Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi)

(1)

KERUGIAN EKONOMI AKIBAT KONVERSI LAHAN

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MENJADI

PERTAMBANGAN EMAS

(Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi)

LAILATUS SAYYIDAH

EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2013

Lailatus Sayyidah


(4)

ABSTRAK

LAILATUS SAYYIDAH. Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan, untuk memenuhi kebutuhan tersebut mengekstraksi sumberdaya dalam jumlah yang lebih banyak. Salah satu kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah usaha pertambangan yang dilakukan dengan mengkonversi lahan perkebunan kelapa sawit. Kegiatan pertambangan tersebut merupakan pertambangan tanpa izin (PETI). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi persepsi multistakeholder terkait kegiatan PETI, mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat konversi lahan, dan menganalisis willingness to pay perbaikan kualitas lingkungan pascatambang bagi masyarakat penambang. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, teknik loss of earning, contingen valuation method, dan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi multi stakeholder terkait kegiatan PETI dilihat dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dampak aspek sosial-ekonomi adalah terbukanya lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, terjadinya kecelakaan penambang, terjadinya penyempitan lahan perkebunan. Sedangkan dampak aspek lingkungan adalah rusaknya struktur tanah, menurunnya kesuburan tanah, lahan menjadi tidak beraturan, dan rusaknya jalan desa dan perkebunan akibat truk pengangkut pasir. Kerugian ekonomi dari produksi kelapa sawit adalah sebesar Rp 2 066 333.3/orang/bulan. Nilai total WTP penambang adalah Rp 315 000 dengan rata-rata Rp 10 150. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP adalah jumlah tanggungan, pendapatan, kondisi lahan, dummy pekerjaan menambang dan pekerjaan lain.

Kata kunci: Contingent Valuation Method , kerugian ekonomi, konversi lahan, PETI, Willingness to Pay


(5)

ABSTRACT

LAILATUS SAYYIDAH. Economic Losses Due to Conversion of Palm Oil Plantations into Gold Mining (Case Study: Daya Murni Village, Pelepat Ilir Sub District, Bungo Regency, Jambi Province). Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.

The increasing of people amount will effect on the demand, to fulfill those needs it increase the extraction towards resources in some more amount. one of the economic activities to fulfill those needs is a mining business are carried out by converting oil palm plantation. The mining activities are mining without authorization (PETI). This research objective were to identify the perception of multistakeholder about PETI activity, to estimate the economic loss because land convertion, and to analyze the willingness to pay (WTP) for of miner society. This research used descriptive analysis, loss of earning method, contingent valuation method (CVM), and multiple linear regression. The result showed that the multi stakeholder perception related to PETI from the aspect of social, economic, and environmental. The impact socio-ekonomic aspect are opening job, increase income, mining accidents, and the constriction plantation. While the impact of environmental aspect is the destruction of soil structure, reduce soil fertility, land became irreguler, and the destruction of village and plantation roads caused by sund truck. Economic loss from production of palm oil is Rp 2066 333.3/people/month. The total value of WTP miner is Rp 315 000 with an average of Rp 10 150. The factors affect on the WTP were the amount of amenability, income, soil quality, the dummy mine work and other work.

Keywords: Contingent Valuation Method, economic loss, land conversion, PETI, Willingness to Pay.


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

KERUGIAN EKONOMI AKIBAT KONVERSI LAHAN

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MENJADI

PERTAMBANGAN EMAS

(Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provimsi Jambi)

LAILATUS SAYYIDAH

EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

Judul Skripsi: Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi)

Nama : Lailatus Sayyidah NIM : H44090088

Disetujui oleh

Dr Ir Eka Intan Kumala Putri, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(10)

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian tema ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2013, yang berjudul Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi).

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:

 Ibu Dr Ir Eka Intan Kumala Putri, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah sabar memberikan pengarahan, bimbingan, dan semangat kepada pebulis.  Bapak Dr Ir Aceng Hidayat, MT sebagai dosen penguji utama.

 Bapak Benny Osta Nababan, Spi MSi sebagai dosen penguji wakil departemen.  Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama

studi dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

 Seluruh guru dan jajaran yayasan PON-PES Miftahul Huda yang telah banyak memberikan semangat dan membantu proses pendaftaran ke Perguruan.  Keluargaku: Bapak (Islani), Ibu (Umi Mahsunah), Adik (A. Huda, Tutik. M,

Ahmad.T.A, Dina.A.H), beserta keluarga besar yang telah melimpahkan kasih sayangnya serta memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

 Teman-teman sebimbingan (Silmi, Ayu, Tina, Ai, Febi, Akmal, Hilman), sahabat-sahabatku (Putri, Tari, Yuni) atas kebersamaannya selama ini, seluruh temen ESL 46, dan keluarga CSS MoRA IPB (khusunya CSS MoRA IPB 46)  Temen-temen Rumah Pelangi (Hannim, Mba Devi, Dhila, Wiwik, Rini, Wati,

Nur) atas kebersamaanya selama ini.

 Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Harapannya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi pemerintah setempat untuk mengambil kebijakan dalam perbaikan kualitas lingkungan akibat kegiatan pertambangan di Desa Daya Murni ataupun di desa lainnya yang terdapat kegiatan pertambangan.

Bogor, Juli 2013


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan ... 6

2.2 Pertambangan ... 6

2.3 Konversi Lahan ... 10

2.4 Persepsi ... 11

2.5 Kehilangan Pendapatan (Loss of Earning) ... 11

2.6 Konsep Willingness to Pay ... 12

2.7 Regresi Linier Berganda ... 14

2.8 Penelitian Terdahulu ... 14

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

IV METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

4.2 Jenis dan Sumber Data... 19

4.3 Metode Pengumpulan Data... 19

4.4 Metode Analisis Data ... 20

4.4.1 Identifikasi Persepsi Multi Stakeholder terkait PETI ... 20

4.4.2 Estimasi Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan ... 21

4.4.3 Analisis Willingness to Pay Masyarakat PETI ... 21

V GAMBARAN UMUM ... 27

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 27

5.2 Kondisi Sosial Ekonomi ... 27


(13)

5.4 Karakteristik Responden ... 30

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

6.1 Persepsi Multi Stakeholder terkait Kegiatan PETI ... 38

6.2 Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan ... 42

6.3 Analisis Willingness to Pay Masyarakat PETI ... 46

6.3.1 Analisis Nilai Willingness to Pay ... 46

6.3.2 Analisis Fungsi Willingness to Pay ... 49

VII SIMPULAN DAN SARAN... 54

7.1 Simpulan... 54

7.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 58


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penelitian terdahulu ... 15

2 Matriks analisis data ... 20

3 Indikator pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP ... 24

4 Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang terkonversi ... 29

5 Jumlah penggunaan pupuk sebelum dan setelah ada penambangan ... 43

6 Rata-rata pendapatan produksi kelapa sawit ... 43

7 Harga sewa lahan/tahun ... 45

8 Frekuensi kesediaan/tidak kesediaan responden ... 46

9 Mean WTP responden ... 47

10 Total WTP responden ... 48


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Penelitian ... 18

2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 30

3 Karakteristik responden berdasarkan usia... 31

4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ... 31

5 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan ... 32

6 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan ... 33

7 Karakteristik responden berdasarkan kategori penduduk ... 33

8 Karakteristik responden berdasarkan lama menambang ... 34

9 Karakteristik responden berdasarkan jarak tempat tinggal ke lokasai tambang ... 34

10 Karakteristik responden berdasarkan kategori pekerjaan menambang ... 35

11 Penilaian responden terhadap kondisi lahan ... 35

12 Penilaian responden terhadap kondisi air ... 36


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil analisis regresi linier berganda ... 58

2 Uji Heteroskedastisitas ... 59

3 Uji Normalitas ... 59

4 Perhitungan kerugian ekonomi produksi kelapa sawit... 60

5 Kuesioner ... 61


(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya baik sumberdaya yang dapat diperbarui maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbarui. Contoh sumberdaya alam adalah tumbuh-tumbuhan, air, lahan/tanah, bahan tambang seperti: minyak bumi, gas bumi, batu bara, pasir, dan emas. Tersedianya sumberdaya alam berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam dan sebagai penyedia kebutuhan serta untuk menjaga keberlangsungan makhluk hidup. Sehingga, sumberdaya perlu dijaga keseimbangannya agar dapat dimanfaatkan untuk saat ini dan juga untuk masa yang akan datang dalam rangka pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Nurshusandari (2009), pembangunan merupakan suatu kegiatan yang bersifat jangka panjang, untuk mencapai sasarannya diperlukan suatu proses yang dilaksanakan secara bertahap. Tiap tahapan mempunyai sasaran yang sama, yaitu untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat seperti tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, bahwa pembangunan harus mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera baik material maupun spiritual. Hal tersebut menunjukkan pembangunan tidak hanya untuk kesejahteraan sekelompok masyarakat tertentu tetapi juga untuk kesejahteraan seluruh golongan masyarakat.

Seiring dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah kebutuhan. Seperti yang diketahui jumlah penduduk Indonesia saat ini (periode tahun 2012/2013) menduduki nomor urut ke-empat setelah Negara China, India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduknya adalah 237 641 326 jiwa yang meningkat dari tahun sebelumnya1.

Jumlah penduduk yang banyak akan menambah jumlah kebutuhan, sehingga perlu dilakukan ekstraksi terhadap sumberdaya dalam jumlah yang lebih banyak. Kegiatan ekstraksi dengan jumlah yang lebih banyak cenderung akan terjadi eksploitasi terhadap sumberdaya. Salah satu kegiatan ekonomi yang

1


(18)

2

memanfaatkan sumberdaya alam adalah kegiatan industri pertambangan. Menurut Wahyono (2006), sejak tahun 1970-an, pengembangan industri pertambangan telah meningkat dengan cepat, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri.

Kegiatan pertambangan sudah cukup menyebar diseluruh pelosok daerah-daerah di Indonesia yang dilakukan baik oleh perusahaan, perorangan, atau sekelompok orang. Menurut Herman (2012), kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat dan hasil usaha tambang yang diperkirakan dapat memberikan harapan kehidupan lebih baik, membuat pelaku-pelaku penambangan mengalihkan usaha sekunder ini menjadi usaha utama.

Kegiatan pertambangan yang banyak dilakukan oleh masyarakat sangat tergantung pada sumberdaya alam yang berpotensi mengandung bahan tambang. Adanya kegiatan pertambangan yang dianggap masyarakat mampu memberikan harapan kehidupan membuat masyarakat ingin memanfaatkan sumberdaya semaksimalnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

Menurut Wahyono (2006), pertumbuhan industri pertambangan yang meningkat telah menimbulkan masalah lingkungan hidup dan kesenjangan sosial ekonomi. Dampak lingkungan dari industri pertambangan yang ditimbulkan sangat beragam tergantung dari jenis komoditi dan ciri penyebarannya. Selain dampak lingkungan, kegiatan penambangan dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan budaya yang dalam ekskalasinya dapat menimbulkan gejolak sosial dan kriminalitas.

Kegiatan pertambangan mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang dapat menyejahterakan masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari dampak positif terhadap masyarakatnya, yaitu terbukanya lapangan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja yaitu dari masyarakat yang semula tidak memiliki perkerjaan dengan adanya kegiatan penambangan mereka mendapatkan pekerjaan. Selain memberikan dampak positif, kegiatan pertambangan juga berpotensi menimbulkan dampak terhadap perubahan sosial masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari perubahan pekerjaan masyarakatnya, misalnya dari pekerja dibidang sektor pertanian atau perkebunan menjadi bermata pencaharian sebagai pekerja penambang.


(19)

3 Masalah lingkungan biasanya merupakan dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu kegiatan industri ekonomi salah satunya adalah kegiatan pertambangan. Masalah lingkungan yang timbul dari kegiatan pertambangan adalah pencemaran, rusaknya lahan, timbulnya polusi tanah, hilangnya kesuburan tanah. Dampak negatif lainnya yaitu menurunnya tingkat kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi proses produksi sekitar kawasan tambang akibat adanya perubahan lingkungan.

Kegiatan pertambangan juga terjadi di Provinsi Jambi yakni ditandai dengan maraknya penambangan liar emas, pasir, maupun batubara diberbagai kabupaten di Provinsi Jambi seperti Kabupaten Bungo, Kabupaten Sarolangun, dan Kabupaten Muaro Jambi. Pada awalnya keberadaan tambang emas yang diupayakan oleh masyarakat secara mandiri semula dianggap baik, namun pada akhirnya disadari menjadi penyebab kerusakan sumberdaya alam telah menjadi fenomena tersendiri. Penambangan emas baik di sungai maupun di darat telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbulkan dampak eksternalitas kepada masyarakat (RPJM Kab. Bungo, 2006-2011).

Pemerintah yang memiliki wewenang sebagai penentu kebijakan terhadap pengelolaan sumberdaya yang baik, perlu mengetahui pentingnya suatu pengelolaan yang dapat meumbuhkan perekonomian daerahnya dengan memanfaatkan sumberdaya lokal semaksimal mungkin, tentunya tanpa mengabaikan kualitas lingkungan. Suatu kegiatan ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat cenderung akan dilakukan untuk jangka waktu panjang, sehingga perlu dilakukan penyeimbangan antara pemanfaatan dan dampak yang akan ditimbulkan dari suatu kegiatan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Pada tahun 1997-an, kegiatan pertambangan marak terjadi di Kecamatan Pelepat Ilir yang dilakukan oleh orang perantau. Mereka menggunakan mesin yang biasa disebut dengan dompeng dalam pekerjaannya, sehingga mereka bisa mendapatkan emas lebih banyak dari biasanya (manual) yang biasa dilakukan


(20)

4

oleh masyarakat setempat. Namun, dampak dari penambangan emas dengan cara tersebut adalah rusaknya ekosistem (Stroom, 2010).2

Wilayah Kecamatan Pelepat Ilir merupakan salah satu daerah trans di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi yang merupakan wilayah sentra perkebunan kelapa sawit. Kegiatan pertambangan yang terjadi di Kecamatan Pelepat Ilir salah satunya dilakukan dengan mengkonversi lahan perkebunan kelapa sawit. Sampai saat ini kegiatan pertambangan tersebut masih dilakukan oleh sebagian masyarakat lokal dan salah satunya terjadi di Desa Daya Murni.

Kegiatan pertambangan emas di Desa Daya Murni dilakukan dengan mengkonversi lahan perkebunan kelapa sawit juga. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penyempitan lahan perkebunan yang menyebabkan berkurangnya produksi kelapa sawit. Selain itu, dari kegiatan pertambangan emas dihasilkan tumpukan pasir yang banyak sehingga lahan pasca tambang dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai usaha pertambangan pasir. Dapat diketahui bahwa dalam satu lokasi terdapat dua kegiatan pertambangan yaitu pertambangan emas dan pertambangan pasir. Hal ini menjadi suatu fenomena tersendiri karena dua kegiatan pertambangan tersebut merupakan penambangan ilegal atau biasa disebut dengan pertambangan tanpa izin (PETI). Kekhawatiran dari kegiatan pertambangan tanpa izin yaitu jika terjadi perluasan lokasi pertambangan yang akan berdampak tidak baik terhadap lahan-lahan perkebunan kelapa sawit itu sendiri.

Munculnya kegiatan pertambangan di Desa Daya Murni sampai saat ini belum pernah dilakukan pengidentifikasian terhadap dampak yang ditimbulkannya. Sehingga, dalam penelitian ini bermaksud mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan yang mengkonversi lahan perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat dibuat pertanyaan penelitian yang meliputi:

1. Bagaimana persepsi Multi Stakeholder terkait kegiatan PETI di Desa Daya Murni?

2

http://regional.kompasiana.com/2010/12/12/yang-tersisa-dari-penambangan-emas-ilegal/. [Diakses : 04 November 2012].


(21)

5 2. Berapa kerugian ekonomi produksi kelapa sawit akibat konversi lahan

perkebunan kelapa sawit menjadi pertambangan di Desa Daya Murni?

3. Bagaimana willingness to pay (WTP) perbaikan kualitas lingkungan pasca tambang bagi masyarakat PETI di Desa Daya Murni?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah ingin mengetahui kerugian yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan. Sehingga, untuk menjawab tujuan umum tersebut dilakukan melalui tujuan khusus yang dibuat dalam tujuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang meliputi:

1. Mengidentifikasi persepsi Multi Stakeholder terkait kegiatan PETI di Desa Daya Murni

2. Mengestimasi kerugian ekonomi produksi kelapa sawit akibat konversi lahan perkebunan kelapa sawit menjadi pertambangan di Desa Daya Murni

3. Menganalisis willingness to pay (WTP) perbaikan kualitas lingkungan pasca tambang bagi masyarakat PETI di Desa Daya Murni

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) wilayah penelitian dibatasi di Desa Daya Murni, (2) responden dalam penelitian ini adalah multi stakeholder, masyarakat penambang di lokasi pertambangan di Desa Daya Murni, dan pemilik perkebunan kelapa sawit yang di konversi menjadi petambangan di Desa Daya Murni.


(22)

6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumber daya itu sendiri memiliki dua aspek yaitu aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan. Sumber daya dapat dikatakan juga sebagai suatu komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Barang dan jasa yang dihasilkan seperti ikan, kayu, air bahkan pencemaran sekalipun dapat dihitung nilai ekonominya karena diasumsikan bahwa pasar itu eksis (market based), sehingga transaksi barang dan jasa tersebut dapat dilakukan.

Sumber daya alam selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung, juga dapat menghasilkan jasa-jasa (service) lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya manfaat amenity seperti keindahan, ketenangan dan sebagainya. Manfaat-manfaat tersebut biasa kita sebut sebagai manfaat fungsi ekologis (ecological function)

yang tidak terkuantifikasikan dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai dari sumber daya. Nilai tersebut tidak hanya nilai pasar (market value) barang yang dihasilkan dari suatu sumber daya, melainkan juga nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumber daya tersebut (Fauzi 2006).

2.2 Pertambangan

2.2.1 Definisi Pertambangan

Menurut undang-undang nomor 4 tahun 2009 yang dimaksud dengan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.


(23)

7 Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1980 tentang penggolongan bahan-bahan galian terbagi atas tiga golongan yaitu:

a. Golongan bahan galian strategis adalah: minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batu bara, bahan-bahan galian radioaktip, nikel, dan timah.

b. Golongan bahan galian vital adalah: bauksit, tembaga, seng, emas, platina, perak, air raksa, intan, kristal kwarsa, dan belerang.

c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b adalah: nitrat, pospat, garam batu, asbes, talk, mika, grafit, magnesit, batu permata, pasir kwarsa, gips, bentonit, batu apung, tras, marmer, batu tulis, batu kapur, granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

Berdasarkan undang-undang nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan, pelaksanaan penguasaan negara dan pengaturan usaha pertambangan golongan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital dilakukan oleh menteri. Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha pertambangan golongan bahan galian c (tidak termasuk golongan bahan galian strategis dan vital) dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat yang terdapat bahan galian tersebut. Usaha pertambangan golongan bahan galian strategis dilakukan oleh instansi pemerintah yang ditunjuk oleh menteri dan dilakukan oleh perusahaan negara.

Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa industri pertambangan juga menyedot lapangan kerja serta bagi kabupaten dan kota merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Industri pertambangan selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga rawan terhadap pengrusakan lingkungan. Banyak kegiatan penambangan yang mengundang sorotan masyarakat sekitarnya karena pengrusakan lingkungan, apalagi penambangan tanpa izin selain merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang karena keterbatasan pengetahuan si penambang dan juga karena tidak adanya pengawasan dari dinas instansi terkait (Yudhistira et al. 2011).


(24)

8

Pertambangan tanpa izin (PETI) adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. PETI diawali oleh keberadaan para penambang tradisional, yang kemudian berkembang karena adanya faktor kemiskinan, keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan usaha, keterlibatan pihak lain yang bertindak sebagai cukong dan backing, ketidakharmonisan hubungan antara perusahaan dengan masyarakat setempat, serta krisis ekonomi berkepanjangan yang diikuti oleh penafsiran keliru tentang reformasi. Di sisi lain, kelemahan dalam penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan yang menganaktirikan pertambangan oleh rakyat, juga ikut mendorong maraknya PETI (Sumantri 2007).

2.2.2 Pertambangan Emas

Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang terdapat di berbagai daerah, yaitu: minyak bumi, gas alam, emas, batu bara, bijih besi, dan aspal. Salah satu jenis bahan tambang yang cukup banyak dan tersebar ketersediaannya di Indonesia adalah emas yang merupakan salah satu jenis bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Emas hampir dipasarkan dan diperdagangkan hampir di semua pasar perdagangan bahan tambang di seluruh dunia. Guna mendapatkan emas yang terletak di permukaan tanah ataupun yang terletak di daerah aliran sungai tidaklah terlalu sulit. Pencariannya hanya mempergunakan alat-alat yang sederhana. Teknik pencarian dan pengolahan limbahnya sangat sederhana. Namun, untuk mendapatkan emas yang terdapat di dalam lapisan tanah dengan kedalaman tertentu, pencarian emas perlu dipergunakan alat-alat teknologi dan teknik pencarian yang cukup sulit (Kurniawan 2010).

2.2.3 Pertambangan Pasir

Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, penambangan pasir termasuk salah satu jenis pertambangan mineral. Pertambangan pasir merupakan pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan di luar panas bumi, minyak,gas bumi, air, dan tanah.


(25)

9 Menurut Harlan (2009) yang mengacu pada BPHN (1976) dalam Rani (2004), dalam pertambangan umum kita mengenal beberapa macam cara penambangan yaitu penambangan dalam (under-ground mining), penambangan terbuka (open-pit mining), penambangan hydrolis (hydraulic mining), dan pengerukan (dredging), yang dapat dilakukan di darat maupun di laut. Menurut Shenyakov (1970) dalam Rani (2004) menyatakan bahwa pertambangan bahan bangunan pasir dan batu menggunakan sistem pertambangan terbuka (open-cut mining). Hal ini dilakukan karena jenis bahan galian tersebut berada di permukaan tanah atau dalam kedalaman yang tidak terlalu dalam. Penambangan pasir dapat dilakukan dengan cara konvensional dan cara mekanis.

2.2.4 Dampak kegiatan pertambangan

Menurut Arwan (2011) yang mengacu pada Direktorat Sumber Daya Mineral dan Pertambangan (2003) dan Kementerian Lingkungan Hidup (2002), kerusakan lahan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan pertambangan maupun pasca pertambangan. Dampak yang ditimbulkan akan berbeda pada setiap jenis pertambangan, tergantung pada metode dan teknologi yang digunakan. Kebanyakan kerusakan lahan yang terjadi disebabkan oleh perusahaan tambang yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan adanya penambangan emas tanpa izin yang melakukan proses penambangan secara liar dan tidak ramah lingkungan.

Semakin besar skala kegiatan pertambangan, semakin besar pula area dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat permanen atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. Secara umum kerusakan lahan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan antara lain (Dyahwanti 2007):

1. Perubahan vegetasi penutup 2. Perubahan topografi

3. Perubahan pola hidrologi 4. Kerusakan tubuh tanah

Menurut Sujatmiko (2012), mengemukakan penambangan emas membawa dampak baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif. dampak dari sisi positifnya adalah membuka kesempatan kerja bagi masyarakat lingkar tambang,


(26)

10

meningkatnya pendapatan masyarakat, tumbuhnya usaha penunjang kegiatan pertambangan seperti: usaha warung makan, pabrikasi alat-alat pertambangan konvensional. Dilihat dari sisi negatifnya adalah pencemaran terhadap air, baik berupa erosi maupun larutnya unsur-unsur logam berat (leaching) karena sistem penirisan yang tidak baik, pencemaran udara berupa debu dan kebisingan oleh mesin penyedot material, perubahan kontur, perubahan alur sungai akibat penambangan emas di sungai, dan perubahan bantaran sungai akibat penambangan emas di tebing sungai.

2.3 Konversi Lahan

Menurut Lestari (2009) dalam Mustofa (2011), mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Menurut Isa (2006) faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian adalah:

1. Faktor kependudukan: pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum lainnya.

2. Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian antara laoin pembangaunan real estate, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa lainnya yang memerlukan lahan yang luas.

3. Faktor ekonomi: tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian.


(27)

11

2.4 Persepsi

Menurut Effendy (1984) dalam Nurshusandari (2009), persepsi adalah penginderaan terhadap kesan yang timbul dari lingkungannya. Daya persepsi seseorang dapat diperkuat oleh adanya pengetahuan dan pengalaman. Semakin sering seseorang menempatkan diri dalam komunikasi, akan semakit kuat daya persepsinya. Secara umum persepsi seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1) diri orang yang bersangkutan (sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman dan harapan; (2) sasaran persepsi (orang, benda atau peristiwa); (3) situasi (keadaan lingkungan).

2.5 Kehilangan Pendapatan (Loss of Earning)

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 14 tahun 2012 tentang panduan valuasi ekonomi ekosistem gambut menjelaskan mengenai konsep metode valuasi ekonomi dalam penetapan nilai ekonomi total maupun nilai ekonomi kerusakan lingkungan digunakan pendekatan harga pasar yaitu melalui pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia (human capital) atau pendekatan nilai yang hilang (forgone earning), dan pendekatan biaya kesempatan (opportunity cost).

 Pendekatan Modal Manusia (Human Capital)

Pada pendekatan ini, valuasi yang dilakukan untuk memberikan harga modal manusia yang terkena dampak akibat perubahan sumber daya alam dan lingkungan hidup (SDALH). Pendekatan ini sedapat mungkin menggunakan harga pasar sesungguhnya ataupun dengan harga bayangan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk memperhitungkan efek kesehatan dan bahkan kematian dapat dikuantifikasikan harga pasarnya. Salah satu pendekatan ini dapat dilakukan melalui teknik pendekatan pendapatan yang hilang (Forgone/Loss of Earning).

- Pendapatan yang Hilang (Forgone/Loss of Earning)

Pendekatan ini dapat digunakan untuk menghitung kerugian akibat pendapatan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan yang berdampak terhadap manusia.


(28)

12

Tahapan pelaksanaannya yaitu:

a) Memastikan bahwa terjadi dampak yang signifikan terhadap perubahan sumber daya akibat adanya perubahan fungsi lingkungan sehingga menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari sumber daya tersebut.

b) Mengidentifikasi sumber pendapatan yang hilang akibat terganggunya sumber daya.

c) Menghitung seluruh potensi hilangnya pendapatan.

2.6 Konsep Willingness to Pay

Menurut Fauzi (2006), Willingness To Pay (WTP) adalah keinginan membayar seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Sebagai contohnya adalah nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya atau mendekati aslinya. Nilai ekonomi sumber daya alam dan lingkungan dapat diperoleh langsung dengan menanyakan kepada individu atau masyarakat mengenai keinginan mereka membayar (willingness to pay) barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam. Pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan nilai WTP digunakan pendekatan

Contingent Valuation Method (CVM).

Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non pemanfaatan) sumber daya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan.

Contingent Valuation Method pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar (willingness to pay) dari masyarakat dan atau keinginan menerima (willingness to accept). Di dalam tahap operasional pendekatan CVM terdapat lima tahap kegiatan atau proses. Tahapan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut (Fauzi 2006):

1. Membuat hipotesis pasar

Pada awal proses kegiatan CVM, terlebih dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi.


(29)

13 2. Mendapatkan nilai lelang (Bids)

Tahap berikutnya dalam melakukan CVM adalah memperoleh nilai lelang. Ini ddilakukan dengan melakukan survei, baik melalui survei langsung dengan kuesioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Dari ketiga cara tersebut survei langsung akan memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan dari survei ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden terhadap suatu proyek, misalnya perbaikan lingkungan. Nilai lelang bisa dilakukan dengan teknik:

 Permainan lelang (Bidding Game). Responden diberi pertanyaan secara berulang-ulang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung respon atas pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai tetap yang diperoleh.

 Pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) untuk suatu proyek lingkungan.

Payment Cards. Responden diberi pertanyaan apakah mau membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukkan kepada responden melalui kartu.

 Model referendum atau discrete choice (dichotomous choice). Responden diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak.

3. Menghitung rataan WTP

Setelah survei dilaksanakan, tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan WTP setiap individu. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai mean

(rataan) dan nilai median (tengah).

4. Memperkirakan kurva lelang (Bid Curve)

Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan, misalnya meregresikan WTP sebagai variabel tidak bebas (dependent variabel) dengan beberapa variabel bebas.

Wi = f (I,E,A,Q) Keterangan:

Wi = Nilai WTP I = Pendapatan E = Jenis pekerjaan


(30)

14

A = Usia

Q = Pengeluaran 5. Mengagregatkan data

Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh pada tahap ketiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga.

2.7 Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel dependen (variabel bebas) terhadap variabel independen (variabel tak bebas). Menurut Juanda (2009), membahas model regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respon) Y merupakan fungsi linear dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xk, dan komponen sisaan (ε) error. Persamaan model regresi linear berganda secara umum (model populasi) adalah sebagai berikut:

Yi = 1x1i + 2X2i + X3i+…+ kXki+ εi

Keterangan:

Y = Fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2,...Xk dan komponen sisaan ε

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai n atau 1 sampai n untuk data contoh (sample)

Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah Xk

  Intersep model regresi

 = Koefisien regresi

X1, X2 = Variabel bebas

2.8 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan studi pustaka mengenai penelitian tentang dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi dan juga mengenai masalah lingkungan, diperoleh beberapa hasil penelitian yang mirip dengan penelitian ini. Penelitian


(31)

15 tersebut dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini dan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Penelitian terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Analisis Hasil Penelitian Merryna, A.

(2009)

Analisis Willingness to Pay

Masyarakatterhadap Pembayaran Jasa Lingkungan (Studi Kasus : Desa Curug Goong,Kecamatan Padarincang,Kabupaten Serang, Banten)

Analisis regresi logit, Analisis CVM, dan Analisis regresi berganda

Nilai rataan WTP responden adalah Rp. 101/liter/KK sedangkannilai total WTP adalah Rp. 83.835/liter. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilaiWTP responden adalah penilaian kualitas air, jumlah kebutuhan air,jarak rumah ke sumber air dan rata-rata pendapatan rumah tangga.

Nursusandari, E. (2009)

Persepsi, Preferensi dan Willingness to Pay

Masyarakat terhadap Lingkungan

Pemukiman Sekitar Kawasan Industri (Kasus Kawasan Industri di Kelurahan Utama, Cimahi, Jawa Barat)

Analisis Chi-Square dan Rank Spearman, Analisis regresi linier berganda

Faktor yang berhubungan antara persepsi responden terhadap lingkungan adalah jarak tempat tinggal ke lokasi industri, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, dan kualitas udara. Faktor yang berhubungan dengan preferensi adalah pengeluaran, status tempat tinggal, jarak tempat tinggal ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kondisi keramaian, kondisi kebisingan, kebersihan tempat tinggal, jarak tempat tinggal ke pasar, jarak tempat tinggal ke sarana angkutan umum, dan tingkat kriminalitas. Nilai total WTP

masyarakat sebesar

Rp.65.771.800,00/bulan, dan faktor yang mempengaruhi adalah pendapatan, jarak tempat tinggal ke lokasi industri, fasilitas air, kondisi air, kondisi kebisingan, kualitas udara, kondisi keramian, tingkat kriminalitas, preferensi responden terhadap tempat tinggal, dan persepsi responden terhadaplingkungan sekitar kawasan industri.

Harlan, G.Y.W (2009)

Analisis Nilai Guna Ekonomi dan Dampak Penambangan Pasir di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif

Nilai guna dari kegiatan penambangan pasir adalah Rp 4 368 750 000. Manfaat yang hilang dari sawah yang dikonversi menjadi pertambangan meliputi hilangnya fungsi dan multifungsi, selain itu manfaat dari aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya. Nilai kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir adalah seluas 1.064 Ha lahan sawah, dan hilangnya produksi padi sebesar Rp 15 604 438 978.6.


(32)

16

Persamaan pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas mengenai dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan ekonomi, dan terdapat persamaan topik yaitu mengenai kegiatan konversi lahan menjadi pertambangan. Adanya beberapa kesamaan metode yang digunakan dalam penelitian adalah mengkaji WTP. Perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian serta beberapa hal seperti adanya kerugian akibat konversi lahan perkebunan.


(33)

17

III KERANGKA PEMIKIRAN

Sektor usaha pertambangan di Desa daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi merupakan salah satu mata pencaharian sebagian masyarakatnya. Sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat diharapkan dapat menopang perekonomian masyarakat untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Namun, keterbatasan sumberdaya alamnya menyebabkan tidak selamanya sektor tersebut dapat menopang perekonomian masyarakat.

Peningkatan pemanfaatan lahan (tanah) oleh masyarakat untuk kegiatan ekonomi akan cenderung mengabaikan aturan-aturan pemanfaatan sumber daya yang sesuai. Salah satunya adalah kegiatan konversi lahan perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Desa Daya Murni untuk kegiatan pertambangan emas. Kegiatan pertambangan emas yang menggunakan mesin dompeng menghasilkan banyak tumpukan pasir sehingga hal ini menumbuhkan kegiatan pertambangan pasir dilokasi pasca tambang emas. Kegiatan pertambangan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan tidak hanya pertambangan emas saja, akan tetapi kegiatan pertambangan pasir juga ikut andil dalam menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Hal ini terjadi karena kegiatan pertambangan pasir mengambil atau mengeruk pasir yang berada dipermukaan tanah yang dihasilkan dari pertambangan emas.

Penelitian ini mengkaji persepsi Multi Stakeholder terkait kegiatan PETI di Desa Daya Murni dengan analisis deskriptif, mengestimasi nilai kerugian ekonomi kelapa sawit akibat konversi lahan menjadi PETI di Desa Daya Murni dengan metode pendekatan kehilangan pendapatan (Loss Of Earning), dan menganalisis nilai WTP penambang untuk perbaikan kualitas lingkungan dengan metode Contingen Valuation Method (CVM) dan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap nilai WTP menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil dari pengkajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah mengenai alternatif yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengambil kebijakan dalam memperbaiki kawasan pascatambang serta pemanfaatan sumberdaya yang lestari terhadap kawasan-kawasan yang lainnya. Hal ini tentunya tanpa menterbelakangkan pertumbuhan perekonomian untuk


(34)

18

kesejahteraan masyarakatnya. Bagan alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Penelitian Dampak Negatif - Penyempitan lahan perkebunan - Penurunan kualitas lingkungan

- Rusaknya lahan perkebunan - Estimasi Kerugian ekonomi kelapa sawit Persepsi multi

stakeholder terkait kegiatan pertambangan Analisis deskriptif CVM, Analisis regresi linear berganda Loss of earning Rekomendasi Dampak Positif - Penyerapan tenaga kerja - meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat Perkebunan kelapa sawit Terjadi konversi lahan perkebunan menjadi pertambangan emas dan pertambangan pasir Analisis willingness to pay (WTP) penambang


(35)

19

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja karena wilayah ini sudah cukup lama menjadi tempat penambangan dan belum pernah ada penelitian yang mengkaji mengenai dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambangan. Pengambilan data primer dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan secara langsung di lapangan melalui wawancara terhadap responden dengan kuesioner. Pengumpulan data primer ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi multistakeholder terkait kegiatan penambangan, kesediaan (willingness to pay) masyarakat penambang untuk perbaikan kualitas lingkungan akibat kegiatan PETI, dan informasi kerugian ekonomi produksi kelapa sawit akibat kegiatan PETI. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bungo, instansi terkait, buku, internet, dan media lainnya yang mencakup penelitian ini.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik nonprobability sampling yaitu setiap unsur dalam populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan probabilitas anggota populasi tertentu untuk terpilih tidak diketahui. Pemilihan unit sampling dalam metode ini didasarkan pada pertimbangan atau penilaian subjektif dan tidak ada penggunaan teori probabilitas. Pemilihan sampel menggunakan metode accidental sampling, metode ini dilakukan dengan memilih sampel dari orang atau unit yang


(36)

20

paling mudah dijumpai atau diakses (Muhammad 2008). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan Gujarati (2007) yang menerapkan pengambilan sampel sekurang-kurangnya berjumlah 30 orang.

4.4 Metode Analisis Data

Hasil penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif yaitu analisis deskriptif kualitatif, analisis regresi linier berganda, dan metode loss of earning. Pengolahan data dilakukan dengan alat bantu komputer Microsoft Office Excell

2010 dan SPSS 16. Pada Tabel 2 dibawah ini diuraikan matriks analisis yangakandigunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini.

Tabel 2 Matriks analisis data

No. Tujuan Penelitian Sumber Data dan Jumlah sample Metode Analisis Data

1 Mengidentifikasi persepsi

multistakeholder terkait

kegiatan PETI di Desa Daya Murni

Wawancara terhadap 5

stakeholder

Analisis deskriptif

2 Mengestimasi kerugian ekonomi produksi kelapa sawit akibat kegiatan PETIdi Desa Daya Murni

Wawancara dengan media kuesioner terhadap pemilik perkebunan kelapa sawit sebanyak 5 orang

Teknik loss of

earning

3 Analisis Willingness to Pay

(WTP) masyarakat PETI di Desa Daya Murni

Wawancara dengan media kuesioner kepada 35 penambang di Desa Daya Murni

CVM, Analisis regresi linier berganda

Sumber: Penulis (2013)

4.4.1 Identifikasi Persepsi Multi Stakeholder terkait Kegiatan PETI

Identifikasi persepsi dilakukan dengan wawancara terhadap Multi Stakeholder (tokoh setempat)yang bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara kegiatan PETI terhadap dampaknya. Dampak tersebut dilihat dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan baik bagi masyarakat penambang maupun non penambang. Analisis yang akan digunakan untuk hasil penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Menurut Surakhmad (1990), metode analisis deskriptif adalah metode yang membicarakan sekarang atau aktual dengan jalan mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan, menganalisa dan menginterpretasikannya.


(37)

21

4.4.2 Estimasi Kerugian Ekonomi akibat Konversi lahan

Nilai kerugian ekonomi produksi kelapa sawit akibat konversi lahan perkebunan kelapa sawit menjadi pertambangan didapatkan dengan melakukan wawancara terhadap responden yang merupakan pemilik perkebunan kelapa sawit dengan kuesioner. Pertanyaan yang ditanyakan mengenai luas lahan perkebunan kelapa sawit sebelum dan setelah adanya kegiatan konversi lahan menjadi pertambangan, produksi kelapa sawit dari sebelum dan setelah adanya pertambangan, biaya operasional, dan jumlah pupuk. Hasilnya akan dihitung mengikuti panduan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 14 tahun 2012 tentang valuasi ekonomi ekosistem gambut yang menjelaskan mengenai konsep teknik kehilangan pendapatan (loss of earning). Pelaksanaan metode memastikan bahwa telah terjadi perubahan lingkungan yang signifikan terhadap suatu sumberdaya. Perhitungan akan menggunakan formula sebagai berikut:

ΔP = P1 – P2 Keterangan:

ΔP = Perubahan pendapatan (kerugian) (Rp)

P1 = Pendapatan sebelum ada konversi lahan perkebunan kelapa sawit (Rp) P2 = Pendapatan setelah adakonversi lahan perkebunan kelapa sawit (Rp)

4.4.3 Analisis Willingness to Pay Masyarakat PETI

Untuk mendapatkan nilai WTP masyarakat PETI dilakukan dengan tahapan CVM (Fauzi 2006) sebagai berikut:

1. Membuat hipotesis pasar

Pasar hipotesis dibentuk berdasarkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan karena adanya kegiatan PETI di Desa Daya Murni. Selain itu, belum pernah ada tindakan untuk memperbaiki atau meminimalkan dampak dari kegiatan tersebut, sehingga dikhawatirkan semakin parah. Pemerintah akan memberlakukan kebijakan memperbaiki penurunan kualitas lingkungan akibat tambang dengan upaya program reboisasi. Perbaikan kualitas lingkungan dimaksudkan agar kondisi lingkungan lebih baik, misalnya kondisi lahan tambang kembali subur sehingga kondisi lahan perkebunan lebih baik, dan


(38)

22

memperbaiki sistem hidrologi. Kebijakan tersebut membutuhkan dukungan dan partisipasi para penambang.

Berdasarkan pasar hipotesis tersebut responden akan memperoleh gambaran tentang situasi pasar hipotesis yang dibangun mengenai upaya reboisasi untuk perbaikan kualitas lingkungan pasca tambang. Nilai pembayaran untuk program reboisasi yang akan diberlakukan akan ditanyakan kepada responden mengenai besarnya biaya untuk membeli bibit pohon yang akan digunakan untuk reboisasi. Setiap responden diberikan pertanyaan apakah mereka setuju atau tidak dengan pembayaran program reboisasi sebagai upaya konservasi yang akan dilakukan. Sehingga pasar hipotesis ditawarkan dalam bentuk skenario sebagai berikut:

2. Mendapatkan nilai lelang WTP

Metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai penawaran dilakukan dengan metode bidding game. Cara ini dilaksanakan dengan memberi pertanyaan kepada responden secara berulang-ulang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung respon atas pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai tetap yang diperoleh.

3. Menghitung Dugaan Rata-Rata Nilai WTP

Tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan WTP setiap individu. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai mean (rataan) dan nilai median

(tengah). Perhitungan ini dapat digunakan dengan formula sebagai berikut: ∑

Keterangan:

EWTP = Dugaan rataan WTP

WTPx = Jumlah nilai WTP responden

n = Jumlah responden

i = Responden ke-i yang bersedia membayar

“Bersediakah bapak/ibu/saudara/i berpartisipasi dalam perbaikan kualitas lingkungan dengan kesediaan/kemampuan membayar, yang akan digunakan untuk upaya reboisasi pasca tambang di Desa Daya Murni ?”.


(39)

23 4. Memperkirakan kurva lelang (Bid Curve)

Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan meregresikan WTP sebagai variabel tidak bebas (dependent variabel) dengan beberapa variabel bebas. Pendugaan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Wi = f (TP, JT, TPRT, KL, KA, PT(dummy), PL(dummy)) Keterangan:

Wi = Nilai WTP responden TP = Tingkat pendidikan JT = Jumlah tanggungan TPRT = Pendapatan rumah tangga

KL = Kondisi lahan

KA = Kondisi air

PT = Dummy pekerjaan menambang (1 = utama; 0 = sampingan) PL = Dummy pekerjaan lain (1 = iya; 0 = bukan)

5. Mengagregatkan data

Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh pada tahap ketiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Nilai total WTP dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

TWTP = Total WTP responden WTP = WTP individu ke-i

i = Responden ke-i yang bersedia

ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP n = Jumlah sampel

4.4.3.1 Analisis Fungsi Willingness to Pay

Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai WTP responden. Analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Persamaan regresi besarnya nilai WTP dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

WTP = β0 + β1TPi+β2JTi + β3TPRTi + β4KLi+ β5KAi +β6PLi(dummy) + β7PTi(dummy) + ei


(40)

24

Keterangan:

WTP = Nilai WTP responden

β0 = Intersep

β1,…,β7 = Koefisien regresi TP = Tingkat pendidikan JT = Jumlah tanggungan

TPRT = Tingkat pendapatan rumah tangga

KL = Kondisi lahan

KA = Kondisi air

PT(dummy) = Dummy pekerjaan penambang (1 = utama; 0 = bukan) PL(dummy) = Dummy pekerjaan lain (1 = iya; 0 = bukan)

i = Responden ke-i

e = Galat

Besarnya nilai WTP diduga dipengaruhi beberapa faktor yaitu pendidikan, jumlah tanggungan, pendapatan, penilaian kondisi lahan, penilaian kondisi air,

dummy pekerjaan penambang, dan dummy pekerjaan lain. Indikator pengukuran variabel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Indikator pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP

No. Variabel Parameter

1 Willingness to pay (WTP) Kesediaan atau kemampuan membayar untuk

perbaikan kualitas lingkungan dengan rebiosasi pasca tambang, diasumsikan harga bibit/pohon Rp 5000:

a. Rp 5000 d. Rp 20.000 b. Rp 10.000 e. Rp 25.000 c. Rp 15.000

2 Tingkat pendidikan a. Tidak Sekolah d. SMA/sederajat b. SD/sederajat e. Perguruan tinggi c. SMP/sederajat

3 Tingkat pendapatan rumah tangga a. < Rp 1.000.000

b. Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 c. Rp 2.000.001-Rp 3.000.000 d. Rp 3.000.001-Rp 4.000.000 e. > Rp 4.000.000

4 Jumlah tanggungan a. ≤ 2 orang d. 7 – 8 orang b. 3 - 4 orang e. > 8 orang c. 5 - 6 orang

5 Kondisi lahan a. Sangat baik d. Rusak b. baik e. Sangat rusak c. Agak baik

6 Kondisi air a. Sangat baik d. Buruk b. baik e. Tidak buruk c. Agak baik

7 Pekerjaan penambang Dummy: 1= Utama; 0 = bukan 8 Pekerjaan lain Dummy: 1= Iya; 0 = bukan


(41)

25

4.4.3.2Pengujian Parameter

Secara statsitik model regresi linier berganda perlu dilakukan suatu pengujian asumsi yaitu sebagai berikut:

Pengujian secara statistik terhadap model perlu dilakukan dengan cara : 1. Uji Keragaman

R Square (R2) digunakan untuk mengukur proporsi keragaman Y yang dijelaskan oleh model regresi berganda. R2 sering secara informal digunakan sebagai statistik untuk kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit) (Juanda 2009).

2. Uji t

Uji t digunakan untuk menguji hipotesis tentang koefisien-koefisien slope

regresi secara individual. Uji t digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan unit-unit pengukuran variabel dan deviasi standar dari koefisien-koefisien yang diestimasi (Sarwoko 2005).

Hipotesis:

H0 : B ≥ 0 dan B < 0

H0 : B = 0

3. Uji F

Uji F adalah uji yang dilakukan secara kesluruhan dari suatu model regresi. dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variable tak bebas. Prosedur pengujian menurut Juanda (2009) adalah : Hipotesis:

H0 : β2 = β2 = 0

H1 : β2 = β2  0

=

Kriteria keputusannya adalah:

Jika Fhit > Fα maka terima H1

Jika Fhit < Fα maka terima H0

4. Uji Multikolinieritas

Menurut Sarwoko (2005), multikolinieritas adalah suatu pelonggaran terhadap asumsi bahwa tidak ada hubungan sempurna antar variabel independen dalam sebuah persamaan regresi. Untuk melihat terjadi atau tidak terjadinya


(42)

26

multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai VIF. Ketika nilai VIF < 10 tidak ada masalah multikolinieritas.

5. Uji autokorelasi

Menurut Sarwoko (2005), Pelonggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa pengamatan2 yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson.

6. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi klasik yang penting dari model regresi linier adalah varian residual bersifat homoskedastisitas atau bersifat konstan. Pelanggaran asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Menurut Juanda (2009) salah satu cara mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji glejser. 7. Uji kenormalan

Menurut Sarwoko (2005), Variabel error term memiliki distribusi normal (asumsi ini bersifat optional, namun biasanya diikutsertakan). Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.


(43)

27

V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bungo tahun 2009, Desa Daya Murni terletak ± 16 km dari Kecamatan dan terletak ± 46 km dari Kabupaten Bungo. Wilayah ini terletak pada ketinggian dari permukaan laut ± 71 mdpl. Menurut wawancara terhadap Kepala Desa Daya Murni (2013), secara adminstratif batas-batas Desa Daya murni adalah:

Sebelah timur : Desa Maju Jaya Sebelah selatan : Desa Sumber Mulya Sebelah barat : Desa Lembah Kuamang Sebelah utar : Desa Lingga Kuamang.

Desa Daya Murni memiliki luas lahan pemukiman ± 189 hektar, luas perkebunan kelapa sawit ± 1 502 hektar. Desa Daya Murni terdiri dari 4 kampung, 16 rukun tetangga (RT), dengan jumlah penduduknya adalah 2 684 jiwa yang terdiri dari 671 kepala keluarga (KK).

Fasilitas sosial dan umum yang terdapat di Desa Daya Murni terdiri dari masjid sebanyak 2 buah, mushola sebanyak 13 buah. Sarana pendidikan taman kanak-kanak 1 buah, sarana pendidikan SD 1 buah, MI 1 buah, sarana pendidikan MTS 1 buah, MA 1 buah, dan sarana kesehatan berupa puskesmas pembantu.

5.2 Kondisi Sosial Ekonomi

Masyarakat Desa Daya Murni sebagian besar bekerja sebagai petani dengan mayoritas berkebun kelapa sawit, hal ini ditandai dengan terdapatnya perkebunan kelapa sawit yang ada dengan luas ± 1 502 hektar (BPS, 2009). Perkebunan kelapa sawit sangat menopang perekonomian penduduknya, karena sejak adanya perkebunan kegiatan perekonomian semakin maju.

Masyarakat yang tidak memiliki perkebunan kelapa sawit umumnya bermata pencaharian lain seperti menjadi buruh pemanen sawit, yang memiliki lahan lain mereka bercocok tanam, dan ada juga yang menambang. Berdasarkan wawancara terhadap Kepala Desa dan ketua RT (2013) masyarakat yang bekerja


(44)

28

menambang khususnya penambang pasir, mereka termasuk orang-orang yang rendah ekonominya dan tidak memiliki lahan untuk bekerja. Mereka hanya mengandalkan pekerjaan menambang pasir sebagai pekerjaan utamanya. Berbeda dengan para penambang emas, sebagian mereka adalah orang-orang yang ekonominya cukup atau lebih. Hal ini dapat dilihat bahwa penambang emas biasanya membutuhkan modal yang cukup besar, sedangkan penambang pasir modalnya tidak terlalu besar dan biasanya menggunakan ala-alat tradisional seperti cangkul, meskipun ada juga yang telah menggunakan mesin.

5.3 Kondisi Lingkungan

Menurut hasil wawancara terhadap pihak keamanan dan tata tertib (Kasi Tentatib) yang menangani masalah pertambangan (2013), kegiatan pertambangan yang terjadi di Kecamatan Pelepat Ilir dimulai sejak tahun 1997-an. Kegiatan tersebut dilakukan oleh orang perantau yang dalam operasinya menggunakan mesin dompeng. Kegiatan tersebutpun diikuti oleh masyarakat lokal dan sampai saat ini masih berlanjut.

Adanya kegiatan pertambangan sebenarnya cukup menopang kebutuhan ekonomi bagi penambangnya, akan tetapi karena kegiatan tersebut tidak sesuai dengan peraturan pertambangan maka hal itu menimbulkan masalah baru yang tidak baik bagi lingkungannya. Kegiatan pertambangan yang terjadi di Desa Daya Murni dilakukan dengan mengkonversi lahan perkebunan kelapa sawit.

Awal mula kegiatan pertambangan yang dilakukan dengan mengkonversi lahan perkebunan kelapa sawit yaitu dilakukan di sungai kecil yang mengalir di perkebunan. Ketika penambang mengetahui bahwa dilokasi tersebut ternyata sangat berpotensi mengandung bahan galian emas, maka mereka mencoba untuk melakukan pertambangan di lahan perkebunan kelapa sawit milik petani. Kegiatan tersebut dilakukan penambang dengan mengontrak lahan perkebunan kelapa sawit dengan lama mengontrak sesuai kesepakatan. Biasanya kontrak lahan perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan pembayaran kontrak pertahun. Harga kontrak yang dibayar oleh penambang terhadap pemilik perkebunan kelapa sawit sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Harga kontrak menggambarkan nilai ekonomi


(45)

29 dari lahan perkebunan kelapa sawit yang ditambang dan produksi kelapa sawit dari perkebunan kelapa sawit itu sendiri.

Berdasarkan informasi yang didapat dari pemilik perkebunan kelapa sawit yang ditambang di Desa Daya Murni harga kontrak lahan ditentukan sesuai dengan luas lahan yang dijadikan lokasi pertambangan. Lahan perkebunan kelapa sawit yang dijadikan lokasi pertambangan seluas 3 hektar dari 10 hektar dengan jumlah pemilik 5 orang, sedangkan sisa lahan perkebunan kelapa sawit yang masih utuh adalah 7 hektar. Informasi luas lahan perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang terkonversi

No. Luas lahan (Ha)

Sebelum Setelah Terkonversi/ ditambang

1 2 1.5 0.5

2 2 1 1

3 2 1.5 0.5

4 2 1.5 0.5

5 2 1.5 0.5

Total 10 7 3

Sumber: Data primer diolah (2013)

Pada Tabel 4 diketahui bahwa luas lahan perkebunan kelapa sawit milik petani masing-masing sebelum ada kegiatan pertambangan adalah 2 hektar. Pemilikan luas lahan perkebunan tersebut didapatkan dari pemerintah sebagai penduduk transmigran, yang dalam kurun waktu tertentu pemilikan lahan perkebunan kelap sawit tersebut menjadi milik pribadi.

Diketahui seluruh luas lahan yang terkonversi atau lahan perkebunan yang dijadikan sebagai lokasi pertambangan adalah 3 hektar, dengan rincian perkebunan yang terkonversi milik setiap petani antara 0.5 hektar dan 1 hektar. Harga kontrak lahan antar petani berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan antara penambang dengan pemilik perkebunan kelapa sawit.

Kegiatan pertambangan emas tersebut meninggalkan lahan-lahan bekas tambang yang sudah menjadi padang pasir. Adanya tumpukan pasir yang sangat banyak, dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Desa Daya Murni untuk kegiatan usaha pertambangan pasir. Kegiatan pertambangan pasir ini ada yang dijadikan sebagai lapangan pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan.


(46)

30

Dampak dari kegiatan pertambangan menyebabkan terjadinya perubahan pada produksi kelapa sawit, hal ini dikarenakan terjadi penyempitan lahan perkebunan. Perubahan yang terjadi tidak hanya produksinya saja, akan tetapi dengan lahan perkebunan kelapa sawit yang lebih sempit terjadi peningkatan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk perawatan perkebunan kelapa sawit. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan pertambangan tersebut yang menyebabkan penurunan kesuburan tanah. Disisi lain adanya truk pengangkut pasir yang masuk ke lahan perkebunan ikut berpartisipasi dalam perubahan kondisi lahan perkebunan.

5.4 Karakteristik Responden

Karakteristik umum responden penambang Desa Daya Murni berdasarkan data hasil survei terhadap 35 responden penambang yang terdiri dari penambang emas dan penambang pasir. Karakteristik umum responden dapat dilihat dari berbagai kriteria yang dijelaskan dibawah ini.

5.4.1 Jenis Kelamin Responden

Responden dalam penelitian berjumlah 35 orang dengan jumlah responden laki-laki 28 orang (80%), sedangkan responden perempuan berjumlah 7 orang (20%). Responden didominasi laki-laki karena sebagian besar pekerja tambang laki-laki, hal ini dikarenakan pekerjaan menambang merupakan pekerjaan yang berat.Adapun responden perempuan yang bekerja sebagai penambang bekerja dengan suaminya, namun ada juga yang sendiri.Responden perempuan disini merupakan pekerja tambang pasir.Perbandingan responden laki-laki dan responden perempuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin (2013)

80% 20%


(47)

31

5.4.2 Usia

Tingkat usia responden sangat bervariasi dimulai dari 20 tahun sampai 60 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada kisaran usia 36-43 tahun yaitu berjumlah 10 orang atau 29%. Responden yang berusia pada kisaran 20-27 tahun berjumlah 8 orang atau 23%, responden yang berusia pada kisaran 28-35 tahun berjumlah 9 orang atau 26%, responden yang berusia pada kisaran 44-51 tahun berjumlah 5 orang atau 14%, dan responden yang berusia > 51 tahun berjumlah 3 orang atau 8%. Distribusi tingkat usia responden dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Karakteristik responden berdasarkan distribusi usia (2013)

5.4.3 Pendidikan

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden dalam penelitian yang terbanyak yaitu berpendidikan Sekolah Dasar (SD) berjumlah 18 orang atau 52%, responden yang tidak sekolah berjumlah 4 orang atau 11 %, responden yang berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) berjumlah 9 orang atau 26%, dan responden yang berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) berjumlah 4 orang atau 6%.

Gambar 4 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan (2013)

23%

26% 29%

14%

8%

20-27 28-35 36-43 44-51 > 51

11%

52% 26%

11%

Tidak sekolah SD

SMP SMA


(48)

32

5.4.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan responden mayoritas berada pada selang 3-4 orang berjumlah 21 responden (60%).Jumlah tanggungan yang dimaksudkan adalah mencakup keluarga anak dan istri/suami. Responden yang jumlah tanggungannya

≤ 2 orang berjumlah 9 orang atau 26%, responden yang jumlah tanggungannya

pada selang 5-6 orang berjumlah 4 orang atau 11%, dan responden yang jumlah tanggungannya pada selang 7-8 orang berjumlah 1 orang atau 3%. Perbandingan persentase jumlah responden sesuai dengan jumlah tanggungan masing-masing dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga (2013)

5.4.5 Pendapatan Rumah Tangga

Tingkat jumlah pendapatan rumah tangga responden yaitu responden yang memiliki pendapatan ≤ Rp 1000.000 berjumlah 7 orang (20%), responden dengan pendapatan Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 berjumlah 15 orang (43%), responden dengan pendapatan Rp 2.000.001-Rp 3.000.000 berjumlah 8 orang (23%), responden dengan pendapatan Rp 3.000.001 - Rp 4.000.000 berjumlah 3 orang (8%), responden dengan pendapatan > Rp 4.000.000 berjumlah 2 orang (6%). Perbandingan persentase jumlah responden sesuai dengan jumlah pendapatan masing-masing dapat dilihat pada Gambar 6.

26%

60% 11%

3%

≤ ora g

3-4 orang 5-6 orang 7-8 orang > 9 orang


(49)

33

Gambar 6 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan rumah tangga (2013)

5.4.6 Kategori Penduduk

Sebagian responden merupakan penduduk asli yaitu 33 orang atau 94% dari keseluruhan responden, sedangkan penduduk pendatang berjumlah 2 orang atau 6% yang rinciannya dapat dilihat pada Gambar 7. Penduduk pendatang ini berasal dari daerah Padang dan Jawa Tengah dengan alasan pindah untuk mencari kerja dan tujuan imigrasi.

Gambar 7 Karakteristik responden berdasarkan kategori penduduk (2013)

5.4.7 Lama Menambang

Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat lama responden bekerja sebagai penambang yaitu yang paling banyak adalah ≤ 2 tahun dengan jumlah responden 16 orang atau 46%, lama kerja pada selang 3 - 4 tahun berjumlah 4 orang atau 11%, lama kerja pada selang 5 - 6 tahun berjumlah 4 orang atau 11%, lama kerja lebih dari 9 tahun berjumlah 11 orang atau 32%, dan tidak ada responden yang lama kerjanya berada pada selang 7 - 8 tahun.

20%

43% 23%

8% 6%

≤ Rp

Rp 1000001-Rp 2000000 Rp 2000001-Rp 3000000 Rp 3000001-Rp 4000000 > Rp 4000000

94% 6%

Asli


(50)

34

Gambar 8 Karakteristik responden berdasarkan lama menambang (2013)

5.4.8 Jarak Tempat Tinggal Ke Lokasi Kerja

Jarak tempat tinggal responden ke lokasi kerja tambang dapat dilihat pada

Gambar 9, dengan rincian tempat tinggal responden dengan jarak ≤ 500 m berjumlah 11 orang atau 31%, jarak antara 501 – 1000 m berjumlah 8 orang atau 23%, tidak ada responden yang jarak rumah ke lokasi tambang antara 1001 - 1500 m, jarak 1501 – 2000 m berjumlah 4 orang atau 12%, jarak > 200 m berjumlah 12 orang atau 34%.

Gambar 9 Karakteristik responden berdasarkan jarak tempat tinggal ke lokasi tambang (2013)

5.4.9 Pekerjaan Menambang

Pekerjaan menambang merupakan pekerjaan utama bagi sebagian responden yaitu berjumlah 11 orang atau 31% dan sebagian besar bukan pekerjaan utama yaitu berjumlah 24 orang atau 69%, responden ini pekerjaan utamanya adalah bertani, buruh tani, dan lainnya (bertani, tukang).Distribusi pekerjaan penambang responden dapat dilihat pada Gambar 10.

46%

11% 11%

0%

32% ≤ tahu

3 - 4 tahun

5 - 6 tahun

7 - 8 tahun

> 9 tahun

31%

23%

0% 12%

34% ≤ 5

501-1000 m

1001-1500 m

1501 - 2000 m


(51)

35

Gambar 10 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan menambang (2013)

5.5 Penilaian Responden terhadap Lingkungan akibat Kegiatan PETI

Kondisi lingkungan sekitar lokasi tambang menggambarkan karakteristik lokasi tersebut saat ini yang dirasakan oleh responden akibat kegiatan PETI. Karakteristik tersebut didapatkan berdasarkan jawaban responden mengenai perubahan kondisi lingkungan yang mereka rasakan sebagai dampak dari kegiatan PETI. Karakteristik tersebut dapat dibedakan berdasarkan kriteria kondisi lahan akibat kegiatan PETI, kondisi suhu, dan kondisi kualitas air.

5.5.1 Kondisi Lahan akibat PETI

Penilaian kondisi lokasi akibat kegiatan PETI oleh responden menggambarkan kondisi lahan yang sebenarnya lokasi bekas tambang. Apabila kondisi lahan sangat rusak maka akan berpengaruh terhadap lahan sekitar lokasi pertambangan sehingga akan berdampak tidak baik terhadap lahan sekitarnya. Penilaian kondisi lahan akibat PETI oleh responden dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Penilaian kondisi lahan akibat PETI (2013)

31%

69%

Utama Bukan

12%

54% 20%

14% 0%

Sangat rusak rusak

agak rusak tidak rusak sangat tidak rusak


(52)

36

Berdasarkan penilaian responden menunjukkan bahwa kondisi lahan bekas tambang rusak yang ditunjukkan dengan persentase 54% (19 orang), selanjutnya penilaian responden bahwa kondisi lahan bekas tambang sangat rusak sebesar 12% (4 orang), dan 20% (7 orang) responden menyatakan kondisi lahan agak rusak, dan responden yang menyatakan kondisi lahan tidak rusak sebanyak 14% (5 orang).

5.5.2 Kondisi Air

Kondisi air sangat mempengaruhi tingkat kesehatan penggunanya, karena air merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Jika kualitas air tidak bagus maka kesehatan pengguna juga akan cenderung tidak bagus begitu juga sebaliknya, baik air tersebut dikonsumsi langsung atau untuk keperluan lainnya. Penilaian responden mengenai kondisi air menunjukkan kondisi air yang sesungguhnya yang dikaitkan dengan adanya kegiatan tambang.Penilaian responden terhadap kondisi air dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Penilaian kondisi air akibat PETI (2013)

Kualitas air dikategorikan dalam lima kelompok, kelompok pertama yaitu air keruh, berbau, berasa dan berkurang, kelompok kedua air tidak keruh, berbau, berasa dan berkurang, kelompok ketiga air tidak keruh,tidak berbau, berasa dan berkurang, kelompok keempat air tidak (keruh, berbau, berasa), tetapi berkurang, dan kelompok kelima air tidak (keruh, berbau, berasa dan berkurang).

Kondisi air menurut responden sebagian besar cukup baik, walaupun ada yang berpendapat bahwa kondisi air tidak baik hal ini dikarenakan responden yang diwawancara bertempat tinggal di sekitar lokasi pertambangan dan yang rumahnya dekat dengan lokasi pertambangan. Responden yang menyatakan

9%

14%

57% 20%

Buruk

Agak buruk

Baik


(53)

37 bahwa kondisi air buruk yaitu 9% atau sebanyak 3 orang. Responden yang menyatakan kondisi air agak buruk ditunjukkan dengan persentase sebesar 14% atau 5 orang. Responden yang menyatakan kondisi air baik ditunjukkan dengan persentase sebesar 57% atau 20 orang, dan responden yang menyatakan kondisi air sangat baik ditunjukkan dengan persentase sebesar 20% atau 7 orang.


(54)

38

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Multi Stakeholder terkait Kegiatan PETI

Hasil dari wawancara terhadap para tokoh-tokoh masyarakat dan salah satu masyarakat sekitar kawasan tambang memiliki perbedaan persepsi mengenai keterkaitan kegiatan pertambangan. Persepsi kegiatan pertambangan dikaitkan dengan aspek sosial - ekonomi dan aspek lingkungan. Penjelasan aspek-aspek tersebut dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut:

a. Aspek Sosial dan Ekonomi

Berdasarkan hasil wawancara mengenai persepsi keterkaitan kegiatan pertambangan dilihat dari aspek sosial-ekonomi. Persepsi ini dilihat dari sudut pandang yang berbeda yaitu dampak positif dan dampak negatif. Pemaparan dapat dilihat sebagai berikut:

1. Dampak Positif

Dampak positif yang ditimbulkan kegiatan pertambangan baik pertambangan emas atau pasir dilihat dari aspek sosial dan ekonomi bagi sebagian masyarakat di Desa Daya Murni, yaitu masyarakat yang bekerja sebagai penambang (emas dan pasir).

- Terbukanya lapangan pekerjaan: terjadi penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan, baik penduduk asli atau pendatang. Tersedianya pekerjaan menambang tersebut ada yang menjadikannya sebagai pekerjaan utama ataupun sebagai pekerjaan sampingan. Penambang di Desa Daya Murni yang tercatat dalam penelitian ini sebanyak 35 orang, terdiri dari 18 penambang emas dan 17 penambang pasir. Pekerjaan menambang utama sebanyak 9 penambang, selebihnya adalah merupakan pekerjaan sampingan. - Pendapatan bagi masyarakat yang sebelumnya adalah pengangguran.

Berdasarkan hasil wawancara, khususnya penambang pasir utama penghasilan yang mereka dapatkan dari menambang pasir cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, dari usaha pertambangan pasir tersebut tidak setiap hari mereka mendapat masukan karena pasir yang mereka kumpulkan tidak setiap hari terjual. Harga jual pasir/trip adalah berkisar antara Rp 100 000


(1)

61 Lampiran 5 Kuesioner

Hari/Tanggal :...

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN KUESIONER PENELITIAN

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi “Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Pelepat Ilir, Bungo, Jambi)” oleh Lailatus Sayyidah, mahasiswa departemen ekonomi sumberdaya dan lingkungan, fakultas ekonomi dan manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan benar, yang akan digunakan sebagai bahan penelitian. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan ini bersifat rahasia dan hanya digunakan sebagai kepentingan akademis.Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

A.Karakteristik Responden Masyarakat Penambang 1. Nama:...

2. Alamat/Asal:... 3. Jenis Kelamin:L/P

4. Umur:

a. 20-27 tahun c. 33-41 tahun e. > 49 tahun b. 25-33 tahun d. 41-49 tahun

5. Pendidikan terakhir: a. Tidak sekolah

b. SD/sederajat;...tahun c. SMP/sederajat;...tahun d. SMA/sederajat;...tahun e. Perguruan Tinggi;...tahun 6. Status:

a. Belum Menikah b. Sudah Menikah

7. Jumlah tanggungan keluarga (hanya anggota keluarga, termasuk KK):... orang

8. Total Pendapatan Rumah Tangga per bulan: a. < Rp 1.000.000 ; tepatnya:...

b. Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 ; tepatnya:... c. Rp 2.000.001-Rp 3.000.000 ; tepatnya:... d. Rp 3.000.001-Rp 4.000.000 ; tepatnya:... e. > Rp 4.000.000 ; tepatnya:...

9. Kategori penduduk:

a. Asli b. Pendatang (dari:.../berapa tahun...)Alasan: 10.Berapa jarak rumah ke lokasi tambang?


(2)

62

b. 150 m c. 200 m d. 250 m e. > 300 m

11.Apa pekerjaan menambang yang dilakukan? a. Tambang emas b. Tambang pasir 12.Pekerjaan: Penambang 1= Utama 0 =bukan

Petani 1= petani; 0 = bukan

Lainnya 1= iya; 0 = bukan

13.Kalau ada pekerjaan lain, berapa pendapatan per bulan? Rp...

14.Berapa lama bekerja sebagai penambang:

a. ≤ 2 tahun c. 5-6 tahun e. ≥ 9 tahun

b. 3- 4 tahun d. 7-8 tahun

B.Informasi Tentang Kesediaan Membayar (willingness to pay)

15. Apakah anda merasakan adanya perubahan lingkungan setelah ada kegiatan tambang?

a. Ya b. Tidak

Kondisi air a. air tidak (keruh, berbau, berasa dan berkurang)

b. air tidak (keruh, berbau, berasa) dan berkurang

c. air tidak keruh,tidak berbau, berasa dan berkurang

d. air tidak keruh, berbau, berasa dan berkurang e. air keruh, berbau, berasa dan berkurang Kondisi lahan a. Sangat tidak rusak

b. Tidak rusak c. Agak rusak d. Rusak e. Sangat rusak

Skenario

Terkait adanya kegiatan PETI di Desa Daya Murni yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan,jika pemerintah akan memberlakukan kebijakan untuk upaya perbaikan kualitas lingkungan lahan pascatambang, yang akan dilakukan dalam bentuk program reboisasi lahan pasca tambang agar kondisi lingkungan sekitar lebih baik. Upaya tersebut memerlukan partisipasi masyarakat penambang dalam bentuk kesediaannya membayar agar upaya reboisasi tersebut dapat terlaksana.


(3)

63

a. Bersedia b. Tidak bersedia

16.Jika anda bersedia membayar, berapa biaya yang bersedia anda bayarkan untuk perbaikan lingkungan tersebut?

a. Rp 5000,00 b. Rp 10.000,00 c. Rp 15.000,00 d. Rp 20.000,00 e. Rp 25.000,00

17. Apa alasan anda tidak bersedia membayar biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut?

Jawab:... “Bersediakah bapak/ibu/saudara/i berpartisipasi dalam perbaikan kualitas lingkungan dengan kesediaan/kemampuan membayaryang akan digunakan untuk upaya reboisasi pasca tambang di Desa Daya Murni ?”.


(4)

64

Hari/Tanggal :...

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN KUESIONER PENELITIAN

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi “Kerugian Ekonomi akibat Konversi Lahan menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Pelepat Ilir, Bungo, Jambi)” oleh Lailatus Sayyidah, mahasiswa departemen ekonomi sumberdaya dan lingkungan, fakultas ekonomi dan manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan benar yang akan digunakan sebagai bahan penelitian. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan ini bersifat rahasia dan hanya digunakan sebagai kepentingan akademis.Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

A.Responden Pemilik Perkebunan Kelapa Sawit 1. Nama:...

2. Alamat:... 3. Jenis Kelamin:L/P

4. Umur:

a. 20-27 tahun c. 33-41 tahun e. > 49 tahun b. 25-33 tahun d. 41-49 tahun

B. Data Mengenai Produksi Sawit (nilai ekonomi yang hilang)

5. Apakah anda mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit yang dijadikan sebagai lahan pertambangan? Ya/Tidak

6. Berapa luas seluruh perkebunan kelapa sawit sebelum terjadi pertambangan?...Ha

7. Berapa luas perkebunan kelapa sawit milik anda yang dijadikan?...Ha

8. Berapa kali panen dalam satu bulan kelapa sawit?... kali 9. Berapa produksi sawit perhektar?

- sebelum...kwintal/ton - sesudah...kwintal/ton

10.Berapa harga sawit per kg? Rp... 11.Biaya operasioanal per bulan? Rp... 12.Untuk apa saja (input)?

Sebelum:

1...;Rp... 2...;Rp... 3...;Rp... Sesudah:

1...;Rp... 2...;Rp... 3...;Rp...


(5)

65 Lampiran 6 Dokumentasi

Konversi lahan perkebunan menjadi pertambangan emas

v

Lokasi bekas pertambangan emas menjadi pertambangan pasir

Penumpukan pasir di perkebunan

Jalan perkebunan untuk keluar masuk truk pengangkut pasir Truk pengangkut pasir

masuk ke perkebunan

Produksi kelapa sawit dari perkebunan terkonversi


(6)

66

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Karya Harapan Mukti, Kabupaten Bungo pada tanggal 28 September 1990 dari pasangan Bapak Islani dan Ibu Umi Mahsunah sebagai anak pertama dari lima bersaudara. Penulis masuk pendidikan sekolah menengah pada MTsS Miftahul Huda Purwasari, Pelepat Ilir, Bungo tahun 2003-2006. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas pada program studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di MAS Miftahul Huda Purwasari, Pelepat Ilir, Bungo pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama Republik Indonesia pada program studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan Internal yaitu Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Fakultas Ekonomi Manajemen pada tahun 2010-2011. Selain itu penulis juga aktif pada organisasi eksternal yaitu Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama (KMNU) IPB tahun 2010-2011 dan CSS MoRA tahun 2011-2012. Penulis juga aktif sebagai panitia dan peserta seminar baik tingkat lokal maupun nasional.