Dialektika Teks dan Konteks

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id diturunkan di tengah-tengah masyarakat yang memiliki kebudayaan yang mengakar. Hal itu menegaskan bahwa secara historis al- Qur’an tidak turun dalam ruang hampa yang tanpa konteks. Sasaran al- Qur’an tentunya tertuju kepada masyarakat Arab VII Masehi. Pemilihan Rasul sebagai penyampai pesan al- Qur’an juga mengindikasikan adanya penggunaan pendekatan budaya. Selain itu, al-Quran juga menggunakan budaya lokal sebagai media untuk mentrasformasikan ajaran-Nya. Fakta tersebut bisa dilihat dari banyaknya adat istiadat Arab yang terekam dalam al- Qur’an serta berdialektika dengan-Nya. Dengan demikian, meminjam bahasa Abu Zayd tampak bahwa teks al- Qur’an terbentuk atas realitas sosial budaya. 41 Menurut Ali Sodiqin, Secara umum, respon al- Qur’an terhadap berbagai budaya yang berkembang dalam masyarakat Arab dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: 42 pertama, Islam hadir sebagai tah}mil adoptive-complement yang merupakan sikap menerima atau membiarkan berlakunya sebuah tradisi yang sudah ada dimasyarakat. Seperti penghormatan terhadap bulan-bulan yang diharamkan terjadi peperangan dan pertumpahan darah antar suku. Kedua, Islam hadir sebagai tah}rim destructive yang merupakan sikap menolak keberlakuan tradisi yang berlaku di masyarakat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam, dilarang untuk tetap dilaksanakan. Dalam pelarangan ini ada yang serta merta, namun ada yang sifatnya bertahap. Tradisi dan 41 Nasr Hamid Abu Zayd, Tekstualitas al- Qur’an, terj. Khoirin Nahdliyyin Yogyakarta: LKiS, 2013, 19-20. 42 Ali Sodiqin, Antropologi Al- Qur’an, Model Dialektika Wahyu dan budaya Yogyakarta: Arruz Media, 2008, 116-135. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kebiasaan bangsa Arab yang dilarang ini misalnya judi, minum khamar, riba dan perbudakan. dan Ketiga, Islam hadir sebagai taghyir adoptive-reconstructive yang merupakan sikap menerima terhadap tradisi. Tetapi memodifikasinya sedemikian rupa sehingga berubah karakter dasarnya sehingga lebih sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya pelaksanaan haji yang dengan tetap melaksanakan thawaf, sa’i, namun tujuannya tidak lagi dipersembahkan kepada :atta dan Uzza tapi ditunjukkan kepada Allah Swt dengan melantunkan kalimat t}oyyibat. Selain ibadah haji, tradisi mahar dalam perkawinan juga mengalami rekonstruksi dengan merubah tradisi yang pada kebiasaan bangsa Arab dengan merybah jumlah mahar yang sedikit. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 43

BAB III AHMAD SANUSI DAN TAFSIR

RAWD}AT AL- ‘IRFAN

A. Mengenal Lebih Dekat Ahmad Sanusi

1. Biografi Ahmad Sanusi

Nama Ahmad Sanusi dapat dikatakan tidak setenar nama Hasyim Asy- ari, 1 Ahmad Dahlan, 2 Ahmad bin Muhammad Surkati al-Ansari, 3 atau Ahmad Hassan. 4 Bahkan Ahmad Sanusi kalah tenar jika dibandingkan dengan Zainal Mustapa. 5 Ajenngan 6 Ahmad Sanusi dilahirkan di Desa Cantayan, Onderdistrik sekarang Kawedanaan Cikembar, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi pada 12 Muharam 1306 Hijriah. 7 Bertepatan dengan 18 September 1888 M. Sementara itu, berdasarkan keterangan yang terdapat di atas batu nisan makamnya, Ahmad Sanusi 1 Tokoh pendiri Nahdlatul Ulama NU 2 Tokoh pendiri Muhammadiyah 3 Tokoh pendiri al-Irsyad 4 Tokoh ulama Nahdlatul Ulama NU 5 Tokoh pendiri PERSIS 6 Ajengan adalah istilah populer di kalangan masyarakat Sunda yang merupakan sebutan kepada ulama, baik karena ketinggian ilmunya maupun prilaku dan akhlaknya yang menjadi panutan dan diakui sebagai pemimpin umat dilingkungannya. Ahmad Sanusi sendiri tidak menyebut dirinya sebagai kyai maupun ajengan dalam semua buku yang ia tulis. Pentebutan gelar tersebut diberikan oleh para pengikutnya, terlebih setelah ia meninggal dunia. Istilah ajengan juga sering diterapkan bagi pemimpin sebuah pesantren dan sering disandarkan kepada nama tempat dimana pesantren itu berdiri, seperti sebutan ajengan Gunungpuyuh kepada Ahmad Sanusi karena mempunyai pesantren yang berada dik kampung Gunugpuyuh. Sedangkan istilah kyai di wilayah Sunda hanya berlaku bagi tokoh agama saja dan tidak harus disandarkan kepada tempat atau pesantren di mana ia berdomisili. Hal ini sedikit berbeda dengan pemakaian istilah kyai di wilayah jawa lainnya, yang biasa ditunjukan untuk benda- benda kramat. Lihat Ajip Rosidi, Ensiklopedi Sunda, Alam Manusia dan Budaya Jakarta: Pustaka Jaya, 2000, 347. 7 Sesuai dengan pengakuan Ahmad Sanusi, dalam halaman pertama pada saat mengisi formulir perdaftaran Orang-Indonesia yangTekemoeka di Djawa, Sumber: ANRI, Daftar Orang yang Terkemuka yang Ada di Jawa Nomor 2119. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dilahirkan pada tanggal 3 Muharam 1306 H. 8 Ayahnya yang bernama Abdurrahim bin Yasin merupakan seorang pemuka agama di wilayah Cantayan dan pemilik Pesantren Cantayan. Terlahir di lingkungan pesantren membuat Ahmad Sanusi terbiasa dengan pendidikan agama. Sebagai seorang putra kyai membuat Ahmad Sanusi menjadi perhatian banyak orang, baik dari santri maupun dari masyarakat sekitar pesantren. Meskipun seperti itu Ahmad Sanusi tetaplah seorang anak biasa, melakukan kegiatan seperti anak-anak lainnya. Dalam usia 7 sampai 10 tahun, ia sering mengikuti teman sebayanya menggembala kambing kerbau atau kuda yang sering dipergunakan untuk delman atau sado. 9 Pendidikan agama yang dimilikinya diperoleh dari ayahnya yang mengajarkan langsung ilmu agama kepada Ahmad Sanusi. Ketika Ahmad Sanusi menginjak dewasa ayahnya meminta untuk menempuh pendidikan di luar pesantren Cantayan. 10 Setelah menginjak usia 17 tahun pada tahun 1905, Ahmad Sanusi mulai belajar serius untuk mendalami pengetahuan agama Islam. Atas anjuran ayahnya untuk lebih mendalami pengetahuan agama Islam, menambah pengalaman dan memperluas pergaulan dengan masyarakat, ia nyantri ke berbagai pesantren yang ada di Jawa Barat. Pesantren-pesantren tersebut di antaranya: 11 8 Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi Sukabumi: MSI Cabang Jawa Barat, 2009, 11. 9 Mohammad Iskandar, Kyai Haji Ahmad Sanusi: Biografi Singkat Guru dan Pejuang Pedesaan Depok: Fakultas Sastra UI, 1991, 4 10 Munandi Shaleh, Wawancara, Sukabumi, 11 April 2017. 11 Munandi Saleh, KH. Ahmad Sanusi: Pemikiran dan Perjuangannya di Pergolakan Nasional Tangerang: Jelajah Nusa, 2014, 3. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id a. Pesantren Salajembe Cisaat Sukabumi, pimpinan Ajengan SolehAjengan Anwar, lamanya nyantri lebih kurang sekitar 6 bulan; b. Pesanteren Sukamantri Cisaat Sukabumi, pimpinan Ajengan Muhammad Siddiq, lamanya nyantri lebih kurang sekitar 2 bulan; c. Pesantren Sukaraja Sukaraja Sukabumi, pimpinan Ajengan SulaemanAjengan Hafidz, lamanya nyantri lebih kurang sekitar 6 bulan; d. Pesantren Cilaku Cianjur untuk belajar Tasawwuf, lamanya nyantri lebih kurang sekitar 1 tahun; e. Pesantren Ciajag Cianjur, lamanya nyantri lebih kurang sekitar 5 bulan; f. Pesantren Gentur Warung Kondang Cianjur, pimpinan Ajengan Ahmad Syatibi dan Ajengan Qurtubi, lamanya nyantri lebih kurang sekiar 6 bulan; g. Pesantren Buniasih Cianjur, lamanya nyantri lebih kurang sekitar 3 bulan; h. Pesantren keresek Blubur Limbangan Garut, lamanya nyantri lebuh kurang sekitar 7 bulan; i. Pesantren Sumursari Garut, lamanya nyantri lebih kurang sekitar 4 bulan; j. Pesantren Gudang Tasikmalaya, pimpinan K.H. R. Sija’I, lamanya nyantri lebih kurang sekitar 1 tahun. Setelah melalangbuana ke berbagai pesantren, pada tahun 1909, akhirnya Ahmad Sanusi kembali ke Sukabumi dan masuk ke pesantren Babakan Selaawi Baros Sukabumi. Ketika nyantri di Babakan selaawi Ahmad Sanusi bertemu dengan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id seorang gadis yang bernama Siti Djuwairiyah putri K.H. Affandi dari Kebon Pedes, akhirnya beliau menikahi gadis tersebut. 12

2. Aktivitas Ahmad Sanusi

Beberapa bulan kemudian setelah menikah, pada tahun 1910 Ahmad Sanusi beserta istri berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Selanjutnya setelah selesai menunaikan ibadah haji, ia beserta istri tidak langsung pulang ke kampung halaman, namun mereka bermukim di Mekkah selama 5 lima tahun untuk memperdalam pengetahuan agamanya. Para ulama dan tokoh pegerakan yang ia temui sewaktu di Mekkah baik untuk menimba ilmunya dan teman diskusi dalam berbagai bidang, diantaranya adalah: 13 1. Dari kalangan ulama: a. Syaikh Shaleh Bafadil b. Syaikh Maliki c. Syaikh Ali Thayyib d. Syaikh Said Jamani e. Haji Muhammad Junaeni f. Haji Abdullah Jawawi g. Haji Mukhtar 2. Dari kalangan Kaum Pergerakan: 12 Asep Mukhtar Mawardi, “Haji Ahmad Sanusi dan Kiprahnya dalam Pergolakan Pemikiran Keislaman dan Pergerakan Kebangsaaan Sukabumi 1888- 1959” Tesis tidak diterbitkan, Program Magister Ilmu Sejarah Pascasarjana Unipersitas Diponegoro, 2011, 94. 13 Ibid., 21. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id a. K.H. Abdul Halim tokoh pendiri PUI Majalengka b. Raden Haji Abdul Muluk tokoh SI c. K.H. Abdul Wahab Hasbullah tokoh pendiri NU d. K.H. Mas Mansyur tokoh Muhammadiyyah. Selama 5 lima tahun bermukim di Mekkah, Ahmad Sanusi memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya, untuk mendalami, mengkaji dan memahami berbagai disiplin ilmu tentang keislaman, sehingga menurut tradisi lisan yang berkembang di kalangan para ulama Sukabumi, bahwa dengan kepandaian ilmu yang ia miliki, maka sebagai wujud penghargaan dan pengakuan ketinggian ilmunya tersebut dari para syaikh di Mekkah, Ahmad Sanusi mendapat kesempatan untuk menjadi imam Shalat di Masjidil Haram. Bahkan salah seorang syaikh sampai mengatakan , “jika ada orang Sukabumi yang ingin memperdalam ilmu keagamaannya, ia tidak perlu pergi jauh-jauh ke Mekkah karena di Sukabumi telah ada seorang guru agama yang ilmunya telah cukup untuk dijadikan sebagai guru panutan yang pantas diiku ti”. 14 Selama bermukim di Mekkah, selain belajar dan mempedalam ilmu agama, Ahmad Sanusi juga mulai berkecimpung dalam dunia politik. Terjunnya di bidang ini diawali dengan perjumpaannya dengan tokoh Serikat Islam SI di Mekkah yang bernama Abdul Muluk. Setelah memperlihatkan sebagian ADART organisasi SI Ahmad Sanusi mengatakan setuju untuk bergabung ke dalam organisasi tersebut 14 Sulasman, K.H. Ahmad Sanusi: Berjuang dari Pesantren Hingga Parlemen Bandung: PW PUI Jawa Barat, 2007, 25.