STRATEGI KOMUNIKASI KONSELOR DALAM MENANGANI PASIEN YANG MENGIDAP HIV/AIDS (Studi Pada Pokja AIDS Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso)

(1)

ABSTRAK

STRATEGI KOMUNIKASI KONSELOR DALAM MENANGANI PASIEN YANG MENGIDAP HIV/AIDS

(Studi Pada Pokja AIDS Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso)

Oleh

ANANDA PAULINA LASLANI

Pada masa sekarang ini, tingkat kepahaman masyarakat mengenai HIV/AIDS masih sangat rendah. Hal ini disebabkan kurangnya informasi dan minimnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai banyaknya faktor resiko yang bisa menyebabkan seseorang terinfeksi HIV/AIDS. Salah satu upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS dengan cara diadakan pelayanan konseling terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) agar mereka tidak menularkan penyakitnya terhadap orang lain. Seorang konselor hendaknya mempunyai strategi komunikasi yang baik dalam menghadapi segala permasalahan dalam menangani ODHA dan berupaya mencapai kualitas komunikasi yang baik dengan pasien agar terciptanya hubungan yang lebih psikologis antara konselor dan pasien sehingga pasien mau membuka statusnya dan konselor mendapatkan kepercayaan dari pasien.

Untuk mencapai tujuan tersebut konselor harus berkomunikasi secara langsung dan mengajak klien mengenali perasaannya dan mengungkapkannya, menggali opsi dan membantu klien membangun rencana tindak lanjut yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi dan melalui konseling pasien akan dibimbing untuk membuat keputusan sendiri untuk mengubah perilaku yang baru dan mempertahankannya Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan strategi komunikasi dan hambatan-hambatan apa saja yang ditemui oleh konselor dalam menghadapi pasien yang mengidap HIV/AIDS sebagai bagian dalam upaya penanggulangan pandemi HIV/AIDS dan mengurangi meningkatnya perilaku yang beresiko terinfeksi HIV di masyarakat.


(2)

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, dimana informan dalam penelitian ini adalah konselor terlatih dari tenaga kesehatan (medis) dan beberapa kliennya, dalam hal ini ODHA. Strategi komunikasi yang digunakan konselor biasa disebut dengan mikro konseling. Sedangkan untuk lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso (RSPI Sulianti Saroso).

Dari penelitian ditemukan bahwa strategi komunikasi konselor adalah teknik mikro konseling yang diterapkan di dalam rangkaian kegiatan komunikasi dari awal pre tes hingga pasca tes pada kegiatan konselor untuk memperoleh kepercayaan klien, membuat klien patuh, media yang digunakan, serta dukungan dan perawatan; Masalah dan hambatan yang ditemui berasal dari kedua belah pihak baik dari pasien maupun dari konselor pada saat pre tes maupun pasca tes; sedangkan untuk solusi dan penanganan masalah dari informan (konselor) masih seragam yaitu penerapan teknik mikro konseling dan pendekatan persuasif yang mendalam; akan lebih baik bila konselor berani keluar dari buku panduan dan berinovasi dalam menangani klien dengan tetap memperhatikan kualitas pelayanan.


(3)

ABSTRACT

THE COMMUNICATION STRATEGY OF COUNSELOR IN TREATING PATIENTS WITH HIV/AIDS

(Studies in Pokja AIDS RSPI Sulianti Saroso)

By

ANANDA PAULINA LASLANI

At present, the level of understanding from a society about HIV/AIDS is still very low. This is due to lack of information and low level of public awareness about the risky factors that could cause a person infected with HIV/AIDS. One of the efforts to prevent the spread of HIV/AIDS is by doing counseling services to the people living with HIV/AIDS so that they do not transmit the disease to others. A counselor should have a good communication strategy in facing all the problems dealing with people living with HIV/AIDS and trying to achieve good quality of communication with the patients in order to create a more psychological relationship between counselor and patients so that the patients would like to open their HIV status and the counselor can earn trust from patients.

To achieve these objectives the counselor should communicate directly and persuade clients to identify their feelings and express it, exploring options and help clients to follow-up their plans related to the problems they are facing, and through counseling, patients will be guided to make their own decisions to change into the new behaviors and maintain it.

This research is needed to understand and to describe the communication strategies and the obstacles which is encountered by any counselor in dealing with patients with HIV/AIDS as part of the efforts to prevent the pandemic of HIV/AIDS and reduce the increasing number of risky behaviors of HIV infection in the society.


(4)

The research used descriptive research method with a qualitative approach, where the informants in this research were the trained counselors from medical workers and several of their clients, in this case, people living with HIV/AIDS. The strategy of communication that was used by the counselors usually called micro-counseling, while the location of the research conducted at the Infectious Disease Hospital Sulianti Saroso (RSPI Sulianti Saroso).

From the research were found that counselor communication strategy is micro-counseling techniques that applied in a series of communication activities from the beginning of pre test to post-test in counselors activities to earn the trust of clients, making client obedient to the counseling, the media that were used, as well as supports and treatments; Problems and obstacles that encountered came from both sides either from the patients or from the counselor during the pre test and post-test; while for the solutions and the way in handling the problems by the informants (counselors) almost the same one another, which were the application of micro-counseling techniques and deeply persuasive approach; it would be better if the counselors dare to come out of the handbooks and make innovations in dealing with clients while keep on maintaining the quality services.


(5)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan hal mendasar dan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan. Manusia yang merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan dengan berkomunikasilah seseorang bisa berinteraksi dengan orang lain. Thomas M. Scheidel mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Namun tujuan dasar berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita. Hal ini sesuai juga dengan definisi komunikasi menurut Everett M.Rogers yang mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk merubah perilaku mereka.

Salah satu proses komunikasi yang paling sering terjadi adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan secara tatap muka sehingga memungkinkan komunikator dan komunikan menangkap reaksi (feedback) secara langsung. Komunikasi antarpribadi sangat berpotensi untuk mempengruhi atau membujuk


(6)

2

orang lain karena kita dapat menggunakan kelima alat indera untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada seseorang dan mengembangkan seseorang untuk saling mengetahui satu sama lain dengan lebih baik. Oleh karena itu komunikasi antarpribadi yang paling lengkap dan paling sempurna merupakan tingkatan yang paling berperan penting dalam komunikasi manusia.

Bentuk komunikasi antar pribadi banyak digunakan didunia pendidikan, perusahaan, ataupun kesehatan. Termasuk didalamnya adalah konseling yang biasanya dilakukan oleh dokter kepada pasiennya. Konseling merupakan usaha dari pihak konselor yaitu orang yang membantu untuk menjernihkan masalah orang yang menerima bantuan (konseli) dengan mendampinginya dalam melihat masalah, memutuskan masalah, menemukan cara-cara pemecahan yang tepat dan menemukan cara yang paling tepat untuk pelaksanaan keputusan itu (M. Hardjana, 2003:117)

Konseling merupakan salah satu upaya yang diambil Departemen Kesehatan dalam menaggulangi pandemi HIV/AIDS dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahayanya HIV/ AIDS serta memberikan informasi mengenai prilaku-prilaku beresiko terinfeksi HIV/AIDS (Depkes RI, 2008).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu kondisi atau tahap lanjutan dari infeksi yang disebabkan virus HIV dan hingga saat ini belum dapat disembuhkan, tetapi bisa dicegah penularannya. Salah satu upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS dengan cara diadakannya pelayanan


(7)

3

konseling terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) agar mereka tidak menularkan penyakitnya terhadap orang lain.

Konseling sangat berguna bagi ODHA karena tidak semua ODHA sadar bahwa mereka telah mengidap HIV/AIDS. Konseling memberikan keuntungan baik bagi mereka yang positif maupun bagi mereka yang negatif mengidap penyakit AIDS karena konseling dapat mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan mereka tentang faktor-faktor risiko terkena infeksi HIV, mengembangkan perubahan perilaku, secara dini mengarahkan mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral (ARV) yaitu obat penekan virus bagi ODHA, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.

Konseling psikologis dan sosial diperlukan oleh seseorang yang mengetahui dirinya telah terinfeksi HIV untuk meningkatkan semangatnya agar tidak putus asa dan tetap optimis menjalani kehidupan, serta membantunya untuk mengatasi perlakuan diskriminatif masyarakat terhadap ODHA. Dengan mendapatkan konseling psikososial ini, diharapkan ODHA senantiasa berfikiran positif untuk menjaga kesehatan dirinya dan tidak menularkan HIV dari dirinya ke orang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut konselor harus berkomunikasi secara langsung dan mengajak klien mengenali perasaannya dan mengungkapkannya, menggali opsi dan membantu klien membangun rencana tindak lanjut yang berkaitan dengan isu yang dihadapi, mendorong perubahan perilaku, memberikan informasi pencegahan, terapi dan perawatan HIV/AIDS terkini, memberikan informasi tentang institusi (pemerintah dan non pemerintah) yang dapat membantu dibidang


(8)

4

sosial, ekonomi dan budaya, membantu orang untuk kontak dengan institusi tersebut, membantu klien mendapatkan dukungan dari sistem jejaring sosial, kawan dan keluarga, membantu klien melakukan penyesuaian dengan rasa duka dan kehilangan, melakukan peran advokasi misal membantu melawan diskriminasi, membantu individu mewaspadai hak hukumnya, membantu klien memelihara diri sepanjang hidupnya, membantu klien menentukan arti hidupnya

Seorang konselor hendaknya mempunyai strategi komunikasi yang baik dalam menghadapi segala permasalahan dalam menangani ODHA dan berupaya mencapai kualitas komunikasi yang baik dengan pasien agar terciptanya hubungan yang lebih psikologis anatara konselor dan pasien sehingga pasien mau membuka statusnya dan konselor mendapatkan kepercayaan dari pasien. Strategi komunikasi digunakan untuk menyampaikan pesan kepada pasien sehingga nantinya klien akan dibimbing untuk membuat keputusan sendiri untuk mengubah perilaku yang baru dan mempertahankannya.

Strategi komunikasi diperlukan karena, baik secara makro (planned multi-media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda:

 Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.

 Menjembatani ‘cultural gap’ akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang


(9)

5

jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya (Onong Uchjana Effendy, 2003:300)

Dari penjelasan di atas dapat simpulkan bahwa dalam penanggulangan pandemi HIV/AIDS dibutuhkan pelayanan konseling dengan konselor yang handal, tangguh dan juga berani menghadapi resiko yang besar berhadapan dengan ODHA secara langsung disertai dengan strategi komunikasi sebagai suatu cara atau rencana dasar yang mecakup keseluruhan rangkaian tindakan maupun intervensi yang akan dilaksanakan oleh seorang konselor.

Oleh karena itu dilaksanakan penelitian ini, dimana informan dalam penelitian ini adalah konselor terlatih dari tenaga kesehatan (medis) dan beberapa kliennya, dalam hal ini ODHA. Sedangkan untuk lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso (RSPI. Sulianti Saroso) sebagai salah satu rumah sakit rujukan nasional dalam menangani penyakit menular dan penyakit infeksi yang salah satunya adalah HIV/AIDS. Dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini diperlukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan strategi komunikasi dan hambatan-hambatan apa saja yang ditemui oleh Konselor dalam menghadapi pasien yang mengidap HIV/AIDS (ODHA) sebagai bagian dalam upaya penanggulangan pandemi HIV/AIDS dan mengurangi meningkatnya prilaku yang beresiko terinfeksi HIV dimasyarakat.


(10)

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

”Apa sajakah strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor dalam menangani Pasien yang mengidap HIV/AIDS (ODHA) beserta hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan strategi tersebut dan bagaimana mengatasinya?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Mengetahui dan mendeskripsikan strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor Pokja HIV/AIDS di RSPI Sulianti Saroso dalam menangani Pasien yang mengidap HIV/AIDS (ODHA) dan hambatan-hambatan apa saja yang ditemui beserta cara yang dilakukan dalam menghadapi hambatan-hambatan tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kajian Ilmu Komunikasi mengenai strategi komunikasi konselor dalam menangani pasien yang mengidap HIV/AIDS (ODHA) dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konseling.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran penulis bagi para konselor yang menangani HIV/AIDS agar dapat meningkatkan komunikasi dan kualitas pelayanannya kepada masyarakat.


(11)

7

3. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi referensi dan informasi mengenai HIV/AIDS dan sumber motivasi bagi pengidap HIV/AIDS agar rutin memeriksakan keadaannya, berkonsultasi, mendapatkan dukungan dan mengikuti sesi konselingnya demi kelanjutan hidupnya.


(12)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan kelima konselor informan Pokja HIV RSPI-SS, maka kesimpulan dari strategi komunikasi yang digunakan, hambatan yang ditemui dan solusinya adalah sebagai berikut :

1. Strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor adalah strategi komunikasi yang disebut mikro konseling yaitu keterampilan membuat suasana hening dan nyaman, teknik mengajukan pertanyaan, merespon didalam percakapan, mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati dan keterampilan komunikasi non verbal yang diterapkan oleh konselor didalam menangani klien pada saat konseling dan tes sukrela. Tindakan yang diambil konselor dalam menangani klien dibagi menjadi 4 yaitu strategi memperoleh kepercayaan klien, membuat klien patuh, media sebagai alat bantu yang digunakan, serta dukungan dan perawatan (care, support and treatment) namun secara garis besar kegiatan komunikasi yang dilakukan konselor dari awal pre tes hingga pasca tes adalah memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan seputar HIV/AIDS, menggali pengetahuan pasiennya mengenai HIV/AIDS (kognitif), menggali perasaan pasien atau kliennya mengenai hasil tes


(13)

132

yang diperoleh (afektif), membangun motivasi dengan teknik persuasif dan memberikan sugesti positif agar timbul keyakinan dalam diri pasien mengubah perilaku ke arah yang lebih baik dan mempertahankannya (konatif). Keterampilan berkomunikasi tersebut dikombinasikan sedemikian rupa oleh konselor didalam konseling dan tes secara sukarela sehingga menjadi strategi komunikasi yang baik dan dapat digunakan untuk menangani kliennya

2. Masalah dan Hambatan

Dari hasil wawancara dengan kelima informan, penulis menyimpulkan bahwa masalah dan hambatan yang ditemui oleh kelima konselor baik yang berasal dari klien maupun dari konselor itu sendiri adalah sebagai berikut:

Klien belum mau membuka statusnya, masih ragu untuk mengikuti tes secara sukarela, belum siap menerima hasil tes yang akan diikutinya nanti, masih minimnya rasa percaya klien kepada konselor, tidak mendapat dukungan atau support dari kerabat ataupun keluarga, merasa ragu mengenai keputusan yang akan diambil selanjutnya setelah mengetahui hasil test. Selain itu, respon psikologis seperti penolakan dan shock (goncangan batin), penolakan (denial) dan depresi, murung dan menutup diri, munculnya rasa takut dan kuatir, stres psikologis dan tekanan emosi klien juga sering menjadi hambatan tersendiri bagi konselor.

Sedangkan masalah yang sering terjadi dari pihak konselor adalah rasa jenuh yang terkadang muncul, terbebani secara emosional, masalah pribadi, dan stres dalam pekerjaan.


(14)

133

3. Solusi atau Penanganan Masalah

Hambatan dan masalah yang ditemui konselor saat menangani klien, solusi yang digunakan oleh kelima informan hampir sama yaitu:

Penerapan strategi komunikasi teknik mikro konseling dan melakukan pendekatan persuasif yang mendalam selain memberi tindakan medis seperti penilaian risiko klinis dan informasi untuk mengurangi risiko, edukasi mengenai pencegahan HIV, membantunya menggali perasaannya dan beradaptasi dengan keadaannya yang sekarang, secara keseluruhan adalah mengefektifkan strategi-strategi yang sudah ada. 6.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis mengenai strategi komunikasi konselor dalam menangani pasien yang mengidap HIV/AIDS, maka peneliti menyarankan beberapa hal berikut:

1. Untuk pihak RSPI Sulianti Saroso agar senantiasa meningkatkan kinerja Pokja AIDS dan meningkatkan mutu layanan dengan tenaga kesehatan yang berkualitas, sarana dan prasarana yang memadai.

2. Untuk pihak konselor, melalui penelitian ini penulis telah berhasil mengetahui dan berhasil mengumpulkan strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor Pokja HIV berikut dengan hambatan yang ditemui pada saat konseling dan solusi menghadapi hambatan tersebut. Secara garis besar strategi dari kelima konselor tersebut sama namun akan lebih baik bila konselor berani keluar dari buku panduan


(15)

134

dan berinovasi dalam menangani klien dengan tetap memperhatikan kualitas pelayanan.

3. Untuk pihak Odha maupun pihak lain yang beresiko tertular HIV, agar senantiasa menerapkan pola hidup sehat, menjauhi faktor-faktor beresiko, meningkatkan kesadaran diri dan keluarga mengenai bahayanya penyakit ini dan tetap patuh memeriksakan kesehatan dan berkonsultasi mengenai HIV/AIDS dan yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga agar rantai penularan HIV tidak berlanjut.

4. Untuk pihak lain, pembaca yang juga ingin dan berminat meneliti mengenai konseling HIV/AIDS agar dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain yang belum diangkat oleh penelitian ini karena luasnya cakupan komunikasi kesehatan terutama dengan topik pembahasan mengenai HIV/AIDS.


(1)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

”Apa sajakah strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor dalam menangani Pasien yang mengidap HIV/AIDS (ODHA) beserta hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan strategi tersebut dan bagaimana mengatasinya?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Mengetahui dan mendeskripsikan strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor Pokja HIV/AIDS di RSPI Sulianti Saroso dalam menangani Pasien yang mengidap HIV/AIDS (ODHA) dan hambatan-hambatan apa saja yang ditemui beserta cara yang dilakukan dalam menghadapi hambatan-hambatan tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kajian Ilmu Komunikasi mengenai strategi komunikasi konselor dalam menangani pasien yang mengidap HIV/AIDS (ODHA) dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konseling.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran penulis bagi para konselor yang menangani HIV/AIDS agar dapat meningkatkan komunikasi dan kualitas pelayanannya kepada masyarakat.


(2)

7

3. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi referensi dan informasi mengenai HIV/AIDS dan sumber motivasi bagi pengidap HIV/AIDS agar rutin memeriksakan keadaannya, berkonsultasi, mendapatkan dukungan dan mengikuti sesi konselingnya demi kelanjutan hidupnya.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan kelima konselor informan Pokja HIV RSPI-SS, maka kesimpulan dari strategi komunikasi yang digunakan, hambatan yang ditemui dan solusinya adalah sebagai berikut :

1. Strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor adalah strategi komunikasi yang disebut mikro konseling yaitu keterampilan membuat suasana hening dan nyaman, teknik mengajukan pertanyaan, merespon didalam percakapan, mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati dan keterampilan komunikasi non verbal yang diterapkan oleh konselor didalam menangani klien pada saat konseling dan tes sukrela. Tindakan yang diambil konselor dalam menangani klien dibagi menjadi 4 yaitu strategi memperoleh kepercayaan klien, membuat klien patuh, media sebagai alat bantu yang digunakan, serta dukungan dan perawatan (care, support and treatment) namun secara garis besar kegiatan komunikasi yang dilakukan konselor dari awal pre tes hingga pasca tes adalah memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan seputar HIV/AIDS, menggali pengetahuan pasiennya mengenai HIV/AIDS (kognitif), menggali perasaan pasien atau kliennya mengenai hasil tes


(4)

132

yang diperoleh (afektif), membangun motivasi dengan teknik persuasif dan memberikan sugesti positif agar timbul keyakinan dalam diri pasien mengubah perilaku ke arah yang lebih baik dan mempertahankannya (konatif). Keterampilan berkomunikasi tersebut dikombinasikan sedemikian rupa oleh konselor didalam konseling dan tes secara sukarela sehingga menjadi strategi komunikasi yang baik dan dapat digunakan untuk menangani kliennya

2. Masalah dan Hambatan

Dari hasil wawancara dengan kelima informan, penulis menyimpulkan bahwa masalah dan hambatan yang ditemui oleh kelima konselor baik yang berasal dari klien maupun dari konselor itu sendiri adalah sebagai berikut:

Klien belum mau membuka statusnya, masih ragu untuk mengikuti tes secara sukarela, belum siap menerima hasil tes yang akan diikutinya nanti, masih minimnya rasa percaya klien kepada konselor, tidak mendapat dukungan atau support dari kerabat ataupun keluarga, merasa ragu mengenai keputusan yang akan diambil selanjutnya setelah mengetahui hasil test. Selain itu, respon psikologis seperti penolakan dan shock (goncangan batin), penolakan (denial) dan depresi, murung dan menutup diri, munculnya rasa takut dan kuatir, stres psikologis dan tekanan emosi klien juga sering menjadi hambatan tersendiri bagi konselor.

Sedangkan masalah yang sering terjadi dari pihak konselor adalah rasa jenuh yang terkadang muncul, terbebani secara emosional, masalah pribadi, dan stres dalam pekerjaan.


(5)

3. Solusi atau Penanganan Masalah

Hambatan dan masalah yang ditemui konselor saat menangani klien, solusi yang digunakan oleh kelima informan hampir sama yaitu:

Penerapan strategi komunikasi teknik mikro konseling dan melakukan pendekatan persuasif yang mendalam selain memberi tindakan medis seperti penilaian risiko klinis dan informasi untuk mengurangi risiko, edukasi mengenai pencegahan HIV, membantunya menggali perasaannya dan beradaptasi dengan keadaannya yang sekarang, secara keseluruhan adalah mengefektifkan strategi-strategi yang sudah ada. 6.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis mengenai strategi komunikasi konselor dalam menangani pasien yang mengidap HIV/AIDS, maka peneliti menyarankan beberapa hal berikut:

1. Untuk pihak RSPI Sulianti Saroso agar senantiasa meningkatkan kinerja Pokja AIDS dan meningkatkan mutu layanan dengan tenaga kesehatan yang berkualitas, sarana dan prasarana yang memadai.

2. Untuk pihak konselor, melalui penelitian ini penulis telah berhasil mengetahui dan berhasil mengumpulkan strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor Pokja HIV berikut dengan hambatan yang ditemui pada saat konseling dan solusi menghadapi hambatan tersebut. Secara garis besar strategi dari kelima konselor tersebut sama namun akan lebih baik bila konselor berani keluar dari buku panduan


(6)

134

dan berinovasi dalam menangani klien dengan tetap memperhatikan kualitas pelayanan.

3. Untuk pihak Odha maupun pihak lain yang beresiko tertular HIV, agar senantiasa menerapkan pola hidup sehat, menjauhi faktor-faktor beresiko, meningkatkan kesadaran diri dan keluarga mengenai bahayanya penyakit ini dan tetap patuh memeriksakan kesehatan dan berkonsultasi mengenai HIV/AIDS dan yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga agar rantai penularan HIV tidak berlanjut.

4. Untuk pihak lain, pembaca yang juga ingin dan berminat meneliti mengenai konseling HIV/AIDS agar dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain yang belum diangkat oleh penelitian ini karena luasnya cakupan komunikasi kesehatan terutama dengan topik pembahasan mengenai HIV/AIDS.