BAB I EKSISTENSI KEBIJAKAN DAERAH YANG DEMOKRATIS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN YANG BERSIH BEBAS DARI KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan dilaksanakannya program otonomi daerah, pada umumnya masyarakat mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan dalam bentuk peningkatan mutu pelayanan masyarakat, partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam pengambilan kebijakan publik, yang sejauh ini hal tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintahan pusat. Namun kenyataannya sejak diterapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, belum menunjukkan perkembangan yang signifikan bagi pemenuhan harapan masyarakat tersebut.

Dalam era transisi desentralisasi kewenangan itu telah melahirkan berbagai penyimpangan kekuasaan atau korupsi, kolusi dan nepotisine (KKN) termasuk didalamnya bidang politik di daerah, KKN yang paling menonjol pasca otonomi daerah antara lain semakin merebaknya kasus-kasus politik uang dalam pemilihan kepala daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang tidak memihak pada kesejahteraan rakyat banyak, penggemukan instansi-instansi tertentu di daerah yang menimbulkan disalokasi anggaran, dan meningkatkan pungutan-pungutan melalui peraturan-peraturan daerah (perda) yang memberatkan masyarakat dan tidak kondusif bagi pengembangan dunia usaha di daerah.


(2)

terjadinya KKN tersebut, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

(1) Program otonomi daerah hanya terbatas pada pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan administrasi dari pemerintah pusat ke daerah, tanpa disertai pembagian kekuasaan kepada masyarakat atau tanpa partisipasi masyarakat secara luas. Dengan perkataan lain, program otonomi daerah tidak diikuti dengan prograrn demokratisasi yang membuka peluang keterlibatan masyarakat dalam pengambiian kebijakan uraum di daerah. Karenanya, program desentralisasi ini hanya memberi peluang kepada para elit lokal (daerah) baik elit eksekutif maupun elit legislatif untuk mengakses sumber-sumber ekonomi daerah dan politik daerah, yang rawan terhadap KKN, perbuatan sewenang-wenang, penyalahgunaan wewenang dan atau perbuatan yang rnelampui batas wewenang; (2) Tidak adanya institusi negara yang mampu mengontrol secara efektif

penyimpangan wewenang di daerah. Program otonomi daerah telah memotong struktur hirarki pemerintahan, sehingga tidak efektif lagi kontrol pemerintah pusat ke daerah karena tidak ada lagi hubungan struktural secara langsung memaksakan kepatuhan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Kepala daerah, baik bupati maupun Walikota tidak lagi ditentukan oleh pemerintah pusat, melainkan oleh mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD dan bertanggungjawab kepada DPRD. Hubungan pemerintahan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah tidak lagi struktural, melainkan


(3)

fungsional yaitu hanya kekuasaan untuk memberi policy guidance kepada pemerintah daerah.

(3) Terjadi indikasi KKN yang cukup krusial antara pemerintah daerah dan DPRD, sehingga kontrol terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah sulit terlaksana, sementara kontrol dari kalangan masyarakat masih sangat lemah.

Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan akuntabel, merupakan isu yang sangat penting dan strategis. Hal tersebut sesungguhnya merupakan konsekuensi logis otonomi daerah yang semestinya memungkinkan:

(1) Semakin dekatnya pelayanan pemerintahan daerah kepada masyarakat; (2) Penyelesaian masalah-masalah di daerah menjadi lebih terfokus dan mandiri; (3) Partisipasi masyarakat menjadi lebih luas dalam pembangunan daerah;

(4) Masyarakat melakukan pengawasan lebih intensif terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Keempat faktor tersebut hanya dapat berlangsung dalam suatu pemerintahan yang demokratis dan akuntabel. Pelaksanaan otonomi daerah tanpa diimbangi dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan akuntabel, pada hakekatnya otonomi daerah tersebut telah kehilangan jati diri dan maknanya.

Pemerintahan daerah yang demokratis dapat dikaji dari dua aspek, yakni aspek tataran proses maupun aspek tataran substansinya. Penyelenggaraan pemerintahan


(4)

daerah dikatakan demokratis secara proses, apabila pemerintahan daerah yang bersangkutan mampu membuka ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam semua pembuatan maupun pengkritisan terhadap sesuatu kebijakan daerah yang dilaksanakan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dikatakan demokratis secara substansial apabila kebijakan-kebijakan daerah yang dibuat oleh para penguasa daerah mencerminkan aspirasi masyarakat.

Sesuatu pemerintahan daerah dikatakan akuntabel, apabila ia mampu menjalankan prosedur-prosedur yang telah ada dan dapat mepertanggungjawabkannya kepada publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Kebijakan-kebijakan daerah yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat maupun peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, demikian pula dengan tidak adanya keterpaduan dalam mekanisme pembuatan kebijakan daerah antara kepala daerah dengan DPRD, menimbulkan permasalahan di berbagai daerah.

Dengan demikian tidak ada kejelasan mengenai produk hukum daerah, yang dapat mendukung proses mengalirnya partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembuatan kebijakan daerah dan atau pengkritisan atas suatu pelaksanaan setiap kebijakan daerah. Dengan perkataan lain tidak ada kejelasan mengenai pranata hukum daerah yang mengatur mekanisme penyaluran aspirasi masyarakat guna mewujudkan suatu pemerintahan daerah yang bersih bebas dari KKN.


(5)

MPR no VII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme serta Undang-Undang no 20/2001 tentang pemberantasan korupsi dan Undang-Undang no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah kabupaten Tuban secara perposif dipilih sebagai lokasi penelitian hokum empiris, dengan pertimbangan bahwa (pemerintah daerah kabupaten Tuban) merupakan salah satu pemerintahan daerah yang mempunyai kedudukan, fungsi dan peranan yang sejajar dengan pemerintahan daerah lainnya, dalam jajaran dan sistem pemerintahan negara kesatuan republic Indonesia. Demikian pula secara perposif ilustrasi obyek kajian dibatasi khusus eksistensi kebijakan daerah yang demokratis dalam system pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)

B. Rumusan Masalah

Setelah penulis amati mengapa dan bagaimana agar supaya sasaran permasalahan yang ingin kita capai ini dapat segera terwujud menjadi suatu kenyataan, maka dengan suatu analisa yang penulis lakukan mengenai masalah-masalah dan berbagai akibat dari masalah yang ada, kiranya perlu ada wujud perumusan suatu masalah dari Eksistensi Kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai berikut:


(6)

pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat kebijakan daerah sehingga aspirasi dari masyarakat belum bisa terwujud.

3. Mengapa masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini meliputi berbagai dimensi antara lain :

a. Ingin untuk mengetahui bagaimana realisasi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. b. Ingin mengetahui factor-faktor apa saja yang menghambat kebijakan daerah

sehingga aspirasi masyarakat belum terwujud.

c. Ingin mengetahui, mengapa masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan akademis maupun untuk kepentingan praktis,

a. Manfaat akademis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum pada khususnya.


(7)

b.Manfaat praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan wacana bagi para elit eksekuttf dan legislatif dalam pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah, serta bagi masyarakat luas agar menyadari akan hak kewajibannya untuk berperan serta aktif dalam setiap pembuatan dan evaluasi atas kebijakan-kebijakan daerah.

E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penulis menentukan tempat penelitiannya di lingkungan kantor Pemda Kabupaten Tuban khususnya Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.(BAPPEDA) 2. Bahan dan Sumber Data

Dalam Penelitian ini, penulis mempergunakan berbagai sumber data, antara lain:

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang penulis peroleh langsung dari sumbernya (data lapangan), untuk memperoleh data lapangan ini penulis menggunakan data-data sebagai berikut :

1) Wawancara / Interview

Wawancara dimaksud adalah dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak terkait, dalam penulisan skripsi ini yang

8

dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kebijaksanaan daerah yang telah ada.

2) Pengamatan


(8)

wawancara b. Data Sekunder

Data sekunder ini penulis mendapatkan dengan mempelajari dan menelaah literatur-literatur, peraturan perundangan, serta catatan kuliah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Tekik pengumpulan data yang dilakukan desesuaikan dengan jenis datayang diambil sebagai berikut :

a. Observasi

Pengamat adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian secara langsung dilokasi penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan dan informasi yang pokok dan murni, sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Teknik pengumpulan data

9

melalui observasi ini dilakukan secara sistematika terhadap yang diselidiki. b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah suatu cara memperoleh pengertian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini, dengan cara mempelajari teori-teori yang ada dalam buku-buku literature, karya ilmiah, Undang-Undang serta sumber yang lainnya.

4. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul dan disusun, maka dilakukan analisis data dengan Metode Dekriptif Kualitatif, yaitu suatu teknik menguraikan


(9)

permasalahan-para sarjana dengan data-data yang diperoleh dari penelitian lapangan kemudian beriusaha mencari jalan pemecahannya.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab ,sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini nantinya akan dibahas & diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

10

Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : KERANGKA DASAR TEORI

Dalam bab ini pembahasannya akan diarahkan pada bagaimana Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat untuk peran serta masyarakat dalam pembentukan dan evaluasi kebijakan daerah, dan untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan daerah yang bersih. bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dengan hak dan kewajiban yang dimiliki,masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah melaksanakan penyelenggaraan daerah dengan tetap mentaati rambu-rambu yang berlaku.

BAB III : EKSISTENSI KEBIJAKAN DAERAH YANG DEMOKRATIS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN YANG BERSIH BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME


(10)

faktor apa saja yang menghambat kebijakan daerah sehingga aspirasi

11

masyarakat belum terwujud..serta keterlibatan masyarakat dalam pembuatan dan evaluasi dari kebijakan daerah itu sendiri. agar terciptanya pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

BAB IV : PENUTUP

Didalam bab ini penulis akan membuat beberapa kesimpulan dan saran-saran yaitu setelah penulis menguraikan dalam bab per bab baik dari teori maupun hasil praktek lapangan untuk seluruh pembahasan dan uraian dalam penulisan skripsi ini,maka kami akan memberikan saran-saran yang dapat berguna sebagai bahan pertimbangan demi kebijaksanaan sehingga semua pihak sama-sama mendapatkan manfaat dari sebuah perundang-undangan.


(1)

5

MPR no VII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme serta Undang-Undang no 20/2001 tentang pemberantasan korupsi dan Undang-Undang no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah kabupaten Tuban secara perposif dipilih sebagai lokasi penelitian hokum empiris, dengan pertimbangan bahwa (pemerintah daerah kabupaten Tuban) merupakan salah satu pemerintahan daerah yang mempunyai kedudukan, fungsi dan peranan yang sejajar dengan pemerintahan daerah lainnya, dalam jajaran dan sistem pemerintahan negara kesatuan republic Indonesia. Demikian pula secara perposif ilustrasi obyek kajian dibatasi khusus eksistensi kebijakan daerah yang demokratis dalam system pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)

B. Rumusan Masalah

Setelah penulis amati mengapa dan bagaimana agar supaya sasaran permasalahan yang ingin kita capai ini dapat segera terwujud menjadi suatu kenyataan, maka dengan suatu analisa yang penulis lakukan mengenai masalah-masalah dan berbagai akibat dari masalah yang ada, kiranya perlu ada wujud perumusan suatu masalah dari Eksistensi Kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai berikut:


(2)

6

pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat kebijakan daerah sehingga aspirasi dari masyarakat belum bisa terwujud.

3. Mengapa masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini meliputi berbagai dimensi antara lain :

a. Ingin untuk mengetahui bagaimana realisasi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. b. Ingin mengetahui factor-faktor apa saja yang menghambat kebijakan daerah

sehingga aspirasi masyarakat belum terwujud.

c. Ingin mengetahui, mengapa masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan akademis maupun untuk kepentingan praktis,

a. Manfaat akademis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum pada khususnya.


(3)

7

b.Manfaat praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan wacana bagi para elit eksekuttf dan legislatif dalam pembuatan dan evaluasi kebijakan daerah, serta bagi masyarakat luas agar menyadari akan hak kewajibannya untuk berperan serta aktif dalam setiap pembuatan dan evaluasi atas kebijakan-kebijakan daerah.

E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penulis menentukan tempat penelitiannya di lingkungan kantor Pemda Kabupaten Tuban khususnya Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.(BAPPEDA) 2. Bahan dan Sumber Data

Dalam Penelitian ini, penulis mempergunakan berbagai sumber data, antara lain:

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang penulis peroleh langsung dari sumbernya (data lapangan), untuk memperoleh data lapangan ini penulis menggunakan data-data sebagai berikut :

1) Wawancara / Interview

Wawancara dimaksud adalah dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak terkait, dalam penulisan skripsi ini yang

8

dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kebijaksanaan daerah yang telah ada.

2) Pengamatan


(4)

dan pencatatan secara sistematis terhadap kebijaksanan daerah yang sudah ada, akibat hukumnya dan factor-faktornya dengan harapan dapat mendukung data yang diperoleh dengan mempergunakan teknik wawancara

b. Data Sekunder

Data sekunder ini penulis mendapatkan dengan mempelajari dan menelaah literatur-literatur, peraturan perundangan, serta catatan kuliah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Tekik pengumpulan data yang dilakukan desesuaikan dengan jenis datayang diambil sebagai berikut :

a. Observasi

Pengamat adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian secara langsung dilokasi penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan dan informasi yang pokok dan murni, sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Teknik pengumpulan data

9

melalui observasi ini dilakukan secara sistematika terhadap yang diselidiki. b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah suatu cara memperoleh pengertian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini, dengan cara mempelajari teori-teori yang ada dalam buku-buku literature, karya ilmiah, Undang-Undang serta sumber yang lainnya.

4. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul dan disusun, maka dilakukan analisis data dengan Metode Dekriptif Kualitatif, yaitu suatu teknik menguraikan


(5)

permasalahan-permasalahan yang ada, membahas dan menjelaskan serta memecahkan permasalahan tersebut berdasarkan bahan-bahan hukum yang telah diperoleh antara peraturan perundang-undangan yang ada, teori-teori, doktrin-doktrin dari para sarjana dengan data-data yang diperoleh dari penelitian lapangan kemudian beriusaha mencari jalan pemecahannya.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab ,sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini nantinya akan dibahas & diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

10

Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : KERANGKA DASAR TEORI

Dalam bab ini pembahasannya akan diarahkan pada bagaimana Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat untuk peran serta masyarakat dalam pembentukan dan evaluasi kebijakan daerah, dan untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan daerah yang bersih. bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dengan hak dan kewajiban yang dimiliki,masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah melaksanakan penyelenggaraan daerah dengan tetap mentaati rambu-rambu yang berlaku.

BAB III : EKSISTENSI KEBIJAKAN DAERAH YANG DEMOKRATIS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN YANG BERSIH BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME


(6)

Bab ini berisikan tentang pembahasan-pembahasan yang lebih spesifik mengenai eksistensi kebijakan daerah yang demokratis dalam sistem pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme., factor-faktor apa saja yang menghambat kebijakan daerah sehingga aspirasi

11

masyarakat belum terwujud..serta keterlibatan masyarakat dalam pembuatan dan evaluasi dari kebijakan daerah itu sendiri. agar terciptanya pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

BAB IV : PENUTUP

Didalam bab ini penulis akan membuat beberapa kesimpulan dan saran-saran yaitu setelah penulis menguraikan dalam bab per bab baik dari teori maupun hasil praktek lapangan untuk seluruh pembahasan dan uraian dalam penulisan skripsi ini,maka kami akan memberikan saran-saran yang dapat berguna sebagai bahan pertimbangan demi kebijaksanaan sehingga semua pihak sama-sama mendapatkan manfaat dari sebuah perundang-undangan.