Analisis terhadap siapa yang bertanggungjawab terhadap anak didik yang

Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak gugatan dengan pertimbangan Hakim tanggung jawab fisik anak menjadi tanggung jawab orang tua murid, sedangkan tanggung jawab materiil pendidikan ada pada sekolah. B. ANALISIS

1. Analisis terhadap siapa yang bertanggungjawab terhadap anak didik yang

berada di dalam lingkungan sekolah Untuk melihat siapa yang bertanggungjawab terhadap anak didik di dalam lingkungan sekolah harus melihat terlebih dahulu prinsip secara umum perdata yakni dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata KUHPerdata. Pengertian anak dalam KUHPerdata Pasal 330, anak atau belum dewasa adalah sebelum berumur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah menikah. Anak berada dibawah kekuasaan orangtuanya selama anak tersebut belum menikah, dan orangtua bertanggungjawab atas kesejahteraan anaknya baik secara rohani maupun jasmani. Kewajiban orang tua adalah memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Secara umum tanggung jawab perlindungan anak di dalam lingkungan sekolah berada di tangan guru atau pihak sekolah seperti yang diatur dalam KUHPerdata Pasal 1365, 1366, 1367 ayat 4, yang berbunyi: Pasal 1365 “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kesalahan itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.” Pasal 1366 “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian, atau kurang hati- hatinya.” Pasal 1367 ayat 4 “guru sekolah bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid selama waktu murid itu berada di bawah pengawasan mereka.” Tanggung jawab tersebut dibatasi oleh waktu, selama murid tersebut dibawah pengawasan guru. Syarat pertanggung jawaban adalah : 1 1. Terhadap hubungan antara guru dan murid 2. Terjadinya perbuatan melawan hukum harus pada saat mereka berada di bawah pengawasannya. Dalam hal pengawasan, semua orang pengawas dapat dianggap mempunyai tugas untuk menjaga, jangan sampai seorang yang diawasi itu melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Seorang pengawas seharusnya turut berusaha menghindarkan pelanggaran yang dilakukan oleh tingkah laku orang yang diawasinya. Pengawasan yang sangat mendalam intensif misalnya berada dalam perhubungan hukum antara seorang anak yang belum dewasa dan orang tuanya atau walinya. Kalau anak tersebut masih sangat muda maka pengawasan harus dilakukan dengan mata pengawas sendiri., artinya anak tidak boleh dipisahkan dari pengawas. Pengawasan terhadap anak yang sudah sedikit besar dapat sedikit dilonggarkan, wujud pengawasan ini misalnya dalam pendidikan. Pengawasan tersebut terbatas 1 Setiawan Rachmat, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 49-50 pada waktu tertentu, yaitu pada saat murid berada dalam lingkungan sekolahan. 2 Sebenarnya pengawasan keras atau longgar itu tergantung pada sekolah masing – masing. Pengawasan paling keras biasanya terwujud dalam Taman Kanak – Kanak TK, dimana pengawasan kepada anak harus dilakukan sendiri oleh guru seperti halnya orang tua terhadap anak yang masih sangat muda. Menurut hemat saya, apabila sekolah sudah menerapkan kebijakan bahwa orangtua anak tidak boleh menjaga anaknya selama berada di sekolah hal tersebut berarti pengawasan sepenuhnya berada di pihak sekolah, terbatas waktu tertentu yakni selama di lingkungan sekolah. Dari gambaran contoh kasus dalam penelitian ini, tanggung jawab dilakukan oleh guru-guru sekolah tersebut karena kelalaiannya selama dalam pengawasan. Namun, kelalaian yang dilakukan guru tersebut terdapat di lingkungan lembaga pendidikan swasta berbentuk yayasan. Menurut teori organ, Badan hukum bukanlah suatu kekayaan yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Badan hukum sebagai wujud kesatuan tidak bertindak sendiri melainkan organnya. Organ yayasan sebagai wakil yayasan untuk melakukan perbuatan hukum untuk mencapai tujuan yayasan. Dalam pelaksanaan mencapai tujuan yayasan guru lalai dalam melakukan pengawasan. Maka dalam contoh kasus ini yayasan lembaga pendidikan tersebut turut bertanggung jawab atas kepengurusan dalam yayasan berdasarkan pengaturan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menyebutkan “Pengurus 2 Wirjono Projodikoro, opcit, h 65-66 yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan”. Apabila diatas melihat dari sisi hukum perdata, maka perlu pula melihat dari sisi hukum publik. Sesuai dengan Konvensi Hak Anak Pasal 3 disebutkan bahwa tindakan yang menyangkut anak baik yang dilakukan oleh lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta kepentingan anak harus dijadikan pertimbangan utama. Sehingga Negara dan Pemerintah ikut bertanggung jawab dalam perlindungannya. Jika melihat dalam UUD 1945 tujuan pendirian Negara adalah untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah harus secara aktif melaksanakan misi tersebut. Negara berkewajiban menyediakan sarana dan prasana serta fasilitas untuk pemenuhan hak atas pendidikan. Perlu di lihat bahwa ketika kecelakaan atau kekerasan yang terjadi didalam lingkungan sekolah merupakan permasalahan yang terjadi di wilayah publik. Berdasarkan hukum public, negara mempunyai tanggung jawab paling besar terhadap anak didik ketika di dalam sekolah. Selain kewajiban untuk membiayai pendidikan negara juga berkewajiban untuk menjamin fasilitas kesehatan dan fasilitas umum termasuk di dalam sekolah. Pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan pada tingkat dasar SD dan SMP dan atau sederajat. Nergara dan pemerintah di rasa belum mampu menyeimbangkan antara kekuasaan dan wewnang dengan kewajiban dan layanan public dalam dunia pendidikan. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang merupakan lembaga yang berwenang dan bertanggung jawab tinggi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penyelenggaraanpendidikan. Maka pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan. Guru maupun sekolah dipersamakan sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara karena Guru dan sekolah dianggap melaksanakan tugas Negara. Menurut prinsip – prinsip tanggung jawab hukum, tanggung jawab dalam gambaran kasus ini termasuk prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability based on fault. Menurut KUHPerdata yang menjadi unsur pokok agar orang dapat dimintai pertanggung jawaban karena perbuatan melawan hukum ada 4 empat, yaitu: 1. Adanya perbuatan melawan hukum Dalam gambaran kasus skripsi ini memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dimana kasus tersebut bertentangan dengan hak orang lain. Anak didik dalam lingkungan sekolah wajib mendapat perlindungan dari kekerasan baik dari pendidik atau sesama anak didik, karena hal tersebut merupakan bagian dari hak anak mendapat perlindungan, selain itu juga anak dalam keadaan darurat wajib mendapatkan pertolongan pertama,. Jika dilihat dari gambaran kasus tersebut pihak sekolah yang paling dekat dan tahu kondisi anak didik di dalam lingkungan sekolah. 2. Adanya unsur kesalahan Unsur kesalahan juga terpenuhi dalam kasus tersebut karena pihak sekolah dalam hal ini guru, sekolahguru lalai dalam menjalankan pengawasan terhadap anak didik selama anak didik berada dalam lingkungan sekolah. 3. Adanya kerugian yang diderita Kerugian yang timbul karena kelalaian pihak sekolah terhadap anak didik dan keluarganya bukan hanya mengakibatkan kerugian materi saja, akan tetapi juga mengakibatkan luka yang cukup serius pada wajah serta goncangan psikologi yang mengakibatkan ketakutan yang dialami anak didik tersebut. 4. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian Yang dimaksud disini adalah adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan melawan hukum dan kerugian. Apabila merujuk dalam gambaran kasus skripsi ini, sudah jelas ada yakni hal tersebut terjadi disebabkan karena kelalaian pengawasan oleh pihak sekolah dan tidak mengupayakan pertolongan pertama pada anak didik tersebut sehingga mengakibatkan kerugian yang berupa luka-luka pada wajah korban serta menimbulkan rasa ketakutan. Perlindungan Anak dapat terwujud apabila mendapat dukungan dari berbagai pihak. Anak berdasarkan UU Perlindungan Anak, adalah seorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Secara khusus sudah ada Undang – Undang mewajibkan perlindungan anak selama dalam lingkungan sekolah, yakni UU Perlindungan Anak Pasal 9 ayat 1a, Pasal 54 yang berbunyi: Pasal 9 ayat 1a “Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidik, sesama peserta didik, danatau pihak lain. ” Pasal 54 ayat 1 “Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapat perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik danatau pihak lain.” Dilanjutkan ayat 2 “perlindungan sebagaimana dimaksud ayat 1 dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, danatau Masyarakat.” Selain UU Perlindungan Anak, UU HAM juga mengatur mengenai hak anak dalam memperoleh perlindungan dari kekerasan. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 58 ayat 1, yang berbunyi: “Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan anak tersebut.” Poin penting dalam pasal ini adalah anak mempunyai hak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan maka orang tua maupun pihak lain wajib bertanggungjawab terhadap perlindungan anak selama anak tersebut dalam pengasuhannya. Selama dalam lingkungan sekolah kedudukan anak yang semula adalah anak dari orang tua akan berubah menjadi anak didik dalam lingkungan sekolah. Seharusnya begitu pula dengan tanggung jawabnya, yang semula menjadi tangung jawab orang tua akan berubah menjadi tanggung jawab pihak sekolah dalam hal ini di pegang oleh guru. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Pemerintah berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan dalam penyelenggaraan pendidikan seperti dalam Pasal 11 “Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Pengaturan tentang kewajiban pengawasan terhadap perlindungan anak didik yang berada dalam lingkungan sekolah tidak secara kusus diatur dalam UU ini dan hanya fokus mengatur tentang pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan dalam hal akademik saja. Akan tetapi dalam UU Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan harus diselenggarakan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. ” Penyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan melalui jalur formal, nonformal, dan informal. Apabila pendidikan dilakukan melalui jalur formal maka pendidikan dilakukan di sekolah yang diperoleh secra teratur, sistematis, bertingkat. Sekolah memiliki tugas untuk meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga dengan mentaati undang-undang yang berlaku dan hak asasi manusia. Di dalam lingkungan sekolah guru adalah orang dewasa yang di dengar dan dilihat oleh anak didik. Terdapat pengaturan yang sama mengenai penyelenggaraan tersebut dalam UU tentang Guru dan Dosen Pasal 20 huruf d “kewajiban guru meliputi menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika”. Jika dilihat kembali hak anak dalam Konvensi tentang Hak-Hak Anak yang sudah diratifikasi menjadi Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child, terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang pemenuhan hak pendidikan anak. Kususnya yang berkaitan dengan skripsi ini adalah Pasal 19, yang berbunyi: “Negara – negara peserta akan mengambil langkah legislatif, administratif, social dan pendidikan, untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik dan mental, cidera atau penyalahgunaan, penelanaran atau perlakuan salah atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, sementara berada dalam asuhan orang tua, wali, atau orang lain yang memelihara anak. ” Setiap pihak yang terlibat di sekolah tenaga pendidik, tukang kebun sekolah, penjaga sekolah, petugas kebersihan sekolah dan semua peserta didik harus menyadari bahwa tidak boleh ada kekerasan fisik, mental, dan seksual dalam bentuk apapun, adanya termasuk pengabaian anak yang membutuhkan perlindungan. Sekolah harusnya menjadi tempat yang aman sebagai rumah kedua bagi anak sebagai peserta didik. Di sekolah, para anak harusnya merasakan kasih sayang yang wajar dari para orang dewasa guru, petugas kebersihan sekolah, semua warga sekolah. Seharusnya sesama peserta didik harus menumbuhkan nilai persaudaraan sehingga dapat saling menghargai, menyayangi, dan menghormati sehingga tidak melakukan kekerasan fisik maupun mental terhadap anak didik lainnya. Para orang dewasa yang berada dalam lingkungan sekolah juga seharusnya memperlakukan semua anak didik seperti anaknya sendiri, memiliki rasa ingin melindungi dan mengasihi mereka secara wajar. Pelaksanaan pendidikan di sekolah meliputi semasa proses belajar mengajar di dalam kelas, waktu istirahat, dan selama anak didik berada dalam lingkugan sekolah. Hak yang harus dipenuhi sekolah salahsatunya menciptakan suasana yang aman, nyaman, dan kondusif selama pelaksanaan pembelajaran. Suasana yang aman, nyaman, dan kondusif dapat memperlancar dalam mencapai tujuan sistem pendidikan nasional. Dalam pelaksanaan pendidikan di lingkungan sekolah, bukan hanya hak memperoleh pendidikan saja yang di butuhkan anak selama dalam sekolah namun hak bermain, hak perlindungan, hak kesehatan, dan hak kesamaan juga merupakan bagian dari hak anak yang harus dipenuhi selama dalam sekolah. Lebih spesifik lagi diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan pendidikan. Dimana disebutkan bahwa sekolah selaku satuan pendidikan wajib melakukan perlindungan terhadap anak didik. Sekolah berkewajiban mencegah terjadinya kekerasan di dalam lingkungan sekolah. Seperti yang tertuang dalam Pasal 7 dan Pasal 8 ayat 1 huruf a huruf b huruf c dan huruf d, yakni: Pasal 7 ”pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupatenkota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya.” Pasal 8 ayat 1 huruf a, b, c, dan d “tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi: a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan; b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman nyaman, dan menyenangkan serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan; c. wajib menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatanpembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan; d. wajib segera melaporkan kepada orangtuawali termasuk mencari informasi awal apabila telah ada dugaangejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagi korban maupun pelaku. ” Selain Pasal yang mengatur tentang pencegahan tindak kekerasan di lingkungan sekolah terdapat pula Pasal yang mengatur kewajiban sekolah dalam penanggulangan apabila terjadi tindak kekerasan di lingkungan sekolah, yakni pada Pasal 10 ayat 1. Dimana peserta satuan pendidikan mempunyai kewajiban untuk memberikan pertolongan terhadap korban tindak kekerasan dilingkungan sekolah, serta wajib memberikan laporan pada orang tua anak didik. Dalam hal terjadi tindak kekerasan selama dalam lingkungan sekolah, pihak sekolah wajib menjamin hak anak untuk mendapat perlindungan baik ketika anak didik menjadi korban maupun pelaku. Dalam Peraturan Menteri ini juga mengatur tentang sanksi yang diberikan ketika terjadi tindak kekerasan di dalam lingkungan sekolah. Sanksi diberikan apabila gurukepala sekolah terbukti lalai menjdi pelaku, atau lalai, atau melakukan pembiaran sehingga terjadi tindak kekerasan. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 12 ayat 1. Jelas terlihat bahwa gurukepala sekolah memangku tanggung jawab yang besar ketika anak didik berada dalam lingkungan sekolah. Ketika pihak sekolah melakukan pengabaian berarti sekolah tidak memenuhi hak anak dalam mendapat perlindungan.

2. Analisis terhadap dasar mengapa harus bertanggungjawab