IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO KANKER SERVIKS PADA MAHASISWI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(1)

IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO KANKER SERVIKS PADA MAHASISWI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh

AGNES WIDHIYA PANGESTI 20120320101

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

i

IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO KANKER SERVIKS PADA MAHASISWI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh

AGNES WIDHIYA PANGESTI 20120320101

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

iii Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Agnes Widhiya Pangesti

NIM : 20120320101

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, Juni 2016 Yang membuat pernyataan, Tanda tangan


(4)

iv

Alhamdulillah sujud dan syukur kupanjatkan kepada Allah SWT atas karunia yang Engkau berikan dan tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau jadikan mudah, apabila Engkau menghendaki menjadi

mudah.

Kupersembahkan karya kecil ini kepada papah H.Agus Komarudin sosok laki-laki yang kuat dan tidak pernah mengeluh, terimakasih untuk nasihat-nasihat sederhana yang begitu bermakna dalam kehidupanku dan selalu mendo akanku dalam setiap langkahku, dan mamah Murniasih sosok bidadari

surge yang Allah kirimkan untukku, terimakasih untuk do a dan dukungan mamah yang selalu menyemangatiku.

Untuk kakak-kakakku Haniah Widhiyanti., Agus Kholiq Indra Sasmita, S.Sos., Kartika Tri Utari, ST yang selalu memberi do a, dukungan dan nasihat-nasihat dalam kehidupanku.

Untuk M. Arief Fauzy, partner terbaikku, teman seperjuanganku, sahabat terbaik yang selalu ada dalam susah dan senangku, yang selalu mendukungku dan mendo akanku, serta selalu menguatkanku

dalam keadaan apapun. Thanks a lot!

Teman seperjuangan Nindy, Evi, Titis, Defia, terimakasihselalu membantu dan mendukung dalam penyusunan karya tulis ilmiah, kalian luar biasa!

Semua keindahan cinta, kasih saying, dan semua yang dikirimkan Allah untukku yang mempertemukan untuk satu alasan entah untuk belajar atau mengajarkan dalam kehidupan.


(5)

v

Don t ever stop dreaming, nothing is impossible as long as we will fight to achieve it

There are only two ways to live your life. One is as though nothing is a miracle. The other is as though everything is a miracle. -Albert

Einstein-Be not afraid of life. Einstein-Believe that life is worth living, and your believe will help create that fact William

James-Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sunguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmu lah


(6)

vi Assalamu’alaikumWr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah yang berjudul “Identifikasi Faktor Risiko Kanker Serviks pada Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta”. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian dan menyusun karya tulis ilmiah.

2. Sri Sumaryani, M.Kep., Ns., Sp. Mat., HNC., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah. 3. Arianti, M.Kep., Ns., Sp. Kep. MB sebagai pembimbing yang selalu

memberikan masukan, nasihat, arahan, bimbingan, kesabaran, dan semangat kepada penulis.

4. Kedua orang tua dan kakak-kakakku tercinta yang senantiasa memberikan dukungan, doa, dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

5. Semua teman-teman seperjuangan PSIK 2012 dalam menyelesaikan penelitian karya tulis ilmiah ini, atas motivasi dan dorongan yang telah diberikan.


(7)

vii

maaf. Demi kebaikan karya tulis ilmiah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Jazakumullah khairan-semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang banyak. Amin. Akhirnya penulis berharap saran dan kritik untuk perbaikan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Juni 2016


(8)

viii

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ...Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SKEMA ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii INTISARI ...Error! Bookmark not defined. ABSTRACT...Error! Bookmark not defined. BAB 1 PENDAHULUAN ...Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ...Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ...Error! Bookmark not defined. 1. Tujuan Umum ...Error! Bookmark not defined. 2. Tujuan Khusus ...Error! Bookmark not defined. C. Manfaat Penelitian ...Error! Bookmark not defined. D. Penelitian Terkait ...Error! Bookmark not defined. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...Error! Bookmark not defined. A. Kanker Serviks ...Error! Bookmark not defined. 1. Pengertian Kanker Serviks...Error! Bookmark not defined. 2. Prevalensi Kanker Serviks ...Error! Bookmark not defined. 3. Patofisiologi Kanker Serviks ...Error! Bookmark not defined. 4. Tes Skrining Kanker Serviks ...Error! Bookmark not defined. B. Mahasiswa (Dewasa Muda) ...Error! Bookmark not defined. 1. Pengertian Dewasa Muda ...Error! Bookmark not defined. 2. Karakteristik Dewasa Muda...Error! Bookmark not defined. 3. Masa Dewasa Muda...Error! Bookmark not defined. C. Peran Perawat...Error! Bookmark not defined. D. Kerangka Konsep ...Error! Bookmark not defined.


(9)

ix

B. Populasi dan Sampel Penelitian ...Error! Bookmark not defined. C. Lokasi dan Waktu Penelitian ...Error! Bookmark not defined. D. Variabel dan Definisi Operasional ...Error! Bookmark not defined. E. Instrumen Penelitian...Error! Bookmark not defined. F. Cara Pengumpulan Data...Error! Bookmark not defined. G. Uji Validitas dan Reabilitas ...Error! Bookmark not defined. H. Pengolahan dan Analisa Data...Error! Bookmark not defined. I. Etik Penelitian ...Error! Bookmark not defined. BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not defined.

A. Deskripsi Wilayah Penelitian ...Error! Bookmark not defined. B. Hasil Penelitian ...Error! Bookmark not defined. C. Pembahasan...Error! Bookmark not defined. D. Kekuatan Penelitian ...Error! Bookmark not defined. E. Keterbatasan Penelitian ...Error! Bookmark not defined. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ...Error! Bookmark not defined. B. Saran...Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ...Error! Bookmark not defined.


(10)

x

Halaman Diagram 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Fakultas……….73 Diagram 4.2. Distribusi Karakteristik Responden BerdasarkanUsia…………...74


(11)

xi

Halaman Gambar 2.1. Spektrum CIN(cervical intraepithelial neoplasia)………..32


(12)

xii

Halaman

Skema 2.1. Patofisiologi Faktor Risiko Kanker Serviks(1)………... 39

Skema 2.2. Patofisiologi Faktor Risiko Kanker Serviks(2)………... 40

Skema 2.3. Patofisiologi Faktor Risiko Kanker Serviks(3)………... 41

Skema 2.4. Patofisiologi Pra Kanker Serviks………42

Skema 2.5. Patofisiologi Kanker Serviks………..43


(13)

xiii

Halaman

Tabel 3.1. Definisi Operasional………...59

Tabel 3.2. Kisi-kisi Kuesioner Tipe A………..60

Tabel 3.3. Kisi-kisi Kuesioner TipeB………...61

Tabel 3.4. Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto………...65

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Perilaku Tes Pap Smear/IVA………..75

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Vaksinasi HPV………75

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Multi Partner Sex………76

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berhubungan Seksual Pada Usia≤20 Tahun…..77

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Multi Paritas………77

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang.. 78

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Merokok………..78

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Terpapar Asap Rokok……….79

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi PerilakuPerineal Hygiene………..79

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Penggunaan Pembalut/Pantyliner……...……..80

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Diet………...81

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Obesitas……….82


(14)

II}ENTIFIKAST FAKT&R RI$IK{O KANKER SERVIIff PAI}A

nfiAH.dsIswl

uNreRryra$

w

yoGyAKARTA

Dimr*rn OIeh

K*prodi IImu Kep*mua*tanFftkultffi Ksd*ktsram dan ltmrl Kesehatan

$p.

Mat,IINC

tr*,.fr*$s*s#x

"}ry

.s,?*"*

,*"%*ffio

rc"

*ff

q3t_"ry

;.druffi*?odhu

'.-.tir'#'

:Hmru

t

t*cf

j*..l#1.#S,l[ H"s":ff{.ru".ffi **oi;

ffiru

e!5#^*$


(15)

xiv

Kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Kanker serviks merupakan tumor ganas yang menyerang squamosa intraepithelial serviks yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain virus terutama HPV (Human Papiloma Virus). Faktor-faktor yang berisiko terjadi kanker serviks yaitu deteksi dini, Vaksinasi HPV, multipartner sex, seksual dini, paritas, kontrasepsi oral, perokok aktif, paparan asap rokok, perineal hygiene, pembalut/pantyliner, diet, obesitas, dan riwayat keluarga.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko kanker serviks pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatansurvey. Teknik pengambilan data menggunakan simple random sampling yang dilakukan bulan Januari-Mei 2016 dengan jumlah responden 383 mahasiswi.

Hasil penelitian ini menunjukkan faktor risiko kanker serviks yang tertinggi adalah diet, faktor risiko ke-2 adalah perineal hygiene, faktor risiko ke-3 adalah pembalut/pantyliner, faktor risiko ke-4 adalah terpapar asap rokok rang lain, faktor risiko ke-5 adalah vaksinasi HPV, faktor risiko ke-6 adalah deteksi dini. Multipartner sex, seksual dini, multi paritas, penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, merokok, obesitas, dan riwayat kehamilan tidak merupakan faktor risiko kanker serviks pada mahasiswi UMY.


(16)

xv

Cervical cancer is cancer with the highest prevalence in Indonesia. Cervical cancer is a malignant tumor that attacks the cervical squamous intraepithelial caused by several factors such as viruses, especially HPV (Human Papilloma Virus). Risk factors that affect the occurance of cervical cancer are early detection, HPV Vaccination, multipartner sex, early sexual intercourse, parity, oral contraceptive, active smoker, exposure to cigarette smoke, perineal hygiene, sanitary napkins/pentyliner, diet, obesity, and family history.

The goal of this research is to know risk factors of cervical cancer in

Muhammadiyah University of Yogyakarta’s female students. This research is descriptive analytic research with survey method. Data collection technique used in this research was simple random sampling conducted in January-May 2016, with total of 383 respondents.

The results of this study showed that the highest risk factors of cervical

cancer in Muhammadiyah University of Yogyakarta’s female students is diet, the

second risk factors is sanitary napkins/pentyliner, the third risk factor is exposure to cigarette smoke, the fourth risk factor is HPV vaccination, the fifth risk factors is early detection, the sixth risk factor is perineal hygiene. As for Multipartner sex, early sexual intercourse, multi parity, long-term usage of oral contraceptives, smoker, obesity, and familiy history are not a risk factor for cervical cancer in female students of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(17)

1 A. Latar Belakang

Penyakit kanker secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan terus membelah diri. Selanjutnya menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, serta menyerang organ-organ penting dan saraf tulang belakang (CancerHelps, 2014).

Menurut data International Agency for Research on Cancer [IARC] (2015), teradapat 14,1 juta kasus baru kanker dengan sekitar 8,2 juta penderita meninggal akibat kanker dan 32,6 juta penderita kanker yang hidup dalam 5 tahun terakhir pada tahun 2012 di seluruh dunia. Sedangkan pada tahun 2030 diprediksikan angka kejadian kanker meningkat menjadi 21,7 juta penderita. Penyebab kematian kanker yang paling umum di dunia adalah kanker paru-paru, diperkirakan sekitar 1,59 juta kematian atau 19,4% dari total kematian penyebab kanker di seluruh dunia. Berdasarkan Kemenkes RI 2015, prevalensi kanker pada penduduk dengan kategori semua umur di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1,4‰ penduduk atau sekitar 347.792 penderita dengan Provinsi

D.I Yogyakarta yang menempati urutan tertinggi untuk penyakit kanker yaitu

sebesar 4,1‰ atau sekitar 68.638 penderita.

Kanker serviks merupakan kanker terbesar ke-4 pada wanita di seluruh dunia dan menempati urutan ke-7 dari seluruh kejadian kanker di dunia. Prevalensi kejadian kanker serviks di seluruh dunia adalah sekitar 528.000


(18)

kasus baru kanker serviks pada tahun 2012 dengan 266.000 kematian penyebab kanker serviks di seluruh dunia (IARC, 2015). Menurut Kemenkes Republik Indonesia (2015), kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia, sedangkan kanker terbesar selanjutnya adalah kanker payudara dan kanker prostat. Prevalensi kanker serviks yaitu

sekitar 0,8‰ atau sekitar 98.692 penderita kanker serviks di Indonesia dan selanjutnya kanker payudara sebesar 0,5‰ atau sekitar 61.682 penderita dan sebesar 0,2‰ atau sekitar 25.012 penderita kanker prostat di Indonesia. Provinsi yang memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara dan Provinsi D.I. Yogyakarta dengan

sebesar 1,5‰ dari seluruh penderita kanker di Indonesia.

Kanker serviks merupakan tumor ganas yang menyerang squamosa intraepithelial serviks yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain virus terutama HPV (Human Papiloma Virus) (Rahmayanti, 2012). Risiko terjadinya kanker serviks tidak hanya disebabkan oleh paparan langsung dari HPV, namun dari berbagai faktor yang dapat berkontribusi untuk terjadinya kanker serviks. Menurut American Cancer Society [ACS] (2014), terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kanker serviks antara lain infeksi HPV, merokok, penggunaan alat kontrasepsi, mengalami 3 atau lebih kehamilan, kehamilan pertama pada usia kurang dari 17 tahun, kemiskinan, immunosupresi, infeksichlamydia, kurang konsumsi buah dan sayur, obesitas, penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2013), Faktor risiko akibat terjadinya kanker antara lain sekitar 96,8% kurang mengkonsumsi sayuran dan


(19)

buah, 40,2% sering konsumsi makanan berlemak, 36,7% merokok, 26,1% mengalami obesitas, 18,4% kurang aktif seperti dalam berolahraga, 4,5% sering mengkonsumsi makanan dibakar/dipanggang, 4,2% sering mengkonsumsi makanan hewani berpengawet. Sedangkan sekitar 90% penyebab kanker serviks adalah infeksi HPV (Kompas, 2010) dengan salah satu penyebaran infeksi HPV dapat melalui hubungan seksual secara bergantian (ACS, 2014), sesuai sabda Rasulullah SAW dalam H.R. Ibnu Majah bahwa “Tidaklah nampak suatu perbuatan fahisah (zina) pada suatu kaum hingga mereka mengumumkannya kecuali mereka akan ditimpa penyakit menular dan penyakit-penyakit lain yang belum pernah ada pada orang-orang dulu sebelum mereka”.

Menurut penelitian Wahyuningsih dan Mulyani (2014) berpendapat bahwa partner sex >1 orang akan meningkatkan risiko 6,19 kali lebih besar untuk mengalami lesi prakanker serviks dibandingkan dengan responden yang memiliki partner sex 1 orang saja, sedangkan paritas >3 kali meningkatkan risiko kanker serviks sebesar 5,5 kali lebih besar dan merokok mempunyai peluang 3,545 kali lebih besar untuk mengalami lesi prakanker serviks dibandingkan dengan yang tidak merokok. Menurut penilitian yang dilakukan oleh Darayani dan Sumawati (2012) bahwa umur wanita yang paling banyak terkena kanker serviks adalah kelompok umur 41-65 tahun dengan grade paling banyak berada padagrade3-4.

Berdasarakan studi pendahuluan melalui wawancara yang dilakukan oleh peniliti terhadap mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bahwa dalam perilaku perineal hygiene peneliti melakukan studi pendahuluan


(20)

sebanyak 10 mahasiswi yaitu didapatkan hasil bahwa 80% masih buruk dalam melakukan perineal hygiene, 60% mahasiswi masih kurang pemahaman mengenai perineal hygiene sehingga dalam melakukan tindakan perineal hygiene mereka masih cukup kurang, namun 20% mahasiswi sudah paham mengenaiperineal hygiene tetapi dalam melakukan tindakanperineal hygiene masih kurang dan 20 % mahasiswi sudah paham mengenai perineal hygiene dan sudah melakukannya dengan baik. Selain itu, 70% mahasiswi juga merasa keputihan dan sering gatal-gatal sehingga dapat mengakibatkan terjadinya risiko kanker serviks. Sedangkan dalam perilaku diet peneliti melakukan studi pendahuluan dengan 20 mahasiswi dengan hasil sekitar 80% mahasiswa sering mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) dan sekitar 20% mahasiswi berperilaku mengkonsumsi makanan dengan memasak sendiri.

Berdasarkan data dan fenomena diatas angka kejadian kanker serviks maupun faktor risikonya masih sangat tinggi di Indonesia. Oleh sebab itu diperlukannya upaya untuk penurunan insiden kanker serviks khususnya bagi wanita-wanita muda dengan upaya preventif dan promotif, yakni salah satunya adalah dengan mengidentifikasi faktor risiko kanker serviks pada dewasa muda. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Identifikasi faktor risiko kanker serviks pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu identifikasi faktor risiko kanker serviks pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(21)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko kanker serviks pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya proporsi tindakan deteksi dini pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

b. Diketahuinya proporsi tindakan pencegahan melalui vaksin HPV pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

c. Diketahuinya proporsi multipartner sex pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

d. Diketahuinya proporsi perilaku seksual dini pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks

e. Diketahuinya proporsi multi paritas pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

f. Diketahuinya proporsi penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

g. Diketahuinya proporsi perilaku merokok pada mahasiwi terhadap risiko kanker serviks.

h. Diketahuinya proporsi paparan asap rokok pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

i. Diketahuinya proporsi perilaku perineal hygiene pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.


(22)

j. Diketahuinya proporsi penggunaan pembalut/pantyliner pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

k. Diketahuinya proporsi perilaku diet pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

l. Diketahuinya proporsi obesitas pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

m. Diketahuinya proporsi riwayat keluarga pada mahasiswi terhadap risiko kanker serviks.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi keperawatan

Dapat memberikan informasi kepada mahasiswa kesehatan khususnya keperawatan sehingga dapat mengetahui faktor risiko kanker serviks.

2. Manfaat bagi Instansi

Dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan untuk membuat perancangan pengembangan program yang dapat meningkatkan kesadaran dalam perilaku untuk mencegah risiko kanker serviks khususnya pada mahasiswi.

3. Manfaat bagi mahasiswi

Sebagai acuan atau motivasi bagi mahasiswi untuk mencari tahu informasi lebih dalam lagi tentang kanker serviks.


(23)

4. Manfaat bagi peneliti

Peneliti mendapatkan pengalaman langsung penelitian dan tambahan pengetahuan yang cukup mendalam tentang identifikasi faktor risiko kanker serviks.

D. Penelitian Terkait

Penilitian yang pernah dilakukan tentang faktor risiko kanker serviks antara lain:

1. Wahyuningsih & Mulyani (2014), tentang “Faktor risiko terjadinya lesi

prakanker serviks melalui deteksi dini dengan metode IVA (Inspeksi

Visual dengan Asam Asetat)”. Desain penelitian ini adalah jenis penelitian

kuantitaf menggunakan data sekunder dengan metode survey analitik dan desain kasus kontrol (case control). Populasi kasus dan kontrol dalam penelitian ini adalah pasien wanita yang datang pertama kali (pasien baru) ke Puskesmas Kecamatan Jatinegara untuk melakukan pemeriksaan IVA pada bulan Januari - Desember 2012, yaitu sebanyak 266 orang dengan sample kasus sebanyak 48 orang dan sample control sebanyak 52 orang. Analisis data menggunakan UjiChi-Squaredan Regresi Logistik. Hasil uji didapat bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur responden, paritas, umur seks, jumlah partner sex dan lama penggunaan pil kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker serviks. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peniliti adalah berbeda dengan populasi dan sampel yang diteliti serta berbeda pada penilitian ini untuk mengetahui faktor risiko kanker serviks tidak melui


(24)

deteksi IVA melainkan dari survey langsung terhadap mahasiswi dengan menggunakan kuesioner.

2. Dewi, I Gusti Agung Ayu Novya., Sawitri, Anak Agung Sagung.,

Adiputra, N. (2013), tentang “Paparan asap rokok dan hygiene diri merupakan faktor risiko lesi prakanker leher rahim di kota Depansar tahun

2012”. Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan kasus kontrol tidak berpasangan. Kasus adalah wanita yang mengikuti pemeriksaan IVA (hasil IVA positif) selanjutnya dicarikan pembanding sebagai kontrol (hasil IVA negatif). Kasus dan kontrol diambil secara random yang berjumlah masing-masing 60 orang. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan regresi logistik untuk mengetahui faktor risiko yang paling dominan dengan hasil analisis regresi logistik menemukan bahwa faktor risiko yang lebih dominan adalah hygiene diri. Perbedaan penelitian ini dengan penilitian yang akan dilakukan oleh peniliti adalah berbeda dengan populasi dan sampelnya serta metode penelitian ini menggunakan kasus kontrol sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tidak menggunakan kasus kontrol. Sedangkan dalam penelitian ini juga hanya bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang paling dominan saja, namun penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko.

Sornam Ganesan, Vasantha N. Subbiah, Jothi Clara J. Michael (2015), tentang

“Associated factors with cervical pre-malignant lesions among the married fisher


(25)

dengan populasi pada lima komunitas nelayan yang berada di pessir Sadras dngan sampel 250 nelayan wanita. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectionaldengan menggunakan jadwal wawacara untuk mengumpulkan data. Data dianalisis dengan menggunakan deskriptif dan statistik inferensial dengan hasil statistik analisis menunjukkan hubungan yang signifikan dari faktor-faktor risiko seperti usia lanjut, kurangnya pendidikan, status sosial ekonomi rendah, merokok, multiparitas, melakukan seks pranikah, melakukan hubungan di luar nikah, menggunakan kain sebagai pembalut wanita, dan lain-lain. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah berbeda dengan populasinya serta pada penelitian ini mengidentifikasi faktor yang terkait dan dilakukan tes Pap smear untuk mengidentifikasi lesi serviks pra-ganas di antara perempuan nelayan menikah sedangkan penilitian yang akan dilakukan oleh peniliti adalah mengidentifikasi faktor risiko kanker serviks dengan perilaku yang berisiko pada mahasiswi.


(26)

10

TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks

1. Pengertian Kanker Serviks

Menurut American Cancer Society [ACS] (2014), kanker serviks dimulai pada sel-sel yang melapisi serviks. Sebagian kanker serviks dimulai pada zona tranformasi yaitu tempat bertemunya sel squamosa dan sel glandular. Sel-sel ini tidak langsung berubah menjadi kanker. Sebaliknya, sel-sel serviks yang normal secara bertahap berkembang menjadi pra-kanker dan selanjutnya berubah menjadi kanker. Penyebab kanker servis adalah Human Papiloma Virus (HPV). HPV tipe 16, 18 31, 35, 45, 51, 52, 56, dan 58 sering ditemukan pada kanker dan lesi prekanker. HPV adalah DNA virus yang menimbulkan poliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa (Rasjidi, 2008citRahmayanti 2012).

Kanker serviks dibagi menjadi 2 tipe, yaitu sel squamosa karsinoma dan adenokarsinoma, 80-90% adalah kanker serviks sel squamosa karsinoma. Kanker ini terbentuk dari sel-sel di eksoserviks, dan di dalam mikroskop sel-sel kanker memiliki fitur sel squamosa. Jenis kanker serviks lainnya adalah adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah kanker yang berkembang dari sel-sel kelenjar. Adenokarsinoma serviks berkembang dari mukus yang memproduksi sel kelenjar endoserviks. Adenokarsinoma serviks sering terjadi pada wanita usia 20-30 tahun (ACS, 2014).

Biasanya tidak terdapat gejala pada awal ketika wanita terkena kanker serviks dan pre-kanker. Gejalanya sering tidak terjadi sampai pre-kanker


(27)

hingga benar-benar menjadi kanker invasif dan berkembang menjadi jaringan disekitarnya. Gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut: a. Perdarahan vagina yang abnormal, seperti perdarahan setelah

berhubungan seksual, perdarahan setelah menopause, perdarahan dan bercak diantara periode, periode menstruasi yang lama dari biasanya. b. Keluarnya cairan yang tidak biasa dari vagina, kemungkinan

pengeluaran banyak darah dan mungkin terjadi antara periode saat menstruasi atau setelah menopause.

c. Nyeri selama berhubungan seksual (ACS, 2014). 2. Prevalensi Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan kanker terbesar ke-4 pada wanita di seluruh dunia dan menempati urutan ke-7 dari seluruh kejadian kanker di dunia. Prevalensi kejadian kanker serviks di seluruh dunia adalah sekitar 528.000 kasus baru kanker serviks pada tahun 2012 dengan 266.000 kematian penyebab kanker serviks di seluruh dunia. Sedangkan berdasarkan WHO South-East Asia Region [SEARO], prevalensi kejadian kanker serviks di Asia Tenggara pada tahun 2012 sekitar 175.000 kasus dan 94.000 meninggal akibat kanker serviks (IARC 2015).

Kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi di

Indonesia. Prevalensi kanker serviks yaitu sekitar 0,8‰ atau sekitar 98.692 perempuan di Indonesia yang menderita kanker serviks. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara dan Provinsi D.I. Yogyakarta

memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5‰ dari


(28)

Kepulauan Riau, 2.073 kasus di Provinsi D.I. Yogyakarta, dan 819 kasus di Maluku Utara (Kemenkes RI 2015).

3. Patofisiologi Kanker Serviks a. Faktor Risiko Kanker Serviks

1) InfeksiHuman Papilloma Virus(HPV)

Human Papilloma Virus (HPV) adalah sebuah famili yang memiliki 150 lebih virus, beberapa diantaranya menyebabkan jenis pertumbuhan yang disebut papillomas, yang lebih dikenal sebagai kutil. Jenis HPV yang menyebabkan kutil muncul disekitar alat kelamin dan di sekitar anal. HPV dapat menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit, area yang melapisi alat kelamin, anus, mulut, dan tenggorokan. Sekitar dua per tiga dari kejadian kanker serviks disebabkan oleh tipe HPV 16 dan HPV 18. Menurut dokter bahwa seorang wanita sudah terinfeksi HPV sebelum mereka mengalami lesi kanker serviks (ACS, 2014).

Human Papilloma Virus (HPV) dapat menyebar dari satu orang ke orang lain selama kontak secara langsung dengan kulit. Salah satu cara penyebarannya adalah melalui hubungan seksual, termasuk hubungan seks vagina, seks anal, dan bahkan seks oral. Meskipun HPV dapat menyebar saat berhubungan seks termasuk hubungan seks vagina, seks anal, dan seks oral, terjadinya penyebaran infeksi tidak harus melalui seks. Penyebaran HPV dari satu orang ke orang lain yaitu dengan cara kontak langsung dengan orang yang sudah terinfeksi HPV (ACS, 2014).


(29)

Kemungkinan untuk penyebaran HPV juga bisa melalui toilet atau WC. Virus HPV pada seseorang yang menderita kanker serviks yang menggunakan closet bisa jadi berpindah ke closet. Disaat ada orang lain yang menduduki closet, maka virus tersebut bisa berpindah kepada orang tersebut (Arum, 2015).

Menurut Centers for Disease Control and Prevention [CDC] (2015) mengemukan bahwa pencegahan untuk infeksi HPV adalah dengan vaksinasi HPV. Vaksin HPV penting untuk melindungi tubuh terhadap kanker yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV) Vaksin HPV direkomendasikan untuk anak laki-laki dan perempuan pada usia 11 atau 12 tahun sehingga mereka terlindungi sebelum terkena virus. Vaksin HPV juga menghasilkan respon imun yang lebih kuat selama tahun-tahun praremaja. Selain anak-anak wanita muda juga bisa mendapatkan vaksin HPV sampai usia 26 tahun, dan laki-laki muda bisa mendapatkan vaksinasi sampai usia 21 tahun. Vaksin ini juga dianjurkan untuk setiap wanita yang berhubungan seks dengan laki-laki sampai usia 26 tahun, dan untuk pria dengan penurunan sistem kekebalan tubuh (termasuk HIV) sampai usia 26 tahun, jika mereka tidak mendapatkan vaksin HPV ketika mereka masih muda. Vaksin HPV diberikan 3 kali, vaksin kedua diberikan 1 atau 2 bulan setelah vaksin pertama kemudian vaksin ketiga diberikan 6 bulan setelah vaksin pertama.


(30)

2) Imunosupresif(Penurunan Kekebalan Tubuh)

Wanita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh atau kondisi imunosupresif (penurunan kekebalan tubuh) dapat mengalami peningkatan terjadinya kanker serviks (Yanti, 2013). Menurut American Cancer Society [ACS] (2014) bahwa Human immunodeficiency virus (HIV) yang menyebabkan AIDS merusak sistem kekebalan tubuh dan menempatkan perempuan pada risiko tinggi untuk infeksi HPV.

Sistem kekebalan tubuh berperan penting dalam menghancurkan sel-sel kanker dan memperlambat pertumbuhan dan penyebarannya. Pada wanita dengan sistem kekebalan tubuh terganggu oleh HIV, sebuah serviks pra-kanker berkembang menjadi kanker invasif lebih cepat dari biasanya. Kelompok yang berisiko terkena kanker serviks adalah perempuan yang mengkonsumsi obat untuk menekan respon kekebalan tubuh mereka, seperti yang sedang dirawat karena penyakit autoimun (dimana sistem kekebalan tubuh melihat jaringan tubuh sendiri sebagai benda asing dan menyerang mereka karena dianggap sebagai kuman) atau mereka yang telah mengelamai reaksi penolakan saat mendapatkan transplantasi organ (ACS, 2014). 3) Multi Partner Sex

Jumlah pasangan seksual >1 orang turut berkontribusi dalam penyebaran kanker serviks. Semakin banyak jumlah pasangan seks, maka semakin meningkat pula risiko terjadinya kanker serviks


(31)

pada wanita tersebut (Wahyuningsih & Mulyani, 2014). Menurut Aminati (2013) mengemukakan bahwa wanita yang berganti-ganti pasangan akan rentan terkena virus HPV. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara tranmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital maupun secara manual ke genital (Rasjidi, 2010citYanti, 2013).

Pada prinsipnya setiap pria memiliki protein spesifik berbeda pada spermanya. Protein tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel epitel serviks. Sel epitel serviks akan mentoleransi dan mengenali protein tersebut tetapi jika wanita itu melakukan hubungan dengan banyak pria maka akan banyak sperma dengan protein spesifik berbeda yang akan menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks sehingga akan menghasilkan luka. Adanya luka akan mempermudah infeksi HPV. Risiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat lebih besar pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih (Novel, 2010 cit Wahyuningsih & Mulyani 2014).

4) Berhubungan Seksual Pertama Kali Diusia≤20 Tahun

Menurut penelitian Wahyuningsih (2014) melaporkan bahwa berhubungan seksual pertama kali pada umur ≤20 tahun

mempunyai risiko 4,788 kali lebih besar untuk mengalami lesi prakanker serviks dibandingkan dengan responden yang berhubungan seksual pertama kali pada umur >20 tahun. Hal ini mungkin terkait dengan komplemen histon pada semen yang


(32)

bertindak sebagai antigen. Kematangan sistem imun terutama mukosa serviks sendiri sangat rentan, kesempatan berganti partner sex yang terkait dengan risiko terkena infeksi juga tinggi. Faktor risiko ini dihubungkan dengan karsinogen pada zona transformasi yang sedang berkembang dan paling berbahaya apabila terinfeksi HPV pada 5-10 tahun setelahmenarche.

Ketika sel sedang membelah secara aktif (metaplasi) seharusnya tidak terjadi kontak atau rangsangan apapun dari luar. Termasuk injus (masuknya) benda asing dalam tubuh perempuan. Adanya benda asing, termasuk alat kelamin laki-laki dan sel sperma, akan mengakibatkan perkembangan sel ke arah abnormal. Infeksi dalam rahim dengan mudah terjadi apabila timbul luka akibat masuknya benda asing tersebut. Sel abnormal dalam mulut rahim tersebut dapat mengakibatkan kanker mulut rahim (Wahyuningsih & Mulyani, 2014).

5) Multi Paritas

Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup atau tidak. Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlalu dekat, karena dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada serviks dan dapat berkembang menjadi keganasan (Aminati, 2013).


(33)

Menurut ACS (2014) bahwa wanita yang telah mengalami 3 atau lebih kehamilan dalam jangka penuh memiliki peningkatan risiko untuk terjadinya kanker serviks. Penelitian telah menunjukkan bahwa perubahan hormon selama kehamilan kemungkinan membuat perempuan lebih rentan terhadap infeksi HPV atau pertumbuhan kanker. Pemikiran lainnya bahwa wanita hamil mungkin memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, sehingga memungkinkan untuk terjadinya infeksi HPV dan pertumbuhan kanker.

6) Penggunaan Kontrasepsi Oral (pil KB) dalam Jangka Panjang Terdapat bukti bahwa menggunakan kontrasepsi oral dalam jangka waktu yang lama meningkatkan risiko kanker serviks. Penelitian menunjukkan bahwa risiko kanker serviks naik ketika semakin lama seorang wanita mengkonsumsi kontrasepsi oral, tapi risiko kembali turun lagi setelah kontrasepsi oral dihentikan. Dalam sebuah penelitian, risiko kanker serviks dua kali lipat lebih besar pada wanita yang mengkonsumsi pil KB lebih dari 5 tahun, tapi risiko kembali normal 10 tahun setelah mereka berhenti (ACS, 2014).

Kontrasepsi oral dapat berbentuk pil kombinasi, sekuensial, mini atau pasca senggama dan bersifat reversibel. Kontrasepsi oral kombinasi merupakan campuran estrogen sintetik seperti etinilestradiol dan satu dari beberapa steroid C19 dengan aktivitas progesteron seperti noretindron. Kontrasepsi ini mengandung dosis


(34)

estrogen dan progesteron yang tetap. Pemakaian estrogen dapat berisiko karena merangsang penebalan dinding endometrium dan merangsang sel-sel endometrium sehingga berubah sifat menjadi kanker (Wahyuningsih & Mulyani, 2014).

7) Merokok dan Paparan Asap Rokok

Menurut American Cancer Society [ACS] (2014) mengemukakan bahwa wanita yang merokok sekitar dua kali lebih berisiko terjadi kanker serviks dibandingkan dengan non-perokok. Perokok pasif juga merupakan faktor risiko dari kanker serviks. Paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim sebesar 4,8 kali dibandingkan dengan orang yang tidak terkena paparan asap rokok (Dewiet al, 2013).

Merokok berpeluang untuk masuknya banyak bahan kimia penyebab kanker yang mempengaruhi organ selain paru-paru. Zat berbahaya ini diserap melalui paru-paru dan dibawa dalam aliran darah ke seluruh tubuh (ACS, 2014). Zat-zat tersebut terdapat pada tembakau yang mengandung bahan karsinogen, baik yang diisap sebagai rokok atau dikunyah (Dewi et al, 2013). Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik. Wanita perokok memiliki konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung dari bahan tersebut pada leher rahim adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi karsinogen. Bahan tersebut oleh peneliti ditemukan pada serviks yang wanita yang aktif merokok dan menjadi


(35)

ko-karsinogen infeksi HPV karena bahan tersebut diketahui dapat menyebabkan kerusakan sel epitel serviks sehingga mempermudah infeksi HPV dan menyebabkan neoplasma (populasi sel kanker) serviks (Tay SK, 2004. Hidayat, 2001. Novel 2010 cit Wahyuningsih dan Mulyani, 2014)

Menurut ACS (2014) bahwa merokok juga membuat sistem kekebalan tubuh kurang efektif dalam memerangi infeksi HPV. Efek langsung bahan tersebut pada leher rahim akan menurunkan status imun lokal, sehingga dapat menjadi ko-karsinogen. Kandungan nikotin dalam asap rokok masuk dalam lendir yang menutupi leher rahim sehingga menurunkan ketahanan alami sel leher rahim terhadap perubahan abnormal. Bahan kimia tersebut dapat merusak DNA pada sel-sel leher rahim dan berkontribusi terhadap berkembangnya kanker leher rahim (Dewiet al, 2013). 8) Perineal HygieneBuruk

Hygienediri yang kurang baik juga dapat meningkatkan risiko terjadinya lesi prakanker leher rahim sebesar 29 kali dibanding hygienebaik (Dewiet al, 2013). Teori dimana kebersihan memiliki pengaruh terhadap pH vagina sehingga dapat memberikan peluang untuk pertumbuhan flora, dimana flora ini dapat memberikan perasaan gatal dan menggaruk sehingga timbul radang. Radang inilah yang kemungkinan mempercepat pertumbuhan HPV sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks (Sarjana, 2009citDewiet al, 2013).


(36)

Rahmayanti (2012) mengemukakan bahwa organ reproduksi perempuan mudah terkena bakteri yang menimbulkan bau tidak sedap di daerah kelamin dan infeksi. Cara membasuh vagina yang benar yaitu dari depan ke belakang juga berpengerauh terhadap status kebersihan wanita, karena cara membasuh vagina yang salah dapat menyebabkan kuman masuk ke liang vagina dan memicu infeksi sehingga HPV sebagai penyebab kanker tumbuh dengan baik (Dewiet al, 2013).

Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari jga merupakan upaya dalam menjaga kesehatan dan kebersihan vagina. Celana dalam yang digunakan harus terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat. Katun adalah bahan kain terbaik yang sesuai untuk semua jenis kelit termasuk area vagina. Menggunakan celana berbahan katun memungkinkan organ genital perempuan untuk menghirup udara yang segar dan selalu membantunya agar tetap kering (Rahmayanti, 2012).

Penggantian pembalut ≤2 kali dalam sehari akan menyebabkan kelembaban berlebih yang memudahkan pertumbuhan jamur atau bakteri termasuk HPV. Jumlah darah menstruasi yang keluar kemungkinan tidak terserap dengan baik dalam waktu lebih dari 4 jam. Adanya darah yang tidak terserap pembalut mengakibatkan permukaan pembalut basah, ditambah lagi aktifitas wanita seperti duduk membuat pembalut akan tertekan dan darah yang dalam pembalut tertekan keluar sehingga


(37)

organ wanita lembab pada waktu yang lama. Pemakaian pentiliner juga tidak jarang menimbulkan alergi, iritasi, dan terjadi infeksi (Dewiet al, 2013).

Menurut Rahmayanti (2012) mengemukan bahwa pertumbuhan jamur juga dapat disebabkan karena tidak mencukur atau merapikan rambut kemaluan. Sehingga dianjurkan untuk mencukur atau merapikan rambut kemaluan agar tidak berpotensi ditumbuhi jamur dan kutu yang dapat menimbulkan rasa gatal. Mencukur rambut kemaluan merupakan anjuran dari hukum Islam. Sebaiknya rambut kemaluan dicukur tidak lebih dari 40 hari. Seperti yang diriwayatkan secara shahih dari Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu bahwa ia berkata: "Kami diberi batas waktu untuk menggunting kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, yaitu tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari." (H.R Muslim, Ibnu Majah, Ahmad, At-Tirmidzi , An-Nasa'i dan Abu Dawud).

Penggunaan sabun yang mengandung antiseptik memang sebaiknya diperlukan untuk area dubur namun untuk area genital tidak diperlukan. Penggunaan sabun apalagi rutin akan mengiritasi dan mengeringkan mucus di sekitar vulva sehingga adanya iritasi menjadi tempat tumbuh HPV sedangkan sabun antiseptic akan membunuh semua bakteri, bukan hanya yang berbahaya (Dewi et al, 2013). Terlalu sering menggunakan antiseptik untuk mencuci vagina dapat memicu kanker serviks karena mencuci vagina terlalu


(38)

sering akan menyebabkan iritasi pada serviks. Iritasi ini akan merangsang terjadinya perubahan sel yang akhirnya berubah menjadi kanker (Aminati, 2013).

9) Penggunaan Pembalut/Pantyliner

Menggunakan pembalut baik pantyliner atau pembalut saat menstruasi, pembalut yang bisa menyebabkan kanker serviks adalah pembalut yang mengandung dioksin. Dioksin merupakan bahan pencemar lingkungan. Biasanya, dioksin digunakan sebagai pemutih yang digunakan untuk memutihkan pembalut hasil daur ulang dari barang bekas, misalnya rayon, kardus, dan lain-lain. Rayon terbuat dari serat selulosa yang berasal dari pulp kayu (Arum, 2015).

Dioksin bisa masuk ke tubuh perempuan ketika sedang haid. Jika perempuan sedang haid atau cairan hariannya sedang banyak, maka cairan tersebut akan menetes ke permukaan pembalut/pantyliner yang dipakai. Cairan tersebut bersifat asam dan terjadi penguapan. Dioksin yang salah satu unsurnya oksigen (O) dan sifatnya oksidatif akan menguap (apalagi jika pembalut atau pantyliner dalam kondisi basah dan kelembaban tinggi), kemudian terbawa dalam permukaan vagina, lalu masuk ke rongga rahim melalui leher rahim (serviks). Dioksin akan menempel dan terikat pada jaringan lemak di dinding rahim. Dalam sel dioksin akan berikatan dengan aryl hydrocarbon receptor (AhR) yang diproduksi oleh berbagai organ termasuk hati, paru-paru, sel


(39)

limfosit dan plasenta. Karena berikatan dengan AhR maka dioksin bergerak bebas dalam sel dan ketika berikatan dengan DNA dia dapat mengaktifkan atau mematikan DNA serta mengubah struktur DNA. Melalui mekanisme ini dioksin akan merusak/mengganggu sistem reproduksi, endokrin, fungsi imun, metabolisme hormon, faktor pertumbuhan dan memicu sel kanker (Julina, 2012)

10) InfeksiChlamydia

Chlamydia adalah jenis bakteri yang relatif umum yang dapat menginfeksi sistem reproduksi. Penyebarannya melalui kontak seksual. Infeksi chlamydia dapat menyebabkan peradangan panggul, hingga menyebabkan infertilitas. Beberapa studi telah melihat risiko yang lebih tinggi dari kanker serviks pada wanita dengan hasil tes darahnya yang menunjukkan riwayat infeksi chlamydia atau sedang terinfeksichlamydia (dibandingkan dengan wanita dengan yang hasil tes normal). Wanita yang terinfeksi chlamydia seringkali tidak menunjukkan gejala. Bahkan, mereka tidak tahu bahwa sudah terinfeksi kecuali mereka melakukan tes chlamydiaselama selama pemeriksaan panggul (ACS, 2014).

Salah satu gejala pada infeksi chlamydia adalah keputihan. Keputihan yang tidak normal dan dibiakarkan secara terus menerus juga menjadi andil terbentuknya kanker serviks karena keputihan yang merupakan gejala infeksi penyakit kelamin sepertichlamydia yang akan menyebabkan kerusakan organ reproduksi bagian dalam (Arum, 2015).


(40)

11) Diet

Perempuan yang kurang mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks (ACS, 2014). Menurut beberapa penelitian menyimpulkan bahwa defesiensi asam folat seperti sayuran berdaun hijau tua buah-buahan jeruk dan papaya dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan. Makanan yang juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita adalah makanan yang rendah beta karotene seperti wortel, ubi jalar, kubis atau buah mangga dan labu, retinol (vitamin A) seperti wortel, bayam, tomat, dan sebagainya, dan vitamin C seperti buah jeruk, papaya, kiwi, kubus, dan sebagainya, serta vitamin E seperti pada umbi-umbian, alpukat, brokoli, dan sebagainya (Aminati, 2013citYanti 2013).

Konsumsi makanan yang berlemak tinggi secara terus menerus maka tubuh akan mengalami peningkatan lemak. Peningkatan lemak akan menstimulasi seksresi asam empedu yang bertindak sebagai surfaktan agresif pada mukosa, sehingga menstimulasi proliferasi. Faktor-faktor yang beredar meningkatkan proliferasi dan apoptosis dari sel-sel pra-kanker, sehingga mempromosikan pertumbuhan tumor (Calle & Kaaks, 2004 cit Aulawi, 2013). Menurut ACS (2014) mengatakan bahwa mengkonsumsi alkohol juga dapat meningkatkan risiko penyakit kanker. Alkohol dapat bertindak sebagai iritan dan merusak jaringan tubuh. Sel yang rusak dapat mencoba untuk memperbaiki


(41)

diri, yang dapat menyebabkan perubahan DNA pada sel-sel yang dapat menjadi langkah menuju kanker.

Menurut Physicians Committee for Responsible Medicine [PCRM] (2013), senyawa karsinogen pada daging yang dimasak dapat menjadi faktor risiko timbulnya kanker. Heterocyclic amines (HCAs) adalah senyawa perusak DNA daging yang diproduksi pada saat daging dimasak. Memanggang, menggoreng, atau membakar daging dengan suhu yang panas menghasilkan jumlah besar mutagen ini. Semakin lama dan lebih panas daging yang dimasak, semakin banyak pula pembentukan senyawa ini. Dalam beberapa penelitian, ayam panggang membentuk konsentrasi zat penyebab kanker yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis daging yang dimasak. Kelas utama HCA terbentuk dari kreatin atau kreatinin, asam amino spesifik, dan gula. Pembentukan HCA terbesar yaitu ketika daging dimasak pada suhu tinggi, seperti yang paling umum dengan memanggang atau menggoreng.

Memanggang dan membakar daging secara langsung pada lidah api juga mengakibatkan lemak jatuh ke dalam api panas dan membentuk lidah api yang mengandung Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH). PHA akan melekat pada permukaan makanan, jika makanan tersebut semakin panas maka PHA akan semakin melekat. PHA diyakini berperan penting dalam memberikan kontribusi untuk terjadinya kanker pada manusia (PCRM, 2013).


(42)

12) Obesitas

Sekitar 20% akibat dari semua keganasan adalah obesitas, meskipun pengaruhnya adalah gender dan lainnya. Hubungan antara obesitas dan risiko kanker yang lebih tinggi terutama karena parameter antropometri dan faktor gaya hidup yang mengaktifkan mekanisme biologis yang berbeda. Parameter antropometrik yang dapat meningkatkan risiko kanker adalah BMI yang lebih dari 40,0, peningkatan berat badan, dan jumlah lemak tubuh, khususnya lemak visceral. Faktor gaya hidup yang berisiko terjadinya kanker termasuk pola diet, seperti hypercaloric dan/atau diet yang buruk (Pergola & Silvestris, 2013).

Menurut National Cancer Institution [NCI] (2012) mengemukakan bahwa mekanisme yang berbuhungan dengan obesitas dan meningkatnya risiko kanker adalah jaringan lemak yang memproduksi banyak hormon estrogen yang berhubungan langsung dengan peningkatan kanker payudara, kanker endometrial dan beberapa kankerlainnya. Orang yang obesitas sering meningkatkan level insulin dan insulin seperti Growth Factor-1 (IGF1) di dalam darahnya (akibatnya terjadi hiperinsulinemia atau resistensi insulin), dimana berkembang untuk terjadinya tumor.

Sel lemak menghasilkan hormon, disebut adipokines, yang dapat menstimulasi atau menghambat pertumbuhan sel. Misalnya, leptin yang lebih banyak pada orang yang mengalami obesitas, sel ini dapat berdampak untuk terjadinya proliferasi sel, sedangkan


(43)

adiponectin, yang kurang berlimpah pada orang yang mengalami obesitas akan berefek menjadi antiproliferative. Sel lemak mungkin juga bisa langsung dan tidak langsung berefek pada pertumbuhan tumor regulator, termasuk target rapamycin mamalia (mTOR) dan AMP (aktifitas protein kinase) (NCI, 2012).

13) Memiliki riwayat keluarga kanker serviks

Riwayat keluarga seperti ibu atau saudara perempuan yang memiliki kanker serviks berpeluang untuk mengembangkan penyakit ini sekitar 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibandingan dengan tidak memiliki riwayat keluarga dengan kanker serviks. Beberapa peneliti menduga beberapa contoh kecenderungan familial ini disebabkan oleh kondisi warisan yang membuat beberapa wanita kurang mampu melawan infeksi HPV dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat tersebut. Dalam kasus lain, perempuan dari keluarga yang sama sebagai pasien sudah didiagnosis bisa lebih mungkin untuk memiliki satu atau lebih faktor risiko non-genetik lainnya (ACS, 2014).

Kanker disebabkan karena adanya ketidak normalan materi genetik dari sel karena terjadinya perubahan tersebut. Terjadinya abnormalitas dari gen adalah terjadinya kesalahan replikasi dari DNA atau gen yang diturunkan dari orangtuanya, sehingga gen yang salah tersebut terdapat dalam seluruh sel tubuhnya. Penyakit kanker yang diturunkan biasanya dipengaruhi oleh interaksi yang komplek antara pemaparan bahan karsinogenik dengan genom


(44)

penderita. Abnormalitas dari genetik pada penderita kanker terciri pada dua kelompok gen. Onkogen yang memicu terbentuknya kanker adalah dengan jalan mengaktifkan sel kanker, yang menyediakan dan memfasilitasi sel tersebut untuk berkembang seperti hiperaktif pertumbuhan dan pembelahan sel, mencegah terjadinya program kematian sel (apoptosis), kehilangan sifat normal dari sel, dan mampu bertahan dan berkembang dalam jaringan lingkungannya. Pada kondisi tersebut gen yang bertugas menghambat sel tumor dihambat/diinaktifkan yang mengakibatkan sel tidak berfungsi normal, hal tersebut menyebabkan replikasi DNA yang mengontrol siklus sel tidak bekerja (Darmono, 2010). 14) Kemiskinan

Kemiskinan juga merupakan faktor risiko untuk kanker serviks. Banyak wanita dengan pendapatan rendah tidak memiliki akses siap untuk layanan perawatan kesehatan yang memadai, termasuk tes Pap smear. Ini berarti mereka mungkin tidak mendapatkan skrining atau perawatan untuk kanker serviks dan pra-kanker (ACS, 2014).

Kemiskinan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku mengenai kondisi kesehatannya. Seseorang dengan pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi sehingga pengetahuannya lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang mendorong seseorang untuk lebih peduli dan


(45)

termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatan dirinya dan keluarganya. Pendidikan menjadikan seseorang memiliki pengetahuan yang luas dan pola pikir akan terbangun dengan baik, sehingga kesadaran untuk berperilaku positif dalam hal kesehatan semakin meningkat (Suarnitiet al, 2012).

Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk membentuk pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang umumnya makin mudah untuk menerima informasi. Wanita yang berpendidikan rendah tidak mempunyai kesadaran dalam memperhatikan kesehatannya terutama kesehatan reproduksi. Wanita tersebut melakukan pemeriksaan IVA, kemungkinan karena ikut-ikutan teman atau saudara, tanpa tahu tujuan dan manfaatnya (Suarnitiet al, 2012).

Tingginya angka kemiskinan mempengaruhi pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari, termasuk di dalamnya adalah pemenuhan bahan makanan. Keluarga miskin cenderung melewatkan makan atau mengabaikan rasa lapar atau memakan makanan yang tidak bernutrisi saat tidak memiliki uang sehingga berisiko untuk terjadinya kanker. Kondisi ini diperburuk jika berada di lingkungan perkotaan dimana harga jual bahan makanan dan bahan pokok lainnya tinggi, sehingga pemenuhan kebutuhan pokok pada masyarakat perkotaan mengalami kesulitan, termasuk di dalamnya pemenuhan bahan makanan (Hitchcocket al1999citSafira 2013).


(46)

15) Usia

Usia yang paling banyak terkena kanker serviks adalah kelompok usia 41-65 tahun dengan grade paling banyak berada pada grade 3-4. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia ini merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia (Darayani & Sumawati 2013). Menurut penelitian yang dilakukan Lestari dan Sari (2011) melaporkan bahwa wanita akan mengalami perubahan pada anatomi tubuh serta mengalami penurunan dari fungsi dan kerja dari organ tubuhnya sehingga wanita rawan terhadap risiko infeksi. Secara fakta, dengan bertambahnya usia, terjadi pengurangan risiko infeksi HPV, namun pada hasil penelitian ini risiko infeksi menetap/persisten justru meningkat pada usia >35 tahun. Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia, terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histologi (metaplasia).

Dimasa ini segala kekuatan mulai menurun, penyakitpun seolah-olah bersahabat dengan manusia golongan umur ini. Masa ini juga dimana wanita akan mengalami menopause, pada masa itu sering terjadi perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Selain itu, karena menurunnya daya tahan tubuh dan terjadi perubahan sel-sel abnormal dalam mulut rahim, mempercepat pertumbuhan sel kanker serviks (Darayani & Sumawati 2013).


(47)

b. Kondisi Pre-kanker Serviks

Canadian Cancer Society [CCS] (2015) mengemukakan bahwa kondisi pre-kanker serviks yaitu kondisi dimana belum terjadinya kanker, bisa terjadi pada usia berapa pun, tetapi yang paling sering terjadi pre-kanker pada wanita yaitu berusia 20-an tahun dan 30-an tahun. Kondisi pre-kanker serviks adalah perubahan abnormal pada sel serviks yang lebih memungkin untuk berkembang menjadi kanker serviks. Kondisi pre-kanker serviks terjadinya di daerah zona transformasi, disinilah salah satu jenis lapisan (kelenjar, sel kolumnar) berubah secara terus menerus menjadi jenis lain dari lapisan (sel squamosa). Transformasi sel kolumnar menjadi sel squamosa adalah proses yang normal, tapi hal ini membuat sel-sel lebih sensitif terhadap efek dari Human Papiloma Virus (HPV). Prekusor perubahan epitel tersebut disebut dengan CIN (cervical intraepithelial neoplasia) (Fitantra, 2011).

Awal mula terjadinya CIN adalah dari masuknya mutagen (virus HPV) dan mengalami metaplasia sel yang kemudian berakibat terjadinya CIN (Reni, 2013). Umumnya, CIN bersifat asimptomatik dan terjadi sekitar 5-15 tahun sebelum berkembangnya karsinoma invasif. Hampir semua kanker serviks berkembang pada zona transformasi seviks. Lokasi sambungan skuamokolumnar tersebut dapat berubah sebagai respon serviks terhadap berbagai faktor dan terdapat perbedaan lokasi antara anak perempuan pascapubertas, dengan wanita menopause. Pada wanita tua, zona transformasi jauh


(48)

berada di kanal endoserviks. Perubahan prekanker berupa CIN dapat bermula dari lesi derajat ringan yang berkembang menjadi derajat yang lebih tinggi atau bisa juga serta beberapa faktor host lainnya. Berdasarkan penampakan histologisnya, lesi prekanker dapat digolongkan derajatnya menjadi CIN I (displasia ringan), CIN II (displasia sedang), CIN III (displasia berat dan karsinoma in situ) (Fitantra, 2011).

Gambar 2.1 Spektrum CIN(cervical intraepithelial neoplasia) CIN I atau yang seringkali disebut sebagai flat condylomaditandai dengan perubahan koilositosis yang utamanya terjadi pada lapisan superfisial epitel. Koilositosis tersusun dari hiperkromatik inti dan angulasi dengan vakuolisasi perinuklear yang disebabkan efek sitopatik HPV. Pada CIN II, displasi terjadi lebih berat dengan maturasi keratinosit yang tertunda sampai sepertiga epitelium. CIN II berkaitan dengan beberapa variasi pada ukuran sel dan inti serta heterogenitas kromatin inti. Sel-sel pada lapis superfisial menunjukan beberapa diferensiasi dan pada beberapa kasus dapat menunjukan pula perubahan koilositosis. Tingkatan selanjutnya yaitu


(49)

CIN III, CIN III ini ditandai dengan variasi ukuran sel dan inti yang semakin besar, heterogenitas kromatin, gangguan orientasi sel dan mitosis yang normal maupun abnormal (Fitranta, 2011).

Perubahan tersebut terjadi pada seluruh lapisan epitel dan dikarakteristikan dengan hilangnya maturitas. Diferensiasi sel-sel permukaan dan perubahan koilositosis biasanya sudah menghilang. Kondisi saat terjadi perubahan displasia yang lebih atipikal dan meluas ke kelenjar endoserviks, tetapi masih terbatas pada sel epitel dan kelenjarnya, disebut karsinoma in situ (Fitantra, 2011)

c. Kondisi Kanker Serviks

Aktivitas regresi sel meningkat dan selanjutnya berubah menjadi sel-sel ganas/karsinoma (Reni, 2013). Menurut Fitantra (2011), karsinoma serviks invasif berkembang pada zona transformasi, lebih banyak terjadi pada usia sekitar 45 tahun. Penampakannya dapat berupa fokus mikroskopik pada invasi stroma awal sampai tumor yang jelas terlihat. Berdasarkan sistem tahapan dari International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), tahapan kanker serviks terbagi dalam tahap 1-4, semakin tinggi angka maka semakin kanker menyebar. Sistem ini didasarkan pada sistem TNM, yakni T berarti menggambarkan ukuran tumor primer dan jika telah tumbuh menjadi jaringan di sekitar leher rahim, diberikan nilai 1-4 yang artinya semakin tinggi angka maka tumor semakn lebih besar atau telah tumbuh lebih dalam ke jaringan di dekatnya atau keduanya. Huruf N berarti menggambarkan kelenjar getah bening di panggul,


(50)

sedangkan untuk huruf M berarti menjelaskan apakah kanker telah menyebar, atau metastasis, ke bagian lain di dalam tubuh. Berikut tahapan kanker serviks: (CCS, 2015).

1) Tahap Awal a) Stadium IA

Pada stadium IA berdasarkan TNM yaitu, T1a, N0, M0 yang artinya tumor tidak lebih dari 5 mm mendalam dan atau kurang dari 7 mm pada bagian terlebar. N0 berati kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening, sedangkan M0 berarti kanker belum menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker ini dianggap invasif karena sel-sel kanker telah memasuki jaringan stroma (lapisan jaringan ikat penyangga leher rahim). Sel-sel kanker hanya dapat didiagnosis dengan mikroskop.

Pada stadium IA1 berdasarkan TNM yaitu, T1a1, N0, M0. Tumor telah tumbuh menjadi, atau menginvasi, stroma. Hal ini tidak lebih dari 3 mm mendalam dan atau kurang dari 7 mm pada bagian terlebar.

Pada stadium IA2 berdasarkan TNM yaitu, T1a2, N0, M0. Tumor telah tumbuh menjadi stroma. Hal ini lebih dari 3 mm, tetapi tidak lebih dari 5 mm, dalam dan atau kurang dari 7 mm pada bagian terlebar.

b) Stadium IB

Pada stadium IB berdasarkan TNM yaitu, T1b, N0, M0 yang artinya tumor dapat dilihat pada serviks tanpa mikroskop


(51)

atau hanya dapat dilihat dengan mikroskop tetapi lebih besar dari stadium IA2 tumor. Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening dan kanker belum menyebar bagian tubuh lain.

Pada stadium IB1 dengan TNM yaitu T1b1, N0, M0. Tumor dapat dilihat tanpa mikroskop dan kurang dari 4 cm di bagian terlebar. Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening dan belum menyebar kebagian tubuh lain.

Pada stadium IB2 dengan TNM yaitu T1b2, N0, M0. Tumor dapat dilihat tanpa mikroskop dan lebih dari 4 cm di bagian terlebar. Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening dan belum menyebar ke bagian tubuh lain.

c) Stadium IIA

Pada stadium IIA dengan TNM yaitu T2a, N0, M0. Tumor telah tumbuh melampaui rahim tetapi tidak ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah vagina. Kanker belum menyebar ke jaringan ikat longgar di sekitar leher rahim dan rahim (tidak ada invasi parametrium). Pada tahap ini kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening dan belum menyebar ke bagian tubuh lain.

Pada stadium IIA1 dengan TNM yaitu T2a1, N0, M0. Tumor dapat dilihat tanpa mikroskop dan kurang dari 4 cm di bagian terlebar. Pada tahap ini juga kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening dan belum menyebar ke bagian tubuh lain.


(52)

Pada stadium IIA2 dengan TNM yaitu T2a2, N0, M0. Tumor dapat dilihat tanpa mikroskop dan lebih dari 4 cm di bagian terlebar.

2) Tahap Lokal Lanjutan a) Stadium IIB

Pada stadium IIB dengan TNM yaitu T2b, N0, M0. Tumor telah tumbuh melampaui rahim tetapi tidak ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah vagina. Kanker telah menyebar ke sekitar jaringan serviks (invasi parametrium). Pada tahap ini kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening dan belum menyebar ke bagian tubuh lain.

b) Stadium IIIA

Pada stadium IIIA dengan TNM yaitu T3a, N0, M0. Tumor telah berkembang ke sepertiga bagian bawah vagina namun tidak ke dinding panggul. Pada tahap ini kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening dan belum menyebar ke bagian tubuh lain.

c) Stadium IIIB

Pada stadium IIIB dengan TNM yaitu T3b, setiap N, M0 yang berarti tumor telah tumbuh ke dinding panggul. Menurut Fitantra (2011) pada tahap ini memungkinkan terjadinya perdarahan hebat saat disentuh. Tumor menghalangi ureter sehingga menyebabkan ginjal membesar (hidronefrosis) atau kerja ginjal berhenti berhenti (ginjal tidak berfungsi) sehingga


(53)

timbul gejala gangguan berkemih dan buang air besar. Pada stadium ini kanker bisa jadi telah menyebar atau tidak ke kelenjar getah bening di panggul, namun belum menyebar ke organ tubuh lain.

Pada stadium IIIB dengan TNM yaitu T1, T2 atau T3, N1, M0 yang berarti tumor di dalam serviks, telah menyebar di luar rahim tetapi tidak ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah vagina, telah menyebar ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah vagina, mengahalangi ureter yang menyebabkan ginjal membesar (hidronefrosis) atau kerja ginjal berhenti (ginjal tidak berfungsi). Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di panggul, namun belum menyebar ke bagian tubuh lain.

d) Stadium IVA

Pada stadium IVA dengan TNM yaitu T4, setiap N, M0 yang berarti tumor telah tumbuh pada lapisan (mukosa) dari kandung kemih atau rektum, atau kanker yang telah menyebar ke luar panggul. Pada tahap ini kanker bisa jadi telah menyebar atau tidak ke kelenjar getah bening di panggul, namun belum menyebar ke organ tubuh lain.

3) Stadium Lanjut a) Stadium IVB

Pada stadium IVB dengan TNM yaitu setiap T, setiap N, M1 yang berarti tumor dapat ukuran dan mungkin atau


(54)

mungkin tidak telah tumbuh menjadi salah jaringan sekitarnya. Pada tahap ini kanker bisa jadi telah menyebar atau tidak ke kelenjar getah bening di panggul, terdapat metastasis yang jauh (kanker telah menyebar ke bagian tubuh lain, seperti paru-paru, hati atau tulang).

Metastasis jauh, termasuk yang melibatkan nodus para-aortic, organ yang jauh, atau struktur sekitar seperti kandung kemih atau rektum, biasanya terjadi setelah penyakit tersebut berlangsung lama. Pengecualian terjadi pada tumor neuroendokrin yang bersifat lebih agresif (Fitantra, 2011)


(55)

Skema Patofisiologi Kanker Serviks Orang yg terinfeksi HPV Hub. Seks (oral, anal, vagina) Infeksi HPV

Tidak vaksinasi HPV Penggunaan closet bersamaan dengan terinfeksi HPV Multi paritas Perubahan hormon saat kehamilan Imun lemah Perubahan sel serviks abnormal Lesi Kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks

Banyaknya protein spesifik yang berbeda masuk ke sel epitel serviks

Multipartner sex Perineal HygieneBuruk Pertumbuhan flora Gatal Meradang Mempercepat pertumbuhan HPV InfeksiChlamydia Keputihan abnormal Kerusakan organ reproduksi bagian dalam

Pre Kanker Serviks

Usia (41-65 th) Rawan

infeksi

Penurunan fungsi dan kerja dari organ tubuh

Melemahnya sistem kekebalan tubuh Menopause Perubahan sel-sel abnormal pada serviks Mempercepat pertumbuhan sel kanker Kemiskinan Tingkat pendidikan rendah Kurangnya informasi Perilaku kesehatan kurang

Skema 2.1. Patofisiologi Faktor Risiko Kanker Serviks (1): Infeksi HPV, Multi Paritas,

Multi Partner Sex,Perineal HygieneBuruk, InfeksiChlamydia, Usia, Kemiskinan.

Sumber: ACS (2012), Arum (2015), CCS (2015), CDC (2015), Darayani (2011), Darmono (2010), Dewi (2013), Fitantra (2011), Julina (2012), Lestari (2011), NCI (2012), PCRM (2013), Suarniti (2012), Wahyuningsih (2014), Yanti (2013)


(56)

Penggunaan pembalut/pantyliner

Mengandung dioksin

Darah haid menetes

Cairan haid bersifat asam menguap

Masuk ke rongga rahim melalui serviks

Dioksin menempel ke dinding rahim

Berikatan dengan AhR

Dioksin bergerak bebas dalam sel

Mengaktifkan/mematik-an serta mengubah DNA Seks pertama di usia

≤20 th

Mukosa serviks belum matang (metaplasia sel)

Masuknya alat kelamin pria dan sel sperma dianggap benda asing

Perkembangan sel abnormal lesi

Penggunaan kontrasepsi oral jangkapanjang

Pemakaian estrogen yang tetap

Merangsang penebalan dinding endometrium Merangsang

sel-sel endometrium

Pre Kanker Serviks Obesitas Sel lemak menghasilkan hormon adipokines IGF-1 Hiperinsulin/ resistensi insulin Menstimulus/ menghambat pertumbuhan sel Poliferasi sel Jaringan lemak produksi banyak estrogen

Skema 2.2. Patofisiologi Faktor Risiko Kanker Serviks (2): Seks pertama di usia≤20 th, penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, obesitas, pembalut/pentyliner.

Sumber: ACS (2012), Arum (2015), CCS (2015), CDC (2015), Darayani (2011), Darmono (2010), Dewi (2013), Fitantra (2011), Julina (2012), Lestari (2011), NCI (2012), PCRM (2013), Suarniti (2012), Wahyuningsih (2014), Yanti (2013)


(57)

Diet

Konsumsi buah & sayur

Alkohol

Daging yang dimasak dengan suhu panas

Daging yang dibakar Defisiensi asam folat Beta karoten Rusaknya jaringan tubuh Sel mencoba memperbaiki diri Perubahan DNA sel Produksi HCA Lemak jatuh ke dalam api

Membentuk lidah api mengandung PAH PAH melekat pada permukaan makanan Merusak DNA tubuh

Merokok dan paparan asap rokok

Masuknya bahan kimia karsinogen dari

tembakau

Sistem imun kurang efektif memerangi

infeksi PV Imun lokal

Diserap paru-paru

Perubahan sel serviks abnormal Merusak DNA pada sel serviks

Pre Kanker Serviks Diet tidak

bernutrisi Kemiskinan

Skema 2.3. Patofisiologi Faktor Risiko Kanker Serviks (3): Kemiskinan, Diet, Merokok dan paparan asap rokok.

Sumber: ACS (2012), Arum (2015), CCS (2015), CDC (2015), Darayani (2011), Darmono (2010), Dewi (2013), Fitantra (2011), Julina (2012), Lestari (2011), NCI (2012), PCRM (2013), Suarniti (2012), Wahyuningsih (2014), Yanti (2013)


(58)

Pre Kanker Serviks Tidak melakukan tes papsmear Kemiskinan Tidak melakukan tes IVA Perubahan abnormal pada sel serviks Sel-sel lebih sensitif

terhadap HPV

CIN(Cervical Intraepthielial Neoplasia)

Gejala asimptomatik

CIN 1 (displasia ringan)

CIN 2 (displasia sedang)

CIN 3 (displasia berat) Perubahan

koilositosis

Maturasi keratinosit yang tertunda sampai

sepertiga epitelium

Variasi ukurang sel dan inti semakin besar,

heterogenitas kromatin, gangguang

orientasi sel dan mitosis yang normal

maupun abnormal

Perubahan koilositosis menghilang

Perubahan displasia yang lebih atipikal meluas ke kelenjar

endoserviks

Aktivitas regresi sel meningkat

Karsinoma Serviks (Kanker Serviks) Sel tidak berfungsi normal

Gen penghambat sel tumor dihambat

Pembelahan sel dengan cepat

Pengaktifan sel kanker

Interaksi bahan karsinogen dengan genom klien

Ketidak normalan materi genetik sel

Kesalahan replikasi DNA/gen yang

diturunkan Riwayat Keluarga

Skema 2.4. Patofisiologi Pra Kanker Serviks

Sumber: ACS (2012), Arum (2015), CCS (2015), CDC (2015), Darayani (2011), Darmono (2010), Dewi (2013), Fitantra (2011), Julina (2012), Lestari (2011), NCI (2012), PCRM (2013), Suarniti (2012), Wahyuningsih (2014), Yanti (2013)


(1)

✦ ✧

kemaluan. Kebersihan memiliki pengaruh

terhadap pH vagina sehingga dapat

memberikan peluang untuk pertumbuhan flora, dimana flora ini dapat memberikan perasaan gatal dan menggaruk sehingga timbul radang. Radang inilah yang kemungkinan mempercepat pertumbuhan

HPV sehingga meningkatkan risiko

terjadinya kanker serviks (Sarjana, 2009 citDewiet al, 2013).

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa 77% responden mengalami

keputihan yang berbau tidak sedap. Menurut Arum (2015) bahwa keputihan yang tidak normal dan dibiakarkan secara

terus menerus juga menjadi andil

terbentuknya kanker serviks karena

keputihan yang merupakan gejala infeksi penyakit kelamin seperti chlamydia yang

akan menyebabkan kerusakan organ

reproduksi bagian dalam. Kurangnya

pengetahuan yang menyebabkan perilaku perineal hygiene kurang baik dapat berdampak pada meningkatnya angka kejadian keputihan, hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Sondakh et al (2014) oleh menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan kebersihan perinealdengan kejadian keputihan.

Berdasarkan fakultas responden,

responden yang paling banyak berisiko terhadap perilaku perineal hygiene yaitu fakultas non kesehatan (FAI, FE, FH, FISIPOL, FP, FPB, dan FT), hal ini dikarenakan fakultas non kesehatan kurang terpapar dengan pendidikan kesehatan

mengenai perilaku perineal hygiene.

Kurangnya pengetahuan dalam menjaga vaginal hygiene dan sikap yang benar tentang menjaga kebersihan yang masih serta kurangnya pemberian informasi

menyebabkan kurangnya pengetahuan

baru yang didapat sehingga sikap perilaku vaginal hygiene menjadi tergantung dari lingkungan sekitar (Nurhayati, 2013). 10. Pembalut/Pantyliner

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 377 responden (98,4%) berisiko kanker serviks karena responden tersebut tidak menggunakan pembalut


(2)

★6

kain. Jarangnya peredaran pembalut kain di pasaran yang membuat responden berisiko kanker serviks karena tidak memakai pembalut kain, selain itu

kesadaran responden dalam waktu

penggantian pembalut terhadap risiko kanker serviks masih kurang.

Menurut Arum (2015) mengemukakan

bahwa menggunakan pembalut baik

pantyliner atau pembalut saat menstruasi

bisa menyebabkan kanker serviks,

pembalut/pantyliner tersebut adalah

pembalut yang mengandung dioksin. Dioksin merupakan bahan pencemar lingkungan. Kemungkinan pembalut yang telah digunakan oleh responden adalah pembalut yang mengandung dioksin, karena peredaran pembalut kain masih jarang dan tidak mudah untuk ditemui. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Julina (2012) mengemukakan bahwa kemungkinan pembalut yang beredar di pasaran mengandung dioksin yang sangat berbahaya bagi kesehatan reproduksi perempuan.

11. Diet

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 383 responden (100%) berisiko kanker serviks karena responden tersebut mengkonsumsi makanan berlemak tinggi. Konsumsi makanan yang berlemak tinggi secara terus menerus maka tubuh akan mengalami peningkatan lemak. Peningkatan lemak akan menstimulasi seksresi asam empedu yang bertindak sebagai surfaktan agresif pada mukosa, sehingga menstimulasi proliferasi.

Faktor-faktor yang beredar meningkatkan

proliferasi dan apoptosis dari sel-sel

pra-kanker, sehingga mempromosikan

pertumbuhan tumor (Calle & Kaaks, 2004 citAulawi, 2013).

Penelitian menunjukkan bahwa 14 responden (3,7%) berisiko kanker serviks karena mengkonsumsi alkohol Menurut

ACS (2014) mengatakan bahwa

mengkonsumsi alkohol juga dapat

meningkatkan risiko penyakit kanker. Alkohol dapat bertindak sebagai iritan dan merusak jaringan tubuh. Sel yang rusak


(3)

✩ ✪

dapat mencoba untuk memperbaiki diri, yang dapat menyebabkan perubahan DNA pada sel-sel yang dapat menjadi langkah menuju kanker.

Kemungkinan penyebab terdapatnya mahasiswi yang mengkonsumsi alkohol karena pada masa dewasa muda sedang mengalami banyak masalah baik internal maupun eksternal. Mereka memiliki lebih banyak tekanan hidup yang dihadapi, sehingga ketika mereka tidak mampu mengatasi masalah tersebut dan tidak mendapatkan koping yang adaptif mereka cenderung lebih melampiaskannya dengan mengkonsumsi alkohol bahkan narkoba untuk menghindari masalah yang mereka hadapi.

Menurut Hurlock (2010) menyebutkan bahwa tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus dihadapi seseorang. Masalah-masalah baru ini dari segi utamanya berbeda dari masalah-masalah yang sudah dialami sebelumnya. 12. Obesitas

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang berisiko kanker serviks dengan kategori tidak berisiko yaitu sebesar 382 responden (99,7%) karena responden tersebut memiliki BMI <40. Menurut Pergola dan Silvestris (2013) mengemukakan bahwa parameter antropometrik yang dapat meningkatkan risiko kanker adalah BMI yang lebih dari 40,0, peningkatan berat badan, dan jumlah lemak tubuh, khususnya lemakvisceral.

Mayoritas responden pada penelitian ini menentukan pola makan yang baik

meskipun seluruh responden

mengkonsumsi makanan berlemak tinggi

tetapi mereka menyeimbangkannya

dengan mengkonsumi sayuran dan buah-buahan, hal ini dikarenakan responden yang baru menginjak di usia dewasa muda

sudah mulai memperhatikan

penampilannya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdurahman (2014) menyatakan bahwa faktor yang paling dominan dalam perilaku diet mahasiswa


(4)

✫8

yaitu konsep diri yang ideal dan

motivasinya yang takut gemuk. 13. Riwayat Keluarga

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 377 responden (98,4%) berisiko kanker serviks karena responden tersebut memiliki riwayat keluarga yang terkena kanker serviks. Menurut ACS

(2014) menyebutkan bahwa kondisi

warisan dari keluarga yang terkena kanker serviks membuat beberapa wanita kurang

mampu melawan infeksi HPV

dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat tersebut.

KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan penelitian ini yaitu pada saat pengambilan data responden peneliti menunggu di samping responden untuk mengisi kuesioner sehingga kebebasan responden untuk mengisi kuesioner pada aspek-aspek sensitif terbatas dan merasa malu untuk menjawab pertanyaan dengan jujur.

KESIMPULAN

Faktor risiko kanker serviks pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Faktor risiko kanker serviks tertinggi pada mahasiswi UMY adalah perilaku diet dengan mengkonsumsi makanan berlemak tinggi.

2. Faktor risiko kanker serviks yang ke-2

pada mahasiswi UMY adalah

penggunaan pembalut/pantyliner. 3. Faktor risiko kanker serviks yang ke-3

pada mahasiswi UMY adalah terpapar asap rokok orang lain.

4. Faktor risiko kanker serviks yang ke-4 pada mahasiswi UMY adalah vaksinasi HPV.

5. Faktor risiko kanker serviks yang ke-5 pada mahasiswi UMY adalah deteksi dini.

6. Faktor risiko kanker serviks yang ke-6 pada mahasiswi UMY adalah perilaku perineal hygiene.


(5)

✬ ✭

7. Multi partner sex, seksual dini, multi paritas, penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, merokok, obesitas, dan riwayat kehamilan tidak merupakan faktor risiko kanker serviks pada mahasiswi UMY.

SARAN

Mahasiswi diharapkan untuk selalu menjaga pola makan yang sehat serta mengurangi konsumsi makanan yang berlemak tinggi untuk mengurangi risiko

terjadinya kanker khususnya kanker

serviks. Mahasiswi diharapkan untuk lebih cermat memilih pembalut yang tidak

mengandung dioxin dan mengganti

penggunaan pembalut yang berbahan dioxin dengan pembalut kain yang lebih alami untuk mencegah terjadinya kanker serviks.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan

dapat melakukan penelitian mengenai

masalah kesehatan mahasiswa dengan perilaku diet yang tidak sehat terhadap penyakit kanker serviks. Selain itu, untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan

penelitian mengenai kanker serviks dengan memperhatikan aspek-aspek yang sensitif terhadap responden agar hasil yang dicapai lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

a. Abdurrahman, Fadlullah. (2014). Faktor-Faktor Pendorong Perilaku Diet Tidak Sehat pada Wanita Usia Dewasa Awal Studi Kasus pada Mahasiswi Universitas Mulawarman. Journal Psikologi, Vol 2, No. 2. (Hlm 163-170).

b. American Cancer Society. (2014). Cervical Cancer Prevention and Early Detection. Diakses 31 Oktober 2015 dari

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcont ent/003167-pdf.pdf

c. American Cancer Society. (2014). Alcohol Use and Cancer. Diakses 5 November 2015 dari

http://www.cancer.org/acs/groups/content/@healthpromoti ons/documents/document/acsq-017622.pdf

d. Arum, Sheria Puspita. (2015). Stop Kanker Serviks: Panduan Bagi Wanita Untuk Mengenal, Mencegah & Mengobati. Yogyakarta: Notebook.

e. Aulawi, T. (2013). Hubungan Konsumsi Daging Merah dan Gaya Hidup Terhadap Risiko Kanker Kolon. Kutubkanah. Vol. 16, No.1 (Hlm. 37-45).

f. Center for Disease Control and Prevention. (2015). HPV Vaccines: Vaccinating Your Preteen or Teen. Diakses 25 November 2015 dari

http://www.cdc.gov/vaccines/parents/diseases/teen/hpv.ht mln

g. Dewi, I Gusti Agung Ayu Novya., Sawitri, Anak Agung Sagung., Adiputra, N. (2013). Paparan Asap Rokok dan Higiene Diri Merupakan Faktor Risiko Lesi Prakanker Leher Rahim di Kota Depansar tahun 2012.Public Health and Preventive Medicine Achieve, Vol.1. No. 1. (Hlm. 84-91).

h. Fitriani, R. (2011).Faktor Risiko Kejadian Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji, Rumah Sakit Islam Faisal dan Rumah Sakit Umum Pusat Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011. Karya Tulis Ilmiah Strata Dua, Universitas Hasanudin, Makassar.

i. GLOBOCAN (IARC). (2012). Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. Diakses 2 Juni 2015 dari

http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx

j. Hurlock,Elizabeth B. (2010). Psikologi Perkembangan. Edisi Lima. Jakarta: Erlangga (Original Work Published 1980).

k. Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi Perkembangan. Edisi Satu. Jakarta: Pernada Media Group.

l. Julina. (2011). Analisa Perilaku Konsumen Perempuan Terhadap Kesehatan Kesehatan Reproduksi dan Perilaku Penggunaan Pembalut. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Universitas Islam Negeri Suska Riau, Riau.

m. Kemenkes RI. (2015). InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI: Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia. Diakses 25 Mei 2016 dari

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pu

sdatin/infodatin/infodatin-hari-tanpa-tembakau-sedunia.pdf

n. Kemenkes RI. (2015). InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI: Stop Kanker. Diakses 2 Juni 2015 dari

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/info datin/infodatin-kanker.pdf


(6)

✮ ✯ o. Maulina, Renggalis. (2012). Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Pengetahuan Tentang Pap Smear pada Wanita Usia Subur (Wus) di Kemukiman Lamnga Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Kesehatan Masyarakat. D-IV Kebidanan. STIKes U’Budiyah Banda Aceh. Aceh

p. National Cancer Institute (NCI). (2014). Pap and HPV Testing. Diakses 10 Desember 2015 dari

http://www.cancer.gov/types/cervical/pap-hpv-testing-fact-sheet

q. Notoatmodjo, Soekidjo. (2012).Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

r. Nurhayati, Annisa. (2013). Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Vaginal Hygiene terhadap Kejadian Keputihan Patologis pada Remaja Putri Usia 13-17 Tahun di Daerah Pondok Cabe Ilir. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah., Jakarta.

s. Pergola, Giovanni De & Silvestris, Franco. (2013). Obesity as a Major Risk Factor for Cancer. Journal of Obesity, Vol 2013. (Hlm 1-11).

t. Pratamaningtyas, Susanti. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Wanita Usia 15-26 Tahun Dengan Minat Mengikuti Imunisasi HPV (Studi di Desa Wonorejo Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri). Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, Vol IV Nomor 1 (Hlm. 1-5).

u. Rahmayanti, Novita. (2012). Perilaku Perawatan Kebersihan Alat Reproduksi dalam Pencegahan Kanker Serviks pada Siswi SMAN 9 Kebon Pala Jakarta Timur. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.

v. Sari, Adelia Perwati., Syahrul, Fariani. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Vaksinasi HPV pada Wanita Usia Dewasa.Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol 2. No. 3. (Hlm. 321-330).

w. Sondakh, Enggar Atmadja., Kundre, Rina., Bataha, Yolanda. (2014). Hubungan Pengetahuan Tentang Kebersihan Perineal dengan Kejadian Keputihan pada Siswa Putri di SMA Negeri 1 Pineleng.Jurnal Penelitian. Diakses 27 Mei 2016 dari

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/5 607/5141

x. Susilawati., Yuviska, Ike Ate. (2016). Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Reproduksi Di Desa Rata Agung Kecamatan Lemong Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2014.

Jurnal Kebidanan. Vol 2 Nomor 1. (Hlm. 20-23). y. Tarupay, Aditya. (2014). Perilaku Merokok Mahasiswi Di

Kota Makassar. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Hassanudin, Makassar.

z. Umaroh, Ayu Khoirotul., Kusumawati, Yuli., Kasjono, Heru Subaris. (2016). Hubungan Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Vol 10 Nomor 1. (Hlm. 65-75).

aa. Wahyuningsih, Tri., Mulyani, Erry Yudhya. (2014). Faktor risiko terjadinya lesi prakanker serviks melalui deteksi dini dengan metode IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).Forum Ilmiah. Vol. 11. Nomor 2. (Hlm. 192-209). bb. Yuliwati. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku WUS dalam Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Metode IVA di Wilayah Puskesmas Prembun Kabupaten Kebumen Tahun 2012. Karya Tulis Ilmiah strata satu. Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.