam dengan lereng 8 – 55. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan peta tanah kabupaten Bungo skala 1 :100.000 Balitbang Pertanian 2005c, tanah di DAS Batang Pelepat 59 terdiri dari 3 ordo, yaitu : Inceptisols, Ultisols dan Oxisols dan pada tingkat klasifikasi yang lebih rendah Grup dibedakan menjadi endoaquepts, Dystrudepts, Hapludults dan Kandiudox. Tanah di DAS Batang Pelepat didominasi oleh grup Dystrudepts dengan luas 35 441 ha atau 73.13 dari luas DAS Tabel 14. Tabel 14 Sebaran dan luas setiap jenis tanah berdasarkan grup di DAS Batang Pelepat Jenis Tanah Grup Luas Ha Endoaquepts 1 674 3.45 Dystrudepts 35 441 73.13 Hapludults 10 900 17.23 Kandiudox 450 0.93 Jumlah 48 465 100 Sumber : Balitbang Pertanian 2005c. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di DAS Batang Pelepat dikelompokkan menjadi penggunaan untuk pertanian dan non pertanian. Tutupan lahan di DAS Batang Pelepat tahun 1984 masih didominasi oleh hutan 45 800 ha atau 94.50 dari luas DAS dan belum ada penggunaan lahan yang lain, seperti pertanian dan pemukiman di kawasan ini. Tahun 1996 tutupan hutan berkurang menjadi 37 887 ha 78.17 dan disertai dengan adanya penggunaan lahan untuk perkebunan karet rakyat seluas 2 857 ha 5.9 dan pemukiman seluas 95 ha 0.20. Penggunaan lahan aktual di DAS Batang Pelepat masih didominasi oleh hutan, namun luasnya sudah berkurang menjadi 31 176 ha 64.20. Penggunaan lahan pertanian hanya terdiri atas perkebunan karet seluas 10 641 ha dan kelapa sawit seluas 4 192 ha. Selain itu penggunaan lahan di DAS Batang Pelepat saat ini juga meliputi pemukiman 0.74, belukar 4.24 dan juga ada lahan yang terbuka seluas 45 ha Tabel 15. Tabel 15 Distribusi alokasi luas tipe penggunaan lahan di DAS Batang pelepat, Tahun 1986, 1994 dan 2005 Jenis Penggunaan Lahan 1986 a 1994 a 2005 b Ha Ha Ha Pertanian : Karet 2 857 5.90 10 641 21.96 Kelapa Sawit 4 192 8.65 Non Pertanian : Hutan 45 800 94.50 37 887 78.17 31 176 64.32 Hutan Bekas Tebangan 2 665 5.50 6 036 12.45 - - Belukar 1 590 3.28 2 054 4.24 Tanah terbuka bekas PETI 45 0.09 Pemukiman 0 95 0.20 357 0.74 Jumlah 48 465 100 48 465 100 48 465 100 Sumber : a Biotrop 2000, diacu dalam Diana 2000 dan b Alokasi berdasarkan Peta Penggunaan Lahan Balitbang Pertanian 2005c. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan DAS Batang Pelepat Satuan Lahan di DAS Batang Pelepat Lahan di DAS Batang Pelepat terdiri atas 4 jenis grup tanah, yaitu endoaquepts, hapludults, dystrudepts dan kandiudox, tetapi jenis tanah yang dominan adalah grup dystrudepts, yaitu seluas 35 441 ha atau 73.13 Tabel 16 dan Lampiran 17. Lahan tersebut didominasi oleh kelas lereng 15 – 30 13 354 ha atau 27.55 dan kelas lereng 45 – 65 14 242 ha atau 29.39. Penggunaan lahan aktual di DAS Batang Pelepat dikelompokkan menjadi penggunaan pertanian umumnya UTKKS seluas 15 184 ha atau 31.33 dan non pertanian hutan, semak belukar dan lahan terbuka seluas 33 281 atau 68.67 Tabel 16 dan Lampiran 16. Berdasarkan peta tanah, peta lereng dan peta penggunaan lahan, DAS Batang Pelepat terbagi menjadi 23 satuan lahan SL Tabel 16 dan Lampiran 19. Berdasarkan karakteristik SL dan kriteria penilaian sifat tanah yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah 1983 pada lampiran 20, umumnya tanah di DAS Batang Pelepat mempunyai tingkat kesuburan sangat rendah hingga rendah. Tingkat kemasaman pH tanah tergolong sangat masam hingga masam dan kejenuhan basa KB juga tergolong sangat rendah hingga rendah, sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan hara tanaman. Kadar bahan organik tanah BOT yang tinggi terdapat pada SL yang mempunyai tutupan sangat rapat dan serasah yang tebal, umumnya hutan. Karakteristik tersebut harus menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan pertanian di DAS Batang Pelepat. Agroteknologi perlu dirancang untuk mendukung keberlanjutan pertanian, terutama untuk mengendalikan dampak kesuburan yang sangat rendah hingga rendah dan lereng yang miring hingga curam. Oleh karena itu sebelumnya harus ditentukan kelas kemampuan Lampiran 21 dan kesesuaian Lampiran 23 lahan untuk pertanian di DAS Batang Pelepat berdasarkan karakteristik tanah masing-masing SL Lampiran 20 sehingga lahan dimanfaatkan sesuai dengan potensinya. Kemampuan dan kesesuaian lahan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan atau pengembangan SPB dan sebagai langkah awal dalam penyusunan perencanaan SPK. Tabel 16 Karakteristik satuan lahan yang terdapat di DAS Batang Pelepat Jenis Tanah Penggunaan Lahan USDA dan SPT ha 1 Datar 0-3 Endoaquepts Au.1.1.2.A.0 Dataran banjir bermeander aluvium Monokultur Karet II 1 482 3.06 2 Datar 0-3 Endoaquepts Au.1.1.2.A.0 Dataran banjir bermeander aluvium Monokultur Kelapa Sawit 147 0.30 3 Landai 3 - 8 Hapludults Tf.10.2.B.2 Peneplain berombak Batuliat Monokultur Karet I 1 098 2.27 4 Landai 3 - 8 Hapludults Tf.10.2.B.2 Peneplain berombak Batuliat Monokultur Kelapa Sawit 841 1.74 5 Datar 0-3 Hapludults Tf.10.2.B.2 Peneplain berombak Batuliat Monokultur Kelapa Sawit 248 0.51 6 Landai 3 - 8 Hapludults Tf.10.2.B.2 Peneplain berombak Batuliat Sesap Karet 6 026 12.56 7 Agak miring 8-15 Hapludults Tf.10.3.C.3 Peneplain bergelombang Batuliat Monokultur Karet I 70 0.02 8 Agak miring 8-15 Dystrudepts Va.3.2.D.2 Perbukitan vulkanik tua Tuf Andesit Monokultur Kelapa Sawit 60 0.08 9 Agak miring 8-15 Hapludults Tf.10.3.C.3 Peneplain bergelombang Batuliat Monokultur Kelapa Sawit 114 0.28 10 Agak miring 8-15 Dystrudepts Va.3.2.D.2 Perbukitan vulkanik tua Tuf Andesit Sesap Karet 1 979 4.08 11 Miring 15-30 Kandiudox Vg.3.2.E.2 Perbukitan vulkanik tua Granit Monokultur Karet I 162 0.33 12 Miring 15-30 Kandiudox Vg.3.2.E.2 Perbukitan vulkanik tua Granit Monokultur Kelapa Sawit 144 0.30 13 Agak curam 30-45 Dystrudepts Vg.3.2.E.3 Perbukitan vulkanik tua Granit Monokultur Karet I 84 0.17 14 Agak curam 30-45 Dystrudepts Va.3.3.E.3 Pegunungan vulkanik tua Tuf Andesit Monokultur Karet I 61 0.06 15 Miring 15-30 Dystrudepts Vg.3.2.E.3 Perbukitan vulkanik tua Granit Monokultur Kelapa Sawit 2 589 5.40 16 Landai 3 - 8 Hapludults Vg.3.2.E.3 Perbukitan vulkanik tua Granit Monokultur Kelapa Sawit 79 0.16 17 Miring 15-30 Dystrudepts Va.3.3.E.3 Pegunungan vulkanik tua Tuf Andesit Belukar 1 811 3.74 18 Agak curam 30-45 Dystrudepts Vg.3.2.E.3 Perbukitan vulkanik tua Granit Belukar 249 0.51 19 Miring 15-30 Dystrudepts Vab.3.3.E.3 Pegunungan vulkanik tua Tuf Andesit dan basalt Hutan 8 648 17.84 20 Agak curam 30-45 Dystrudepts Vg.3.2.E.3 Perbukitan vulkanik tua Granit Hutan 5 738 11.84 21 Agak curam 30-45 Hapludults Va.3.3.E.3 Pegunungan vulkanik tua Tuf Andesit Hutan 2 548 5.26 22 Curam 45-65 Dystrudepts Vab.3.3.F.4 Pegunungan vulkanik tua Tuf Andesit dan basalt Hutan 14 242 29.39 23 Datar 0-3 Endoaquepts Au.1.1.2.A.0 Dataran banjir bermeander aluvium Lahan Terbuka 45 0.09 Total 48 465 100.00 SL Relieflereng Luas Landform Bahan Induk Kemampuan Lahan di DAS Batang Pelepat Berdasarkan penilaian terhadap SL, kemampuan lahan di DAS Batang Pelepat tergolong menjadi kelas II, III, IV, VI dan VII dengan faktor penghambat yang dominan berupa drainase yang agak baik d 2 hingga agak buruk d 3 , lereng yang miring I 3 hingga curam I 5 dan erosi yang ringan e 1 hingga sangat berat e 5 Tabel 17 dan Lampiran 21. Luas lahan yang dapat digunakan untuk pertanian tanaman semusim atau arable land kelas II, III dan IV hanya 25 792 ha atau 53.22 Tabel 17 dan Lampiran 22, sedangkan luas lahan pertanian yang ada saat ini adalah 15 184 ha. Tabel 17 Sebaran kelas kemampuan lahan di DAS Batang Pelepat berdasarkan satuan lahan Klasifikasi Kemampuan Lahan Satuan Lahan Luas Ha II d 3 1, 2, 23 1 674 3.45 II e 1 3, 4, 5, 6 8 213 16.95 III d 2 11 162 0.33 III e 1 7, 10 2 049 4.23 III e 2 8, 9,16 253 0.52 IV e 3 12,17, 18 2 204 4.55 IV e 5 15 2 589 5.34 IV I 3 19 8 648 17.84 VI I 4 13, 14, 20, 21 8 431 17.40 VII I 5 22 14 242 29.39 Angka romawi menunjukkan kelas kemampuan lahan; d = faktor penghambat drainase; e = faktor penghambat erosi; I = faktor penghambat kemiringan lereng; angka latin menunjukkan level faktor penghambat. Lahan yang saat ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian sudah sesuai dengan kelas kemampuan lahan karena tergolong kelas II, III dan IV, kecuali SL 13 dan 14. Kedua SL ini tergolong kelas VI dengan faktor penghambat utama berupa lereng yang tergolong agak curam 30 - 45. Satuan lahan 13 dan 14 saat ini dimanfaatkan sebagai lahan usahatani monokultur karet, padahal sebaiknya lahan kelas VI dimanfaatkan sebagai padang rumput atau dihutankan. Pemanfaatan lahan ini sebagai lahan perkebunan masih dapat dilakukan, namun penutupan permukaan tanah harus baik. Oleh karena itu SL ini sebaiknya dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan dengan sistem tanam campuran seperti agroforestri atau ditanam tanaman kayu-kayuan. Penggunaan lahan non pertanian di DAS Batang Pelepat saat ini terdiri atas semak belukar dan hutan, bahkan terdapat juga lahan terbuka. Lahan yang saat ini ditutupi oleh semak belukar SL 17 dengan kemiringan lereng 15 – 30 dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian karena tergolong kelas IVe 3 , tetapi harus disertai dengan agroteknologi yang memadai, sedangkan SL 18 dapat dimanfaatkan untuk tanaman kayu-kayuan karena mempunyai 63 kemiringan lereng 30 – 45. Lahan yang masih ditutupi hutan terdiri atas SL 19, 20, 21 dan 22. Berdasarkan hasil penelitian, setiap SL ini masing-masing tergolong kelas IV I 3 SL 19, VI I 4 SL 20 dan 21 dan VII I 5 SL 22. Konversi penggunaan SL tersebut menjadi lahan pertanian dapat menimbulkan kerusakan lahan yang lebih berat karena faktor penghambat utamanya adalah lereng yang tergolong miring I 3 hingga curam I 5 . Oleh karena itu SL tersebut diarahkan untuk tetap ditutupi hutan, terutama SL 20, 21 dan 22, sedangkan SL 19 dapat dikonversi menjadi lahan pertanian bila disertai dengan agroteknologi yang memadai dan harus disertai pula dengan izin dari Dephut RI. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian di DAS Batang Pelepat Kesesuaian Lahan untuk Karet Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan untuk karet di DAS Batang Pelepat dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan DAS Batang Pelepat untuk karet tergolong S2 12 141 ha atau 24.54 dan tergolong S3 seluas 19 463 ha 40.2. Lahan yang tergolong tidak sesuai N mencapai 16 831 ha atau 34.73 Tabel 18 dan Lampiran 24. Tabel 18 Sebaran kelas kesesuaian lahan untuk karet di DAS Batang Pelepat berdasarkan satuan lahan Kelas Kesesuaian Lahan Satuan Lahan Luas Ha S2-wa, eh 1, 2, 7, 8, 9, 10, 14, 23 3 958 8.17 S2-wa, nr 3, 4, 6 7 965 16.44 S2-wa, nr, eh 5 248 0.51 S3-nr 16 79 0.16 S3-eh 17, 19, 21 13 007 26.84 S3-nr, eh 11, 12, 13, 18, 20 6 377 13.16 N-eh 15, 22 16 831 34.73 S1 = sangat sesuai, S2= cukup sesuai, S3 = sesuai marginal, N = tidak sesuai, wa = ketersediaan air, nr = retensi hara, eh = bahaya erosi. Faktor pembatas utama untuk pengembangan usahatani karet di kawasan ini adalah ketersediaan air karena curah hujan rata-rata tahunan di DAS Batang Pelepat hanya 2 359.12 mmtahun, sedangkan karet membutuhkan curah hujan 2 500 – 3 000 mmtahun. Faktor pembatas lain adalah pH dan kejenuhan basa KB tanah yang rendah dan kemiringan lereng dan erosi. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah hingga sangat rendah Lampiran 20 dan sebagian besar topografi tergolong berbukit dan bahkan bergunung Lampiran 18. 64 Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan untuk kelapa sawit di DAS Batang pelepat, hanya sekitar 48 23 213 ha yang tergolong kelas cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3, sedangkan sekitar 52 25 262 ha tergolong kelas yang tidak sesuai N untuk kelapa sawit. Faktor pembatas lahan di DAS Batang Pelepat untuk pengembangan kelapa sawit adalah ketersediaan air, KB dan pH yang rendah dan lereng yang tergolong berbukit hingga bergunung Tabel 19 dan Lampiran 24. Tabel 19 Sebaran kelas kesesuaian lahan untuk kelapa sawit di DAS Batang Pelepat berdasarkan satuan lahan Kelas Kesesuaian Lahan Satuan Lahan Luas Ha S2-wa, eh 1, 2, 8, 10, 23 3 713 7.66 S2-wa, nr 3, 4, 6 7 965 16.44 S2-wa, nr, eh 5, 7, 9, 16 511 1.05 S3-eh 17, 18, 19 10 708 22.09 S3-nr, eh 11, 12 306 0.63 N-eh 13, 14, 15, 20, 21, 22 25 262 52.12 S1 = sangat sesuai, S2= cukup sesuai, S3 = sesuai marginal, N = tidak sesuai, wa = ketersediaan air, nr = retensi hara, eh = bahaya erosi. Kesesuaian Lahan untuk Padi Ladang Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan untuk padi ladang di DAS Batang Pelepat, hanya 16 861 ha 34.79 yang tergolong kelas tidak sesuai N untuk padi ladang dengan faktor pembatas lereng yang tergolong miring hingga curam. Lahan yang tergolong kelas cukup sesuai dan sesuai marginal dengan faktor penghambat yang sama S2-nr,eh dan S3-nr,eh terdapat seluas 3 713 ha dan 15 025 ha, sedangkan lahan yang tergolong kelas sesuai marginal dengan faktor penghambat pH dan KB rendah S3-nr dan kelas sesuai marginal dengan faktor lereng yang tergolong miring hingga curam masing-masing mencapai luas 8 476 ha dan 4 420 ha Tabel 20 dan Lampiran 24. Tabel 20 Sebaran kelas kesesuaian lahan untuk padi ladang di DAS Batang Pelepat berdasarkan satuan lahan Kelas Kesesuaian Lahan Satuan Lahan Luas Ha S2-nr, eh 1, 2, 8, 10, 23 3 713 7.66 S3-nr 3, 4, 5, 6, 7, 9, 16, 8 476 17.49 S3-nr, eh 11, 12, 13, 18, 19, 20 15 025 31.00 S3-eh 14, 17, 21 4 420 9.12 N-eh 15, 22 16 861 34.79 S1 = sangat sesuai, S2= cukup sesuai, S3 = sesuai marginal, N = tidak sesuai, nr = retensi hara, eh = bahaya erosi. 65 Kesesuaian Lahan untuk Pisang Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan untuk pisang sebagian besar lahan 65.15 atau 31 573 ha di DAS Batang Pelepat tergolong sesuai marginal S3 dan sebagian lainnya sekitar 16 892 ha atau 34.85 tergolong tidak sesuai N untuk pisang. Faktor pembatas utamanya adalah KB dan pH tanah yang rendah serta lereng yang tergolong miring hingga curam Tabel 21 dan Lampiran 24. Tabel 21 Sebaran kelas kesesuaian lahan untuk pisang di DAS Batang Pelepat berdasarkan satuan lahan Kelas Kesesuaian Lahan Satuan Lahan Luas Ha S3-nr 1,2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 16, 23 12 189 25.15 S3-nr, eh 11, 12, 13, 17, 18, 19, 20, 21 19 384 40 N-eh 14, 15, 22 16 892 34.85 S1 = sangat sesuai, S2= cukup sesuai, S3 = sesuai marginal, N = tidak sesuai, nr = retensi hara, eh = bahaya erosi. Penggunaan lahan aktual sudah sesuai dengan kelas kesesuaian lahan untuk beberapa tanaman pertanian tersebut diatas, kecuali SL 15 yang saat ini ditutupi oleh kelapa sawit. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, lahan ini tidak sesuai N-eh untuk semua tanaman tersebut diatas dengan faktor penghambat pH dan KB yang rendah Lampiran 23. Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan di DAS Batang Pelepat untuk beberapa tanaman pertanian diatas diketahui bahwa pengembangan pertanian di kawasan ini mempunyai faktor pembatas terutama KB dan pH yang rendah serta lereng yang tergolong miring hingga curam. Berkaitan dengan faktor pembatas tersebut, pengembangan pertanian UTKKS berkelanjutan di DAS Batang Pelepat harus disertai dengan agroteknologi yang memadai untuk mengatasi pengaruh negatif faktor pembatas tersebut, terutama pemupukan dan teknik KTA. Karakteristik Tipe UTKKS di DAS Batang Pelepat Usahatani di DAS Batang Pelepat terdiri atas 5 lima tipe usahatani karet, yaitu sesap karet I SK I, sesap karet II SK II, monokultur karet I MK I, monokultur karet II MK II, tumpangsari karet-gaharu KRG dan 2 dua tipe usahatani kelapa sawit, yaitu monokultur kelapa sawit MKS dan tumpangsari kelapa sawit-pisang KSP. Lahan usahatani karet di DAS Batang Pelepat secara keseluruhan merupakan usahatani karet rakyat. Lahan usahatani karet rakyat umumnya ditanam secara monokultur dan campuran yang dikelola secara tidak intensif 62.43. Hal ini dapat dilihat dari luas lahan tipe MK II yang mencapai 1 66 475 ha dan tipe SK seluas 8 005 ha. Luas lahan usahatani karet yang dikelola secara memadai MK I hanya 1 482 ha 9.71. Usahatani kelapa sawit di DAS Batang Pelepat hanya meliputi 27.81 dari luas lahan pertanian atau 4 222 ha. Lahan usahatani kelapa sawit terdiri atas usahatani rakyat seluas 1 633 ha dan perkebunan swasta seluas 2 619 ha. Lahan usahatani rakyat terdiri atas MKS seluas 1 621 ha 99.27 dan KSP seluas 12 ha 0.73 Tabel 22. Sistem pertanian yang diterapkan oleh petani karet dan kelapa sawit di DAS Batang Pelepat bersifat khas. Secara umum setelah pembukaan lahan dan sebelum tanaman karet dan kelapa sawit menutupi permukaan lahan, petani menanam padi ladang Oryza sativa dan pinang Pinanga kuhlii sebagai tanaman pagar. Kajian terhadap perbedaan dampak tipe UTKKS terhadap kondisi ekonomi petani dan lingkungan perlu diawali dengan pemahaman terhadap karakteristik agroteknologi setiap tipe UTKKS Tabel 23. Tabel 22 Sebaran luas lahan berbagai tipe UTKKS di DAS Batang Pelepat berdasarkan peta satuan lahan, Tahun 2005 Tipe UTKKS Luas Lahan ha - Sesap Karet I - Sesap Karet II - Monokultur Karet I - Monokultur Karet II - Karet-Gaharu - Monokultur kelapa sawit - Kelapa sawit- Pisang 4 321.00 3 684.00 1 482.00 1 475.00 - 4 222.00 - 28.46 24.26 9.76 9.71 - 27.81 - Luas Lahan Pertanian 15 184.00 100.00 Karet-gaharu dan kelapa sawit-pisang tidak dapat diperlihatkan dalam peta penggunaan lahan dan peta SL karena luasannya yang sangat kecil masing-masing 40 ha dan 12 ha. Sumber : Balitbang Pertanian 2005c. Sesap Karet “Sesap karet” adalah campuran karet dengan tananam hutan, dan merupakan salah satu tipe usahatani karet khas di DAS Batang Pelepat. Tanaman hutan yang ditanam di sela karet berupa manau Calamus manan Miq., kayu balam Palaquium Sp, kayu medang Litsea Spp dan kayu sungkai Peronema canescens. Tanaman hutan ditanam beberapa tahun setelah karet tumbuh, sesuai dengan ketersediaan modal, bibit dan tenaga kerja yang dimiliki petani. Jarak tanam tidak teratur sehingga secara visual menyerupai hutan sehingga sering pula disebut ”hutan karet”. Sistem budidaya pada tipe SK tidak disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit dan gulma serta menggunakan bibit sapuan atau lokal. Tipe SK yang terdapat di DAS Batang Pelepat ada 2 macam, yaitu campuran karet-kayu sungkai-manau SK I dan campuran karet-kayu balam- Tabel 23 Deskripsi karakteristik setiap tipe UTKKS di DAS Batang Pelepat Tipe UTKKS Kondisi tutupan permukaan tanah Agroteknolgi Jarak Tanam Populasi Jenis Tanaman Pemupukan Penyiangan Pemberantasan Pengendalian HPT Teknik KTA Sesap Karet I Relatif rapat, dengan serasah = 13.7 tonha BB dan 5.66 tonha BK Tidak teratur 500 karet, 100 manau dan 40 sungkai Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak Ada Sesap Karet II Relatif rapat, dengan serasah = 13.7 tonha BB dan 5.66 tonha BK Tidak teratur 500 karet, 50 balam dan 50 medang Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak Ada Monokultur Karet I Relatif terbuka; serasah = 5.8 tonha BB dan 2.28 tonha BK 3 m x 7 m 460 karet Sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian Dilakukan Seperlunya Tidak Ada Monokultur Karet II Rapat tetapi lebih jarang dibandingkan Sesap karet; Serasah 11.7 tonha BB dan 4.39 tonha BK 3 m x 7 m 460 karet Sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian pada awal tanam dan selanjutnya hanya setiap 5 tahun Relatif tidak dilakukan, hanya di sepanjang jalan yang ditempuh untuk menyadap karet Tidak dilakukan Tidak Ada Karet-Gaharu Relatif terbuka; serasah = 5.8 tonha BB dan 2.28 tonha BK 3 m x 7m 460 karet dan 429 gaharu Sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian 2005b Dilakukan Seperlunya Tidak Ada Monokultur Kelapa Sawit Sama dengan Monokultur karet II dengan serasah = 13.1 tonha BB dan 3.95 tonha BK 8 m x 8 m 141kelapa sawit Sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian 2005b pada awal tanam dan selanjutnya hanya setiap 5 tahun Relatif tidak dilakukan, hanya di sepanjang jalan yang ditempuh memanen TBS Seperlunya Tidak Ada Kelapa Sawit-Pisang Sama dengan monokultur karet II dan monokultur kelapa sawit ; serasah = 13.1 tonha BB dan 3.95 tonha BK 8 m x 8 m 141 kelapa sawit dan 121 pisang Sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian 2005b pada awal tanam dan selanjutnya hanya setiap 5 tahun Relatif tidak dilakukan, hanya di sepanjang jalan yang ditempuh memanen TBS Seperlunya Tidak Ada Setiap tipe UTKKS tetap menerapkan penanaman Padi Ladang sebagai tanaman sela pada 2 tahun pertama dan Pinang sebagai tanaman pagar. kayu medang SK II. Populasi tanaman pada tipe SK I adalah 500 batang karet, 100 batang manau dan 40 batang kayu sungkai, sedangkan populasi tanaman pada tipe SK II adalah 500 batang karet, 50 batang kayu balam dan 50 batang kayu medang. Penutupan SK terhadap permukaan tanah tergolong rapat karena tumbuhan semak belukar dibiarkan tumbuh menutupi permukaan tanah. Tumbuhan semak belukar yang terdapat pada SK diantaranya adalah rumput jarum Andropagon acciculatus, rumput teki Kytlinga monocepela, rumput pahitan Axohopus compresus, paku resam Gleichenia linearis, paku sepat Neprolepis exaltata dan paku kawatan Dicranopteris Spp. Berdasarkan pengukuran terhadap berat sampel serasah, total berat basah dan berat kering serasah pada tipe SK masing-masing adalah 13.70 tonha dan 5.66 tonha Tabel 23. Sistem budidaya seperti tipe SK mempunyai nilai positif terhadap kondisi hidrologi DAS dan keanekaragaman hayati, tetapi tidak didukung oleh produksi yang optimal Joshi et al. 2001. Monokultur karet Tipe MK di DAS Batang Pelepat karet terdiri atas 2 dua tipe, yaitu monokultur yang dikelola intensif MK I dan tidak intensif MK II. Monokultur karet I MK I adalah budidaya karet yang ditanam secara monokultur dan pengelolaan yang lebih baik, namun belum disertai dengan teknik KTA. Karet ditanam dengan jarak tanam 3 m x 7 m 460 batangha dan disertai pemupukan, pengendalian dan pemberantasan hama penyakit serta penyiangan. Pemupukan dilakukan sesuai dengan rekomendasi Balitbang Pertanian 2005b, yaitu urea sebanyak 100 kgha, TSP sebanyak 50 kgha dan KCl 50 kgha setiap tahun. Bibit yang digunakan umumnya juga bibit lokal, hanya sebagian kecil petani yang menggunakan bibit unggul. Penyiangan dilakukan hingga permukaan tanah relatif terbuka, hanya ditutupi oleh sedikit rumput-rumput pendek dan daun-daun karet yang gugur. Berdasarkan pengukuran terhadap sampel serasah, serasah yang menutupi permukaan tanah pada tipe MK I lebih sedikit 5.8 tonha berat basah dan 2.28 tonha berat kering dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya Tabel 23. Kondisi seperti ini menyebabkan permukaan tanah lebih mudah terkikis dan terangkut jika terjadi hujan. Pengangkutan tanah akan diikuti oleh pengangkutan unsur hara tanah dan atau pupuk yang diberikan, terutama jika pupuk diberikan secara sebar. Oleh sebab itu perlu adanya penerapan teknik KTA untuk mengurangi dan mencegah erosi dan meningkatkan efektivitas pemupukan. Kr G Kr G Kr Kr G Kr G Kr Kr G Kr G Kr 7 m 3 m Karet pada tipe monokultur karet II MK II juga ditanam dengan jarak 3 m x 7 m 460 batangha, namun tanaman dibiarkan tumbuh tanpa perawatan yang intensif tidak seperti pada tipe MK I. Pemupukan juga hanya dilakukan pada saat tanaman belum menghasilkan, namun setelah dilakukan penyadapan pada umur 6 – 7 tahun pemupukan hanya dilakukan setiap 5 tahun. Bibit yang digunakan pada tipe MK II ini adalah bibit lokal Tabel 23. Penyiangan sangat jarang dilakukan sehingga permukaan tanah ditutupi oleh tumbuhan semak belukar. Penutupan permukaan lahan oleh tumbuhan semak belukar dapat menyebabkan persaingan terhadap tanaman karet sehingga produksi lateks tidak optimal. Kerapatan vegetasi yang cukup tinggi akan menghasilkan serasah yang lebih banyak 11.70 tonha berat basah dan 4.39 tonha berat kering dibandingkan dengan tipe MK I. Tumpangsari Karet dan Gaharu Gaharu merupakan tanaman kehutanan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena harga gubal gaharu mencapai Rp2 000 000kg Dephut 2002. Tipe tumpangsari karet-gaharu KRG merupakan program Dishutbun Kabupaten Bungo yang diterapkan oleh 20 petani di DAS Batang Pelepat. Tipe KRG terdiri atas 460 batang karet jarak tanam 3 m x 7 m dan 429 batang gaharu yang ditanam diantara tanaman karet Gambar 7. Gambar 7 Komposisi tanaman karet dan gaharu pada tipe KRG di DAS Batang Pelepat. Pengelolaan tipe KRG dilakukan secara intensif seperti pada MK I dengan penggunaan pupuk sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian 2005b. Tanaman gaharu juga diberi pupuk sesuai rekomendasi, yaitu 50 – 150 g ureapohon, 50 – 150 g TSPpohon dan 50 – 150 g KClpohon. Produksi gaharu diperkirakan mencapai 1 kg gubal, 10 kg kemedangan dan 15 kg abu dari setiap pohon gaharu Dephut 2002 dan Sumarna 2005. Monokultur Kelapa Sawit Petani di DAS Batang Pelepat umumnya juga menanam kelapa sawit secara monokultur MKS. Jarak tanam yang digunakan adalah 8 m x 8 m 144 batangha, tetapi pengelolaannya juga kurang intensif Tabel 23. Rumput dan tumbuhan semak belukar dibiarkan tumbuh diantara tanaman kelapa sawit karena penyiangan hanya dilakukan sambil mengambil hasil panen. Adapun berat basah serasah yang menutupi permukaan tanah adalah 13.10 tonha dan berat kering serasah sebesar 3.95 tonha. Pemupukan kelapa sawit hanya dilakukan pada saat tanam hingga menjelang tanaman menghasilkan, namun setelah tanaman menghasilkan pemupukan hanya dilakukan setiap 5 tahun hampir tidak dilakukan. Pupuk yang digunakan untuk kelapa sawit oleh petani adalah NPK 35 kgha dan MgSO 4 15 kgha; takaran ini lebih rendah dibandingkan dengan takaran pupuk yang direkomendasikan oleh PPKS Medan 1999 yang telah dikemukakan sebelumnya pada Tabel 4. Tumpangsari Kelapa Sawit dan Pisang Usahatani kelapa sawit di DAS Batang Pelepat juga ada yang diterapkan dengan sistem tumpangsari dengan pisang KSP. Komposisi tanaman untuk satu hektar lahan terdiri dari 144 batang kelapa sawit jarak tanam 8 m x 8 m dan 121 batang pisang yang ditanam diantara kelapa sawit Gambar 8. Pisang dipelihara hingga kelapa sawit menghasilkan empat tahun pertama tanpa pemupukan. Seperti halnya MKS, tipe KSP juga tidak dikelola secara intensif dan permukaan lahan juga ditutupi oleh tumbuhan semak belukar. Gambar 8 Komposisi kelapa sawit dan pisang pada tipe KSP di DAS Batang Pelepat. 8 m KS KS KS KS P P P KS KS KS KS P P P KS KS KS KS 8 m 8 m Pengaruh Tipe UTKKS terhadap Sifat-Sifat Tanah di DAS Batang Pelepat Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tipe UTKKS dan hutan berpengaruh secara nyata terhadap beberapa sifat tanah. Selanjutnya berdasarkan uji DNMRT, sifat-sifat tanah pada lahan UTKKS menunjukkan perbedaan dengan sifat-sifat tanah hutan, baik bobot isi BI, total ruang pori TRP, pori drainase cepat PDC, pori drainase lambat PDL, air tersedia AT, permeabilitas, kapasitas infiltrasi, persentase agregat, kemantapan agregat maupun kadar C-organik tanah Lampiran 25. Tipe MK I mempunyai pengaruh paling buruk terhadap sifat-sifat tanah dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya. Tanah pada tipe MK I mempunyai kepadatan paling tinggi dengan BI sebesar 1.14 gcm 3 dan TRP sebesar 56.98 dibandingkan dengan tanah pada tipe usahatani lainnya yang mempunyai BI sebesar 0.92 – 1.05 gcm 3 dan TRP sebesar 65.41 – 60.25 dan hutan yang mempunyai BI sebesar 0.81 gcm 3 dan TRP sebesar 69.43. Tanah yang mempunyai kepadatan yang lebih tinggi mempunyai PDL yang lebih tinggi, sebaliknya mempunyai PDC dan AT yang lebih rendah Tabel 24. Kepadatan tanah tinggi pada tipe MK I menyebabkan tanah mempunyai permeabilitas sebesar 8.34 cmjam dan kapasitas infiltrasi sebesar 26.43 cmjam; permeabilitas dan kapasitas infiltrasi ini lebih rendah dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya Tabel 25. Tabel 24 Pengaruh tipe UTKKS dan hutan terhadap kepadatan dan pori tanah di DAS Batang Pelepat, Tahun 2006 Tipe Usahatani dan hutan BI gcm 3 TRP Vol Distribusi Pori Volume PDC PDL Air Tersedia KR-1MK I 1.14 a 56.98 e 12.97 e 19.61 a 15.30 e KR-2MK II 0.98 c 63.14 c 16.91 c 17.97 c 21.26 c KR-3 SK 0.92 d 65.41 b 18.97 b 17.25 d 24.37 b KS-1MKS 1.05 b 60.25 d 15.70 c 18.55 b 20.39 c KS-2 KSP 1.04 b 60.88 d 14.40 d 18.79 b 18.61 d Ht HS 0.81 e 69.43 e 20.33 a 15.91 e 25.86 a BI : Bobot Isi, TRP : total ruang pori, PDC : pori drainase cepat, PDL : pori drainase lambat. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 DNMRT. Pengaruh tipe MK I yang buruk terhadap sifat-sifat tanah tersebut dapat disebabkan oleh kondisi permukaan tanah yang relatif terbuka dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya dan hutan. Kondisi tanah yang terbuka akan mempercepat proses pemadatan tanah. Selain itu jumlah serasah pada tipe MK I lebih sedikit dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya, yaitu 2.28 tonha berat kering Tabel 23 sehingga kadar karbon organik tanah COT pada tipe MK I pun hanya 1.36 Tabel 26 ; padahal kunci untuk mengurangi kepadatan tanah adalah mempertahankan ketebalan serasah di permukaan tanah. Serasah dapat berfungsi untuk menjaga kekasaran permukaan tanah, kelembaban dan menyediakan pakan bagi mikroorganisme tanah seperti cacing Hairiah et al. 2006. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepadatan tanah bobot isi semakin meningkat dengan berkurangnya jumlah serasah Gambar 9. Peningkatan kepadatan tanah akibat menurunnya jumlah serasah pada gilirannya akan berpengaruh terhadap penurunan permeabilitas dan kapasitas infiltrasi Gambar 10. Tabel 25 Pengaruh tipe UTKKS dan hutan terhadap permeabilitas dan kapasitas infiltrasi tanah di DAS Batang Pelepat, Tahun 2006 Tipe Usahatani dan Hutan Permeabilitas cmjam Kapasitas Infiltrasi cmjam KR-1MK I 8.34 e 26.43 e KR-2MK II 41.20 d 30.42 d KR-3 SK 99.03 b 58.37 b KS-1MKS 50.63 d 32.53 d KS-2 KSP 75.89 c 44.31 c Ht HS 130.43 a 74.53 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 DNMRT. Tabel 26 Pengaruh tipe UTKKS dan hutan terhadap Kadar COT, persentase dan indeks kemantapan agregat tanah di DAS Batang Pelepat, Tahun 2006 Tipe Usahatani dan Hutan COT Agregat Tanah Agregat Indeks Kemantapan Agregat KR-1MK I 1.36 e 42.94 e 35.55 e KR-2MK II 1.56 d 47.80 d 86.67 d KR-3 SK 2.50 b 78.39 b 143.33 b KS-1MKS 1.59 d 47.60 d 86.67 d KS-2 KSP 1.80 c 56.75 c 110.00 c Ht HS 3.10 a 84.82 a 166.67 a COT = C-organik tanah; Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 DNMRT. Berdasarkan hasil penelitian tipe SK mempunyai serasah yang paling banyak dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya, yaitu 5.66 tonha berat kering Tabel 23. Jumlah serasah yang lebih banyak menyebabkan tanah yang ditutupi oleh SK mempunyai kandungan COT sebesar 2.50; kandungan COT ini menunjukkan perbedaan dengan COT pada tipe usahatani lainnya yang hanya berkisar 1.36 – 1.80 dan hutan yang mempunyai COT sebesar 3.10 Tabel 26. Hal ini disebabkan karena sistem agroforestri seperti SK mempunyai siklus hara yang berada diantara siklus hara tanah hutan tertutup dan siklus hara pada lahan pertanian terbuka. Sistem agroforestri juga mempunyai sumber dan kualitas bahan organik dan unsur hara tanah yang variatif dan proses penyediaannya berlangsung terus menerus Hairiah et al. 2007. Y1 = -0.06x + 1.2 R 2 = 0.96 Y2 = 2.29x + 54.68 R 2 = 0.96

0.00 0.20

0.40 0.60

0.80 1.00

1.20 1.40

KR-1 2.28 KS-1 3.95 KS-2 3.95 KR-2 4.39 KR-3 5.66 Ht 9.71 Berat Serasah tonha B o b o t Is i g c m 3 0.00 10.00

20.00 30.00

40.00 50.00

60.00 70.00

80.00 T o tal R u an g P o ri V o l Berat Volume Y1 T otal Ruang Pori Y2 Gambar 9 Pengaruh berat serasah pada setiap tipe UTKKS dan HS terhadap Bobot Isi dan total ruang pori tanah di DAS Batang Pelepat. Y2 = 9.48X + 11.24 R 2 = 0.89 Y1 = 20.60X - 4.51 R 2 = 0.78 0.00 20.00

40.00 60.00

80.00 100.00

120.00 140.00 KR-1 2.28 KS-1 3.95 KS-2 3.95 KR-2 4.39 KR-3 5.66 Ht 9.71 Berat Serasah tonha P e rm eab ili tas c m j a m 20 40 60 80 100 120 140 K a pa s ita s Infi ltra s i c m ja m Permeabilitas Y1 Kapasitas Infiltrasi Y2 Gambar 10 Pengaruh berat serasah terhadap permeabilitas dan kapasitas infiltrasi tanah di DAS Batang Pelepat. Kondisi serasah dan COT yang lebih tinggi menyebabkan tanah yang ditutupi oleh SK mempunyai sifat tanah yang lebih baik dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya. Tanah pada tipe SK mempunyai tingkat kepadatan yang paling rendah BI sebesar 0.92 gcm 3 dan TRP sebesar 65.41 sehingga mempunyai permeabilitas dan kapasitas infiltrasi yang lebih cepat, yaitu 99.03 dan 58.37 cmjam Tabel 25. Kandungan COT yang lebih tinggi 2.50 tersebut juga menyebabkan tanah ini mempunyai persentase 78.39 dan indeks kemantapan agregat 143.33 yang lebih baik dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya yang hanya mempunyai persentase agregat sebesar 42.94 – 56.75 dan indeks kemantapan agregat sebesar 35.55 – 110.00 Tabel 26. Pengaruh positif SK terhadap sifat-sifat tanah juga didukung oleh sistem perakaran tanaman yang lebih dalam dan kompleks karena tipe SK terdiri atas tanaman yang lebih banyak dan bervariasi dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya. Perkembangan perakaran tanaman juga mampu menekan dan memperenggang agregat tanah yang berdekatan. Penyerapan air oleh akar tanaman dapat menyebabkan dehidrasi, pengkerutan dan terbentuknya rekahan- rekahan kecil. Proses ini juga mendukung terbentuknya pori yang lebih besar makroporositas. Selain itu banyaknya akar dapat meningkatkan produksi exudant dan akar yang mati juga merupakan sumber bahan organik tanah yang mampu memacu aktivitas mikroorganisme sehingga dapat mengurangi kepadatan tanah Widianto et al. 2003. Tanah hutan juga menunjukkan permeabilitas dan kapasitas infiltrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan pada lahan UTKKS, yaitu 130.43 dan 74.53 cmjam Tabel 25. Hal ini disebabkan karena tanah hutan mempunyai pori yang banyak sejalan dengan tingginya aktivitas biologi tanah serta turnover penetrasi perakaran yang lebih dalam. Sistem perakaran vegetasi penyusun hutan sangat mendukung pembentukan pori dan struktur tanah yang lebih baik Susswein et al. 2001. Tanah hutan juga mempunyai serasah yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah pada semua tipe UTKKS, yaitu 19.18 tonha berat basah atau 9.71 tonha berat kering Tabel 23 dan bobot Isi tanah 0.81 gcm 3 Tabel 24. Jumlah serasah yang lebih banyak juga berpengaruh positif terhadap peningkatan permeabilitas dan kapasitas infiltrasi tanah hutan Gambar 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat tanah pada lahan UTKKS berbeda dengan sifat-sifat tanah hutan, tetapi sifat-sifat tanah pada lahan UTKKS tersebut masih lebih baik bila dibandingkan dengan sifat-sifat tanah pada lahan pertanian tanaman pangan. Berdasarkan hasil penelitian Juarsah 2008, lahan pertanian tanaman pangan padi gogo-palawija mempunyai tingkat kepadatan yang lebih tinggi BI = 1.22 – 1.30 gcm3 dan TRP 54.00 – 50.95, PDC sebesar 12.00 – 12.95, permeabilitas yang lebih lambat 1.85 – 2.95 cmjam dan COT yang lebih rendah yaitu 1.13 – 1.34. Pengaruh Tipe UTKKS terhadap Aliran Permukaan dan Erosi di DAS Batang Pelepat Tipe UTKKS berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi analisis ragam pada Lampiran 25. Aliran permukaan dan erosi pada tanah dengan tutupan HS lebih kecil dibandingkan dengan aliran permukaan dan erosi pada lahan UTKKS. Aliran permukaan dan erosi pada lahan pertanian yang paling tinggi terjadi pada lahan usahatani MK I 6.92 mm atau 28.07 dari jumlah hujan dan 0.58 tonha dan menunjukkan perbedaan dengan aliran permukaan dan erosi pada tipe usahatani lainnya, sedangkan aliran permukaan dan erosi paling rendah terjadi pada tipe SK 3.53 mm atau 14.31 dari jumlah hujan dan 0.12 tonha. Aliran permukaan dan erosi yang terjadi pada lahan usahatani karet bervariasi sesuai tipe usahatani, tetapi aliran permukaan dan erosi pada lahan usahatani kelapa sawit MKS dan KSP tidak menunjukkan perbedaan satu sama lainnya, yaitu 5.09 mm atau 9.98 dari jumlah hujan dan 0.24 tonha pada tipe MKS dan 4.93 mm atau 22.25 dari jumlah hujan dan 0.23 tonha pada tipe KSP Tabel 27. Tabel 27 Pengaruh tipe UTKKS dan hutan terhadap aliran permukaan serta erosi tanah di DAS Batang Pelepat, Tahun 2006 Tipe Usahatani dan Hutan Berat Serasah tonha Aliran Permukaan 1 Konsentrasi Sedimen 1 gl Erosi 1 tonha mm Hujan KR-1MK I 2.28 6.92 a 28.07 8.40 0.58 a KR-2MK II 4.39 5.04 b 20.43 4.10 0.21 b KR-3 SK 5.66 3.53 c 14.31 3.50 0.12 c KS-1MKS 3.95 5.09 b 19.98 4.80 0.24 b KS-2 KSP 3.95 4.93 b 22.25 4.60 0.23 b Ht HS 9.71 0.12 d 0.49 0.001 1.2x10 -6 d 1 = berdasarkan rata-rata dari 5 kejadian hujan curah hujan 24.67 mm. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 DNMRT. Kondisi aliran permukaan dan erosi yang demikian berkaitan dengan kondisi tutupan permukaan lahan dan kepadatan tanah. Tutupan permukaan tanah bergantung pada jumlah serasah, kerapatan dan jenis vegetasi yang menutupi permukaan lahan. Penot dan Budiman 2004 mengemukakan bahwa salah satu nilai positif dari agroforestri karet SK adalah kapasitas penutupannya terhadap tanah sehingga dapat mengendalikan erosi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tutupan yang lebih rapat pada sistem tanam polikultur campuran dan tutupan permukaan tanah oleh semak belukar pada lahan UTKKS kecuali MK I dan hutan mengakibatkan adanya serasah yang lebih banyak Tabel 27. Berat serasah yang lebih tinggi menyebabkan aliran permukaan dan erosi lebih rendah Gambar 11A karena serasah dapat menyumbangkan BOT yang mempunyai kapasitas memegang air water holding capasity yang relatif tinggi dan meningkatkan pori makro melalui aktivitas mikroorganisme tanah sehingga kepadatan tanah menurun dan infiltrasi meningkat Hairiah et al. 2007 dan berfungsi sebagai filter sehingga semakin tinggi berat serasah menyebabkan konsentrasi sedimen semakin menurun Gambar 11B. Pengaruh jumlah serasah terhadap aliran permukaan dan erosi juga berkaitan dengan pengaruhnya terhadap kepadatan tanah. Lahan usahatani dengan tipe MK I relatif terbuka dan mempunyai kepadatan yang lebih tinggi BI = 1.14 gcm 3 dibandingkan dengan tipe UTKKS lainnya BI = 0.92 – 1.05 gcm 3 dan HS 0.81 gcm 3 Tabel 24. Kondisi ini menyebabkan air lebih lambat terinfiltrasi ke dalam tanah sehingga aliran permukaan lebih cepat terjadi dan jumlahnya juga akan lebih besar Gambar 12. Lahan usahatani kelapa sawit MKS dan KSP dan MK II mempunyai kondisi tutupan permukaan lahan dan tingkat kepadatan tanah yang sama sehingga aliran permukaan dan erosi yang terjadi pada kedua tipe usahatani kelapa sawit tersebut tidak menunjukkan perbedaan Tabel 27. Gambar 11 Pengaruh berat serasah terhadap aliran permukaan dan erosi tanah A serta konsentrasi sedimen B di DAS Batang Pelepat. Gambar 12 Pengaruh bobot isi tanah terhadap aliran permukaan dan erosi tanah di DAS Batang Pelepat. Data erosi hasil pengukuran langsung tersebut hanya dapat menggambarkan perbedaan erosi antar tipe UTKKS dan hutan, sedangkan erosi keseluruhan pada setiap tipe UTKKS tersebut diprediksi dengan model USLE. Prediksi erosi di DAS Batang Pelepat menunjukkan bahwa penggunaan lahan aktual menyebabkan erosi sebesar 0.84 – 838.31 tonhatahun. Erosi terbesar terjadi pada lahan pertanian yaitu SL 15 dan erosi terkecil terjadi pada lahan non- pertanian hutan yaitu SL 22. Secara keseluruhan erosi yang terjadi di DAS Batang Pelepat mencapai 3 433 481.62 tontahun atau rata-rata 70.84 tonhatahun. Erosi pada lahan pertanian 2 592 060.13 tonha atau rata-rata 170.71 tonhatahun lebih besar dibandingkan dengan erosi pada lahan non pertanian yang hanya 841 421.48 tontahun atau rata-rata 25.28 tonhatahun Lampiran 27. Erosi pada lahan pertanian tersebut tidak dapat dihindari karena tanah selalu terganggu, tetapi kerusakan lahan dapat dikurangi dengan mengendalikan erosi. Kerusakan lahan akibat erosi dapat diindikasikan dengan erosi yang lebih besar dibandingkan dengan Etol. Etol setiap SL di DAS Batang Pelepat juga bervariasi antara 5.95 – 43.12 tonhatahun Gambar 13. Perbedaan Etol setiap SL tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis tanah, kedalaman tanah, kedalaman minimum perakaran dan berat volume. Kedalaman tanah di DAS Batang Pelepat berkisar 880 – 1 600 cm dengan faktor yang berkisar 0.80 – 1.00. Kedalaman minimum perakaran bergantung pada penggunaan lahan jenis tanaman yang menutupi tanah. Lahan yang ditutupi oleh tanaman perkebunan mempunyai kedalaman minimum perakaran 50 cm, sedangkan semak belukar dan hutan masing-masing mempunyai kedalaman minimum perakaran 30 cm dan 90 cm. Perbedaan jenis tanah dan tipe penggunaan lahan menyebabkan bobot isi tanah pun bervariasi antara 0.94 – 0.98 gcm 3 sehingga pada gilirannya juga berpengaruh terhadap besarnya Etol Lampiran 28. Berdasarkan prediksi, erosi yang terjadi pada lahan pertanian umumnya melebihi Etol, kecuali pada SL yang mempunyai kemiringan lereng 8, yaitu SL 1 22.23 tonhatahun, SL 3 12 tonhatahun dan SL 6 12.27 tonhatahun dengan Etol masing-masing sebesar 43.12 tonhatahun pada SL 1 dan 29.44 tonhatahun pada SL 3 dan 6. Ketiga SL tersebut digunakan sebagai lahan pertanian berupa MK I SL 3, MK II SL 1 dan SK SL 6. Erosi terbesar pada lahan pertanian terjadi pada SL 15, yaitu 838.31 tonhatahun, padahal Etolnya hanya 21.31 tonhatahun Gambar 13A dan Lampiran 27. Satuan lahan SL 15 mempunyai kemiringan lereng 30 dan ditanami kelapa sawit berumur sekitar 4 tahun lahan relatif banyak yang terbuka. Erosi parit yang berasal dari jatuhan air pelepah daun kelapa sawit telah terlihat pada SL 15. Prediksi erosi pada lahan non pertanian menunjukkan bahwa hanya SL yang ditutupi oleh hutan yang mempunyai erosi lebih kecil dari Etol, yaitu SL 19, 20, 21 dan 22. Satuan lahan yang terbuka SL 23 dan yang ditutupi oleh semak belukar SL 17 dan 18 mempunyai erosi yang juga lebih besar dari Etol Gambar 13B. Gambar 13 Prediksi erosi dan Etol pada setiap satuan lahan yang digunakan sebagai lahan pertanian A dan non-pertanian B di DAS Batang Pelepat. Berkaitan dengan adanya beberapa tipe UTKKS yang terdapat di DAS Batang Pelepat, prediksi erosi pada lahan pertanian dapat dirinci berdasarkan tipe UTKKS tersebut pada berbagai kemiringan lereng. Prediksi erosi tersebut menunjukkan bahwa erosi yang terjadi berkisar 2.78 – 1 341.29 tonhatahun; sebagian besar erosi tersebut melebihi Etol 21.31 – 43.12 tonhatahun, kecuali erosi yang terjadi pada lereng 2 2.78 – 22.23 tonhatahun dan 7 dengan tipe SK sebesar 12.27 tonhatahun Gambar 14 dan Lampiran 29. Berdasarkan prediksi erosi akibat penerapan berbagai tipe UTKKS tersebut dapat dikatakan bahwa erosi yang terjadi pada lahan dengan kemiringan lereng 3 – 8 masih dapat dikendalikan bila ditutupi oleh kanopi A

22.23 51.79