Penyelenggaran negara yang bersih dari korupsi kolusi dan nepotisme

(1)

ASRIYAH NIM: 106045201522

KONSENTRASI SIYASAH SYARIYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 / 2010


(2)

(3)

NEGARA DAN HUKUM ISLAM, telah diujikan dalam siding Munaqosyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah ( S.sy ) pada Program Studi Jinayah Siyasah

( Siyasah Syariah )

Jakarta, 2 September 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof.Dr.H.Muhammad.Amin Suma, SH, MA, MM NIP.195505051982031012

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Asmawi.M.Ag (………)

NIP.197210101997031008

Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP.197102151997032002

Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP.197102151997032002

Pembimbing II : Kamarusdiana,S.Ag.M.H (……….)

NIP.197202241998031003

Penguji I : Dr.H.M.Nurul Irfan.MA (..………)

NIP.150326893


(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Univesitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Juli 2010 Penulis


(5)

i

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul yang berjasa besar kepada kita semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan.

Skripsi ini berjudul “ Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi Kolusi Dan Nepotisme ( Kajian Yuridis – Normatif ) dan Hukum Islam “ penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Syariah ( S.Sy ) pada program studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syariyyah ( ketatanegaraan Islam ) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Setulus hati, penulis sadari bahwa tidak akan sanggup menghadapi dan mengatasi berbagai macam hambatan dan rintangan yang mengganggu lancarnya penulisan skripsi ini, tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berharga ini perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. K.H.M. Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

ii

ini.

3. Sri Hidayati, M.Ag. sebagai Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan beliau yang sangat berarti.

4. Kamarusdiana, S.Ag, M.H, sebagai pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan beliau yang sangat berarti.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang memberikan berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan selama proses studi yang sangat berarti bagi perkembangan pemikiran dan wawasan yang luas bagi penulis.

6. Segenap Pengelola Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta atas pelayanan referensi buku-bukunya.

7. Orang tua penulis, Ayahanda KH.Abdul Rachim Ma’ruf Lc dan Ibunda ( Almh ) Hj. Luthfiyah Ramli, penulis memohon maaf untuk segala macam perilaku penulis yang tidak berkenan di hati, penulis juga mengucapkan terima kasih yang teramat sangat atas cinta, kasih dan sayangnya, kepada orang tua penulis yang telah merawat dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.


(7)

iii

atas cinta, kasih dan sayang kalian berikan kepada penulis baik moril maupun materi, penulis tidak bisa membalas jasa-jasa kalian, penulis hanya bisa mendoakan semoga kalian selalu diberkahi dan mendapatkan kemudahan dalam urusan kalian.

9. Sahabat-sahabat penulis yang tercinta, Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah Tahun Akademik 2006-2007,Terima kasih penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat semua yang telah berbagi ilmu ketika belajar di kampus tercinta ini.

Terakhir penulis berdo’a kepada Allah semoga ilmu yang telah kita dapat di kampus ini bermanfaat bagi kita semua dan diberkahi oleh Allah SWT. Amien.

Jakarta, 29 Juli 2010

Penulis

ASRIYAH


(8)

iv

A. latar Belakang Masalah………... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……….. 7

C. Tujuan Penelitian………. 8

D. Metode Penelitian……… 8

E. Review Studi Terdahulu……….. 11

F. Sistematika Penulisan……… 12

BAB II KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME DALAM PERSPEKTIF HUKUM A. Pengertian KKN ... 14

B. Bentuk dan Unsur-unsur KKN ... 20

C. Sebab akibat KKN ... 21

D. Hukum Penyalahgunaan Amanat ... 28

BAB III KEBIJAKAN NEGARA UNTUK MEMBERANTAS KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME A. Menuntaskan Penanggulangan Penyalahgunaan Kewenangan Dalam Bentuk Praktik-praktik KKN. ... 33 B. Meningkatkan Kualitas PenyelenggaraanAdministrasi


(9)

v

A. Asas – asas Umum Penyelenggaraan Negara... 49 B. Hak dan kewajiban setiap Penyelenggaraan Negara ... 50 C. Penyelengaaraan Negara yang bersih dari KKN ...

menurut Undang-Undang No.28 Tahun 1999 51 D. Penyelenggaraan Negara yang bersih

dari KKN menurut Hukum Islam... 54 E. Analisa Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN menurut

Undang – undang dan hubungannya dengan hukum Islam 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 63 B. Saran... 65


(10)

A. Latar Belakang Masalah

Cita-cita didirikannya Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Salah satu komponen untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah penyelenggaraan Negara yang efisien, efektif, dan bersih dari praktek-praktek yang merugikan kepentingan Negara dan bangsa. Penyelenggara Negara seperti diatas dapat terlaksana apabila aparatur Negara termasuk aparatur pemerintah di dalamnya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, professional, transparan, akuntabel, taat pada aturan hukum, responsive dan proaktif, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi,dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi,kelompok atau partai yang berkuasa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Kondisi yang dijumpai selama ini, ternyata berbeda dengan harapan di atas, selama orde baru, telah terjadi pemusatan kekusaan, wewenang dan tanggung jawab pada presiden / mandataris Majelis Pemusyawaratan Rakyat ( MPR ) dalam penyelenggaraan negara. Akibatnya, lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik, dan partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara


(11)

tidak dapat berkembang. Akibat lainnya,kegiatan penyelenggaraan cenderung mengarah pada praktek-praktek yang lebih menguntungkan kelompok tertentu yang pada akhirnya menyuburkan praktek korupsi, kolusi,dan nepotisme yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional.1

Pemerintah berupaya mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Salah satu langkah yang dilakukan para penyelenggara negara berkewajiban mengumumkan dan melaporkan harta kekayaan sebelum dan sesudah memangku jabatan2

Mengenai persoalan ini telah diatur Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsional, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.

Penyelenggara negara mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan dalam penyelenggaraan negara, penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sesuai tuntutan reformasi. Untuk itu diperlukan kesamaan persepsi visi dan misi dari seluruh penyelenggara negara dan masyarakat. Kesamaan persepsi visi dan misi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang

1

www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6412/ - ( 29 juni 2010,Pkl.10.28 Wib )

2


(12)

menghendaki terwujudnya penyelenggara negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efesien, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Dalam suatu negara hukum, supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih adalah merupakan salah satu kunci berhasil tidaknya suatu negara melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan di berbagai bidang. Supremasi hukum adalah keberadaan hukum yang dibentuk melalui proses yang demokratis dan merupakan landasan berpijak bagi seluruh penyelenggara negara dan masyarakat luas, sehingga pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dapat berjalan sesuai aturan yang telah ditetapkan.

Sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang bebas dari praktek KKN dan perbuatan tercela lainnya. Dengan demikian, supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih yang didukung oleh partisipasi masyarakat dan atau lembaga kemasyarakatan untuk melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan umum dan pembangunan merupakan salah satu upaya reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan good governance.

Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera tersebut, perlu secara terus- menerus ditingkatkan usaha–usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme pada khususnya.


(13)

Penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan Negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun.1945.

Dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) tahun pada masa orde baru, penyelenggara Negara tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga penyelenggaraan Negara tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab pada presiden/mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Di samping itu, masyarakat pun belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang efektif terhadap penyelenggaraan Negara.

Pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab tersebut tidak hanya berdampak negatif di bidang politik, namun juga di bidang ekonomi dan moneter, antara lain terjadinya praktek penyelenggaraan Negara yang lebih menguntungkan kelompok tertentu dan memberi peluang terhadap tumbuhnya korupsi, kolusi, dan nepotisme.3

Pada laporan Bank Dunia Tahun 1997, Dikatakan bahwa Korupsi telah memperlemah ekonomi Negara- Negara berkembang. Di antara semua persoalan yang ada salah satunya yang terberat adalah memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, karena praktek kotor tersebut seakan sudah berakar dan berurat di Indonesia.

3


(14)

Masyarakat menjadi korban dari ketidakadilan para aparat penegak hukum, sehingga sejak lengsernya rezim orde baru hingga saat ini praktek korupsi, kolusi dan nepotisme justru kian merajalela, sehingga perbuatan yang demikian sangat tercela dan bertentangan dengan hukum Positif dan hukum Islam.

Tindak pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme tersebut tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara Negara, antara-penyelenggara Negara, melainkan juga penyelenggara Negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni, dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi Negara.4

Undang-undang ini merupakan bagian atau subsistem dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap perbuatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, sasaran pokok undang-undang ini adalah para penyelanggara Negara yang meliputi pejabat Negara pada lembaga tertinggi Negara, pejabat Negara pada lembaga tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim, Pejabat Negara, dan atau pejabat lain yang memiliki fungsi staregis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam undang-undang ini dimaksud untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Dengan hak dan kewajiban

4


(15)

yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah melaksanakan Negara, dengan tetap menaati rambu-rambu hukum yang berlaku.

Bahasa hukum Islam tentang korupsi bisa ditelusuri lewat istilah Risywah ( Suap ), Saraqoh ( pencurian ). Bahasa moral dan kemanusiaan yang sarat dengan etika dan perilaku hukum itu secara jelas terkandung dalam ajaran Islam, Al-qur’an dan As-sunnah. Keduanya merupakan sumber hukum tertinggi dan disepakati oleh seluruh umat Islam, karenanya memiliki kekuatan moral dan hukum sekaligus, secara materil ataupun formil, serta diterima dengan kesadaran sebagai keimanan. Dalil yang mengharamkan risywah yaitu surat Al-baqarah ayat 188 yang berbunyi :

)

ةﺮﻘﺒﻟا

/

/

٨٨

(

Artinya “ Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqoroh / 2:188) “.


(16)

Selanjutnya surat Al-Maidah ayat 42 yang berbunyi :

)

ةﺪﺋﺎﻤﻟا

/

/

(

Artinya Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,

banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka, jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS.Al-Maidah / 5:42)”

Secara teoritis kedudukan korupsi merupakan tindakan kriminal (Jinayah atau Jarimah ). Asas legalitas hukum Islam tentang korupsi sangat jelas dan tegas. Sebagaimana delik pencurian, pelaku korupsi harus dihukum. Lebih jauh makna “ potong tangan“ dalam ayat yang menjatuhkan sanksi bagi pencuri lebih menunjukkan esensi perbuatan korupsi itu sendiri. Melalui korupsi pelakunya memotong kesempatan orang lain dengan cara yang tidak sah dan melawan hukum.5

5

Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, ( Jakarta : Zikru Al-hikam. 1997 ) hal 87-88


(17)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang :“

PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DARI KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME ( Tinjauan Yuridis – Normatif dan Hukum Islam ).

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah yang menjadi objek penelitian dan pembahasan ini diperlukan agar ruang lingkup penelitian tidak terlalu meluas akan tetapi terfokus pada satu masalah yang menjadi akar permasalahan sehingga pembahasan dan analisa permasalahan dapat dilakukan secara lebih mendalam.

Dalam penulisan skripsi ini, permasalahan dibatasi penyelenggaraan Negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme berdasarkan Undang-undang No.28 Tahun 1999 dan Hukum Islam.

Untuk lebih jelasnya penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Penyelenggaraan negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menurut Islam ?

2. Bagaimana Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKNmenurut Undang-Undang No.28 Tahun 1999 ?

3. Apa Hukuman bagi pelaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme baik menurut hukum Islam dan Hukum Positif ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1 Tujuan Penelitian


(18)

Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui aturan tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

b. Untuk mengetahui penyelenggaraan Negara menurut Undang –Undang No.28 Tahun 1999.

c. Untuk mengetahui hukuman bagi pelaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.

2 Manfaat Penelitian

a. Teoritis, secara keilmuan penelitian ini menjadi bahan / sumber ilmu manfaat yang berkaitan dengan penyelenggara Negara yang besih dari KKN dalam pandangan Hukum Islam dan Positif.

b. Praktis,Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa, akademis lainnya dan terutama para pelaku yang terkait dengan penelitian ini.

D. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian adalah studi dokumenter yang berusaha mengkombinasikan dengan pendekatan normatif yaitu penelitian yang didasarkan pada kaidah – kaidah yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan kejadian seputar perubahan hukum yang terjadi di Indonesia dan dimasukan ke dalam konsep hukum Islam,


(19)

maka metode yang digunakan adalah deskriptif analitis yang menggambarkan secara jelas. Jenis penelitian ini adalah metode kualitatif.

Sedangkan dalam pembahasannya, penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu dengan menguraikan dan menjelaskan permasalahan yang dibahas dengan merujuk data primer maupun sekunder yang telah terkumpul, selanjutnya menginterprestasikan hasil – hasil penelitian yang didapatkan

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekhnik kepustakaan, yaitu dengan membaca buku atau literature yang relevan dengan topik masalah dalam penelitian ini.

3. Sumber Data

a. Data Primer, Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta buku – buku lain yang berkaitan dengan bahasan penulis.

b. Data sekunder yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu artikel-artikel dan masalah–masalah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

c. Data Tersier, Kamus,majalah, yang membahas tentang KKN.

4 Tekhnik Analisa Data

Pada tahap analisa data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran – kebenaran yang dapat dipakai untuk


(20)

menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data – data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode menganalisis dan menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu gambaran secara jelas hingga menemukan jawaban yang diharapkan.

5 Tekhnik Penulisan

Adapun tekhnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku “

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayataullah Jakarta tahun 2007.“

E. Review Studi Terdahulu

Dalam tinjauan ( review ) kajian terdahulu, penulis meriview beberapa skripsi terdahulu yang berhubungan dengan kasus korupsi dan pemberantasannya agar tidak terjadi plagiasi atau penjiplakan,selain itu penulis menggunakan referensi dari buku-buku, seperti Undang-Undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Berikut adalah daftar penelitian lain tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN yang penulis ketahui.

1. Penulis Asep Hadi Tumdi korupsi dengan judul “ Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Positif “. Kode perpustakaan 166.SJAS.2006.9., tujuan penelitian memahami tindak kejahatan korupsi dalam hukum Islam dan Positif.


(21)

2. Penulis Sutrisno Korupsi dengan judul “ Usaha Pemberantasan Korupsi Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif “. Kode perpustakaan 40. SJAS.2005.67., tujuan penelitian mengetahui usaha pemberantasan korupsi. Pada kedua Judul skripsi tersebut menyinggung masalah KKN, akan tetapi pembahasannya berbeda dengan judul yang saya pilih. Kedua judul tersebut berisi tentang Usaha Pemberantasan Korupsi menurut hukum Islam dan hukum Positif serta Tindak Pidana Korupsi.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar memudahkan penulisan maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut :

Bab I Merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pusataka dan sistematika penulisan.

Bab II Korupsi, kolusi dan nepotisme dalam perspektif Hukum, pembahasan dalam bab ini meliputi : pengertian KKN, bentuk dan unsur-unsur KKN, sebab akibat KKN, hukuman penyalahgunaan Amanat.


(22)

Bab III Kebijaksanaan Negara untuk memberantas KKN, pembahasan dalam bab ini meliputi : menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk dan praktek-praktek KKN.

Bab IV Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN,pembahasan pada bab ini meliputi : asas-asas umum penyelenggaraan Negara, hak dan kewajiban setiap penyelenggara Negara, Penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN menurut Undang-undang No.28 Tahun 1999, penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN menurut Hukum Islam, analisa penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN menurut Undang-Undang dan hubungannya dengan Hukum Islam.

Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis mengenai masalah yang dibahas.


(23)

A. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktek - praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Perhatian utama kepemimpinan adalah publik policy ( kebijakan pemerintah ), yaitu apa pun juga yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu itu, atau tidak mengerjakan sama sekali ( mendiamkan ) sesuatu itu ( whatever government choose to do or not to do ).

Hal ini sangat penting untuk mengatasi keadaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Karena masyarakat bukan hanya menilai apa yang dilaksanakan pemerintah saja, tetapi juga apa yang tidak dilaksanakan pemerintah.1

Mencegah KKN tidak begitu sulit, kalau kita semua sadar untuk menempatkan kepentingan umum ( kepentingan rakyat banyak ) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau niat untuk korup tetap ada di hati yang memiliki peluang untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, korupsi akan tetap terjadi.

Faktor mental yang paling menentukan. Selain itu, hendaklah dipahami juga taggung jawab atas perbuatan terkutuk ini ( apabila dilakukan dengan cara kolusi ) tidak hanya terletak pada mental para pejabat saja, tetapi juga terletak pada mental

1

Inu Kencana Syafiie, Al-Quran Dan Ilmu Politik ( Jakarta : Rineka Cipta, 1996 ) hal. 118


(24)

pengusaha tertentu yang berkolusi yang selalu ingin menggoda oknum pejabat untuk mendapatkan fasilitas dan keuntungan yang sebesar-besarnya. Walaupun pejabat ingin melakukan kkn, kalau tidak disambut oleh oknum pengusaha berupa pemberian suap atau janji memberi imbalan, korupsi tidak akan separah sekarang ini.2

KKN tidak bisa diatasi sampai para pejabat pemerintah, hakim, polisi dan wakil-wakil rakyat lainnya bekerja secara aktif menuntut dan menghentikan Korupsi,Kolusi dan Nepotisme.

Dalam rangka mendukung upaya pemberantasan KKN, pemerintah RI telah menyelesaikan perjanjian ekstradisi bilateral dengan negara-negara tertentu, antara lain, dengan Malaysia, Thailand, Philipina, dan Australia, agar pemerintah RI dapat meminta penyerahan warga negara Indonesia yang diindikasikan terlibat dalam tindak pidana korupsi dan melarikan diri ke negara bersangkutan.

Untuk memberantas KKN memang tidak mudah karena dari kebiasaan menjadi budaya. Budaya adalah jenis perilaku yang lebih sulit karena telah menyebar dalam level nasional. Tetapi perlu ada usaha memberantasnya walaupun perlu perjuangan ekstra keras dalam jangka waktu amat panjang.

Untuk itulah dibutuhkan upaya dalam menggulangi KKN, upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara :

1. Menegakkan hukum yang seadil-adilnya.

2. Membenahi birokrasi ditingkat pusat maupun daerah. 3. Dibutuhkan sosok atau figure yang dapat untuk diteladani.

2


(25)

4. Melakukan efisiensi jumlah pegawai.

5. Diperlukan adanya reformasi dalam kelembagaan, misalnya pada lembaga peradilan.

6. Berbagai organisasi social hendaknya memiliki nyali untuk menolak sumbangan dari orang yang terkait dengan kasus KKN, hingga kasus tersebut jelas dengan hasil dia dinyatakan tidak bersalah.3

Jika hal tersebut dapat dijalankan dengan baik maka ketahanan baik dalam bidang ekonomi, social maupun bidang politik akan kembali pulih, namun jika fenomena KKN ini tetap dibiarkan saja dan tidak ada tindakan yang tegas dari pemerintah, maka KKN akan semakin meggerogoti seluruh sendi kehidupan bangsa. Hal itu dikarenakan KKN adalah musuh utama dalam suatu Negara. Mengingat bahwa dengan adanya tindak kkn pemerataan pembagunan dan menciptakan tatanan sosial yang merata akan sulit tercapai, sehingga sulit untuk menciptakan kemakmuran bagi seluruh masyarakat.

Benar-benar ironis dan tragis. Di era reformasi yang amanahnya membersihkan negeri ini dari korupsi, kolusi dan nepotisme, praktik-praktik itu bukannya berkurang, tetapi makin merajalela. Padahal era ini lahirv sebagai protes terhadap pemerintahan orde baru yang dianggap sarat dengan perbuatan kkn. Malah otonomi daerah yang juga lahir sebagai koreksi terhadap sentralisasinya orde baru

3

Syaiful Ahmad Dinar, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi


(26)

justru ikut menyebarluaskan praktik haram itu ke semua lini pemerintahan. Akibatnya, di negeri ini nyaris tidak ada ruang yang bersih dari KKN.4

Sejak Tahun 1970 Presiden Soeharto telah membentuk komisi empat yang bertugas memberikan laporan mengenai kerugian pembangunan akibat korupsi. Presiden sendiri prihatin terhadap bahaya korupsi yang dapat merugikan negara. Korupsi, menurutnya adalah immoral / merusak pembangunan. Korupsi di Indonesia hampir sepenuhnya menjerat kehidupan bangsa dan negara.5

Dalam kehidupan berbagai Negara bangsa di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam hubungan antarbangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional.

Usaha pemberantasan KKN perlu dilihat dalam konteks reformasi birokrasi, bahkan dalam rangka reformasi sistem administrasi publik secara keseluruhan. Karena kita ketahui bahwa masalah kkn bukan hanya terjadi dan terdapat di lingkungan birokrasi tetapi juga berjangkit pula pada sektor swasta, dunia usaha, dan lembaga-lembaga dalam masyarakat pada umumnya. Agenda utama yang perlu ditempuh adalah terwujudnya kepemerintahan yang baik.( good governance ) yang

4

Perpustakaan Nasional ( Jakarta : Kompas, 2004 ) hal. 143 5


(27)

sasaran pokoknya adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang professional, kepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntabel, memiliki kreadibilitas, bersih dari kkn, serta mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita - cita dan tujuan bernegara.

Sehingga diharapkan, sebagai stabilisator dalam bidang hukum, administrasi publik dapat mencegah ataupun memberantas KKN yang sudah mengakar di Negara Indonesia ini melalui reformasi birokrasi.

Secara umum sasaran penyelenggaraan negara adalah terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawah, Profesional, dan bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan sosok dan prilaku birokrasi yang efesien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan yang prima kepada seluruh masyarakat.

Sejauh ini, satu hal utama yang harus ditekankan pada para pembaharu dalam setiap upayanya memberantas tindak korupsi, adalah menyadari bahwa korupsi tidak akan pernah dapat diberantas sampai tidak berbekas lagi. Apalagi, mengingat dalam kaitannya dengan situasi yang nyata di masyarakat, bahwa akan terlalu mahal jika seseorang, institusi tertentu atau negara sekalipun untuk mencoba memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Dan satu lagi yang mesti dipahami oleh para pembaharu anti-korupsi, bahwa korupsi bukanlah sesuatu yang sudah niscaya di dalam budaya masyarakat.6

ICW mengklaim bahwa pemerintahan di bawah tangan Soeharto sebagai pimpinannya, keluarga, sahabat serta kroni-kroninya mewarisi segudang masalah

6


(28)

korupsi yang gawat. Korupsi tidak saja mendominasi wilayah eksekutif dan yudikatif, tetapi juga lembaga legislatif hampir pada semua tingkatannya. Pendek kata, nyaris tidak ada ruang yang bebas dari korupsi.7

Mencegah KKN tidak begitu sulit, kalau kita semua sadar untuk menempatkan kepentingan umum ( kepentingan rakyat banyak ) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau niat untuk korup tetap ada di hati yang memiliki peluang untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, korupsi akan tetap terjadi.

Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembagunan penyelenggaran negara dalam mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka kebijakan pemyelenggaraan negara diarahkan untuk Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-praktik kkn dengan cara :

1. Penerapan prinsip - prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance ) pada semua tingkat dan pemerintahan.

2. Pemberian sanksi yang berat dan tegas dan seberat – beratnya bagi pelaku kkn sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat.

4. Peningkatan budaya kerja aparatur yang berakhlak, bermoral, professional, produktif dan bertanggungjawab.8

7


(29)

Persyaratan keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa,meliputi komimen, seluruh rakyat secara konkret, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan diantaranya :

1. Ketetapan MPRRI XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.

2. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dari KKN.

3. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001.

4. Undang-undang No.20 Tahun 2001

5. Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang 6. Keppres Nomor 44 tahun 2000 tentang Komisi Ombudsmen Nasional

7. Keppres Nomor 127 tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekjen Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara.

8. Keppres Nomor 155 tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsmen Nasional.

8


(30)

9. PP Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemda.

10.PP Nomor 56 tahun 2000 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemda.

11.PP Nomor 274 tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemda.

12.TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 yang intinya menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan ketentraman hidup bersama hanya dapat diwujudkan denganketaatan pada hukum dan berpihak pada keadilan.9

Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan penyebab korupsi. Strategi tersebut mencakup :

1. Strategi preventif

Usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk menimalkan penyebab dan peluang untuk melakukan korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan

a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat

b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan dibawahnya c. Membangun kode etik di sektor pubik

9

Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Korupsi Bersama Peraturan Pelaksanaannya ( Jakarta : Harvarindo, 2008 ) Hal 14


(31)

d. Kampanye untuk menciptakan nilai ( value ) anti korupsi secara nasional.10 2. Strategi detektif

Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan :

a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat b. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu c. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik

d. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional.

3. Strategi represif

Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :

a. Pembentukan badan/Komisi Anti Korupsi

b. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big fishes)

c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas

10


(32)

d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik

e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidan a secara terus menerus

f. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu

Pelaksanaan strategi-strategi tersebut akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu upaya yang dapat segera dilakukan antara lain dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal, maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat dan pengawasan legislatif.11

B. Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Administrasi Negara

Sistem administrasi negara, untuk mewujudkan cita - cita bangsa dan mencapai tujuan nasional, maka sesuai dengan sistem pemerintahan negara, pemerintah menyelenggarakan administrasi negara, yaitu keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara, dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur negara serta segenap dana dan daya,

11


(33)

demi terciptanya tujuan nasional, dan terlaksananya tugas negara, sebagaimana ditetapkan dalam konstitusi masing-masing negara.12

Sebagai suatu sistem administrasi negara terdiri dari berbagai subsistem, antara lain tugas, fungsi, organisasi, kepegawaian, keuangan, material dan lain-lain. Selanjutnya administrasi negara bersama-sama dengan sistem-sistem lain seperti sistem politik, sistem pemerintahan dan sistem hukum tata negara, merupakan subsistem dari sebuah sistem nasional suatu negara.13

Salah satu cara yang ampuh untuk memberantas korupsi adalah mengembangkan tata pengelolaan keuangan yang sehat, serta sistem akunting yang efisien dan terjadwal, yang dikombinasi denga sistem pengawasan profesional terjadwal oleh auditor intern dan auditor independen. Untuk mewujudkan semua ini, dukungan pimpinan tertinggi dan kemauan politik untuk menegakkan pengawasan yang kuat sangat diperlukan baik di sektor publik maupun di sektor swasta. Salah satu dari tujuan sistem pengelolaan keuangan yang baik dalam penyelenggaraan negara adalah memberantas dan menyingkapkan kejahatan yang dilakukan oleh pekerja otak di dalam organisasi.

12

Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja InstasiPemerintah ( Jakarta : Lembaga Administrasi Negara, 2000 ) Hal.21

13

Inu Kencana Syafiie, Alquran Dan Ilmu Politik ( Jakarta : Rineka Cipta, 1996 ) hal.


(34)

Sistem administrasi yang buruk, terpisah-pisah, tidak taat jadwal, dan pendekatan yang kacau balau pada pengelolaan keuangan membuka peluang untuk penyelewengan. Sistem seperti ini juga dapat digunakan untuk menyelubungi penyelewengan.

Pada umumnya sistem pengelolaan administrasi yang baik dapat menyingkapkan dan membantu identifikasi praktik KKN dan pelakunya dengan cara sebagai berikut :

a. Menghasilkan informasi yang benar untuk berbagai lembaga anti-korupsi. b. Memaksa semua kegiatan pemerintahan dan penyiapan laporan keuagan

menggunakan pendekatan disiplin dan tepat waktu. c. Mendorong pengembangan kontrol intern yang kuat

d. Memperlancar audit. Audit profesional dan tepat waktu secara intern yang terfokus pada bidang-bidang beresiko tinggi.14

Meskipun diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga negara, tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama negara, dan sebagai penyelenggara negara atau sebagai administrasi negara. Sebagai administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi,

14


(35)

ataupun mandat untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan oleh MPR. Dalam melaksanakan pembagunan,pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah ditentukan oleh aturan yang ada. Bahkan sering terjadi penyelenggaraan pemerintah ini menimbulkan kerugian bagi rakyat baik akibat penyalahgunaan wewenang maupun tindakan sewenang-wenang. Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur : penguasa yang berbuat secara yuridis memiliki kewenangan untuk berbuat ( ada peraturan dasarnya ), dalam mempertimbangkan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak tertentu.

Dampak lain dari penyelenggaraan pemerintahan seperti ini adalah tidak terselenggaranya pembagunan dengan baik dan tidak terlaksananya pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana mestinya. Keadaan ini menunjukkan penyelenggaraan pemerintahan belum berjalan dengan baik.15

Upaya–upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintah adalah antara lain dengan mengeffektifkan pengawasan baik melalui

15

Krisna Harahap, Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Jalan Tiada Ujung ( Bandung : PT.Grafiti, 2009 ) Hal. 13


(36)

pengawasan lembaga peradilan,pengawasan dari masyarakat. Disamping itu juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara melalui : a. Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintah agar dapat berfungsi

secara lebih memadai, efektif, dengan stuktur lebih proporsional dan responsif b. Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan da prosedur pada semua

tingkat dan lini pemerintahan.

c. Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

d. Peningkatan kesehteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karir berdasarkan prestasi.

e. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi negara.16

Keunggulan SDM para aparat yang mendapatkan amanat untuk melaksanakan tugas pelayanan administrasi negara menurut pandangan Islam tugas atau pekerjaan administratif, adalah kewajiban dan tanggung jawab. Karena itu Islam menetapkan persyaratan khusus bagi setiap aparat, yaitu keahlian teknis administrasi tertentu, ketetapan seseorang yang diangkat untuk menjalankan tugas di daerah-daerah dan di

16


(37)

lapangan administrasi negara dan di dalam aparat pemerintahan yang lain didasarkan pada kemampuan melaksanakan tugas dengan jujur, adil, ikhlas, dan taat kepada perundang-undangan negara.17

Kerusakan sistem administrasi yang terjadi di seluruh dunia saat ini mengakibatkan jatuhnya martabat negara yang jatuh di tangan sistem administrasi negara dan sistem politik sewenang-wenang, sehingga tidak mampu dan tidak berahasil mengatasi berbagai problem penyelewengan yang dilakukan oleh para penguasa dan pejabatnya, apalagi mengikis segala kerusakan sampai ke akar-akanya, guna menyelamatkan kekayaan negara dan kekayaan individu rakyat dari keserakahan orang yang hendak berbuat korupsi.

Atas dasar hukum-hukum tersebut Islam mengatasi masalah kerusakan administrasi negara dengan jalan mewujudkan sistem pengawasan diri pribadi di kalangan para pejabat/ aparat, sebab orang yang benar-benar muslim ia tidak akan berbuat korupsi, tidak akan menerima suap, tidak mau mencuri, tidak mau berkhianat, tidak mau berbuat dzalim dan tidak mau menipu. Karena Allah selalu mengawasi dirinya dan menuntut pertanggungjawaban atas setiap kejahatan, yang kecil maupun yang besar, satu kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi, jika seorang penguasa atau pejabat tidak memiliki sifat takwa kepada Allah SWT serta tidak takut kepada

17


(38)

pengawas-Nya secara lahir batin, maka penguasa itu atau pejabat atau aparat yang demikian pasti bersikap menindas rakyat dan bertindak sewenang-wenang.18

18

http://www.hayatulislam.net/administrasi-negara-islam-menjamin-kesejahteraan-rakyat.html.( 28 Juli 2010, Pkl.08.00 Wib )


(39)

A. Asas –Asas Umum Penyelenggaraan Negara

Penyelenggaraan negara yang bersih adalah penyelenggara negara yang mentaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta perbuatan tercela lainnya. Asas umum Pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatuhan dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Asas umum penyelenggara negara meliputi :1

1 Asas kepastian hukum yakni, asas dalam negara hukum mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

2 Asas tertib penyelenggara negara yakni, asas yang menajadi landasan keteraturan,keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

3 Asas kepentingan umum yakni, asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

4 Asas keterbukaan yakni, asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,jujur, dan tidak diskriminatif tentang

1

Undang – Undang Otonomi Daerah 1999. Hal 147


(40)

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,golongan, dan rahasia negara.

5 Asas proporsionalitas yakni, asas yang mengutamakan keseimbang antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6 Asas profesionalitas yakni, asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7 Asas akuntabilitas yakni, asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

B. Hak dan Kewajiban setiap penyelenggara negara

Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam undang-undang ini dimaksud untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggraan negara yang bersih dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme. Dengan hak dan kewajiban yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah melaksanakan negara,dengan tetap mentaati rambu-rambu hukum yang berlaku.

Hak, kewajiban setiap penyelenggara negara adalah : menerima gaji, tunjangan dan fasilitas, menggunakan hak jawab atas teguran serta kritik, menyampaikan pendapat di muka umum sesuai wewenang, dan hak lain sesuai


(41)

peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan kewajiban penyelenggara negara adalah : mengucapkan sumpah / janji sebelum menjabat, bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat, melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat, tidak korupsi, kolusi dan nepotisme.2

C. Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi Kolusi Dan Nepotisme

Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 1999

Penyelanggara Negara mempunyai peran penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya Negara ialah semangat para penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan.

Dalam waktu lebih dari 30 ( tiga puluh ) tahun, penyelennggara Negara tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga penyelenggaraan Negara tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada Presiden / mandataris majelis permusyawaratan rakyat Republik Indonesia. Di samping itu, masyarakat pun belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan fungsi control sosial yang efektif terhadap penyelenggara Negara.

Pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab tersebut tidak hanya berdampak negative di bidang politik, namun juga di bidang ekonomi dan moneter,

2


(42)

antara lain terjadinya praktek penyelenggaraan Negara yang lebih menguntungkan kelompok tertentu dan member peluang terhadap tumbuhnya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme tersebut tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara Negara, antar-penyelenggara Negara, melainkan juga penyelenggara Negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni, dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi Negara.

Dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sesuai tuntutan reformasi diperlukan kesamaan visi, persepsi, dan misi dari seluruh penyelenggara Negara dan masyarakat. Kesamaan visi, persepsi, dan misi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya penyelenggara Negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Undang-undang ini memuat tentang ketentuan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan penegakan hokum terhadap tindak pidana korupsi,kolusi, dan nepotisme yang khusus ditujukan kepada para penyelenggara Negara dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dan kaitannya dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-undang ini merupakan bagian atau subsistem dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegak hokum terhadap perbuatan Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme. Sasaran pokok undang-undang ini adalah para


(43)

penyelenggara Negara yang meliputi pejabat Negara pada lembaga tinggi Negara, pejabat Negara pada lembaga tinggi negar, menteri, gubernur, hakim, pejabat Negara dan atau pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.3

Untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dalam undang-undang ini ditetapkan asas-asa umum penyelenggaraan Negara yang meliputi asas kepastian hokum, asas tertib penyelenggaraan Negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.

Undang-undang ini mengatur pula kewajiban para penyelenggara Negara, antara lain mengumumkan dan melaporkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Ketentuan tentang sanksi dalam undang-undang ini berlaku bagi penyelenggara Negara, masyarakat sebagai upaya preventif dan represif serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya ketentuan tentang asas-asas umum penyelenggaraan Negara, hak dan kewajiban penyelenggara Negara, dan ketentuan lainnya sehingga dapat diharapkan memperkuat norma kelembagaan, moralitas individu, dan sosial.

3


(44)

D. Penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menurut hukum Islam

Islam adalah sistem sempurna. Di dalamnya terdapat aturan yang mengatur segala bentuk interaksi antar manusia, seperti sistem sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Adanya aturan-aturan semacam ini meniscayakan adanya negara yang melaksanakan dan menerapkan aturan-aturan tersebut atas segenap manusia. Islam telah menetapkan sistem yang baku bagi pemerintahan. Islam juga menetapkan sistem administrasi negara yang khas pula untuk mengelola negara, disamping itu Islam menuntut kepada penguasa sebagai kepala negara untuk menjalankan seluruh hukum Allah kepada seluruh manusia yang menjadi rakyatnya.

Islam diturunkan Allah SWT adalah untuk dijadikan pedoman dalam menata kehidupan umat manusia, baik dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Tidak ada sisi yang teralpakan ( tidak diatur ) dalam Islam. Aturan atau konsep itu bersifat “ mengikat “ bagi setiap orang yang mengaku muslim. Konsep Islam juga bersifat totalitas dan komprehensif, tak boleh dipilah-pilah seperti yang dilakukan kebanyakan rezim sekarang ini. Sebagaimana Firman Allah Swt :

)

ءﺎﺴﻨﻟا

/

/

٨

(


(45)

Artinya : “ sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan ( menyuruh kamu ) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. “ ( QS. An-Nisa :4 /58 )

Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan dan negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri. Korupsi memang dirasakan keberadaannya oleh masyarakat, ibarat penyakit,korupsi dikatakan telah menyebar luas seantero negeri. Terlepas dari itu semua, korupsi apa pun jenisnya merupakan perbuatan haram.

Sudah berganti-ganti pemerintahan,KKN tak juga berkurang di negara ini. Puluhan tahun perilaku kkn di negeri ini tidak tersentuh oleh hukum. Menurut Romli Atmasasmita, sebenarnya ada satu solusi yang bisa membuat koruptor jera, yaitu hukuman mati.4

Hukum Islam yang disyariatkan Allah swt pada hakekatnya diproyeksikan untuk kemashlahatan manusia. Salah satu kemashlahatan manusia yang hendak direalisasikan adalah terpeliharanya harta dan pemindahan hak milik yang menyimpang dari prosedur hukum, dan dari pemanfaatannya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu adanya larangan mencuri ( sariqoh ), merampas ( ikhtithaf ), mencopet dan sebagainya adalah untuk memelihara keamanan

4

Romli Attasasmita, Analisis dan Evaluasi Korupsi,Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Hukum Tentang Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Hak Asasi Manusia ( Jakarta, RI, 2007 )


(46)

harta dari pemilikan yang tidak sah. Larangan menggunakan harta sebagai taruhan judi misalnya dan memberikan kepada orang lain yang diyakini akan menggunakannya untuk berbuat maksiat, karena pemanfaatannya tidak sesuai dengan kehendak Allah swt, menjadikan kemashlahatan yang akan dituju dengan harta itu tidak tercapai.

Para ulama sepakat mengatakan bahwa perbuatan KKN dengan beragam bentuknya didalamnya, dalam literatur fikih misalnya, adanya unsur sariqoh ( pencurian ), ghulul ( korupsi ) dan sebagainya adalah haram karena bertentangan dengan maqasidul syariah ( tujuan hukum Islam ).

Tindak pidana korupsi ( ghulul ), merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung merugikan keuangan negara ( masyarakat ). Allah swt memberi peringatan agar kecurangan dan penipuan itu dihindari, seperti firman Allah ;

)

لا ناﺮﻤﻋ

/

٣

/

١۶١

(

Artinya “ Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta

rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkan itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”. (QS. Surat Ali Imran:3/161)


(47)

E. Analisa Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme Menurut Undang-Undang dan Hubungannya Dengan Hukum Islam

Cita–cita didirikannya negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasr 1945 adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Salah satu komponen untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah penyelennggaraan negara dan bangsa.5

Penyelenggaraan negara seperti di atas dapat terlaksana apabila aparatur negara termasuk aparatur pemerintah di dalamnya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, professional, transparan, akuntabel, taat pada aturan hukum, responsive dan proaktif, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau partai yang berkuasa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Kondisi yang dijumpai selama ini, ternyata berbeda dengan harapan di atas. Selama tiga dekade terakhir, telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada Presiden/ Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) dalam penyelenggaraan negara. Akibatnya, lembaga Tertinggi dan lembaga-lembaga Tinggi negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik, dan partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak dapat berkembang. Akibat lainnya, kegiatan

5


(48)

penyelenggaraan negara cenderung mengarah pada praktek-praktek yang lebih menguntungkan kelompok tertentu yang pada akhirnya menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ) yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional.6

Berbagai praktek yang membuat penyelenggaraan negara menjadi tidak efisien dan efektif dan menyuburkan praktek KKN antara lain :

a. Dominasi partai yang berkuasa dalam lembaga eksekutif, legislative,dan yudikatif yang akhirnya menghambat pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga tersebut.

b. Badan-badan peradilan baik organisasi, keuangan, dan sumber daya manusianya berada dibawah lembaga eksekutif, sehingga menghambat penegakan hukum secara adil dan obyektif.

c. Terlalu besarnya kewenangan pemerintah pusat dan terlalu kecilnya kewenangan pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri mendorong timbulnya ketidakpuasan dan menghambat partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan di berbagai daerah.

Kurang berfungsinya lembaga-lembaga di atas, dianggap sebagai salah satu faktor penyebab meluas dan semakin parahnya krisis moneter dan ekonomi dalam dua tahun terakhir ini yang telah berkembang dan mengakibatkan gejolak sosial dan

6

Kusumah Mw, Tegaknya Supremasi Hukum ( Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2001 ) Hal. 141


(49)

politik yang ditandai dengan rusaknya tatanan ekonomi dan keuangan, pengangguran yang meluas,serta kemiskinan yang menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat kepada pemerintah termasuk aparatur pemerintahan di pusat dan daerah. Hal ini tidak saja merugikan negara dan masyarakat secara materi tetapi juga secara sosial dan budaya.7

Mengingat kondisi yang kurang menguntungkan dalam penyelenggaraan negara tersebut, maka bangsa Indonesia termasuk pemerintah menyadari perlu dilakukannya upaya-upaya untunk memfungsikan lembaga Tertinggi negara dan lembaga-lembaga Tinggi negara sesuai dengan yang diharapkan bersama, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan dan menghapus praktek-praktek yang menyuburkan KKN. Untuk itu, MPR telah menetapkan TAP MPR NO.XI/ MPR / 1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, dalam undang-undang ini ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan Negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan Negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.

Upaya memfungsikan lembaga eksekutif, legislatif,dan yudikatif secara benar, serta pemberantasan praktek KKN dalam penyelenggaraan negara dalam

7

Romli Attasasmita, Korupsi Governence Dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia ( Jakarta : Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002 ) Hal. 25


(50)

rangka mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tidak saja harus dilakukan oleh pemerintah sendiri, tetapi juga harus pula melibatkan lembaga-lembaga negara lainnya, organisasi politik, dan masyarakat pada umumnya. Dengan cara seperti ini, maka ruang gerak dan peluang terjadinya praktek-praktek KKN yang merugikan bangsa dan negara seperti yang terjadi pada masa yang lalu dapat dicegah.

Selanjutnya pada Undang-Undang No.28 Tahun 1999 bahwa praktek KKN tidak hanya dilakukan antar-penyelenggara negara melainkan juga antara penyelenggara negara dan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya.

Jadi boleh dibilang praktek KKN tidak dapat terjadi begitu saja, praktek KKN dilakukan perkelompok atau individu guna untuk memperkaya diri sendiri, tanpa memikirkan nasib rakyat banyak.8

Hukum Islam yang disyariatkan Allah swt pada hakekatnya diproyeksikan untuk kemashlahatan manusia. Salah satu kemashlahatan manusia yang hendak direalisasikan adalah terpeliharanya harta dan pemindahan hak milik yang menyimpang dari prosedur hukum, dan dari pemanfaatannya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu adanya larangan mencuri ( sariqoh ), merampas ( ikhtithaf ), mencopet dan sebagainya adalah untuk memelihara

8


(51)

keamanan harta dari pemilikan yang tidak sah. Larangan menggunakan harta sebagai taruhan judi misalnya dan memberikan kepada orang lain yang diyakini akan menggunakannya untuk berbuat maksiat, karena pemanfaatannya tidak sesuai dengan kehendak Allah swt, menjadikan kemashlahatan yang akan dituju dengan harta itu tidak tercapai.9

Penyelenggaraan negara yang bersih adalah penyelenggara negara yang mentaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya. Asas umum Pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatuhan dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Asas umum penyelenggara negara meliputi :

1 Asas kepastian hukum yakni, asas dalam negara hukum mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

2 Asas tertib penyelenggara negara yakni, asas yang menajadi landasan keteraturan,keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

3 Asas kepentingan umum yakni, asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

4 Asas keterbukaan yakni, asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,jujur, dan tidak diskriminatif tentang

9


(52)

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,golongan, dan rahasia negara.

5 Asas proporsionalitas yakni, asas yang mengutamakan keseimbang antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6 Asas profesionalitas yakni, asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7 Asas akuntabilitas yakni, asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.10

Jadi antara Undang-Undang dan Hukum Islam sama-sama menginginkan Pemimpin yang dapat menjalankan Amanahnya dengan baik dan bertanggung jawab. Penyelenggara negara yang baik harus mempunyai Asas-Asas yang telah tertera dalam Undang-Undang No.28 Tahun 1999 dan Surat An-Nisa ayat 58

10


(53)

Dalam penulisan skripsi ini, permasalahan dibatasi penyelenggaraan Negara yang bersih dari korupsi,kolusi dan nepotisme berdasarkan Undang-undang No.28 Tahun 1999 dan Hukum Islam.Untuk lebih jelasnya penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1. Penjelasan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menurut hukum Islam adalah suatu keharusan, karena Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai transparansi, keadilan dan kejujuran. Sehingga di tegaskan dalam surat An-Nisa ayat 58 mengenai bagaimana menjaga amanat. Selain itu juga tertera dalam HR.Tirmidzi yang menjelaskan tentang hukuman bagi penerima suap dan member suap.

2. Penyelenggaraan negara pada Undang-Undang No.28 Tahun 1999, mempunyai peranan penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa yang sangat pentinng dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara dan pemimpin pemerintahan. Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari koupsi, kolusi dan nepotisme, dalam Undang-Undang ini ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas


(54)

proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.Undang-Undang ini mengatur pula kewajiban para Penyelenggara negara, antara lain mengumumkan dan melaporkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.

3. Kecendrungan untuk menerapkan Hukum seberat – beratnya terhadap pelanggar Hukum (Korupsi), bukan lagi suara perorangan, kelompok, atau organisasi tertentu. Suara itu sudah menjadi suara mayoritas. Bahkan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, semangat ketegasan Hukum Islam yang selama ini jadi momok yang menakutkan bagi sebagian kalangan, secara sadar ataupun tidak. Sebenarnya sudah diadopsi masyarakat. Tindak pidana korupsi termasuk dalam kelompok tindak pidana takzir. Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis, bentuk dan jumlahnya diserahkan Syarak kepada pemerintah, (dalam hal ini) Hakim (qadhi) . Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus mengacu kepada tujuan syarak (maqashid asy-Syari’ah) dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang koruptor, sehingga koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman itu juga bisa menjadi tindakan preventif bagi orang lain. Setiap Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(55)

B. Saran

1. Untuk Para Penyelenggara negara seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam memimpin sebuah negara, khususnya negara Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara terkorup didunia. Oleh sebab itu Penyelenggara negara harus memiliki sifat-sifat yang luhur dan dapat dipercaya dalam mengemban suatu amanah agar tidak menyimpang.

2. Kasus KKN tidak saja terjadi pada pola pemerintahan akan tetapi terjadi pula pada beberapa lapis masyarakat, karena budaya KKN telah menjamur di mana saja, hingga sulit untuk di basmi. Oleh karena itu pemerintah seharusnya peka terhadap kasus KKN.

3. Kepada para tokoh pendidik, Ulama Cendikiawan agar menjadi contoh dalam melakukan tugasnya, sehingga masyarakat dapat menjadikan pegangan dalam melakukan tugasnya.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim Dan Terjemahannya

Abdur Rafi, Abu Fida’, Terapi Penyakit Korupsi, Jakarta : Penerbit Republika,2006 Ahmad Syaiful, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana

Korupsi ,Bandung : PT.Refika Aditama, 2008

Attasamita, Romli, Korupsi Governence dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia,Jakarta : Departemen Kehakiman RI, 2002

Attasasmita,Romli, Analisis dan evaluasi hokum tentang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi,badan pembinaan hokum nasional dan hak asasi manusia ,Jakarta : Departemen Kehakiman RI, 2007

Chazami,Adami, Hukum pidana materil dan formil korupsi di Indonesia,Jakarta : Bayumedia publishing, 2005

Fuad Noeh,Munawar, Islam dan gerakan moral anti korupsi, Jakarta : Zikrul Hakim, 1997

HadisehaTunggal, Undang-Undang Korupsi Bersama Peraturan dan Pelaksanaannya, Jakarta : Harvarindo, 2008

hamzah,Andi, Pemberantasan Korupsi melalui hokum pidana nasional dan Internasional. Jakarta : PT.Grafindo persada, 2005


(57)

Hamzah,Andi, Korupsi dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan, Jakarta: Akademika Pressindo,1985

Hartanti,Evi, Tindak pidana korupsi edisi kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2009 Harahap, Krisna, Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung , Bandung

: PT.Grafiti, 2009

Korupsi di Negeri kaum beragama,Ikhtiar Membangun Fikih Anti Korupsi, Jakarta : P3M, 2004

Lembaga Administrasi Negara, Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan, Jakarta : 2000

Lopa,Burhanudin,Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta : Kompas,2001 Maheka,Arya, komisi pemberantasan korupsi Republik Indonesia, mengenali dan

memberantas korupsi. KPK. Jakarta

Marpaung,Leden, Tindak Pidana korupsi pemberantasan dan pencegahan, Jakarta : PT Djambatan, 2001

Muliyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia,Normatif,Teoritis,Praktik dan Masalahnya , Bandung : PT.Alumni, 2007

K. Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983


(58)

P3M, Korupsi di negeri kaum beragama, Jakarta ; P3M 2004

R.Wiryono, Pembahasan Undag-undang Pemberantasan Tindakan pidana korupsi, Jakart : Sinar Grafika, 2006

Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi , Jakarta : Pena Multi Media, 2008 Soewartojo, Junaidi, Korupsi Pola Kegiatan dan Penindakannya serta Peran

Pengawasan dalam Penaggulangannya, Jakarta : Restu Agung, 1992

Undang-undang Otonomi Daerah 1999, Bandung : Citra Umbara, 2001 Data dari Internet

http://antikorupsi.org/docs/uuno7 tahun 2006

http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata. ( 28 Juli 2010, Pkl. 08.00 Wib )

http://www.hayatulislam.net/administrasi-negara-islam-menjamin-kesejahteraan-rakyat.html.( 28 Juli 2010, Pkl.08.00 Wib )

www.organisasi.org// praktek KKN di Indonesia ( 27 Juli 2010, Pkl.17.00 Wib ) www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6412/ - (29 juni 2010,Pkl.10.28 Wib )


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dalam penulisan skripsi ini, permasalahan dibatasi penyelenggaraan Negara yang bersih dari korupsi,kolusi dan nepotisme berdasarkan Undang-undang No.28 Tahun 1999 dan Hukum Islam.Untuk lebih jelasnya penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1. Penjelasan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menurut hukum Islam adalah suatu keharusan, karena Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai transparansi, keadilan dan kejujuran. Sehingga di tegaskan dalam surat An-Nisa ayat 58 mengenai bagaimana menjaga amanat. Selain itu juga tertera dalam HR.Tirmidzi yang menjelaskan tentang hukuman bagi penerima suap dan member suap.

2. Penyelenggaraan negara pada Undang-Undang No.28 Tahun 1999,

mempunyai peranan penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa yang sangat pentinng dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara dan pemimpin pemerintahan. Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari koupsi, kolusi dan nepotisme, dalam Undang-Undang ini ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas


(2)

proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.Undang-Undang ini mengatur pula kewajiban para Penyelenggara negara, antara lain mengumumkan dan melaporkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.

3. Kecendrungan untuk menerapkan Hukum seberat – beratnya terhadap pelanggar Hukum (Korupsi), bukan lagi suara perorangan, kelompok, atau organisasi tertentu. Suara itu sudah menjadi suara mayoritas. Bahkan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, semangat ketegasan Hukum Islam yang selama ini jadi momok yang menakutkan bagi sebagian kalangan, secara sadar ataupun tidak. Sebenarnya sudah diadopsi masyarakat. Tindak pidana korupsi termasuk dalam kelompok tindak pidana takzir. Oleh sebab itu, penentuan hukuman, baik jenis, bentuk dan jumlahnya diserahkan Syarak kepada pemerintah, (dalam hal ini) Hakim (qadhi) . Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus mengacu kepada tujuan syarak (maqashid asy-Syari’ah) dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang koruptor, sehingga koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman itu juga bisa menjadi tindakan preventif bagi orang lain. Setiap Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(3)

64

B. Saran

1. Untuk Para Penyelenggara negara seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam memimpin sebuah negara, khususnya negara Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara terkorup didunia. Oleh sebab itu Penyelenggara negara harus memiliki sifat-sifat yang luhur dan dapat dipercaya dalam mengemban suatu amanah agar tidak menyimpang.

2. Kasus KKN tidak saja terjadi pada pola pemerintahan akan tetapi terjadi pula pada beberapa lapis masyarakat, karena budaya KKN telah menjamur di mana saja, hingga sulit untuk di basmi. Oleh karena itu pemerintah seharusnya peka terhadap kasus KKN.

3. Kepada para tokoh pendidik, Ulama Cendikiawan agar menjadi contoh dalam melakukan tugasnya, sehingga masyarakat dapat menjadikan pegangan dalam melakukan tugasnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim Dan Terjemahannya

Abdur Rafi, Abu Fida’, Terapi Penyakit Korupsi, Jakarta : Penerbit Republika,2006

Ahmad Syaiful, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi ,Bandung : PT.Refika Aditama, 2008

Attasamita, Romli, Korupsi Governence dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia,Jakarta : Departemen Kehakiman RI, 2002

Attasasmita,Romli, Analisis dan evaluasi hokum tentang penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi,badan pembinaan hokum nasional dan hak asasi manusia ,Jakarta : Departemen Kehakiman RI, 2007

Chazami,Adami, Hukum pidana materil dan formil korupsi di Indonesia,Jakarta : Bayumedia publishing, 2005

Fuad Noeh,Munawar, Islam dan gerakan moral anti korupsi, Jakarta : Zikrul Hakim, 1997

HadisehaTunggal, Undang-Undang Korupsi Bersama Peraturan dan

Pelaksanaannya, Jakarta : Harvarindo, 2008

hamzah,Andi, Pemberantasan Korupsi melalui hokum pidana nasional dan Internasional. Jakarta : PT.Grafindo persada, 2005


(5)

66

Hamzah,Andi, Korupsi dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan, Jakarta: Akademika Pressindo,1985

Hartanti,Evi, Tindak pidana korupsiedisi kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2009

Harahap, Krisna, Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan Tiada Ujung , Bandung : PT.Grafiti, 2009

Korupsi di Negeri kaum beragama,Ikhtiar Membangun Fikih Anti Korupsi, Jakarta : P3M, 2004

Lembaga Administrasi Negara, Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan, Jakarta : 2000

Lopa,Burhanudin,Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta : Kompas,2001

Maheka,Arya, komisi pemberantasan korupsi Republik Indonesia, mengenali dan memberantas korupsi. KPK. Jakarta

Marpaung,Leden, Tindak Pidana korupsi pemberantasan dan pencegahan, Jakarta : PT Djambatan, 2001

Muliyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia,Normatif,Teoritis,Praktik dan Masalahnya , Bandung : PT.Alumni, 2007

K. Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983


(6)

P3M, Korupsi di negeri kaum beragama, Jakarta ; P3M 2004

R.Wiryono, Pembahasan Undag-undang Pemberantasan Tindakan pidana korupsi,

Jakart : Sinar Grafika, 2006

Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi , Jakarta : Pena Multi Media, 2008

Soewartojo, Junaidi, Korupsi Pola Kegiatan dan Penindakannya serta Peran

Pengawasan dalam Penaggulangannya, Jakarta : Restu Agung, 1992

Undang-undang Otonomi Daerah 1999, Bandung : Citra Umbara, 2001

Data dari Internet

http://antikorupsi.org/docs/uuno7 tahun 2006

http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata. ( 28 Juli 2010, Pkl. 08.00 Wib )

http://www.hayatulislam.net/administrasi-negara-islam-menjamin-kesejahteraan-rakyat.html.( 28 Juli 2010, Pkl.08.00 Wib )

www.organisasi.org// praktek KKN di Indonesia ( 27 Juli 2010, Pkl.17.00 Wib )