Analisis Usahatani Karet (Hevea Brasiliensis) Di Provinsi Jambi

ANALISIS USAHATANI KARET (HEVEA BRASILIENSIS)
DI PROVINSI JAMBI

SATYA NOVECTY HUTAGAOL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Usahatani Karet
(Hevea brasiliensis) di Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015

Satya Novecty Hutagaol
H351120091

RINGKASAN
SATYA NOVECTY HUTAGAOL. Analisis Usahatani Karet (Hevea brasiliensis)
di Provinsi Jambi. Dibimbing oleh SUHARNO dan ANDRIYONO KILAT ADHI
Pertanian khususnya subsektor perkebunan memiliki peranan penting bagi
perekonomian indonesia. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
telah memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional pada beberapa tahun
terakhir. Struktur ekonomi Provinsi Jambi juga didominasi oleh struktur pertanian
terutama subsektor tanaman perkebunan. Produksi karet di Provinsi Jambi dari
tahun 2009 hingga 2012 mengalami pertumbuhan yang positif. Kabupaten
Batanghari dan Muaro Bungo merupakan sentra produksi karet di Provinsi Jambi.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani dan
pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi karet di Provinsi
Jambi. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah metode acak sederhana,
dengan petani responden yang dijadikan sampel sebanyak 105 petani. Penelitian
ini menggunakan analisis usahatani yaitu analisis pendapatan usahatani dan fungsi
produksi cobb-douglas. Analisis pendapatan usahatani didapatkan dengan mencari
selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran. Analisis data menggunakan

model fungsi produksi cobb-douglas yang diolah dengan pendugaan OLS
(ordinary least square).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang berumur 8-13 tahun
memiliki efisiensi usahatani terbesar yaitu 4.44, dengan biaya total usahatani
sebesar Rp 4 269 349 per hektar per tahun, penerimaan sebesar Rp 18 944 896 per
hektar per tahun, dan keuntungan sebesar Rp 14 675 547 per hektar per tahun.
Berdasarkan hasil analisis, variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi
karet adalah bibit, pupuk urea, pestisida cair gramoxone, pestisida cair roundup
dan umur tanaman.

Kata kunci: efisiensi, cobb-douglas, karet, pendapatan, usahatani

SUMMARY
SATYA NOVECTY HUTAGAOL. The Analysis of Rubber Farming (Hevea
brasiliensis) in Jambi Province. Supervised by SUHARNO and ANDRIYONO
KILAT ADHI.
Agriculture especially plantation subsector has an important role for the
Indonesia’s economy. Rubber is one of the plantation commodities which have
contributed greatly to the national GDP in recent years. Economic structure of
Jambi Province is also dominated by agricultural structures especially plantation

subsector. Production of rubber in Jambi Province grows positively from 2009 to
2012. Batanghari and Muaro Bungo district are center of the production of rubber
in Jambi Province.
The purpose of this research is to analyze the income of farming and the
influence of production factors on rubber production In Jambi Province. The
sampling method used in this research was simple random sampling, the
respondents becoming samples in this study consist of 105 farmers. Furthermore,
this research used farming income analysis and Cobb-Douglas production
function as its analytical tools. The analysis of farm income earned by finding the
gap between total revenue and total cost. Data were analyzed using the model of
Cobb-Douglas production function that is processed with OLS estimation
(Ordinary Least Square).
The results showed that the plants were aged 8-13 years have the biggest
farm efficiency is 4.44, with total cost of farming is Rp 4 269 349 per hectare per
year, the revenues amounted to Rp Rp 18 944 896 per hectare per year, and a
profit is Rp 14 675 547 per hectare per year. Based on the analysis, the variables
that significantly affected the rubber production is the seed, urea, Gramoxone,
roundup and plant age.

Keywords: efficiency, cobb-douglas, rubber, revenue, farming


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS USAHATANI KARET (Hevea brasiliensis)
DI PROVINSI JAMBI

SATYA NOVECTY HUTAGAOL

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis

: Dr Ir Nunung Kusnadi, MS

Penguji wakil program studi pada ujian tesis : Dr Ir Burhanuddin, MM

Judul Tesis : Analisis Usahatani Karet (Hevea brasiliensis) di Provinsi Jambi
Nama
: Satya Novecty Hutagaol
NIM
: H351120091

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Suharno, M.Adev
Ketua

Dr Ir Andriyono Kilat Adhi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 Oktober 2015


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Analisis Usahatani Karet (Hevea
brasiliensis) di Provinsi Jambi dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu dalam
kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir.
Andriyono Kilat Adhi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan
masukan dalam penyempurnaan tesis.
3. Departemen Agribisnis khususnya Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku Ketua
Departemen Agribisnis dan Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku ketua
Program Studi Magister Sains Agribisnis yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Penelitian Unggulan

Departemen (PUD) Agribisnis Tahun 2013.
4. Seluruh dosen Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB atas pengajaran
yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di
Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB.
5. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas
Beasiswa Unggulan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BU DIKTI)
yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menempuh
pendidikan di Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB.
6. Pemerintah Daerah Jambi baik tingkat provinsi maupun kabupaten
khususnya Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian Perdagangan, penyuluh
lapangan dan pengurus pasar lelang karet atas bantuan informasi dan data
yang diperlukan dalam penyusunan tesis ini.
7. Penghormatan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Bapak SP. Hutagaol, S.Pd dan
Ibu R. Hutauruk, Bac , abang Yosepten Hutagaol, SH dan adik Rielisa AP
Hutagaol, S. Kpm serta keluarga besar atas doa, kasih sayang dan
dukungannya.
8. Teman-teman seperjuangan pada Program Studi Magister Sains Agribisnis
khususnya Angkatan III atas diskusi dan bantuan selama penulis mengikuti
pendidikan.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015
Satya Novecty Hutagaol

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
5

6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pendapatan Usahatani Karet
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet

6
6
7

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Agribisnis Karet di Indonesia
Teori Produksi, Biaya, Pendapatan dan Efisiensi Biaya Usahatani
Model Fungsi Produksi Cobb Douglas
Kerangka Pemikiran Operasional

8

8
9
11
13
18
20

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penarikan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geografis dan Sosial Ekonomi Provinsi Jambi
Karakteristik Responden Karet Rakyat di Provinsi Jambi
Deskripsi Pengelolaan Usahatani Karet Rakyat di Provinsi Jambi
Analisis Pendapatan Usahatani Karet di Provinsi Jambi
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet di
Provinsi Jambi
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

22
22
23
23
24
29
29
33
36
46

DAFTAR PUSTAKA

58

LAMPIRAN

64

RIWAYAT HIDUP

75

53
57
57
58

DAFTAR TABEL
1 Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha tahun 2009-2012 (miliar rupiah)
2 Nilai PDB, penyerapan tenaga kerja dan nilai investasi dari subsektor
perkebunan periode tahun 2009 - 2012
3 Luas areal komoditas perkebunan tahun 2009-2012 (hektar)
4 Produksi komoditas perkebunan tahun 2009-2012 (ton)
5 PDRB Provinsi Jambi atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
tahun 2009 - 2012
6 Perkembangan perkebunan karet di Provinsi Jambi tahun 2009 - 2012
7 Sebaran responden berdasarkan umur tanaman di Provinsi Jambi tahun
2013
8 Perkembangan panjang jalan dan jumlah kendaraan di Provinsi Jambi
tahun 2012
9 Jumlah lembaga keuangan di Provinsi Jambi, tahun 2012
10 Karakteristik responden petani karet rakyat di Provinsi Jambi tahun
2013
11 Sebaran responden berdasarkan penggunaan bibit di Provinsi Jambi
tahun 2013
12 Sebaran responden berdasarkan jarak tanam di Provinsi Jambi tahun
2013
13 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pemupukan di Provinsi
Jambi tahun 2013
14 Sebaran responden dan harga jual menurut pasar tujuan hasil bokar
15 Rata-rata penggunaan sarana produksi usahatani karet menurut umur
tanaman per hektar per tahun di Provinsi Jambi tahun 2013
16 Rata-rata harga sarana produksi usahatani karet di Provinsi Jambi
Tahun 2013
17 Biaya usahatani karet menurut umur per hektar per tahun di Provinsi
Jambi Tahun 2013
18 Analisa pendapatan usahatani karet menurut umur tanaman per hektar
per tahun di Provinsi Jambi tahun 2013
19 Hasil pendugaan fungsi produksi karet di Provinsi Jambi tahun 2013

1
2
2
3
3
4
24
32
33
35
36
37
38
45
47
47
50
52
54

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kurva produksi
Kurva biaya
Kurva pendapatan dan kurva biaya total
Kerangka pemikiran operasional
Bahan olahan karet (bokar) dengan kualitas rendah
Bahan olah karet (bokar) berkualitas baik
Tahap pengolahan bahan olahan karet (bokar) berbentuk slab
Pembekuan dan pencetakan bokar dengan berbagai bentuk bak cetak
bokar
9 Tahapan pengolahan pasca panen karet oleh petani

15
17
18
22
41
41
42
43
44

DAFTAR LAMPIRAN
1 Produksi karet menurut provinsi (ribu ton) tahun 2009 - 2012
2 Biaya usahatani karet rakyat per hektar per tahun dengan umur tanaman
8-13 tahun di Provinsi Jambi Tahun 2013
3 Biaya usahatani karet rakyat per hektar per tahun dengan umur tanaman
14-19 tahun di Provinsi Jambi Tahun 2013
4 Biaya usahatani karet rakyat per hektar per tahun dengan umur tanaman
20-25 tahun di Provinsi Jambi Tahun 2013
5 Biaya usahatani karet rakyat per hektar per tahun dengan umur tanaman
lebih dari 25 tahun di Provinsi Jambi Tahun 2013
6 Nilai ln (logaritma natural) variable dependent dan independent
7 Uji normalitas
8 Uji multikolinieritas
9 Uji heteroskedastisitas

64
65
66
67
68
69
73
73
74

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, artinya pertanian mempunyai
peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal tersebut salah satunya dapat
dilihat dari kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB) nasional. PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang
ditujukan untuk mengetahui seberapa besar peranan kontribusi yang diberikan
oleh suatu produk terhadap pendapatan nasional. Sektor pertanian memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam PDB nasional (Tabel 1).
Tabel 1 Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
tahun 2009-2012 (miliar rupiah)
Lapangan Usaha

2009

2010

2011

2012

1. Pertanian
a. Tanaman Bahan Makanan
b. Tanaman Perkebunan
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
d. Kehutanan
e. Perikanan
2. Pertambangan & Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas & Air Bersih
5. Bangunan
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
7. Pengangkutan & Komunikasi
8. Persewaan & Jasa Perusahaan
9. Jasa - Jasa
PDB

857 197
419 194
111 378
104 883
45 119
176 620
592 060
1 477 542
46 680
555 192
744 513
353 739
405 162
574 116
5 606 203

985 471
482 377
136 048
119 371
48 289
199 383
719 710
1 599 073
49 119
660 890
882 487
423 172
466 563
660 365
6 446 852

1 091 447
529 967
153 709
129 297
51 781
226 691
876 983
1 806 141
55 882
753 554
1 023 725
491 287
535 152
785 014
7 419 187

1 193 453
574 916
162 542
145 720
54 906
255 367
972 458
1 972 524
62 271
844 090
1 148 791
549 105
598 433
889 798
8 230 926

Sumber: BPS RI (2013)

Berdasarkan data dari BPS RI (2013), nilai PDB sektor pertanian
mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2009 sampai 2012. Secara
keseluruhan rata-rata tingkat pertumbuhan PDB sektor pertanian dari tahun 2009
sampai 2012 sebesar 9.8 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada
tahun 2010 yang meningkat sebesar 14.96 persen dari tahun 2009. Sumbangan
Nilai Produk Domestik Bruto dari sektor pertanian tersebut membuktikan bahwa
sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting di
dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional.
Sektor pertanian terbagi ke dalam beberapa subsektor, salah satunya adalah
subsektor perkebunan. Perkebunan merupakan subsektor strategis yang secara
ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam
pembangunan nasional. Secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah

2

dan nasional; secara ekologis berfungsi meningkatkan konservasi tanah dan air,
penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung; dan secara
sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa ( UU No. 18 Tahun
2008 tentang perkebunan)
Kontribusi subsektor perkebunan bagi perekonomian Indonesia ini dapat
dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan jumlah tenaga kerja
dan nilai investasinya. Nilai PDB (atas dasar harga berlaku) selama kurun empat
tahun terakhir meningkat sebesar 43.37 persen dari Rp 111 423 milyar pada tahun
2009 menjadi Rp 159 754 milyar pada tahun 2012 atau mengalami pertumbuhan
rata-rata 10.84 persen per tahun. Laju rata-rata pertumbuhan untuk keterlibatan
tenaga kerja dalam empat tahun terakhir sebesar 0.79 persen per tahun atau
meningkat sebesar 3.17 persen dari 20.47 juta jiwa pada tahun 2009 menjadi
21.12 juta jiwa pada tahun 2012. Selain PDB dan penyerapan tenaga kerja, nilai
investasi dari perkebunan juga menunjukkan trend yang positif dari tahun ke
tahun. Perkembangan nilai investasi sektor perkebunan selama empat tahun
terakhir dari tahun 2009-2012 mengalami pertumbuhan sebesar 28.40 persen per
tahun atau meningkat sebesar 113.61 persen dari nilai investasi sebesar Rp 35.32
triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 75.45 triliun pada tahun 2012 (Ditjenbun
2013).
Tabel 2 Nilai PDB, penyerapan tenaga kerja dan nilai investasi dari subsektor
perkebunan periode tahun 2009 – 2012
No

Tahun

Indikator

1

Nilai PDB (Rp milyar)

2

Penyerapan tenaga kerja (juta orang)

3
Investasi (Rp Triliun)
Sumber :Ditjenbun (2013)

2009

2010

2011

2012

111 423

136 048

153 885

159 754

20.47

20.58

20.94

21.12

35.32

48.75

58.79

75.45

Selain secara makro, capaian dan kontribusi subsektor perkebunan dapat
dilihat dari indikator mikro pembangunan yaitu luas areal dan produksi dari
komoditas perkebunan tersebut. Karet merupakan salah satu komoditas unggulan
dari sub sektor perkebunan. Komoditas karet dilihat dari luas areal dan produksi
dari lima komoditas ungggulan nasional perkebunan memiliki urutan kedua dan
pertumbuhannya selalu positif. Luas areal tanam karet dalam empat tahun terakhir
meningkat sebesar 2.06 persen dari 3 435 270 hektar pada tahun 2009 menjadi
3 506 359 hektar pada tahun 2012. Sedangkan laju pertumbuhan rata-rata dari sisi
produksi sebesar 5.86 persen per tahun.
Tabel 3 Luas areal komoditas perkebunan tahun 2009-2012 (Hektar)
Komoditi
Kelapa sawit
Karet
Kakao
Kopi
Teh

2009
7 873 294
3 435 270
1 587 136
1 266 235
123 506

2010
8 385 394
3 445 415
1 650 621
1 210 365
122 898

2011
8 992 824
3 456 127
1 732 408
1 233 698
123 938

2012
9 572 715
3 506 359
1 774 463
1 235 289
122 206

3

Tabel 4 Produksi komoditas perkebunan tahun 2009-2012 (ton)
Komoditi
Kelapa sawit
Karet
Kakao
Kopi
Teh

2009
19 324 294
2 440 347
820 496
685 170
156 901

2010
21 958 120
2 734 854
837 918
686 921
156 604

2011
23 096 541
2 990 184
936 266
638 647
150 776

2012
26 015 518
3 012 881
740 513
691 163
145 575

Sumber :Ditjenbun (2013)

Perekonomian Provinsi Jambi hingga saat ini pun didominasi oleh sektor
pertanian. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian dalam
pembentukan PDRB Provinsi Jambi masih terbesar dibandingkan sektor-sektor
ekonomi lainnya. Sub sektor yang berperan dan memberikan kontribusi terbesar
pada perekonomian daerah adalah subsektor perkebunan, dimana pada tahun 2012
sektor perkebunan memberikan kontribusi sebesar Rp 11 847 982 atau 16.30
persen terhadap PDRB provinsi Jambi dan memberikan kontribusi 54.66 persen
terhadap PDRB pertanian (BPS Provinsi Jambi 2013).
Tabel 5 PDRB Provinsi Jambi atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
tahun 2009 - 2012
Lapangan Usaha
1. Pertanian
a. Tanaman bahan makanan
b. Tanaman perkebunan
c. Peternakan dan hasilnya
d. Kehutanan
e. Perikanan
2. Pertambangan & penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas & air bersih
5. Bangunan
6. Perdagangan, hotel & restoran
7. Pengangkutan & komunikasi
8. Persewaan & jasa perusahaan
9. Jasa - jasa
PDRB

2009
2010
12 113 078 15 814 677
3 962 313 4 616 202
5 889 052 8 579 828
682 192
852 700
933 820 1 036 683
645 700
729 264
8 078 599 9 817 272
5 258 205 5 981 287
368 043
487 976
2 146 260 2 446 569
6 428 163 7 827 668
3 040 655 3 518 812
2 283 433 2 783 618
4 410 571 5 138 814
44 127 006 53 816 693

2011
18 566 306
5 361 849
10 185 530
997 632
1 168 908
852 388
12 064 110
6 747 658
554 853
2 708 468
9 476 118
4 024 682
3 225 703
5 900 240
63 268 138

2012
21 675 418
6 415 677
11 847 982
1 158 042
1 299 121
954 596
12 626 675
7 923 521
669 265
3 492 642
11 459 738
4 621 533
3 748 432
6 436 940
72 654 165

Sumber :BPS Provinsi Jambi (2013)

Tanaman Karet termasuk dalam kelompok tanaman perkebunan yang
sekaligus juga menjadi komoditas unggulan dari Provinsi Jambi. Provinsi Jambi
menduduki peringkat keempat sebagai provinsi penghasil karet terbanyak secara
nasional pada tahun 2012 (Lampiran 1). Selama periode 2009-2012 luas areal
perkebunan karet, produksi perkebunan karet, jumlah tenaga kerja perkebunan
karet, dan volume ekspor karet di Provinsi Jambi mengalami peningkatan.
Perkembangan luas areal, produksi, penyerapan tenaga kerja, dan volume ekspor
dapat dilihat pada Tabel 6.

4

Tabel 6 Perkembangan perkebunan karet di Provinsi Jambi tahun 2009 - 2012
Tahun

Luas Areal (Ha)

Produksi (Ton)

Jumlah TK

Volume Ekspor (ton)

2009

645 145

282 886

251 796

181 433

2010

646 698

280 928

251 011

237 179

2011

653 160

298 786

249 978

242 818

2012

656 045

322 044

525 505

290 975

Sumber :Disbun Provinsi Jambi (2013)

Komoditi karet juga sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian
Jambi, pada tahun 2009 volume ekspor tercatat 181 433 ton meningkat menjadi
290 975 pada tahun 2012 atau 60.37 persen (Disbun Provinsi Jambi 2013).

Perumusan Masalah
Tujuan pembangunan perkebunan sebagaimana dituangkan dalam UU No
18 Tahun 2004 tentang perkebunan adalah untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat, meningkatkan penerimaan dan devisa negara, menyediakan lapangan
kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing, memenuhi
konsumsi dan baku industri dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan
sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Tanaman karet memegang peranan penting bagi perekonomian Jambi
sehingga tanaman karet merupakan komoditi yang diprioritaskan untuk
dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Meskipun saat
ini karet menjadi sumber utama perekonomian masyarakat Jambi akan tetapi
peranannya terhadap peningkatan kesejahteraan petani belum signifikan, dimana
peranan komoditi karet terhadap kesejahteraan ekonomi rumah tangga petani
masih rendah. Bahkan dari kenyataan yang ada petani karet di Jambi identik
dengan kemiskinan. Secara umum tingkat pendapatan masyarakat merupakan
cerminan tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut. Rata-rata pendapatan rumah
tangga pertanian Provinsi Jambi dari sektor perkebunan sebesar Rp 18 800 790
per tahun (BPS Provinsi Jambi 2013), dimana sumber pendapatan mereka yang
utama adalah usahatani karet.
Bila angka ini dibandingkan dengan standar garis kemiskinan BPS, yaitu
sebesar Rp 273 267 perkapita per bulan (BPS 2013), maka dalam satu tahun
sebesar Rp 3 279 204 perkapita per tahun. Jika diasumsikan keluarga petani terdiri
dari lima anggota keluarga maka setiap tahunnya biaya yang dikeluarkan petani
sebesar Rp 16 396 020 per keluarga per tahun dan angka ini tidak jauh dari garis
kemiskinan yang ditentukan BPS.
Demikian pula bila dibandingkan dengan garis kemiskinan yang ditetapkan
oleh Bank Dunia yaitu dua Dollar Amerika perkapita perhari di negara sedang
berkembang (Bappenas 2013), maka pendapatan karet rakyat di Provinsi Jambi
sangat rendah. Jika petani diasumsikan terdiri dari lima anggota maka penerimaan
yang harus dipenuhi sebesar US$ 10.00 per hari setiap kelurga atau setara Rp 33
580 000 per tahun dengan asumsi satu Dollar Amerika sama dengan Rp 9 200 (BI
2013). Berarti pendapatan petani karet rakyat di Provinsi Jambi rata-rata hampir 2

5

kali lipat lebih rendah dibandingkan standar garis kemiskinan yang ditentukan
oleh Bank Dunia.
Kegiatan usahatani bertujuan agar diperoleh keuntungan maksimal, namun
hal itu dapat dicapai bila petani telah menggunakan faktor-faktor produksi secara
efisien sehingga dapat diperoleh tingkat produksi yang maksimal (Hernanto 1996).
Produksi yang maksimal dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang
tepat dan didukung oleh produktivitas pertanian. Tinggi rendahnya produktivitas
pertanian dipengaruhi oleh bekerjanya beberapa faktor produksi, seperti tenaga
kerja, modal, bahan baku dan sarana produksi (Mubyarto 1989). Peningkatan
produksi pertanian dapat dicapai dengan melakukan penggunaan sarana produksi
dengan tepat yang akan berpengaruh terhadap pendapatan petani.
Menurut Soekartawi (2006), perbedaan produktivitas dari satu potensial
usahatani dengan produktivitas yang dihasilkan petani disebabkan oleh dua faktor
utama. Pertama, terdapat kendala biologis, misalnya perbedaan kesuburan tanah,
serangan hama penyakit, dan sebagainya. Kedua, kendala sosial ekonomi,
misalnya kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, ketidakpastian, dan
sebagainya. Peningkatan produktivitas sekaligus peningkatan pendapatan
usahatani dapat diatasi dengan alokasi faktor-faktor produksi secara tepat.
Mengingat sebagian besar petani di Provinsi Jambi mengusahakan karet,
maka karet memegang peranan penting dalam kehidupan petani tersebut karena
pendapatannya tergantung dari tanaman karet yang diusahakan. Kondisi ini
memerlukan perhatian besar khususnya bagi pemerintah karena kehidupan petani
karet harus ditingkatkan kesejahteraannya dan mendapat pendapatan yang layak
bagi keluarganya, sehingga diperlukan adanya kebijakan terhadap komoditi karet.
Sehubungan dengan itu untuk mendapatkan solusi yang tepat terhadap
permasalahan itu maka perlu dilakukan suatu “Analisis usahatani karet (Hevea
brasiliensis)di Provinsi Jambi”.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengelolaan usahatani karet yang dilakukan petani selama ini di
Provinsi Jambi ?
2. Bagaimana struktur biaya, penerimaan pendapatan dan efisiensi usahatani karet
di Provinsi Jambi
3. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi produksi karet di Provinsi Jambi
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan pengelolaan usahatani karet rakyat di Provinsi Jambi meliputi
penggunaan input, kualitas karet dan pemasaran hasil olahan karet.
2. Menganalisis struktur biaya, penerimaan,pendapatan, dan efisiensi usahatani
karet rakyat di Provinsi Jambi.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi karet di Provinsi
Jambi.

6

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak yang
berkepentingan diantara lain :
1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai implementasi ilmu yang telah didapatkan di
bangku kuliah untuk menganalisis dan memecahkan permasalahan yang
ditemukan sesuai dengan bidang ilmu.
2. Bagi para petani, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperdalam
pengetahuan para petani tentang kegiatan usahatani yang mereka lakukan
sehingga menghasilkan pertimbangan keputusan yang bijaksana dan tepat
dalam rangka meningkatkan produksi dan pendapatan. Meningkatnya
pendapatan usahatani karet secara tidak langsung akan meningkatkan
kesejahteraan petani itu sendiri.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan sebagai media informasi tentang
masalah-masalah potensial yang dihadapi petani dalam usahatani karet
sehingga dapat mengeluarkan kebijakan dan program yang tepat untuk
mendukung petani dalam hal permodalan, kemitraan, dan penyediaan inputinput produksi yang tepat guna bagi petani.
4. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian referensi untuk
memproyeksikan kondisi investasinya dalam tanaman karet di masa depan.
5. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
pengembangan penelitian mengenai usahatani karet.
6. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan sebagai penambah wawasan tentang
tanaman karet khususnya dalam kegiatan usahatani.

Ruang Lingkup Penelitian
Komoditas yang diteliti pada penelitian ini adalah tanaman karet yang
diusahakan oleh rakyat (perkebunan rakyat). Penelitian dilakukan di dua
kabupaten sentra produksi karet di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari
dan Muara Bungo. Substansi penelitian ini dibatasi hanya pada analisis
pendapatan dan faktor – faktor yang mempengaruhi produksi karet rakyat di
Provinsi Jambi. Penelitian ini memiliki keterbatasan karena data yang digunakan
merupakan data yang berlaku pada saat penelitian yaitu tahun 2013.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pendapatan Usahatani Karet
Pendapatan usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam
melakukan kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh
petani berbeda – berbeda tergantung dengan jenis dan hasil produksi komoditas
yang dihasilkan, penggunaan input produksi, harga input produksi dan harga
output. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani diharapkan mampu

7

menghasilkan pendapatan bagi petani sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
petani.
Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan analisis pendapatan
usahatani karet diantaranya dilakukan oleh Wijayanti dan Saefuddin (2012),
Yusuf dan Zulkifli (2013) dan Novita (2013). Wijayanti dan Saefuddin (2012)
meneliti tentang analisis pendapatan usahatani karet (Hevea brasiliensis) di Desa
Bunga Putih Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara. Jumlah
petani yang dijadikan responden sebanyak 39 orang. Alat analisis yang digunakan
diantaranya analisis biaya, penerimaan, pendapatan dan R/C ratio. Hasil analisis
yang diperoleh bahwa total biaya usahatani karet sebesar Rp 2 784 668.38 per
hektar per tahun per petani, sedangkan penerimaan sebesar Rp 32 480 000 per
hektar per tahun per petani sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp 29 695 331
per hektar per tahun per petani. Nilai R/C ratio yang didapat bernilai 11.66, yang
artinya usahatani karet sangat menguntungkan.
Yusuf dan Zulkifli (2013) menganalisis pendapatan petani tanaman karet
dengan cara membandingkan tanaman karet klon PB 260 dan tanaman karet lokal.
Jumlah petani responden sebanyak 51 orang dengen teknik juggeming sampling.
Alat analisis yang digunakan juga diantaranya adalah struktur biaya, penerimaan,
pendapatan dan rasio output input (O/I ratio). Hasil analisis tanaman karet klon
PB 260 diperoleh bahwa total biaya usahatani karet sebesar Rp 5 544 024 per
hektar per tahun, sedangkan penerimaan sebesar Rp 40 142 696 per hektar per
tahun sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp 34 598 672 per hektar per tahun,
dan nilai O/I ratio yang didapat bernilai 7.2. Sementara itu hasil analisis tanaman
karet lokal diperoleh bahwa total biaya usahatani karet sebesar Rp 2 315 139 per
hektar per tahun, sedangkan penerimaan sebesar Rp 21 947 907 per hektar per
tahun sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp 19 632 768 per hektar per tahun,
dan nilai O/I ratio yang didapat bernilai 9.5.
Novita (2013) meneliti tentang analisa pendapatan usaha tanaman karet di
Kabupaten Kampar. Jumlah petani yang dijadikan responden sebanyak 97 orang
dengan metode purposive sampling. Selain analisa deskriptif, dalam penelitian ini
juga dilakukan analisa kuantitatif yang diantaranya struktur biaya, penerimaan dan
pendapatan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh bahwa biaya
produksi yang digunakan sebesar Rp 152 826 per bulan per petani, sedangkan
penerimaan yang diterima sebesar Rp 2 512 712 per bulan per petani sehingga
diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 2 359 886 per bulan per
petani.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa produksi dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dijabarkan menjadi beberapa variabel yang
diduga mempunyai pengaruh terhadap produksi dengan menggunakan uji tertentu.
Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bisa menjadi acuan untuk
pengembangan usaha melalui peningkatan produksi yang diperoleh pelaku
usahatani. Dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi,
Soekartawi (2003) juga memaparkan bahwa penggunaan faktor produksi yang
akan dipakai dalam analisis selain tergantung dari penting tidaknya pengaruh

8

penggunaannya terhadap produksi juga dibatasi pada faktor produksi yang dapat
dikontrol.
Penelitian yang mengungkapkan tentang faktor –faktor yang mempengaruhi
produksi tanaman karet diantaranya adalah Fitriani et al. (2013) dan Pujiati et al.
(2015). Fitriani et al.(2013) meneliti tentang analisis produksi lateks pada PTPN
VII Way Berulu, sedangkan Pujiati et al.(2015) meneliti tentang analisis pengaruh
beberapa faktor terhadap produksi karet di PTPN IX (Persero) kebun Batujamus
Kabupaten Karanganyar.
Hasil penelitian Fitriani et al. (2013) mengungkapkan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi lateks karet bahwa berdasarkan hasil pendugaan
model nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 70.6 persen. Nilai determinasi (R2)
70.6 persen tersebut menunjukkan bahwa variasi produksi yang dapat dijelaskan
secara bersama-sama oleh faktor luas lahan, pupuk urea, pupuk TSP, curah hujan
dan SEM (bahan aktif stimulan yang digunakan meningkatkan produksi lateks).
Sedangkan sisanya 29.4 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor di luar model.
Hasil uji-t menunjukkan faktor produksi pupuk urea, curah hujan, dan SEM
berpengaruh nyata terhadap produksi lateks. Sedangkan luas panen dan pupuk
TSP tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa faktor
pupuk urea mempunyai nilai koefisien yaitu 0.026, curah hujan sebesar 0.166, dan
SEM sebesar 0.450, yang artinya dengan meningkatkan pemakaian sebesar satu
persen ketiga input tersebut akan meningkatkan produktivitas sebesar nilai
koefisiennya.
Berbeda halnya dengan Fitriani et al. (2013), Pujiati et al. (2015)
memaparkan dalam hasil penelitiannya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi karet diantaranya adalah luas lahan, jumlah pohon, tenaga kerja, pupuk
urea, pupuk SP36, pupuk KCL dan curah hujan. Berdasarkan hasil pendugaan
model diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2) sebesar 94.1 persen. Nilai
determinasi (R2) 94.1 persen tersebut menunjukkan bahwa variasi produksi dapat
dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor-faktor produksi yang digunakan.
Sedangkan sisanya 5.9 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor di luar model.
Hasil uji-t menunjukkan faktor produksi luas lahan, pupuk urea dan pupuk SP36
berpengaruh nyata terhadap produksi karet. Sedangkan jumlah pohon, tenaga
kerja, pupuk KCL dan curah hujan tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil
analisis diketahui bahwa faktor luas lahan mempunyai nilai koefisien yaitu 0.026,
pupuk urea sebesar 0.041, dan pupuk SP36 sebesar 0.022, yang artinya dengan
meningkatkan pemakaian sebesar satu persen ketiga input tersebut akan
meningkatkan produktivitas sebesar nilai koefisiennya.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat
teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

9

Konsep Usahatani
Definisi usahatani telah banyak diuraikan oleh beberapa pakar. Usahatani
adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat atau
permukaan bumi yang diperlukan untuk produksi pertanian (Mubyarto
1989). Sementara Hernanto (1996) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi
dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Usahatani sebagai organisasi dimaksudkan bahwa usahatani harus ada yang
mengorganisir dan ada yang diorganisir, yang mengorganisir usahatani adalah
petani dibantu oleh keluarga dan yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi
yang dikuasai. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani adalah proses
pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan
pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk
menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang
lain disamping bermotif mencari keuntungan. Soekartawi (2006) menjelaskan
bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani adalah
bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi
berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat
yang sebaik-baiknya (Suratiyah 2008). Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani
merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi
efektif dan seefisien mungkin. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa tujuan usahatani adalah memperoleh hasil produksi yang optimal agar
menghasilkan pendapatan yang maksimal.
Suratiyah (2008) mengklasifikasikan usahatani menurut corak dan sifat,
organisasi, pola, dan tipe usahataninya. Penjelasan mengenai klasifikasi usahatani
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Corak dan Sifat
Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsistem
dan usahatani komersil. Usahatani subsistem adalah usahatani yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sedangkan usahatani komersil adalah
usahatani yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan telah memperhatikan
kualitas dan kuantitas produk.
2) Organisasi
Berdasarkan organisasi, usahatani dibagi menjadi 3, yakni usahatani
individual, kolektif, dan kooperatif. Usahatani individual adalah usahatani yang
seluruh proses dikerjakan oleh sendiri beserta keluarga. Usahatani kolektif adalah
usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu
kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun
keuntungan. Usahatani kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan
secara individual hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan
oleh kelompok.
3) Pola
Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak
khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya
mengusahakan satu cabang usahatani saja. Usahatani tidak khusus merupakan

10

usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun
terdapat batas yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang
mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa
batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.
4) Tipe
Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa jenis usahatani
berdasarkan komoditas yang diusahakan, seperti: usahatani ayam, usahatani
kambing, dan usahatani jagung.
Hernanto (1996) menyatakan ada empat unsur-unsur pokok dalam kegiatan
produksi usahatani, yaitu tanah (lahan), modal, tenaga kerja, dan manajemen.
Keempat unsur tersebut mempunyai fungsi yang berbeda namun saling terkait
satu sama lain. Proses produksi dapat berjalan dengan baik apabila semua unsur
pokok yang mendukung kegiatan produksi tersebut sudah terpenuhi.
1) Tanah atau Lahan
Unsur lahan pada hakekatnya adalah permukaan bumi yang merupakan
bagian dari alam. Bentuk dan sifat lahan merupakan manifestasi dari pengaruh
faktor-faktor alam lainnya seperti topografi, iklim (curah hujan, suhu, penyinaran
matahari, dan gelombang nisbah, jenis tanah) yang ada di sekelilingnya. Pada
umumnya di Indonesia, tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dan
distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata (Hernanto 1996).
Tanah memiliki sifat di antaranya: luas relatif tetap atau dianggap tetap,
tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan dan atau
diperjualbelikan. Menurut Soekartawi (2002), luas lahan pertanian akan
mempengaruhi skala usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau
tidaknya suatu usaha pertanian. Akan tetapi pentingnya faktor produksi tanah,
bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain,
misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan, dan topografi.
Empat golongan petani berdasarkan luas tanah yang dimiliki yaitu:
golongan petani luas (kepemilikan lahan > 2 hektar), golongan petani sedang
(antara 0.5 – 2 hektar), golongan petani kecil (kepemilikan lahan 0.5 hektar), dan
golongan buruh tani tidak memiliki lahan.
2) Modal
Hernanto (1996) menyatakan bahwa modal merupakan unsur pokok
usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau
uang yang bersama-sama dengan unsur lain dan tenaga kerja serta pengelolaan
menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Pada usahatani, yang
dimaksud dengan modal adalah: (a) Tanah, (b) Bangunan, (c) Alat-alat pertanian,
(d) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam, (e) Bahan-bahan pertanian, (f) Piutang di
Bank, (g) Uang tunai.
Sedangkan menurut sifatnya modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu
modal tetap, meliputi tanah dan bangunan. Modal tetap diartikan modal yang tidak
habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar
dapat berdayaguna dalam jangka waktu yang lama. Jenis modal ini terkena
penyusutan.
Jumlah modal yang dipakai dalam usahatani juga sering dipakai untuk
pengukuran usahatani. Pengukuran usahatani dapat didasarkan kepada: (a) Jumlah
nilai seluruh modal yang ditanamkan dalam usahatani dan (b) Jumlah nilai modal
lancar dan modal usahatani (Tjakrawiraklaksana dan Soeriaatmadja 1983).

11

Berdasarkan sumbernya modal dapat diperoleh dari: (a) Milik sendiri, (b)
Pinjaman atau kredit, (c) Dari usaha lain dan (d) Kontrak sewa (Hernanto 1996).
3) Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas
menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga kerja yang
digunakan dalam usahatani yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan
tenaga kerja mekanik (Hernanto 1996). Tenaga kerja manusia dibedakan atas
tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat
mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya
yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat
kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan
usahatani. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam maupun luar
keluarga. Dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga
kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja (Soekartawi 2002). Skala
usaha akan mempengaruhi besar-kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga
menentukan jenis tenaga kerja yang diperlukan.
4) Manajemen
Manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan,mengorganisir,
dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya
dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.
Ukuran dari keberhasilan ini adalah produksi dari setiap faktor maupun
produktivitas dari usahanya (Hernanto 1996). Dengan demikian, pengenalan
secara utuh atas faktor-faktor produksi yang dimiliki dan dikuasai termasuk lahan,
tenaga kerja dan modal akan sangat menentukan keberhasilanpengelolaan
usahatani.
Menurut
Soekartawi
et al. (1986)
tujuan
berusahatani
adalah
memaksimalkan
keuntungan
atau
meminimumkan
biaya.
Konsep
memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya
dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan
maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan
biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
Ciri usahatani Indonesia adalah : 1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, 2)
kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, dan 4)
tingkat pendapatan petani yang rendah.

Agribisnis Karet di Indonesia
Tanaman karet, Hevea brasiliensis Muell. Agr termasuk dalam divisio
Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas dycotyledonae, ordo
Euphorbiaceae, genus Hevea . Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan
banyak mengandung getah susu. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada
ketinggian antara 1-600 meter di atas permukaan laut, dengan suhu harian antara
25-300C dan pH tanah untuk tanaman karet berkisar antara 5-6 (Tim Penebar
Swadaya 1994). Selain itu menurut Syamsulbahri (1996), daerah yang cocok
untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15°LS dan 15°LU, curah hujan yang
cocok tidak kurang dari 2000 mm, optimal 2500-4000 mm per tahun. Tanaman

12

karet (Hevea brasiliensis) adalah tanaman daerah tropis yaitu berasal dari Brazil.
Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama dengan Indonesia.
Tanaman karet mempunyai tiga fase, yakni tanaman belum menghasilkan
(TBM), Tanaman Menghasilkan (TM ) dan Tanaman Tua Rusak (TTR). Pada fase
TBM, tanaman karet berusia 0-5 tahun, tanaman tersebut belum bisa disadap
getahnya. Fase TM tanaman karet adalah fase produktif tanaman, dimana tanaman
sudah bisa disadap getahnya. Umur tanaman pada fase TM adalah 6-30
tahun. Setelah karet berusia lebih dari 30 tahun, maka tanaman memasuki fase
TTR, dimana tanaman sudah tidak bisa disadap (sadap mati). Pada fase tersebut
biasanya tanaman ditebang dan diambil kayunya (Zuhra 2006).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa dari tanaman karet mencapai 25 meter. Batang
tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di
beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke
arah timur. Hal ini disebabkan oleh perkembangan tanaman karet yang mengikuti
arah sinar matahari. Tanaman karet mengalami daun gugur sekali setahun pada
musim kemarau. Setelah gugur daun, terbentuk bunga bila tanaman karet telah
berumur 5-7 tahun, tergantung pada tinggi tempat di atas permukaan laut. Batang
tanaman karet mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Semakin
rendah letak tanaman karet, maka akan semakin banyak getah yang dihasilkan.
Kondisi tanah yang paling baik untuk tempat hidup karet adalah tidak berbatubatu dan terdapat pengaliran air tanah yang baik, karena air tidak boleh tergenang.
Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik
untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet
merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang
perekonomian negara. Hasil devisa dari karet cukup besar bahkan Indonesia
pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibas negara-negara lain dan
negara asal tanaman karet sendiri. Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak
tahun 1876. Henry A. Wickham memasukkan beberapa biji karet ke kebun
percobaan pertanian di Bogor dan kemudian disusul pemasukkan bibit-bibit karet
berikutnya tahun 1890, 1896, dan 1898. Walaupun demikian, memerlukan waktu
yang lama untuk membudidayakan tanaman ini (Syamsulbahri 1996).
Di Indonesia tanaman karet disadap untuk diambil getahnya. Getah tersebut
kemudian diolah menjadi lembaran atau yang dikenal dengan sheet. Sheet
merupakan bahan baku untuk berbagai industri. Ragam produk karet yang
dihasilkan dan diekspor Indonesia masih terbatas. Umumnya masih didominasi
produk primer (raw material) dan produk setengah jadi. Sebagian besar bahan
olah karet (bokar) yang berasal dari perkebunan diolah menjadi karet remah
(crumb rubber) dengan kodifikasi SIR (Standard Indonesian Rubber) yang terdiri
dari SIR 5, SIR 10, SIR 20, SIR 3CV, SIR 3L dan SIR 3F. Selain itu, bokar diolah
dalam bentuk lateks pekat dan sheet yang terdiri dari smoked sheet dan unsmoked
sheet. Pada lateks jenis sheet, yang paling banyak diproduksi adalah jenis smoked
sheet dengan kodifikasi RSS (Ribbed Smoked Sheet).
Apabila diolah lebih lanjut, karet remah dapat dijadikan berbagai produk,
diantaranya adalah ban, sepatu, bola, balon, dot susu, perlak, karpet dan
pelampung. Produk lanjutan dari lateks adalah berbagai alat kesehatan dan
laboratorim, diantaranya adalah pipet, selang, stetoskop, dan sarung tangan. Hasil
sampingan dari tanaman karet adalah kayu yang berasal dari kegiatan peremajaan

13

kebun karet tua yang sudah tidak menghasilkan karet. Kayu karet dapat
dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang ataupun kayu
gergajian untuk rumah tangga (Furniture) serta bahan baku dalam industri bubur
kertas (Pulp). Hasil sampingan lain dari tanaman karet adalah biji karet yang
dapat diolah menjadi kerajinan tangan, minyak cat dan makanan ternak
(Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia2007).

Teori Produksi, Biaya, Pendapatan dan Efisiensi Biaya Usahatani
Nicholson (1999) menjelaskan bahwa produksi adalah kegiatan yang
menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang
tersedia. Handoko (1984) menjelaskan bahwa produksi merupakan usaha-usaha
pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya (atau sering disebut faktorfaktor produksi), tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah, dan
sebagainya, dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi
berbagai produk dan jasa.
Jika melihat dari perspektif pertanian menurut Soekartawi et al. (1986)
menyebutkan bahwa hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal
dengan istilah fungsi produksi. Fungsi produksi yang dimaksud merupakan
hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor yang dipergunakan dengan jumlah
produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga, baik harga
faktor-faktor produksi maupun harga produksi. faktor seperti tanah, pupuk, tenaga
kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi
yang diperoleh. Karena petani mengetahui berapa jumlah masukan yang dipakai
maka ia dapat menduga berapa produksi yang akan dihasilkan. Secara umum,
terdapat tiga cara meningkatkan produksi usahatani yaitu: meningkatkan
penggunaan input, menerapkan teknologi baru (Kuznets 1973), dan melakukan
manajemen organisasi produksi dengan teknologi yang tersedia untuk
meningkatkan efisiensi produksi (Nishimizu dan Page 1982)
Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya
disebut dengan fungsi produksi atau disebut dengan factor relationship. Output
biasanya menjadi variabel yang dijelaskan (Y), sedangkan input biasanya menjadi
variabel yang menjelaskan (X). Hubungan fisik yang terjadi antara input dan
output tersebut dapat ditunjukkan dengan penambahan input (X) tertentu maka
akan meningkatkan ouput (Y). Maka secara matematis fungsi produksi tersebut
dapat dinyatakan sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)
Dimana :
Y = tingkat produksi atau output yang dihasilkan
F = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor – faktor produksi dalam
hasil produksi
X = faktor – faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, menurut Soekartawi et al. (1986)
terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan secara seksama di dalam memilih bentuk
fungsi produksi, yaitu :

14

1. Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan
yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan pengalaman yang mampu menduga
bahwa bentuk fungsi produksi yang akan dipakai adalah yang paling baik.
2. Bentuk fungsi produksi yang dipakai harus mudah diukur atau dihitung secara
statistik.
3. Fungsi produksi itu dapat dengan mudah diartikan. Khususnya arti ekonomi
dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.
Soekartawi et al. (1986) menjelaskan apabila Y merupakan produksi dan Xi
adalah masukan atau faktor-faktor dari produksi, maka besar kecilnya Y juga
tergantung dari besar kecilnya X1, X2, X3, ... , Xn yang dipakai.
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenai

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muall, Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora casiicola Berk & Curt.) di Lapangan

0 34 64

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus Di Desa Huta II Tumorang, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)

2 56 84

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Uji Resistensi Beberapa Genotipe Plasma Nutfah Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.) Di Laboratorium

0 30 53