39
2. Karakteristik Ekonomi
Kemiskinan dapat dievaluasi dan dinilai dari data dan karateristik yang terdapat di lapangan. Dengan menghubungkan dengan teori kemiskinan dapat
dijadikan pedoman dalam penilaiannya. Kategori kemiskinan yang paling mudah digunakan adalah pendapatan.
Grafik 3
Rata-Rata Pendapatan Responden Sebagian besar responden bekerja di sektor informal sehingga
pendapatannya setiap hari dan bulan tidak sama. Rata-rata pendapatan per bulan mencapai Rp.1.000.000 dimana pendapatan tertinggi adalah
Rp.6.000.000. apabila rata-rata pendapatan bulanan dikonversikan kedalam pendapatan harian maka diperoleh jumlah pendapatan sebesar Rp.33.000.
jumlah itu merupakan rata-rata pendapatan sebagai buruh, pedagang kecil, tukang becak dan pekerjaan sejenis lainnya.
Tabel 5
Data Pekerjaan Responden No
Jenis Pekerjaan Jumlah
Persen 1
Buruh 29
24 2
Tukang Becak 1
0,8 3
Satpam 1
0,8 4
Pedagang 14
12 5
Sopir 1
0,8
1000000 2000000
3000000 4000000
5000000 6000000
7000000
Tertinggi Terendah
Rata-Rata
40 6
OB 1
0,8 7
Baby Sitter 1
0,8 8
Karyawan 7
6 9
Wiraswasta 12
10 10
Tidak bekerja 54
45 Dilihat dari aspek pekerjaan atau mata pencaharian utama menunjukkan
bahwa sebagian besar 54 orang atau 45 persen responden bermata pencaharian tidak tetap atau serabutan, buruh 29 orang atau 24persen,
pedagang 14 orang atau 12persen, wiraswasta 12 orang atau 10persen dan karyawan 7 orang atau 6persen, Tukang becak, satpam sopir, office boy dan
baby sitter masing-masing 0,8 persen. Ini menunjukkan bahwa karakteristik responden umumnya adalah bekerja di sektor yang memungkinkan
memperoleh pendapatan rendah dan tidak tetap. Jenis pekerjaan tersebut dapat dilakukan secara tidak terjadwal dan dapat pula lekas berganti jenis pekerjaan
lainnya. Jenis pekerjaan yang dilakukan tidak ditemukan yang berkaitan dengan Kota Yogyakarta sebagai tujuan wisata seperti pemandu wisata atau
penerjemah.
Gambar 10
Salah Satu Profil Pekerjaan Responden sebagai Buruh Bangunan
41 Selain itu dalam karakteristik pekerjaan yang dilakukan responden,
ternyata ada sebanyak 67 orang atau 22,30 persen yang merupakan ibu rumah tangga. Besarnya jumlah ibu rumah tangga ini di satu sisi mereka tidak terlibat
langsung dalam proses mencari nafkah untuk keluarga. Biasanya itu dilakukan oleh laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Akan tetapi perempuan merupakan
pekerja yang tidak dihitung secara ekonomi namun besar dalam hal menopang ekonomi keluarga.
Gambar 11
Warung Sederhana sebagai Mata Pencaharian Dari responden yang bekerja, beberapa mempunyai jenis pekerjaan yang
spesifik seperti office boy dan baby sitter. Adapun pekerjaan yang paling banyak adalah buruh. Pedagang merupakan pekerjaan selanjutnya yang paling
banyak dilakukan. Pedagang disini adalah pedagang angkringan, pedagang burung,
pedagang mainan,
dimana pendapatan
mereka tidak
menentu.Pekerjaan lainnya adalah satpam dan tukang becak. Mayoritas penduduk miskin kota Yogyakarta merupakan penduduk asli,
sehingga mereka mempunyai tempat tinggal sendiri dan permanen. Jumlah responden yang mempunyai tempat tinggal sendiri adalah 83 orang aatau 69
persen sedangkan yang bukan milik sendiri berjumlah 37 orang atau 31 persen. Status bukan milik sendiri dapat diartikan responden tersebut menyewa
42 rumah atau kamar kos, atau responden tidak mempunyai hak milik tetapi tidak
perlu membayar uang sewa seperti menempati rumah saudaranya.
Gambar 12
Status Tempat Tinggal Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang baik
dimana 73 responden atau 56 persen merupakan lulusan SMA sedangkan yang SD di urutan kedua dengan jumlah sebanyak 28 orang atau 21 persen
kebanyakan responden yang sudah berusia lanjut. Selanjutnya responden yang berpendidikan SMP berjumlah 22 orang atau 17 persen.
Gambar 13
Tingkat Pendidikan Responden Milik
sendiiri 69
Bukan milik
sendiri 31
SD 21
SMP 17
SMA 56
D3-S1 6
43 Dalam kehidupan kota yang keras, mencari nafkah dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satu modal untuk dapat berkerja adalah mempunyai ketrampilan tertentu. Dalam penelitian ini, ketrampilan tidak hanya
dimiliki oleh kepala keluarga, namun semua anggota keluarga. Data penelitian menunjukkan, responden hampir semuanya tidak mempunyai ketrampilan
lainnya diluar pekerjaan yang dijalaninya. 97 persen responden mengaku tidak mempunyai ketrampilan apapun dan hanya 3 persen yang mempunyai
ketrampilan.
Gambar 14
Responden yang Mempunyai Ketrampilan Tertentu Lingungan tempat tinggal di perkotaan pada umumnya berada di
pemukiman kumuh, pemukiman padat serta bantaran sungai. Ketiga kondisi lingkungan tempat tinggal tersebut bias jadi merupakan kombinasi dari
ketiganya tersebut. Penilaian terhadap kondisi lingkungan tersebut berdasarkan pendapat tim peneliti, kluster kemiskinan menurut pemerintah dan pendapat
pribadi responden tersebut. Dari data penelitian yang diperoleh, responden yang berada di lingungan kumuh hanya 1 persen, pemukiman padat 36 persen
merupakan angka paling tinggi kemudian bantaran sungai 33 persen.
Tidak punya
ketrampilan 97
Punya ketrampilan
3
44
Gambar 15
Lingkungan Tempat Tinggal Dari ketiga kategori yang disebutkan, beberapa responden menjawab
lebih dari satu kriteria. Mereka merasakan tempat tinggalnya merupakan kombinasi dari ketiganya. Responden yang merasa tinggal di kawasan kumuh
dan padat mencapai 17 persen dan yang merasa tinggal di kawasan kumuh, padat dan bantaran sungai ada 13 persen.
Gambar 16
Salah Satu Sudut Lingkungan Responden
Pemukiman kumuh
1
Pemukiman padat
36
Bantaran sungai
33 Kumuh+padat
17 Kumuh+padat
+bantaran sungai
13
45 Tempat tinggal responden sebagian besar kecil dan sederhana mencapai
82 responden atau 68 persen, 22 responden tinggal di rumah berukuran sedang atau 18 persen. Responden yang tinggal di rumah yang cukup besar hanya 2
orang atau 2 persen saja. Dari total 121 responden yang dijadikan sampel sebanyak 15 orang atau 12 persen tinggal di kamar sewa atau kos.
Gambar 17
Ukuran Tempat Tinggal Responden
Gambar 18
Kondisi Tempat Tinggal Salah Satu Responden
Kamar sewa
12
Kecil 68
Sedang 18
Besar 2
46 Sebagian besar responden sebanyak 84 orang atau 70 persen
pekerjaannya serabutan, artinya dia bekerja tetapi berganti-ganti. Mereka bekerja jika ada permintaan. Selanjutnya yang menganggur tidak mempunyai
pekerjaan 21 orang atau 17 persen. Responden yang mempunyai pekerjaan tetap hanya 16 orang atau 13 persen.
Gambar 19
Status Pekerjaan Responden Penduduk miskin perkotaan pada umumnya bergerak pada bidang
pekerjaan yang bersifat informal sehingga pendapatannya juga tidak dapat dipastikan dan tidak terstandar seperti pekerjaan buruh pabrik dan pekerjaan
yang terkena peraturan upah minimum regional atau upah minimum provinsi. Dari data penelitian diketahui responden yang tidak mempunyai pendapatan
alias tidak punya pekerjaan adalah sebanyak 11 orang atau 9 persen, responden yang mempunyai pendapatan tetapi tidak tetap jumlahnya sebanyak 72 orang
atau 60 persen dan responden yang mempunyai pendapatan tetap berjumlah 38 orang atau 31 persen. Jumlah respoden yang mempunyai pendapatan tidak
tetap sekitar dua kali lipatnya yang berpendapatan tetap. Hal tersebut berkaitan dengan kebanyakan jenis pekerjaan yang dimiliki responden seperti buruh,
sopir, pedagang, dan pekerjaan serabutan lainnya.
Pekerjaa n tetap
13
Serabuta n
70 Mengan
ggur 17
47
Gambar 20
Status Pendapatan Responden Salah satu kriteria kemiskinan yang berlaku adalah ketahanan pangan.
Ketahanan pangan tidak diartikan luas dalam penelitian ini. Ketahanan pangan dilihat dengan apakah responden pernah kesulitan atau kekurangan pangan. Hal
tersebut kemungkina terjadi pada responden yang mempunyai pendapatan tidak tetap atau tidak punya pekerjaan sehingga ada kalanya tidak dapat makan pada
hari itu. Dari penelitian dilapangan diketahui sebanyak 39 responden atau sekitar 34 persen pernah kekurangan makanan dan 75 orang atau 66 persen
tidak pernah merasa kekurangan pangan. Sebagian kecil responden tidak mau mengakui perihal pertanyaan seperti ini.
Gambar 21
Status Ketahanan Pangan
Tidak punya
pendapata n
9
Tidak tetap
60 Tetap
31
Pernah 34
Tidak pernah
66
48
a. Kondisi Kepemilikan Aset dan Akses
Kepemilikan asset merupakan salah satu indikator kekayaan, asset merupakan simpanan atau akumulasi tabungan ang disisihkan baik untuk
menunjang pekerjaan maupun menunjukkan status sosial. Dalam penelitian mengenai kemiskinan ini, terutama perkotaan yang sibuk dan sesak,
kepemilikan asset diwakili oleh sepeda motor. Kepemilikan aset sebagimana dalam kajian kemiskinan perkotaan dengan wilayah tempat tinggal seperti
kumuh, padat dan bantaran kali, aset yang paling mungkin bisa dimiliki dan diukur adalah sepeda motor, televisi, kulkas, furnitur dan lainnya yang dapat
diamati oleh tim peneliti. Responden yang memiliki sepeda motor sejumlah 82 responden atau 69 persen. Sebanyak 37 responden atau 31 persen tidak
mempunyai sepeda motor. Bagi sebagian kalangan sepeda motor merupakan alat transportasi yang paling murah dan praktis. Sepeda motor digunakan untuk
menunjang kebutuhan transportasi maupun pekerjaan.
Gambar 22
Kepemilikan Sepeda motor Listrik merupakan kebutuhan yang mendasar.Pada lingkungan tempat
tinggal yang kumuh dan padat serta luas rumah yang sempit dan sesak, sangat dimungkinkan tidak setiap rumah memiliki saluran listrik sendiri
artinya mempunyai meteran dan rekening listrik sendiri.Banyak sekali dijumpai masyarakat ang menggunakan listrik dengan menyambung dari
Punya sepeda
motor 69
Tidak punya
sepeda motor
31
49 tetangganya dan membayar iuran dalam jumlah tertentu. Dalam penelitian
ini juga ditemukan praktik demikian, sebanyak 39 responden atau 32 persen tidak mempunyai saluran listrik sendiri dan 82 responden atau 68 responden
sudah mempunyai saluran listrik sendiri.
Gambar 23 Kepemilikan Saluran Listrik
Masyarakat miskin perkotaan biasanya mengandalkan fasilitas umum dalam kebutuhan airnya. Pemerintah kota biasanya mendirikan fasilitas
umum air dan MCK di pemukiman yang padat penduduknya dan kumuh. Kondisi lingkungan tempat tinggal yang sempit dan berdesakan tidak
memungkinkan setiap rumah mempunyai sumur sendiri. Demikian juga dalam penelitian ini, rumah tangga yang memiliki sumur sendiri hanya 54
responden atau 45 persen sebanyak 15 responden atau 13 persen menggunakan saluran PDAM dan responden yang tidak memiliki sumber
air sendiri sehingga menggunakan fasilitas umum sebanyak 50 atau sebesar 42 persen.
Punya saluran
listrik 68
Tidak punya
saluran listrik
32
50
Gambar 24
Sumber Air Bersih Masalah lingkungan yang sering muncul dalam problematika
perkotaan adalah adanya polusi. Polusi dapat bermacam-macam bentuknya seperti suara bising, bau tidak sedap dan asap kendaraan. Dalam penelitian
ini, angket tidak mengidentifikasikan bentuk polusi tersebut.Polusi mungkin sudah dianggap sebagai hal yang biasa bagi sebagian penduduk perkotaan
sehingga penelitian hanya menanyakan apakah lingkungannya terkena polusi atau tidak. Jawaban responden yang mengatakan terdapat polusi di
lingkungannya sebanyak 77 responden atau 65 persen dan yang merasa tidak terkena polusi sebanyak 42 responden atau 35 persen.
Gambar 25
Polusi di Sekitar Tempat Tinggal
PDAM 13
Sumur sendiri
45 Fasilitas
umum 42
Polusi 65
Tidak ada
polusi 35
51
b. Akses Kesehatan
Fasilitas kesehatan merupakan hal pokok yang harus disediakan oleh pemerintah,
fasilitas tersebut
juga harus
mudah diakses
oleh masyarakat.Responden mengatakan fasilitas kesehatan mudah diperoleh
sebanyak 115 responden atau 96 persen.Mereka memanfaatkan puskesmas sebagai sarana mengatasi masalah kesehatan.Hanya 5 orang atau 4 persen
yang mengataan sulit untu memperolehnya.Hal tersebut arena pengalaman dalam mengurus biaya kesehatan.
Gambar 26
Kemudahan memperoleh fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan sekarang ini ditentukan oleh kepesertaan penduduk
di Badan Pengelola Jaminan Sosial BPJS. Penduduk akan lebih mudah memperoleh akses kesehatan apabila mempunyai kartu Jaminan Kesehatan
Nasional JKN. Iuran dan kelas JKN ditentukan oleh besarnya uang yang disetorkan setiap bulannya.Keanggotaan terdiri dari 2 macam yaitu
penerima bantuan dan non penerima bantuan.Untuk masyarakat miskin iuran ditanggung oleh pemerintah. Dari responden yang ditentukan, yang
sudah mempunyai kartu JKN hanya 24 orang atau 20 persen saja sedangkan 97 orang atau 80 persen belum mempunyai kartu JKN.
Mudah memperol
eh fasilitas
kesehatan 96
Sulit memperol
eh fasilitas
kesehatan 4
52
Gambar 27
Kepemilikan Kartu JKN
c. Mobilitas
Salah satu hambatan lain bagi masyarakat miskin adalah mobilitas. Mobilitas sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan sarana.Mobilitas dalam
peneltian ini tidak dikaitkan dengan pekerjaan, mobilitas diartikan sebagai perjalanan untuk kepentingan pribadi yang sifatnya sekunder atau
tersier.Sebagian responden menatakan jarang melaukan perjalanan atau bepergian sebanyak 86 orang atau 71 persen. Yang menyatakan sering
bepergian adalah 16 persen dan yang tida pernah melakukan perjalanan adalah 19 orang atau 16 persen.Responden yang tidak pernah melaukan
perjalanan adalah responden yang telah berusia lanjut.
Gambar 28
Mobilitas Responden
Punya kartu
JKN 20
Tidak punya
kartu JKN
80
Sering 13
Jarang 71
Tidak pernah
16
53 Mobilitas tersebut juga ditentukan oleh sarana yang digunakan untuk
mendukungnya. Sepeda motor merupakan sarana yang paling banyak digunakan oleh sebagian besar responden sebanyak 73 orang atau sekitar 65
persen. Responden yang memanfaatkan angkutan umum sebanyak 25 responden atau 22 persen dan sarana lainnya 14 orang atau sebesar 13
persen.
Gambar 29
Sarana Mobilitas Responden
3. Karakteristik Sosial