ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BANDAR LAMPUNG (Studi Perkara Nomor 339/Pid.B/2010/PN.TK)

(1)

Andrisman, Tri 2006. Asas-Asas Dasar Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia,Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fomat Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung, 2008, Bandar Lampung, Unila Press.

Barda Nawawi Arif, 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Hamzah, Andi.2007.Kuhp dan Kuhap PT. Rineka Cipta.Jakarta

Harahap, Yahya 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP . Sinar Grafika . Jakarta

Kanter,E.Y dan S.R. Sianturi. 1982. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.Jakarta.

Katjasungkana, Nursyahbani. 2005. Hukum Pidana dalam Perspekif Hak Asasi Manusia.Jakarta.

---, 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. P.T Citra Aditya Bakti. Bandung.

Kesumah, Mulyana, W. 1983. Kejahatan Penjahat dan Reaksi Sosial. Alumni Bandung

Moeljatno. 1993Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Bina Aksara. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2004.Hukum Pidana dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.


(2)

Raharjo, Satjipto. 1980.Masalah Penegakan Hukum.Sinar Baru.

Saleh, Roeslan. 1983, Pikiran-pikiran Tentang pertanggungjawabana Pidana. Jakarta, Ghalia Indonesia.

Singarimbun,Masari dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3S.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum, UI Press. Jakarta

Soesilo, R. 1985. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan komentarnya. Politea. Bogor.

Sudarto.1986. .Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto.Semarang

S. Daryanto. 1997.Kamus Bahasa Indonesia Lengakp,Apollo. Surabaya. Tirtaamidjaja, M.H. 1995.Pokok-Pokok Hukum Pidana. Fasco. Jakarta Tongat.2003.Hukum Pidana Materil. Djambatan. Jakarta.

Kitab UndangUndang Hukum Pidana Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana


(3)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH SATUAN POLISI

PAMONG PRAJA BANDAR LAMPUNG (Studi Perkara Nomor 339/Pid.B/2010/PN.TK)

Oleh

WINDI FEBRIYANI OTTERINA

Akhir-akhir ini baik di televisi, media cetak, media elektronik kita sering melihat tindak pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum baik dikalangan kepolisisn maupun Polisi Pamong Praja. Seperti yang terjadi dalam kasus Tindak Pidana Penganiayaan No.339/Pid.B/2010/PN.TK yang dilakukan SATPOL PP. Berdasarkan uraian tersebut penulis mengajukan permasalahan sebagai berikut; 1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana dalam kasus tindak pidana penganiayaan yang dilakukan satuan polisi pamong praja( SATPOL PP), 2) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhi putusan terhadap kasus tindak pidana penganiayaan yang dilakukan SATPOL PP.

Penggunaan skripsi ini menggunakan 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif berpijak pada norma dan kaidah yang terdapat dalam aturan hukum positif yang berpedoman pada peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan melihat kenyataan-kenyataan yang berlaku dilapangan. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel dari populasi adalah metode pengambilan sampel dimana dalam penentuan dan pengambilan anggota sampel berdasarkan atas petimbangan hakim dan tujuan penulisan dalam rangka memenuhi data yang dibutuhkan. Sampel dalam penelitian ini adalah 2(dua) orang Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, 2(dua) orang Jaksa diKejaksaan Tanjung Karang, 1( satu) dosen hukum bagian Hukum Pidana. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Pertanggungjawaban pidana pelaku penganiayaan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang


(4)

Nomor 339/Pid.B/2010/PN.TK Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dakwaan yang terdapat dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP yaitu melakukan penganiayaan dan melakukan kesalahan terhadap POL PP. Oleh sebab itu terdakwa di hukum penjara selama 4 (empat) bulan. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rehan Ahluzi Bin Abdul Rifai adalah pertimbangan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 183, Pasal 184 KUHAP yang bersifat yuridis yaitu: Keterangan-keterangn dari para saksi baik yang meringankan maupun yang memberatkan bagi terdakwa pada saat pemeriksaan persidangan, keterangan terdakwa pada saat memberikan keterangan, alat-alat bukti yang dihadiran di persidangan, Visum Et Repertumdari dokter forensik. Maupun yang bersifat non yuridis yaitu latar belakang perbuatan terdakwa, dan akibat perbuatan terdakwa. Sedangkan tujuan hakim menjatuhkan pidana adalah sebagai pembalasan yang diberikan kepada terdakwa atas apa yang telah ia perbuat dan untuk memberikan pembinaan serta pendidikan bagi pelaku sehingga nantinya pelaku jera dan tidak akan mengulanginya lagi.

Berdasarkan kesimpulan diatas, dalam bagian penutup penulis memberikan beberapa saran yaitu: 1) Dalam pemberian pidana hendaknya perlu juga memperhatikan manfaat, pemberat, dan peringatan pidana tersebut dan jangan hanya melihat dan menitikberatkan hukuman atas kesalahan dan juga sisi kemanusiaannya; 2) Seorang hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana harus memperhatikan faktor-faktor pemberian pemidanaan. Seorang hakim juga hendaknya memiliki keyakinan dari hati nurani atas keadilan sehingga dalam menjatuhkan hukuman putusan yang diambil adalah putusan yang seadil-adilnya. Selain itu, penjatuhan hukuman sebagai tindakan agar seseorang itu jera atas perbuatannya dan tidak melakukannya lagi.


(5)

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum, di dalam negara hukum masyarakat harus patuh dan melaksanakan aturan hukum yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang. Adanya kejahatan yang ada di masyarakat merupakan kegagalan negara untuk melindungi masyarakat karena negara telah mengambil alih kekuasaan menuntut dari korban kejahatan kepada negara, akibatnya negara gagal melindungi masyarakat jika masih ada kejahatan yang meresahkan masyarakat. Dampak kejahatan yang tidak baik bagi masyarakat karena keamanan dan ketertiban terganggu, khusus bagi korban yang mengalami, merasakan serta menyaksikan tindak pidana penganiayaan akan mengalami kerugian dan dan ketakutan pada tindak kejahatan penganiayaan dampak atau akibat yang dirasakan oleh korban akan membekas baik di tubuh maupun rohani korban.

Pengertian penganiayaan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri tidak diberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan penganiayaan. Oleh karena itu untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penganiayaan perlu adanya penafsiran yang didasarkan atas sejarah terbentuknya


(6)

pasal tersebut. Mula-mula dalam rancangan dari pemerintah belanda dikemukakan perumusan penganiayaan yaitu “dengan sengaja mengakibatkan rasa sakit dalam tubuh orang lain dan dengan sengaja merugikan kesehatan orang lain” (Wiryono Prodjodikoro, 1980:70).

Tindak pidana merupakan salah satu bentuk dari tingkah laku manusia yang menyimpang dari norma-norma hukum, norma susila dan norma kepatuhan. Dalam perkembangan tindak pidana yang timbul akan memiliki ciri-ciri dan pola-pola tertentu yang sesuai dengan tingkat perkembangan interaksi manusia, hal tersebut sejalan dengan pendapat Sudarto yang menyatakan, tindak pidana itu berubah dari waktu dan dari tempat ke tempat (Sudarto, 1986:107) .

Menurut Moeljatno (1993:57) tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana yang di lakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.

Timbulnya tindak pidana dapat dilakukan secara sadar, yaitu apabila direncanakan dan difikirkan terlebih dahulu dan diarahkan pada maksud tertentu. Namun, bisa juga dilakukan kerena dorongan-dorongan pikiran yang tidak bisa di kendalikan, dan dapat juga tindak pidana dilakukan kerena terpaksa untuk mempertahankan dirinya, misalnya secara tiba-tiba diserang oleh orang lain dan terpaksa harus membela diri Tindak pidana dengan kekerasan berarti bahwa setiap kekerasan ini bukan merupakan hal yang baru, karena sejak dahulu memang sudah ada, tetapi tingkat keberadaanya


(7)

tidak seperti sekarang ini. Karena adanya perkembangan kemajuan ilmu, teknologi, serta perkembangan penduduk, struktur masyarakat, perubahan nilai sosial, pengaruh politik ataupun pengaruh krisis global, turut serta memberikan dampak terhadap tindak pidana dengan kekerasan.

Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membahas mengenai kejahatan terhadap tubuh, dan merupakan ketentuan dari Penganiayaan Biasa, dan ketentuan setiap ayatnya pada pasal yaitu:

a Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah (ayat1);

b Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun (ayat 2);

c Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun (ayat 3);

d Dengan penganiayaan disamakan dengan merusak kesehatan (ayat 4); e Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana (ayat 5).

Penjatuhan pidana hakim memegang peran penting meskipun hakim dalam pemeriksaan dipersidangan berpedoman pada hasil pemeriksaan yang dilakukan polisi dan dakwaan yang dibuat oleh jaksa. Dalam hukum positif Indonesia, Hakim mempunyai kebebasan dan kekuasaan untuk menjatuhkan jenis pidana, tinggi rendahnya pidana dan cara pelaksanaan pidana sebagai mana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam melaksanakan tugasnya atau memberikan putusannya hakim tidak terikat oleh lembaga manapun dan tidak ada tekanan dari pihak manapun, ini berarti kekuasaan hakim tersebut bebas dan merdeka.


(8)

Kasus penganiayaan dengan Perkara No. 339/Pid.B/2010/PN.TK. yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SAT POLPP) Bahwa ia terdakwa Rehan Ahluzi Bin Hi.Abdul Rifa’i (telah difonis untuk menjalani hukuman). Pada hari Minggu tanggal 17 Januari 2010 sekitar pukul 12:00 wib. Bertempat di Pasar Enggal Bandar Lampung dengan terang-terangan melakukan kekerasan terhadaaap korban Defriansyah yang mengakibatkan korban luka-luka memar di wajah. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut: Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, ketika korban Rehan Bin Hi. Abdul Rifa’i yang sedang bertugas di Pasar Enggal, Rehan menghampiri korban Defriansyah dan Rehan menanyakan tentang dimana keberadaan kakak korban Hamdi, si korban menjawabnya dengan apa adanya gak tau kemana, terdakwa merasa tersinggung atas jawaban yang diucapkan Korban. Terdakwa memukul korban sebanyak 5 (Lima) kali dan korban mengalami luka ringan yaitu, memar di bagian wajah, bibir dan di kelopak mata. Korban melakukan Visum Et-Repertum, pada tanggal 18 januari 2010 yang dikeluarkan oleh RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung dan di tandatangani oleh Dr. Yanuar Wicaksana Sunasta selaku dokter yang memeriksa. Jaksa Penuntut umum menuntut terdakwa Rehan Bin Abdul Rifai dengan tuntutan 5 ( Lima) bulan pidana penjara.

Putusan Pengadilan nomor 339/Pid.B/2010/PN.TK. bahwa Rehan Ahluzi Bin Hi. Abdul Rifai, bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagai mana diatur dalam pasal 351 KUHP Ayat (1). Majelis Hakim menjathkan pidana penjara terhadap Rehan Ahluzi Bin Hi. Abdul Rifai selama 4 (Empat) bulan dikurangi dalam masa


(9)

tahanan sementara. Dan menetapkan terdakwa agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah )

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kasus tersebut karena tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa yang menyebabkan korban luka-luka memar, untuk membandingkan sanksi yang terdapat di KUHP dan Putusan Hakim. Kemudian membahasnya lebih lanjut melalui dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Analisis PertanggungJawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan yang Dilakukan Oleh Satuan Polisi-Pamong Praja (SATPOL-PP) Bandar Lampung (Studi Perkara No.339/Pid.B/2010/PN.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang lingkup

1. Permasalahan

Berdasaarkan uraian dalam lataar belakang, Maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a Bagaimanakah PertanggungJawaban Pidana dalam kasus Tindak Pidana Penganiayaan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL-PP) Bandar Lampung (Studi perkara No.339/Pid.B/2010/PN.TK)?

b Apakah Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Menyebabkan Luka-Luka dalam Studi Perkara No.339/Pid.B/2010/PN.TK?


(10)

2. Ruang Lingkup

Dalam gambaran permasalahan yang dibahas, maka ruang lingkup permasalahan ini dibatasi dengan dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan luka-luka. Adapun lingkup lokasi penelitian dilakukan di wilayah Kejaksaan Negari Tanjung Karang, Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a Untuk mengetahui PertanggungJawaban Pidana terhadap Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh POL PP No.339/Pid.B/2010/PN/TK.

b Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan oleh POL PP yang menyebabkan luka-luka berdasarkan kasus No.339/Pid.B/2010/PN.TK

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menggambarkan teori dan konsep yang terdapat dalam hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana penganiayaan,


(11)

Terjadi didalam kehidupan masyaakat. Skripsi ini digunakan untuk menambah pengetahuan dalam pengkajian ilmu hukum khususnya hukum pidana memberikan sumbangan pemikiran tentang ilmu hukum mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana penganiayaan..

b. Secara Praktis

Dengan adanya penulisan skripsi ini dapat diharapkan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di dalam bidang hukum, serta sebagai masukan dalam praktek peradilan dan penegakan hukum.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil penelitiaan atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti. (Soerjono Soekanto, 1986: 125)

Analisis merupakan suatu penyelidikan terhadap suatu peristiwa (Sudarsono, 2002:32) Fungsi analisis adalah untuk melakukan penyelidikan yang mendalam terhadap suatu fenomena yang terjadi dimasyarakat. Dari analisis tersebut diharapkan akan didapat suatu proses berfikir yang menghasilkan suatu karya ilmiah. Analisis


(12)

yuridis suatu metode penelusuran bahan-bahan hukum dan mengikatkannya dengan proses dilapangan.

Pada setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal inikarena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan konstruksi data.

Pertanggungjawaban Pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggung jawaban. Pada umumnya seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:

1) Keadaan Jiwanya

a Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara. b Tidak cacat dalam pertumbuhan (Gage, Idiot, Gila dan sebagainya)

c Tidak terganggu karena terkejut (Hipnotisme, amarah yang meluap dan sebagainya).

2) Kemampuan Jiwanya

a Dapat menginsyafi hakekat dari perbuatanya.

b Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah dilaksanakan atau tidak.


(13)

Roselan Saleh berpendapat (1983:65 ) bahwa dalam hal pertanggungjawaban pidana haruslah terdapat unsur-unsur :

1. Melakukan perbuatan pidana; 2. Mampu bertanggungjawab;

3. Terdapat unsur kesalahan atau kealpaan; 4. tidak adanya alasan pemaaf.

Sedangkan menurut pendapat Muljatno (2000:164) unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana itu, meliputi:

1. Melakukan perbuatan pidana;

2. Diatas umur mampu bartanggungjawab;

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan berupa kesalahan atau kealpaan;. 4. Tidak adanya alasan Pemaaf.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas, S.R. Sianturi (2002 :250) unsur-unsur yang terdapat dalam hal pertanggungjawaban pidana, yaitu:

1. Subjek harus berdasarkan perumusaan Undang-undang; 2. terdapat kesalahan dari petindak;

3. Tindakan tersebut bertindak melawan hukum;

4. Tindakan itu dilarang dan diancam dan pidana oleh undang-undang;

5. Dilakukan tindakan itu sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan-keadaan lainnya yang ditentuksn oleh Undang-undang.


(14)

Dasar Partimbangan Hakim yang diajukan kepada diri seseorang hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan kepadanya, dimana dalam perkara pidana hal itu tidak terlepas dari system pembuktian negatif yang pada prinsipnya menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan telah terbukti, disamping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik.

Dalam hal menjatuhkan atau menetapkan pemidanaanya, setelah terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan, maka seorang hakim harus memperhatikan pedoman pemidanaan agar keputusannya itu tidak dirasakan terlalu berat dan tidak terlalu ringan.( Barda Nawawi Arif,1996: 167).

Seorang hakim pada hakikatnya diharapkan memberikan pertimbangan tentang salah atau tidaknya seseorang atau benar tidaknya peristiwa yang bersangkutan dan kemudian memberikan atau menentukan hukumannya.

Sebelum hakim memutuskan suatu perkara maka hakim hendaknya melakukan pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan oleh hakim:

a Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang telah dituduh kepadanya

b Keputusan mengenai hukumannya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dapat dipidana

c Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipenjara (Sudarto, 1986:74)


(15)

Adanya pedoman pemberian pidana tersebut maka hakim mempunyai kebebasan untuk memilih berat ringannya hukuman yang dijatuhkan, sebab dalam undang-undang hanya menetapkan hukuman maksimum dan minimum saja. Namun kebebasan ini diikat oleh tanggung jawab untukmenciptakan hukum yang sesuai dengan pancasila dan rasa keadilan dalam masyarakat.

Adanya undang-undang kekuasaan kehakiman menjamin kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusan, dimana hakim selain mempunyai kebebasan dalam menentukan jenis pidana ( strafsoort), ukuran pidana atau berat ringannya pidana(strafmaad) dan cara pelaksanaan pidana (strafmodus atau strafmodalitet) terhadap peristiwa yang tidak diatur dalam undang-undang. Atau dengan kata lain hakim tidak hanya menetapkan tentang hukumannya tetapi hakim juga dapat menemukan hukum dan akhirnya menerapkannya sebagai putusan.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menjelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yaitu: dalam Pasal 8 ayat (2) :

“Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan yang jahat terdakwa”

Pasal 53 ayat (2) menyebutkan bahwa:

“Penetapan danputusan sebagaimana dimaksud (dalam memeriksa dan memutus perkara) harus membuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum dan alasan hukum yang tepat dan benar”


(16)

Menurut Gerhard Robbes secara konsektual ada 3 tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, yaitu:

a Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan,

b Tidak seorangpun termaksud pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim

c Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya.

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak tanpa terkecuali, sehingga tidak ada suatu pihak yang dapat menginterprensi hakim dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memprtimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai kepentingan. Pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula rasa keadilan.

Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek didalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidak cermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang kan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif maupun empiris.


(17)

Biasanya telah merumuskan dalam definisi-definisi tertentu atau telah menjalankan lebih lanjut dalam konsep tertentu. (Soerjono Soekanto, 1986 :132).

Adapun pengrtian dari dasar istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a Analisis adalah cara menganalisa atau mengkaji secara rinci atau suatu permasalahan. Analisis juga dapat diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa. (E.Y.Kanter, 2005:43)

b Pertanggungjawaban Pidana adalah keadaan seseorang wajib menanggung segala sesuatu yang ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat (liability based on fault),dan bukan hanya dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana atau akibat perbuatan dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. (Tolib Setiady, 2010:146)

c Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atas luka pada tubuh orang lain. (Satochid Kartanegara, Tanpa Tahun : 509)

d Tindak Pidana adalah perangkat aturan yang memberikan dasar legitiminasi pada negara untuk melakukan tindakan represif terhadap warga negara yang melanggar hukum pidana, tindakan negara tersebut berdasar atas kewenangannya untuk menyelenggarakan keamanan dan ketentraman umum yang ditetapkan oleh konstitusi. ( Nursyahbani Katjasungkana, 2005: 15)

e Satuan Polisi Pamong Praja adalah Perangkat Pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab


(18)

kepada Walikota melalui Sekertaris Daerah. ( Pasal 2 Peraturan Walikota Bandar Lampung no. 30 tahun 2008).

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan, dan kegunaan penulisan, konseptual dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang berisikan tentang penganiayaan. Uraian bab ini lebih bersifat teoritis, yang nantinya akan digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataan yang ada.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan mengenai langkah yang akan digunakan dalam pendekatan masalah, sumber, dan jenis data, pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.


(19)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah dalam penulisan ini yang akan menjelaskan bagaimana penganiayaan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP).

V. PENUTUP

Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang berisikan secara singkat hasil penbahasan dari penelitian dan beberapa saran dari penulisan sehubungan dengan masalah yang di bahas serta memuat lampiran-lampiran yang berhubungan dengan penulisan.


(20)

A. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana yang mengandung tiga unsur, yaitu perbuatan yang dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di Indonesia oleh beberapa sarjana digunakan dengan sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya dengan peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, delik. Istilah tindak pidana dalam bahasa Belanda disebutStrafbaar feit.

Pompe mengatakan bahwa tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku dimana perbuatan tersebut dapat dijatuhi hukuman. (Lamintang, 1997:182).

Moeljatno (1993:2) menggunakan istilah perbuatan pidana, yang mendefinisikan sebagai “ perbuatan yang dilarang oleh satuan aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.


(21)

Berdasarkan pendapat moeljatno di atas penulis dapat menyatakan, bahwa menurut moeljatno, suatu perbuatan dapat dikategorikan tindak pidana apabila perbuatan itu memenuhi unsur-unsur :

a Perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia;

b Yang memenuhi rumusan undang-undang ( syarat formil); c Bersifat melawan hukum ( syarat materiil).

Menurut M. H. Tirtamimidjaja membuat pengertian penganiayaan sebagai berikut:

penganiayaan adalah “dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain., akan tetapi suatu perbuatan itu tidak dapat dikatakan penganiayaan apabila perbuatan itu dilakukan untuk menambah keselamatan badan”.( M.H Tirtamidjaja 1995 :174)

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Bab XX Pasal 351 Ayat (1) KUHP, yang mengandung pengertian suatu perbuatan yang dengan sengaja mengakibatkan rasa sakit, luka atau merusak kesehatan orang lain.

Adapun unsur-unsur tindak pidana penganiayaan adalah: 1) Adanya Kesengajaan;

2) Adanya Perbuatan;

3) Adanya akibat perbuatan (yang dituju),yaitu: a Rasa sakit pada tubuh; dan atau


(22)

Akibat dari tindakan penganiayaan adalah:

1) Penganiayaan berdasarkan Pasal 351 KUHP, yaitu: a Penganiayaan biasa;

b Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat; c Penganiayaan yang mengakibatkan orangnya mati 2) Penganiayaan ringan diatur dalam Pasal 352 KUHP.

3) Penganiayaan berencana yang diatur dalam Pasal 353 KUHP dengan rincian yaitu:

a Mengakibatkan luka berat; b Mengakibatkan orangnya mati.

4) Penganiayaan berat yang diatur dalam Pasal 354 KUHP dengan rincian yaitu: a Mengakibatkan luka berat;

b Mengakibatkan orangnya mati

5) Penganiayaaan berat dan berencana diatur Pasal 355 KUHP dengan rincian yaitu: a Penganiayaan berat dan berencana;

b Penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan orang mati.

6) Penganiayaan dengan menggunakan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesalahan yang diatur dalam Padal 365 KUHP.


(23)

B. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana

Seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dapat dihukum apabila pelaku tidak sanggup mempertanggung jawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah pertanggung jawaban erat kaitanya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggung jawaban yang menyatakan dengan tegas “Tidak dipidana tanpa ada kesalahan” untuk menentukan apakah seseorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggung jawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan. Secara doktriner kesalahan diartikan sebagai keadaan pysikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan tindak pidana dan adanya hubungan antara kesalahan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan dengan sedemikian rupa, sehingga orang tersebut dapat dicela karena, melakukan perbuatan pidana.

Menurut Van Hamel, seseorang baru bisa diminta pertanggung jawaban apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Orang tersebut harus menginsafi bahwa perbuatannya itu menurut tata cara kemsyarakatan adalah dilarang.

2. Orang tersebut harus biasa menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya tersebut.

KUHP tidak memberikan batasan, KUHP hanya merumuskan secara negatif yaitu mempersyaratkan kapan seseorang dianggap tidak mampu mempertanggung


(24)

jawabkan perbuatan yang dilakukan. Menurut ketentuan pasal 44 ayat (1) seseorang tidak dapat dimintai pertanggung jawabannya atas suatu perbuatan karena dua alasan: a Jiwanya cacat dalam pertumbuhannya

b Jiwanya terganggu karena penyakit

Kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur kesalahan, oleh karena itu untuk membuktikan kesalahan tersebut, maka unsur pertanggung jawaban harus juga dibuktikan, namun demikian untuk membuktikan adanya unsur kemampuan bertanggung jawab itu sangat sulit dan membutuhkan waktu dan biaya, maka dalam praktek dipakai faksi yaitu bahwa setiap orang dianggap mampu bertanggung jawaban kecuali ada tanda-tanda yang menunjukan lain.

Pertanggung jawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan bertindak dngan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.

Untuk dapat dipidanakan pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang . Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakan tindakan tersebut, apabila tindakan terseebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya, Serta dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya.


(25)

Berdasarkan hal tersebut maka bertanggung jawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu :

a Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggung jawabkan oleh pelaku. b Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang

berhubungan dengan kelakuaannya yaitu: Disengaja dan sikap kurang berhati-hati atau lalai.

c Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat.

Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Muljatno mengatakan, orang tidak mungkin dipertanggung jawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, pertanggung jawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak pidana. Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak.

Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggung jawab seseorang terhadap kesalahan. Seseorang telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilanggar oleh undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat. Untuk adanya pertanggung jawaban pidana yang harus jelas terlebih dahulu siapa yang akan dipertanggung jawabkan. Ini berarti harus dipastikan terlebih dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pembuat tindak pidana. Perbuatan yang memenuhi rumusan delik/tindak pidana dalam undang-undang belum tentu dapat


(26)

dipidana, karena harus dilihat dulu si orang/pelaku tindak pidana tersebut (Tri Andrisman, 2006:103)

C. Pengertian dan Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Tugas utama Hakim yaitu, serangkaian tindakan penerima, memeriksa dan memutuskan perkiraan pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan menurut cara yang diatur dalam undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang pokok kekuasaan kehakiman.

Hakim sebelum menjatuhkan putusan berupa pemidanaan, sudah seharusnya untuk mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Hal ini merupakan kewenangan dan kebebasan dari hakim dalam hal menetapkan berat atau ringannya tindak pidana. Hakim dalam menjatuhkan putusan cendrung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dibandingkan pertimbangan non yuridis :

1. Pertimbangan yang bersifat yuridis : a Dakwaan jaksa penuntut umum b Keterangan terdakwa

c Keterangan saksi d Barang-barang bukti

e Pasal-pasal peraturan hukum pidana 2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis :

a Latar belakang perbuatan terdakwa b Akibat perbuatan terdakwa


(27)

d Kondisi sosial ekonomi terdakwa e Faktor agama terdakwa

(Rusli Muhammad,2006: 142)

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang pokok kekuasaan kehakiman menjelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam Pasal 8 ayat (2):

“Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa”.

Kemudian dalam Pasal 53 ayat (2) menyebutkan bahwa:

“penetapaan dan Putusan sebagaimana dimaksud (dalam memeriksa dan memutus perkara) harus memenuhi pertimbangan hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar”.

Hakim menjatuhkan putusan dengan menggunakan teori pembuktian. Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan sesuai hukum acara yang berlaku (Bambang Waluyo,1992:28).

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan atau pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh Undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan, serta mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan dalam Undang-undang dan boleh digunakan hakim dalam sidang pengadilan (Yahya Harahap 1985:795).

Berdasarkan pengertian di atas, maka pembuktian ialah cara atau proses hukum yang dilakukan guna mempertahankan dalil-dalil dengan alat bukti yang ada sesuai hukum


(28)

acara yang berlaku. Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian terpenting secara pidana.

Pasal 183 KUHAP Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 dinyatakan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”. (Pasal 183 KUHAP).

Berdasarkan ketentuan Pasal 184 KUHAP alat bukti yang sah menurut ketentuan pasal tersebut adalah:

a. Keterangan saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat;

d. Petunjuk dan;

e. Keterangan terdakwa.

1. Keterangan saksi

Keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam peradilan pidana yang berupa keterangan dari saksi yang mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, ia alami sendiri dengan menyebut alas an dari pengetahuannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP).


(29)

2. Ketarangan ahli

Keterangan ahli adalah yang diberikan seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentinagn pemeriksaan ( Pasal 1 butir 28 KUHAP).

3. Surat

Surat adalah segala yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakannya sebagai pembuktian, surat yang dimaksud adalah surat yang dibuat oleh pejabat yang berbenuk akte, surat keterangan, berita acara, atau surat lain yang berhubungan dengan perkara yang akan diadili.

4. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan karena persesuaiannya, baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan perbuatan tindak pidana itu sendiri menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

5. Keterangan terdakwa

Keterangan terdakwa adalah seseorang tersangka ditutntut, diperiksa, diadili disidang pengadilan (Pasal1 butir 15 KUHAP). Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendiri, atau alami sendiri. Semua keterangan terdakwa hendaknya didengar, baik berupa penyangkalan, pengakuan ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan.


(30)

Hakim sebelum menjatuhkan putusan berupa pemidanaan, sudah seharusnya untuk mempertimbangkan hal-hal yang membaratkan dan meringankan perbuatan tindfak pidana yang dilakukan terdakwa sebagai salah satu pedoman bagi hakim dalam menjalankan putusan pidana. Sehingga dapat memudahkan hakim dalam menetapkan takaran pemidanaan. Dengan adanya pedoman pemidanaan diharapkan pidana yang dijatuhkan lebih proposional yang dapat dipahami oleh masyarkat maupun terpidana itu sendiri.

Menurut Mickenzi, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara yaitu sebagai berikut:

1) Teori keseimbangan

Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

2) Teori pendekatan dan seni institusi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan


(31)

seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau institusi dari pada pengetahuan dari hakim.

3) Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputusknnya.

4) Teori pendekatan pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seseorang hakim dapat mengetahui bagai mana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5) TeoriRatio decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam


(32)

menjatuhkan putusan serta pertimbangan hakim haus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

D. Pengertian Polisi pamong Praja (POL-PP)

Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang kepala satuan yang berkedudukn dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melelui sekertaris daerah. (Pasal 2 Peraturan Walikota Bandar Lampung No.30 Tahun 2008).

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja:

“Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas menegakan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentaraman masyarakat serta perlindungan masyarakat”.

Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Polisi Pamong praja berwenang:

a. Melakukan tindakan nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau Badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda atau peraturan kepala daerah.


(33)

b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan dan ketentraman masyarakat;

c. Fasilitas dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat; d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau

badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan atau peraturan kepala daerah ;dan

e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau bandan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan atau peraturan kepala daerah.

Pasal 7 peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja:

a Polisi Pamong Praja mempunyai hak sarana dan prasarana serta fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b Polisi Pamong Praja dapat diberikan tunjangan khusus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.


(34)

A. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan masalah yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif ini dilakukan untuk mencari kebenaran dengan melihat asas-asas, norma hukum, serta doktrin-doktrin yang berhubungan dengan penelitian yang diteliti. Sedangkan metode pendekatan yuridis empiris dipergunakan untuk mengetahui fakta empiris sehubungan dengan masalah yang diteliti. Pada penelitian hukum normatif, tahap-tahap pendekatan masalah yang dapat ditentukan peneliti adalah sebagai berikut :

1. Penentuan pendekatan yang lebih sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian;

2. Identifikasi pokok bahasan berdasarkan rumusan masalah penelitian;

3. Perbuatan rincian subpokok bahasan berdasarkan setiap pokok bahasan hasil identifikasi;

4. Pengumpulan, pengolahan, penghasilan data dan kesimpulan;

5. Laporan hasil penelitian (dapat dalam bentuk karya ilmiah) (Abdulkadir Muhammad, 2004:143)


(35)

Pendekatan masalah yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan bersifat yuridis normatif dan pendekatan bersifat yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk mempelajari kaedah hukum, asas-asas, teori-reori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menelaah hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif dilapangan baik berupa data, informasi, dan pendapat yang didasarkan pada identifikasi hukum yang efektifitas hukum, yang didapat melalui wawancara dengan pertisipasi hukum yang berkompeten terkait dalam masalah yang diangkat dalam penelitian untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada serta menganalisis tentang Analisis Pertanggung jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan yang di lakukan Oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Bandar Lampung (studi kasus perkara No.339/pid.B/2010/PN.TK).

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian guna penulisan skripsi ini meliputi data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari penelitian dilapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara dan pengamatan.


(36)

2. Data Sekunder

Data sekuder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti peraturan

perundang-undangan, yurisprudensi, traktat, dan lainya yang berkaitan dengan Tindak Pidana kekerasan. Dalam penelitian ini adalah:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

3. Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasaan mengenai bahan hukum primer seperti tindak pidana, Undang-undang kekuasaan kehakiman, tantang kitab undang-undang hukum acara pidana, PP. No.6 Tahun 2010 tentang Polisi Pamong Praja.

c. Bahan tersier, yaitu bahan hukum yang menberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus dan literatur-literatur ilmu pengetahuan hukum yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Masri Singarimbun, 1989:152). Dalam penelitian yang menjadi populasi adalah Jaksa diKejaksaan Negeri Tanjung Karang, Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung


(37)

Karang, dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Univeritas lampung, adapun prosedur sampling, yaitu melalui proses wawancara dengan narasumber.

Responden Penelitian ini sebanyak 5 (Lima) orang, yaitu:

1. Jaksa diKejaksaan Negeri Tanjung Karang = 2 Orang 2. Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang = 2 Orang 3. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung =1 Orang

Jumlah = 5 Orang

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip berbagai literatur, media masa dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan

Studi lapaangana dalah prosedur dilakukan dengan cara wawancara kepada narasumber yang ditunjuk untuk mengumpulkan data.


(38)

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi dari lapangan maupun studi kepustakaan, maka pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:

a. Editing, adalah kegiatan memeriksa, mengoreksi data yang didapat untuk menentukan perlu atau tidaknya data tersebut sebagai data yang terpilih merupakan data yang benar-benar memberikan jawaban terhadap permasalahan. b. Kualifikasi, kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah

ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar- benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Sistematika data, yaitu dengan menghubungkan dan menyusun penggolongan-penggolongan data secara sistematis menurut tata aturan dalam ruang lingkup bahasan yang telah ditentukan, dangan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.

E. Analisis Data

Proses analisis data adalah merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal pembinaan dalam rangka perlindungan dan hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian pendahuluan. Dalam proses analisis ini rangkaian data yang telah disusun secara sistematis dan menurut klasifikasinya, diuraikan, kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu dengan cara merumuskan dalam bentuk uraian


(39)

kalimat sehingga benar-benar merupakan jawaban. Kemudian dari hasil analisis tersebut disusun dalam bentuk penalaran yang bersifat induktif, yaitu cara berfikir bardasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus kemudin disimpulkan secara umum. Atas dasar kesimpulan tersebut, lalu disusun saran-saran dalam rangka perbaikan.


(40)

A. Kesimpulan

Berdasarkan Hasil Penelitian dan pembahasan mengenai hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan Luka-luka, maka dalam bab penutup ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana pelaku penganiayaan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor 339/Pid.B02010/PN.TK Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dakwaan yang terdapat dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP yaitu melakukan penganiayaan dan melakukan kesalahan terhadap POL PP. Oleh sebab itu terdakwa di hukum penjara selama 4 (empat) bulan.

2. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rehan Ahluzi Bin Abdul Rifa’i adalah pertimbangan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 183, Pasal 184 KUHAP yang bersifat yuridis yaitu; Keterangan-keterangn dari para saksi baik yang meringankan maupun yang memberatkan bagi terdakwa pada saat pemeriksaan persidangan, keterangan terdakwa pada saat memberikan


(41)

keterangan, alat-alat bukti yang dihadiran di persidangan, Visum Et Repertum dari dokter forensik. Maupun bersifat non yuridis yaitu latar belakang perbuatan terdakwa, dan akibat perbuatan terdakwa. Sedangkan tujuan hakim menjatuhkan pidana adalah sebagai pembalasan yang diberikan kepada terdakwa atas apa yang telah ia perbuat dan untuk memberikan pembinaan serta pendidikan bagi pelaku sehingga nantinya pelaku jera dan tidak akan mengulanginya lagi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka yang menjadi saran penulis adalah:

1. Dalam pemberian pidana hendaknya perlu juga memperhatikan manfaat, pemberat, dan peringatan pidana tersebut dan jangan hanya melihat dan menitikberatkan hukuman atas kesalahan dan juga sisi kemanusiaannya.

2. Seorang hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana harus memperhatikan faktor-faktor pemberian pemidanaan. Seorang hakim juga hendaknya memiliki keyakinan dari hati nurani atas keadilan sehingga dalam menjatuhkan hukuman putusan yang diambil adalah putusan yang seadil-adilnya. Selain itu, penjatuhan hukuman sebagai tindakan agar seseorang itu jera atas perbuatannya dan tidak melakukannya lagi.


(42)

(Studi Perkara No.339/Pid.B/2010/PN.TK)

Skripsi

Oleh

WINDI FEBRIYANI OTTERINA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(43)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………... 1

B. Permasalahan dan ruang Lingkup ……….. 5

C. Tujuan dan kegunaan Penelitian ……… 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ……… 7

E. Sistematika Penulisan ……… 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan……… 16

B. Pengertian PertanggungJawaban Pidana……… 19

C. Pengertian dan Teori DasarPertimbangan Hakim ……… 22

D. Pengertian Polisi Pamong Praja ……… 28

III. METODE PENELITIAN A. PendekatanMasalah ……… 30

B. Sumber dan Jenis Data ……… 31

C. Penentuan Populasidan Sampel ………. 32

D. Metode Pengumpulan Data dan pengolahandata ………... 33


(44)

Nomor 339/Pid.B/2010/PN.TK………... 36 B. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan

dilakukan oleh SATPOL PP……… 40 C. Dasar Pertimbangana Hakim dalam menjatuhkan Putusan yang

dilakukan oleh SATPOL PP……… 49 V. PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 59 B. Saran……….. 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(45)

PAMONG PRAJA BANDAR LAMPUNG Nama Mahasiswa :Windi Febriyani Otterina

No. Pokok Mahasiswa : 0812011307 Bagian : Hukum Pidana Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. Firganefi, S.H., M.H.

NIP. 19620817 198703 2 003 NIP. 19631217 198803 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. NIP. 19620817 198703 2 003


(46)

1. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. ………….

Sekretaris/Anggota : Firganefi, S.H., M.H. ………….

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H. ………….

2. Dekan

Fakultas

Hukum

Dr. Heryandi S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003


(47)

(Studi Perkara No. 339/Pid.B/2010/PN.TK)

Oleh

Windi Febriyani Otterina

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(1)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH SATUAN POLISI

PAMONG PRAJA BANDAR LAMPUNG (Studi Perkara No.339/Pid.B/2010/PN.TK)

Skripsi

Oleh

WINDI FEBRIYANI OTTERINA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………... 1

B. Permasalahan dan ruang Lingkup ……….. 5

C. Tujuan dan kegunaan Penelitian ……… 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ……… 7

E. Sistematika Penulisan ……… 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan……… 16

B. Pengertian PertanggungJawaban Pidana……… 19

C. Pengertian dan Teori DasarPertimbangan Hakim ……… 22

D. Pengertian Polisi Pamong Praja ……… 28

III. METODE PENELITIAN A. PendekatanMasalah ……… 30

B. Sumber dan Jenis Data ……… 31

C. Penentuan Populasidan Sampel ………. 32

D. Metode Pengumpulan Data dan pengolahandata ………... 33


(3)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden dan Gambaran Umum Perkara

Nomor 339/Pid.B/2010/PN.TK………... 36 B. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan

dilakukan oleh SATPOL PP……… 40 C. Dasar Pertimbangana Hakim dalam menjatuhkan Putusan yang

dilakukan oleh SATPOL PP……… 49

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 59

B. Saran……….. 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

Judul Skripsi :ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa :Windi Febriyani Otterina No. Pokok Mahasiswa : 0812011307

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. Firganefi, S.H., M.H.

NIP. 19620817 198703 2 003 NIP. 19631217 198803 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. NIP. 19620817 198703 2 003


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. ………….

Sekretaris/Anggota : Firganefi, S.H., M.H. ………….

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H. ………….

2. Dekan

Fakultas

Hukum

Dr. Heryandi S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003


(6)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH SATUAN POLISI

PAMONG PRAJA BANDAR LAMPUNG (Studi Perkara No. 339/Pid.B/2010/PN.TK)

Oleh

Windi Febriyani Otterina

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


Dokumen yang terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ISTRI OLEH SUAMI

1 17 51

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BANDAR LAMPUNG (Studi Perkara Nomor 339/Pid.B/2010/PN.TK)

1 17 47

ANALISIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA OLEH PELAJAR Di WILAYAH KOTA METRO (Studi Perkara Nomor 29/Pid.An/2009/PN.Metro)

0 25 71

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN WAKIL BUPATI MESUJI TERPILIH (Studi Kasus Nomor : 132/Pid.B/2011/PN.Mgl)

0 29 105

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan Nomor: 791/Pid.A/2012/PN.TK)

2 26 62

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENYUAPAN PADA PENERIMAAN ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA LAMPUNG BARAT

0 9 55

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLISI (Studi Kasus Nomor.114/Pid./2012/PT.TK)

0 5 48

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kasus Perkara Nomor 137/Pid.B/2014/PN.BU)

0 4 53

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA POLISI (Studi Kasus Nomor.114Pid.2012PT.TK) Oleh: FERRY ADTIA HUTAJULU ABSTRAK - PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DELIK PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM ANGGOTA PO

0 0 14

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (Studi putusan PN Nomor 500/Pid.B/2016/Pn.Tjk)

0 0 15