NILAI EKONOMI KOMODITI HUTAN MANGROVE DI DESA MERAK BELANTUNG KECAMATAN KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(1)

(Skripsi)

Oleh Dewi Masithah

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

by some of mangrove trees which it growed and developed in the tidal muddy along the coastal area. The mangrove forest of Merak Belantung of South Lampung had some commodities which it had a economic value and could benefits for the community. The economic value information aimed by interview the respondents. The economic comodities of mangrove were fishes namely: kakap (Lutjanus sp.), belanak (Valamugil seheli), gelodok (Periophthalus modestus), and varieties of seashells (tiram (Crassostrea gigas) and lukan (Geloina erosa)), crabs (Brachyura), shrimp (Penaeusmonodon), and sonneratia fruit (Sonneratia caseolaris). The economic value of commodities could discovered and calculated with assessment based on market valuation and willingness to accept payment (WTA) methods. Total economic value from mangrove forest commodities was IDR 754.090.000/year from 8 types commodity. Key word: mangrove forest commodity, assessment based on market value,


(3)

didominasi oleh beberapa pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan memiliki komoditi- komoditi yang bernilai ekonomi dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Nilai ekonomi tersebut diketahui dengan melalukan wawancara kepada responden penelitian. Komoditi hutan mangrove yang bernilai ekonomi yaitu ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan belana (Valamugil seheli), ikan gelodok (Valamugil seheli), kerang tiram (Crassostrea gigas), kerang lukan (Geloina erosa), kepiting (Brachyura), udang windu (Penaeusmonodon), dan buah pidada (Sonneratia caseolaris). Nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove dapat diketahui dan dihitung menggunakan metode penilaian berdasarkan harga pasar dan metode kesediaan menerima pembayaran (WTA). Nilai ekonomi seluruh komoditi hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan adalah sebesar Rp 754.090.000 per tahun untuk 8 jenis komoditi yang dihasilkan.

Kata kunci: komoditi hutan mangrove, penilaian berdasarkan harga pasar, kesediaan untuk menerima (WTA)


(4)

Oleh

DEWI MASITHAH Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mecapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

Gambar Halaman

1. Bagan alir kerangka pemikiran ... 7 2. Hutan mangrove di perbatasan Desa Merak Belantung ... 33 3. Hutan mangrove di jalan masuk Desa Merak Belantung ... 33


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... . 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 3

C. Tujuan penelitian ... 4

D. Manfaat penelitian ... 4

E. Batasan Penelitian ... 5

F. Kerangka Pemikiran ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Hutan mangrove ... 8

B. Fugsi hutan mangrove ... 10

C. Manfaat dan nilai guna langsung hutan mangrove ... 12

D. Konsep Nilai Ekonomi ... 13

E. Analisis Vegetasi ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 17


(7)

B. Objek dan alat penelitian ... 17

C. Definisi Oprasional ... 17

D. Metode pengumpulan data ... 18

E. Metode pengambilan sampel ... 19

F. Analisis data ... 21

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 24

A. Letak dan luas ... 24

B. Topografi ... 25

C. Jenis Tanah ... 25

D. Iklim ... 25

E. Sosial Ekonomi ... 26

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Kondisi vegetasi hutan mangrove Merak Belantung ... 31

B. Potensi ekonomi komoditi hutan mangrove ………... 38

C. Pendugaan nilai ekonomi komoditi hutan mangrove ……….. 41

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(8)

Tabel Halaman 1. Jumlah masyarakat Desa Merak Belantung berdasarkan tingkat pendidikan . 26

2. Jumlah penduduk Desa Merak Belantung berdasarkan mata pencaharian ... 27 3. Jumlah tenaga kerja masyarakat Desa Merak Belantung berdasarkan umur .. 28 4. Jumlah penduduk kualitas angkatan kerja Desa Merak Belantung berdasarkan

tingkat pendidikan ... 28 5. Jenis dan jumlah lembaga yang ada di Desa Merak Belantung ... 29 6. Sarana yang ada di Desa Merak Belantung ... 30 7. Jenis mangrove yang terdapat di hutan mangrove Desa Merak Belantung

Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan ... 31 8. Hasil analisis vegetasi pohon mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan

Kalianda Kabupaten Lampung Selatan ... 34 9. Nilai ekonomi komoditi hutan mangrove Desa Merak Belantung ………….. 40 10.Besaran nilai WTA dan nilai rataan WTA responden …... 41


(9)

(10)

(11)

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan

skripsi ini. Dan kupersembahkan skripsi ini kepada:

Ayahku Drs. Bambang Tri Kuncoro (alm) dan ibuku Ningsih Ernawati tercinta yang telah membesarkan, merawatku, mendidik dan memberiku dukungan serta doanya dengan penuh cinta dan kasih sayang, yang selalu

memberikan dukungan dan membiayai seluruh kehidupan ku selama ini.

Mbakku Rahmah Hidayati, A. Md. tersayang yang selalu memberiku doa, dukungn, dan semangat serta menanti keberhasilanku dengan

penuh kesabaran.

Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih untuk abang Agus Haryadi yang selalu menemani ku, keluarga

besarku, dan keluarga besar Kehutanan 2010(Sylvaten) yang selalu memberiku semangat dan motivasi.

Almamaterku tercinta Kehutanan Universitas Lampung Bandar Lampung.


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Desember 1991 di Metro, Lampung Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari Bapak Drs. Bambang Tri Kuncoro dan Ibu Ningsih Ernawati.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1997 yaitu di Taman Kanak-Kanak Perwanida Metro, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung Senang pada tahun 1998 hingga tahun 2004.

Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 19 Bandar Lampung sampai tahun 2007, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur tes Saringan Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis telah melaksanakan Kuliah Lapangan Kehutanan ke Puslitbang Kota Bogor, Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan Kebun Raya Bogor. Penulis telah melaksanakan Praktik Umum (PU) Kehutanan di RPH Cikeusik BKPH Cikeusik KPH Banten Unit III Jawa Barat dan Banten selama 1 bulan.


(13)

Penulis juga telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Trisnomulyo Kecamatan Batang Hari Nuban Kabupaten Lampung Timur selama 40 hari.


(14)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai Ekonomi Komoditi Hutan Mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung. Tidak lupa shalawat beserta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta para sahabatnya hingga ke akhir zaman.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada beberapa pihak sebagai berikut.

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung sekaligus dosen penguji utama skripsi atas kritik, saran, dan motivasi yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dr. Asihing Kustanti, S. Hut., M. Si., selaku pembimbing utama atas bimbingan, saran, dan motivasi yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(15)

4. Bapak Rudi Hilmanto, S.Hut., M.Si., selaku pembimbing kedua sekaligus Pembimbing Akademik atas bimbingan, kritik, saran, dan motivasi yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan.

6. Ayahanda Drs. Bambang Tri Kuncoro (Alm) dan Ibunda Ningsih ernawati, yang selalu mencurahkan perhatian, mendoakan, dan memberikan motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi khazanah IPTEKS bidang kehutanan.

Bandar Lampung, 21 Oktober 2015 Penulis,


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan lainnya. Keunikan tersebut terletak pada keanekaragaman flora, fauna, dan habitat tempat hidupnya (Kustanti, 2011).

Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam wilayah pesisir yang mempunyai peran penting ditinjau dari sudut sosial, ekonomi, dan ekologis. Fungsi utama sebagai penyeimbang ekosistem dan penyedia berbagai kebutuhan hidup bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Sumberdaya hutan mangrove, selain dikenal memiliki potensi ekonomi sebagai penyedia sumberdaya kayu juga sebagai tempat pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), dan juga sebagai daerah untuk mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut lainnya, juga berfungsi untuk menahan gelombang laut dan intrusi air laut kearah darat (Suzana dkk., 2011).

Menurut Arief (2003) secara garis besar fungsi ekonomis mangrove merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat, industri maupun bagi negara. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan


(17)

biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Nilai penggunaan langsung adalah manfaat yang langsung diambil dari sumberdaya alam (Ramdan dkk., 2003). Nilai ini dapat diperkirakan melalui kegiatan konsumsi atau produksi. Penggunaan langsung hutan mangrove adalah penyedia kayu mangrove, daun mangrove sebagai bahan baku obat atau makanan ternak, buah sebagai sumber benih dan lain-lain yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dari hutan mangrove yang akan berbeda pada setiap daerah.

Perhitungan nilai ekonomi terhadap komoditi hutan mangrove bertujuan untuk memberikan gambaran potensi ekonomi hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan secara langsung bagi kehidupan. Nilai ini selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam aktivitas pemanfaatan yang akan dilakukan di kawasan mangrove tersebut. Berdasarkan hal ini, diperlukan adanya penelitian mengenai potensi ekonomi komoditi dari hutan mangrove sehingga dapat diketahui nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove tersebut. Nilai ekonomi nilai guna langsung dapat menunjukkan tingkat optimalisasi pemanfaatan yang telah dilakukan serta memberikan gambaran pola pengelolaan dan acuan yang mendukung keberadaan dan aktivitas pemanfaatan ekosistem mangrove. Dengan demikian, terjadinya pemanfaatan mangrove berkelanjutan tidak memberikan dampak buruk dan degradasi mangrove di masa mendatang (Qodrina dkk., 2012).

Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan merupakan desa yang terletak di wilayah pesisir dan memiliki sumberdaya alam hutan mangrove yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Hutan smangrove di Desa Merak Belantung memiliki manfaat yang besar dari segi


(18)

ekonomi, ekologi, dan sosial. Namun, masyarakat Desa Merak Belantung masih sedikit yang mengetahui manfaat langsung dan tidak langsung dari keberadaan hutan mangrove, terlebih terhadap komoditi hutan mangrove yang memiliki potensi ekonomi yang secara tidak sadar telah mereka dapatkan. Nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove di Desa Merak Belantung dapat diketahui dengan melakukan kajian mendalam dari berbagai aspek. Oleh karena itu, diperlukan penelitian guna menghitung nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian hutan.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah masyarakat Desa Merak Belantung mengetahui komoditi dari hutan mangrove disekitarnya yang dapat dimanfaatkan?

2. Apakah masyarakat Desa Merak Belantung mengetahui nilai ekonomi yang dihasilkan dari keberadaan hutan mangrove disekitarnya?

3. Berapakah nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan?


(19)

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui berbagai komoditi hutan mangrove di Desa Merak Belantung yang memiliki nilai ekonomi dan bermanfaat untuk menambah pendapatan masyarakat.

2. Untuk menggali dan mengumpulkan informasi tentang nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove Desa Merak Belantung.

3. Untuk mengestimasi nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove yang berada di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

4. Untuk mengetahui jenis dan dominansi vegetasi mangrove penyusun hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini,yaitu :

1. Memberikan informasi kepada masyarakat Desa Merak Belantung tentang komoditi dari hutan mangrove dan nilai ekonominya untuk meningkatkan kesejahteraan/pendapatan masyarakat.

2. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove di Desa Merak Belantung khususnya komoditinya.


(20)

3. Sebagai bahan informasi untuk penelitian yang sejenis pada masa yang akan datang atau sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

E. Batasan Penelitian

Beberapa definisi yang menjadi batasan penelitian ini adalah:

1. Ekosistem hutan mangrove di lokasi penelitian adalah hutan mangrove yang dikelola pemerintah dan dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Merak Belantung.

2. Komoditi hutan mangrove adalah semua manfaat langsung yang didapat masyarakat dari keberadaan hutan mangrove yaitu ikan, kepiting, udang, kerang, dan buah mangrove.

3. Nilai guna tidak langsung. Nilai ini tidak termasuk dalam penelitian karena keterbatasan dan kesulitan memperoleh data dari pihak swasta yang juga mengelola hutan mangrove.

4. Stakeholder adalah para pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Merak Belantung.

5. Responden adalah semua masyarakat terpilih di Desa Merak Belantung yang memanfaatkan hasil hutan mangrove.

F. Kerangka Pemikiran

Hutan mangrove merupakan hutan yang terletak didaerah pesisir yang memiliki banyak manfaat bila dimanfaatkan secara optimal. Namun, dalam pemanfaatannya


(21)

harus tetap memperhatikan aspek ekologi dan fisik dari hutan mangrove tersebut, sehingga pemanfaatannya dapat berkelanjutan.

Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Lampung Selatan terletak di wilayah pesisir dan memiliki sumberdaya alam hutan mangrove yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Hutan mangrove di Desa Merak Belantung memiliki manfaat yang besar dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial bagi masyarakat yang berada di desa tersebut. Namun, masyarakat Desa Merak Belantung masih sedikit yang mengetahui manfaat langsung dan tidak langsung dari keberadaan hutan mangrove terlebih terhadap komoditi hutan mangrove yang memiliki nilai ekonomi dan secara tidak sadar telah mereka dapatkan. Nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove di Desa Merak Belantung dapat diketahui dengan melakukan kajian mendalam dari aspek ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian guna menghitung nilai ekonomi komoditi hutan mangrove yang dihasilkan hutan mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian alam.

Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi sumberdaya hutan mangrove di Desa Merak Belantung menggunakan analisis deskriptif guna mengetahui kondisi aktual hutan mangrove tersebut. Identifikasi komoditi hutan mangrove diperoleh dengan mewawancarai responden menggunakan metode snowball sampling untuk mengetahui berbagai komoditi yang ada di hutan mangrove tersebut. Komoditi hutan mangrove yang diidentifikasi yaitu berupa ikan, udang, kepiting, kerang, dan buah mangrove yang langsung dihasilkan oleh hutan mangrove Desa Merak Belantung.


(22)

Nilai ekonomi komoditi hutan mangrove diukur menggunakan metode penilaian berdasarkan harga pasar dan metode kesediaan menerima masyarakat terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar yang dihasilkan hutan mangrove. Nilai dari komoditi hutan mangrove tersebut kemudian dikuantifikasi kedalam nilai uang sehingga diperoleh nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove yang bisa membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan demikian perlu dilakukan kajian untuk mengukur nilai ekonomi dari komoditi hutan mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis vegetasi untuk mengetahui jenis dan dominasi penyusun hutan mangrove Desa Merak Belantung.

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran. Hutan Mangrove

Komoditi langsung dan tidak langsung hutan

mangrove

 Ikan  Udang  Kepiting  Kerang

 Buah mangrove

Nilai ekonomi Komoditi hutan mangrove Desa Merak Belantung Penilaian berdasarkan Harga Pasar Kesediaan Menerima Masyarakat (WTA) Analisis Vegetasi

Jenis dan Dominasi Pohon Mangrove

Penyusun Hutan Mangrove Desa Merak


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hutan Mangrove

Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove. Keberadaan hutan mangrove ini merupakan ciri khas dari dari wilayah pesisir yang ada di daerah tropis dan sub tropis. Luas hutan mangrove yang ada di dunia adalah sekitar 16,9 juta ha dan sekitar 27 % berada di Indonesia (Bengen, 2002).

Hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan bersalinitas tinggi. Bakau adalah tumbuhan daratan berbunga yang mengisi pinggiran laut. Sebutan bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan ini (Nybakken, 1998).

Hutan mangrove merupakan sumber alam khas pesisir tropika, yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas apabila ditinjau dari aspek


(24)

sosial, ekonomi, dan ekologi. Banyaknya peranan hutan mangrove atau ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis flora dan fauna yang hidup dalam ekosistem perairan dan daratan yang membentuk ekosistem mangrove (Azis, 2006).

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya lahan basah yang terletak di wilayah pesisir yang mengalami tekanan-tekanan pembangunan baik secara langsung dan tidak langsung. Sehingga pengelolaannya harus merupakan bagian integral dari pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan pengelolaan DAS (daerah aliran sungai) secara keseluruhan (Menteri Kehutanan Republik Indonesia, 2013).

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, atau pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial (Novianty dkk., 2012).

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nontji, 1987; Nybakken, 1992).

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki krakteristik khas. Keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir secara ekologi dapat berfungsi sebagai penahan lumpur (sediment trap) termasuk limbah-limbah beracun yang dibawa oleh aliran air permukaan, bagi bermacam-macam biota


(25)

perairan sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan, daerah pemijahan dan pembesaran. Dari segi ekonomis mereka menyediakan bahan baku industri antara lain kayu chip, kayu arang dan kayu bangunan. Kayu mangrove juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kayu bakar (Pariyonio, 2006).

B. Fungsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang penting di lingkungan pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis (Romimotarto, 2001). Fungsi fisik adalah sebagai penahan angin, penyaring bahan pencemar, penahan ombak, pengendali banjir dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Fungsi biologis adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), dan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut lainnya. Fungsi ekonomis adalah sebagai penghasil kayu untuk bahan baku dan bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan. Fungsi tersebut juga merupakan strategis sebagai produsen primer yang mampu mendukung dan menstabilkan ekosistem laut maupun daratan.

Menurut Arief (2003) secara garis besar fungsi ekonomis mangrove merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat, industri maupun bagi negara. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk ekonomi yang mempertimbangkan lingkungan. Nilai ekonomi total merupakan instrumen yang dianggap tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan rumah tangga sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya alam.


(26)

Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu fungsi biologis/ekologis, fungsi fisik dan fungsi sosial-ekonomis. Sedangkan manfaat mangrove adalah sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari dua tingkatan, yaitu tingkat ekosistem mangrove secara keseluruhan (lahan tambak, lahan pertanian, kolam garam, ekowisata) dan tingkat komponen ekosistem sebagai primary biotic componen (masing-masing flora dan faunanya) (Kustanti, 2011).

Fungsi ekologi hutan mangrove meliputi tempat sekuestari karbon, remediasi bahan pencemar, menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai, menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung, dan fauna lain, serta pembentuk daratan. Fungsi sosial ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bangunan, kayu bakar, kayu lapis, bubur kertas, tiang telepon, tiang pancang, bagan penangkap ikan, dermaga, bantalan kereta api, kayu untuk mebel dan kerajinan tangan, atap rumah, tannin, bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein hewani, madu, karbohidrat, dan bahan pewarna, serta memiliki fungsi sosial budaya sebagai areal konservasi, pendidikan, ekoturisme, dan identitas budaya (Setyawan dan Winarno, 2006).

Hasil penelitian Istiyanto dkk. (2003) yang merupakan pengujian model di laboratorium antara lain menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora spp.) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami melalui rumpun tersebut.


(27)

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan mangrove di sepanjang pantai dapat memperkecil efek gelombang tsunami yang menerjang pantai.

Manfaat penting hutan mangrove diantaranya adalah kayunya dapat dipakai sebagai kayu bakar, arang, dan beberapa jenis pohon mangrove mempunyai kualitas kayu yang baik sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk perumahan dan kontruksi kayu, daunnya dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak serta buahnya sebagian ada yang dapat dimakan (Supriharyono, 2000).

C. Manfaat dan Nilai Guna Langsung Hutan Mangrove

Nilai penggunaan langsung adalah manfaat yang langsung diambil dari sumber daya alam (Ramdan dkk., 2003). Nilai ini dapat diperkirakan melalui kegiatan konsumsi atau produksi. Manfaat hutan mangrove yang dimasukkan sebagai penggunaan langsung adalah penyedia kayu mangrove, daun mangrove sebagai bahan baku obat atau makanan ternak, buah sebagai sumber benih dan lain-lain yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dari hutan mangrove yang akan berbeda pada setiap daerah.

Manfaat langsung dari hutan mangrove di Desa Pasar Banggi terdiri dari tambak bandeng alami dan pakan, tambak garam, penjualan bibit mangrove jenis Rhizophora sp. dan jenis Avicennia sp., serta penangkapan ikan, tiram dan kepiting (Hanifa dkk., 2013).

Pearce dan Turner (1990) menyatakan nilai manfaat hutan mangrove dapat dibedakan menjadi manfaat langsung (direct benefit) dan tidak langsung (indirect


(28)

benefit). Manfaat langsung hutan mangrove yaitu manfaat yang dapat dikonsumsi langsung. Manfaat langsung dari keberadaan hutan mangrove meliputi manfaat yang dapat dikonsumsi langsung yaitu meliputi ikan, kepiting, kerang, madu, udang dan kayu untuk memancing (Sathirathai dan Edward, 2001).

Produk yang berasal dari tumbuhan mangrove diantaranya adalah kayu bangunan, kayu bakar, kayu lapis, bubur kertas, tiang pancang, bagan penangkap ikan, dermaga, kayu untuk mebel dan kerajinan tangan. Produk metabolik sekunder berupa tannin yang diolekan pada jala ikan nelayan, bahan obat, karbohidrat berupa tepung yang berasal dari buah mangrove, dan bahan pewarna yang berasal dari limbah pohon mangrove (Priyono dkk., 2011). Fungsi sosial-budaya hutan mangrove adalah sebagai areal konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya (Setyawan, 2006).

Manfaat langsung dari hutan mangrove adalah hasil yang langsung dapat dipungut dan dimanfaatkan serta memperoleh nilai yang dapat menambah pendapatan masyarakat. Jumlah dan nilai dari hasil yang dipungut secara langsung dari hutan oleh masyarakat sekitarnya adalah merupakan sumbangan hutan sekaligus menjadi faktor yang menjaga kelestarian hutan tersebut (Saprudin dan Halidah, 2012).

D. Konsep Nilai Ekonomi

Nilai merupakan persepsi terhadap barang dan jasa dari setiap individu tergantung tempat dan waktu. Menurut Davis dan Johnson yang diacu dalam Ramadhan


(29)

(2010) penilaian diartikan sebagai proses pengkuantifikasian nilai yang harus dilakukan melalui persepsi, pandangan individu atau kelompok individu.

Konsep nilai (value) adalah harga yang diberikan oleh seseorang terhadap Hasil dari penelitian Ramadhan (2010) menunjukkan bahwa nilai manfaat langsung dari hutan mangrove pada tahun 2009 di Desa Pantai Bahagia, Kabupaten Bekasi sebesar Rp 3.153.228.697,08. Berdasarkan penelitian Ramadhan (2010) nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove pada tahun 2009 sebesar Rp 7.234.324.448,11. Nilai manfaat keberadaan hutan mangrove pada tahun 2009 di Desa Pantai Bahagia sebesar Rp 5.115.620.400,00 (Ramadhan, 2010).

Kerangka nilai ekonomi yang sering digunakan dalam evaluasi ekonomi sumberdaya alam termasuk mangrove adalah konsep total ecnomic value (TEV) yang terdiri atas tiga tipe nilai, yaitu nilai pakai langsung (direct use value), nilai pakai tak langsung (indirect use value) dan nilai non-pakai (non use value). Nilai pakai langsung diturunkan dari pemanfaatan langsung (interaksi) antara masyarakat dengan ekasistem mangrove. Nilai pakai tak langsung didefinisikan sebagai nilai fungsi ekosistem mangrove dalam mendukung atau melindungi aktifitas ekonomi atau sering disebut sebagai jasa lingkungan. Nilai pilihan (option value) terkait dengan nilai pakai (use values) yang merupakan pilihan pemanfaatan ekosistem mangrove di masa datang. Salah satu representasi dari nilai intrinsik ini adalah nilai keberadaan (existence value) (Adrianto, 2004).

Valuasi ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai riil dari sudut pandang masyarakat. Valuasi ekonomi perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana adanya bias antara harga


(30)

yang terjadi dengan nilai riil yang seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang digunakan. Selanjutnya mencari tahu apa penyebab terjadinya bias harga tersebut. Ilmu ekonomi sebagai perangkat melakukan valuasi ekonomi adalah ilmu tentang pembuatan pilihan-pilihan (making choices). Pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif yang dihadapkan kepada kita tentang lingkungan hidup lebih kompleks, dibandingkan dengan pembuatan pilihan dalam konteks barang-barang privat murni (purely private goods) (Baderan, 2013).

Valuasi ekonomi alam dan lingkungan merupakan suatu instrumen ekonomi yang menggunakan teknik valuasi untuk mengestimasi nilai moneter dari barang dan jasa yang diberikan oleh sumberdaya alam dan lingkungan (Marhayana dkk., 2012).

Penilaian terhadap barang sumberdaya tidak hanya mengenai harga pasar dari barang yang dihasilkan oleh suatu sumberdaya tersebut, melainkan juga jasa yang ditimbulkan. Pertanyaan yang sering timbul dalam proses penilaian misalnya bagaimana mengukur atau menilai jasa tersebut padahal konsumen tidak mengkonsumsinya secara langsung. Lebih lagi jika konsumen tidak pernah mengunjungi tempat dimana sumberdaya alam tersebut berada (Irmadi, 2004).

Kajian valuasi ekonomi sumber daya mangrove mempunyai cakupan yang sangat luas dan tergantung dari sudut pandang mana yang akan dikaji serta seberapa besar ruang cakupan yang dikaji. Para ahli ekonomi secara umum membagi nilai ekonomi total mangrove ke dalam nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tak langsung dan nilai bukan penggunaan (Marwa dan Evan, 2012).


(31)

E. Analisis Vegetasi

Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, suatu vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2010).

Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies organisme (Soegianto, 1994). Lebih lanjut Soegianto, 1994 menjelaskan, bahwa hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat memengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antarspesies dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas (Indriyanto,2010).

Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto, 1994).


(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember – Februari 2015, di hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

B. Objek dan alat penelitian

Objek dalam penelitian ini yaitu hutan mangrove Desa Merak Belantung yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan dokelola oleh masyarakat serta Dinas Kehutanan. Alat bantu dalam penelitian yaitu daftar kuesioner, seperangkat alat komputer, kamera dan alat-alat tulis.

C. Definisi Oprasional

Dalam pelaksanaan penelitian ini dibataskan pada:

a. Identifikasi berbagai komoditi hutan mangrove yang memiliki nilai ekonomi dengan menggunakan teknik snowball sampling kepada responden yang telah dipilih.


(33)

b. Penilaian berdasarkan harga pasar yaitu pendekatan kesediaan membayar konsumen terhadap manfaat langsung yang dihasilkan hutan mangrove yang memiliki pasar.

c. Kesediaan menerima pembayaran adalah kesediaan penjual menerima pembayaran (willingness to accept-WTA) dari konsumen/pembeli terhadap komoditi langsung hutan mangrove yang tidak memiliki pasar.

d. Analisiss vegetasi hutan mangrove untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove Desa Merak Belantung.

D. Metode Pengumpulan Data a. Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain : a. Data Primer

Data primer didapatka dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan analisis vegetasi. Data primer yang dibutuhkan menggunakan wawancara/kuesioner tentang nilai ekonomi komoditi hutan mangrove yang memiliki pasar dan nilai ekonomi komoditi hutan mangrove yang tidak memiliki pasar dengan mengestimasi WTA dari komoditi tersebut, serta data analisis vegetasi hutan mangrove.

b. Data Sekunder

Data skunder diperoleh dari instansi yang terkait seperti kantor Kepala Desa, Kelurahan, dan Dinas Kehutanan. Data sekunder ini berupa data yang berhubungan dengan gambaran umum lokasi penelitian baik kondisi fisik, sosial, ekonomi masyarakat, data keadaan umum penduduk, dan mempelajari buku-buku,


(34)

tulisan-tulisan, data-data dan studi kepustakaan lain yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian.

b. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, kuesioner, analisis vegetasi dan kajian data sekunder untuk informasi independen dan dapat memperoleh kesimpulan yang relatif lebih akurat tentang objek yang akan diteliti. Pengumpulan data juga dilakukan dengan studi pustaka yaitu menggunakan teknik pengumpulan data penunjang penelitian yang diperoleh dari studi literatur dan instansi-instansi terkait.

E. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel prasurvey dalam penelitian menggunakan metode Snowball sampling sehingga didapatkan 8 komoditi hutan mangrove Desa Merak Belantung yang memiliki nilai ekonomi. Snowball sampling yaitu teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil dan bila diperlukan bertambah. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel bertambah dan berhenti apabila informasi yang diterima telah sama (Sugiyono, 2010).

Setelah melakukan prasurvey menggunakan snowball sampling, kemudian dilakukan pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling


(35)

untuk mengetahui nilai ekonomi dari masing-masing komoditi hutan mangrove tersebut.

Populasi dalam penelitian ini adalah nelayan di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan yang berjumlah 116 orang (Profil Desa Merak Belantung, 2014). Menurut Arikunto (2011) jika populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tapi jika jumlah populasinya besar dapat diambil antara 10 – 15% atau 20 – 25%.

Banyaknya responden ditentukan dengan menggunakan presisi 15%, karena dilihat dari segi keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga. Menurut Arikunto (2011), maka didapatkan responden:

n =

n =

=

= 32, 1320639889 = 32 responden Keterangan:

n : jumlah responden

N : jumlah total kepala keluarga di Desa Merak Belantung e : presisi 15%


(36)

F. Analisis Data a. Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi hutan mangrove Desa Merak Belantung dilakukan dengan menggunakan metode garis berpetak dengan plot berukuran (10m x 10m). Intensitas sampling yang digunakan yaitu 1% untuk luas kawasan hutan mangrove tempat penelitian sebesar 10 Ha (Dinas Kehutanan Lampung Selatan, 2014). Rumus penentuan banyaknya jumlah plot dalam penelitian ini adalah (Indriyanto, 2010):

ℓ = L x Is = 10 Ha x 1 %

= 100000m x 0,01 = 1000m

Banyaknya plot penelitian :

=

= 10 plot

Keterangan:

ℓ : luas seluruh plot penelitian L : Luas kawasan penelitian Is : Intensitas sampling

Variabel yang dihitung dalam analisis vegetasi (Indriyanto, 2010) :

1. Kerapatan (K)

K =

2. Kerapatan Relatif (KR)

KR =

x 100%

3. Frekuensi (F)

F =


(37)

4. Frekuensi Relatif (FR)

FR =

x 100%

5. Dominasi (D)

D =

6. Dominasi Relatif (DR)

DR =

x 100%

7. Indeks Nilai Penting (INP) menurut Curtis dan Mc. Intosh (1950 dalam Gopal dan Bhardwaj, 1979 (dalam indriyanto, 2010).

b. Nilai ekonomi komoditi langsung Hutan Mangrove

Data komoditi hutan mangrove yang memiliki nilai ekonomi dari hasil observasi di lapangan serta pendapat para pihak secara snowball dianalisis secara deskriptif.

c. Pendugaan Nilai Ekonomi Komoditi Langsung Hutan Mangrove 1. Penilaian berdasarkan harga pasar

Menggunakan pendekatan harga pasar untuk mengetahui komoditi hutan mangrove yang memiliki pasar dan harga pasar di Desa Merak Belantung.

2. Kesediaan Menerima pembayaran (Willingness to accept/ WTA)

Kesediaan menerima masyarakat atas pembayaran konsumen untuk komoditi hutan mangrove yang tidak memiliki pasar dan harga pasar.

Cara untuk mengetahui nilai WTA masyarakat dalam penelitian ini adalah dengan menghitung nilai rataan WTA dan menghitung total WTA (Hanley and Spash, 1993).


(38)

a. Memperkirakan Nilai Rataan WTA

Dugaan nilai rataan WTA dihitung dengan rumus: ∑

EWTA =

n dimana:

EWTA : Dugaan nilai rataan WTA WTA : Nilai WTA komoditi Xi : Jumlah tiap data n : Jumlah responden

i : Responden ke-I yang bersedia menerima dana kompensasi

(i=1,2,…,k)

b. Menghitung Total WTA

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTA maka dapat diduga nilai WTA dari masyarakat dengan rumus:

n

TWTA =

WTAi ni t=0

dimana:

TWTA : Total WTA

EWTAi : Nilai rata-rata WTA ni : Jumlah komoditi

i : Responden ke-I yang bersedia menerima kompensasi


(39)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Desa Merak Belantung memiliki ketinggian antara 0 – 200 m diatas permukaan laut, batas wilayah merupakan batas yakni sungai dan perbukitan (Saputra, 2013).

Desa Merak Belantung terletak pada 15 km dari ibukota Kecamatan Kalianda dan ibukota Kabupaten Lampung Selatan (Kalianda) serta 45 km dari ibukota Provinsi Lampung yaitu Bandar lampung. Batas wilayah Desa Merak Belantung secara administratif, yaitu:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Agom-Taman Agung b. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut-Teluk Lampung c. Sebelah timur berbatasan dengan Muara Lubuk-Laut d. Sebelah barat berbatasan dengan PT. PN VII

(Profil Desa Merak Belantung, 2014).

Adapun luas wilayah mencapai 1410 ha yang terdiri 104,827 ha luas pemukiman, 34 ha luas persawahan, 600 ha luas perkebunan, 3 ha luas kuburan, 105,600 ha luas pekarangan, dan 2 ha luas perkantoran.


(40)

B. Topografi

Secara umum topografi Desa Merak Belantung adalah datar, bergelombang, sampai berbukit. Daerah yang dekat dengan pantai memiliki topografi yang datar, sedangkan untuk daerah yang jauh dari pantai topografinya bervariasi mulai dari bergelombang sampai berbukit. Dusun yang terletak pada topografi yang datar adalah Dusun Haringin, Serdang, dan Merak, sedangkan Dusun Kampung Baru, Lubuk dan Kenjuru terletak pada toporgafi yang berbukit (Saputra, 2013).

C. Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar berwarna abu-abu (Profil Desa Merak Belantung, 2014). Jenis tanahnya adalah alluvial yaitu jenis tanah yang masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur, konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai, dan daerah cekungan (depresi) (Hanafiah, 2005).

D. Iklim

Jumlah bulan hujan di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan ada 5 bulan, yaitu berlangsung selama bulan November – Maret dengan curah hujan tahunan rata-rata 200/300 mm. Suhu udara relatif konstan, dimana suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Juli dan November (26,9°C) dan


(41)

suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober (28,27°C). Tipe iklim di Desa Merak Belangtung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan menurut Klasifiksi Schmith dan Ferguson (1952) termasuk daerah yang memiliki tipe iklim B.

E. Sosial Ekonomi

1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan adalah mulai dari tamatan Sekolah Dasar sampai dengan Diploma II. Adapun jumlah tingkat pendidikan masyarakat Desa Merak Belantung adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Jumlah Masyarakat Desa Merak Belantung berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan

usia 3 – 6 tahun yang belum TK 137 123

Usia 3 – 6 tahun yang sedang TK 45 60

Usia 7 – 18 tahun yang sedang sekolah 315 417 Usia 18 – 56 tahun pernah SD tapi tidak tamat 217 186

Tamat SD/Sederajat 875 605

Jumlah usia 12 – 56 tahun tidak tamat SLTP 110 113 Jumlah usia 18 – 56 tahun tidak tamat SLTA 965 515

Tamat SMP/sederajat 375 346

Tamat SMA/sederajat 254 227

Tamat D-1/sederajat 9 16

Tamat D-2/sederajat 8 15

(Profil Desa Merak Belantung, 2014)

2. Mata Pencaharian Pokok

Mata pencaharian masyarakat Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan adalah buruh tani, sehingga kebutuhan lahan pertanian semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Desa Merak


(42)

Belantung. Adapun jumlah penduduk berdasarkan mata pencahariannya adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Merak Belantung berdasarkan Mata Pencaharian

Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan

Petani 79 55

Buruh tani 800 672

Pegawai Negeri Sipil 9 17

Peternak 400 219

Nelayan 150 -

Pembantu rumah tangga 47 65

Dukun kampung terlatih 1 5

Pengusaha besar 7 -

Karyawan perusahaan swasta 350 19

(Profil Desa Merak Belantung, 2014).

Masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan rata-rata adalah mereka yang merupakan keturunan Suku Bugis. Suku Bugis telah menetap di Desa Merak Belantung sejak puluhan tahun silam, dan tidak ada yang tahu kapan pastinya suku bugis tersebut pertama kali mendiami Desa Merak Belantung. Ikan hasil tangkapan akan dijual di tempat pelelangan ikan (TPI) Desa Merak Belantung atau langsung untuk mereka konsumsi sendiri.

3. Tenaga Kerja dan Kualitas Angkatan Kerja

Tenaga kerja masyarakat Desa Merak Belantung mulai dari penduduk yang berusia 0 – 56 tahun keatas berjumlah 3649 orang laki-laki dan 3301 orang perempuan, sedangkan untuk kualitas angkatan kerja masyarakat Desa Merak Belantung mulai dari penduduk yang buta aksara sampai penduduk tamatan perguruan tinggi berjumlah 2242 orang laki-laki dan 2157 orang perempuan. Adapun jumlah tenaga kerja Desa Merak Belantung berdasarkan umur dan jumlah


(43)

penduduk kualitas angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Jumlah Tenaga Kerja Masyarakat Desa Merak Belantung berdasarkan Umur

Tenaga Kerja Laki-Laki Perempuan

Penduduk usia 18 – 56 tahun 1.303 1.240

Penduduk usia 18 – 56 tahun yang bekerja 1.200 310 Penduduk usia 18 – 56 tahun yang belum/tidak

bekerja

103 930

Penduduk usia 0 – 6 tahun 243 248

Penduduk masih sekolah 7 – 18 tahun 505 400

Penduduk usia 56 tahun keatas 295 173

Jumlah 3.649 3.301

(Profil Desa Merak Belantung, 2014).

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kualitas Angkatan Kerja Desa Merak Belantung berdasarkan Tingkat Pendidikan

Angkatan Kerja Laki-Laki Perempuan

Penduduk usia 18 – 56 tahun yang buta aksara

han huruf - -

Penduduk usia 18 – 56 yang tidak tamat SD 984 914 Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tamat SD 750 595 Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tamat SLTP 249 400 Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tamat SLTA 240 208 Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tamat

Perguruan Tinggi 19 40

Jumlah 2.242 2.157

(Profil Desa Merak Belantung, 2014).

4. Kelembagaan

Kelembagaan yang ada di Desa Merak Belantung merupakan wadah bagi masyarakat dalam menunjang kegiatan/aktivitas pada masing-masing sektor dan sekaligus wadah bagi penyuluh dalam menyampaikan informasi sesuai dengan bidangnya. Adapun kelembagaan masyarakat yang ada di DesaMerak Belantung adalah sebagai berikut.


(44)

Tabel 5. Jenis dan Jumlah Lembaga yang ada di Desa Merak Belantung

No. Potensi Lembaga Jumlah

1. Lembaga Pemerintahan Desa 1

2. Lembaga Kemasyarakatan Desa 1

3. PKK 4

4. Rukun Warga 6

5. Rukun Tetangga 16

6. Karang Taruna 2

7. Kelompok Tani/ Nelayan 15

8. Organisasi Keagamaan 1

9. Kelompok Gotong Royong 6

10. Yayasan 2

11. Lembaga Politik 5

12. Lembaga Ekonomi dan Unit Usaha Desa 1

13. Usaha Jasa dan Perdagangan 7

14. Usaha Jasa Gas, Listrik, BBM dan Air 14

15. Usaha Jasa Keterampilan 1

16. Usaha Jasa Penginapan 28

17. Lembaga Pendidikan Formal 2

18. Lembaga Keamanan 2

(Profil Desa Merak Belangtung, 2014).

5. Sarana dan Prasarana

Aksesibilitas di Desa Merak Belantung untuk menuju ke kota, kecamatan dan desa lainnya sudah tergolong lancar. Prasarana jalan yang cukup baik dapat dilalui dengan memggunakan alat transportasi kendaraan roda dua, baik kendaraan milik pribadi maupun jasa ojek dan juga kendaraan roda empat milik pribadi. Desa Merak Belantung memiliki cukup banyak fasilitas umum yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal dan pendatang (wisatawan). Jenis-jenis fasilitas umum yang terdapat di Desa Merak Belantung dapat dilihat pada tabel berikut.


(45)

Tabel 6. Sarana yang ada di Desa Merak Belantung

Sarana Jumlah (Unit)

a. Pemerintahan Desa 3

b. Lembaga Kemasyarakatan Desa 1

c. Peribadatan

Masjid 6

d. Olahraga

Lapangan Sepak Bola 1

Lapangan Voli 6

e. Kesehatan

Puskesmas Pembantu 2

Posyandu 7

f. Pendidikan

Sekolah Dasar 3

TK 1

g. Hiburan dan Wisata 3


(46)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan antara lain:

1. Komoditi hutan mangrove di Desa Merak Belantung yang memiliki nilai ekonomi, yaitu ikan kakap, ikan belanak, ikan belodok kerang tiram, kerang lokan, kepiting, udang windu, dan buah pidada.

2. Nilai ekonomi komoditi hutan mangrove di Desa Merak Belantung berbeda-beda, yaitu ikan kakap Rp 65.700.000/tahun, ikan belanak Rp 65.700.000/tahun, udang windu Rp 127.750.000/tahun, kerang tiram Rp 109.500.000/tahun, kerang lokan Rp 54.750.000/tahun, kepiting Rp 255.500.000/tahun, ikan belodok Rp 73.000.000/tahun, dan buah pidada Rp 2.190.000/tahun

3. Total nilai ekonomi komoditi hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan adalah sebesar Rp 754.090.000 per tahun untuk 8 jenis komoditi yang dihasilkan langsung oleh hutan mangrove.

4. Terdapat 15 jenis pohon mangrove yang terdiri dari 9 famili dan tergolong dalam 3 kelompok mangrove dan didominasi (dikuasai) oleh pohon Bakau besar (Rhizophora mucronata) yang memiliki indeks nilai penting sebesar 133,6% pada hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.


(47)

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui nilai ekonomi total yang dimiliki hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

2. Perlu adanya pemantauan dan peraturan yang ketat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove secara lestari di hutan mangrove Desa Merak Belantung.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhaji, R. 2001. Problem of Issues Affecting Biodiversity in Indonesia. Situation Analysis. Paper. Presented in Workshop on Tanning Net Assessment for Biodiversity Conservation in Indonesia. Bogor. Indonesia. Adrianto L. 2004. Ekonomi dan Pengelolaan Mangrove dan Terumbu Karang.

Pada Program Pasca Sarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB. Institut Pertanian Bogor.

Agustina, L., Zen, L. W., Zulfikar, A. 2014. Struktur Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah Desa Berakit Bintan. Skripsi. Riau. Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP UMRAH.

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN. Bangkok, Thailand.

Alik, T. S. D., Umar, M. R., dan Priosambodo, D. 2013. Analisis Vegetasi

Mangrove di Pesisir Pantai Mara’bombang – Kabupaten Pinrang. Makasar. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makasar.

Arief, A. 2003. Hutan mangrove fungsi dan manfaatnya. Yogyakarta. Kanisius. Ariftia, R. I., Qurniati, R., dan Herwanti, S. 2014. Nilai Ekonomi Total Hutan

Mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Lampung. Jurnal Sylva Lestari ISSN 2339-0913 Vol. 2 No. 3, September 2014 Hal. 19—28.

Arikunto, S. 2011. Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Azis, N. 2006. Analisa Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Tessis Pascasarjana Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Baderan, D.W.K. 2013. Model Valuasi Ekonomi Sebagai Dasar Untuk


(49)

Bengen, D. G. 1999. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL – IPB. Bogor.

Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Bengen, D, G., dan I. M. Dutton. 2004. Interaction : Mangrove, Fisheries and Forestry Management in Indonesia. Hal. 632—653.

Budiman, A. 1988. Ecology and Behaviour of Benthic Fauna, Crabs and Molluscs #2: Ecological Distribution of Molluscs. Dalam Biological System of Mangrove. Laporan Ekspedisi Mangrove Indonesia Timur tahun 1986, Ehime University. Japan. Hal. 49—57.

Dinas Kehutanan Lampung Selatan. 2014. Luasan Hutan Mangrove Desa Merak Belantung. Lampung Selatan. Dinas Kehutanan Lampung Selatan.

Erwin. 2005. Studi Kesesuaian Lahan untuk Penanaman Mangrove Ditinjau dari Kondisi Fisika Oseanografi dan Morfologi Pantai pada Desa Sanjai Pasi Marannu Kabupaten Sinjai. Skripsi Program studi Kelautan , UNHAS. Makassar.

Hanifa, A., Pribadi, R., dan Nirwani. 2013. Kajian Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang. Jurnal Of Marine Research Volume 2 Nomor 2, Halaman 140— 148.

Hanley, N., and C. L. Spash. 1993. Cost Benefit Analysis and The Environment. Departement of Economics University of Stirling Scotland.

Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Jakarta. Bumi Aksara.

Irmadi. 2004. Konsep Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam. http://bungdanon.blogspot.com/konsepvaluasiekonomisumberdayalam. Diakses 20 Oktober 2014.

Istiyanto, D.C., S.K. Utomo, dan Suranto. 2003. Pengaruh Rumpun Bakau terhadap Perambatan Tsunami di Pantai. Makalah pada Seminar

Nasional ―Mengurangi Dampak Tsunami: Kemungkinan Penerapan Hasil Riset‖ di Yogyakarta, 11 Maret 2003.

Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S. Soemodihardjo dan I. G. M. Tantra 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia Pros. Sem. Ekos. Hutan Mangrove: Hal. 21—39.


(50)

Pasific Journal. 2 (7) Hal. 1350—1353.

Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional. 2013. Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia. Jakarta. Menteri Kehutanan Republik Indonesia.

Kordi, K.M.G.H. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass) Fungsi, Potensi dan Pengelolaan. Jakarta. Rineka Cipta.

Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor. IPB Press.

Marhayana, S., Niartiningsih, A., dan Idrus, R. 2012. Manfaat Ekonomi Ekosistem Mangrove di Taman Wisata Perairan Padaido Kabupaten Biak Numfor, Papua. Makassar. Manajemen Kelautan dan Pengembangan Wilayah Universitas Makasar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Makassar.

Marwa E. Salem and D. Evan Mercer. 2012. The Economic Value of Mangroves: A Meta-Analysis. Journal Sustainability, 4, Hal. 359—383.

Mustari, T. 2005. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove. Buletin Konservasi Alam Vol. 5 (1). PHKA. Jakarta.

Noor, Y. R., M. Khozali, dan I. N. N. Suryodiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International, Indonesia Programme. Jakarta.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Novianty, R., Sastrawibawa, S., dan Prihadi, D. J. 2012. Identifikasi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3 Hal. 41—47.

Nurfatriani, F. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan. Puslit Sosial dan Kebijakan Kehutanan. Jakarta

Nybakken, J .W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Pariyono. 2006. Kajian Potensi Kawasan Mangrove dalam Kaitannya dengan Pengelilaan Wilayah Pantai di Desa Panggung, Bulakbaru, Tanggultlare, Kabupaten Jepara.

Pearce, DW., dan Turner, RK. 1990. Economics of Natural Resources and The Environment. Newyork: Harverter Wheatsheaf.


(51)

Profil Desa Merak Belantung. 2014. Profil Desa Merak Belantung. Lampung Selatan. Desa Merak Belantung.

Qodrina, L., Hamidy, R., dan Zulkarnaini. 2012. Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove di Desa Teluk Pambang Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau. Riau

Ramdan, H., Yusran, dan Darusman, D. (2003). Pengelolaan sumberdaya alam dan otonomi daerah: perspektif kebijakan dan valuasi ekonomi (cetakan pertama). Bandung: Alqaprint Jatinangor Sumedang.

Ramadhan, A. 2010. Penilaian Ekonomi Hutan Mangrove dengan Studi Kasus Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Romimotarto, K. (2001). Biologi laut: Ilmu pengetahuan tentang biota laut. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Saprudin, dan Halidah. 2012. Potensi dan Nilai Manfaat Jasa Lingkumgan Hutan Mangrove di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 9 No. 3 Hal. 213—219.

Saputra, S.E. 2013. Potensi Wisata Hutan Mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Sathirathai, S., dan Edward, BB. 2001. Valuing Mangrove Conservation in

Southern Thailand. ContemporaryEconomic Policy (ISSN 1074 – 3529). 19(2) Hal. 109—122.

Setyawan, D. A., Indowuryatno, Wiryanto, Winarno, K., dan A. Susilowati. 2005. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah : Keanekaragaman Jenis. Jurnal Biodiversitas 6 (2) Hal. 90—94.

Setyawan, D. A dan Winarno, K. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Biodiversitas Volume 7, Surakarta, Halaman: 159—163.

Sivasothi, N., D. H. Murphy, dan P. K. L. Ng. 1994. Tree-climbing and Herbivory of Crabs in the Singapore Mangrove. Proc. Workshop Mangrove Fisheries Connections.


(52)

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. ALFABETA. Bandung.

Supriharyono. (2000). Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah pesisir tropis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suwondo., Febrita, E., dan Sumanti, F. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda pada Hutan Mangrove di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatra Barat. Jurnal Biogenesis Vol. 2(1) Hal. 25—29 ISSN (1829 – 5460).

Suzana, B. O. L., Timban, J., Kaunang, R., dan Ahmad. F. 2011. Valuasi Sumberdaya Hutan Mangrove di Desa Palas Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. ASE – Volume 7 Nomor 2 Hal. 29—38. Syahril, A. R. 1995. Studi Pola Sebaran Mangrove Berdasarkan Variasi Slinitas

di Pantai Malili Kabupaten Luwu. Skripsi Jurusan Ilmu Kehutanan UNHAS. Makassar.

Wahidin, L. O., Ola, O. L., dan Yusuf, S. 2013. Valuasi Ekonomi Tegakan Pohon Mangrove (Soneratia Alba) di Teluk Kendari, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 2 No. 06 Hal. 120— 127.

Wahyuni, Y., Putri, E. I. K., dan Simanjuntak, S. 2014. Valuasi Total Ekonomi Hutan Mangrove di Kawasan Delta Mahakam Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Samarinda. Jurnal penelitian kehutanan wallacea Vol. 3 no.1, april 2014 : 1—1.


(1)

46

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui nilai ekonomi total yang dimiliki hutan mangrove Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

2. Perlu adanya pemantauan dan peraturan yang ketat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove secara lestari di hutan mangrove Desa Merak Belantung.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhaji, R. 2001. Problem of Issues Affecting Biodiversity in Indonesia. Situation Analysis. Paper. Presented in Workshop on Tanning Net Assessment for Biodiversity Conservation in Indonesia. Bogor. Indonesia. Adrianto L. 2004. Ekonomi dan Pengelolaan Mangrove dan Terumbu Karang.

Pada Program Pasca Sarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB. Institut Pertanian Bogor.

Agustina, L., Zen, L. W., Zulfikar, A. 2014. Struktur Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah Desa Berakit Bintan. Skripsi. Riau. Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP UMRAH.

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN. Bangkok, Thailand.

Alik, T. S. D., Umar, M. R., dan Priosambodo, D. 2013. Analisis Vegetasi

Mangrove di Pesisir Pantai Mara’bombang – Kabupaten Pinrang.

Makasar. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makasar.

Arief, A. 2003. Hutan mangrove fungsi dan manfaatnya. Yogyakarta. Kanisius. Ariftia, R. I., Qurniati, R., dan Herwanti, S. 2014. Nilai Ekonomi Total Hutan

Mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Lampung. Jurnal Sylva Lestari ISSN 2339-0913 Vol. 2 No. 3, September 2014 Hal. 19—28.

Arikunto, S. 2011. Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Azis, N. 2006. Analisa Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Tessis Pascasarjana Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Baderan, D.W.K. 2013. Model Valuasi Ekonomi Sebagai Dasar Untuk


(3)

Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Disertasi. Yogyakarta. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Bengen, D. G. 1999. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL – IPB. Bogor.

Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Bengen, D, G., dan I. M. Dutton. 2004. Interaction : Mangrove, Fisheries and Forestry Management in Indonesia. Hal. 632—653.

Budiman, A. 1988. Ecology and Behaviour of Benthic Fauna, Crabs and Molluscs #2: Ecological Distribution of Molluscs. Dalam Biological System of Mangrove. Laporan Ekspedisi Mangrove Indonesia Timur tahun 1986, Ehime University. Japan. Hal. 49—57.

Dinas Kehutanan Lampung Selatan. 2014. Luasan Hutan Mangrove Desa Merak Belantung. Lampung Selatan. Dinas Kehutanan Lampung Selatan.

Erwin. 2005. Studi Kesesuaian Lahan untuk Penanaman Mangrove Ditinjau dari Kondisi Fisika Oseanografi dan Morfologi Pantai pada Desa Sanjai Pasi Marannu Kabupaten Sinjai. Skripsi Program studi Kelautan , UNHAS. Makassar.

Hanifa, A., Pribadi, R., dan Nirwani. 2013. Kajian Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove di Desa Pasar Banggi, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang. Jurnal Of Marine Research Volume 2 Nomor 2, Halaman 140— 148.

Hanley, N., and C. L. Spash. 1993. Cost Benefit Analysis and The Environment. Departement of Economics University of Stirling Scotland.

Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Jakarta. Bumi Aksara.

Irmadi. 2004. Konsep Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam. http://bungdanon.blogspot.com/konsepvaluasiekonomisumberdayalam. Diakses 20 Oktober 2014.

Istiyanto, D.C., S.K. Utomo, dan Suranto. 2003. Pengaruh Rumpun Bakau terhadap Perambatan Tsunami di Pantai. Makalah pada Seminar Nasional ―Mengurangi Dampak Tsunami: Kemungkinan Penerapan Hasil Riset‖ di Yogyakarta, 11 Maret 2003.

Kartawinata, K., S. Adisoemarto, S. Soemodihardjo dan I. G. M. Tantra 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia Pros. Sem. Ekos. Hutan Mangrove: Hal. 21—39.


(4)

Kepel, R. Ch., L. J. L. Lumingas, dan Hendrik, B. A. Lumimbus. 2012. Komunitas Mangrove di Pesisir Namano dan Waisisil, Provinsi Maluku. Pasific Journal. 2 (7) Hal. 1350—1353.

Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional. 2013. Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia. Jakarta. Menteri Kehutanan Republik Indonesia.

Kordi, K.M.G.H. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass) Fungsi, Potensi dan Pengelolaan. Jakarta. Rineka Cipta.

Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor. IPB Press.

Marhayana, S., Niartiningsih, A., dan Idrus, R. 2012. Manfaat Ekonomi Ekosistem Mangrove di Taman Wisata Perairan Padaido Kabupaten Biak Numfor, Papua. Makassar. Manajemen Kelautan dan Pengembangan Wilayah Universitas Makasar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Makassar.

Marwa E. Salem and D. Evan Mercer. 2012. The Economic Value of Mangroves: A Meta-Analysis. Journal Sustainability, 4, Hal. 359—383.

Mustari, T. 2005. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove. Buletin Konservasi Alam Vol. 5 (1). PHKA. Jakarta.

Noor, Y. R., M. Khozali, dan I. N. N. Suryodiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International, Indonesia Programme. Jakarta.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Novianty, R., Sastrawibawa, S., dan Prihadi, D. J. 2012. Identifikasi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Subang. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3 Hal. 41—47.

Nurfatriani, F. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan. Puslit Sosial dan Kebijakan Kehutanan. Jakarta

Nybakken, J .W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Pariyono. 2006. Kajian Potensi Kawasan Mangrove dalam Kaitannya dengan Pengelilaan Wilayah Pantai di Desa Panggung, Bulakbaru, Tanggultlare, Kabupaten Jepara.

Pearce, DW., dan Turner, RK. 1990. Economics of Natural Resources and The Environment. Newyork: Harverter Wheatsheaf.


(5)

Priyono, A., D. Ilminingtyas, Mohson.,L. S. Yuliani., dan T. L. Hakim. 2012. Berbagai Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. Ed.I, KKP.

Profil Desa Merak Belantung. 2014. Profil Desa Merak Belantung. Lampung Selatan. Desa Merak Belantung.

Qodrina, L., Hamidy, R., dan Zulkarnaini. 2012. Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove di Desa Teluk Pambang Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau. Riau

Ramdan, H., Yusran, dan Darusman, D. (2003). Pengelolaan sumberdaya alam dan otonomi daerah: perspektif kebijakan dan valuasi ekonomi (cetakan pertama). Bandung: Alqaprint Jatinangor Sumedang.

Ramadhan, A. 2010. Penilaian Ekonomi Hutan Mangrove dengan Studi Kasus Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Romimotarto, K. (2001). Biologi laut: Ilmu pengetahuan tentang biota laut. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Saprudin, dan Halidah. 2012. Potensi dan Nilai Manfaat Jasa Lingkumgan Hutan Mangrove di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 9 No. 3 Hal. 213—219.

Saputra, S.E. 2013. Potensi Wisata Hutan Mangrove di Desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Sathirathai, S., dan Edward, BB. 2001. Valuing Mangrove Conservation in

Southern Thailand. ContemporaryEconomic Policy (ISSN 1074 – 3529). 19(2) Hal. 109—122.

Setyawan, D. A., Indowuryatno, Wiryanto, Winarno, K., dan A. Susilowati. 2005. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah : Keanekaragaman Jenis. Jurnal Biodiversitas 6 (2) Hal. 90—94.

Setyawan, D. A dan Winarno, K. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Biodiversitas Volume 7, Surakarta, Halaman: 159—163.

Sivasothi, N., D. H. Murphy, dan P. K. L. Ng. 1994. Tree-climbing and Herbivory of Crabs in the Singapore Mangrove. Proc. Workshop Mangrove Fisheries Connections.


(6)

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif, Metode Analisis populasi dan Komunitas. Jakarta. Usaha Nasional.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. ALFABETA. Bandung.

Supriharyono. (2000). Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah pesisir tropis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suwondo., Febrita, E., dan Sumanti, F. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda pada Hutan Mangrove di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatra Barat. Jurnal Biogenesis Vol. 2(1) Hal. 25—29 ISSN (1829 – 5460).

Suzana, B. O. L., Timban, J., Kaunang, R., dan Ahmad. F. 2011. Valuasi Sumberdaya Hutan Mangrove di Desa Palas Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. ASE – Volume 7 Nomor 2 Hal. 29—38. Syahril, A. R. 1995. Studi Pola Sebaran Mangrove Berdasarkan Variasi Slinitas

di Pantai Malili Kabupaten Luwu. Skripsi Jurusan Ilmu Kehutanan UNHAS. Makassar.

Wahidin, L. O., Ola, O. L., dan Yusuf, S. 2013. Valuasi Ekonomi Tegakan Pohon Mangrove (Soneratia Alba) di Teluk Kendari, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia Vol. 2 No. 06 Hal. 120— 127.

Wahyuni, Y., Putri, E. I. K., dan Simanjuntak, S. 2014. Valuasi Total Ekonomi Hutan Mangrove di Kawasan Delta Mahakam Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Samarinda. Jurnal penelitian kehutanan wallacea Vol. 3 no.1, april 2014 : 1—1.