Tresna. Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana yang

3 kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan perkara yang berlaku dalam masyarakat. Dalam rangka mengatur sikap manusia agar tidak mengganggu, merampas dan melanggar hak-hak orang lain, maka dibuatlah aturan pidana agar orang-orang yang melakukan kejahatan dapat dikenai sanksi atau hukuman untuk mewujudkan ketentraman, keamanan dan kesejahteraan dalam masyarakat. Salah satu tindak pidana yang sering dilakukan oleh seseorang adalah tindak pidana penggelapan verduistering sebagaimana yang diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini sangat sering di jumpai dikehidupan sehari-hari. Himpitan ekonomi dengan gaya hidup yang semakin tinggi menjadi faktor terjadinya tindak pidana penggelapan, Yang dinamakan penggelapan adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri zich toeegenen barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Perkara penggelapan merupakan suatu delik atau tindak pidana biasa dan bukan delik aduan. Menurut R. Tresna, istilah pengaduan klacht tidak sama artinya dengan pelaporan aangfte, bedanya adalah: 2 1. Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai kejahatan-kejahatan, di mana adanya pengaduan itu menjadi syarat. 2. Setiap orang dapat melaporkan sesuatu kejadian, sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya. 2

R. Tresna. Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana yang

Penting, Bulan Bintang, Jakarta, 2006, h. 45. 4 3. Pelaporan tidak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, pengaduan di dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaiknya merupakan syarat untuk mengadakan penuntutan. Penggelapan bukan termasuk dalam delik aduan, maka walaupun barang yang digelapkan telah dikembalikan, hal itu tidak dapat menjadi alasan penghapusan hak penuntutanpeniadaan penuntutan atas delik tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Bab VIII Buku I Pasal 76 sd Pasal 85 KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana . Walaupun barang yang gelapkan telah dikembalikan oleh yang bersangkutan, dia tetap dapat dituntut dengan pasal penggelapan. Namun, dengan adanya iktikad baik si pelaku, apabila ada perjanjian perdamaian, hal itu dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan saat perkara tersebut diperiksa di pengadilan. Salah satu fungsi hukum pidana adalah sebagai alat atau sarana terhadap penyelesaian problematika. Kebijakan hukum pidana sebagai suatu upaya untuk menanggulangi kejahatan dan mensejahterahkan masyarakat, maka berbagai bentuk kebijakan dilakukan untuk mengatur masyarakat dalam suatu proses kebijakan sosial yang mengacu pada tujuan yang lebih luas. Perkara tindak pidana penggelapan kususnya di unit III Penyidikan Sat Reskrim Polrestabes Semarang periode Januari 2014 sampai dengan Agustus 2014 laporan yang masuk mencapai 30 laporan, dari angka tersebut 6 diantaranya pelapor menghendaki proses penyidikanya di tangguhkan dengan pertimbangan kedua belah pihak yang berperkara telah menyelesaikan kerugian materiel yang dialami oleh pelapor dan kedua belah 5 telah saling memaafkan, sedangkan sisa perkara-perkara tersebut masih dalam tahap penyelidikan dengan berbagai macam hambatan dan di limpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum. Perkara tindak pidana penggelapan yang laporannya dicabut oleh pelapor dan menghendaki penyelesaian secara damai cepat ditindak lanjuti oleh Penyidik, menurut Penyidik hal itu merupakan penilaian positif karena beban perkara yang ditangani juga berkurang begitu juga dengan perkara yang tidak ada penyelesaian secara damai yang harus ditindak lanjuti sampai berkas perkaranya dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum selama tidak terdapat hambatan-hambatan dalam prosesnya cepat direspon karena keterbatasan waktu yang telah diatur dalam undang-undang. Perkara tindak pidana penggelapan yang ditangani di Polrestabes sampai berlanjut dan dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum pada umumnya karena pelaku tidak sanggup dan tidak bisa menghadirkan kembali kerugian yang dialami oleh pelaporkorban, sebab lain karena korban menghendaki pembelajaran hukum kepada pelakunya. Contoh perkara tindak pidana penggelapan yang menghendaki prosesnya ditangguhkan dibawah ini : ANDI adalah teman dekat JOHAN yang sudah lama bekerja sama dalam usaha jual beli Mobil, suatu ketika ANDI mendapat kepercayaan untuk menjualkan 1 unit Toyota Avanza milik JOHAN dengan kesepakatan harga Rp.150.000.000. dalam waktu tidak lama ANDI berhasil menjualkan mobil tersebut dengan harga sesuai permintaan JOHAN, namun ANDI mengalami suatu musibah anaknya sakit dan di Opname pada salah satu rumah sakit, karena ANDI tidak mempunyai uang untuk biaya anaknya tersebut maka timbulah niat untuk menggunakan Rp.50.000.000. atau sebagian uang hasil penjualan mobil tanpa sepengetahuan JOHAN, dan uang tersebut digunakan untuk biaya anaknya, di lain waktu JOHAN bertanya tentang mobilnya tersebut dan ANDI menerangkan bahwa 6 benar mobil sudah laku terjual dengan kesepakatan harga Rp. 150.000.000. namun uang hasil penjualanya sebagian digunakan oleh ANDI dan ANDI berjanji dalam waktu satu minggu uang yang digunakan tersebut akan dikembalikan karena dengan alasan tersebut diterima JOHAN, setelah satu minggu JOHAN menagih kepada ANDI tentang uang yang digunakan tersebut namun ANDI tidak bisa mengembalikanya sehingga oleh JOHAN dilaporkan kepada Kepolisian, setelah diproses oleh kepolisian dilakukan penyelidikan dan penyidikan terbukti perbuatan ANDI cukup bukti dan memenuhi unsur pasal 372 KUHP dan dilakukan penahanan, dalam perjalanan waktu ANDI dan keluarganya berupaya untuk dapat mengembalikan uang yang digunakan tersebut kepada JOHAN, maka kerugian JOHAN telah dikembalikan sehingga JOHAN memohon kepada kepolisian untuk mencabut laporan dengan alasan bahwa uangnya telah dikembalikan dan ia menuangkan dalam pernyataan bahwa permasalahan tersebut telah dimaafkan sehingga JOHAN meminta agar proses hukumnya selesai ditingkat kepolisian saja dan tidak dilanjutkan sampai ke Kejaksaan maupun Pengadilan, dengan berbagai pertimbangan sehingga kepolisian menangguhkan proses penyidikan yang sudah berlangsung, walaupun perkarakasus tersebut bukan delik aduan. Dari perkarakasus diatas walaupun pihak korbanpelapor telah berdamai dan mengajukan permohonan pencabutan laporan, kepolisian tidak mempunyai dasar atau landasan hukum untuk menghentikan proses penyidikan tersebut sampai ketahap penuntutan di kejaksaan dan mendapat putusan hukum tetap di pengadilan jika tujuan hukum untuk mencari suatu kepastian, namun jika hukum bertujuan untuk mendapatkan keadilan dan kemanfaatan atas pencabutan laporan kepolisian membutuhkan sarat adminstrasi yang mendukung pemufakatan kedua belah pihak antara pihak pelapor maupun terlapor yang diketahui oleh pihak ketiga contoh keluarga para pihak, RT, RW ataupun pihak kelurahan bahwa perkarakasus tersebut telah di selesaikan secara damai, saling memaafkan dan tidak saling menuntut dikemudian hari, dan pihak terlapor menyadari perbuatanya tersebut melanggar hukum dengan ancaman pidana empat tahun, sehingga 7 dapat dipertimbangkan oleh kepolisian dampak baik buruknya, memperhatikan situasi masyarakat setempat, apabila perkarakasus tersebut di tangguhkan prosesnya, karena tugas pokok kepolisian sebagai pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat selain penegakan hukum juga memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, berdasarkan pertimbangan tersebut sehingga prosesnya di tangguhkan. Lebih lanjut adanya paradigma baru dalam proses penegakan hukum pidana yang disebut dengan pendekatan “Restorative Justice” atau “Keadilan Restoratif”. Pendekatan ini dinilai menawarkan solusi lebih efektif karena bertujuan untuk memberdayakan para korban, pelaku, keluarga dan masyarakat guna memperbaiki perbuatanakibat perbuatan melawan hukum, dengan menggunakan kesadaran dan keinsyafan sebagai landasan untuk memperbaiki tata kehidupan bermasyarakat. Berbicara soal penegakan hukum adanya keharusan menjalankan hukum sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri dan dapat memprioritaskan ketiga tujuan hukum ini tanpa ada yang di kecualikan, sehingga tercipta suatu keadaan yang aman. Hal ini berlaku juga bagi Kepolisan Republik Indonesia sebagaimana yang di amanahkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, yakni dalam Pasal 13 tentang tugas dan wewenang Polri. Pada dasarnya kehadiran dan tugas Polisi tak lepas dari permasalahan dan tindak Pidana, Polisi dapat menjadi pengayom dan pelindung masyarakat juga dapat memberikan rasa nyaman dalam masyarakat menjalankan aktifitas manusia sebagai subjek hukum. 8 Sebagaimana disebutkan di atas bahwa hukum pidana tidak mengenal adanya kompromi, namun pada kenyataannya ada beberapa perkara pidana itu diselesaikan langsung oleh polisi tanpa melalui jaksa maupun pengadilan. Perkara-perkara tersebut pada umumnya berupa jenis tindak pidana ringan dan dikarenakan si korban mau menerima permohonan maaf dari si pelaku dimana penyelesaiannya dengan cara berdamai. Dengan adanya wewenang polisi yang sangat besar bisa mengarah ke perbuatan kesewenang-wenangan atau diskriminasi. Oleh karena itu perlu landasan moral dan etika serta pengawasan-pengawasan. Terdapat berbagai kasus yang menggambarkan tindakan para aparat penegak hukum tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Tetapi penegak hukum dalam hal ini polisi masih ada yang bertindak bijak dalam memutuskan perkara pidana, terutama tindak pidana penggelapan. Maka dalam thesis ini penulis ingin membahas proses penyelesaian perkara tindak pidana penggelapan yang memperlihatkan kewenangan polisi dalam menyelesaikan perkara tidak hanya berdasarkan aturan hukum formal yang berlaku, tapi juga menggunakan pendekatan keadilan restoratif, sebagaimana pengaturan ketentuan-ketentuan hukumnya memberikan keadilan lebih baik untuk pelaku maupun korban dan keluarga korban. Berdasarkan latar belakang yang terurai sebelumnya, maka disusunlah thesis ini dengan judul “Penyelesaian perkara tindak pidana Penggelapan dengan pendekatan Restoratif Justice “ Studi Penelitian di Polrestabes Semarang. 9

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggelapan Pajak oleh Notaris/PPAT Ditinjau dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi T2 322013035 BAB I

2 8 44

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggelapan Pajak oleh Notaris/PPAT Ditinjau dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi T2 322013035 BAB II

0 1 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggelapan Pajak oleh Notaris/PPAT Ditinjau dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi T2 322013035 BAB IV

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penggelapan dengan Pendekatan Restoratif Justice: Studi Penelitian di Polrestabes Semarang T2 322013034 BAB II

0 3 35

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penggelapan dengan Pendekatan Restoratif Justice: Studi Penelitian di Polrestabes Semarang T2 322013034 BAB IV

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penggelapan dengan Pendekatan Restoratif Justice: Studi Penelitian di Polrestabes Semarang

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anak oleh Polres Tegal T2 322012002 BAB I

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penanganan Perkara Koneksitas dalam Tindak Pidana Korupsi

0 0 10

T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Motif Tindak Pidana Pembunuhan dalam Penjatuhan Pidana pada Proses Pembuktian dan Pertimbangan Putusan Hakim T2 BAB I

0 0 28

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Polrestabes Semarang - IMPLEMENTASI KEADILAN RESTORATIF TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM PIDANA (STUDI KASUS DI POLRESTABES SEMARANG) - Unika Repository

0 0 30