PENAMPILAN KARAKTER PRODUKSI KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) GENERASI
PENAMPILAN KARAKTER PRODUKSI KACANG PANJANG (
Vigna
sinensis
L.) GENERASI
�
�DAN TETUANYA
(Skripsi)
Oleh
EKA RENTINA SIMARMATA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2015
(2)
ABSTRAK
PENAMPILAN KARAKTER PRODUKSI KACANG PANJANG (
Vigna
sinensis
L.) GENERASI
�
�DAN TETUANYA
Oleh
Eka Rentina Simarmata
Kacang panjang (
Vigna sinensis
L.) sering dikonsumsi masyarat sehingga
permintaan ketersediaanya sangat tinggi. Usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan produksi kacang panjang adalah dengan memperoleh varietas yang
memiliki sifat unggul dengan produksi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan karakter produksi hasil persilangan Hitam x Lurik dan Lurik x
Hitam dengan tetuanya dan produksi hasil persilangan resiprok yaitu Hitam x
Lurik dengan Lurik x Hitam. Benih yang digunakan adalah benih Hitam, Lurik,
Hitam x Lurik dan Lurik Hitam. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dan data diuji dengan uji LSI dan heterosis. Hasil penelitian
dengan uji LSI menunjukkan bahwa pada karakter produksi hanya panjang polong
zuriat Lu x Hi yang lebih baik dari kedua tetuanya. Nilai duga heterosis
menunjukkan bahwa karakter produksi zuriat Hi x Lu yang memiliki efek
heterosis dan heterobeltiosis yaitu pada karakter jumlah dan bobot polong
sedangkan pada zuriat Lu x Hi hanya karakter panjang plong yang mengalami
efek heterosis dan heterobeltiosis.
(3)
PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMI KACANG PANJANG
(
Vignasinensis
L.) GENERASI
�
�DAN TETUANYA
Oleh
EKA RENTINA SIMARMATA
Skripsi
SebagaiSalah SatuSyaratuntukMencapaiGelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
JurusanAgroteknologi
FakultasPertanian
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
(4)
ABSTRACT
CHARACTER APPEARANCE OF LONG BEANS PRODUCTION (Vigna
sinensis L.)
�
�GENERATION AND ITS PARENTAGE
By
Eka Rentina Simarmata
Long beans are very often consumed by people, it make the demand on its
production is very high, the effort that made to increase the production of long
beans, is to obtain the superior varieties high production. This study aimed to
compare the production character by crosses Hitam x Lurik and Lurik x Hitam
with that parentage and the yield production of reciprocal crosses namely Hitam x
Lurik with Lurik x Hitam. Seed used is Hitam, Lurik, Hitam x Lurik and Lurik x
Hitam. The treatments are arranged in a completely randomized design (CRD)
and the data tested with LSI and heterosis. The results of research with LSI test
showed that the character production only zuriat Lurik x Hitam that have the best
pod length than the two parents. Heterosis value prediction indicates that the
production character of zuriat Hitam x Lurik which has the heterosis and
heterobeltiosis effect, that on the character numbers and the pods weight, while
in zuriat Lu x Hi just the long pods characters which have the effects of heterosis
and heterobeltiosis.
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kampung Tempel , 29 Maret 1993. Penulis adalah anak
keenam dari enam bersaudara dari pasangan berbahagia, J. Simarmata dan R.
Tindaon. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari pendidikan SD di SD N
091305 Persatuan Baru pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2005,
Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1 Pane pada tahun 2005 dan diselesaikan
pada tahun 2008, dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA RK Bintang
Timur
–
Pematang Siantar pada tahun 2008 dan diselesaikan pada tahun 2011.
Penulis masuk perguruan tinggi di Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian di Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Undangan.
Selama menjadi mahasiswa penulis menjadi anggota bidang Litbang Persatuan
Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT). Penulis juga ikut serta pada
Pemilihan Raya (PEMIRA) 2014 sebagai Panitia Bidang Humas. Penulis pernah
menjadi asisten praktikum Fisiologi Tumbuhan, Pemuliaan Tanaman, dan
Klimatologi Pertanian. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata ( KKN) di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Palas Kampung Selatan. Penulis
(6)
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan serta kerendahan hati, kupersembahkan karya kecilku ini
kepada :
Kedua Orang Tuaku Tercinta
“
Bapak dan Mama
”
Terimakasih atas pengorbanan serta perjuangan kalian untuk membesarkan,
membimbing dan menyekolahkan aku. Cinta dan kasih sayang yang kalian
curahkan selalu jadi kekuatan dan penyemangat dalam hidupku. Dari jauh
kalian selalu berdoa untuk keberhasilanku. Untuk setiap tetes keringat orang
tuaku tercinta, semoga aku dapat menggantikannya dengan kebahagiaan.
Abang-Abangku tersayang
“
Anter Simarmata dan keluarga, James Simarmata dan keluarga, Malson
Simarmata, Dorlan Fernando, Jonli Simarmata
”
Abang sekaligus orang tuaku selama di sini
”
K. Simarmata dan R. Situmorang
”
Para pendidik yang aku hormati
Almamater Tercinta Universitas lampung
(7)
MOTO
(8)
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus serta bunda
pertolongan ku Bunda Maria atas segala rahmat dan perlindungan-Nya.
Selama masa pendidikan dan dalam masa penyelesaian skripsi ini banyak pihak
yang telah membantu, membimbing dan memberikan petunjuk kepada penulis.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1.
Bapak Prof. Dr.Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2.
Bapak Dr. Ir. Kuswanta F.Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.
Bapak Ir. Ardian, M.Agr., selaku Pembimbing I yang telah memberikan ide,
bimbingan, saran, dan kritik kepada penulis dalam proses pengerjaan skripsi.
4.
Ibu Dr
. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, nasihat, dan sumbangan pemikiran dalam penyusunan
skripsi ini.
5.
Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Pembahas dan Penguji
Skripsi yang telah memberikan evaluasi dan saran demi perbaikan skripsi.
6.
Ibu Ir. Niar Nurmauli, M.Agr., selaku dosen Pembimbing Akademik atas
(9)
7.
Seluruh dosen Jurusan Aroteknologi atas ilmu dan pengetahuannya selama
penulis menuntut ilmu di Jurusan Agroteknologi.
8.
Kedua orang tuaku tercinta J. Simarmata dan R. Tindaon yang tak
henti-hentinya mendoakan, menyemangati, dan mendukung setiap perjalanan
hidupku.
Terimakasih
untuk
perjuangan
kalian
mendorong
dan
mempertahankan setiap proses pencapaian cita-citaku. Abangku yang kukasihi
P. Simarmata dan R. Situmorang juga Tulang dan Nantulang yang banyak
memberi dukungan doa serta motivasi. Terimakasih telah menjadi keluarga dan
orang tuaku selama di sini.
9.
Abang-Abangku (Anter Simarmata dan keluarga, James Simarmata dan
keluarga, Malson Simarmata, Dorlan Fernando, dan Jonli Simarmata yang juga
selalu memberi dukungan doa, moril dan materi, serta motivasi yang sangat
membangun.
10.
Team penelitian Putri dan Restu yang telah membantu dan memberi motivasi
kepada penulis serta para sahabat yang penulis cinta Dwi H, Eka E, Dita,
Fransiska, Habiba dan teman-teman seperjuangan Agroteknologi 2011
khususnya kelas B yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, temanku
Irma, Maria, dan Vero terima kasih untuk doa dan dukungannya serta
kakak-kakakku Esra, Fitri, dan Sandora terima kasih sudah menjadi kakak terbaikku.
Semoga Tuhan membalas segala kebaikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat
bagi semua pihak.
Bandar Lampung, Agustus 2015
Eka Rentina Simarmata
(10)
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...
vi
DAFTAR GAMBAR ...
ix
I. PENDAHULUAN ...
1
1.1 Latar Belakang dan masalah ...
1
1.2 Tujuan Penelitian ...
4
1.3 Kerangka Pemikiran ...
4
1.4 Hipotesis ...
7
II. TINJAUAN PUSTAKA ...
8
2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang ...
8
2.2 Syarat Tumbuh Kacang Panjang ...
9
2.2.1
Keadaan Tanah
...
9
2.2.2
Keadaan Iklim
...
9
2.3 Kandungan Gizi Kacang Panjang ...
9
2.4 Pemuliaan Kacang Panjang ...
10
2.5 Persilangan Resiprok dan Pewarisan Tetuanya ...
13
2.6 Heterosis ...
15
III. BAHAN DAN METODE ...
16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...
16
3.2 Bahan dan Alat ...
16
3.3 Metode Penelitian ...
17
3.4 Pelaksanaan Penelitian ...
20
3.4.1
Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petak
Percobaan
...
20
3.4.2
Penanaman dan Penggunaan Pupuk Dasar
...
21
3.4.3
Penyulaman
...
21
3.4.4
Pemasangan Lanjaran
...
21
3.4.5
Merambatkan
...
22
3.4.6
Pemeliharaan
Tanaman
...
22
(11)
v
3.4.8
Peubah yang Diamati
...
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...
27
4.1 Hasil Penelitian ...
27
4.1.1
Uji LSI
...
27
a.
Karakter Vegetatif
...
27
b.
Karakter Generatif
...
30
4.1.2
Nilai Duga Heterosis
...
30
a.
Karakter Vegetatif
...
30
b.
Karakter Generatif
...
31
4.2 Pembahasan ...
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...
43
5.1 Kesimpulan ...
43
5.2 Saran ...
44
PUSTAKA ACUAN ...
45
(12)
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Preferensi Konsumen Rumah Tangga terhadap Kualitas Kacang
Panjang. ... 2
2. Komposisi Zat Gizi Kacang Panjang per 100gr Bahan. ... 10
3. Informasi Benih Tetua. ... 16
4. Model Analisis Ragam dan Pendugaan Ragam. ... 19
5. Uji Nilai Tengah (LSI). ... 29
6. Nilai Duga Heterosis. ... 34
7. Hasil pengamatan pada peubah tinggi tanaman. ... 49
8. Uji homogenitas peubah tinggi tanaman. ... 49
9. Analisis ragam peubah tinggi tanaman. ... 49
10. Hasil pengamatan pada peubah jumlah daun tanaman. ... 49
11. Uji homogenitas peubah jumlah daun tanaman. ... 50
12. Analisis ragam peubah jumlah daun tanaman. ... 50
13. Hasil pengamatan pada peubah jumlah cabang tanaman. ... 50
14. Uji homogenitas peubah jumlah cabang tanaman. ... 50
15. Analisis ragam peubah jumlah cabang tanaman. ... 51
16. Hasil pengamatan pada peubah jumlah bunga. ... 51
17. Uji homogenitas peubah jumlah bunga. ... 51
18. Analisis ragam peubah jumlah bunga. ... 52
(13)
vii
20. Uji homogenitas peubah jumlah tangkai tanaman. ... 52
21. Analisis ragam peubah jumlah tangkai tanaman. ... 52
22. Hasil pengamatan pada peubah °Brix polong. ... 53
23. Uji homogenitas peubah °Brix polong. ... 53
24. Analisis ragam peubah °Brix polong. ... 53
25. Hasil pengamatan pada peubah kerenyahan polong. ... 53
26. Uji homogenitas peubah kerenyahan polong. ... 54
27. Analisis ragam peubah kerenyahan polong. ... 54
28. Hasil pengamatan pada peubah umur berbunga tanaman. ... 54
29. Uji homogenitas peubah umur berbunga tanaman. ... 54
30. Analisis ragam peubah umur berbunga tanaman. ... 55
31. Hasil pengamatan pada peubah jumlah polong per tanaman. ... 55
32. Uji homogenitas peubah jumlah polong per tanaman. ... 55
33. Analisis ragam peubah jumlah polong per tanaman. ... 56
34. Hasil pengamatan pada peubah bobot total polong. ... 56
35. Uji homogenitas peubah bobot total polong. ... 56
36. Analisis ragam peubah bobot total polong. ... 56
37. Hasil pengamatan peubah panjang polong per tanaman. ... 57
38. Uji homogenitas peubah panjang polong per tanaman. ... 57
39. Analisis ragam peubah panjang polong per tanaman. ... 57
40. Data Mentah Tinggi Tanaman ... 58
41. Data Mentah Jumlah Daun Majemuk. ... 58
42. Data Mentah Jumlah Cabang. ... 59
43. Data Mentah Jumlah Bunga. ... 59
(14)
viii
45. Data Mentah Nilai °Brix. ... 60
46. Data Mentah Kerenyahan polong. ... 60
47. Data Mentah Umur Berbunga. ... 60
48. Nilai selang, nilai duga ragam fenotipe dan genetik, standar
deviasi fenotipe dan genotipe, dan heritabilitas beberapa karakter
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Benih Tetua Hitam dan Lurik. ... 17
2. Tata Letak Percobaan. ... 18
3. Bobot Polong per Genotipe Setiap Panen. ... 33
(16)
(17)
(18)
(19)
1
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang dan Masalah
Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang
banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran
maupun sebagai lalapan. Tanaman kacang panjang berbentuk tanaman perdu
semusim dan memiliki kandungan gizi yang tinggi yaitu vitamin A, vitamin B,
vitamin C, dan mineral pada polongnya sedangkan bijinya mengandung protein,
lemak, dan karbohidrat. Oleh karena itu tanaman ini cocok dikembangkan untuk
meningkatkan gizi keluarga dan sebagai usaha agribisnis untuk meningkatkan
pendapatan (Haryonto dkk., 2007). Menurut Maesen dan Somaatmadja (1993)
dalam Pamuji (2012), kandungan setiap 100 g bagian biji tua yang dapat dimakan
berisi: 10 g air, 22 g protein, 1,4 g lemak, 59,1 g karbohidrat, 3,7 g serat, 3,7 g
abu, 104 mg kalsium, dan hara lainnya. Kandungan energinya rata-rata 1420 kJ
per 100 g. Kandungan lisin yang tinggi menjadikan kacang panjang ini suatu
bahan yang istimewa untuk menyempurnakan kualitas protein biji-bijian serealia.
Berat biji bervariasi antara 10 sampai 25 g per 100 butir.
Kandungan gizi dari kacang panjang yang disebutkan di atas, menyebabkan
frekuensi konsumsi masyarakat akan kacang panjang semakin meningkat. Hal ini
dibuktikan dengan adanya hasil penelitian Ameriana (1998) yang menyatakan
bahwa kacang panjang termasuk jenis sayuran yang banyak
(20)
2
dikonsumsi oleh rumah tangga, berdasarkan hasil survei terhadap sejumlah
konsumen rumah tangga di Jawa Barat, ternyata kacang panjang ini dikonsumsi
oleh rumah tangga dengan freku
ensi 2‒3 kali per minggu
. Konsumen rumah
tangga tersebut mempunyai preferensi tertentu terhadap kualitas kacang panjang
dan hasil penelitiannya tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Preferensi konsumen rumah tangga terhadap kulitas kacang panjang.
Petunjuk kualitas
Preferensi konsumen
Warna polong
Hijau muda
Kematangan polong
Sedang
Panjang polong
Sedang (40‒60 cm)
Bentuk polong
Bulat
Diameter polong
Sedang (0,5‒1 cm)
Permukaan polong
Halus mengkilap
Kerenyahan polong
Renyah
Rasa polong
Manis
Jumlah biji
sedang‒banyak
Ketebalan daging
sedang‒tebal
Sumber : Soetiarso (1996) dalam Ameriana (1998).
Kacang panjang sering dikonsumsi masyarakat menyebabkan peningkatan
permintaan dan produksi yang tinggi. Menurut Kementrian Pertanian (2013),
peningkatan luas panen dari tahun 2012 hingga 2013 tidak diikuti dengan
peningkatan produksi kacang panjang pada tahun tersebut. Luas panen kacang
panjang meningkat pada tahun 2012 dan 2013 dari 75,739 ha menjadi 76,209 ha
namun produksi kacang panjang menurun 455,562 ton dan 450,859 ton. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan suatu usaha untuk
meningkatkan produksi kacang panjang yang sesuai dengan preferensi
masyarakat.
(21)
3
Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan seperti yang telah disebutkan
di atas adalah dengan memperoleh varietas yang memiliki sifat unggul dengan
produksi tinggi dan sesuai preferensi masyarakat. Sifat unggul yang diinginkan
tersebut dapat diperoleh dengan perakitan varietas melalui persilangan dengan
menyilangkan antarvarietas dengan karakter yang berbeda. Salah satu karakter
yang diinginkan harus ada dalam salah satu varietas tersebut, sehingga dapat
dilakukan perbaikan genetik pada varietas baru yang diperoleh.
Kegiatan dalam menyilangkan antarvarietas, pemilihan tetua merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan. Masing-masing genotipe tetua memiliki
karakter yang berbeda-beda. Menurut Mahendra (2010), genotipe Hitam
memiliki karakter vigor bagus, buah lebat, polong renyah, warna hijau gelap, rasa
manis, panjang polong 50‒80
cm, dan tahan simpan sedangkan karakter tetua
Lurik adalah warna polong hijau, panjang polong 67,76 cm, berbunga 37 hst, dan
potensi hasilnya 25‒3
0 ton/ha (Suprihanto, 2009).
Dengan adanya perbedaan karakter genotipe kacang panjang tersebut, diharapkan
akan memperoleh turunan kacang panjang dengan produksi tinggi dan penampilan
karakter agronomi
F
1yang lebih baik dari tetuanya.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
1.
Apakah kinerja produksi hasil persilangan
F
1Hitam x Lurik dan Lurik x
Hitam lebih tinggi dibanding tetuanya diuji dengan uji LSI dan heterosis?
2.
Apakah produksi hasil persilangan resiprok yaitu Hitam x Lurik dengan Lurik
(22)
4
1.2
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut
1.
Membandingkan karakter produksi hasil persilangan
F
1Hitam x Lurik dan
Lurik x Hitam dengan tetuanya diuji dengan uji LSI dan heterosis.
2.
Membandingkan hasil persilangan resiprok yaitu Hitam x Lurik dengan
Lurik x Hitam terhadap karakter kacang panjang diuji dengan uji heterosis.
1.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka
pemikiran untuk memberikan penjelasan terhadap perumusan masalah.
Kacang panjang termasuk dalam salah satu sayuran yang digemari oleh
masyarakat Indonesia. Selain karena memiliki banyak kandungan gizi, kacang
panjang juga mudah diperoleh dan teknik budidaya yang mudah juga. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa preferensi masyarakat terhadap kacang
panjang antara lain warna hijau muda, kematangan polong sedang, panjang
polong seragam sedang, bentuk polong sedang, diameter polong sedang,
permukaan polong halus mengkilap, renyah, rasa polong manis, jumlah biji
sedang-banyak, dan ketebalan daging sedang-tebal. Namun yang akan diamati
dari preferensi tersebut dalam penelitian ini adalah panjang polong, kerenyahan,
dan rasa polong.
Selain itu, peningkatan luas panen kacang panjang yang tidak diikuti dengan
peningkatan produksi menjadi masalah utama yang perlu diperhatikan. Maka
(23)
5
untuk memperoleh kacang panjang yang sesuai dengan preferensi masyarakat
dengan produksi tinggi, perlu dilakukan suatu usaha untuk memperbaiki karakter
genotipe yang telah ada. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemuliaan
tanaman. Menurut Suprihanto (2009), kegiatan pemuliaan tanaman kacang
panjang bertujuan untuk memperoleh varietas unggul yang dikhususkan untuk
pengembangan potensi hasil, sehingga dilakukan kajian pada karakter kuantitatif
dan kualitatif yang mempengaruhi daya hasil. Karakter kuantitatif yang dimaksud
adalah hasil polong muda dan benih sedangkan karakter kualitatif meliputi
kerenyahan, rasa manis, dan ketahanan terhadap penyakit.
Upaya pemuliaan tanaman pada umumnya dilakukan dengan persilangan.
Menurut Suprihanto (2009), persilangan kacang panjang dilakukan untuk
meningkatkan keragaman genetik yaitu dengan menggabungkan karakter yang
diinginkan dari tetua yang berasal dari banyak varietas. Namun umumnya
persilangan hanya dilakukan dua varietas saja dimana salah satu varietas tersebut
memiliki karakter yang diinginkan misalnya rasa manis ataupun produksi yang
tinggi. Dengan melakukan pesilangan maka akan terjadi rekombinasi keturunan
yang memiliki sifat-sifat dari kedua tetua yang diinginkan yaitu kacang panjang
dengan produksi dan rasa manis yang tinggi.
Penelitian ini dilakukan dengan menanam benih tetua kacang panjang yaitu
genotipe Hitam, Lurik, dan benih hasil persilangan resiprok, yaitu genotipe Lurik
x Hitam dan Hitam x Lurik. Persilangan resiprok adalah suatu persilangan
dimana sifat induk jantan dan betina bila dibolak-balik/dipertukarkan seharusnya
menghasilkan keturunan yang sama. Misalnya pada persilangan resiprok kacang
panjang, tetua jantan yang digunakan memiliki karakter polong panjang
(24)
6
sedangkan karakter tetua betina pendek. Hasil persilangan
F
1yang diperoleh
harusnya memiliki karakter polong yang sama bila dibandingkan dengan hasil
persilangan F
F
11 dari tetua jantan dengan karakter polong pendek dan karakter
polong tetua betina panjang. Oleh karena itu, tetua jantan dan betina memiliki
peluang yang sama dalam pewarisan sifat. Namun hal tersebut tidak terjadi pada
persilangan beberapa genotipe jagung dalam penelitian Fatimah dkk. (2014) yang
menyatakan bahwa karakter bentuk kernel, warna kernel, dan bentuk tongkol
jagung dipengaruhi oleh efek xenia (pengaruh tetua jantan). Jika gen persilangan
resiprok dibawa oleh gen dalam inti maka karakter hasil persilangan resiprok akan
sama tetapi jika gen diwariskan oleh induk betina maka karakter hasil persilangan
resiprok akan berbeda. Tetua yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
keunggulan yang berbeda karakter antara satu sama lain sehingga dilakukan
penelitian untuk menguji hasil persilangan
F
1apakah karakter produksi terbaik
yang dimiliki dari kombinasi persilangan Hitam x Lurik atau Lurik x Hitam.
Tetua yang heterozigot akan menghasilkan keturunan
F
1yang beragam,
sedangkan tetua yang homozigot akan menghasilkan keturunan
F
1yang seragam.
Diharapkan terdapat genotipe unggul yang diuji agar dapat dilepas sebagai
kultivar baru yang unggul.
(25)
7
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang diporeh adalah sebagai
berikut:
1.
Terdapat karakter produksi hasil persilangan Hitam x Lurik dan Lurik x Hitam
yang lebih tinggi dari tetuanya diuji dengan uji LSI dan heterosis.
2.
Terdapat perbedaan hasil persilangan resiprok yaitu Hitam x Lurik dengan
Lurik x Hitam terhadap karakter produksi kacang panjang diuji dengan uji LSI
dan heterosis.
(26)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang
Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang
secara lengkap adalah sebagai berikut
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rosales
Famili
: Papilionaceae/Leguminose
Genus
: Vigna
Spesies
: Vigna sinensis (L.) Savi ex Hassk
Vigna sinensis ssp. Sesquipedalis
Kacang panjang merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu. Tanaman
ini bersifat memanjat dengan membelit. Daunnya bersusun tiga-tiga helai.
Batangnya panjang, liat, dan sedikit berbulu. Bunga kacang panjang seperti
kupu-kupu. Sementara buahnya bulat, panjang, dan ramping. Panjangnya ada yang
mencapai 10‒80 cm yang disebut polong.
Saat muda buahnya berwarna hijau
keputih-putihan, setelah tua berwarna putih kekuning-kuningan dan kering. Buah
liat karena banyak seratnya dan menjadi lemas jika kering (Sunarjono, 2003).
(27)
9
2.2 Syarat Tumbuh Kacang Panjang
Kacang panjang dalam pembudidayaannya memerlukan persyaratan tumbuh yang
harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut.
2.2.1 Keadaan Tanah
Tanaman kacang panjang dapat diusahakan hampir pada semua jenis tanah.
Namun untuk memperoleh hasil optimal, akan lebih baik bila ditanam pada tanah
yang subur. Jenis tanah yang cocok bagi pertumbuhn kacang panjang adalah
tanah berstruktur liat dan berpasir. Derajat keasaman tanah (pH) yang dibutuhkan
adalah 5,5‒6,5.
2.2.2 Keadaan Iklim
Kacang panjang dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian kurang dari 600 m dpl
(di atas permukaan laut). Temperatur yang dikehendaki berkisar antara 18‒32°C
dengan suhu optimal 25°C. tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari.
Curah hujan yang diperlu
kan berkisar antara 600‒2000 mm/tahun. Waktu tanam
yang baik adalah pada awal atau di akhir musim hujan (Tim Karya Tani Mandiri,
2011).
2.3 Kandungan Gizi Kacang Panjang
Menurut Haryanto dkk. (2007 ) dalam Gultom (2012), kacang panjang penting
sebagai sumber vitamin dan mineral. Sayur ini banyak mengandung vitamin A,
vitamin B, dan vitamin C terutama pada polong muda. Bijinya banyak
(28)
10
protein nabati yang cukup potensial. Tabel 2 menguraikan kandungan gizi pada
polong, biji, dan daun kacang panjang.
Tabel 2. Komposisi zat gizi kacang panjang per 100 gr bahan.
Jenis Zat Gizi
Polong
Biji
Daun
Kalori (kal)
44
357
34
Karbohidrat (g)
7,8
70
5,8
Lemak (g)
0,3
1,5
0,4
Protein (g)
2,7
17,3
4,1
Kalsium (mg)
49
163
134
Fosfor (mg)
347
437
145
Besi (mg)
0,7
6,9
6,2
Vitamin A (SI)
335
0
5240
Vitamin B (mg)
0,13
0,57
0,28
Vitamin C (mg)
21
2
29
Air (g)
88,5
12,2
88,3
Bagian dapat dimakan (%) 75
100
65
Sumber : Depkes (1990).
2.4 Pemuliaan Kacang Panjang
Jumlah kromosom kacang panjang adalah 2n=2x=22. Pemuliaan kacang panjang
dilakukan oleh lembaga pemerintah dan perusahaan swasta. Kriteria seleksi
penting adalah komponen hasil dan kualitas hasil. Komponen hasil berhubungan
dengan panjang polong dan jumlah polong per tanaman.
Kacang panjang merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan persentasi
penyerbukan silang kurang dari 5%. Metode pemuliaan kacang panjang sama
dengan metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri lainnya. Varietas utama
yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan kacang panjang adalah varietas galur
murni.
Metode seleksi pemuliaan kacang panjang meliputi seleksi massa, seleksi galur
murni, seleksi bulk, silsilah (pedigree), single seed descend (SSD), diallel
(29)
11
selective mating system, dan silang balik (back cross) (Syukur dkk., 2012).
Seleksi massa merupakan seleksi pada tanaman yang sama penampilannya
(fenotipe), kemudian tanaman yang sama itu benihnya digabung tanpa diadakan
uji turunan (progeny). Seleksi ini sering digunakan untuk memurnikan suatu
varietas campuran. Seleksi galur murni adalah seleksi untuk memperoleh turunan
dari hasil penyerbukan sendiri dari satu tanaman homozigot. Seleksi bulk
merupakan seleksiyang ditunda sampai generasi lebih lanjut (biasanya F
5dan F
6)
setelah hibridisasi, yaitu setelah segregasi dianggap berakhir. Seleksi silsilah
(pedigree) merupakan seleksi dari tanaman dengan kombinasi karakter yang
dikehendaki pada generasi F
2, turunannya selanjutnya diseleksi lagi pada
generasi-generasi berikutnya sampai mencapai kemurnian genetik. Single seed
descend (SSD) adalah seleksi yang dilakukan dengan memanen satu biji setiap
tanaman mulai dari F
2‒
F
5, kemudian setiap biji tersebut dicampur untuk ditanam
pada generasi selanjutnya. Diallel selective mating system adalah adalah seleksi
dengan menggunakan berbagai variasi metode seleksi dalam usaha
mengkombinasikan berbagai karakter yang diinginkan. Seleksi silang balik (back
cross) adalah seleksi yang dilakukan dengan cara melakukan silang balik secara
berulang-ulang dari suatu varietas yang ingin diperoleh sifat baiknya kepada
varietas lain yang sudah cukup beradaptasi (Makmur, 1992).
Beberapa varietas unggul kacang panjang yang sudah dilepas oleh Menteri
Pertanian adalah sebagai berikut:
a.
Varietas kacang panjang 1 (KP-1)
Varietas yang berasal dari Bekasi ini batangnya berwarna hijau muda,
berbentuk segi enam. Bentuk daun delta dengan ujung runcing. Tiap daun
majemuk terdiri dari tiga daun, permukaannya rata, berbulu halus, dan
(30)
12
berwarna hijau tua. Bunga berbentuk kupu-kupu dan berwarna hijau tua.
Polong berbentuk gilig langsing, warna polong muda hijau tua. Jumlah
polong tiap tanaman
4‒
15 buah dengan panjang 40-75 cm. Rasa polong
muda renyah dan agak manis. Bijinya berwarna coklat tua, kadang
berbelang putih. Bentuknya bulat gepeng. Tinggi tanaman ini sekitar 2 m
lebih. Mulai berbunga pada umur 28 hari dan panen polong muda pada
umur 59‒
79 hari. Produksi rata-rata 6,2 ton/ha. Varietas ini cukup tahan
terhadap serangan hama penggerek polong dan cendawan busuk polong.
b.
Varietas kacang panjang 2 (KP-2)
Varietas ini berasal dari Bogor. Tanaman ini merambat, tingginya 2 m
atau lebih. Daunnya mirip dengan varietas KP-1. Varietas ini mulai
berbunga umur 30 hari dengan jumlah polong tiap tanaman 5-18 buah,
panjangnya 35
‒
60 cm. Polong muda dapat dipanen pada umur 58
‒
80 hari.
Hasil rata-rata polong muda 5,9 ton/ha.
c.
Varietas usus hijau
Varietas ini berasal dari Banyumas dengan tinggi tanaman dewasa
215
‒
240 cm. Daunnya berbentuk delta, tiap daun majemuk terdiri dari
tiga helai, permukaannya halus dan berwarna hijau. Bunga berbentuk
kupu-kupu berwarna ungu. Tanaman mulai berbunga umur 39 hari.
Polong berbentuk gilig panjang, berwarna hijau tua. Polong muda renyah
dan rasanya agak man
is. Jumlah polong per pohon 10‒
20 buah dengan
panjang 50
‒
75 cm. Biji tua berwarna coklat tua dan berbentuk gilig
panjang agak gepeng. Pemanenan polong muda dilakukan pada umur 58
hari. Produksi polong muda rata-rata 12,5
‒
15,0 ton/ha. Varietas ini agak
(31)
13
tahan terhadap penyakit sapu dan hama penggerek polong (Haryanto dkk.,
2007).
2.5 Persilangan Resiprok dan Pewarisan Tetuanya
Menurut Witcombe dkk. (2013) dalam Handayani (2014), pemilihan tetua
menjadi salah satu tahap yang krusial dalam proses pemuliaan melalui
persilangan. Keberhasilan persilangan akan meningkat apabila tetua yang
digunakan dan kombinasi persilangannya tepat, sehingga dengan jumlah
kombinasi persilangan yang sedikit, efisiensi pemuliaan akan meningkat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tetua antara lain: 1)
Salah satu tetua memiliki dan membawa karakter unggul atau karakter yang
menjadi target pemuliaan; 2) Salah satu atau kedua tetua memiliki adaptasi dan
penampilan agronomis yang baik, dan 3). Kedua tetua sebaiknya memiliki jarak
kekerabatan yang jauh sehingga dapat menghasilkan keragaman genetik tinggi
pada progeni (keturunannya).
Karakter target yang dimiliki oleh salah satu tetua (jantan) dipindahkan melalui
persilangan ke tetua yang lainnya (betina). Diharapkan hasil dari persilangan
adalah progeni yang memiliki gabungan karakter dari kedua tetua. Sebagai
contoh, apabila tujuan pemuliaan adalah merakit varietas unggul kentang untuk
olahan tahan penyakit busuk daun (late blight), maka tetua yang digunakan adalah
yang tahan penyakit busuk daun dan tetua lainnya adalah jenis kentang prosesing.
Apabila tetua betina menggunakan jenis kentang prosesing, maka diharapkan sifat
tahan penyakit busuk daun akan dipindahkan dari tetua jantan ke tetua betina,
sehingga dapat diperoleh progeni dengan karakter kualitas olahan dan tahan
penyakit busuk daun (Handayani, 2014).
(32)
14
Menurut Welsh (1991) dalam Sagala (2008), persilangan resiprok adalah
persilangan antara dua induk, dimana kedua induk berperan sebagai pejantan
dalam satu persilangan, dan sebagai betina dalam persilangan yang lain. Seleksi
berulang resiprokal memperbaiki kemampuan berkombinasi spesifik maupun
umum. Caranya adalah dengan melakukan seleksi terhadap dua populasi dengan
waktu yang bersamaan.
Menurut Murti (2004), pengaruh tetua betina merupakan faktor lain yang
mempengaruhi pewarisan sifat di luar kromosom yang diturunkan lewat
sitoplasma. Terdapat lima hal yang digunakan untuk membedakan antara
pewarisan sitoplasmik dengan pewarisan gen-gen kromosomal, yaitu :
1. Perbedaan hasil perkawinan resiprok merupakan penyimpangan dari pola
Mendel.
2. Sel kelamin betina biasanya membawa sitoplasma dan organel sitoplasmik
dalam jumlah lebih besar daripada sel kelamin jantan.
3. Gen-gen kromosomal menempati loki tertentu dengan jarak satu sama lain yang
tertentu pula sehingga membentuk kelompok berangkai.
4. Tidak adanya nisbah segregasi Mendel menunjukkan bahwa pewarisan sifat
tidak diatur oleh gen-gen kromosomal tetapi oleh materi sitoplasmik.
5. Substitusi nukleus memperjelas pengaruh relatif nukleus dan sitoplasma.
Menurut Allard (1960) dalam Arif dkk. (2011), analisis pewarisan karakter
kualitatif dan kuantitif berperan penting dalam pemuliaan tanaman, untuk
mengetahui jumlah gen yang mengendalikan karakter tersebut, aksi gen yang
mengendalikan, dan informasi genetik lainnya. Informasi genetik diperlukan
dalam tahapan seleksi, agar lebih efektif dan efisien.
(33)
15
2.6 Heterosis
Ada dua konsep (hipotesis) yang dapat menjelaskan gejala heterosis. Konsep
yang mendapat dukungan luas adalah heterosis atau vigor hibrida merupakan hasil
terkumpulnya gen-gen dominan yang baik (favourable dominant genes) dalam
suatu genotipe tanaman dan dikenal sebagai genotipe dominant. Konsep kedua
berdasarkan hipotesis bahwa heterosis merupakan hasil penampilan superioritas
heterozigositas terhadap homozigositas, artinya bahwa individu yang
berpenampilan superior adalah individu yang mempunyai jumlah alil dalam
keadaan heterozigot yang paling banyak.
Pemanfaatan gejala heterosis dalam produksi tanaman pertanian secara komersial
adalah pembentukan varietas hibrida, sebagai salah satu varietas yang
dikembangkan melalui metode pemuliaan. Pada varietas hibrida yang
menggunakan galur murni (inbred line) sebagai tetuanya ada tiga tipe dasar yaitu
single cross, double cross, dan three way cross dengan berbagai modifikasi.
Pemilihan tipe varietas hibrida yang akan dikembangkan pada umumnya
didasarkan pada empat aspek yaitu : keseragaman, hasil, stabilitas, dan
kemudahan relatif dalam seleksi dan pengujian sedangkan landasan keputusan
untuk membuat atau mengembangkan varieta hibrida adalah (1) terdapat
mekanisme genetik untuk menangani persilangan buatan dalam skala besar, (2)
terdapat teknik perbanyakan yang murah bagi tanaman yang dikembangkan secara
vegetatif, (3) terdapat teknik produksi benih yang ekonomis, dan (4) dan produksi
varietas hibrida yang dilepas harus superior terhadap produksi varietas lainnya
(Satoto dan Suprihatno, 2015).
(34)
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan,
Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Lampung pada bulan September sampai bulan Desember 2014.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih tetua kacang panjang testa Hitam, Lurik
(Gambar 1) dan benih
F
1hasil persilangan kedua tetua tersebut yaitu Hitam x
Lurik dan Lurik Hitam, pupuk kandang dan tunggal, pestisida, akuades, dan
fungisida. Informasi tetua dapat dilihat pada Tabel 3.
Alat yang digunakan adalah koret, cangkul, sabit, meteran, pisau, golok, lanjaran
bambu dengan panjang 2,25 m, tali rafia, patok, selang air, ember, neraca elektrik,
mortar, alat semprot pestisida, pipet tetes, refraktometer, penetrometer, dan alat
tulis .
Tabel 3. Informasi benih tetua.
Kode
Genotipe
Nama
Perusahaan
Hi
Hitam
Temon
Hasa seed
(35)
17
Gambar 1. Benih tetua Hitam (a) dan Lurik (b).
3.3 Metode Penelitian
Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), 3 ulangan dengan 4
tanaman sampel. Perlakuan pada penelitian ini terdiri dari 2 zuriat
F
1hasil
persilangan antara genotipe Hitam dan Lurik yaitu Lurik x Hitam dan Hitam x
Lurik.
Masing-masing percobaan diterapkan pada unit percobaan (plot) dengan ukuran
3,5 m x 3,25 m. Tata letak perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
(36)
18
Lu x Hi
Lu
Hi x Lu
Lu
Hi
Lu
Hi x Lu
Hi x Lu
Hi
Hi
Lu x Hi
Lu x Hi
S
Gambar 2. Tata letak percobaan.
Keterangan :
Hi
= Hitam
Lu
= Lurik
Hi x Lu
= Hitam xLurik
Lu x Hi
= Lurik x Hitam
Model aditif yang digunakan adalah :
Xi = µ + αi + εi
Keterangan :
Xi
= Nilai pengamatan setiap genotipe ke-i
µ
= Nilai tengah populasi
αi
= Pengaruh genotipe ke-i
εi
= Pengaruh galat percobaan pada genotipe ke-i
(37)
19
Data diuji homogenitasnya menggunakan uji Barlett dan dianalisis ragam untuk
menjawab hipotesis. Model analisis ragam, rancangan acak lengkap dapat dilihat
pada Tabel 4
. KNTG digunakan untuk menghitung nilai LSI pada α = 5%, dan
diuji semua genotipe hasil persilangan dengan tetua dan dilanjutkan dengan uji
heterosis.
Tabel 4. Model analisis ragam dan penduga ragam.
Sumber
Keragaman
Derajat
Kebebasan
Jumlah
Kuadrat
Kuadarat
Nilai Tengah
Fhitung
Genotipe
(m-1)
JKp
KTp
KTp/KTg
Galat
(k-1)(m-1)
JKg
KTKg
Total
(km-1)
JKT
Keterangan :
p = genotipe
g = galat
t = total
Dalam penelitian pemuliaan dikenal uji LSI (Least Significance Increase) yang
digunakan untuk membandingkan genotipe tetua dan semua hasil persilangan.
Jika data genotipe hasil persilangan yang diuji lebih besar dari data genotipe tetua
ditambah nilai LSInya, menunjukkan bahwa nilai genotipe hasil persilangan lebih
tinggi dibandingkan tetuanya.
LSI = tα
2� � �Keterangan :
tα
= Nilai tengah t-
student α pada derajat bebas dari KNTG pada eka ara
n
= Jumlah ulangan genotipe yang diuji
(38)
20
Uji heterosis dihitung menurut rumus sebagai berikut:
1.
Heterosis
F
1dibandingkan dengan tetua terbaiknya (High-Parent)
ℎ �
=
1
− �
�
x 100%
2.
Heterosis
F
1dibandingkan dengan rata-rata kedua tetuanya (Mid-Parent)
ℎ �
=
1
− �
�
x 100%
Keterangan :
hHP = pendugaan heterosis (%)
hMP= pendugaan heterobeltiosis (%)
F
1= Rata-rata nilai hibrida
HP = Rata-rata nilai tetua terbaik
MP = Rata-rata nilai kedua tetua
3.4 Pelaksaan Penelitian
3.4.1 Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petak Percobaan
Pelaksanaan pengolahan tanah dilakukan untuk merubah struktur tanah yang
padat menjadi tanah gembur, sehingga sesuai bagi perkecambahan benih dan
perkembangan akar tanaman. Tanah yang gembur memudahkan akar menyerap
unsur hara sehingga tanaman tumbuh dengan baik. Pengolahan dilakukan dengan
olah tanah sempurna. Tanah dica
ngkul dengan kedalaman tanah 20‒
30 cm,
kemudian digemburkan dengan menggunakan cangkul hingga merata. Tanaman
kacang panjang ini ditanam dalam guludan dimana satiap guladan terdapat 3
perlakuan. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan, tiap ulangan terdapat 12
tanaman dimana jarak antar tanaman 25 cm dan antar perlakuan 1 m.
(39)
21
3.4.2 Penanaman dan Penggunaan Pupuk Dasar
Penanaman benih dilakukan dengan menugal tanah sedalam 3‒5 cm dengan jarak
dalam barisan 25 cm dan antarbarisan 1 m. Setiap lubang tanam, ditanam 2 butir
benih. Secara umum kacang panjang membutuhkan pupuk Urea 100 Kg/ha, TSP
100 Kg/ha, dan KCl 150 Kg/ha. Aplikasi pupuk TSP dan KCl dilakukan sekali
pada saat 1 minggu setelah tanam (MST), sedangkan pupuk Urea dilakukan 3 kali
ulangan yaitu saat aplikasi pupuk TSP dan KCl (saat 1 MST),
saat berbunga (4‒5
MST), dan saat berbuah (5‒6 MST). Pemberian Furadan 3 g dilakukan secara
bersamaan dengan penanaman benih agar terhindar dari hama dan penyakit.
3.4.3 Penyulaman
Penyulaman adalah penggantian tanaman yang rusak, pertumbuhan abnormal, dan
tanaman mati. Penyulaman dilakukan apabila benih yang ditanam tidak
berkecambah dalam 1 minggu setelah tanam. Benih kacang panjang biasanya
tumbuh mulai
hari ke 3‒5. Benih yang tidak tumbuh harus segera diganti dengan
benih yang baru.
3.4.4 Pemasangan Lanjaran
Pemasangan lanjaran pada kacang panjang dilakukan 2 minggu setelah tanam,
sebelum tanaman kacang panjang mulai tumbuh tunas baru. Penelitian ini
menggunakan lanjaran bambu dengan panjang 1,5‒2 m dan lebar 2‒3 cm.
Lanjaran tersebut ditancapkan tepat di samping setiap tanaman
dengan jarak 8‒10
cm dari tanaman, kemudian lanjaran yang berdekatan diikat dengan tali rafia
sehingga saling berhubungan dan tanaman akan melilit pada lanjaran tersebut.
(40)
22
3.4.5 Merambatkan
Merambatkan kacang panjang bertujuan untuk mengarahkan pertumbuhan
tanaman, baik pucuk ataupun tunas-tunas baru. Diharapkan tanaman kacang
panjang tumbuh merambat pada lanjaran dan tali yang telah dipasang sehingga
tanaman tidak terletak di tanah dan saling tindih. Kegiatan ini dilakukan setiap
hari pada saat monitoring tanaman.
3.4.6 Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dapat dilakukan dengan penyiangan gulma, penyiraman,
dan pengendalian hama penyakit. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara
mekanis dengan menggunakan koret atau dengan cara pengendalian manual yaitu
dengan mencabut gulma dengan tangan yang dilakukan pada saat gulma mulai
tumbuh dan menggangu populasi tanaman. Penyiraman dilakukan secara rutin
setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi tanah dan curah hujan. Pengendalian
hama dan penyakit menggunakan insektisida Decis yang disemprotkan dan
diaplikasikan setiap minggu, dan menggunakan Furadan 3 g yang diaplikasikan
secara bersamaan dengan penanaman benih untuk mencegah dan menghindari
serangan hama.
3.4.7 Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika kondisi polong masih muda (polong untuk
konsumsi). Selama penelitian, dilakukan monitoring setiap hari agar polong yang
dipanen tidak terlalu muda ataupun muda.
(41)
23
3.4.8 Peubah yang diamati dari penelitian ini yaitu
A. Pengamatan Vegetatif (dilakukan sampai tanaman mulai berbunga)
1. Tinggi Tanaman
Diukur setiap tanaman dari permukaan tanah pada titik tumbuh tanaman.
Tinggi tanaman diukur menggunakan meteran pita dalam satuan sentimeter.
Pengukuran dilakukan setiap minggu mulai dari 1 MST hingga fase
vegetatif tanaman selesai. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan
penghitungan jumlah daun majemuk dan jumlah cabang tanaman.
2.
Jumlah Daun Majemuk
Dihitung jumlah daun majemuk per tanaman setiap minggu dimulai dari 1
MST hingga fase vegetatif tanaman selesai. Penghitungan dilakukan
bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman dan penghitungan jumlah
cabang tanaman.
3.
Jumlah Cabang
Dihitung jumlah cabang yang keluar dari batang utama (n+1) setiap
tanaman per minggu setelah tanam hingga fase vegetatif tanaman selesai.
Penghitungan dilakukan bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman dan
penghitungan jumlah daun majemuk.
(42)
24
B. Pengamatan Generatif (dilakukan setelah tanaman berbunga)
1.
Umur Berbunga
Dihitung jumlah hari sejak tanam hingga tanaman mulai berbunga
pertama kali setiap genotipe.
2.
Jumlah Bunga
Dihitung jumlah bunga yang muncul pada setiap tanaman. Penghitungan
dilakukan setiap minggu sejak fase generatif tanaman.
3.
Jumlah Polong per Tangkai Tanaman
Dihitung jumlah polong muda dari setiap tangkai bunga setiap tanaman.
Penghitungan dilakukan saat setelah panen terakhir.
4.
Jumlah Polong per Tanaman
Dihitung berdasarkan jumlah polong muda yang dipanen setiap tanaman.
5.
Panjang Polong
Diukur dengan menggunakan meteran pita pada setiap polong per panen.
Pengukuran polong dimulai pada saat panen kedua.
6.
Bobot Polong
Ditimbang dengan timbangan elektrik setiap polong muda dari per
tanaman. Polong ditimbang setelah pengukuran panjang polong dan mulai
ditimbang pada saat panen kedua. Adapun kriteria polong kacang panjang
(43)
25
yang ditimbang adalah tingkat ketuaan polong tergolong muda,
penampakan biji tidak menonjol dan warna polong hijau dan segar.
Semua polong yang dipanen ditimbang dari ukuran terkecil hingga
terpanjang.
7.
Bobot Polong Basah per Tanaman
Ditimbang bobot polong muda per tanaman dan pada saat panen terakhir
dijumlah dari awal panen hingga panen terakhir per tanaman. Kemudian
dikonversi dalam satuan kilogram. Adapun ciri-ciri polong muda yang
siap dipanen antara lain: sudah terisi penuh, ukuran polong telah mencapai
maksimal, dan mudah dipatahkan. Panen dilakukan hingga beberapa kali
sampai tanaman sudah tidak mampu berproduksi lagi. Polong muda
muncul ± 3 hari setelah anthesis.
8.
Rata-Rata Produksi
Diperoleh dengan cara menjumlah produksi polong semua tanaman dan
dibagi jumlah tanaman. Kemudian dikonversi dalam satuan
kilogram/hektar.
9.
Kerenyahan polong
Diukur dengan menggunakan penetrometer pada setiap sampel polong per
per genotipe. Sampel yang digunakan sebanyak 2 polong. Kerenyahan
buah polong segar diukur pada 3 bagian, yaitu pangkal, tengah, dan ujung
untuk mendapatkan rataan kekerasan polong muda. Setelah pengukuran
kerenyahan polong, dilanjutkan dengan pengukuran nilai °Brix.
(44)
26
10.
Nilai °Brix
Diukur dengan menggunakan refraktometer pada setiap sampel polong per
genotipe. Sampel yang gunakan sebanyak 2 polong per genotipe yang
merupakan sampel yang sama dari pengukuran kerenyahan. Pengukuran
dilakukan saat panen polong kedua dengan cara menggerus polong muda
dan mengambil airnya,. Air hasil saringan diambil menggunakan pipet
tetes dan diteteskan pada kaca sensor refraktometer.
(45)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
Berdasarkan uji LSI terdapat genotipe hasil persilangan yang memiliki karakter
produksi yaitu panjang polong yang melebihi tetua Hitam dan Lurik yaitu
genotipe Lu x Hi dengan nilai tengah 54,07 cm. Berdasarkan nilai duga
heterosis terdapat genotipe hasil persilangan yang melebihi karakter produksi
rata-rata tetua dan tetua terbaiknya yaitu Hi x Lu terhadap karakter jumlah dan
bobot polong dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis masing-masing 37,63
dan 30,61 ; 31,60 dan 18,92.
2.
Berdasarkan nilai duga heterosis terdapat perbedaan karakter produksi genotipe
hasil persilangan resiprok dimana genotipe Lu x Hi lebih baik terhadap
karakter panjang polong dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis yaitu 11,89
dan 10,59 sedangkan genotipe Hi x Lu memiliki karakter panjang dan bobot
polong yang lebih baik.
(46)
44
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh maka perlu dilakukan penelitian selanjutnya
hingga diperoleh kemurnian genetik dari masing-masing genotipe dan data yang
diperoleh lebih seragam.
(47)
PUSTAKA ACUAN
Ameriana, M. 1998. Perbaikan Kualitas Sayuran Berdasarkan Preferensi
Konsumen. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Arif, A. B., S. Sujiprihati dan M. Syukur. 2011. Pewarisan sifat beberapa karakter
kualitatif pada tiga kelompok cabai. Buletin Plasma Nutfah.
17(2):1‒7.
, S. Sujiprihati dan M. Syukur. 2012. Pendugaan heterosis dan
heterobeltiosis pada enam genotip cabai menggunakan analisis dialel
penuh. J.Hort. 22(2) : 103‒110.
Fatimah, F., A.N.Sugiharto dan Ainurransjid. 2014. Efek xenia pada persilangan
beberapa genotipe jagung (Zea mays L.) terhadap karakter biji dan tongkol
jagung. Jurnal Produksi Tanaman.
2(2) : 103‒110.
Gultom, A. G. 2012. Pengaruh Pemberian Ampas Teh Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.). Skripsi. Jurusan
Biologi Universitas Negeri Medan. Medan.
Handayani, T. 2014. Persilangan untuk Merakit Varietas Unggul Baru Kentang.
IPTEK Tanaman Sayuran. No. 004. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Bandung.
Haryanto, E., Suhartini T., dan Rahayu E. 2007. Budidaya Kacang Panjang.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Kementrian
Pertanian. 2013. Produksi Hortikultura 2010‒2019. Tersedia:
http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_kom.asp . . Diakses 04
Desember 2014.
Kirana, R. dan E.Sofiari. 2007. Heterosis dan heterobeltiosis pada persilangan 5
genotip cabai dengan metode dialil. J.Hort. 17(2) : 111‒117
.
Kuswanto, L.Soetopo, A. Afandi dan B.Waluyo. 2007. Pendugaan jumlah dan
peran gen toleransi kacang panjang (Vigna sesquipedatis L. Fruwirth)
terhadap hama aphid. Agrivita. 29(1)
, L.Soetopo, A. Afandi dan B.Waluyo. 2008. Perakitan Varietas Tanaman
Kacang Panjang Toleran Hama Aphid dan Berdaya Hasil Tinggi. Laporan
Hasil Penelitian Hibah Bersaing XIV/3 Universitas Brawijaya. Malang.
(48)
46
Mahendra, W. 2010. Pendugaan Ragam, Heretabilitas, dan Kemajuan Seleksi
Kacang Panjang (Vigna sinensis var. sesquipedatis [L.] Koern.) Hitam x
Bernas Super. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Makmur, A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.
Murti, R.H., T. Kumiawati dan Nasrullah. 2004. Pola Pewarisan Karakter Buah
Tomat. Zuriat. 15(2): 140-149.
Oktarisna, F.A., A. Soegianto, dan A.N.Sugiharto. 2013.
Pola Pewarisan Sifat Warna Polong pada Hasil Persilangan Tanaman
Buncis (Phaseolus vulgaris l.) Varietas Introduksi dengan Varietas Lokal.
Jurnal Produksi Tanaman. 1(2):
1‒9.
Pamuji, N. 2012. Penggunaan Perangkap Warna Terhadap Populasi Hama Lalat
Penggorok Daun (Liriomyza huidobrensis) pada Tanaman Kacang Panjang
(Vigna unguiculata (L.). Skripsi. Departemen Hama dan Penyakit
Tumbuhan Universitas Sumatera Utara. Medan.
Reif,J.C., V. Hahn, and A.E. Melchinger. 2012. Genetic basis of heterosis and
prediction of hybrid performance
. Helia 35 Nr 57 p.p. 1‒8.
Sa’diyah, N., M.
Widiastuti dan Ardian. 2013. Keragaan, keragaman, dan
heritabilitas karakter agronomi kacang panjang (Vigna unguilata) generasi
F
1hasil persilangan tiga genotipe. J.Agrotek Tropika. 1(1) : 32‒37.
Sagala, L. 2008. Pengujian Persilangan Resiprok Terhadap Karakter Vegetatif dan
Generatif Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Program Studi
pemuliaan Tanaman Universitas Sumatera Utara. Medan.
Saleem, M.Y., M.Asghar and Q.Iqbal. 2013. Augmented analysis for yield and
some yielad components in tomato (Lycopersicon esculentum Mill.).
Pakulan
J.Bot. 45(1) : 215‒218.
Satoto, B.Sutaryo, dan B. Suprihatno. . Prospek Pengembangan Varietas Padi
Hibrida. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Tersedia :
www.litbang.pertanian.go.id. Diakses 30 April 2015.
Sulistyo, A., S.Sujiprihati, dan Trikoesoemaningtyas. 2006. Heterosis dan
heterobeltiosis pada persilangan tujuh genotipe papaya (Carica papaya
L.). Prosiding Seminar Nasional PERHORTI. Departemen Agronomi dan
Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Suprihanto, E. 2009. Uji Daya Hasil Empat Genotipe Kacang Panjang (Vigna
sinensis var. sesquidpedalis (L) Koern) Keturunan Persilangan Galur
Coklat Putih, Coklat, dan Hitam.Skripsi. Fakultas Petanian Universitas
Lampung. Bandarlampung.
Syukur, M., S.Sujiprihati, R.Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar
Swadaya. Bogor.
(49)
47
Sunarjono, H. 2003. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Bogor.
Takdir, A., S.Sunarti, dan M.J.Mejaya. 2014 Perakitan Varietas Jagung Hibrida.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Tersedia:
http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php. Diakses 25 Juni
2015.
Tang, J., J. Yan, X. Ma, and W. Teng. 2010. Dissection of the genetic basis of
heterosis in an elite maize hybrid by QTL mapping in an immortalized F
2population.
Theor Appl Genet. 120:333‒340.
Tim Karya Tani Mandiri. 2011. Pedoman Bertanam Kacang Panjang. Nuansa
Aulias. Bandung.
Widiastuti. M. (2012). Keragaan, Keragaman, dan Heretabilitas Karakter
Agronomi Kacang Panjang (Vigna ungiculata) Generasi
F
1Hasil
Persilangan Tiga Varietas. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Bandarlampung.
Wijaya, A., Susantidiana, M.U.Harun dan M.Surahman. 2013. Evaluasi
penampilan dan efek heterosis hasil persilangan beberapa akesi jarak pagar
(Jatropha curcas
L.). J.Agron.Indonesia. 41 (1) : 83‒87.
Zulkarnain, J. 2014. Uji Daya Hasil beberapa Galur Harapan Kedelai (Glycine
max [L.] Merill) Hasil Persilangan Wilis dan Mlg 2521. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
(1)
26 10. Nilai °Brix
Diukur dengan menggunakan refraktometer pada setiap sampel polong per genotipe. Sampel yang gunakan sebanyak 2 polong per genotipe yang merupakan sampel yang sama dari pengukuran kerenyahan. Pengukuran dilakukan saat panen polong kedua dengan cara menggerus polong muda dan mengambil airnya,. Air hasil saringan diambil menggunakan pipet tetes dan diteteskan pada kaca sensor refraktometer.
(2)
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan uji LSI terdapat genotipe hasil persilangan yang memiliki karakter produksi yaitu panjang polong yang melebihi tetua Hitam dan Lurik yaitu genotipe Lu x Hi dengan nilai tengah 54,07 cm. Berdasarkan nilai duga heterosis terdapat genotipe hasil persilangan yang melebihi karakter produksi rata-rata tetua dan tetua terbaiknya yaitu Hi x Lu terhadap karakter jumlah dan bobot polong dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis masing-masing 37,63 dan 30,61 ; 31,60 dan 18,92.
2. Berdasarkan nilai duga heterosis terdapat perbedaan karakter produksi genotipe hasil persilangan resiprok dimana genotipe Lu x Hi lebih baik terhadap
karakter panjang polong dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis yaitu 11,89 dan 10,59 sedangkan genotipe Hi x Lu memiliki karakter panjang dan bobot polong yang lebih baik.
(3)
44 5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh maka perlu dilakukan penelitian selanjutnya hingga diperoleh kemurnian genetik dari masing-masing genotipe dan data yang diperoleh lebih seragam.
(4)
Ameriana, M. 1998. Perbaikan Kualitas Sayuran Berdasarkan Preferensi Konsumen. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Arif, A. B., S. Sujiprihati dan M. Syukur. 2011. Pewarisan sifat beberapa karakter kualitatif pada tiga kelompok cabai. Buletin Plasma Nutfah. 17(2):1‒7. , S. Sujiprihati dan M. Syukur. 2012. Pendugaan heterosis dan
heterobeltiosis pada enam genotip cabai menggunakan analisis dialel penuh. J.Hort. 22(2) : 103‒110.
Fatimah, F., A.N.Sugiharto dan Ainurransjid. 2014. Efek xenia pada persilangan beberapa genotipe jagung (Zea mays L.) terhadap karakter biji dan tongkol jagung. Jurnal Produksi Tanaman. 2(2) : 103‒110.
Gultom, A. G. 2012. Pengaruh Pemberian Ampas Teh Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.). Skripsi. Jurusan
Biologi Universitas Negeri Medan. Medan.
Handayani, T. 2014. Persilangan untuk Merakit Varietas Unggul Baru Kentang. IPTEK Tanaman Sayuran. No. 004. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Haryanto, E., Suhartini T., dan Rahayu E. 2007. Budidaya Kacang Panjang. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kementrian Pertanian. 2013. Produksi Hortikultura 2010‒2019. Tersedia: http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_kom.asp . . Diakses 04 Desember 2014.
Kirana, R. dan E.Sofiari. 2007. Heterosis dan heterobeltiosis pada persilangan 5 genotip cabai dengan metode dialil. J.Hort. 17(2) : 111‒117.
Kuswanto, L.Soetopo, A. Afandi dan B.Waluyo. 2007. Pendugaan jumlah dan peran gen toleransi kacang panjang (Vigna sesquipedatis L. Fruwirth) terhadap hama aphid. Agrivita. 29(1)
, L.Soetopo, A. Afandi dan B.Waluyo. 2008. Perakitan Varietas Tanaman Kacang Panjang Toleran Hama Aphid dan Berdaya Hasil Tinggi. Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing XIV/3 Universitas Brawijaya. Malang.
(5)
46 Mahendra, W. 2010. Pendugaan Ragam, Heretabilitas, dan Kemajuan Seleksi
Kacang Panjang (Vigna sinensis var. sesquipedatis [L.] Koern.) Hitam x Bernas Super. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Makmur, A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. Murti, R.H., T. Kumiawati dan Nasrullah. 2004. Pola Pewarisan Karakter Buah
Tomat. Zuriat. 15(2): 140-149.
Oktarisna, F.A., A. Soegianto, dan A.N.Sugiharto. 2013.
Pola Pewarisan Sifat Warna Polong pada Hasil Persilangan Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris l.) Varietas Introduksi dengan Varietas Lokal. Jurnal Produksi Tanaman. 1(2): 1‒9.
Pamuji, N. 2012. Penggunaan Perangkap Warna Terhadap Populasi Hama Lalat Penggorok Daun (Liriomyza huidobrensis) pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.). Skripsi. Departemen Hama dan Penyakit
Tumbuhan Universitas Sumatera Utara. Medan.
Reif,J.C., V. Hahn, and A.E. Melchinger. 2012. Genetic basis of heterosis and prediction of hybrid performance. Helia 35 Nr 57 p.p. 1‒8.
Sa’diyah, N., M.Widiastuti dan Ardian. 2013. Keragaan, keragaman, dan
heritabilitas karakter agronomi kacang panjang (Vigna unguilata) generasi
F1hasil persilangan tiga genotipe. J.Agrotek Tropika. 1(1) : 32‒37.
Sagala, L. 2008. Pengujian Persilangan Resiprok Terhadap Karakter Vegetatif dan Generatif Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Program Studi pemuliaan Tanaman Universitas Sumatera Utara. Medan.
Saleem, M.Y., M.Asghar and Q.Iqbal. 2013. Augmented analysis for yield and some yielad components in tomato (Lycopersicon esculentum Mill.). Pakulan J.Bot. 45(1) : 215‒218.
Satoto, B.Sutaryo, dan B. Suprihatno. . Prospek Pengembangan Varietas Padi Hibrida. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Tersedia :
www.litbang.pertanian.go.id. Diakses 30 April 2015.
Sulistyo, A., S.Sujiprihati, dan Trikoesoemaningtyas. 2006. Heterosis dan heterobeltiosis pada persilangan tujuh genotipe papaya (Carica papaya L.). Prosiding Seminar Nasional PERHORTI. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Suprihanto, E. 2009. Uji Daya Hasil Empat Genotipe Kacang Panjang (Vigna sinensis var. sesquidpedalis (L) Koern) Keturunan Persilangan Galur Coklat Putih, Coklat, dan Hitam.Skripsi. Fakultas Petanian Universitas Lampung. Bandarlampung.
Syukur, M., S.Sujiprihati, R.Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya. Bogor.
(6)
Sunarjono, H. 2003. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Bogor.
Takdir, A., S.Sunarti, dan M.J.Mejaya. 2014 Perakitan Varietas Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Tersedia:
http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php. Diakses 25 Juni 2015.
Tang, J., J. Yan, X. Ma, and W. Teng. 2010. Dissection of the genetic basis of heterosis in an elite maize hybrid by QTL mapping in an immortalized F2
population. Theor Appl Genet. 120:333‒340.
Tim Karya Tani Mandiri. 2011. Pedoman Bertanam Kacang Panjang. Nuansa Aulias. Bandung.
Widiastuti. M. (2012). Keragaan, Keragaman, dan Heretabilitas Karakter Agronomi Kacang Panjang (Vigna ungiculata) Generasi F1 Hasil Persilangan Tiga Varietas. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandarlampung.
Wijaya, A., Susantidiana, M.U.Harun dan M.Surahman. 2013. Evaluasi
penampilan dan efek heterosis hasil persilangan beberapa akesi jarak pagar (Jatropha curcas L.). J.Agron.Indonesia. 41 (1) : 83‒87.
Zulkarnain, J. 2014. Uji Daya Hasil beberapa Galur Harapan Kedelai (Glycine max [L.] Merill) Hasil Persilangan Wilis dan Mlg 2521. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.