Perubahan Jumlah Total Limfosit Sebagai Alternatif Pemeriksaan CD4 Pada Pasien HIV AIDS Yang Diberikan Antiretroviral

(1)

PERUBAHAN JUMLAH TOTAL LIMFOSIT

SEBAGAI ALTERNATIF PEMERIKSAAN

CD4 PADA PASIEN HIV AIDS YANG

DIBERIKAN ANTIRETROVIRAL

TESIS

Oleh

MUTIARA BR BARUS

077027002/IKT

PROGRAM STUDI

MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERUBAHAN JUMLAH TOTAL LIMFOSIT

SEBAGAI ALTERNATIF PEMERIKSAAN

CD4 PADA PASIEN HIV AIDS YANG

DIBERIKAN ANTI RETROVIRAL

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Tropis

Dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUTIARA BR BARUS

077027002/IKT

MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PERUBAHAN JUMLAH TOTAL LIMFOSIT SEBAGAI

ALTERNATIF PEMERIKSAAN CD4 PADA PASIEN HIV AIDS YANG DIBERIKAN ANTIRETROVIRAL

Nama Mahasiswa : MUTIARA BR BARUS Nomor Pokok : 077027002

Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis

Menyetujui, Komisi Pembimbing :

( Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK(K) KH) Ketua

( Dr. Tambar Kembaren, SpPD) ( Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.kes) Anggota Anggota

Ketua Program Studi,

( Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,Sp. A(K)) (Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD KHGEH


(4)

Telah di uji pada

Tanggal : 25 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK(K) KH ANGGOTA : 1. dr Tambar Kembaren

2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. dr. Yosia Ginting, Sp.PD


(5)

ABSTRAK

Salah satu cara monitor status sistem immun pada penderita HIV AIDS adalah dengan pengukuran CD4. Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat di lakukan di banyak sentra pengobatan di Indonesia. Ada beberapa laporan bahwa pengukuran total lymphocyte count (TLC) mempunyai hubungan yang baik dengan CD4, oleh karena itu penelitian ini di tujukan untuk mempelajari apakah TLC dapat menjadi alternatif CD4 pada pemeriksaan pasien pasien HIV AIDS terutama untuk daerah daerah pusat pengobatan yang belum mempunyai sarana CD4. Dua puluh delapan pasien penderita HIV AIDS direkrut dalam penelitian ini, sampel darah EDTA di ambil dari vena mediana cubiti sebanyak 3 ml untuk pemeriksaan TLC dan CD4. Sampel darah diambil dari pasien positif penderita HIV AIDS yang belum pernah mendapat antiretroviral (ARV), kemudian sampel berikutnya di ambil setelah 3 bulan mendapat ARV dan di lakukan pemeriksaan ulang CD4 dan TLC. Hasil menunjukkan bahwa Mean ± S.D dari CD4 sebelum dan sesudah ARV adalah 56,71 ± 73,17 dan 196,21 ± 140,08 sel/mm3 (p < 0,001) dan TLC sebelum dan sesudah ARV adalah 870,64 ± 432,00 dan 1465,53 ± 447,40 sel/mm3 (p < 0,001). Korelasi statistik antara CD4 dan TLC menunjukkan r = 0,55; p < 0,01 dan hal ini menunjukkan adanya korelasi sedang antara CD4 dan TLC. Sebagai kesimpulan adalah bahwa TLC dapat di gunakan sebagai pemeriksaan alternatif dari CD4 pada pasien HIV AIDS yang mendapat ARV.


(6)

ABSTRACT

One method of monitoring the immune system in cases with HIV AIDS is by using CD4 measurement. However, this assay is not always available in many countries such as in Indonesia. There were reports to suggest, that total lymphocyte Count (TLC) correlates quite well with CD4, and therefore this study is designed to investigate whether TLC can be used as an alternative method to replace CD4 for patients with HIV AIDS especially in centres where CD4 assay is not available. 28 patients with HIV AIDS were recruited in this study and 3 cc of blood sample was taken from the median vein and put into EDTA for assays of TLC and CD4 . Sample was taken from HIV AIDS patients who never received antiretroviral (ARV) prior this study, and another sample was taken 3 months after receiving ARV. The results showed that Means ± S.D of they CD4 are 56,71 ± 73,17 and 196,21 ± 140,08 cell/ mm3 before and after ARV treatment respectively. The means ± S.D of total lymphocyte count (TLC) are 870,64 ± 432,80 and 1465,53 ± 447,40 cell/mm3 before and after treatment with ARV (p< 0,01). The statistical correlation showed that the coefficient correlation between CD4 and TLC is r = 0,55 ; p < 0,01. This shows that TLC can be used as an alternative method other than CD4 in monitoring the immune status of HIV patients treated with ARV.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada TUHAN YANG MAHA ESA, karena berkat rahmat dan karunianya tesis ini dapat di selesaikan.

Penulisan tesis ini di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Tropis di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Selama masa kuliah sampai di selesaikannya tesis ini, penulis banyak sekali memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dr Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program studi S2 Ilmu Kedokteran Tropis

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K) beserta seluruh jajaran dan seluruh staffnya atas kesempatan, bimbingan, dan petunjuk selama jadi mahasiswa.


(8)

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setingginya kepada :Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, SpPK(K)KH, selaku ketua komisi pembimbing, yang merupakan profil seorang dosen yang sangat saya hormati, wawasannya yang luas, disiplinnya, bimbingannya, kebaikan dan kesabarannya yang telah berkenan memberikan bimbingan, arahan,saran, waktu dan semangat kepada penulis sejak dari penyusunan proposal, pengumpulan sampel dan sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

Dr Tambar Kembaren, SpPD, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Drs. Abdul Jalil Amri.A, M.Kes, selaku dosen pembimbing dan konsultan statistik yang telah memberikan bimbingan dan arahan, semangat kepada penulis sejak dari penulisan proposal sampai penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dr yosia Ginting SpPD dan Dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK,selaku dosen pembanding dan penguji tesis, atas segala masukan dan koreksi yang diberikan untuk penyempurnaan tesis ini

Orang tua penulis, Ayahanda Alm G. Barus dan Ibunda C. Sembiring yang telah mengasuh dan membesarkan penulis dan tak henti hentinya mendoakan, mendukung, serta menasehati dengan penuh kasih sayang


(9)

Suamiku Tercinta, AKP Masku Sembiring SH, yang selalu setia mendampingi dan memberi motivasi serta dukungan dalam suka duka kepada penulis selama menjalani pendidikan

Rekan rekan seperjuangan angkatan 2007 Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis yang telah bersama-sama menjalani masa perkuliahan dalam suka dan duka. Semoga persahabatan kita tidak terputus dengan berahirnya masa pendidikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna banyak kekurangan baik dari segi materi maupun tata bahasanya, sehingga saran dan kritik sangat di harapkan untuk menyempurnakan dan mengembangkan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan kepada kita semua . AMIN.

Medan, Agustus 2011

Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Mutiara br barus

Tempat / Tanggal Lahir : Kabanjahe, 30 agustus 1973

Alamat : Jl. Rakuta Sembiring no 1 siantar

Riwayat Pendidikan :

1.Sekolah Dasar : SD RK 3 Kabanjahe

2.Sekolah Menengah Pertama : SMP RK Kabanjahe

3.Sekolah Menengah Atas : SMA NEGERI 1 Kabanjahe

4.Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas

Methodist Indonesia Medan 1991- 1999

Riwayat pekerjaan

1.Dr PTT Puskesmas Sipintu Angin Kabupaten Simalungun 2000- 2002

2.Dr jaga RS Harapan Pematang siantar 2002 - 2008

3.Dr fungsional Puskesmas Panombean Panei Kabupaten Simalungun

2007 – 2010


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 . Latar belakang ………. 1

1.2 . Perumusan Masalah ……… 2

1.3 . Tujuan Penelitian ………. 3


(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Human Imunodeficiency Virus (HIV) ………. 4

II.2. Patogenese ………. 6

II.3. Gambaran Klinis ………. 8

II.4. Kriteria Diagnosis ……… 10

II. 4.1. Diagnosa terinfeksi HIV ... 10

II.4.2. Diagnosa AIDS ... 11

II.4.3. Diagnosa status imun ... 12

II.5. CD4 ……… 12

II.5.1. Tes CD4 ... 13

II.6. Limfosit ……….. 16

II.7. Jenis Jenis Pemeriksaan HIV AIDS ... 19

II.7.1. Dipstick tes HIV ... 19

II.7.2. Test Saliva ... 20

II.7.3. Test Urine ... 20

II.7.4. ELISA ... 20


(13)

II.7.6. IFA ... 22

II.7.7. PCR Test ……….. 22

II.8. Sistem Tahapan WHO untuk infeksi HIV 23

II.9. Pengobatan ………. 26

II.9.1. Pedoman memulai terapi pada ODHA Dewasa Menurut Depkes RI (2009) ……… 26

II.9.2. Regimen dan efek samping ………... 27

BAB III METODE PENELITIAN III.1.Tempat dan waktu penelitian ... 29

III.2. Rancangan penelitian ... 29

III.3. Subjek penelitian ... 29

III.4. Kriteria inklusi ... 30

III.5. Kriteia ekslusi ... 30

III.6. Variabel yang di amati ... 31

III.7. Perkiraan besarnya sampel ... 31

III.8. Kerangka konsep ... 33


(14)

III.10. Bahan dan prosedur penelitian ... 35

III.10.1. Pengambilan sampel darah ... 35

III.10.2. Pemeriksaan CD4 ... 35

III.10.3. Pemeriksaan Total limfosit count ...…. 37

III.11. Metode Statistik ……... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil penelitian ... 41

IV.2. Pembahasan ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan ... 61

V.2. Saran ... 61

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 62


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Gambaran klinis penderita HIV/AIDS Pria dan Wanita ... 41 2. Kadar CD4 pada pasien HIV/AIDS ... 42 3. Total lymphocyte count (TLC) pada penderita HIV/AIDS ... 43


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. CD4 masing masing pada penderita HIV/AIDS ... 44 2. Total lymphocyte count (TLC) pada masing masing

Penderita HIV/AIDS ... 46

3. Curva regresi dari CD4 dengan TLC pada penderita


(17)

DAFTAR SINGKATAN

ABC : Abacavir

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

ART / ARV : Anti Retrovirus

BD FACS : Braxton Dicks Flourescence Activated Cell Sorter

CD : Cluster Designation

CMV : Cito Megalo Virus

Ddl : Didanosine

D4T : Stavudin

ELISA : Enzim Linked Immunosorbent Assays

EFV/EFZ : Efavirenz

Gp : glycoprotein

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IDV : Indinavir


(18)

LPV/R : Lopinavir + Rironavir

NFV : Nelvinafir

NsRTI : Nucleoside Reserve Transcriptase Inhibitors

NNRTI : Non Nucleoside Reserve Transcriptase Inhibitors

NVP : Nevirapine

ODHA : Orang dengan HIV dan AIDS

PCR : Polymerase Chain Reaction

PI : Protease Inhibitors

RS HAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

RTV,r : Ritonavir

SQV : Saquinavir

TLC : Total limfosit Count

VCT : Voluntary Counseling and Testing

WHO : World Health Organization

ZDV/AZT : Zidovudine


(19)

ABSTRAK

Salah satu cara monitor status sistem immun pada penderita HIV AIDS adalah dengan pengukuran CD4. Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat di lakukan di banyak sentra pengobatan di Indonesia. Ada beberapa laporan bahwa pengukuran total lymphocyte count (TLC) mempunyai hubungan yang baik dengan CD4, oleh karena itu penelitian ini di tujukan untuk mempelajari apakah TLC dapat menjadi alternatif CD4 pada pemeriksaan pasien pasien HIV AIDS terutama untuk daerah daerah pusat pengobatan yang belum mempunyai sarana CD4. Dua puluh delapan pasien penderita HIV AIDS direkrut dalam penelitian ini, sampel darah EDTA di ambil dari vena mediana cubiti sebanyak 3 ml untuk pemeriksaan TLC dan CD4. Sampel darah diambil dari pasien positif penderita HIV AIDS yang belum pernah mendapat antiretroviral (ARV), kemudian sampel berikutnya di ambil setelah 3 bulan mendapat ARV dan di lakukan pemeriksaan ulang CD4 dan TLC. Hasil menunjukkan bahwa Mean ± S.D dari CD4 sebelum dan sesudah ARV adalah 56,71 ± 73,17 dan 196,21 ± 140,08 sel/mm3 (p < 0,001) dan TLC sebelum dan sesudah ARV adalah 870,64 ± 432,00 dan 1465,53 ± 447,40 sel/mm3 (p < 0,001). Korelasi statistik antara CD4 dan TLC menunjukkan r = 0,55; p < 0,01 dan hal ini menunjukkan adanya korelasi sedang antara CD4 dan TLC. Sebagai kesimpulan adalah bahwa TLC dapat di gunakan sebagai pemeriksaan alternatif dari CD4 pada pasien HIV AIDS yang mendapat ARV.


(20)

ABSTRACT

One method of monitoring the immune system in cases with HIV AIDS is by using CD4 measurement. However, this assay is not always available in many countries such as in Indonesia. There were reports to suggest, that total lymphocyte Count (TLC) correlates quite well with CD4, and therefore this study is designed to investigate whether TLC can be used as an alternative method to replace CD4 for patients with HIV AIDS especially in centres where CD4 assay is not available. 28 patients with HIV AIDS were recruited in this study and 3 cc of blood sample was taken from the median vein and put into EDTA for assays of TLC and CD4 . Sample was taken from HIV AIDS patients who never received antiretroviral (ARV) prior this study, and another sample was taken 3 months after receiving ARV. The results showed that Means ± S.D of they CD4 are 56,71 ± 73,17 and 196,21 ± 140,08 cell/ mm3 before and after ARV treatment respectively. The means ± S.D of total lymphocyte count (TLC) are 870,64 ± 432,80 and 1465,53 ± 447,40 cell/mm3 before and after treatment with ARV (p< 0,01). The statistical correlation showed that the coefficient correlation between CD4 and TLC is r = 0,55 ; p < 0,01. This shows that TLC can be used as an alternative method other than CD4 in monitoring the immune status of HIV patients treated with ARV.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN 

I.I LATAR BELAKANG

Human Immunodeficiency virus adalah golongan retrovirus, di dalam tubuh manusia virus ini akan menempel pada sel limfosit T karena terdapat reseptor CD4 yang merupakan pasangan ideal bagi gp 120 pada permukaan luar HIV ( Levinson W, Jawetz E, MD, 2003). Melalui

reseptornya kemudian virus tersebut bereplikasi dalam sel T helper ( CD4 ) dan mengakibatkan kerusakan CD4 tersebut sehingga jumlah CD4

cenderung terus menurun dan kekebalan seluler akan berkurang. Infeksi ini awalnya asimptomatik dan akan berlanjut menjadi infeksi laten sampai terjadi gejala infeksi dan kemudian akan berlanjut menjadi AIDS (Bartlett JG, Gallant JT, 2006).

Jumlah CD4 adalah ukuran standar immunodefisiency pada orang dewasa yang terinfeksi HIV untuk memulai dan memantau terapi

antiretroviral, tetapi mungkin di negara negara yang kurang berkembang tidak dapat di lakukan oleh karena harganya yang relatif mahal dan peralatan terbatas sehingga perlu pemeriksaan alternatif untuk mengukur defisiensi imun penderita. Ada laporan dari peneliti peneliti terdahulu yang


(22)

mengkaitkan antara tingkat kekebalan tubuh dengan jumlah total limfosit, dimana dilaporkan bahwa peninggian total limfosit count menggambarkan peninggian kekebalan tubuh ( Deresse D, Eskindir L, 2008 ; Ghate M, et al, 2009). Walaupun demikian dan telah di laporkan bahwa jumlah total limfosit berhubungan dengan tingkat kekebalan tubuh manusia, tetapi masih jarang di laporkan akan jumlah total limfosit di kaitkan dengan kekebalan tubuh pada penderita HIV.

Belum jelas betul bahwa jumlah total limfosit dapat menggantikan CD4 dalam memonitor pengobatan penderita HIV, tetapi secara logika maka jumlah total limfosit mempunyai dasar ilmiah untuk di gunakan pada monitor kekebalan tubuh penderita HIV. Hal ini sangat penting terutama karena belum ada laporan penggunaan jumlah total limfosit pada penderita HIV di Sumatera Utara. Dasar pemikiran ini oleh karena masih banyak Rumah Sakit di Sumatera Utara belum mempunyai sarana pemeriksaan CD4

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Oleh karena pengobatan HIV sangat penting untuk dimonitor agar dapat di capai tingkat keberhasilan yang tinggi sehingga menurunkan angka penyebaran, tetapi sarana monitor pengobatan HIV di Sumatera Utara terbatas, maka diharapkan studi ini dapat menunjukkan apakah jumlah total


(23)

limfosit dapat di pakai sebagai alternartif dari CD4 untuk memonitor pengobatan pada penderita HIV/AIDS dalam batas tertentu.

I.3. TUJUAN PENELITIAN

I.3.1. Tujuan Umum Penelitian

Untuk mengetahui apakah jumlah total limfosit dapat di pakai sebagai alternatif dari CD4 pada monitor pengobatan pasien HIV AIDS.

I.3.2. Tujuan Khusus Penelitian

Mengetahui hubungan (korelasi) antara jumlah total limfosit dan CD4 sebelum dan sesudah pemberian ARV pada pasien HIV AIDS

I.4. MANFAAT PENELITIAN

Bagi penderita HIV/AIDS dapat mengurangi biaya pemeriksaan CD4 bila nilai jumlah total limfosit dapat dipakai sebagai pedoman untuk


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.

II.1. HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)

Human Immunodeficiency Virus merupakan Virus yang

menyebabkan rusaknya / melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk berkembang biak.

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV -1 dan HIV-2. HIV 1 adalah virus HIV yang pertama diidentifikasi oleh Luc Moontainer di Institut Pasteur Paris, tahun 1983. HIV-2 berhasil di isolasi dari pasien Afrika Barat tahun 1986 ( Levinson W, Jawetz E, 2003). HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun ( Price SA, Wilson LM, 2006).

HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia. HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika Barat. Kedua spesies berawal di Afrika


(25)

Barat dan tengah, menular dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.

HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte

troglodyte .

HIV-1 memiliki 3 kelompok atau grup yang telah berhasil

diidentifikasi berdasarkan perbedaan pada envelope-nya yaitu M, N, dan O . Kelompok M yang paling besar prevalensinya dan dibagi kedalam 8 subtipe berdasarkan seluruh genomnya, yang masing-masing berbeda secara geografis . Subtipe yang paling besar prevalensinya adalah subtipe B

(banyak ditemukan di Afrika dan Asia), subtipe A dan D (banyak ditemukan di Afrika), dan C (banyak ditemukan di Afrika dan Asia); subtipe-subtipe ini merupakan bagian dari kelompok M dari HIV-1. Ko-infeksi dengan subtipe

yang berrbeda meningkatkan sirkulasi bentuk rekombinan (CRFs)

Human Immunodeficiency virus adalah virus sitopatik diklasifikasikan dalam Famili Retroviridae, sub family Lentiviridae, genus Lentivirus.

Berdasarkan strukturnya termasuk Family retrovirus termasuk virus RNA yang biasanya menyerang organ vital sistem kekebalan manusia seperti sel T CD4, makrofag, dan sel dendritik. Virus HIV secara langsung dan tidak langsung merusak sel T CD4, padahal sel T CD4 di butuhkan agar sistem


(26)

kekebalan tubuh berfungsi dengan baik. Jika virus HIV membunuh sel T CD4 sampai terdapat kurang dari 200 sel T CD4 permikro liter darah, maka

kekebalan seluler akan hilang (Highleyman, 2007)

Secara alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti mesin fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin fotocopynya setelah mendapatkan hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup banyak. Sehingga lama-kelamaan sel kekebalan kita habis dan jumlah virus menjadi sangat banyak (Kelly J et al, 1994; Ngowi BJ et al, 2008)

Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain.

II.2. PATOGENESE

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu vertikal, horizontal dan transeksual. HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan di perantarai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak. Setelah berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat di deteksi di dalam darah (Nasroudin, 2007)


(27)

Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang

mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik maka beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi seumur hidupnya. .

Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan

dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4 lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistic. Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan


(28)

terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV, tempat primernya adalah jaringan limfoid.

Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Djuanda A,1999, Tjokonegoro A, Utama, 1994)

II.3. GAMBARAN KLINIS

Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati.


(29)

Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :

1. Infeksi HIV stadium pertama .

Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi

pembengkakan kelenjar getah bening.

2. Persisten generalized limfadenopati.

Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.

3. AIDS relative complex (ARC)

Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.

4. Full blown AIDS.

Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu.


(30)

Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang

penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

II.4. KRITERIA DIAGNOSIS

II.4.1. Diagnosis terinfeksi HIV

Diagnosis di tegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti di tegakkan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang di mulai dengan uji penapisan / penyaringan dengan menentukan adanya anti body anti HIV kemudian di lanjutkan dengan uji pemastian dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western Blot Assaykarena mampu mendeteksi komponen komponen yang terkandung pada HIV (Attili Suresh VS, 2006: Bartlet JG,Gallant JT, 2006)

Di Indonesia Western Blotbelum merata di lakukan secara rutin maka dapat di lakukan pemeriksaan laboratorium dengan 3 metode yang berbeda (salah satu yang di anjurkan ELISA). Di katakan terinfeksi HIV apabila ketiga pemeriksaan laboratorium dari metode yang berbeda tersebut menunjukkan hasil reaktif (Nasroudin, 2007)


(31)

II.4.2. Diagnosa AIDS

Di indonesia diagnosis AIDS ditegakkan bila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang kurangnya ditemukan dua tanda mayor dan satu tanda minor (Nasroudin, 2007)

1.Tanda mayor

a. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronik lebih dari 1 bulan.

c. Demam menetap lebih dari 1 bulan intermitten dan konstan

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologist.

e. Enselopati HIV.

2.Tanda minor

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan. b. Dermatitis generalisata.

c. Herpes zoster rekuren.

d. Infeksi herpes simpleks virus kronik progresif

e. Kandidiasis orofaringeal

f. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.


(32)

II.4.3. Diagnosis status imun

Dapat di lihat dari hasil pemeriksaan limfosit total dan atau CD4, penentuan kepadatan virus atau beban virus (viral load)

Penetapan status AIDS di nyatakan berdasarkan adanya infeksi sekunder dan atau manifestasi keganasan atau berdasarkan CD4 yang rendah (< 200 sel/mm3) ( Price SA, Wilson LM, 2006)

II.5. CD4

Sel CD4 adalah semacam sel darah putih atau limfosit dan ini bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Disebut juga sel T-4, sel pembantu atau kadang sel CD4

Ketika manusia terinfeksi HIV sel yang paling sering terinfeksi adalah sel CD4, dan menjadi bagian dari sel tersebut. Ketika sel CD4 menggandakan diri untuk melawan infeksi apa pun, sel tersebut juga

membuat banyak duplikasi HIV. Semakin menurunnya sel CD4 berarti sistem kekebalan tubuh kita semakin rusak dan semakin rendahnya jumlah CD4 yang ada dalam tubuh manusia, semakin mungkin kita akan mudah sakit atau mungkin akan mengalami infeksi oportunistik (Burban SD, 2007)

Karena jumlah CD4 sering berubah-ubah biasanya dokter lebih menggunakan presentase sel CD4 yaitu perbandingan dengan limfosit total.


(33)

Jika hasil tes CD4 = 34% berarti 34% dari limfosit kita adalah CD4. Angka normal berkisar 30 - 60%. Di bawah 14% menunjukan kerusakan parah pada sistem kekebalan tubuh. Hal ini adalah tanda AIDS pada orang yang

terinfeksi HIV.

Jumlah CD4 normal adalah 410 sel/mm3 – 1590 sel/mm3, bila jumlah CD4 dibawah 350/mm3, atau dibawah 14%, kita dianggap AIDS, (Definisi Depkes). Jumlah CD4 dipakai bersama untuk meramalkan berapa lama kita akan tetap sehat.

II.5.1. Tes CD4.

Tes ini adalah tes baku untuk menilai prognosis berlanjut ke AIDS atau kematian, untuk membentuk diagnosis diferensial pada pasien

bergejala, dan untuk mengambil keputusan terapeutik mengenai terapi antiretroviral (ART) dan profilaksis untuk patogen oportunistik. Jumlah CD4 adalah indikator yang paling diandalkan untuk prognosis (Chen R Y et al, 2007).

II.5.1.1.Teknik


(34)

II.5.1.2 Flow cytometri

Flow cytometri adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-masing secara automatis melalui suatu celah yang ditembus oleh seberkas sinar laser.

Metode flow cytometry terus berkembang sejalan dengan perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibodi. Sampai saat ini, pengukuran dengan flow cytometry menggunakan label flouresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraseluler, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel.

Interpretasi klinik.

Penggunaan alat BD FACS Calibur dapat memberikan informasi yang penting pada klinisi untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit. Informasi yang dapat diperoleh antara lain aplikasi diagnosa anemia, leukemia, serta beberapa keadaan lain seperti Paroksismal,


(35)

Monitoring status imunologi pada infeksi HIV bisa diakukan dengan metode flow cytometri. Seperti diketahui bahwa virus HIV menginfeksi limposit T helper atau melalui antigen CD 4. Limposit yang terinfeksi ini kemudian lisis ketika virion baru dilepaskan atau dipindahkan oleh sistem imun selular. Pada infeksi HIV yang progresif, CD 4 T-limposit jumlahnya menurun. Jumlah absolut CD 4 merupakan pengukuran yang penting untuk memprediksi, menentukan derajat, dan memonitoring progresifitas serta respons terhadap pengobatan pada infeksi HIV. Pemeriksaan jumlah virus melengkapi pemeriksaan labolatorium untuk monitoring penyakit. Besarnya berbanding terbalik dengan CD 4, jadi jumlah CD 4 dan jumlah virus secara langsung menunjukkan status imun penderita. Ini berguna untuk menentukan diagnosa, prognosa, dan manajemen pengobatan pada penderita yang terinfeksi HIV


(36)

II.5.1.3. Frekuensi tes

Tes CD4 sebaiknya diulang setiap tiga sampai enam bulan untuk pasien yang belum diobati dengan ART dan jangka waktu dua sampai empat bulan pada pasien yang memakai ART. Tes tersebut sebaiknya diulangi bila hasil tidak konsisten dengan kecenderungan sebelumnya. Frekuensi akan berbeda-beda tergantung keadaan individu. Kalau tidak diobati, jumlah CD4 akan menurun rata-rata 4 persen per tahun untuk setiap log viral load.

Dengan terapi awal atau perubahan terapi, usulan adalah dilakukan tes CD4 (serta viral load) pada 4, 8 sampai 12, dan 16 sampai 24 minggu.

II.6. LIMFOSIT

Limfosit dapat di bedakan dalam dua kelompok besar, yaitu limfosit T, dan B. Baik limfosit T maupun B, keduanya harus mampu secara spesifik mengenali sel sel dan benda lain yang tidak di butuhkan untuk di hancurkan atau di netralisasi karena berbeda dari sel sel normal, perbedaan tersebut di mungkinkan dengan adanya antigen (Scanlon VC, Sanders T, 2007). Antigen adalah molekul kompleks berukuran besar yang mencetuskan respon imun spesifik terhadap dirinya sendiri apabila antigen tersebut masuk ke dalam tubuh. Protein asing adalah yang paling sering di jumpai ( Sherwood L, 2001).


(37)

Limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas yang di perantarai sel, dan limfosit B, bertanggung jawab dalam pembentukan antibody yang memberikan imunitas humoral ( Guyton AC, M. D, Hall JE, 1997)

Fungsi utama limfosit B adalah sebagai imunitas anti body humoral. Masing masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai

kemampuan untuk mensekresi antibody spesifik.

Limfosit T

Limfosit T mempunyai 2 fungsi utama yaitu:

1. Regulasi system imun.

2. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus

Masing masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4, CD8, dan CD3 yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4 adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus.

HIV menyerang CD4, dengan secara langsung yaitu sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T, secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang di sebut sampul gp 120 dan anti p24


(38)

berinteraksi dengan CD4 yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen (APC) ( Nursalam, Kurniawati ND, 2002)

Jenis jenis sel T dan fungsinya:

1. Sel T Pembantu

merupakan sel T yang jumlahnya paling banyak kira kira 75 % dari limfosit T sel ini membantu melakukan fungsi system imun dan bertindak sebagai pengatur utama system imun.

2. Sel T Sitotoksik(sel pembunuh)

merupakan sel penyerang yang mampu langsung membunuh mikroorganisme

3. Sel T Supresor,

sel yang mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu, menjaganya agar jangan menyebabkan reaksi imun yang berlebihan yang dapat merusak tubuh ( Guyton AC, M. D, Hall JE, 1997)


(39)

II.7. JENIS JENIS PEMERIKSAAN HIV/AIDS

HIV/AIDS termasuk jajaran penyakit yang mempunyai tingkat penularan yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena seringkali seseorang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi HIV, sehingga menjadi sumber penularan bagi orang lain.

Seseorang terkena HIV biasanya diketahui jika telah terjadi

Sindrom Defisiensi Imun Dapatan (AIDS) yang ditandai antara lain penurunan berat badan, diare berkepanjangan, Sarkoma Kaposi, dan beberapa gejala lainnya.

Berkembangnya teknologi pemeriksaan saat ini mengijinkan kita untuk mendeteksi HIV lebih dini. Beberapa pemeriksaan tersebut antara lain adalah :

II.7.1. Dipstick test HIV

Test ini sering di gunakan sebagai test awal untuk mendeteksi anti bodi HIV-1 atau HIV-2 pada serum, plasma atau darah dari orang yang di anggap mempunyai resiko terpapar dengan virus HIV, namun bila hasil tidak reaktif belum dapat dikatakan bahwa belum pernah terpapar dengan virus HIV.


(40)

II.7.2. Test Saliva

Test ini untuk mendeteksi antibody HIV pada saliva pasien dengan menggunakan alat OraSure test dengan akurasi 99,8%.

Seperti di ketahui saliva merupakan cairan tubuh yang dapat menularkan penyebaran dari virus HIV. Test ini di gunakan untuk

pemeriksaan virus HIV pada orang penderita hemophilia yang sulit di ambil darahnya karena resiko perdarahan dan orang yang menggunakan obat anti koagulan.

II.7.3. Test urine.

Urine merupakan cairan tubuh yang mengandung virus HIV namun konsentrasinya rendah sehingga dapat di gunakan untuk test anti body HIV dengan akurasi 99,8%. Indikasi untuk penderita hemopilia dan yang sulit mengambil sample darah karena pembuluh darah yang buruk.

II.7.4. ELISA

ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah minggu ke 12 setelah


(41)

terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke 12 sesudah melakukan aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang

terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau urine.

Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur.

Hasil positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Blot atau IFA, untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil positif, masih ada dua

kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV ( Price SA, Wilson LM, 2006)

II.7.5. Western Blot

Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Western Blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena

pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik, sehingga kasus yang tidak dapat disimpulkan sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih


(42)

sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya (Price SA, Wilson LM, 2006)

Tes ini untuk mendeteksi antibodi HIV -1. Alat ini mengandung virus HIV yang sudah di lemahkan dengan psoralen dan sinar ultra violet. Protein specific HIV-1 di kelompokkan sesuai dengan berat molekulnya dengan elektroforesis pada larutan sodium dodecysulfat, larutan ini di campur dengan serum yang akan di periksa, kemudian di simpan dalam incubator, kemudian di nilai skor reaksi berdasarkan intensitasnya. Bila hasil tidak reaktif

seseorang pasti tidak terpapar dengan virus HIV.

II.7.6. IFA

IFA (Indirect Fluorescent Antibody) juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. Seperti halnya pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya sangat mahal.

II.7.7. PCR Test

PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya


(43)

dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screening test) darah atau organ yang akan didonorkan ( Nursalam, Ninuk DK, 2002)

II.8. SISTEM TAHAPAN WHO UNTUK INFEKSI DAN PENYAKIT HIV

Pada tahun 1990, WHO mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperken alkan system tahapan utuk pasien yang terinfeksi dengan virus HIV-1. Sistem ini kemudian di perbaharui pada September 2005.

Tabel 1. Stadium infeksi HIV pada orang dewasa oleh WHO.

Klinis stadium I

1. Asimtomatik

2. Limfadenopati menyeluruh dan persisten


(44)

Klinis stadium II.

1. Penurunan berat badan < 10 %

2. Manifestasi mukokutaneus yang ringan

(dermatitis seboreika, prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulserasi mulut yang berulang, angular chelitis).

3. Herpes zoster dalam 5 tahun terahir.

4. Infeksi saluran nafas yang berulang (sinusitis bacterial).

Klinis stadium III

1. Penurunan berat badan > 10 %

2. Diare kronik dan demam yang tidak bisa di jelaskan > 1 bulan. 3. Kandidiasis oral (thsrush).

4. Oral hairy (leukoplakia)

5. Tuberkulosis paru dalam tahun sebelumnya.


(45)

Klinis stadium IV.

1. HIV wasting syndrome.

2. Pneumocystis carinii pneumonia. 3. Toxoplasmosis otak.

4. Cryptosporidiosis dengan diare > 1 bulan. 5. Cryptococcosis ekstra paru.

6. Penyakit cytomegalovirus pada satu organ selain hati, limpa atau kelenjar limfe.

7. Infeksi virus herpes simpleks mukokutaneus > 1 bulan, atau infeksi saluran cerna

8. Progressive multifocal leucoencephalopathy.

9. Micosisendemic diseminata.(histoplasosis,

coccidioidimycosis)

10. Candidiasis esophagus, trakea, bronkus, atau paru paru 11. Atypical mycibacteriosis disseminated.

12. Non thypoid salmonella septicaemia 13. Tuberkulosis ekstra paru.

14. Limfoma.

15. Sarkoma Kaposi.


(46)

II.9. PENGOBATAN

II.9.1. Pedoman memulai terapi pada ODHA dewasa menurut Depkes RI (2009).

II.9.1.1. Bila tersedia pemeriksaan CD4

1. Stadiumklinis 1 dan 2 ARV dimulai bila CD4 ≤ 200/mm3

2. Stadium 3 ;

Jumlah CD4 200 – 350 sel /mm3 pertimbangkan terapi sebelum

CD4 < 200 sel /mm3

Pada kehamilan atau TB :

- Mulai terapi ARV pada semua ibu hamil dengan CD4 < 350/ mm3

- Mulai terapi ARV pada semua ODHA dengan CD4 < 350/mm3 dengan TB paru atau infeksi bakterial berat.


(47)

Bila tidak tersedia sarana pemeriksaan CD4

1. Stadium 1 terapi ARV tidak di berikan26

2. Stadium 2 bila jumlah limfosit total < 1200/mm3

3. Stadium 3 dan 4 terapi ARV di mulai tanpa memandang jumlah limfosit total

II.9.2. Regimen dan efek samping.

II.9.2.1. Pembagian golongan ARV.

1. Nucleoside reserve tanscriptase inhibitors (NsRTI)

Abacavir(ABC), Didanosine (ddl), Lamivudine (3TC), Stavudin (d4T)

, Zidovudine(ZDV/AZT)

2. Non nucleoside reserve transcriptase inhibitors (NNRTI)

Efavirenz (EFV/EFZ), Nevirapine (NVP).

3. Protease Inhibitors (PI)


(48)

Nelvinafir (NFV), Saquinavir (SQV).

II.9.2.2. Toksisitas ARV lini pertama dan obat pengganti yang di rekomendasikan WHO, 2006.

Obat ARV Toksisitas ARV pengganti.

ABC Reaksi hipersensitif AZT atau TDF atau d4T

AZT Anemia berat atau neutropenia TDF atau d4T atau ABC.

Intoleransi gastrointestinal berat TDF atau d4T atau ABC

Asidosis lactate TDF atau ABC

D4T Asidosis lactate TDF Aatau ABC

Lipoatropi TDF atau ABC

Neuropati perifer AZT atau TDF atau ABC.

TDF Toksisitas renal AZT atau TDF atau ABC

Toksisitas SSP berat NVP atau TDFatau ABC.

EFV Teratognik NVP atau ABC


(49)

Sindrom steven Johnson TDF atau ABC.

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian di lakukan di bangsal dan klinik VCT RS HAM dimulai dari Mei 2010 sampai jumlah sampel terpenuhi

III.2. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian di lakukan dengan cara analitik randomised untuk melihat efektivitas pemberian ARV dan membandingkan CD4 dan TLC dengan memeriksa jumlah CD4 dan TLC pada pasien yang positif menderita HIV AIDS sebelum mendapat ARV dan setelah 3 bulan mendapat terapi ARV.

Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan pasien memberikan persetujuan (informed consent)

III.3. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian adalah pasien baru, positif penderita HIV/ AIDS yang sedang rawatinap di bangsal dan rawat jalan poliklinik VCT RS HAM yang belum pernah mendapat ARV.


(50)

III.4. KRITERIA INKLUSI

a. Pasien positive test HIV.

Pasien di nyatakan menderita HIV bila pada Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan tiga metode yang berbeda, dan di katakan terinfeksi HIV bila ketiga pemeriksaan laboratorium dengan metode yang berbeda tersebut menunjukkan hasil yang reaktif.

(kriteria sesuai dengan Departeman Kesehatan Republik Indonesia)

b. Umur ≥ 18 tahun, laki laki dan perempuan

c. Pasien yang direkrut adalah pasien pasien belum pernah mendapat ARV, dan setelah direkrut pasien tersebut di beri ARV selama 3 bulan terus

menerus

d. CD4 ≤ 350 sel/ mm3

kriteria yang di pakai di indonesia untuk memulai pemberian ARV

III.5. KRITERIA EKSLUSI

a. Pasien yang tidak datang kontrol ulang. 29


(51)

b. Pasien yang tidak melanjutkan pengobatan sampai 3 bulan (putus obat)

III.6. .VARIABEL YANG DIAMATI

a. Jumlah CD4

b. Jumlah total limfosit ( Total Limfosit Count / TLC)

III.7. PERKIRAAN BESARNYA SAMPEL

Perhitungan besar sampel yang digunakan adalah untuk data yang berpasangan yaitu uji hipotesis untuk dua kelompok berpasangan.

Perkiraan besar sampel :

2

d sd Zβ Zα n

  

 

Dimana :

zα = Nilai baku normal dari 49able α yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan.


(52)

Zβ = Nilai baku normal dari table β yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan.

= 1,036 β = 0,15

Sd = Simpangan baku

31 d = Selisih rata-rata yang bermakna

dipakai 50

2

50

87,654 1,036

1,96 n

  

 

= 28

Jadi jumlah sampel minimal = 28 orang.

III.8. KERANGKA KONSEP

PENDERITA HIV AIDS:

Pemeriksaan CD4 ARV 3 bulan periksa ulang CD4 danTLC 32


(53)

Pemeriksaan TLC

III.9. KERANGKA KERJA

Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan CD 4

Dengan flow citometer menggunakan Becton Dickinson Facs Calibur

- Pemeriksaan total limfosit count

Pemberian ARV selama 3 bulan

- Periksa Ulang

CD 4 dengan flow citometri menggunakan Becton Dickinson Facs Calibur

- Total limfosit count

Gejala klinis Kriteria WHO

Diagnosis HIV AIDS 


(54)

III.10. BAHAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

III.10.1. Pengambilan sampel darah

Sampel Darah dapat diambil dari pasien rawat inap dan rawat jalan dan tidak perlu puasa sebelumnya, darah di ambil dari vena mediana cubiti sebanyak 3 cc dan pada waktu pengambilan darah bagian atas lengan di bebat

.III.10.2. Pemeriksaan CD 4

a. 50μl darah EDTA yang di ambil dengan tehnik di atas di masukkan ke tabung absolute count tube.

b. Di tambahkan dengan 20 μl multi test reagen CD4 (tri test), kemudian di homogenkan

c. Di inkubasi selama 15 menit di ruangan gelap pada suhu kamar


(55)

Pada FACS calibur sampel jaringan dipecah menjadi sel-sel tunggal dan diadakan di sebuah tabung uji, yang ditempatkan ke dalam aliran flow cytometer. Cairan yang mengandung sel-sel disusun dari tabung dan dipompa ke ruang aliran maka akan terjadi:

1. Arus ruangan - Sel mengalir melalui ruang aliran satu per satu dengan sangat cepat, sekitar 10.000 sel dalam 20 detik atau 500 sel per detik. Ini menunjukkan sel-sel animasi yang bergerak dalam gerakan lambat.

35

2. Laser - Sinar laser kecil yang sangat terang mengenai sel ketika mereka melalui aliran ruangan. Jalan cahaya memantul setiap sel memberikan informasi tentang karakteristik fisik sel.

3. Light detektor - Cahaya proses detektor lampu sinyal dan mengirimkan informasi ke komputer memberitahu ukuran sel, jenis sel . Setiap jenis sel dalam sistem kekebalan memiliki kombinasi unik dari depan dan samping menyebarkan pengukuran, yang memungkinkan dapat di hitung jumlah tiap jenis sel.

4. Filter - Penyaring langsung cahaya yang dipancarkan oleh warna fluorochromes ke detektor.

5. Warna detektor - Ketika melewati sel-sel laser, yang fluorochromes melekat pada sel-sel menyerap cahaya dan kemudian memancarkan cahaya warna tertentu tergantung pada jenis fluorochrome. Dalam hal ini, ada dua jenis lampu fluorescent marker : kuning dan hijau.


(56)

Setiap satu sel dapat memiliki salah satu, baik atau tidak ada penanda di permukaannya. Detektor warna mengumpulkan berbagai warna cahaya yang dipancarkan oleh fluorochromes. Fluorochrome sinyal data yang juga dikirimkan ke komputer.

6. Komputer - Data dari detektor cahaya dan detektor warna dikirim ke komputer dan diplot pada sebuah grafik yang di sebut histogram.

III.10.3. Pemeriksaan total limfosit count.

a. Darah vena di ambil sebanyak 3 cc di masukkan dalam tabung vacutainer (mengandung EDTA /reagensia STAC) kemudian di homogenkan.

b. 50 μl Darah di isap dan di analisa dengan SYSMEX 2000i

Sysmex menggunakan prinsip aliran cytometer dengan laser semi konduktor dan pewarnaan flourescent yang sesuai.

Flowcytometri adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-masing secara automatis melalui suatu celah yang ditembus oleh seberkas sinar laser.


(57)

Flowcytometri digunakan untuk dasar melakukan penelitian dalam mempelajari mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel. Menghitung jumlah masing-masing sel dalam suatu populasi campuran.

Metode flowcytometry terus berkembang sejalan dengan perkembangan elektrik komputer dan reagen, termasuk digunakannya monoklonal antibodi. Sampai saat ini, pengukuran dengan flowcytometry menggunakan label flouresensi, selain mengukur jumlah, ukuran sel, juga dapat mendeteksi petanda dinding sel, granula intraseluler, struktur intra sitoplasmik, dan inti sel.

37

Prinsip kerja flowcitometer

Secara umum, metode flowcytometry adalah pemeriksaan dimana sel-sel dari sampel masuk dalam suatu flow chamber, dibungkus oleh cairan pembungkus, kemudian dialirkan melewati suatu celah atau lubang dengan ukuran kecil yang memungkinkan sel lewat satu demi satu, kemudian dilakukan pengukuran. Aliran yang keluar tersebut kemudian melewati medan listrik dan dipisahkan menjadi tetesan-tetesan sesuai dengan

muatannya, ditampung ke dalam beberapa saluran pengumpul yang terpisah yang disebut cell sorting .


(58)

Ada dua cara pengukuran sel yang digunakan pada alat-alat

tersebut, yaitu impedensi listrik (electrical impedensi) dan pendar cahaya(light scattring).

Prinsip impedansi listrik adalah penghitungan jumlah sel dengan cara mengukur perubahan tahanan listrik yang diakibatkan oleh sel sewaktu melalui celah yang sempit. Perubahan itu kemudian dideteksi oleh alat sensor. Sel-sel darah terlebih dahulu disuspensikan dalam medium elektrolit yang bersifat tidak konduktif. Pada waktu sel darah melewati celah dimana pada kedua sisinya terdapat elektroda beraliran listrik konstan, akan terjadi perubahan tahanan listrik diantara kedua elektroda tersebut. Hal ini

mengakibatkan timbulnya pulsa listrik. Jumlah pulsa listrik yang terukur per satuan waktu atau frekwensi pulsa dideteksi sebagai jumlah sel melalui celah tersebut. Sedangkan besarnya perubahan tegangan listrik atau amplitudo yang terjadi merupakan ukuran volume dari masing-masing darah.

Prinsip light scattering adalah metode dimana sel didalam suatu aliran melalui celah dimana berkas cahaya difokuskan ke arah itu atau sensing area. Apabila cahaya tersebut mengenai sel, akan dihamburkan, dipantulkan, atau dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor yang

diletakkan pada sudut-sudut tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel itu.


(59)

Pulsa cahaya yang berasal dari hamburan cahaya, intensitas warna atau fluoresensi diubah menjadi pulsa listrik. Pulsa ini oleh program komputer dipakai untuk menghitung jumlah, ukuran maupun isi bagian dalam yang merupakan ciri dari masing-masing sel.

III.11. METODE STATISTIK

1. Untuk melihat perubahan CD4 dan limfosit sebelum dan sesudah terapi ARV di gunakan uji T berpasangan.

39

2. Untuk melihat hubungan jumlah CD4 dan total limfosit count di gunakan korelasi pearson (data keduanya berdistribusi normal)


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN

Pengumpulan sampel untuk penelitian ini di lakukan pada penderita positif HIV AIDS pada pasien rawat inap, dan rawat jalan di poliklinik VCT RSU HAM, mulai dari April 2010 sampai Oktober 2010. Sebanyak 28 orang sampel yang memenuhi kriteria berhasil di ikuti dengan makan ARV selama 3 bulan terus menerus. Pemeriksaan CD4 dan jumlah total limfosit di lakukan di bagian Patologi Klinik RSU HAM.

Tabel 4.1.


(61)

Jenis Kelamin n (%) x SD tahun Umur  ) ( P Pria Wanita 17 (60,7) 11 (39,3)

34,29  7,498

34,27  6,068

0,994

Dari table 4.1. dapat di lihat bahwa dari 28 peserta di jumpai jenis kelamin pria 17 orang (60,7 % ) lebih banyak dari wanita 11 orang (39,3 %). Rata rata umur penderita pria 34,79 tahun dan penderita wanita 34,27 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan baik sebaran jenis kelamin dan umur sama (p > 0,05).

41

Tabel 4.2 kadar CD4 pada pasien HIV AIDS

awal (sel/mm3) akhir (sel/mm3) N X ± SD X ± SD P

CD4 28 56,71 ± 73,17 196,25 ± 140,08 0,001

Pada tabel 4.2 terlihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kadar CD4 setelah pemberian ARV (anti retro viral) selama 3 bulan (p < 0.05), di mana sebelum pemberian ARV, CD4 pasien dari 56,71 ± 73,17


(62)

sel/mm3 menjadi 196,21 ± 73,17 sel/mm3 dan peningkatan ini sangat kuat ( p < 0,05 )

Tabel 4.3 Total lymphocyte count (TLC) pada penderita HIV AIDS

awal(sel/mm3 akhir (sel/mm3) p X ± SD X ± SD

TLC 870,64 ± 432,00 1465,53 ± 447,40 0,001

Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa TLC meningkat secara bermakna ( p < 0,05) setelah 3 bulan pemberian Anti retro viral, di mana sebelum

pemberian ARV, Total Lymphocyte Count ( TLC) 870,64 ± 432,00sel/ mm3 menjadi 1465,53 ± 447,40 sel/ mm3 peningkatan tersebut terlihat sangat kuat dan bermakna ( p < 0,05)


(63)

(64)

GAMBAR 4.1

CD4 MASING MASING PADA PENDERITA HIV/AIDS

SEBELUM MENDAPAT ARV DAN SETELAH TIGA BULAN MENDAPAT ARV

P < 0.001

520 520

480 480

440 440

400 400

360 360

320 320

280 280

240 240

200 200

160 160

120 120

80 80

40 40

0

Awal Setelah ARV Mean ± SD ( sel/ mm3) Mean ± SD (sel/mm3)


(65)

Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan yang

bermakna pada semua pasien setelah mendapat terapi 3 bulan dengan ARV. (p < 0,05)

Pada ke 28 pasien yang mendapat anti retro viral terlihat seluruhnya meningkat kadar CD4nya setelah pemberian ARV selama 3 bulan. Tidak ada satupun korelasi ( r ) yang menunjukkan penurunan CD4 setelah pemberian ARV tersebut.peningkatan ini secara statistik bermakna (p < 0,05)


(66)

Gb 4.2 TLC penderita HIV sebelum mendapat ARV dan setelah 3 bulan mendapat ARV

2500 p = 0,001 2500

2400 2400

2300 2300

2200 2200

2100 2100

2000 2000

1900 1900

1800 1800

1700 1700

1600 1600

1500 1500

1400 1400

1300 1300

1200 1200

1100 1100

1000 1000

900 900

800 800

700 700

600 600

500 500

400 400

300 300

200 200

100 100

0 Sebelum ARV Setelah ARV 0 (Sel/ mm3) (Sel / mm3)


(67)

Dari gambar di atas dapat di lihat bahwa terjadi peningkatan dari TLC pada masing masing pasien setelah 3 bulan pemberian ARV kecuali pada 4 orang pasien terlihat penurunan. Hampir seluruh pasien yang mendapat Anti Retro Viral selama 3 bulan jumlah total limfositnya juga meningkat tetapi 4 pasien terlihat penurunan dari TLC tersebut. Secara keseluruhan secara statistik terlihat hasil peningkatan yang bermakna ( p < 0,05 )


(68)

Gambar 4.3 Curva regresi dari CD4 dengan TLC pada penderita HIV/ AIDS sebelum pemberian ARV dan setelah 3 bulan mendapat ARV

CD4 (sel/mm3)

520 r = 0,553

500 p < 0,01

400 ●

300

200 ●

● ● ● ●

● ● ● ● ● ● 100

●●●● ●●● ●

●●●● ●●● ●●●● ● ● ● O ● ●● ● ● ● ● ● ●


(69)

Kurva korelasi ini memperlihatkan r = 0,55 dan p = 0,01 yang menunjukkan korelasi yang sedang antara CD4 dan TLC. Walaupun hubungan tersebut bukanlah merupakan hubungan yang kuat tetapi

coefficient of correlation tersebut menunjukkan bahwa TLC berkorelasi dengan CD4.


(70)

IV.2 PEMBAHASAN

Setelah pemberian ARV selama 3 bulan CD4 meningkat

menunjukkan sel T helper membaik ( p < 0,05 ) hal ini memperlihatkan bahwa terapi tersebut efektif paling tidak terhadap tingkat imunitas

CD4 selama ini merupakan standar baku untuk memonitor tingkat imunitas pasien penderita HIV/ AIDS sehingga pada penderita HIV/ AIDS sangat perlu untuk di lakukan pemeriksaan CD4 biasanya pemeriksaan CD4 di lakukan setiap 3 atau 6 bulan sekali untuk memonitor status imunologi penderita HIV/ AIDS.

Dari seluruh pasien menunjukkan bahwa terjadi perbaikan atau peningkatan dari CD4 sehingga nilai CD4 cocok di pakai sebagai monitor status imunologi penderita HIV/ AIDS.

TLC juga meningkat pada mayoritas pasien; yaitu 24 orang yang meningkat dari 28 orang keseluruhan pasien. Hal ini menunjukan bahwa TLC juga memungkinkan untuk memonitor tingkat imunitas penderita HIV/ AIDS. Tetapi dari penelitian di atas di jumpai ada 4 pasien yang mengalami

penurunan dari TLC, selebihnya yaitu 24 pasien mengalami peningkatan secara umum dan secara statistik peningkatan tersebut bermakna ( p < 0,05). Tetapi dengan adanya penurunan TLC pada 4 pasien maka di dapat


(71)

Dari ke 4 orang pasien yang mengalami penurunan jumlah TLC, dan setelah diteliti ternyata pasien tersebut memperlihatkan gejala klinis yang berat pada pasien, di mana ke 4 pasien tersebut mempunyai double infection yaitu oral candidiasis dengan TB paru, sedangkan ke 24 pasien yang lain tidak mempunyai double infection.

Tidak jelas mengapa pada pasien yang gejala klinisnya berat di sertai dengan double infection (oral candidiasis + TB paru ), TLC nya gagal untuk meningkat sedangkan CD4 tetap meningkat, tetapi paling tidak hal ini menunjukkan bahwa pada pasien HIV / AIDS yang di terapi selama 3 bulan dengan ARV terlihat ada 2 kemungkinan sebagai penyebab turunnya TLC yaitu: Pertama mungkin TLC secara keseluruhan gagal di pacu secara maksimal oleh RES. Kemungkinan kedua TLC mungkin secara keseluruhan turun tetapi T lymphocyte yang bertanggung jawab pada produksi CD4 sebenarnya meningkat, tetapi hal ini tidak dapat kami buktikan oleh karena penelitian ini tidak secara spesifik memeriksa jumlah T- lymphocyte tetapi hanya total lymphocyte count (TLC ).

Melihat hasil seperti ini jelas maka terlihat bahwa TLC dapat

menggantikan CD4 untuk monitor pasien HIV/ AIDS yang di beri ARV dengan catatan bahwa TLC tersebut mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat di pakai untuk pasien pasien dengan gejala klinis yang sudah cukup berat seperti adanya double infection (oral candidiasis dan TB paru) untuk itu


(72)

sebaiknya pasien pasien seperti ini di rujuk ke pusat pengobatan yang dapat memeriksa CD4. Hal ini akan sangat menarik apabila di lakukan penelitian lanjutan di mana selain TLC di periksa juga jumlah T- lymphocyte

Di India, di mana di jumpai TLC pada monitor status immunology HIV dengan sensitifitas dan spesifitas yang jauh lebih rendah di banding di Indonesia, TLC ini di pakai mengganti CD4. Alasan yang mereka utarakan adalah lebih baik memeriksa TLC di banding tidak memeriksa sama sekali status imunologis orang tersebut.

Dari 28 sampel yang di berhasil di ikuti selama masa penelitian di jumpai 17 orang laki laki ( 60,7 % ) dan 11 orang wanita (39,3 %), hal ini kemungkinan di sebabkan karena laki laki lebih banyak menggunakan narkoba suntik dan penganut sex bebas di bandingkan perempuan hal ini juga sesuai laporan data statistik HIV AIDS di indonesia (2009). Di mana di laporkan dari 13.145 penderita AIDS laki laki pengguna narkoba suntik adalah 6.741(51%) sedangkan penderita AIDS perempuan 4.467, pengguna narkoba suntik berjumlah 560 (12,5%) kasus. Dari umur, dapat di lihat penderita AIDS terbanyak adalah pada usia 20 – 29 tahun sebanyak 8.862 orang.


(73)

Seyed Mohamad Alavi dkk (2004) melakukan penenelitian di Iran juga melaporkan bahwa di Iran penderita HIV mayoritas laki laki dan mayoritas juga mereka adalah pengguna narkoba suntik (tabel1).

CD4 di bawah 350 sel/mm3 merupakan indikasi bahwa penderita tersebut mendapat ARV. Menurut WHO di daerah yang terbatas sumber daya alatnya, penderita dengan gejala di mana pemeriksaan CD4 tidak dapat di lakukan, maka ARV di berikan pada klinis stadium IV, klinis stadium III, dan stadium II pada saat limfosit total turun di bawah 1.200/mm3. WHO memasukkan limfosit total di antara tes laboratorium yang di sarankan akibat biaya yang tinggi.

Gitura B, Joshi MD dkk (2007) melakukan penelitian untuk

mengevaluasi kegunaan total limfosit count sebagai pengganti nilai CD4 di Rumah Sakit Nasional Kenyatta, di Kenya, mereka melakukan penelitian pada dua ratus dua puluh lima pasien yang ELISA positif HIV, dari Januari 2006 sampai Maret 2006, data mereka menunjukkan adanya korelasi positip yang baik antara jumlah total limfosit dan CD4. Hal ini akan mengurangi jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan CD4 sehingga mengurangi biaya pemeriksaan di daerah tanpa sumber daya alatnya.

Kumarasamy N, Mahajan AP (2002), melakukan penelitian hubungan TLC dan CD4 di Chennai, India selatan sebagai dasar untuk membuat


(74)

keputusan tentang profilaksis infeksi oportunistik . Mereka melakukan penelitian terhadap 650 orang penderita positif HIV dan melakukan

pameriksaan TLC dan CD4 terhadap mereka, dari hasil pemeriksaan tersebut mereka mendapatkan jumlah total limfosit ≤ 1.400/mm3 setara dengan CD4 ≤ 200 sel/mm3, sedangkan jumlah total limfosit ≤ 1.700/mm3 setara dengan CD4 ≤ 350 sel/mm3. Mereka menyimpulkan jumlah total limfosit dapat

berfungsi sebagai suatu nilai yang berbiaya rendah untuk menentukan pasien beresiko infeksi oportunistik dan kapan waktu untuk memulai profilaksis infeksi oportunistik .

Brink A.K, dkk (2002) melakukan penelitian antara jumlah CD4 dengan diare pada penderita HIV dewasa di Uganda. Mereka mengambil 484 sampel tinja dari 358 peserta, juga di lakukan pemeriksaan jumlah CD4 mereka dan di dapatkan jumlah CD4 mereka rendah dari penelitian ini menunjukkan jumlah CD4 yang rendah mempunyai hubungan yang kuat dengan diare.

Dengan menurunnya status imun terutama bila CD4 < 350 sel/mm3, maka berbagai mikro organism seperti bakteri, virus, protozoa cenderung tumbuh dan berkembang biak menimbulkan infeksi sekunder. Bila CD4 semakin turun hingga < 350sel/mm3 maka selain ketiga jenis


(75)

dapat juga terjadi bersamaan dengan infeksi bakteri, virus, protozoa (Nasroudin, 2007 )

Pada penelitian yang di lakukan di RS Chelsea dan Westminster di inggris terhadap 1.097 subjek yang di teliti. Penelitian ini melaporkan limfosit total antara 1.000 – 1.500/mm3 meramalkan bahwa pasien 40 % lebih

mungkin mengembangkan infeksi oportunistik di banding limfosit total di atas 1.500/mm3 hasil ini di bandingkan dengan 34 % lebih mungkin

mengembangkan infeksi oportunistik yang di ramalkan oleh jumlah CD4 antara 150 – 200 sel/mm3 dengan jumlah CD4 di atas 200 sel/mm3. Para penulis menyimpulkan bahwa daya ramal penyakit dengan limfosit total hanya sedikit lebih rendah di bandingkan dengan jumlah CD4 pada kelompok ini

Kumarasami N, dkk (2002) melakukan penelitian di Miriam hospital, Brown University, Providence, RI. Mereka menggunakan retrospective cohort study pada 126 penderita HIV positif dan sedang mendapat ARV mereka meneliti perubahan total limfosit count sebagai penanda perubahan CD4, mereka melakukan penelitian setelah penderita tersebut menggunakan ARV selama 6 bulan, dan sesudah 1 tahun mendapat ARV dari penelitian tersebut mereka mendapati peningkatan jumlah total limfosit dan CD4. Peningkatan asosiasi ini bervariasi dari individu ke individu tetapi positif bagi semua


(76)

perubahan jumlah total limfosit dapat menjadi penanda perubahan jumlah CD4

Mwamburi MD,dkk (2005), melakukan penelitian di mana mereka mengambil data dari Nutritional for Healthy Living Study (NFHL) di Boston, Massachusetts, dan Providence, Rhode Island. Sebanyak 884 peserta, berumur di atas 18 tahun, semua stadium tanpa memperhatikan status ARV di ikutkan dalam penelitian ini. Mereka melakukan penelitian February 1995 sampai January 2004. Mereka mengekslusi wanita hamil dan penderita keganasan. Peneliti melengkapi data mereka dengan jenis kelamin, riwayat AIDS, hemoglobin (Hb), berat badan, TLC, jumlah CD4, dan penggunaan Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART). Jumlah kunjungan dari subjek penelitian antara 1 sampai 16 kali kunjungan. Dari 884 peserta, sebanyak 771 orang (339 orang perempuan, 432 orang laki laki ) yang memenuhi kriteria, mereka melakukan sebanyak 4.836 kunjungan dan di dapati secara keseluruhan jumlah total limfosit ≤ 1500/mm3 setara dengan CD4 ≤ 200 sel/mm3. Oleh karena itu mereka menyimpulkan bahwa jumlah total limfosit dapat di pakai untuk memprediksi jumlah CD4

Dias Angelo AL dkk ( 2007 ) melakukan Penelitian Observasi

prospectif pada penderita AIDS yang berobat jalan di Klinik R.S. Universitas Professor Edgard Santos (HUPES), Federal University of Bahia. Semua pasien sudah menjalani pemeriksaan laboratorium retrovirus dan mereka


(77)

secara rutin mengevaluasi jumlah CD4 atau CD8. Semua peserta berumur di atas 18 tahun dan sudah menandatangani informedconsent sebelum

mengikuti penelitian ini. Jumlah pasien yang di periksa 1.174 orang (721 orang laki laki, 453 orang perempuan) mereka di bagi dalam dua group :

● Pasien pasien terinfeksi HIV yang menjalani pengobatan (1.104 orang)

● Pasien pasien terinfeksi HIV tanpa terapi ARV sebelumnya ( 70 orang )

Kebanyakan dari pasien (74,9% ) hanya melakukan satu kali

evaluasi, sisanya 25,1 % melakukan dua atau tiga kali evaluasi. Semuanya di dapati 1.510 pasang pemeriksaan jumlah total limfosit dan jumlah CD4. Kebanyakan pasien (99,8 %) mempunyai CD4 ≤ 200 sel/mm3. Mereka menemukan bahwa jumlah total limfosit tidak dapat di gunakan untuk

menggantikan jumlah CD4 dalam memonitor status imun penderita HIV/AIDS dan menentukan waktu yang terbaik untuk memulai profilaksis infeksi

oportunistik

Ashir G, dkk (2010) melakukan penelitian terhadap 112 orang positif HIV di Nigeria dan di dapatkan korelasi positip CD4 dan total limfosit.

Deresse Daka, Eskindir Loha (2008) melakukan penelitian pada 2.019 kasus di Ethopia diantaranya 1.064 orang (53 %) adalah perempuan, umur mereka di atas 18 tahun. Mereka melakukan pemeriksaan total limfosit dan jumlah CD4 di tiga Rumah Sakit di Ethiopia. Tiga per empat dari subjek


(78)

penelitian mempunyai CD4 kurang dari 200 sel/mm3 dan 97 % mempunyai CD4 di bawah 350 sel/mm3 . Mereka mendapatkan total limfosit count ≤ 1.780/mm3 dapat memprediksi CD4≤ 200 sel/mm3 (sensitivity 61 % specificity 62%) dan TLC ≤ 1.885/mm3 setara dengan CD4 ≤ 350sel/mm3 (sensitivity 59 %, spesivicity 61% ) mereka menyimpulkan bahwa jumlah total limfosit dapat di pakai sebagai pengganti jumlah CD4untuk memonitor status imunitas penderita HIV/AIDS dan setiap 1 % kenaikan total limfosit di jumpai kenaikan 0,61 % jumlah CD4

Ruxrungtam K, dkk (2004) melakukan penelitian terhadap penderita AIDS untuk melihat apakah kriteria WHO di mana jumlah limfosit ≤ 1.200/ mm3 setara dengan CD4 ≤ 200 sel/mm3 dapat di pakai pada pasien penderita HIV di Thailand, terutama pada pemakaian sebelum dan sesudah ARV. Sebanyak 747 pasien di ikut sertakan. Pemeriksaan jumlah total limfosit dan CD4 di lakukan pada minggu 12, 24, dan 48 setelah memakai ARV sehingga di dapat sebanyak 3.578 pasang pemeriksaan TLC dan CD4. Mereka

menyimpulkan pada penderita HIV di Thailand jumlah total limfosit ≤ 1200 sel/mm3 mempunyai spesifisitas tinggi > 90 % tetapi sensitifitasnya sangat rendah < 40% untuk memprediksi jumlah CD4< 200 sel/mm3. Sensitivity mengalami penurunan yang lebih lanjut setelah di terapi dengan ARV selama 48 minggu (dari 40 % menjadi 20 %) sehingga jumlah total limfosit tidak dapat di pakai sebagai pengganti untuk memonitor pemakaian ARV dan


(79)

menteri kesehatan Thailand menetapkan jumlah CD4 sebagai gold standard untuk memonitor.

Akinola NO dkk (2004).melakukan penelitian di Nigeria, sebanyak 109 orang positf penderita HIV di ikutkan dari hasil pemeriksaan mereka mendapatkan sensitifitas jumlah total limfosit sebagai predictor dari CD4 adalah 45,5% dan spesifitas 62,2 % sehingga mereka menyimpulkan jumlah total limfosit tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan CD4, dan jumlah total limfosit tidak dapat di pakai untuk memonitor status imunitas para penderita HIV/AIDS

Pirzada Y. dkk (2006) melakukan penelitian terhadap 218 orang yang terifeksi HIV di Medical University of Ohio, mereka berumur 21 sampai 72 tahun, 83 % adalah laki laki. 90 % dari laki laki terinfeksi dari

heteroseksual, 6 % terinfeksi dari pengguna narkoba intra vena, hanya 3 % perempuan yang terinfeksi dengan penggunaan narkoba intra vena. Mereka membandingkan persentase CD4 dan jumlah absolute CD4 dan

mendapatkan nilai CD4 absolute adalah yang terbaik tetapi persentase CD4 masih merupakan predictor yang akurat.

Melihat hasil hasil peneliti yang sebelumnya,di mana beberapa hasil saling bertentangan, maka kami sebagai peneliti di Indonesia menyimpulkan bahwa penelitian di Indonesia sendiri penting dilakukan untuk mengetahui


(80)

apakah TLC di Indonesia dapat menggantikan CD4 dalam memonitor status imunitas seorang penderita HIV/AIDS

Ternyata dari hasil penelitian kami sendiri terlihat bahwa TLC dapat menggantikan CD4 dalam memonitor, tetapi tentunya apabila tampilan klinis pasien tidak sesuai dengan status immunologis maka sampel harus di periksa lebih lanjut untuk CD4


(81)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1.KESIMPULAN.

TLC dapat di gunakan sebagai metoda alternatif pemeriksaan CD4 pada pasien pasien HIV AIDS yang mendapat terapi ARV

Penggunaan TLC sebagai alternatif CD4 harus di interpretasikan secara hati hati apabila gejala klinis pasien sangat berat seperti adanya double infection ( oral candidiasis + TB paru ) di mana CD4 wajib di periksa.

V.2 SARAN.

Di perlukan juga penelitian lebih lanjut yang memeriksa kadar T- lymphocyte Count selain Total Lymphocyte Count (TLC)


(82)

DAFTAR PUSTAKA

Akinola NO, Olasode O , Adediran IA et al.The search for a predictor of CD4 cell count continues: total lymphocyte count is not a substitute for CD4 cell count in the management of HIV Infected individuals in a resource limited setting.Clin Infect Dis. 2004: 39(4) : 579 – 581

Attili suresh VS, Gulati AK, Singh VP, et al. Diarrhea,CD4 counts and enteric infections in a hospital – based cohort of HIV- infected patients around Varanasi, India, BioMedCentral 2006; 6 (39)

Bartlet JG, Gallant JT, 2006, Medical Management of HIV Infections,John Hopkins University School of Medicine, Australia, 19-23

Brink A.K, C. Mahe, C. watera, et al. Diarrhoea, CD4 counts and enteric infections in a Community based cohort of HIV infected adults in Uganda. Journal of infection 2002; 45; 99 – 106

Burban SD, Estimates of opportunistic infection incidence or death within specific CD4 strata in HiV infected patints in Abidjan,Cote d”lvoire: Impact of alternative methods of CD4 count modeling,Eur J


(83)

Chen R Y et al, 2007, Complete Blood Cell Count as a Surrogate CD4 Cell Marker for HIV Monitoring In Resource Limited Settings, J Acquir Immune Defic Syndr Volume 44, Number 5

Daka D, Loha E. Relationship between Total Lymphocyte count(TLC) and CD4 count among peoples living with HIV, Southern Ethopia: a retrospective evaluation ; BioMed 2008; 5 (26)

Depkes RI, 2009, Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral dan Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi Hiv pada orang Dewasa dan Remaja, Edisi II, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 21

Dias Angelo AL, Dias Angelo CD, Torres Alex AJ, et al. Evaluating total lymphocyte count as a substitute for CD4 Counts in the follow Up of AIDS patients. The Brazilian journal of infection diseases 2007 ; 11(5); 466 - 467

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, 1999 ; Ilmu Penyakit Kulit DanKelamin ; Edisi ke tiga cetakan keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta ; 405 – 409.


(84)

Ghate M, Swapna D, Srikanth T, et al. Incidence of common Opportunistic infections in HIV- infected individuals in Pune, India: analysis by stages of immunosuppression represented by CD4 counts, Elsevier 2009; 13; 1 – 8.

D. Mkaya Mwamburi, Mayurika Ghosh, Jim Faunttleroy, et al. Predicting CD4 count using total lymphocyte count : a sustainablae tool for clinical decisions during HAART use. Am. J. Trop Med Hyg, 2005; 73 (1):58 - 62

Guyton AC, M. D, Hall John E, 1997 ; Fisiologi kedokteran (Textbook of Medical Physiology), Ed IX, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 544 – 546

Highleyman, Nadir CD4 Memprediksi Penyakit Terdefinisi AIDS dan NON AIDS, 2007; Yayasan spiritia, Jakarta

Jawetz, Melnick, and Adelberg,s. 2001 ; Mikrobiologi Kedokteran ; Edisi I ; Salemba Medika, Jakarta ; 196 -198.

Jawetz, Melnick, Adenberg,s. 2005 ; Mikrobiologi Kedokteran (Medical

Microbiology) : Buku dua ; Edisi 1 ; Salemba Medika, Jakarta, 294 – 297.


(85)

Kelly Jeffrey A et al, 1994, The Effects of HIV/AIDS intervention Groups for High Risk Women in urban Clinics, vol 84,no 12, American journal of public health

Kumarasamy N, Mahajan AP, Flanigan TP, et al.Total Lymphocyte Count (TLC) is a useful tool for the timing of opportunistic infection prophylaksis in India and other resource constrained countries. J Acquir Immune Defic Syndr. 2002; 31 (4): 378 – 383.

Kumarasamy N, Flanigan TP, Mahajan AP, et al. Monitoring HIV treatment in the developing world. Lancet Infect disc 2002; 2(11): 656- 657

Levinson W, MD, Jawetz Ernest, 2003 ; Medical Microbiology And

Immunology (Examination and Board Review) ; Seventh edition ; McGraw Hill Companies ; North America ; 286 – 288.

Mbanya DN, Assah FK, Kaptue LN et al. Correlation between total lymphocyte counts and CD4 counts in HIV- 1 positive adults in yaounde . Int conf AIDS 2002; 14; 1 - 12

Nasroudin, 2007 ; HIV Dan AIDS Pendekatan Biologi dan Molekuler, Klinis, Dan Sosial, Edisi pertama, Airlangga University Press, Surabaya


(86)

Ngowi BJ, Mfinanga S G, Bruun NJ, et al. Pulmonary tuberculosis among people living with HIV /AIDS attending care and treatment in rural northern Tanzania, BioMedCentral 2008;8(341)

Nursalam, Kurniawati Ninuk Dian, 2002 ; Asuhan Keperawatan pada Pasien terinfeksi, Salemba Medika , Jakarta, 56 – 61.

Price SA, Wilson LM, 2006; Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit (Pathophysiolgy:Clinical Concepts of Disease Processes) ; Edisi enam volume satu ; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta , 227 – 229

Ruxrungtham K, Siangphoe U, Ungsedhapand C, et al. Total lymphocyte count (TLC) is not a good surrogate marker for monitoring antietroviral Therapy (ARV) in HIV- 1 infected Thai patients : HIVNAT cohort analysis .Int Conf AIDS 2004; 15;11 - 16

Scanlon Valerie C, Sanders Tina, 2007 ; Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi (Essentials of Anatomy and Physiology) ; Edisi III, cetakan pertama ;Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 301 – 306.


(87)

Seyed Mohammad Alavi, Fatemeh Ahmadi, and Majid Farhadi.Correlation between Total Lymphocyte Count, Hemoglobin, Hematocrit and CD4 Count in HIV/ AIDS Patients.Acta Medica Iranica.2009: 47(1): 1 - 4

Sherwood Lauralee, 2001 ; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Human Physiology: From cells to systems) ; Edisi II, EGC, Jakarta ;

377 – 380.

Sreenivasan Srirangaraj and Dasegowda Venkatesha. Total lymphocyte count as a tool for timing opportunistic infection prophylax in

resource limited setting : a study from India; J infect Dev Ctries; 2010; 4(10): 645 - 649

Tanya Schreibman and Gerald Friedland. Use of total lymphocyte count for monitoring response to antiretroviral therapy 2002 ; 38(2); 257 - 262

Tjokonegoro A, Utama H, 1994 ,Ilmu penyakit kulit dan kelamin , Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta , Edisi ke dua cetakan ke dua ,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 354- 357.


(88)

Van Der Ryst E, Kotze M, Joubert G, et al. Correlation among total

lymphocyte count, absolute CD4+ count and CD4+ percentage in a group of HIV- 1- infected South African patients.J Acquir Immune Defic Syndr Hum retrovirol. 1998; 19(3) ; 238 - 244

Yasmin pirzada, Sadik Khuder, and Haig Donabedian. Predicting AIDS related events using CD4 percentage or CD4 absolute count. PubMed; 2006;3


(1)

9. io : infeksi oportunistik : 1 = oral candidiasis

2 = tb paru

3 = pneumocistis carinii

4 = oral candidiasis + tbparu

5 = negatif

10. sk : stadium klinis : 1 = stadium I

2 = stadium II

3 = stadium III

4 = stadium IV  


(2)

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Jenis kelamin : Umur : Pendidikan : Pekerjaan : Alamat :

Dengan ini bersedia untuk ikut dalam penelitian ” PERUBAHAN JUMLAH TOTAL LIMFOSIT SEBAGAI ALTERNATIF PEMERIKSAAN CD4 PADA

PASIEN HIV AIDS YANG DI BERIKAN ANTIRETROVIRAL” dan saya

berjanji akan memberikan informasi yang benar serta akan mengikuti aturan yang sudah di tetapkan oleh peneliti.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran tanpa paksaan.

Peneliti Medan, ...

Yang menyatakan


(3)

LEMBAR PENJELASAN PADA CALON SUBJEK PENELITIAN.

Bapak/ibu Yth,

Saya dr mutiara barus saat ini sedang menjalani Program Pendidikan Magister kedokteran Tropis di Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara dan saya sedang melakukan penelitian yang berjudul : ”JUMLAH TOTAL LIMFOSIT SEBAGAI ALTERNATIF PEMERIKSAAN CD4 PADA PASIEN HIV AIDS YANG DI BERIKAN ANTIRETROVIRAL”

Penelitian ini di lakukan pada pasien positive HIV AIDS yang mendapat ARV .

AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang di sebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh human Immunodeficiency virus (HIV). Penderita HIV AIDS ini akan mendapat pengobatan ARV. Di mana sebelum mendapat ARV maka para penderita HIV AIDS terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan CD4 , bila nilai CD4 < 200/mm3 merupakan indikasi pemberian ARV. Pemeriksaan ARV harganya relative mahal .di mana ada penelitian sebelumnya di beberapa Negara yang mengkaitkan hubungan antara CD4 dan total limfosit count.


(4)

Harga pemeriksaan total limfosit relative lebih murah sehingga di Negara berkembang lebih dapat di laksanakan. Saya ingin melihat apakah ada hubungan antara CD4 dan jumlah total limfosit maka saya mengikut sertakan bapak /ibu dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah total limfosit dapat di pakai sebagai alternative dari CD4 dalam batas tertentu. Untuk itu maka saya akan mencatat identitas bapak/ibu (No Urut Penelitian, Tgl berobat, No rekam medis, Nama, umur, Jenis kelamin, Suku, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat)gejala dan tanda penyakit yang bapak/ibu derita pada lembaran penelitian. Selanjutnya saya akan melakukan pemeriksaan CD4 dan total limfosit count dengan cara mengambil darah dari vena bapak/ ibu sebanyak 3cc yang akan di periksa di laboratorium kemudian bapak /ibu akan mendapat ARV selama 3 bulan setelah itu akan di periksa ulang CD4 dan total limfosit dengan cara mengambil kembali darah dari vena bapak/ibu sebanyak 3cc.

Bapak / ibu Yth,

Manfaat yang akan Bapak/ibu peroleh dari penelitian ini adalah bila nilai dari total limfosit count dapat dipakai sebagai alternative dari CD4 maka bapak/ ibu dapat menghemat uang untuk biaya pemeriksaan CD4 karena biaya pemeriksaan total limfosit jauh lebih murah di bandingkan dari pada CD4.


(5)

Bapak/ Ibu Yth,

Pemeriksaan CD4 dan total limfosit count adalah umum / biasa di lakukan, sehingga tidak menimbulkan hal hal yang dapat membahayakan bapak/ibu namun bila terjadi hal hal yang tidak di inginkan selama penelitian berlangsung Bapak/ Ibu dapat menghubungi saya (HP 081361059753) bagian VCT – Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan jam 08 s/d 14.30 wib (hari senin s/d kamis) dan jam 08.00 s/d 12.00 wib (hari jumat dan sabtu) setiap hari kerja atau setiap waktu dapat menghubungi nomor HP saya untuk mendapatkan pertolongan.

Bapak/ Ibu Yth,

Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela, biaya penelitian tidak di bebankan kepada bapak/ibu. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter, apabila bapak/ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini, Bapak/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin sesuai dengan standar prosedur pelayanan.bila bapak/ ibu belum jelas menyangkut tentang penelitian ini, maka setiap saat dapat di tanyakan langsung kepada saya.


(6)

Bapak/Ibu Yth,

Pada penelitian ini identitas bapak/ibu akan di samarkan. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data bapak/ ibu. kerahasiaan data bapak/ibu sepenuhnya akan di jamin. Bila data dipublikasikan kerahasiaan akan tetap di jaga

Setelah bapak/ibu memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, di harapkan bapak/ibu yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menanda tangani lembar persetujuan penelitian.

Medan,………..2010

Peneliti