Tempat dan Waktu Penelitian Hasil karakterisasi X – Ray Diffraction XRD Hasil Karakterisasi Densitas dan Porositas

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama empat bulan dimulai dari 4 Maret 2013 – 1 juni 2013 dibeberapa laboratorium yaitu : 1. Pusat Penelitian Pengembangan Fisika P2F Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Puspitek Serpong. 2. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi P2ET Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Bandung.

3.2 Peralatan dan Bahan

3.2.1 Peralatan

a. Spatula , Sebagai alat untuk mengambil sampel yang berbentuk bubuk. b. Neraca Digital 3 digit, Sebagai alat untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan magnet. c. Vial dan Ball Mill, Sebagai alat yang digunakan untuk menghaluskan meratakan campuran bahan dan membentuk paduan dari unsur yang dimasukkan. d. Gelas ukur pyrex 1000ml, Sebagai alat untuk mengukur aquades yang akan digunakan dan sebagai tempat air saat pengukuran densitas sampel. e. Oven, Sebagai alat untuk mengeringkan sampel setelah mengalami pencampuran dan pencetakan. Universitas Sumatera Utara f. Thermolyne Furnace High Temperature tipe 46200, Sebagai alat untuk mengkalsinasi dan memanaskan sampel dengan temperatur maksimal 1200 o C. g. Mortar, Sebagai tempat penghancuran bahan sehingga menjadi butiran kecil. h. X-Ray Difraktometer XRD, Sebagai alat karakterisasi struktur sampel. i. Molding, Sebagai alat untuk mencetak sampel yang berdiameter 2 cm. j. Hydraulic Press Hydraulic Jack , Sebagai alat untuk menekan pada proses cold compaction sampel yang telah dimasukkan ke dalam cetakan dengan kekuatan tekanan tertentu dengan kapasitas maksimum tekanan 100 ton 100kgfcm 2 . k. Magnetizer, Sebagai alat untuk memberikan medan magnetik pada sampel magnetisasi dengan tegangan 220 volt. l. Jangka sorong, Sebagai alat untuk mengukur besarnya diameter dan tebal sampel dalam bentuk pelet. m. Gaussmeter, Sebagai alat untuk mengukur besarnya medan magnet sampel. n. Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C, Sebagai alat untuk karakterisasi intensitas magnetik dari sampel. o. Tissu, Sebagai lap pembersih peralatan. p. Kertas Pasir, Sebagai kertas penghalus permukaan sampel.

3.2.2 Bahan Penelitian

a. Hematit Fe 2 O 3 b. Barium Karbonat BaCO 3 c. Mangan Oksida MnO d. Polimer Celuna WE - 518 e. Aquades f. Resin

3.2.3 Tahapan Penelitian Diagram Alir Penelitian

Berikut ini adalah tahapan penelitian yang akan dilakukan : Universitas Sumatera Utara Serbuk MnO x mol = 0,1 ; 0,3 ; 0,5 ;0,7; 1; 1,2 dan 1,5 Serbuk Fe 2 O 3 Serbuk BaCO 3 Pengeringan 100 o C selama 12 jam Penggilingan Mixing Ball Mill selama 20 jam Ditimbang Analisis DTA Kompaksi dengan P = 1,3 tonfcm 2 pada permukaan sampel Sintering pada suhu 1100, 1150, 1200 o C ditahan selama 2 jam Penggilingan hingga 400 Mesh Karakterisasi fisik densitas,porositas, XRD, SEM, Magnetisasi sifat magnetik Permagraf dan VNA Kalsinasi 1000 o C Analisis XRD Universitas Sumatera Utara Tahap pertama yang dilakukan adalah preparasi serbuk hematite dengan Barium karbonat dan serbuk mangan oksida dengan perbandingan 1:6. MnO2 dengan variasi fraksi mol x = 0,1 ; 0,3 ; 0,5 ;0,7; 1; 1,3 dan 1,5 dari mol ferrit. Kemudian dilanjutkan lagi dengan ballmill selama 20 jam menggunakan pelarut aquades. Kemudian dikeringkan selama 1 hari dalam oven dengan temeratur 100°C. Serbuk tersebut lalu di analisa struktur dan fasanya menggunakan XRD. Serbuk lalu dikalsinasi pada temperatur 1000 o C selama 2 jam. Kemudian dilanjutkan dengan pencetakan menggunakan seluna sebagai perekatnya. Massa sampel yang dicetak adalah sebesar 10gr, dengan diameter 2 cm. Setelah dicetak sampel disintering dengan variasi temperature 1100, 1150, 1200°C . Analisa dan karakterisasi yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi SEM, XRD, uji densitas, porositas, dan analisa sifat magnet dengan permagraf dan menggunakan VNA untuk karakterisasi material absorber. Universitas Sumatera Utara 4.1Hasil Karakterisasi DTA Gambar 4.1 Grafik Defferensial Temperature Analyzer Dari hasil kurva terjadipembentukan puncak kenaikan kurva hingga pada tidak terlalu signifikan, proses naiknya terjadinya peristiwa pelepa terjadi pelepasan air kristal 755 o C kembali terdapat karbonat dan dimulainya -1 1 2 3 4 5 6 100 200 D e fe re n s ia l S u h u

BAB IV HASIL PEMBAHASAN

Karakterisasi DTA Gambar 4.1 Grafik Defferensial Temperature Analyzer DTA BaFe 12 kurva DTA dapat diketahui bahwa pada suhu ipembentukan puncak endotermis. Namun mulai dari suhu 90 hingga pada suhu 300 – 400 o C terjadi puncak eksotermis proses naiknya kurva pada suhu 90 o C menunjukkan pelepasan air H 2 O dan pada suhu 300 – 400 kristal yang berupa gas OH dan perubahan fasa. Pada terdapat puncak eksotermis, dimana diduga terjadinya dimulainya pembentukan fasa BaFe 12-x Mn x O 19 . Dan pada 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 Suhu Kalsinasi 12-x Mn x O 19 pada suhu 75 o C suhu 90 o C terjadi eksotermis yang C menunjukkan mulai 400 o C diduga . Pada suhu terjadinya pelepasan Dan pada suhu 835 1100 1200 Universitas Sumatera Utara o C terjadi puncak endotermis yang merupakan suhu terbentuknya fasa tunggal barium heksaferit dengan tambahan aditif Mn. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Poja Chauhan 2010 pembentukan fasa dari campuran BaCO 3 dan Fe 2 O 3 menjadi barium heksaferit terdapat pada suhu 900 o C. Dan dari penelitian Qodri 2012 terjadi pembentukan fasa barium heksaferit dengan tambahan unsur lantanum La pada saat suhu kalsinasi optimum yaitu 1050 o C. Serta pada penelitian Tubitak 2011 pembentukan fasa barium heksaferit yang dilakukan mulai dari suhu 850 o C - 1000 o C dan proses kalsinasi terbaik dalam menghasilkan fasa barium heksaferit pada penelitian tersebut terdapat pada suhu 1000 o C.Sehingga pada penelitian ini, suhu kalsinasi yang dipakai pada suhu 1000 o C dengan tujuan menghasilkan material BaFe 12-x Mn x O 19 dengan waktu penahanan selama 2 jam dengan kenaikan suhu sebesar 3 o Cmenit.

4.2 Hasil karakterisasi X – Ray Diffraction XRD

2 Theta Gambar 4.2Grafik Hasil Pengujian XRD BaFe 12-x Mn x O 19 Pada T=1000 o C Dengan Komposisi Doping Ion Mn 0,1, 0,7, dan 1,5 Fe 2 O 3 X= 0,7 X= 0,1 X= 1,5 Inst Universitas Sumatera Utara Dari Gambar 4.2hasil analisis XRD dapat diketahui bahwa komposisi material mempengaruhi puncak – puncak yang terbentuk. Hal tersebut terlihat dengan masih hadirnya fasa Fe 2 O 3 meskipun dalam fraksi yang minor diduga berasal dari komposisi material yang tidak stokiometri. Hal tersebut bisa terjadi selama proses preparasi barium heksaferit terutama dalam penghasulan kembali barium heksaferit yang telah didoping oleh ion Mn. Gambar 4.3Diagram Fasa Barium Heksaferit Parameter kisi dianalisa dengan menggunakan metoda match yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 4.1 Dari hasil terlihat penurunan nilai konstanta kisi kristal fasa utama seiring dengan meningkatnya subsitusi komposisi ion Mn. Dari hasil penelitian sebelumnya oleh Priyono 2010. Juga di dapatkan hasil yang sama.Penurunan konstanta kisi ini terjadi akibat adanya perbedaan ukuran atom Fe dengan atom Mn. Penurunan volume sel persatuan fasa utama tentunya akan memberikan efek lanjut pada momen magnet total persatuan volume atau magnetisasi jenuh dari fasa utama. Universitas Sumatera Utara 4.1Data Parameter Kisi Bahan BaFe 12-x Mn x O 19 Sampel x Komoposisi Senyawa a A c B 0,1 BaFe 11,9 Mn 0,1 O 19 5,892 23,198 0,7 BaFe 11,9 Mn 0,1 O 19 5,876 23,17 1,5 BaFe 11,9 Mn 0,1 O 19 5,865 23, 099

4.3 Hasil Karakterisasi Densitas dan Porositas

Hasil pengukuran densitas pada magnet barium heksaferit yang telah didoping oleh ion Mn dan menggunakan variasi temperatur sintering pada 1100– 1200 o C dengan interval 50 o C. 4.2Data Hasil Pengujian Densitas X 1200 o C gramcm 3 1150 o C gramcm 3 1100 o C gramcm 3 0,1 4.77 4.75 4.67 0,3 4.73 4.69 4.39 0,5 4.7 4.67 4.36 0,7 4.66 4.58 4.33 1 4.6 4.52 4.22 1,3 4.54 4.42 4.13 1,5 4.537 4.39 4.11 Universitas Sumatera Utara Dari grafik yang di tampilkan dari data hasil pengujian densitas pada Gambar 4.2terlihat adanya penurunan densitas pada penambahan komposisi Mn. Ini disebabkan telah tersubsitusinya ion Mn terhadap Fe. Hal ini terjadi disebabkan oleh besar densitas MnO 5,026 grcm 3 yang lebih kecil dibandingkan densitas serbuk Fe 2 O 3 5,242 grcm 3 . Dari hasil penelitian juga didapatkan nilai densitas pada kondisi suhu sintering 1100 o C dari 4,77 grcm 3 untuk x = 0 menjadi 4,53 grcm 3 untuk x = 1,5, pada suhu sintering 1150 o C dari 4,75 grcm 3 untuk x = 0 menjadi 4,39 grcm 3 untuk x = 1,5, pada suhu sintering 1200 o C dari \4,67 grcm 3 untuk x = 0 menjadi 4,11 grcm 3 untuk x = 1,5. Gambar 4.4Densitas VS Komposisi Doping Ion Mn x Jika dilihat pada hubungan densitas terhadap suhu sintering,tren ini tampaknya bertentangan denganteori bahwa peningkatan temperatur sintering akan meningkatkan nilai densitas. Seperti diketahui proses sintering berbasis material keramik bertujuan mengkompakan serbuk. Namun terihat dari gambar 4.4bahwa pada suhu 1100 o C densitas pada sampel berbentuk pellet lebih tinggi dibandingkan densitas pada suhu 1150 o C, dan suhu 1200 o C dengan penahan selama 2 jam. Diduga terjadi proses sintering yang berlebihan pada suhu 1150 o C dan suhu 1200 o Cyang menyebabkan terjadinya pertumbuhan butir. Sehingga pada sampel pellet terjadi keretakan pada permukaannya ataupun cacat pada sampel tersebut. Hal itu menyebabkan terjadi peninggkatan pori pada sampel meskipun tetap terjadi susut pada sampel tersebut. 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 D e n si ta s gr c m 3 Komposisi Doping Ion Mn mol ts 1200 ts 1150 ts 1100 Universitas Sumatera Utara 4.3 Data Hasil Pengujian Densitas Terha PadaKomposisi Dari Tabel 4.3 diatas dapat dibuat grafi perubahan temperatur sintering pada Gambar 4.6 dibawa Gambar 4. Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa saat suhu sintering meningkat sesuai pertambahan mencapai densitas optimum sampel mengalami penu Berdasarkan hasil semakin tinggi suhu penahanan, 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 800 850 D e n si ta s gr c m 3 Komposisi Pengujian Densitas Terhadap Variasi Temperatur Pembaka PadaKomposisi Doping Ion Mn x = 1,3 mol Suhu Sintering o C Densitas gramcm 3 900 4.08 1000 4.16 1100 4.54 1150 4.42 1200 4.13 diatas dapat dibuat grafik hubungan antara nilai densitas terhadap mperatur sintering pada Gambar 4.6 dibawah ini. .5Grafik Densitas vs Temperatur Pembakaran Gambar 4.5,hubungan antara densitas sebagai fungsi suhu suhu sintering 900 o C dan 1000 o C densitas pada sampel pertambahan suhu sintering hingga mencapai suhu 1100 optimum pada temperature tersebut. Kemudian nilai ngalami penurunan pada temperature sintering 1150 o C dan 1200 Berdasarkan hasil penelitian Agus Sukarto 2013 menyatakan suhu penahanan, kecepatan penyusutan juga semakin 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 Temperatur oC Komposisi Mn x 1,3 mol dap Variasi Temperatur Pembakaran ik hubungan antara nilai densitas terhadap suhu sintering pada sampel terus suhu 1100 o C dan nilai densitas C dan 1200 o C. menyatakan bahwa semakin tinggi. 1200 1250 Universitas Sumatera Utara kecepatan penyusutan dimungkinkan mempengaruhi karakteristik fisik dari produk hasil sintering, dimana distribusi suhu sinter yang kurang merata dapat menimbulkan tegangan residu yang menjadi sumber keretakan. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Didiek.et al 2012 yang menyatakan selama proses reaksi dan densifikasi dapat terjadi proses sintering reaktif yang biasanya menghasilkan porositas tambahan. Berbagai reaksi yang mungkin terjadi pada saat sintering reaktif seperti reaksi oksidasi-reduksi dan tahap transisi. Dengan cara ini reaksi yang disebabkan oleh kotoran, aditif atau produk lainnya terbentuk selama proses sintering. Pengujian porositas magnet barium heksaferit BaFe 12-x Mn x O 19 disajikan pada Tabel 4.4 berikut : 4.4Data Hasil Pengujian Porositas Porositas X 1200 o C 1150 o C 1100 o C 0,1 10,4 5,9 5,1 0,3 12,2 8 6,5 0,5 14,8 9 8,2 0,7 15,3 13,4 9,4 1 18,5 14,3 10,2 1,3 22,3 14,8 10,9 1,5 22 14,9 11,1 Dari Tabel 4.4 diatas dapat dibuat grafik hubungan antara nilai densitas terhadap perubahan temperatur sintering pada Gambar 4.7 dibawah ini. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.6Grafik Porositas VS Komposisi Doping Ion Mn x Dari Gambar 4.6diketahui adanya hubungan korelasi berbanding terbalik antara densitas dengan porositas. Dimana semakin tinggi nilai densitas maka semakin rendah nilai porositasnya. Dari hasil pengukuran yang didapat nilai porositas pada suhu 1200 o C memiliki nilai maksimum dengan porositas tertinggi 22 .

4.4 Hasil Karakterisasi SEMEDAX