Penelitian yang bertujuan menginventarisasi nilai budaya lam a Penelitian dengan topik yang belum pernah dilakukan Penelitian untuk pengembangan pengetahuan Penelitian yang sejalan dengan pola kebijakan Universitas Udayana

4 menjadikan Universitas Udayana sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di Bali yang mampu berperan aktif dalam uapaya pengembangan dan pelestarian budaya tradisional Bali. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan mengenai Kota Mengwi dari segi sejarah kerajaan, sejarah peningalan kerajaan berupa puri, dan elemen utama kota yang ada di kota Klungkung beserta dengan lokasinya. 2.1 Pola umum Kota Kerajaan di Bali Pola tata kota kerajaan di Bali yang berhasil diidentifikasikan hingga saat ini menunjukkan bahwa hampir semua tata ruang pusat kota kerajaan mengambil pola Cathus Patha. Pola ini mudah dikenali dengan adanya perempatan utama di pusat kota yang dikenal dengan sebutan Pem patan Agung. Perempatan utama ini terbentuk dari persilangan dua ruas jalan utama kota, yaitu ruas jalan yang mengarah utara-selatan dan yang mengarah timur-barat Patra, 1985: 21. Pada daerah sekitar Pempatan Agung lazimnya akan dibangun elemen-elemen utama kota, seperti puri, pura kerajaan, pasar utama kota, alun-alun kota, dan bangunan musyawarah rakyat. Pada daerah di luar zona inti kota akan dibangun perumahan rakyat dan sawah-ladang yang status kedudukannya makin menurun ke daerah tepi kota. Satu pusat kota kerajaan di Bali yang tidak diketahui dengan pasti polanya adalah Kerajaan Bali Kuno. Banyak prasasti menyebutkan bahwa kerajaan yang berdiri pada abad 8 Masehi ini memiliki ibu kota yang bernama Singhamandawa yang diduga berlokasi di wilayah Gianyar Soekmono, 1990: 52. Gambar 2.2 Pura Kerajaan Denpasar Gambar 2.1 Pola Pem patan Agung Gambar 2.3 Pura Kerajaan Pemecutan B ale Musyawarah Puri Pura Kerajaan Alun-alun Pasar 6

2.2 Elem en-elemen Kota Kerajaan

Pada bagian berikut ini dipaparkan tentang bangunan-bangunan utama kota yang pada umumnya terdapat di zona inti kota kerajaan di Bali. a. Pem patan Agung merupakan perempatan utama di pusat kota yang memiliki nilai penting secara sosioreligius.Kompleks bangunan puri atau kediaman keluarga raja. Lazimnya berada di pojok timur laut Pem patan Agung kota. b. Pura Tri Kahyangan Desa adalah tiga pura pemujaan untuk masyarakat di kota yang masing-masing terdiri Pura Puseh di daerah hulu kota sebagai tempat suci pemujaan Dewa Wisnu dewa pemeliharan; Pura Desa di daerah pusat kota, di dekat Pempatan Agung sebagai tempat suci pemujaan Dewa Brahma dewa pencipta; dan Pura Dalem di daerah hilir kota sebagai tempat suci pemujaan Dewa Siwa dewa pelebur. Beberapa kota ada kalanya menggabungkan dua atau ketiga pura Kahyangan Desa ini dalam satu area kompleks pura yang bernama Pura Kahyangan Tiga. c. Pura Kerajaan adalah sebuah kom pleks pura yang dibangun dan dikelola oleh raja untuk keperluan kegiatan ritual wilayah kerajaan. Bangunan pura ini dapat difungsikan secara bersama oleh keluarga raja dan masyarakat umum kota pada masa lalunya. Beberapa kerajaan di Bali disebutkan membangun dan mengelola tiga buah pura kerajaan yang terdiri dari pura kerajaan pegunungan, pura kerajaan di dataran di pusat kota, dan pura kerajaan pesisir pantai. d. Alun-alun merupakan ruang terbuka kota. e. Pasar utama kota atau peken yang ada kalanya disatukan dengan alun-alun di pusat kota.

2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali

Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari satu titik awal yang akhirnya berkembang ke empat arah berbeda secara seimbang. Gambaran ini direpresentasikan sebagai sosok Brahma sebagai dewa pencipta dan gunung Meru sebagai gunung utama kosmik yang sama-sama digambarkan memiliki empat wajah serupa itu lihat gambar 13. Konsep tentang keberadaan empat wajah serupa ini sangat nyata terlihat pada perwujudan pusat kota Cakranegara maupun kota-kota di Bali yang berbentuk pem patan agung. Pusat kota berbentuk pertemuan empat ruas jalan - dari utara, timur, selatan, dan barat - yang saling bertemu di satu titik bernama pempatan agung. Pada bangunan kuil maupun stupa, konsep empat wajah ini juga mudah dicermati. Sebagai representasi alam semesta, bangunan-bangunan suci Asia Tenggara