Tindak Pidana Korupsi Keuangan Negara

2.2.1 Tindak Pidana Korupsi

2.2.1.1 Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 2.2.1.2 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sesuai Pasal 2 dan 3 UU No. 31 tahun 1999

2.2.2 Keuangan Negara

Dalam undang-undang pengertian keuangan Negara adalah Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik yang dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya : 2.2.2.1 Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat Daerah. 2.2.2.2 Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik NegaraBadan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan Perusahaan yang menyertakan Modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. 2..2.3 Perekonomian Negara Kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan atau usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik ditingkat pusat maupun ditingkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. sesuai dengan Perekonomian Negara dalamPasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang bermaksud mengantisipasi atas penyimpangan keuangan atau perekonomian negara yang dirasa semakin canggih dan rumit. Oleh karenanya tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-undang ini dirumuskan seluas-luasnya sehingga meliputi perbuatan- perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum. 2.3.Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi terdiri dari 2 unsur, yaitu : 2.3.1 Unsur-unsur subyektif yang meliputi : 2.3.1.1 Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 2.3.1.2 Perbuatan melawan hukum; 2.3.2 Unsur-unsur objektif yang meliputi : 2.3.2.1 Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya; 2.3.2.2 Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara 2.4.Fenomena Korupsi di Indonesia Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia 2.4.1 Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada. 2.4.2 Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num”lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnisekonomi, sosial, keaga- maan,kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya. 2.4.3 Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak diantara mereka yang tidak mampu. 2.4.4 Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih“kepentingan rakyat”. Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut : 2.4.1 Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu. 2.4.2 Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum. 2.4.3 Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencarikeuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat. 2.4.4 Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dankekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup. 2.4.5 Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yangmengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar rakyat. 2.4.6 Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidangpolitik dan ekonomi-bisnis. 2.4.7 Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan danhirarki politik kekuasaan.

BAB III PENUTUP

1.1 KESIMPULAN