GAMBARAN KLINIS LIMFOSIT PENDAHULUAN

terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV, tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV 65 tetap menderita HIVAIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi Djuanda A,1999, Tjokonegoro A, Utama, 1994

II.3. GAMBARAN KLINIS

Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10 dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. 8 Universitas Sumatera Utara Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu : 1. Infeksi HIV stadium pertama . Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening. 2. Persisten generalized limfadenopati. Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut. 3. AIDS relative complex ARC Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua. 4. Full blown AIDS. Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. 9 Universitas Sumatera Utara Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

II.4. KRITERIA DIAGNOSIS

II.4.1. Diagnosis terinfeksi HIV

Diagnosis di tegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti di tegakkan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang di mulai dengan uji penapisan penyaringan dengan menentukan adanya anti body anti HIV kemudian di lanjutkan dengan uji pemastian dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western Blot Assay karena mampu mendeteksi komponen komponen yang terkandung pada HIV Attili Suresh VS, 2006: Bartlet JG,Gallant JT, 2006 Di Indonesia Western Blot belum merata di lakukan secara rutin maka dapat di lakukan pemeriksaan laboratorium dengan 3 metode yang berbeda salah satu yang di anjurkan ELISA. Di katakan terinfeksi HIV apabila ketiga pemeriksaan laboratorium dari metode yang berbeda tersebut menunjukkan hasil reaktif Nasroudin, 2007 10 Universitas Sumatera Utara

II.4.2. Diagnosa AIDS

Di indonesia diagnosis AIDS ditegakkan bila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang kurangnya ditemukan dua tanda mayor dan satu tanda minor Nasroudin, 2007 1.Tanda mayor a. Penurunan berat badan lebih dari 10 dalam 1 bulan b. Diare kronik lebih dari 1 bulan. c. Demam menetap lebih dari 1 bulan intermitten dan konstan d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologist. e. Enselopati HIV. 2.Tanda minor a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan. b. Dermatitis generalisata. c. Herpes zoster rekuren.

d. Infeksi herpes simpleks virus kronik progresif

e. Kandidiasis orofaringeal f. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita. g. Retinitis oleh virus sitomegalo Nasroudin, 2007 11 Universitas Sumatera Utara

II.4.3. Diagnosis status imun

Dapat di lihat dari hasil pemeriksaan limfosit total dan atau CD4, penentuan kepadatan virus atau beban virus viral load Penetapan status AIDS di nyatakan berdasarkan adanya infeksi sekunder dan atau manifestasi keganasan atau berdasarkan CD4 yang rendah 200 selmm 3 Price SA, Wilson LM, 2006

II.5. CD4

Sel CD4 adalah semacam sel darah putih atau limfosit dan ini bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Disebut juga sel T-4, sel pembantu atau kadang sel CD4 Ketika manusia terinfeksi HIV sel yang paling sering terinfeksi adalah sel CD4, dan menjadi bagian dari sel tersebut. Ketika sel CD4 menggandakan diri untuk melawan infeksi apa pun, sel tersebut juga membuat banyak duplikasi HIV. Semakin menurunnya sel CD4 berarti sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak dan semakin rendahnya jumlah CD4 yang ada dalam tubuh manusia, semakin mungkin kita akan mudah sakit atau mungkin akan mengalami infeksi oportunistik Burban SD, 2007 Karena jumlah CD4 sering berubah-ubah biasanya dokter lebih menggunakan presentase sel CD4 yaitu perbandingan dengan limfosit total. 12 Universitas Sumatera Utara Jika hasil tes CD4 = 34 berarti 34 dari limfosit kita adalah CD4. Angka normal berkisar 30 - 60. Di bawah 14 menunjukan kerusakan parah pada sistem kekebalan tubuh. Hal ini adalah tanda AIDS pada orang yang terinfeksi HIV. Jumlah CD4 normal adalah 410 selmm 3 – 1590 selmm 3 , bila jumlah CD4 dibawah 350mm 3 , atau dibawah 14, kita dianggap AIDS, Definisi Depkes. Jumlah CD4 dipakai bersama untuk meramalkan berapa lama kita akan tetap sehat.

II.5.1. Tes CD4.

Tes ini adalah tes baku untuk menilai prognosis berlanjut ke AIDS atau kematian, untuk membentuk diagnosis diferensial pada pasien bergejala, dan untuk mengambil keputusan terapeutik mengenai terapi antiretroviral ART dan profilaksis untuk patogen oportunistik. Jumlah CD4 adalah indikator yang paling diandalkan untuk prognosis Chen R Y et al, 2007.

II.5.1.1. Teknik

Cara baku untuk menentukan jumlah CD4 memakai flow cytometer 13 Universitas Sumatera Utara

II.5.1.2 Flow cytometri

Flow cytometri adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-masing secara automatis melalui suatu celah yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Metode flow cytometry terus berkembang sejalan dengan perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibodi. Sampai saat ini, pengukuran dengan flow cytometry menggunakan label flouresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraseluler, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel. Interpretasi klinik. Penggunaan alat BD FACS Calibur dapat memberikan informasi yang penting pada klinisi untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit. Informasi yang dapat diperoleh antara lain aplikasi diagnosa anemia, leukemia, serta beberapa keadaan lain seperti Paroksismal, Nokturnal, Hemoglobin PNH, memonitor penderita dengan infeksi virus HIV, maupun membedakan tipe leukemia dan limpoma. 14 Universitas Sumatera Utara Monitoring status imunologi pada infeksi HIV bisa diakukan dengan metode flow cytometri. Seperti diketahui bahwa virus HIV menginfeksi limposit T helper atau melalui antigen CD 4. Limposit yang terinfeksi ini kemudian lisis ketika virion baru dilepaskan atau dipindahkan oleh sistem imun selular. Pada infeksi HIV yang progresif, CD 4 T-limposit jumlahnya menurun. Jumlah absolut CD 4 merupakan pengukuran yang penting untuk memprediksi, menentukan derajat, dan memonitoring progresifitas serta respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV. Pemeriksaan jumlah virus melengkapi pemeriksaan labolatorium untuk monitoring penyakit. Besarnya berbanding terbalik dengan CD 4, jadi jumlah CD 4 dan jumlah virus secara langsung menunjukkan status imun penderita. Ini berguna untuk menentukan diagnosa, prognosa, dan manajemen pengobatan pada penderita yang terinfeksi HIV 15 Universitas Sumatera Utara

II.5.1.3. Frekuensi tes

Tes CD4 sebaiknya diulang setiap tiga sampai enam bulan untuk pasien yang belum diobati dengan ART dan jangka waktu dua sampai empat bulan pada pasien yang memakai ART. Tes tersebut sebaiknya diulangi bila hasil tidak konsisten dengan kecenderungan sebelumnya. Frekuensi akan berbeda-beda tergantung keadaan individu. Kalau tidak diobati, jumlah CD4 akan menurun rata-rata 4 persen per tahun untuk setiap log viral load. Dengan terapi awal atau perubahan terapi, usulan adalah dilakukan tes CD4 serta viral load pada 4, 8 sampai 12, dan 16 sampai 24 minggu.

II.6. LIMFOSIT

Limfosit dapat di bedakan dalam dua kelompok besar, yaitu limfosit T, dan B. Baik limfosit T maupun B, keduanya harus mampu secara spesifik mengenali sel sel dan benda lain yang tidak di butuhkan untuk di hancurkan atau di netralisasi karena berbeda dari sel sel normal, perbedaan tersebut di mungkinkan dengan adanya antigen Scanlon VC, Sanders T, 2007. Antigen adalah molekul kompleks berukuran besar yang mencetuskan respon imun spesifik terhadap dirinya sendiri apabila antigen tersebut masuk ke dalam tubuh. Protein asing adalah yang paling sering di jumpai Sherwood L, 2001. 16 Universitas Sumatera Utara Limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas yang di perantarai sel, dan limfosit B, bertanggung jawab dalam pembentukan antibody yang memberikan imunitas humoral Guyton AC, M. D, Hall JE, 1997 Fungsi utama limfosit B adalah sebagai imunitas anti body humoral. Masing masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibody spesifik. Limfosit T Limfosit T mempunyai 2 fungsi utama yaitu: 1. Regulasi system imun. 2. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus Masing masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4, CD8, dan CD3 yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4 adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. HIV menyerang CD4, dengan secara langsung yaitu sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T, secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang di sebut sampul gp 120 dan anti p24 17 Universitas Sumatera Utara berinteraksi dengan CD4 yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen APC Nursalam, Kurniawati ND, 2002 Jenis jenis sel T dan fungsinya: 1. Sel T Pembantu merupakan sel T yang jumlahnya paling banyak kira kira 75 dari limfosit T sel ini membantu melakukan fungsi system imun dan bertindak sebagai pengatur utama system imun. 2. Sel T Sitotoksiksel pembunuh merupakan sel penyerang yang mampu langsung membunuh mikroorganisme 3. Sel T Supresor, sel yang mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu, menjaganya agar jangan menyebabkan reaksi imun yang berlebihan yang dapat merusak tubuh Guyton AC, M. D, Hall JE, 1997 18 Universitas Sumatera Utara

II.7. JENIS JENIS PEMERIKSAAN HIVAIDS