ABSTRAK NASIONALISME DALAM FILM (Studi Analisis Hermeneutik Kandungan Nasionalisme Dalam Film Darah Garuda Dan Tanah Air Beta)

(1)

ABSTRACT

NATIONALISM IN FILM

(Studies Hermeneutic Content Analysis of Nationalism In the Eagle Blood And Motherland film)

By:

RAHAYU LESTARI

Film is one of contemporary mass communication tools. Film became one of the media are believed to carry a separate discourse to the audience. Including the discourse on nationalism. Nationalism evolved from time to time as a continuous history with her role in the dynamics of each era.With the presence of Indonesian nationalism capable of becoming an independent nation from invaders and successfully proclaimed himself as a sovereign nation on August 17, 1945.

The formulation of the problem of this study include (1) How does the construction and content of nationalism in the Eagle Blood And Motherland film?, (2) Comparison of packaging the message of nationalism, both of the Eagle Blood And Motherland film?, (3) What is the significance of nationalism based on their contexteach?. This study aims to identify, describe in order to understand the construction, packaging the message, and the significance of nationalism in the Eagle Blood And Motherland film content. This type of research is using descriptive qualitative Hermeneutics (Paul Ricoeur) as a tool of analysis. Hermeneutics is the science or the expertise to interpret the message to obtain optimal understanding. Through an overall understanding and comprehension part of the Eagle Blood And Motherland film will get a complete understanding of Indonesian nationalism representation of both cinema.

Primary data of this study are text or content of the the Eagle Blood And Motherland film. Secondary data was obtained by literature study. The data was collected to watch, observe, and classify the unit of analysis that comes from both


(2)

that have been identified in the film; prepare conclusions of understanding.

The conclusion of this study include (1) Construction Eagle Blood film contains the meaning of nationalism that is based on elements of religiosity, and ethnicity. There are a total of 39 scene lasted 51 minutes 19 seconds (50%) containing the nationalism of the whole scene lasted 105 minutes. While construction of the Motherland film contains meaning nationalism based on cultural elements, and ethnicity. There were 35 scenes of a duration of 41 minutes 5 seconds (44%) containing the nationalism of the whole scene lasted 95 minutes. It was therefore concluded Indonesian nationalism based on two elements of the film is based on religious, ethnic, and cultural, (2) Comparison / difference packaging the message in both films can be found on the approach path and scene description. Eagle Blood film packed meaning of nationalism with a long flow-dynamic and powerful approach to ideology. While the motherland film packed meaning of nationalism with short-linear grooves and strong cultural approach.It was therefore concluded Indonesian nationalism is often internalized by the ideological and cultural approach to both individuals prior collective. This also shows the potential of film as a medium of national integration and planting media values one of which the values of nationalism (nationalism), (3) The significance of the message of nationalism in the Eagle Blood is gathering strength as the driver of the nation begins with individuals / citizens who are united to maintain the independence and sovereignty. In the Motherland film is the significance of nationalism as a spur to wholeness / unity of the nation, there was a relationship between citizens of the nation and vice versa, the relationship

both as a system.


(3)

xiii

ABSTRAK

NASIONALISME DALAM FILM

(Studi Analisis Hermeneutik Kandungan Nasionalisme Dalam Film Darah Garuda Dan Tanah Air Beta)

Oleh:

RAHAYU LESTARI

Film merupakan salah satu alat komunikasi massa kontemporer. Film menjadi salah satu media yang diyakini dapat membawa suatu wacana tersendiri bagi khalayaknya. Termasuk wacana tentang nasionalisme. Nasionalisme berkembang dari masa ke masa sebagai sejarah berkelanjutan dengan dinamisasi perannya di masing-masing zaman. Dengan adanya nasionalisme bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang merdeka dari penjajah dan berhasil memproklamasikan diri sebagai bangsa berdaulat pada 17 Agustus 1945.

Adapun rumusan masalah penelitian ini antara lain adalah (1) Bagaimana konstruksi dan kandungan nasionalisme dalam film darah garuda dan Film Tanah Air Beta?; (2) Perbandingan pengemasan pesan nasionalisme dalam kedua film tersebut?; (3) Apa signifikansi nasionalisme berdasarkan konteks masing-masing kedua film?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menggambarkan dalam rangka memahami kontruksi, pengemasan pesan, dan signifikansi kandungan nasionalisme dalam film Darah Garuda dan film Tanah Air Beta. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan Hermeneutika (Paul Ricoeur) sebagai alat analisa. Hermeneutika adalah ilmu atau keahlian menginterpretasikan pesanuntuk mendapatkan pemahaman yang optimal. Melalui pemahaman keseluruhan dan pemahaman bagian dari sinema Darah Garuda dan Tanah Air Beta akan didapatkan pemahaman yang lengkap tentang representasi nasionalisme Indonesia dari kedua sinema.

Data primer penelitian ini berupa teks atau isi dari film darah garuda dan tanah air beta. Data sekunder diperoleh dengan studi literatur. Pengumpulan data dilakukan dengan menonton, mencermati, dan mengelompokkan satuan analisis yang bersumber dari kedua film. Analisis film ini dilakukan dengan beberapa tahapan antara lain menonton dan membaca Film; memahami makna keseluruhan cerita dengan analisis naratif; memahami bagian-bagiannya yang berupa satuan analisis


(4)

xiv

data; mendaftar wacana-wacana yang sudah teridentifikasi dalam film; menyusun kesimpulan pemahaman.

Kesimpulan penelitian ini antara lain (1) Konstruksi film Darah Garuda memuat makna nasionalisme yang didasari oleh unsur religiusitas, dan etnisitas. Terdapat sebanyak 39 adegan berdurasi 51 menit 19 detik (50 %) mengandung nasionalisme dari keseluruhan adegan berdurasi 105 menit. Sementara konstruksi film Tanah Air Beta memuat makna nasionalisme yang didasari oleh unsur kebudayaan, dan etnis. Terdapat sebanyak 35 adegan berdurasi 41 menit 5 detik (44 %) mengandung nasionalisme dari keseluruhan adegan berdurasi 95 menit. Maka disimpulkan nasionalisme Indonesia berdasarkan dua film ini didasari oleh unsur religius, etnis, dan kebudayaan; (2) Perbandingan/perbedaan pengemasan pesan pada kedua film dapat ditemukan pada alur dan pendekatan deskripsi adegan. Film Darah Garuda mengemas makna nasionalisme dengan alur yang panjang-dinamis dan pendekatan ideologisasi yang kuat. Sementara Tanah Air Beta mengemas makna nasionalisme dengan alur yang pendek-linier dan pendekatan cultural yang kental. Maka disimpulkan nasionalisme Indonesia seringkali dihayati dengan pendekatan secara ideologis dan cultural baik individu terlebih kolektif. Hal ini sekaligus menunjukkan potensi film sebagai media integrasi bangsa dan media penanaman nilai-nilai salah satunya nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme); (3) Signifikansi pesan nasionalisme pada film Darah Garuda adalah sebagai pendorong terhimpunnya kekuatan bangsa berawal dari individu/warga negaranya yang bersatu untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan. Pada film Tanah Air beta signifikansi nasionalisme adalah sebagai pendorong keutuhan/kesatuan bangsa, ada keterkaitan antara warga negara terhadap bangsanya dan sebaliknya, dalam hubungan keduanya sebagai suatu sistem.


(5)

ii

HALAMAN PENGESAHAN 1. Tim penguji

Ketua : Dr. Abdul Firman Ashaf, S.I.P, M.Si. …………

Penguji Utama : Drs. Sarwoko, M.Si …………

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si NIP. 19580109 198603 1 0002


(6)

i

Judul Skripsi : NASIONALISME DALAM SINEMA

(Studi Analisis Hermeneutik Kandungan Nasionalisme Dalam Film Darah Garuda Dan Tanah Air Beta)

Nama Mahasiswa : Rahayu Lestari Nomor Pokok Mahasiswa : 0716031058 Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Abdul Firman Ashaf, S.I.P, M.Si NIP. 19721111 199903 1 001

2. Ketua Jurusan

Drs. Sarwoko, M.Si


(7)

MOTTO

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang

dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak

memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat

menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu

hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.

(QS. Al-Imran : 160)

Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan

barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah

yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (QS. Al Baqoroh: 269)

“Bersungguh-sungguhlah dengan kehinaanmu, niscaya Ia menolong dengan kemuliaan-Nya. Bersunguh-sungguhlah dengan ketidak berdayaanmu, niscaya Ia akan menolongmu dengan kekuasaan-Nya. Dan bersungguh-sungguhlah dengan kelemahanmu, niscaya Ia akan menolongmu dengan kekuatan-Nya.” (Ibnu „Athailah)

“Aku hanya telah terla

njur mengerti tentang diriku

sendiri... Maka tak kan ada yang boleh berlari pergi..., kecuali

setelah

ku berarti.” (Rahayu Lestari)

“Bermimpilah! Dan tetaplah sukses dengan bermimpi untuk masa depan. Jika aku mau, pasti semua aku rengkuh atau ikhlash dalam totalitas...” (Rahayu Lestari)

“Kesungguhan itu di awal, di pertengahan, dan di akhir... Malulah memilih,

jika tak siap menuai konsekuensi !!!” (Rahayu Lestari)


(8)

Kehadirat-Mu Duhai Yang Maha Agung... Bermula, beredar dan

berakhirku atas daya-Mu. Cinta & ridlo-Mu adalah tumpuanku...

dengan apa dapat ku sembahkan syukurku yang cela ini...?

Teruntuk Ibunda & Ayahanda tercinta...

Dari kejauhan ku mohon restu. Dengan hikmah yang Ayah-Bunda wariskan aku

berjalan. Dengan jiwa yang Ayah-Bunda turunkan aku tegak bertahan. Segala

prestasi ini untukmu Ayah-Bunda sayang...

Buat kakak, Mb’Opi, Mb’Ani,

& Pelita hatiku yang mungil: Anna Khoirunnisa

Indah Kesuma Maskuri Hakim

Khusus untuk “sang separuh jiwa”, “belahan hati” yang akan menjadi teman setia dalam perjalanan panjang hidupku... (kita akan bangun rumah di Taman Firdaus, aamiin ^^)

Tak lupa...”Orange Colour”...and “Green Campus”...

Almamater tercinta.

... Inilah Karya Kecilku ... dengan Bismillah...


(9)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Rahayu Lestari. Panggilannya adalah Ayu. Nama pemberian Ayahnya itu mengandung do‟a yang besar. Rahayu berarti selamat, dan Lestari berarti terjaga dan terpelihara. Kedua orang tuanya berharap agar yang bersangkutan menjadi orang yang selalu selamat dunia dan akhirat, terjaga dari hal-hal yang tidak baik, & terpelihara kemulyaannya dengan potensi dan kebaikan yang dikaruniakan Allah kepadanya (aamiin). Makna tersebut menjadi filosofi tersendiri bagi si pemilik nama. Hobinya membaca, diskusi, menulis, traveling, berorganisasi, dan mendengarkan musik. Anak bungsu dari Bapak Abdul Rohim (Alm) dan Ibu Rumpini (Alm) ini menyongsong awal harinya di dunia pada Rabu pagi, 15 Februari 1989 di RS Bersalin Restu Ibu, Teluk Betung Bandar Lampung. Sejak kecil Ibunya menanamkan pendidikan agama yang cukup ketat. Pada usia 5 (lima) tahun ia sudah dimasukkan ke Lembaga Pendidikan Islam (LPI) TKA/TPA Nurul Yaqin dan dijalaninya sampai menjelang kelas 5 SD. Selama itu ia juga aktif di keg. ekstrakurikuler TPA bidang seni tari, pidato, dan teater Islami. Ia juga pernah menyabet juara sebagai santri teladan LPI (1998). Proses ini memberikan spiritual basic yang menjadi pondasi moralnya.

Tahun 1996, ia mengenyam pendidikan formal pertamanya di SDN 4 Talang, Teluk Betung Bandar Lampung. Tanpa bersekolah TK, ketika masuk SD ia telah mampu membaca dikarenakan semangat belajar mandirinya (autodidak) dibantu kakak dan mbak-nya sebelum mendaftarkan diri ke SD. Tahun 1999, memasuki kelas 4 ia dipindahkan ke SDN 1 Talang sebagai salah satu siswa terbaik yang terpilih untuk mengikuti program kelas unggulan selama 2 tahun (saat itu telah mempelajari Bahasa Inggris), bersama dengan 19 orang siswa dari 2 sekolah lain. Sayangnya disebabkan suatu hal, pada kelas 5 SD semester akhir ia mengikuti kedua orang tua dan keluarganya pindah ke Sidomulyo Lampung Selatan. Dan di SDN 4 Sidoharjo ia melanjutkan pendidikannya. Sampai lulus dengan nilai yang memuaskan sebagai predikat terbaik. Ia juga pernah meraih Juara 1 Olimpiade MTK tingkat Kecamatan Sidomulyo tahun 2000. Sejak kelas 1 s.d kelas 6 ia memang hanya 2 kali mengalami penurunan rangking, yakni rangking 2 dan 3 pada kelas 3 dan 5. Di SD ia juga pernah aktif di kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan UKS (Unit Kesehatan Sekolah).

Sejak kecil ia memang tergolong prestatif. Tahun 2001, ia diterima di SMPN 6 Bandar Lampung dan berturut-turut selalu meraih juara umum ke-1 di sekolahnya. Sebagaimana waktu SD, ia hanya 2 kali mengalami penurunan, yakni ketika kelas 2 (juara umum ke-3) dan kelas 3 (juara umum ke-2) masing-masing di semester


(10)

v

akhir. Ia pun berhasil menjadi salah satu siswa terpilih kelas B. Inggris Khusus pada tahun 2002. Seolah tidak lupa dengan hasrat organisatorisnya, penulis aktif di beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Kelas 2 SMP ia terpilih menjadi Sekretaris Umum OSIS. Di tahun yang sama, ia juga aktif di Paduan Suara, dan PASKIBRA. Ia pun pernah aktif di Olahraga Basket (meski hanya 4 kali latihan) dan Volly. Di kelas 3 SMP ia terpilih sebagai Ketua KIR (Kelompok Ilmiah Remaja).

Setelah lulus SMP, ia berniat untuk melanjutkan pendidikannya ke SMK. Agar setelah lulus dapat langsung bekerja untuk membantu Ayahnya yang sudah Single Parent ketika itu. Dan SMKN 4, salah satu SMK favorite di Bandar Lampung menjadi pilihannya. Merasa khawatir akan banyak pesaingnya. Ia tidak memilih Akuntansi melainkan memilih Administrasi Perkantoran sebagai jurusan studinya. Padahal setelah itu ia berfikir bahwa perkiraannya di awal itu tidak tepat juga, karena ia ketahui teman sekelasnya di SMP dulu malah diterima di jurusan Akuntansi itu. Namun ia tidak terlalu menyesalinya karena ia termasuk orang yang sangat yakin dengan “ketentuan Allah” yang ikut andil atas itu semua. Sebagaimana ketika TPA, SD, dan SMP, di SMK pun ia termasuk siswa yang menonjol dan konsisten mempertahankan peringkat terbaiknya di kelas. Sehingga sekali pun turun hanya 3 kali dan berkisar pada peringkat 1-3 saja. Sebagai organisatoris, ia pun mengikuti beberapa kegiatan antara lain ECC (English Conversation Club), OSIS, SKR (Sanggar konsultasi remaja), dan ROHIS. Meskipun memasuki kelas 2 SMK ia memutuskan untuk hanya aktif di satu kegiatan saja yakni ROHIS, namua ia tetap dapat mengaktualisasikan hobinya dalam hal hiking (tadabbur alam), seni dan sastra dalam puisi dan teater Islami, juga dapat memenuhi kehausannya untuk belajar lebih dalam mengenai Islam. Sejak saat itulah ia mulai mengenal organisasi kepemudaan Islam sampai ia pun aktif dalam organisasi pelajar Islam Bandar Lampung FKPM (Forum Komunikasi Pelajar Muslim/sekarang FORKAPMI) sebagai anggota bidang Eksternal. Beberapa prestasinya antara lain peserta seleksi LKS SMKN 4 BDL 2006, Juara 1 LCT ROHIS 2005, 5 Besar Reporter Kampus MQ FM Lampung 2006, Peserta terpilih Tes TOEIC Regional 2006. Di kelas 2 SMK, ia harus survive untuk tetap tabah menghadapi kenyataan Sang Ayah menyusul Ibunya ke pangkuan Ilahi. Dan sejak saat itulah menjadi awal dinamika hidupnya yang penuh tantangan yang lebih menguji dari sebelumnya.

Setelah lulus SMK, ia justru kekeh dan semakin yakin untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Atas keinginan tersebut, konsekuensi yang harus ditanggungnya adalah mengupayakan biaya pendidikan mandiri. Akhirnya, dengan tekad yang kuat ia pun nekad membeli formulir pendaftaran SPMB (IPS) dengan merogoh uang tabungannya. Ia sadar betul harus bertanggungjawab penuh atas keputusannya itu sehinga meskipun tidak memungkinkan untuk mengikuti Bimbel intensif sebelumnya karena keterbatasan biaya. Dengan optimisme ia memanfaatkan hari-harinya menjelang tes dengan jurus andalannya (belajar secara autodidak). Berbekal modul-modul soal yang ia potokopi dari tetangga dan temannya, ia melangkah pasti. Sampai akhirnya namanya pun tertulis sebagai salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi Unila.

2007 adalah gerbang penempaannya menuju berbagai perubahan pada dirinya. Sebagai mahasiswa yang harus juga membiayai pendidikannya sendiri. Ia harus membagi waktunya juga untuk bekerja paruh waktu (part time). Sehingga ia pun tidak terlalu fokus mengejar prestasi akademik sebagaimana pada jenjang


(11)

vi

pendidikan sebelumnya. Namun begitu, ia tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai akademiknya. Ia pun berhasil memperoleh beasiswa PPA dan BBM semasa kuliah. Hasrat ulung organisatorisnya pun tak dapat dikekang. Di awal semester ia pernah semi aktif di HMJ Ilmu Komunikasi, Republika, ESO (English Society), dan pernah mengembalikan formulir pendaftaran di Teknokra, ZOOM, dan BEM-U (sayang tidak ia lanjutkan). Juga Birohmah (meski aktif setengah semester saja), FSPI FISIP, & KAMMI (dua organisasi yang dipertahankannya sampai semester akhir di kampus). Ia pernah dipercaya sebagai waketum FSPI (2009-2010), dan beberapa kali amanah berbeda di KAMMI (Staff kaderisasi KAMMI Komsat.Sosial 2008-2009; Sekretaris bid.kaderiasi KAMMI Komsat. Sosial 2009-2010; Sekretaris Dept. Kaderisasi KAMMI Unila 2009-2010; Staff Dept. Infokom KAMDA Lampung 2010-2011; Staff Dept. Kaderisasi KAMDA Lampung 2010-2012).

4 (empat) tahun perjalanannya di kampus hijau meretas episode dan pengalaman hidup yang amat berkesan baginya. Dari berbagai aktifitasnya itu baik akademik dan non akademik, ia mendapatkan begitu banyak pembelajaran. Dari begitu banyak orang dan komunitas yang dikenalnya ia memperoleh banyak khazanah dan hikmah. Beberapa pengalaman dan prestasinya yang lain diantaranya:

1. Tunas Muda Forum Kerja Sama Alumni Rohis (FKAR) (2007-2008) 2. Tim Kerja Sekolah (TKS) ROHIS SMKN 4 B. Lampung (2007-2009) 3. Terbit opini “perilaku politik wanita” SKH Lampost (2008) 4. Makalah terpilih LKMI- TM Birohmah Unila (2009)

5. Terbit opini “andai pemimpinku seperti dua umar” SKH Radar Lampung (2010) 6. Terbit opini “cerdas bermedia” SKH Lampost (2010) 7. Terbit opini “Spirit 17 Agustus” SKH Radar Lampung (2010) 8. Lolos tahap administrasi PKM-K “Pengembangan PAUD” (2010) 9. Finalis 10 Besar Proposal Bisnis BEM Unila (2011) 10. Lolos tahap administrasi Karya Ilmiah Hibah MITI-Mahasiswa (2010)

11. Praktek Kuliah Lapangan (PKL) di Dinas Komunikasi dan Informatika Propinsi Lampung seksi Pengkajian Informasi, aspirasi, dan opini publik (2010)

12. Announcer dan Asisten Produksi MQ FM Lampung (2007-2010) 13. PIC Educare Rumah Zakat Lampung (2010)

14. Berbagai pelatihan dan seminar yang telah diikutinya (LKMI TD/TM, TFT, TCT, Tryning Jurnalistik, Tryning riset, Tryning instruktur daerah, Seminar enterpreneur, Seminar kepemudaan, Seminar Muslimah, Pelatihan tahsin AlQur‟an Metode Utsmani taraf internasional, dll)

15. dll.

Pesannya untuk para pembaca khususnya para mahasiswa dan pemuda: agar dapat memaksimalkan masa muda karena ia tidak akan kembali, dan senantiasalah meningkatkan kualitas diri untuk kehidupan yang lebih baik, jangan menyerah dengan keterbatasan dalam menggapai cita, dan jadikan hidup di sekitar pun penuh kebahagiaan.* (HIDUP MAHASISWA!)


(12)

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini Saya:

Nama : Rahayu Lestari

NPM : 0716031058

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Alamat Rumah : Jl. Hj. Zubaidah Blok A Perum. Bukit Bakung Indah Kel. Bakung Kec. Teluk Betung Barat Bandarlampung 35238

Dengan ini menyatakan, bahwa skripsi saya yang berjudul Nasionalisme Dalam Sinema (Studi Analisis Hermeneutik Kandungan Nasionalisme Dalam Film Darah Garuda Dan Tanah Air Beta) adalah benar-benar hasil karya sendiri, bukan plagiat (milik orang lain), ataupun dibuatkan oleh orang lain.

Apabila di kemudian hari hasil penelitian atau skripsi saya, ada pihak-pihak yang merasa keberatan maka saya akan bertanggungjawab sesuai dengan peraturan yang berlaku dan siap untuk dicabut gelar akademik saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dalam tekanan pihak-pihak manapun.

Bandarlampung, 5 Januari 2012 Saya yang menyatakan,

Rahayu Lestari NPM. 071603158


(13)

xii

SANWACANA

Puji Syukur kehadirat Allah Swt. Atas segala nikmat, kekuatan, kemudahan, dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nasionalisme Dalam Sinema (Studi Analisis Hermeneutik Kandungan Nasionalisme Dalam Film Darah Garuda dan Tanah Air Beta)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Lampung. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada prototype integralnya kepribadian seorang Muslim, Rasulullah Saw., beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.

Begitu banyak pihak yang telah turut mendukung baik secara materil maupun immateril selama penulis menjalani studi di Kampus Hijau Universitas Lampung, khususnya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis merasa sangat berbahagia pada kesempatan ini bermaksud mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bpk. Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan FISIP Universitas Lampung.

2. Bpk. Drs. Sarwoko, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi sekaligus dosen (pembahas) saya. Sebuah keteladanan tersendiri dari Bpk. tentang interaksi yang harmonis dengan siapa pun. Terima kasih untuk setiap nasihat, pengajaran, bimbingan, dan persaudaraan yang berkesan. Semoga Bpk selalu sehat dan diberkahi, aamiin.

3. Dosen pembimbing Bpk. Dr. Abdul Firman Ashaf, S. IP. M.Si. Terima kasih untuk diskusi-diskusi renyah dan pencerahannya Pak. Juga motivasi, tuntunan, nasihat, & yang pasti keikhlasan dan kesabaran Bapak menghadapi saya (hehee). Mohon maaf telah merepotkan.

4. Pembimbing Akademik terdahulu Ibu Tina Kartika, M.Si. dan pembimbing akademik saya saat ini Bpk. Toni Wijaya, M.Si. (saya sangat ingat dengan pembelajaran dari Ibu dan Bapak, terima kasih banyak). Dan Para Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi. Terima kasih banyak dosen-dosenku yang mulya.


(14)

xiii

5. Supergala Plus-plus... (lbh enak dibaca Mples2...). Si Holly S.I.Kom. yang dewasa, hemm...sharing2 semriwing... . Bolly S.I.Kom. yang caem & perhatian (“Good alarm”). Manda S.I.Kom., Esti Retnowati C.S.I.Kom (segera S.I.Kom). Terima kasih sahabat2 ku, pokoknya kita harus kudu mesti jalan2 nanti. Juga, untuk sahabat2 pilihan... Yuni Haryati S.IP., jzk...kh ktsrn untuk setiap ketulusan yang mengokohkan langkah. Khamida Khairani, terima kasih ya da.... Ukhti Lia Lathifa, jzk...utk persahabatan yang luruh dan nyata. Bersama kalian semua, semakin indah perjalanan ini. Susah-senang. Banyak cerita kita. Sukses!

6. Keluarga kecilku di Rumah Sakit Orange, Forum Studi Pengembangan Islam (FSPI) FISIP Unila. Para punggawa 2009-2010. Tita Y.,dkk. Ukhti Destiana, akhwat supeer... jzk... utk pendampingan yang menguatkan, saat2 kita berjuang bersama begitu heroik, Istiqomah say!. Ukhti Martini, guru “keikhlasan”. Ukhti Endah S. Esti R., ADS yang mau diseret ke kampus dg paksa, („afwan). Dan semua akhwat‟07, Forever sister. Ikhwan CS Jazakumullahu kh ktsrn. Akh‟

Prasetyo N., nahkoda kapal (he) sekaligus rekan kerja yang tangguh!, terima kasih utk banyak pembelajaran dari antum. Akh‟ Guntur WY., kpn2 qt featuring lg ye? (gk tau kapan, he). MasBro Taufan TP. S.I.Kom., muantapb dah! Jzk..., Akh‟ Eko A., (satu2nya IP‟07, betul). Akh‟ Andika G., Jzk sumbangsihnya, dimana bumi dipijak, disitulah kita da‟inya. Akh‟ Hernadi P. Thanks. Akh‟ Irfan, Baironi, and all ikhwan‟07...Terima kasih banyak & maaf untu setiap salah ana ya. Pengurus dan segenap FSPI-er setelah ‟09-‟10 s.d sekarang... Salam hangat persaudaraan untuk antum semua. Andini L., Anisa L., Annisa V., byk PR sa, ku percayakan padamu. Merly caem., makin sholeha ya. Ogas P., Akh‟ S. Rachmadani P., harapan ana besar terhadap antum, titip ya. Hendi A., good job. Bagus P., jenguk2 FSPI-nya Gus, dan semua‟08. Ratih N. & Jule keren, selamat berjuang!. Richa W., kamu bisa dek!. Yurlian F.Ozi

-Neneng TA. (dua sejoli). N.Chusna N.-K. Tika (Ipin-Upin). Haaniifaa..,

Syarif H., Ismail SM., Anda PM., Didi K., Bayu P., Bersatulah!. Esy A., ayo dek bangkit & taklukkan!. Fitri OL., baek2 ya oci. Liyana Z., semangat!.

Afina., sholehah. Dwi H., Mu’jizat, Fahrurozi S., Emil,... & utk semua nama yag tak bisa disebutkan, dah kepanjangan nieh, hehee. Jazakumullah kh ktsrn...ana akan merindukan antum semua. Teruslah berjuang! Solid & sukses!


(15)

xiv

7. Rumah peradabanku. Kawah candradimuka yang terus memanas KAMMI Lampung. Komsos. Akh‟Abas dkk. Akh‟Basrin, Akh‟Mub, Akh‟Waski, Akh‟Rasim, (supeer...). Yuni, Mida, Mb’Ncis, Mb‟Dwi, Mb‟Meta, Mb‟Dewi, Mb‟Irma, Mb‟ Resi, Mb‟Yuyun (Ruaarr biasa!). KAMMILA. Akh‟Beni S., Akh‟Rusli, Akh‟Asis, Akh‟Ahmad Sulaiman, (Allahu Akbar!). Ukh‟Sufiroh, Jzk...utk setiap hal yg tlah kita lewati. Ukh’Isti, Ukhti Yuni FKIP, Ukh‟Ismi S., Ukh‟Ulfa. Dek Candra, Sherly, Vina, Elly, Nurul, Mita yang tetap Rusmiati, Dinda Septi A., Nduk Hanifa, Dek Komalasari, & semua kader yang ana cintai, tetaplah BTP!; Kamda. Akh‟ Hadi P., Akh‟ Beni S., Akh‟ Ghandaru N., Akh‟ A. Sani, Akh‟ Rasim, Akh‟ Robert E. S. S.Pd., Akh‟ A. Prasetya, Akh‟ Rasnal H.B., Akh‟ Busral H., Akh‟ Slamet R., Akh‟ Bayu AW. Sungguh telah ada pada diri-diri antum jiwa yang hidup!. Para srikandi tangguh Kammda (semua), dengan apa yang kita punya, guncangkan kebathilan, pancangkan kebaikan. Antunna adl org2 dg jiwa besar. Tak lupa Yunda & Kanda, Kak Hadi K. dkk, Mb‟Evi dkk. Teman2 IAIN, ZAPA, Metro...salam pergerakan!

8. Saudara-saudara di FSLDK Unila, Mb‟Umil dkk. Teman2 seperjuangan: Dwi S., M. Ulfah., Ida W., Y. Paris., Istika S S., Vira T K., Ulfah (Bundo), (Akhwat2 militan, salam cinta). Akh‟ Yusman dkk. Dan semua penggerak FSLDK Unila yang tidak bisa disebutkan. Salam Futuh! Hmm, wujudkan Unila Madani. Sahabat2 perjuangan di Dakwah Sekolah, Forum Kerjasama Alumni ROHIS (FKAR). Teman2 TKS SMKN4 (Semoga Allah meridloi sedikit amal yang telah kita ikhtiarkan, aamiin). Teruslah berkarya!

9. Keluarga D‟Cocoz-ku. Terima kasih untuk warna-warni kebersamaan kita. Para S.I.Kom: Marlina D., Afdi M., Septi WR. (supergala mancap! Bol xie2 ya dah jd guru prosedural skripsi & wisuda ay),Boengky PW. (tq bongk dah moderatorin seminar hasil), Meylin A. (nona koki yg energik), Regia MS.,

Resty D., Sarah APN. (bahagia melihat perubahanmu), Hernadi P. (Ruarr biaza), Taufan TP. (juragan Pancake, hmm baarokallah), Ajeng TDA.,

Andrawita G., Harfiana., Nis Sih WS., Dewi MY, Fitri MP.,. Arini SP.,

Radhia A., Aulia M., Nessia PML., Winda A., Violita NS., Budi WP., Fhata ZAA. (Pk Asdos gk ada matinya lah ya), Frista BS., Priscilla CS., Kristin N. (trio batak), Ghufron IP. (manthabb!), Heni H., Gayatri S., Werry A., Denis J., Ade RM. (Ayo de q tunggu di puncak Unila), Meirina, Anita R., Melisa AS., Mira SU, Sierta PN. Nurlia G., Ridwan A. (Cem-en makin tumbuh ke


(16)

xv

atas,hee), Ryan L. (Makasih Keng saran2nye di hasil,sip). Ayo segera menyusul untuk sobat2ku: Arde R. (maju terus de!semangat kejar suksesmu!), Ariesta YI. (bareng gak nie?hee), Danny S. (thkz tips fIlm-image save-nya), Desril HK. (ciayow Aril!), Dony ZA., Gintara RY. (11/12 nih duo-ibo), Roles MM., Rudi A., Yasir A., Adrian I. (semangat aja dah) Esti R.(Aq pdmu), Astri NID. (lanjutkan ndah), Nurfita (ayo fit...cepat diselesain SKS-nya,he...). Semoga kita semua sukses dan gemilang masa depan kawan! aamiin. Kakak2 dan mbak2-ku (S.I.Kom): Feri F.S.I.Kom dkk, Mb’ Meta dkk, & keluarga besar Komunikasi Unila, dari angkatan di atas ‟07 s.d yang di bawah ‟07-ke bawahnya (Satu untuk semua ). Salam kompak selalu.

10.Untuk Mas Tur Yanto yang baik hati & tidak sombong, Bpk. Soepitoyo Hadi, S.I.P., Mb’ Nur Marlena, A. Md. (atas keramahtamahan membantu mencari banyak referensi di ruang Baca).

11.Untuk kel. Bpk. Damin Sudjoko dan Bunda Erna & Nyai, terima kasih telah sempat mengisi episode kehidupanku dengan pembelajaran berharga. Maaf atas khilaf & salah, mohon diikhlaskan. Kel. mb’Ari, jazakumullahu kh katsiron. 12.Untuk my secret teacher. Segala keikhlasan & bimbingan, serta bantuannya baik

materil maupun non materil. Do‟akan-ku selalu. Juga Sahabat2 hati in my little unic circle...terus belajar & sukses bersama! Salam sayang, ana uhibbukum fillah. Para mutarabbi. Raihlah kesejatianmu! Semoga kita kembali dapat bersama di Firdaus-Nya, aamiin.

Demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan. Masih begitu banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, tak akan pernah penulis lupakan.Untuk segala dukungan, do‟a, dan bantuan baik moril maupun materil hanya Allah yang dapat membalasnya dengan lebih banyak dan baik. Semoga karya kecil penulis ini pun dapat bermanfaat, aamiin.

B. Lampung, Desember 2011


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Film merupakan salah satu alat komunikasi massa. Tidak dapat kita pungkiri antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Menurut Oey Hong Lee, misalnya menyebutkan, “film sebagai alat komunikasi massa yang kedua di dunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19 (jurnal jiunkpe-ns-S1-51404077-11582-ayat_cinta-chapter 2 pdf-google Docs).

Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur teknik, politik, ekonomi, sosial, dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19. Film mencapai masa puncaknya di antara perang dunia I dan perang dunia II, namun merosot tajam setelah tahun 1945, seiring dengan munculnya medium televisi.

Seiring dengan kebangkitan film muncul pula film-film yang mengumbar seks, kriminal, dan kekerasan. Alex Sobur mengatakan kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, membuat para ahli yakin bahwa film memiliki


(18)

potensi untuk mempengaruhi khalayaknya (jurnal jiunkpe-ns-S1-51404077-11582-ayat_cinta-chapter 2 pdf-google Docs).

Film memiliki kemampuan untuk menarik perhatian orang-orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film memiliki kemampuan mengantar pesan secara unik. Ringkasnya, terlepas dari dominasi penggunaan film sebagai alat hiburan dalam sejarah film, tampaknya ada semacam pengaruh yang menyatu dan mendorong kecenderungan sejarah jika menuju ke penerapannya yang bersifat didaktis-propagandis, atau dengan kata lain bersifat manipulatif. Mc Quail mengungkapkan bahwa film pada dasarnya memang mudah dipengaruhi oleh tujuan manipulatif, karena film memerlukan penanganan yang lebih sungguh-sungguh dan kontruksi yang lebih artifisial pula (melalui manipulasi) daripada media lain (jurnal jiunkpe-ns-S1-51404077-11582-ayat_cinta-chapter 2 pdf-google Docs).

Di Indonesia sendiri film pertama kali dibuat adalah film bisu pada tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng, dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldrop. Saat itu Indonesia belum ada dan masih Hindia Belanda, wilayah jajahan kerajaan Belanda. Pada tahun sebelumnya yakni pada pertengahan tahun 1920-an, film-film dari Tiongkok tiba di Indonesia. Memasuki tahun 1942, berdirinya ANIF (Algemeen Nederlandsch-Indisch Film), sebuah perusahaan film Belanda, menjadi sangat signifikan bagi sejarah produksi film Indonesia karena tiga alasan; pertama perusahaan ini memproduksi sebuah film musikal romantis yang sangat laku, menampilkan karakter orang Indonesia asli yang dimainkan oleh pribumi. Kedua, memproduksi film propaganda pemerintah yang pertama,


(19)

dan ketiga pada tahun 1950, ANIF berubah menjadi perusahaan film negara (PFN), sebuah unit produksi independen milik pemerintah (Sen, 2009: 24-26). Film di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal. Namun memasuki tahun 1990-an film-film hollywood dan Hongkong mulai merambah ke dunia perfilman Indonesia (Sen, 2009: 24-26).

Film menjadi salah satu media yang diyakini dapat membawa suatu wacana tersendiri bagi khalayaknya. McQuail mengungkapkan sebagai media, film pun sebagaimana media lain yang dapat menyebarluaskan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi budaya masyarakat (Jurnal citra perempuan dalam film-Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”-pdf 5.10). Banyak tema-tema yang tidak hanya berisi hiburan ditampilkan dalam film-film Indonesia saat ini, tema-tema perjuangan, fakta sejarah masa lalu, atau sekedar sindiran realita sosial menjadi tema yang rutin diangkat sineas Indonesia di tengah maraknya film horor dan komedi, termasuk juga dengan tema nasionalisme.

Bahkan nasionalisme juga tidak hanya menjadi tema-tema pada film dokumenter, atau pendidikan saja, tetapi dalam film berita atau film iklan pun nasionalisme diwujudkan dalam bahasa film. Dunia perfilman Indonesia pada tahun-tahun terakhir memiliki beberapa film-film bertema nasionalisme atau mengandung unsur-unsur nasionalisme diantaranya: alangkah lucunya negeri ini (2010), garuda di dadaku (2009), King, Denias: senandung di atas awan (2006), laskar pelangi (2008), sang pemimpi, naga bonar, minggu pagi di Victoria Park, tanah air beta


(20)

(2010), dan trilogi merdeka merah putih (2009-2011) (www.kppo.bappenas.go.id).

Beberapa film bertema nasionalisme tersebut pun meraup umpan balik yang signifikan dari khalayaknya. Sehingga berhasil meraih penghargaan, seperti laskar pelangi sebagai salah satu dari 5 film Indonesia fenomenal menurut salah satu majalah online (www.uniknya.com edisi 4 juni 2011, akses 20 Juni 2011). Termasuk di dalam 20 film nasional fenomenal diantaranya Denias senandung di atas awan, naga bonar, garuda di dadaku (jurnal 20 film nasional terbit 4 April 2011, akses 15 september 2011). Selain itu penggambaran yang begitu melekat terhadap Indonesia sendiri dalam film-film nasionalisme tersebut ditampilkan melalui penggambaran simbolik yang berhubungan baik langsung ataupun tidak langsung dengan Indonesia sendiri. Dilihat dari alur cerita yang mengulas peristiwa sejarah, ktitik terhadap kondisi ke-Indonesiaan, dan beberapa menyiratkan harapan terhadap nasionalisme Indonesia.

Dari beberapa film bertema nasionalisme di atas, peneliti tertarik untuk memilih dua film nasionalisme, yakni darah garuda dan tanah air beta. Selain karena keduanya menyimpan gambaran sejarah masa lalu, dan penggambaran nasionalisme yang tersirat. Dimana secara khusus diproduksi berbingkai sejarah nyata bangsa. Darah Garuda trilogi merdeka terinspirasi atas perjuangan bangsa merebut kemerdekaan pada masa penjajahan. Sementara Tanah Air Beta disarikan atas salah satu bagian terpenting bagi integrasi bangsa melalui kebijakan otonomi khusus bagi Timor Timur. Keduanya diproduksi sebagai film bermuatan nasionalisme terbaru pada dua tahun terakhir.


(21)

Darah garuda sendiri merupakan film kedua dari trilogi merah putih yang telah mendapat sambutan meriah, meraih box office pada tahun 2009. Merah putih berhasil merambah festival film internasional dan pasar film termasuk Pusan, Berlin, dan Cannes, terjual baik di bioskop, TV, DVD, video unduh, maupun dalam bentuk hak cipta lainnya di lebih dari sepuluh negara termasuk Inggris, Jerman, Irlandia, Australia, Swiss, dan Republik Ceko (www.indowebster.web.id).

Sebagai film lokal bergaya Hollywood darah garuda (merah putih II) dianggap lebih bagus ketimbang merah putih I, terlepas dari kontroversial anggapan tersebut (Budi Cahyono. 2010. Merah Putih II jelas lebih bagus ketimbang Merah Putih I.www.kumpulantulisanku.wordpresscom.18 September. Akses 13 Maret 2011). Berdasarkan salah satu situs rating film IMDb darah garuda mencapai rating weight average dengan angka 6,6, dan klasifikasi penonton usia di bawah 18 tahun sampai dengan 45 tahun ke atas (http://market.android.com/ akses 15 September 2011).

Sementara untuk film tanah air beta peneliti pilih sebab film ini muncul tepat setelah darah garuda meramaikan dunia perfilman Indonesia di akhir tahun 2010. Dalam Festival Film Bandung (FFB) 2010, film Tanah Air Beta membawa sutradaranya (Ari Sihasale) mendapat penghargaan sebagai sutradara terpuji pertama (http://amriawan.blogspot.com/2010/05/tanah-air-beta-sinopsis-dan-movie.html+tanah+air+beta=www.google.co.id, akses 13 Maret 2011). Berdasarkan situs online goodreads tanah air beta berhasil meraih rating hingga mencapai angka 3,38 dengan kriteria average rating (Sefryana Khairil. Rated


(22)

Tanah Air Beta. Googreads.8259045-tanah-air-beta.htm. May 2010, akses 15 September 2011).

Dalam film darah garuda dan tanah air beta dapat ditemukan ciri/unsur/pengertian nasionalisme Indonesia melalui penggambaran simbolik/teks. Sebagaimana nasionalisme yang dikemukakan oleh Ernest Renan, yakni sebagai kehendak untuk bersatu dan bernegara. Juga diungkapkan oleh Otto Bauar, nasionalisme sebagai suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib.

Penjelasan lengkap oleh Dr. Hertz dalam bukunya berjudul Nationality in History and Politics tentang nasionalisme pun muncul dalam penggambaran simbolik film darah garuda dan tanah air beta. Bahwa nasionalisme mengurai empat unsur, yaitu (1). Hasrat untuk mencapai kesatuan, (2). Hasrat untuk mencapai kemerdekaan, (3). Hasrat untuk mencapai keaslian, (4). Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa (www.bangsaku-Indonesiaku.blogspot.com, akses 17 Maret 2011).

Dalam kedua film tersebut pun muncul penggambaran kombinasi antara nasionalisme, etnisitas, dan religiusitas. Yang dalam ketiga unsur tersebut pada dasarnya menganut ideologinya masing-masing dan mencirikan identitas yang bisa saling berhubungan satu sama lain.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas peneliti pun merasa tepat untuk menjadikan kedua film yaitu darah garuda dan tanah air beta sebagai objek pengamatan bagi fokus bahasan tentang nasionalisme. Peneliti memberikan judul


(23)

“Nasionalisme dalam sinema (studi analitik hermeneutik kandungan nasionalisme dalam film darah garuda dan tanah air beta)” dalam penulisan skripsi ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat peneliti uraikan bahwa rumusan masalah penelitian ini adalah

1. Bagaimana kontruksi dan kandungan nasionalisme dalam film Darah Garuda- trilogi merdeka- dan film Tanah Air Beta?,

2. Perbandingan pengemasan pesan nasionalisme dalam kedua film tersebut?, 3. Apa signifikansi (pentingnya/tujuan) gagasan nasionalisme berdasarkan

konteks masing-masing kedua film?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menggambarkan dalam rangka memahami kontruksi dan kandungan nasionalisme dalam film Darah Garuda- trilogi merdeka- dan film Tanah Air Beta, perbandingan pengemasan pesan nasionalisme dari kedua film tersebut, dan signifikansi nasionalisme berdasarkan konteks masing-masing kedua film.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini yaitu :


(24)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi dan juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan film sebagai salah satu strategi komunikasi.

b. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk beberapa hal diantaranya:

1. Menjadi sumbangan pemikiran peneliti bagi kajian ilmu komunikasi khususnya komunikasi bermedia (film).

2. Menjadi salah satu referensi ilmiah terhadap fenomena perfilman.

3. Diharapkan dapat menjadi salah satu pembaharu deretan karya ilmiah yang dapat menginspirasi dan menumbuhkan semangat nasionalisme dengan memahami fenomena yang lekat di sekitar masyarakat dan bangsa.

4. Diharapkan dapat memberikan gagasan positif atas pemanfaatan potensi perkembangan dunia perfilman kontemporer.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Nasionalisme merupakan salah satu tema nilai kehidupan yang seringkali menjadi perhatian sebagai bahan kajian banyak pihak. Nasionalisme berkembang dari masa ke masa sebagai sejarah berkelanjutan dengan dinamisasi perannya di masing-masing zaman. Suatu nilai sakral di dalamnya seakan mengokohkan keberadaan nasionalisme sebagai faham yang merefleksikan sebuah keyakinan. Dengan adanya nasionalisme bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang merdeka dari penjajah dan berhasil memproklamasikan diri sebagai bangsa berdaulat pada 17 Agustus 1945.

Sejak dulu hingga kini nasionalisme seperti menjadi tema menarik yang tak lekang zaman diketengahkan dalam ruang publik terutama. Dalam forum-forum diskusi hangat dapat kita temukan tema perbincangan berkaitan dengan nasionalisme. Baik forum formal maupun non formal nasionalisme seringkali mengungguli issue-issue utama lainnya. Terlebih jika situasi dan kondisi yang ada pada saat itu mendukung topik tentang nasionalisme diutarakan. Tidak hanya dalam bahasa baku dunia pendidikan, dalam keseharian masyarakat pun kemasan makna nasionalisme seringkali berbalut suku, bahasa, agama, budaya, dan


(26)

kesamaan-kesamaan lainnya di tengah-tengah perbedaan yang ada. Karenanya, nasionalisme tentu menjadi focus issue yang menarik digulirkan bagi bangsa bersemboyan Bhineka Tunggal Ika alias Indonesia.

Nasionalisme acap kali merasuk dalam kemasan pesan bermedia sinema. Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan nasionalisme mengungkapkan bahwa perwujudan nasionalisme berulangkali digambarkan dalam sinema mampu menyegarkan kembali pemaknaan tentang nasionalisme itu sendiri. Selain memberikan gambaran yang baru berdasarkan konteksnya, penelitian dan artikel terdahulu tentang nasionalisme dalam sinema memberikan referensi yang dapat menggambarkan perbandingan tampilan pesan nasionalisme melalui visualisasi/tatanan sinema.

Dalam penelitian ini sebagai pijakan awal peneliti mempertimbangkan lima penelitian terdahulu menyangkut kandungan nasionalisme dalam film. Kelima penelitian terdahulu tersebut dilakukan oleh mahasiswa di beberapa universitas di Indonesia. Dengan metode yang sama yang menggunakan analisis semiotika Ferdinand De Saussure dan Roland Barthes, kelima penelitian tersebut secara garis besar menyimpulkan penggambaran/representasi nasionalisme dalam film melalui kode-kode/simbol yang ada, baik film komersil maupun film cerita. Diantaranya adalah nasionalisme dalam iklan produk dalam negeri, nasionalisme dalam film nagabonar jadi 2, nasionalisme dalam film merah putih, nasionalisme dalam film garuda di dadaku, dan makna nasionalisme dalam film nagabonar jadi 2.

Sementara penelitian nasionalisme dalam film tanah air beta dan darah garuda ini, merupakan penelitian terbaru dengan menggunakan metode analisis hermeneutika


(27)

yang belum pernah digunakan sebelumnya untuk menginterpretasi nasionalisme dalam film. Perbedaan yang muncul jika dibandingkan dengan kelima penelitian terdahulu di atas adalah kedalaman interpretasi yang akan dihasilkan mengingat hermeneutika mengurai pemaknaan melalui konteks. Tanda/kode yang dimaknai bertumpu pada bahasa, baik verbal maupun non verbal, termasuk simbolisasi lain.


(28)

(29)

(30)

(31)

B. Tinjauan Tentang Film

1. Film sebagai komunikasi massa

DeFleur dan Denis (1985) pakar komunikasi massa mendefinisikan komunikasi massa sebagai suatu proses dimana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak dalam jumlah besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara (kuliah.dagdigdug.com/2008).

Gerbner (1967) pun menyepakati bahwa,

“Mass communication is the technologically and institutionally based production and

distribution of the most broadly shared continous flow of messages in industrial societes.”

(Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas).

Hoeta Soehoet mengungkapkan bahwa film merupakan bagian dari Mass periodik. Film pada hakekatnnya adalah medium komunikasi massa sebagaimana terlihat dari ciri-cirinya :

a. Sifat Informasi

Film lebih dapat menyampaikan informasi yang matang dalam konteks yang lebih utuh dan lengkap. Maka informasi dari film dapat disertap khalayak secara mendalam.

b. Kemampuan distorsi

Film sama seperti media massa lainnya dibatasi oleh ruang dan waktu. Untuk mengatasi itu, film menggunakan distorsi dalam proses pembuatannya, baik di


(32)

tahap perekaman gambar, maupun pemaduan gambar yang dapat menempatkan informasi.

c. Situasi komunikasi

Film lebih dapat membawakan situasi komunikasi yang khas sehingga menambah intensitas keterlibatan khalayak. Film menimbulkan keterlibatan yang lebih intim. Keterlibatan penonton dengan suatu film dapat melepaskan diri dari realitas kehidupan yang sesungguhnya.

d. Kredibilatas

Situasi komunikasi film dan keterlibatan emosional penonton dapat menambah kredibilitas suatu produk film. Hal itu dimungkinkan karena penyajian film disertai dengan perangkat kehidupan yang mendukung.

e. Struktur hubungan

Khalayak film dituntut untuk membentuk kerangka komunikasi yang baru setiap kali menonton film agar mendapatkan persepsi yang tepat.

f. Kemampuan perbaikan

Karena tidak memerlukan kecepatan dan kesegeraan, film dapat dibuat lebih teliti. Namun setelah titik tertentu, film tidak dapat lagi diperbaiki, kecuali dengan pemotongan. Jadi tidak ada ralat seperti di media massa lainnya.

g. Kemampuan referensi

Khalayak film mengalami kesulitan referensi dibandingkan dengan khalayak media massa lainnya. Khalayak film harus dapat menyerap informasi pada saat menerima. Kesalahan persepsi dan pengertian tidak dapat diperbaiki, apalagi jika penonton tidak atau belum terbiasa dengan bahasa film yang digunakan.


(33)

Film sebagaimana yang diungkapkan Real, merupakan mass mediated culture yaitu penggambaran budaya sebagaimana adanya seperti yang terdapat dalam berbagai media massa kontemporer, baik tentang golongan elit, awam, orang terkenal atau pun budaya asli masyarakat (Jurnal skripsi citra perempuan dalam film).

2. Film sebagai suatu realitas simbolik

Isi media banyak dilihat oleh pakar media massa sebagai penggambaran simbolik (symbolic representation) dari suatu budaya, sehingga apa yang disampaikan dalam media massa mencerminkan masalah hidup dalam masyarakat dan media massa merupakan pencerminan opini publik. Dalam hal ini media massa dilihat sebagai mekanisme ideologi yang memberikan perspektif untuk memandang realitas sosial. Media juga mengekspresikan nilai-nilai ketetapan normatif yang tidak bisa dipisahkan dari perpaduan antara berita dan hiburan.

Mengenai media film, ada pandangan yang melihat film sebagai media yang menduplikasi media dengan bantuan peralatan dan teknik sinematiknya. Alex Sobur mengungkapkan bahwa film sebagaimana media massa lainnya, lahir sebagai hasil reaksi dan persepsi pembuatnya dari peristiwa dan kenyataan baru yang merupakan suatu realitas kamera. Pandangan seperti ini menyiratkan bahwa realita yang diekspresikan dalam film bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan adalah hasil dari cara tertentu dalam mengkonstruksi realitas. Dengan demikian film bukan semata-mata memproduksi realitas, tetapi juga mendefinisikan realitas (Jurnal skripsi citra perempuan dalam film).


(34)

Realitas objektif menurut Berger, berupa realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu dan dianggap sebagai sebuah kenyataan. Disini dikemukan bahwa film sebagai suatu realitas simbolik, yaitu merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif yang diwujudkan dalam bentuk seni, karya sastra ataupun isi media.

Di dalam film juga dapat dikatakan mengandung suatu representasi. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, representasi berarti perbuatan mewakili, keadaan diwakili, perwakilan, atau gambaran (Tim Prima Pena, 2004: 310). Representasi merupakan proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret atau konsep yang digunakan merujuk pada proses maupun produk pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia, seperti: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan lain-lain.

Di tahun 1997, Stuart Hall dalam bukunya mengemukakan ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual) dan masih abstrak. Proses ini memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem „peta konseptual‟ kita. Kedua, „bahasa‟, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam „bahasa‟ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.


(35)

Pernyataan Chris Jones yang dikutip oleh Jill Nelmes, mengatakan bahwa:

Representation is a social process which occurs in the interactions between a reader

or viewer and a text. It produces signs which reflect under lying sets of ideas and

attitudes.”

“Representasi adalah suatu proses sosial yang timbul antara interaksi pembaca atau penonton dan sebuah teks. Representasi memproduksi tanda-tanda yang mencerminkan seperangkat ide dan sikap yang mendasari tanda-tanda tersebut.”

Istilah representasi itu sendiri menunjuk pada bagaimana orang, kelompok, gagasan, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah, seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kedua, bagaimana representasi itu ditampilkan. Dengan kata, kalimat, aksentuasi, bantuan foto, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan kepada khalayak.

Representasi berhubungan dengan proses aktif dalam pemilihan dan penampilan, juga terhadap penyusunan dan pembentukan. Jadi representasi bukan semata-mata penyampaian makna yang memang sudah ada, tetapi usaha aktif untuk membuat sesuatu mempunyai makna tertentu, yang tentu saja menganut nilai dan gagasan tertentu.

Secara singkat, yang dinamakan representasi merupakan tahapan tengah dari realitas objektif dan realitas simbolik. Realitas objektif merupakan fenomena yang terjadi di lapangan. Sementara realitas simbolik merupakan transformasi fenomena ke dalam bentuk teks, dalam hal ini film lebih spesifik adalah sinema. Dan representasi merupakan proses tengah diantara keduanya.


(36)

C. Tinjauan Tentang ideologi dalam Teks

Menurut Jhon Fiske, makna teks tidak intrinsik dalam teks. Alasannya adalah sesorang yang membaca suatu teks tidak menemukan makna dalam teks karena yang ditemui dan dihadapi adalah pesan yang ada dalam teks. Makna meurut Fiske adalah hasil produksi aktif dan dinamis oleh pemirsa maupun pembaca.

Secara epistimologis Ideologi berasal dari kata bahasa Yunani idea (ide atau gagasan) dan logos (studi tentang ilmu pengetahuan); dalam bahasa Inggris, ideology. Secara istilah ideologi adalah ilmu pengetahuan tentang ide, atau studi tentang asal usul ide. Dalam pengertian kontemporer ideologi terdiri dari : 1). Arti Perioratif (negatif) sebagai teorisasi atau spekualasi dogmatik dan khayalan kosong yang tidak betul atau ridak realistis, atau bahkan palsu dan menutup-nutupi realitas yang sesungguhnya. 2) Arti Melioratif, ideologi adalah sistem gagasan yang mempelajari satuan keyakinan-keyakianan dan hal-hal ideal filosofis, ekonomis, politik dan sosial.

Pendapat lain tentang ideologi, berasal dari Raymond William dalam Fiske (1990) yang mengkalasifikasikan ideologi dalam tiga ranah 1). Sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Definisi ini dipakai dalam ilmu psikologi yang melihat ideologi seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam benak yang koheren (prinsip, relasi, aturan, konsep). Walaupun dimaknai sebagai sikap sesorang, ideologi disini tidak dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam didiri individu, melainkan diterima dari masyarakat. 2). Sistem kepercayaan yang di buat-ide palsu atau kesadaran palsu


(37)

yang bisa di pertentangkan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi keolmpok lain yang tidak dominan. 3). Proses umum produksi makna dan ide. Ideologi digunakan untuk menggambarkan produksi makna.

D. Tinjauan tentang Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Ikatan nasionalisme terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. (Dr. Slamet Santoso, Mpd.)

Anthony D. Smith dalam Nasionalisme Teori Ideologi dan Sejarah (2001:10) mengatakan bahwa nasionalisme merupakan gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi manusia, yang sejumlah anggotanya bertekad membentuk bangsa yang aktual atau bangsa yang potensial. Nasionalisme merupakan ideologi yang meletakkan bangsa di pusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaannya. Dalam konteks Indonesia, sebagai negara yang terdiri dari berbagai etnis dan suku bangsa, nasionalisme bisa hadir dan tumbuh pada setiap orang. Semua orang mempunyai potensi yang sama dalam menghayati nasionalisme.


(38)

Larry Diamond dan Marc F.Plattner, para penganut nasionalisme dunia ketiga secara khas menggunakan retorika anti kolonialisme dan anti imperialisme. Nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan di mana kesetiaan seseorang secara total diabadikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial. Semangat nasionalisme dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan kawan. (Rosyada, 2005: 24)

Muhammad AS. Hikam dalam Nofasari (2011: 28) menjelaskan bentuk-bentuk nasionalisme dapat dilihat dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :

1. Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, kehendak rakyat, perwakilan politik. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau.

2. Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk rakyat).

3. Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalime etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi (organik) hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung


(39)

kepada perwujudan budaya etnis yang menempati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik.

4. Nasionalisme budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya sifat keturunan seperti warna kulit, ras dan sebagainya.

5. Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah national state adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri.

6. Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan.

Muhammad AS. Hikam dalam Nofasari (2011: 29-31) juga memaparkan secara khusus simbol-simbol kebangsaan Indonesia yakni :

1. Burung Garuda

Indonesia mempunyai alasan tersendiri untuk menjadikan burung garuda sebagai lambang negara, karena selain burung garuda gagah berani juga dikarenakan jumlah bulu-bulu burung garuda menggambarkan tanggal, bulan, dan tahun kemerdekaan Indonesia.


(40)

Sepanjang peradaban bangsa-bangsa, sejarah bendera pada umumnya bersifat sakral. Diyakini bahwa bangsa Cina atau India yang pertama kali menggunakan bendera sebagai simbol yang agung. Penggunaan bendera dan penghormatan atasnya sebagai simbol nasionalisme, telah menjadi tradisi semua bangsa di dunia. Tidak satupun negara di dunia ini yang tidak mempunyai bendera sendiri. Bendera menjadi penting baik dalam suasana damai maupun perang. Ketika damai, bendera menjadi simbol kebanggaan dan peringatan kebangsaan. Ketika perang, keberadaan simboliknya bahkan menjadi semakin terasa, karena eksistensi kebernegaraan atau keberbangsaan itu sendiri berada pada situasi yang terancam. Bendera adalah simbol sebuah pengakuan act of recognition. Itulah sebabnya ketika menarik, mengecam, atau menolak pengakuan terhadap bangsa lain, penistaan bendera seringkali menjadi ekspresi yang paling sempurna dari sikap demikian.

3. Lagu Kebangsaan

Lagu kebangsaan adalah lagu yang menjadi simbol suatu atau daerah. Biasanya lagu ini ditetapkan oleh hukum, tetapi kebanyakan tidak. Setiap negara mmepunyai lagu kebangsaan masing-masing, tidak ada dua negara yang memiliki lagu kebangsaan yang sama, karena lagu kebangsaan adalah ekspresi kejiwaan dari suatu bangsa. Lagu kebangsaan menempati kedudukan yang khusus dan dihormati oleh seluruh rakyatnya. Lagu kebangsaan selalu dinyanyikan atau diperdengarkan pada setiap acara resmi kenegaraan, dan juga pada setiap acara di luar negeri yang membawa nama negara.

Lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman, merupakan lagu kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai sebuah lagu yang dihormati dan


(41)

dibanggakan, pembangkit semangat kebangsaan, dan terasa ada kesyahduan yang luar biasa dalam penjiwaannya. Pada jaman penjajahan, pihak penjajah melarang rakyat menyanyikan lagu ini, tapi rakyat mengabaikannya, dan tetap menyanyikannya, sehingga bertambah jiwa nasionalisme, rasa kebangsaan, rasa senasib sepenanggungan, dan rasa seperjuangan, serta semakin memperkokoh persatuan dalam melawan penjajahan.

4. Bahasa

Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, diangkat pulalah Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, yang menjadi salah satu simbol negara Indonesia. Sebagai bahasa resmi bahasa Indonesia dipakai di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Bahasa merupakan simbol nasionalisme Negara. Hal ini didasari oleh teori Jerman (teori kuno 1), tentang bangsa, mengatakan bahwa suatu bangsa itu ditandai oleh persamaan keturunan, persamaan tempat, dan dilengkapi oleh persamaan bahasa dan kepercayaan. Jadi, menurut teori ini antara bangsa dan bahasa terdapat hubungan yang saling menentukan, dalam arti adanya suatu bangsa itu karena adanya bahasa yang menandainya dan adanya bahasa karena ada bangsa pemakainya.

E.Tinjauan Tentang Ideologi, Nasionalisme, dan Teks

Menyepakati konsepsi Anthony D. Smith (2001:10) tentang nasionalisme yang merupakan gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi manusia, yang sejumlah anggotanya bertekad membentuk bangsa yang aktual atau bangsa yang potensial.


(42)

Nasionalisme merupakan ideologi yang meletakkan bangsa di pusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaannya. Dan menyelaraskan definisi tersebut dengan konsepsi ideologi Raymond William dalam Fiske (1990) yang pertama, yakni sebagai sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu, seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam benak yang koheren (prinsip, relasi, aturan, konsep). Maka nasionalisme sebagai ideologi memungkinkan adanya internalisasi penghayatan nasionalisme dalam fikiran dan tindakan seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai warga negara dan bangsa. Dua poin nasionalisme yakni (1) kesadaran seseorang terhadap negaranya, (2) identifikasi identitas seseorang terhadap negaranya, lalu keduanya berwujud dalam suatu sikap cinta terhadap negara/tanah air.

Dalam makna nasionalisme itu sendiri termasuk di dalamnya adalah sikap patriotik/patriotisme yakni sifat kepahlawanan atau jiwa kepahlawanan, bersumber dari perasaan cinta tanah air (semangat kebangsaan atau nasionalisme), sehingga menimbulkan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negaranya. Maka nasionalisme dapat dikatakan sebagai nilai yang mendasari fikiran dan tindakan seseorang terhadap negara, yang didalamnya telah mencakup penjiwaan sikap patriotisme, atau dengan kata lain patriotisme merupakan salah satu indikasi/bagian dari sikap nasionalisme.

Sebagaimana ideologi lain yang dapat merasuk ke dalam suatu pengemasan pesan media (teks). Maka nasionalisme pun demikian. Dalam konteks penelitian ini (analisis kandungan nasionalisme dalam sinema), maka teks


(43)

dimaksud adalah sinema/film itu sendiri. Eric Rentschler dan Anton Kaes, pengamat sinema Jerman dalam Peter Golz. “Ger439-New German Cinema.” [http://castle.uvic.ca/german/439/seq.html], dan disadur kembali dalam C2O library . cinematheque . café W http://c2o.coffee-cat.net, mengungkapkan bahwa film sebagai teks, dapat dijelaskan setidaknya setiap teks berfungsi dalam sedikitnya dua konteks: (1) konteks di mana ia dibuat (latar belakang sejarah), (2) konteks di mana ia berfungsi (tradisi kultural). Setiap teks berbicara dengan cara yang berbeda-beda. Dengan kata lain, ia mendaur ulang tradisi yang ada, melibatkan berbagai macam diskursus/wacana, menggabungkan mereka untuk menghasilkan suatu entitas estetik. Teks-teks ini layaknya penggabungan berbagai kutipan, pengerjaan ulang konvensi-konvensi, penambahan desakan-desakan (impuls) dari lingkungan sekitar, apropriasi berbagai elemen yang membawa kita ke sesuatu yang berbeda, dan dalam artian itu, baru.

Mempelajari suara-suara, adegan, dan simbol komunikasi lain dalam teks melibatkan, antara lain, kesadaran situasi sejarah/historikal, asumsi-asumsi dan latar belakang dari artis/pembuat dan timnya, motifasi di belakang produksi. Di luar itu, berbicara mengenai teks filmik berarti melibatkan diri dalam sebuah dialog yang membawa pemirsa ke dalam suatu adegan sebagai partisipan dalam pertukaran: kita membuat asumsi-asumsi tertentu, baik metodologis maupun teoretis. Dalam perspektif penelitian ini, difahami nasionalisme sebagai gagasan yang juga dikerjakan ulang ke dalam bentuk sinema. Nasionalisme itu sendiri tidak bebas dari kontaminasi unsur lain yang bisa saja bersumber dari pengalaman objektif di masyarakat, kajian ulang sejarah, dan


(44)

pengadaptasian kepada kondisi kekinian. Nasionalisme itu ditransformasi dalam bentuk akting yang dapat merebut ketertarikan massa untuk kemudian menangkap dan menduplikasi bahkan menginternalisasi makna pesan di dalamnya.

F. Tinjauan Tentang Hermeneutika

1. Hermeneutik dalam Komunikasi dan Film

Menurut Wittgenstein dalam bukunya Philosophical Investigations menegaskan bahwa “arti suatu kata tergantung pada penggunaannya dalam kalimat, sedangkan arti sebuah kalimat tergantung dalam penggunaannya dalam bahasa”. Dalam tutur bahasa sebuah film terkandung berbagai makna. Pemahaman inilah yang akan membawa kita pada proses komunikasi berikut dengan pemakaian hermeneutik sebagai tahap pencapaian makna (Sari, 2010: 39).

Secara etimologis, kata „hermeneutik‟ berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti „menafsirkan‟. Maka kata benda hermeneia secara harfiah dapat diartikan sebagai „penafsiran‟ atau interpretasi. Istilah Yunani ini mengingatkan kita pada tokoh mitilogis yang bernama Hermes, yaitu seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia (Sari, 2010: 40).

Ebeling (dalam Grondin, 1994: 20) membuat interpretasi yang banyak dikutip mengenai proses penerjemahan yang dilakukan Hermes. Menurutnya, proses tersebut mengandung tiga makna hermeneutis yang mendasar, yaitu: (1) mengungkapkan sesutau yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian; (2) menjelaskan secara rasional sesuatu yang


(1)

15. Durasi 28:49 – 31:18 = 02:29

Dialog:

Tatiana : “A...” Abu : “A...” Tatiana : “Bu...” Abu : “B...” Tatiana : “U...” Abu : “U...” Tatiana : “A...Bu” Abu : “A...Bu”

Tatiana : “Betul itu... kita lanjut ya, B...a” Abu : “B...a”

Tatiana : “Ba” Abu : “Ba” Tatiana : “Ka...” Abu : “Ka...” Tatiana : “Ka” Abu : “Ka” Tatiana : “Bakar” Abu : “Bakar“

Tatiana : “Abu, relawan su datang. Belajar kita lanjut besok... Sudah da kabar e kau pu istri ka?”

Abu : “Dia su kawin lagi dengan orang laen.” Tatiana :”o.”

...

Tatiana : “Bapak...! Bapak! Su da kabar dari saya pu anak Mauro?”

(Tatiana dan relawan berbincang. Sementara Abu membereskan barang-barang mereka untuk segera bergegas menghampiri. Dengan raut wajah berharap berita gembira yang tatiana dapat dari relawan).

...

(setelah berbincang dengan relawan. Tatiana berjalan lemas dan lesu menghampiri portal perbatasan. Menatap kosong sambil menangis. Dan Abu pun menghampirinya) Abu : “Tatiana, Mauro su bae-bae saja ko?”

Tatiana :”...” Wujud nasionalisme disini diperlihatkan dari

perilaku hidup saling tolong-menolong dan berdampingan antara Tatiana, Abu, dan petugas relawan.

16. Durasi 31:32 – 31:37 = 00:05

Dialog:

Ci Iren : “Hey Merry, makan siang dulu...!” Merry : “Bentar Ci, saya lagi siram tanaman mama.”

Wujud nasionalisme pada adegan ini ditunjukkan pada empati dan kepedulian Ci Iren terhadap Merry.

17. Durasi 33:04 – 34:04 = 01:00

Dialog:

Abu : “No, no..., n..o..no.. no” Petugas : “Isi berapa bung?”

Abu : “Isi penuh sa! Ee Primo!(Bung!), itu tulisan apa?” Petugas : “NO SMOKING...”

Abu : “Dia pu arti apa? (artinya apa?)” Petugas : “Dilarang merokok”

Abu : “Kenapa tidak tulis DILARANG MEROKOK sa!”

Petugas : “Ee... supaya orang luar negeri juga tau tho?!” Abu : “Ee... kenapa orang luar negeri beli bensin jauh -jauh kesini?! Ee.. susah..”

Nasionalisme pada adegan ini secara jelas digambarkan melalui dialog antara Abu dengan Petugas POM. Ada ego kebangsaan yang muncul ketika Abu mengetahui ada larangan berbahasa Inggris di POM tersebut. 18. Durasi 34:36 - 35:40 = 01:04

Dialog:

Merry : “Kak Mauro masi ingat ko? Harmonika yang dulu kakak kasih. Sekarang sa su pintar mainkannya. Mau dengar?” ...

“Kalau kita berkumpul bersama-sama lagi kita bisa nyanyikan lagu itu bersama-sama. Bagaimana tadi sa maen harmonika? Sudah bagus ko?”

Penggambaran nasionalisme pada adegan ini ditunjukkan pada saat Merry memainkan lagu kasih ibu dengan harmonikanya. Meskipun adegan ini menceritakan tentang kerinduan Merry kepada kakaknya, Mauro. Namun ada deskripsi implisit bahwa dalam perpisahan yang terjadi di antara mereka ada suatu pengikat yang begitu berkesan untuk mempertemukan mereka kembali yaitu unsur keIndonesiaan (Lagu nasional).


(2)

19. Durasi 36:55 – 37:41 = 00:46

Dialog:

Abu : “Kali ini sa pu tangki sa sengaja tidak isi dengan bensin. Tapi sa isi penuh sa denga air.”

Tatiana : “Memang motor diisi air bisa jalan ka?” Abu : “Bisa. Yang jalan bukan motor tapi yang punya motor.”

Tatiana : “Kau ini sembarang sa.”

Abu : “Ee... Tatiana, sengaja sa bawakan air buat siram bibit yang kau su tanam di kebun itu biar cepat hidup.” Tatiana : “Terima kasih Abu... Kau baik sekali. Ee... Bagaimana dengan latihan baca-tulisnya?”

Abu : “aa... lancar sa. Kadang-kadang sa belajar de Carlo (terkadang saya belajar dengan Carlo). T..a..Ta. T..i..Ti. a..n..a..na. Tatiana.”

Penggambaran nasionalisme disini secara implisit ditunjukkan pada sikap rela berkorbannya Abu tidak mengisi Tangkinya dengan bensin untuk sementara, melainkan ia isi dengan air untuk membantu Tatiana merawat tanamannya.

20. Durasi 39:34 – 40:24 = 00:50

Dialog:

Tatiana : “Kenapa kau liat mama begitu?” Merry : “Mama lagi sakit ko?”

Tatiana : “hemh... mama tidak papa ko...” Merry : “Tapi... mama seperti pucat sekali”

Tatiana : “Mama bae-bae sa Merry. Sana cuci tangan dulu!”

Penggambaran nasionalisme disini secara implisit digambarkan melalui adegan cuci tangan yang dilakukan Merry.

21. Durasi 43:07 – 44:10 = 01:03

Dialog:

Merry : “Dr.Joseph! tolong mama, mama tu sakit.” Dr. Joseph : “Sa sakit bagaimana?”

Merry : “Ayo... Ayo!” Dr. Joseph : “Iya, ya ya.”

Dr. Joseph yang bersedia dengan senang hati menolong dan memenuhi permintaan Merry agar Dr. Joseph ikut dengannya untuk memeriksa kondisi Ibunya.

22. Durasi 48:16 – 49:56 = 01:40

Dialog:

Kho Ipin : “Cepat! Jangan terlalu lambat ngapa?! Gimana ini negara mau maju?! Mo mati angin sa” (malas tidak bersemangat semua).

Merry : “Selamat siang kho Ipin” Kho Ipin : “Selamat siang Merry” Merry : “Selamat siang Ci Iren”

Ci Iren : “Emm...siang, mau kemana kau buru-buru begitu?!” Merry : “Mau pergi ke batasan Montaain. Mau di katamu kak Mauro.”

Ci Iren : “Sendirian sa?”

Merry : “Tidak. Mau pergi ke Dr. Joseph dulu di rumah sakit. Tapi Ci, saya mau beli kaos yang waktu itu. Sa su bawa uangnya sekarang” (saya sudah bawa uangnya sekarang). Ci Iren : “Oo.. kaos. Kaos...!”

Kho Ipin : “Kaos? Oh kaos laki buat kau pu kakak tho? Ha... bentar ko ambil ya Merry.”

Ci Iren : “kacang?”

Merry : “Tidak Ci Iren terima kasih.” Kho Ipin : “Haa...”

Merry : “Berapa Ci?”

Ci Iren : “Ini harganya 50ribu, tapi karena ini hadiah buat kau pu kakak. Kami beri diskon. Terserah Merry mau berapa?”

Merry : “5ribu sa... bole tidak Ci Iren?”

Ci Iren : “Sini sini, bole-bole... O, iya, ini ada sedikit buat kau pu makan di jalan. Ambil! Minum?”

Merry : “Terima kasih Ci Iren... Kho Ipin...” Kho Ipin : “haa...”

Ci Iren : “hati-hati...”

Kho Ipin : “hati-hati di jalan... Merry. Haha....” Semangat nasionalisme pada adegan ini

ditunjukkan melalui sikap Kho Ipin yang menyinggung tentang kualitas SDM terhadap kemajuan bangsa Indonesia. Dan ditunjukkan lewat sikap Kho Ipin dan Ci Iren berbuat baik dan membantu Merry.

23. Durasi 50:53 – 52:40 = 01:47

Dialog:

Tatiana : “Merry... Merry...?!” “Merry tidak ada di rumah.”

Abu : “Ya mungkin dia ada di pinggir sungai tho?”

Tatiana : “Kau cari dia dimana-mana sa, cari sampai dapat! Pi sekaranga la Abu...!”

Abu : “Ya, pi pi... Tatiana, ini kau pu obat.” Tatiana : “Iya, sudah sudah sudah...”


(3)

Pada adegan ini secara berulang jiwa nasionalisme menjadi wujud motivasi Abu untuk membantu Tatiana mencari Merry yang tiba-tiba tak ditemukan di rumah.

... Abu : “Hey Carlo! Ada liat Merry ko?” Carlo : “Tidak.”

Abu : “Lha kau bantu cari dia.” Carlo : “Memang ada apa om Abu?”

Abu : “Sudah Kau jangan banyak tanya lai! Pi sa sana! Ayo!”

24. Durasi 53:30 – 54:52 = 01:22

Dialog:

(Merry sendiri sudah berada di dalam Bis menuju Montaain. Dan yang lain masih sibuk mencari-carinya).

Supir Bus : “Ayo cepat! Cepat! Ayo! Jangan terlalu lama. Ayo ayo cepat! Hey tante ayo!”

Merry : “Om, ini bisa sampai perbatasan Montaain ka?” Supir Bus : “Cuma sampe ke Kefa dek. Dari sini sudah tidak ada yang ke Montaain. Ayo ayo cepat! Jangan terlalu

lama...ayo cepat!”

... Carlo : “Ada yang liat Merry ka?”

Anak 1 : “memang Merry kemana?”

Carlo : “Kalau saya tau kenapa saya tanya?” Anak 1 : “Louis, kau liat Merry ka?” Louis : “Armendo, kau liat Merry ka?” Armendo : “Matheus, kau liat Merry ka?” Semua anak : “tidak...”

Carlo : “Oooh....”

... Tatiana : “Su ada kabar ka?”

Abu : “Saya sudah cari dimana saja. Di pasar, di terminal, tapi dia tidak ada. Tapi Ci Iren bilang Dia dah pergi ke perbatasan Montaain.”

Tatiana : “Saya su duga dia pasti mau ketemu de dia pu kakak... Saya mau ikut dia dulu.”

Abu : “Aah... Tatiana, tapi kau masih ada sakit. Dr. Joseph bilang kau harus banyak istirahat.”

Carlo : “Saya cari kemana-mana tapi tidak ada...”

Abu : “Hah... biar Carlo saja yang susul ya. Eh Carlo... kau pi cari Merry sana! Dia akan pi di perbatasan Montaain. Mungkin dia belum jauh. Kalau ketemu, bawa dia pulang. Hey cepat! Pi sana! Heh cepat! Pi sana!”

Sejak adegan inilah wujud nasionalisme itu digambarkan melalui kesungguhan Abu dan Carlo membantu keluarga Tatiana untuk menemukan Merry dan selanjutnya untuk menemukan Mauro.

25. Durasi 56:04 – 56:47 = 00:43

Dialog:

Merry : “Om, uang ini ko cukup apa tidak untuk ke perbatasan Montaain?”

Supir : “Mana? Ooo... tidak cukup adek, tidak cukup.” Merry : “Montaain masih jauh ko?”

Supir : “Masih jauh sekali. Kita lewat sana nanti. Jadi kita kelewat Atambua. Baru bisa masuk ke Montaain, perbatasan.”

Merry : “Terima kasih Om.”

Supir : “ya, jalan bae-bae ya dek...!” Wujud nasionalisme disini ditunjukkan dengan

adegan seorang supir yang peduli dan menolong Merry menunjukkan arah menuju Montaain. Dan secara simbolik ditunjukkan melalui adegan diperlihatkannya pemandangan pulau Atambua. 26. Durasi 57:23 - 59:56 = 02:33

Dialog:

Carlo : “Om, saya mau tanya. Saya pu adik, sebenarnya dia bukan sa pu adik. Dia pu nama Merry, umurnya 10 tahun.” Om 1 : “Tu anak seperti apa dek?”

Carlo : “Cerdas, keras kepala, suka marah-marah, tapi sebetulnya hatinya baik.”

Om 2 : “Yang kita mau tau bukan begitu adek... tapi dia pu ciri-ciri fisiknya...”

Carlo : “Dia pu tinggi segini..., yah segini. Terus... Dia berbentuk badan...”

Om 1 & 2 : (geleng-geleng kepala). ... Om Supir : “Eh... adik! Sini sebentar!” Carlo :”...”

Om Supir : “Kau cari kau pu adik perempuan ka?” Carlo : (angguk-angguk kepala)

Om Supir : “Tadi ada adik nona satu datang... dia kasih liat dia pu uang. Dia tanya uang itu cukup untuk ongkos ke Montaain? Saya bilang tidak cukup... terus dia agak bingung-bingung sedikit...”

Carlo : “Itu pasti Merry, memang dia mau pi ke Montaain. Sekarang dia ada dimana Om?”

Om Supir : “Mana saya tau...!. abis tanya-tanya dia langsung pi jauh. Mungkin dia belum jauh dari sini.” Carlo : “Montaain di pu arah kemana Om?”

Om Supir : “kesana...!” Carlo : “Terima kasih Om”

Om Supir : “Iya ya... jalan bae-bae e...” Carlo : “Ya Om.”

(Carlo pun melanjutkan perjalanannya mencari Merry. Begitu pun Merry yang bersikukuh menuju Montaain, meski bekal Penggambaran nasionalisme disini juga

diperlihatkan melalui kepedulian warga yang ditemui Carlo di terminal. Juga secara simbolik diperlihatkan dengan melibatkan secara langsung warga asli Timor Timur dalam peran dialog tersebut. Termasuk juga kepedulian Carlo untuk menyusul Merry meskipun ia harus berpanas-panasan mengarungi Atambua yang gersang tanpa menggunakan alas kaki.


(4)

minumnya telah habis).

27. Durasi 62:26 – 63:34 = 01:08

Dialog:

Carlo : “Pak pak pak berenti pak! Pak pak! Terima kasih Pak.”

...

“Merry! Ayo pulang sudah! Merry, kau masih marah ka? Jangan marah terus...! Su sampai mana-mana...! mau sampai

Montaain... Yo pulang sa...! Nanti mama guru marah...! Panas! Ko sudah hitam nanti tambah hitam lagi. Ayo Merry! Merry! Merry... Merry...! Merry Bangun Merry! Merry!” (Carlo sangat terkejut ketika menyadari Merry telah jatuh pingsan di belakangnya. Untung saja ada truk yang mau distop untuk membawa Merry ke Klinik terdekat).

Wujud nasionalisme disini diperlihatkan lewat adegan kepedulian sosial warga asli Timor Timur yang sedang berjalan melintasi Atambua dengan truk untuk menolong Carlo mengangkut Merry yang pingsan.

28. Durasi 63:38 – 64:24 = 00:46

(Carlo sangat cemas menanti Merry siuman dari pingsannya). Dialog:

Carlo : “Bagaimana dia Dokter?”

Dokter : “O... dia cuma capek... dia butuh istirahat...” ...

(Carlo pun menemui Merry di ruang pasien dan memberikan tasnya)

Merry : “Terima kasih Carlo...”

Carlo : “Seharusnya saya yang harusnya berterima kasih... kamu ka sudah mau bicara lagi dengan saya.”

Penggambaran nasionalisme pada adegan ini ditunjukkan oleh sikap kepedulian Carlo dan tanggung jawabnya atas Merry.

29. Durasi 77:22 – 78:17 = 00:55

Dialog:

Merry : “Carlo,” Carlo : “em?”

Merry : “Kau rasa bagaimana kalau kau tidak punya mama?” Carlo : “sedih sekali, apalagi saya tidak punya bapa, tidak punya adik. Kau juga tidak mau jadi sa pu adik?” Merry : “Tapi sa su punya kakak, kak Mauro.” Carlo : “Memang tidak bole ka kau pu dua kakak?” Merry : “Tapi kau bilang saya ni cengeng dan buat susah terus.”

Carlo : “Dan saya sedih tak suka kau bilang nakal dan jahat.”

Merry : “Sebenarnya, saya ni takut Carlo.” Carlo : “takut apa?”

Merry : “Sa pu mama sakit sama seperti kau pu mama. Batuk -batuk dan badannya panas. Saya takut dia meninggal. Maka itu, saya pi cari kak Mauro.”

Carlo :” ....”

“Ini buat kau.” (harmonika) Merry :” ....”

Carlo : “Saya su beli di pasar.”

...

(Merry pun memainkan lagu “kasih Ibu” dengan harmonikanya. Carlo pun berjoget tanda gembira Mereka sangat akur seperti adik-kakak kandung.)

Penggambaran nasionalisme pada adegan ini diperlihatkan melalui dialog antara Merry dan Carlo. Ada derajat kesamaan di antara mereka yang mendorong mereka saling mengenal satu sama lain. Suatu nasib yang sama dan semangat saling meringankan beban satu sama lain.

30. Durasi 79:28 – 80:03 = 00:35

Dialog:

Merry : “Carlo, kita su sampai di perbatasan ka?” (kita sudah sampai di perbatasan kan?)

Carlo : “Ya” Merry : “Ayo!” “Pagi Om.” Relawan : “Pagi” Carlo : “Pagi Om” Relawan : “Pagi”


(5)

Nasionalisme pada adegan ini ditunjukkan melalui kepedulian relawan untuk

mempertemukan keluarga yang terpisah sebab referendum Timor Timur.

Merry : “ini sa pu kakak Mauro. Sekarang dia su umur 12 tahun.”

Relawan : “Adik... ada yang bisa om bantu?”

Merry : “Saya ingin ketemu saya pu kakak, Mauro Om.” Relawan : “Adik ini siapa?”

Merry : “Saya Merry, adiknya Mauro. Saya pu mama Tatiana.” Relawan : “Ooo... ya ya ya yaa, kebetulan om mau pi sana, nanti om kasih tau e.”

Merry : “Tolong kasih tau kak Mauro sa tunggu disini sa.” Relawan : “Ya, pasti”

Merry : “Terima kasih Om” Relawan : “Sama-sama” Carlo : “Terima kasih Om” Relawan : “ya.”

31. Durasi 80:51 – 82:20 = 01:29

Dialog:

Carlo : “Merry, kau istirahat disini. Ini waktunya pasti lama. Saya mau pi cari makan dulu.”

Merry : “Carlo, jangan curi lagi” Carlo : “Iya... saya tidak curi lagi.” ...

Pemilik Warung : “Dah habis cuci piringnya? Ini upahnya.” Carlo : “Terima kasih tante.”

Pemilik Warung : “sama-sama.” Nasionalisme disini masih digambarkan dengan

sikap kepedulian dan rela berkorban Carlo. Juga adegan cuci tangan yang dimunculkan untuk secara tidak langsung memberikan pemahaman akan pentingnya cuci tangan bagi kesehatan untuk masyarakat Indonesia yang menonton film ini teruma anak-anak.

32. Durasi 82:31 – 84:18 = 01:47

Dialog:

Carlo : “Merry... Merry... Merry bangun dulu. Merry... hey... hey... Merry... bangun dulu. Makan dulu! Ni sudah ada makanannya.”

Merry : “Kau tidak curi lagi ko?”

Carlo : “Kan sa su janji tidak akan curi lagi, walaupun dalam keadaan terdesak. Saya bantu cuci piring di warung, sarapan ini sebagai bayarannya.”

Merry : “....”

Carlo : “Eh...! cuci tangan dulu.” Merry : “....”

Carlo : “Cuci... harus bersih!”

... Merry : “Nih kau pakai dulu”

Carlo : “Tapi ka kaos itu buat kau pu kakak, kak Mauro ka?”

Merry : “Kau pu pakaian sudah kotor dan basah. Cepat ganti! Nanti kau sakit lagi.”

Carlo :”....” “Terima kasih Merry. Hey terasa pas juga e... Dah, makan lai...!”

Nasionalisme pada adegan ini diperlihatkan melalui sikap saling peduli dan tolong-menolong antara Merry dan Carlo atas dasar rasa senasib sepenanggungan. Juga diperlihatkan melalui adegan cuci tangan dengan sangat lengkap dan ditekankan untuk menjadi kebiasaan sebelum makan.

33. Durasi 84:39 – 85:62 = 01:23

Dialog:

Merry : “Om... apa sa pu kakak Mauro su datang ko?” Relawan : “Ooo... sudah sudah. Dia sudah ada disana dik.” Merry : “Terima kasih Om.”

Relawan : “Ya ya...” Carlo : “Terima kasih Om’

... Carlo : “Mauro... Mauro... Mauro...!!! Mauro...!” Mauro Tua : “saya nama Mauro.”

Carlo : “Kami mencari Mauro yang umurnya baru 12 tahun.” Merry : “Maaf Bapa Tua, kami salah orang.”

...

Merry : “Percuma sa mencari Mauro. Dah lagi, kita su tidak tau bagaimana dia pu rupa. Lagi pula, kak Mauro juga su tidak kenal saya lagi. Kalau begitu, pulang saja!” Carlo : “Merry, kau jangan pulang begitu sa! Kau harus ketemu de kau pu kakak. Kita tunggu sedikit lagi.” Merry : “Sudah lah Carlo... dia su tidak ada...” Carlo : “Pasti ada cara Merry.”

Merry : “Cara apa lagi?! Erh... sudah sudah!!!” Carlo :... “Kasih ibu...kepada beta...tak terhingga sepanjang

masa...hanya memberi...tak harap kembali...bagai sang surya menyinari dunia....”

Penggambaran nasionalisme disini secara eksplisit ditunjukkan ketika Carlo dan Merry menyanyikan lagu “kasih Ibu”.


(6)

34. Durasi 87:17 – 88:15 = 00:58

Dialog:

Mauro : “Kasih Ibu... kepada Beta... tak terhingga sepanjang masa...”

Merry & Carlo : “Hanya memberi...tak harap kembali... bagai sang surya... menyinari dunia...”

... Merry : “Kak Mauro, mama lagi sakit.”

Mauro : “Kenapa mama de Merry ka tinggalkan kak Mauro sendirian?”

Merry : “Kakak jangan marah dulu de mama. Mama sayang sama kakak. Mama slalu doakan kakak... Mama masih menyimpan kaos ini. “

Pada adegan ini nasionalisme simbolik ditunjukkan melalui sikap Mauro yang menyanyikan lagu sama sebagaimana dinyanyikan Carlo dan Merry, yakni “kasih Ibu”. Secara fisik Mauro dan Merry tidak lagi saling mengenal, dan pengikat yang menjadikan mereka bertemu adalah lagu “kasih Ibu” yang Merry dan Mauro sering nyanyikan semasa kecil.

35. Durasi 88:25 – 88:64 = 00:39

Dialog:

Abu : “Merry...! Carlo...!” Merry : “Mama...”

Penggambaran nasionalisme simbolik melalui pemunculan bendera merah putih yang menjadi latar ketika keluarga Tatiana saling bertemu.

Total Adegan : 35 (44 %)

Durasi 41:05


Dokumen yang terkait

MAKNA TANDA NASIONALISME PADA FILM(Studi Semiotik pada Film Garuda di Dadaku)

2 10 2

SIMBOL SIMBOL NASIONALISME DALAM FILM TANAH AIR BETA Analisis Isi Film Karya Ari Sihasale

4 22 18

Representasi Nasionalisme dalam Film Tanah Surga, Katanya (Studi Semiotik Roland Barthes Mengenai Representasi Nasionalisme dalam Film Tanah Surga,Katanya)

1 14 72

PATRIOTISME DAN NASIONALISME DALAM FILM (Pendekatan Semiotik Dalam Film Garuda Di Dadaku)

7 26 139

NASIONALISME DALAM FILM Nasionalisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Nasionalisme dalam Film “Habibie dan Ainun”).

1 4 16

PENDAHULUAN Nasionalisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Nasionalisme dalam Film “Habibie dan Ainun”).

1 24 36

NASIONALISME DALAM FILM Nasionalisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Nasionalisme dalam Film “Habibie dan Ainun”).

0 2 15

PENGARUH FILM TANAH AIR BETA TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA Film Tanah Air Beta Dan Sikap Nasionalisme (Studi Eksperimen Pengaruh Film Tanah Air Beta Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa-Siswi kelas VIII di SMP N 4 Surakarta).

0 0 14

PENDAHULUAN Film Tanah Air Beta Dan Sikap Nasionalisme (Studi Eksperimen Pengaruh Film Tanah Air Beta Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa-Siswi kelas VIII di SMP N 4 Surakarta).

0 1 44

PENGARUH FILM TANAH AIR BETA TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA Film Tanah Air Beta Dan Sikap Nasionalisme (Studi Eksperimen Pengaruh Film Tanah Air Beta Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa-Siswi kelas VIII di SMP N 4 Surakarta).

0 1 14