GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DALAM MUSRENBANG DESA (Studi di desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran)

(1)

ABSTRACT

LEADERSHIP STYLE HEAD OF VILLAGE IN VILLAGE MUSRENBANG (Studies in the village Margo Mulyo Tegineneng Pesawaran

District Sub-district)

By

MUHAMMAD TRIO HANDIE

Related rural governance in practice is still faced with many problems, one of which is the village head's leadership which indicate non-compliance with the spirit of democracy, a common phenomenon also occurred in the village of Margo Mulyo. Margo Mulyo village is one of the villages in the subdistrict Tegineneng Pesawaran District. Rural development in the implementation of the District Tegineneng Margo Mulyo Pesawaran District implemented by the village head helped by village, however, the village chief not involve participation of the Village Consultative Body (BPD). This was explained by Mr. Kasdi as a member of BPD which states that the Village Head rarely invited BPD at the moment will carry out a work program.

This study uses qualitative research type. Qualitative research is research that aims to understand the phenomenon of what is experienced by the subject of the study such behavior, perceptions, motivations, actions and others. As a research subject is the village that BPD Chairman and Chairman of RW as well as the head of the village itself directly involved and include characteristics and leadership style village head.

The results obtained by leadership styles used by the border of the Village Head Mulyo district tegineneng Peswaran District 2015 are included in an authoritarian leadership style.


(2)

ABSTRAK

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DALAM MUSRENBANG DESA

(Studi di desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran)

Oleh

MUHAMMAD TRIO HANDIE

Terkait penyelenggaraan pemerintahan desa secara praktis masih dihadapkan pada berbagai persoalan, salah satunya adalah kepemimpinan kepala desa yang mengindikasikan ketidaksesuaian dengan semangat demokrasi, fenomena umum tersebut juga terjadi di Desa Margo Mulyo. Desa Margo Mulyo merupakan salah satu desa yang ada di wilayah Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran. Pelaksanaan pembangunan di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran dilaksanakan oleh kepala desa dibantu oleh perangkat desa, namun demikian Kepala Desa kurang melibatkan peran serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal ini dijelaskan oleh Bapak Kasdi selaku anggota BPD yang menyatakan bahwa Kepala Desa jarang mengundang BPD pada saat akan melaksanakan suatu program kerja.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Sebagai subjek penelitian adalah perangkat desa yaitu Ketua BPD dan Ketua RW serta kepala desa itu sendiri yang terlibat langsung dan menyertakan karakteristik dan gaya kepemimpinan kepala desa.

Hasil penelitian diperoleh gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Kepala Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran Tahun 2015 termasuk dalam gaya kepemimpinan otoriter.


(3)

Oleh

Muhammad Trio Handie

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD TRIO HANDIE

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

Halaman 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 42 4.1 Struktur Organisasi Desa Margo Mulyo ... 55


(6)

Halaman I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan... 8

D. Kegunaan Penelitian... 8

II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Gaya Kepempimpinan ... 9

B. Musrenbang Desa... 24

C. Konsep Pemerintahan Desa... 31

D. Kerangka Pikir ... 40

III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 43

B. Lokasi dan Waktu ... 43

C. Jenis Data ... 44

D. Fokus Penelitian ... 45

E. Teknik Penumpulan data... 45

F. Informan ... 46

G. Teknik analisis data... 46

H. Teknik Keabsahan Data ... 48

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Kondisi Desa ... 51

B. Kondisi Pemerintah Desa ... 55

C. Uraian Tugas dan Fungsi Perangkat Desa ... 56

D. Karakteristik Budaya Masyarakat Desa ... 61

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gaya Kepemimpinan Kepada Desa dalam Musrenbang Desa.... 62


(7)

B. Saran... 94

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

Halaman

Tabel 1 Jumlah Pendidikan Penduduk Desa Margo Mulyo... 52

Tabel 2 Mata Pencaharian Penduduk Desa Margo Mulyo ... 53

Tabel 3. Pola Penggunaan Tanah Desa Margo Mulyo... 53

Tabel 4. Data kepemilikan hewan Desa Margo Mulyo... 54


(9)

(10)

(11)

Sungguh bersama kesukaran dan keringanan. Karena

bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain).Dan

kepada Tuhan,berharaplah

(Q.S. Al Insyirah : 6-8)

Jadikanlah kesalahanmu untuk menjadi motivasi

agar menjadi lebih baik di hari esok

(Muhamad Trio Handie)

Bekerjalah bagai tak butuh uang. Mencintailah

bagaikan tak pernah disakiti. Menarilah bagaikan tak

seorangpun menonton

(Mark Twain)

Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak

putus-putusnya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap

berdiri kukuh,bahkan ia menetramkan amarah dan

gelombangnya itu

(Marcus Aurelius)

Better to be kicked with the truth than hugged with a

lie

When someone say your dream is too big,you can say

to him that his think is too small


(12)

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada :

1. Papi Haidar Saad, SH, Mami Darti Eliyana, S.Pd , yang telah memberikan senyuman hangat, tawa canda bahagia, pengalaman, pengertian, dukungan, tangis, sedih, dan apapun itu dalam proses kehidupan penulis;

2. Maharaja tercinta M.Dedhi Irawan, SH,.MM dan Agungan Suttan Olyvia Van Yuris, S.IP,. M.IP yang selalu memberikan semangat dan dukungan bagiku sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

3. Bung Ajo M. Ronal Regen, S.Kom yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini;

4. Kekasihku tercinta Wenny Dwi Tiara Ayu Syaputri, S.T terima kasih telah menemani,memberikan doa dan dukungan nya selama ini serta selalu menjadi tempat berkeluh kesah;

5. Sahabat terbaikku Widiantara Effendi Gerard, M. Iksan, S.An, David Muzzamir, Devin Yusef Prianto, yang selama ini telah menemani dan mengiringi kehidupan penulis serta telah menorehkan kisah kebersamaan dan kesetiakawanan;

6. Untuk genk kerabat (keluarga Ragah Hibat) M. Fiebrian Adhie Nance, SH.MH, Bastian Ramadhan Majid, S.Ikom, Dewan Syahputra, S.Pd, Hendra Batista,A.Md , Nurhadi Fadlan, A.Md, Bang Idon terimakasih atas segala bantuan dan semangatnya;


(13)

Tami, Danisa, Eky, Wulan, Esa, Amel, Laras, Raras, Teteh Ninda, Farah, Ria, Tiwi, Kristi, Iis, Tria, dan teman-teman yang lain nya tidak dapat disebutkan satu persatu;

8. Keluarga Gema Trikora Uni Cici, Kak Kindy , Mba Desty, Dwi, Kak Pajaxxx, Novan, Gendut, Melsa, Kak Andri, Kak Ipan, Kak Yeri yang selama ini selalu memberikan doa dan dukungan;

9. Seluruh keluarga HIMAGARA, Universitas Lampung, atas kebersamaannya dalam menjalani kehidupan suasana kampus yang begitu mengesankan; 10. Teman-teman seperkantinan Mbak Sri, Aden, Ridho, Uyung, Satria, Samsu,

Bang Yondri, Bang Cindang, Bang Bahri, Bang Dede, yang selama ini telah memberikan motivasi serta dukungan.

11. Adik-adik tingkat khususnya Yogi Yahuy, Fadli, Faiz, Beri, Silvi, Maya, Dila, Denis, Danu, Dito, Balur, Tong Bajil yang telah banyak memberikan dukungan selama ini;

12. Teman- teman Sipil Ibeng, Hafis, Bravo, Putra, Aldy, Paul, Nay, Mango. Oyeng, Tahta, Tikung, Aa Nay, Rainal, Catur, Dinda, Nabila, Citra, Siti, Maki, Sani, Ogah, Albet, Idoy, Firman, Pandi, Ocid, Andrian, Roy, Afif, Wiwid yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama ini;

13. Teman-teman KKN Bangun Rejo Jefri, Lukman, Jelita, Iis, Yunus, Mbah, Dedek Revan yang telah memberikan motivasi;


(14)

Penulis sangat berharap karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis sendiri.

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis,


(15)

Muhamad Trio Handie lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 18 Agustus 1993, merupakan anak bungsu dari pasangan Bapak Haidar Saad, SH dan Ibu Darti Eliyana, S.Pd.

Penulis memiliki dua orang saudara laki-laki bernama M. Dedhi Irawan, SH, MM dan M. Ronal Regen, S.Kom

Penulis menempuh pendidikan di Taman KanakKanak ( TK ) Al- Kautsar 1999. Pendidikan Sekolah Dasar di tempuh di SD Al- Kautsar diselesaikan pada tahun 2005. Lalu menempuh pendidikan tingkat pertama di SMPN 1 Bandar Lampung yang

diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMAN 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Administrasi Negara, Fakultas ISIP, Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (Himagara) 2011 s/d 2014. Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Bangun Rejo Lampung Tengah tahun 2013 selama 40 hari.


(16)

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga skripsi dengan judul GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DALAM MUSRENBANG DESA (STUDI Di DESA MARGO MULYO

KECAMATAN TEGINENENG KABUPATEN PESAWARAN) dapat

terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Adminstrasi Negara (S.An) pada program reguler Jurusan Adminstrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pada penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu penulis mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Pada kesempatan ini pula secara tulus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya dan sedalam-dalamnya kepada mereka yang penuh kesabaran dan dedikasi membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini :

1. Drs. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas ISIP, Universitas Lampung; 2. Dr. Dedy Hermawan,S.Sos,. M.Si selaku Ketua Jurusan Adminstrasi Negara,


(17)

saran, kesabaran dan juga yang telah mengajarkan tentang arti kedisiplinan dan kerja keras selama proses bimbingan, sehingga skripsi ini dapat dibuat dan diselesaikan;

5. Dr. Novita Tresiana, S.Sos, M.Si. selaku Dosen Penguji skripsi atas kritik membangun sehingga mendorong keinginan keras penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan lebih baik;

6. Seluruh Dosen Jurusan Administrasi Negara, Fakultas ISIP, Universitas Lampung atas bimbingan serta dedikasi yang tak ternilai kepada penulis dalam proses pendidikan, penulis sadar karena merekalah penulis dapat mendapatkan perkembangan pendidikan seperti saat ini;

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Desember 2015

` Penulis,


(18)

Papi ku tercinta Haidar Saad, SH

Mami ku tercinta Darti Eliyana, S.Pd

Maharaja ku tersayang M. Dedhi Irawan,SH,.MM

Agungan Suttan ku tersayang Olyvia Van Yuris,

S.Ip,.M.Ip

Bung Ajo ku tersayang M. Ronal Regen, S.Kom

Dan Kekasih ku tercinta Wenny Dwi Tiara A.S, S.T

Serta teman dan sahabatku yang selalu mewarnai

hari-hari indahku, khususnya angkatan 2011.

Dan seluruh civitas akademika Administrasi Negara

Universitas Lampung.


(19)

(20)

A. Latar Belakang

Kepemimpinan dalam sebuah organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Artinya seorang pemimpin organisasi memegang peranan yang penting terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Pemimpin dalam setiap organisasi harus mampu menghimpun dan memberdayakan seluruh sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi tersebut dengan mengoptimalisasi kinerja yang meliputi potensi, keahlian dan profesionalisme yang dimiliki sumber daya manusia tersebut.

Kondisi semacam ini mencerminkan adanya perwujudan dari prinsip dan strategi manajemen dalam suatu organisasi agar tetap dapat terus berkiprah dan eksis mencapai tujuannya. Berkaitan dengan hal ini maka kepemimpinan suatu organisasi harus mengolah berbagai sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkannya. Salah satunya, organisasi memiliki pegawai sebagai sumber daya manusia yang menjadi penggerak berbagai program atau operasionalisasi organisasi yang bersangkutan.


(21)

Kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dan menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok kerja, selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan, memelihara hubungan, dukungan dan kerjasama dan orang-orang diluar kelompok organisasi. Esensi kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi tatalaku orang lain baik sebagai bawahan, rekan kerja atau atasan, adanya pengikut yang dapat dipengaruhi baik oleh ajakan, anjuran, bujukan atau sugesti atau dalam bentuk lainnya dan adanya tujuan yang hendak dicapai Handoko (2005: 31).

Menurut Handoko (2005: 45) mengatakan bahwa organisasi publik dibuat oleh publik, untuk publik, dan karenanya harus bertanggung jawab kepada publik. Bertumpu pada pendapat ini, pemimpin organisasi publik diwajibkan berakuntabilitas atas kinerja yang dicapai organisasinya. Tujuan utama organisasi publik adalah memberikan pelayanan dan mencapai tingkat kepuasan masyarakat seoptimal mungkin.

Sehubungan dengan hal tersebut maka seorang Kepala Desa selaku pemimpin organisasi desa harus memiliki gaya kepemimpinan yang baik dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan desa. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan


(22)

adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Bintarto, 2007: 17).

Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya saling mengenal, hidup bergotong-royong, adat istiadat yang sama, dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya (Kharuddin, 2004: 5). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 200 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan daerah, desa merupakan desentralisasi dari sistem pemerintahan. Pemerintah desa dalam menjalankan pemerintahannya merupakan subsistem penyelenggaraan pemerintah daerah, yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan perkembangan pemerintahan.

Pemerintah desa menyelenggarakan pemerintahan dan mengelola segala urusan sesuai dengan aspirasi dan keinginan masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa proses demokratisasi telah bergulir sampai pada tingkat Pemerintahan Desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hakikatnya desa merupakan suatu organisasi yang dipimpin oleh seorang kepala desa, sehingga kepala desa melaksanakan pemerintahan dengan menggunakan kepemimpinan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Kharuddin, 2004: 7).

Pasang surut pengaturan otonomi desa khususnya kedudukan pemerintahan desa berubah-ubah disebabkan pola pengaturan yang berganti-ganti oleh pemerintah. Realitas ketatanegaraan Republik Indonesia menunjukkan bahwa


(23)

seharusnya pemerintahan desa memiliki hak otonomi asli serta pengakuan terhadap hak kesatuan masyarakat hukum adat, konstruksi teoritis keberadaan masyarakat hukum adat dapat dimaknai sebagai salah satu unsur yang diakui dan mempunyai kewenangan sendiri dalam struktur pemerintahan negara. Dengan jalan memberikan undang-undang tersendiri yang mengatur pemerintahan desa secara holistik.

Upaya untuk memperbaiki pemerintahan desa dilakukan dalam bentuk penetapan peraturan perundang-undangan. Pertimbangan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Serta desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan Undang-Undang.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam kerangka Otonomi Desa disahkan pada tanggal 18 Desember 2013 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyo. Perubahan tersebut merupakan cerminan besar tentang desa baik secara langung maupun secara langsung berkaitan atau berpengaruh


(24)

terhadap otonomi desa dan dalam konteks tersebut di atas, sangat menarik untuk meneliti detail dan khusus dinamika pengaturan desa di Indonesia Dalam Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, diartikan bahwa:

“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1). Kedudukan Desa tercermin dalam Pasal 2 dan Pasal 5 undang-undang tersebut, sebagai berikut:

“Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,

pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal

Ika”. “Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota” (Pasal 5).

Ketentuan di atas menegaskan kedudukan Desa sebagai bagian dari Pemerintahan Daerah. Hal ini pula yang menjadikan Peraturan Desa atas dasar Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000 (videPasal 3 ayat (7) huruf c) dan UU No. 10 Tahun 2004 (videPasal 7 ayat (2) huruf c) sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari peraturandaerah.

Selain itu sistem demokrasi yang dijalankan di desa secara baik dapat mendorong pelayanan publik yang lebih baik, transparan, tidak dipersulit, akuntabel dan lain sebagainya yang dapat menguntungkan masyarakat, karena adanya kontrol secara efektif dari masyarakat terhadap pemerintah desa. Untuk membangun demokrasi di desa, maka penyelenggaraan pemerintahan desa harus disertai pola-pola kepemimpinan yang baik pula.


(25)

Terkait penyelenggaraan pemerintahan desa secara praktis masih dihadapkan pada berbagai persoalan, salah satunya adalah kepemimpinan kepala desa yang mengindikasikan ketidaksesuaian dengan semangat demokrasi, fenomena umum tersebut juga terjadi di Desa Margo Mulyo. Desa Margo Mulyo merupakan salah satu desa yang ada di wilayah Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran. Berdasarkan hasil prariset dengan melakukan wawancara kepada Bapak Sumardi selaku tokoh masyarakat maka diketahui bahwa:

”Selama ini kepada desa dalam melaksanakan pemerintahan desa, khususnya dalam musrenbang kurang transparan. Padahal seharusnya sebagai seorang pemimpin, kepala desa mampu mengembangkan gaya kepemimpinan yang baik serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan bersifat transparan dalam musrenbang demi kepentingan masyarakat.”

Pelaksanaan pembangunan di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran dilaksanakan oleh kepala desa dibantu oleh perangkat desa, namun demikian Kepala Desa kurang melibatkan peran serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal ini dijelaskan oleh Bapak Kasdi selaku anggota BPD yang menyatakan bahwa Kepala Desa jarang mengundang BPD pada saat akan melaksanakan suatu program kerja. (Sumber: Hasil prariset di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran Sabtu 09 Februari 2015).

Kepala Desa seharusnya berperan dalam membangun kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi terhadap program-program yang dilakukan oleh pemerintah desa, karena masyarakat juga bagian dari suksesnya program desa, masyarakat juga mempunyai peranan terhadap tercapainya tujuan dari


(26)

pembangunan. Perlu adanya suatu koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat agar yang menjadi cita-cita bersama yaitu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan. Peran Kepala Desa dalam hal meningkatkan partisipasi masyarakat desa Margo Mulyo adalah dengan menggunakan strategi partisipasi non finansial, melibatkan masyarakat pada Musrenbang dan melakukan pendekatan kepada warga masyarakat, dan partisipasi masyarakat desa Margo Mulyo mulai dari perencanaan, pelaksanaan, tetapi masih belum terlihat adanya partisipasi dalam hal evaluasi. Partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk memberikan masukan dan pertimbangan pada keputusan yang akan diambil oleh kepala desa terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan program kerja di desa.

Salah satu sumber tidak sesuainya kepemimpinan kepala desa dalam suatu pemerintahan desa adalah gaya kepemimpinan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan serangkaian perilaku yang ditampilkan oleh seorang pemimpin dalam rangka mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya untuk berperilaku atau berbuat sesuatu sebagaimana diarahkan oleh pimpinan tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai:

Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Musrenbang Desa (Studi di desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran)


(27)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana gaya kepemimpinan kepala desa dalam Musrenbang desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan tipe gaya kepemimpinan kepala desa dalam Musrenbang di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan disiplin Ilmu Administrasi Negara, khususnya berkaitan dengan gaya kepemimpinan kepala desa dalam Musrenbang di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan bagi Kepala Desa Margo Mulyo serta kepala desa lainnya dalam mengembangkan model gaya kepemimpinan yang tepat dalam pemerintahan desa khususnya dalam Musrenbang desa.


(28)

A. Tinjauan Gaya Kepempimpinan

1. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Menurut Tampubolon (2008; 15), gaya kepemimpinan adalah ciri seorang pemimpin melakukan kegiatannya dalam mengarahkan, mempengaruhi, menggerakan perilaku para pengikutnya atau bawahannya kepada suatu tujuan tertentu. Perbedaan gaya kepemimpinan dalam organisasi akan mempunyai pengaruh yang berbeda pula pada partisipasi indivivu dan perilaku kelompok.

Menurut Hasibuan (2004: 76), gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Dengan kata lain pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.

Menurut Hersey dan Blanchard dalam Handoko (2005: 45), berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari


(29)

tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.

Pengertian ini mengandung makna bahwa pimpinan adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.

Situasi merupakan suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu


(30)

pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka konsep gaya kepemimpinan Kepala Desa Margo Mulyo adalah suatu cara yang dikembangan oleh seorang pemimpin desa Margo Mulyo dalam rangka menggerakkan para bawahan atau orang-orang yang dipimpinnya untuk melaksanakan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.

2. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

Menurut Siagian (1997: 43-47), macam-macam gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

a. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Seorang pemimpin yang otoriter ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan penggerakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.


(31)

b. Gaya Kepemimpinan Militeristis

Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut: Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

c. Gaya Kepemimpinan Paternalistis

Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut: menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu.


(32)

d. Gaya Kepemimpinan Karismatik

Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib

(supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma.

e. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena gaya kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut: dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk


(33)

berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.

Pendapat lain dikemukakan oleh Nawawi (1999: 67-68), bahwa macam-macam gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

a. Kepemimpinan direktif

Dalam gaya kepemimpinan ini, bawahan tidak diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi.

b. Kepemimpinan yang mendukung

Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, dan mudah didekati serta mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap bawahannya.

c. Kepemimpinan partisipasif

Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari bawahan, tapi pengambilan keputusan masih berada padanya.


(34)

d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi

Dalam gaya kepemimpinan ini, ditetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahan untuk berprestasi. Pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

Setiap gaya kepemimpinan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut Nawawi (1999: 69-71), kelebihan dan kekurangan gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

a. Kepemimpinan direktif

Kelebihan gaya kepemimpinan direktif terdapat pada pencapaian prestasi kerjanya. Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan ini relatif lebih cepat mencapai tujuan atau hasil pekerjaan, sebab tidak ada interupsi, masukan, saran atau bantahan bawahan. Artinya ketika pemimpin memutuskan suatu tujuan, maka hal itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil.

Kelamahan gaya kepemimpinan ini adalah tidak ada komunikasi dan interaksi dialogis dengan bawahan, hubungan yang tercipta terkesan dingin dan kaku. Pemimpin dengan gaya ini cenderung mementingkan pencapaian tujuan dan kurang atau tiadak memperdulikan proses untuk mencapai tujuan tersebut.

b. Kepemimpinan yang mendukung

Kelebihan gaya kepemimpinan yang mendukung adalah mampu menarik orang lain atau bawahannya untuk melakukan pekerjaan


(35)

secara efektif dan penuh tanggungjawab sebab pemimpin senantiasa memberikan dukungan di belakang mereka.

Kelemahan gaya kepemimpinan yang mendukung adalah kurangnya ruang bagi bawahan untuk mengembangkan diri dan kemampuan kerja mereka, sebab dengan terus menerusnya dukungan atau dorongan dari pemimpin maka bawahan merasa dibatasi untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam diri mereka.

c. Kepemimpinan partisipasif

Kelebihan gaya kepemimpinan partisipasif adalah terciptanya hubungan yang harmonis antara pimpinan dengan bawahan, sebab pimpinan selalu memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menyampaikan masukan, gagasan atau saran kepada pimpinan dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Kelemahan gaya kepemimpinan partisipasif adalah pelaksanaan pekerjaaan organisasi yang terkadang kurang sesuai dengan perencanaan, karena banyaknya pertimbangan pemimpin dalam mengambil langkah-langkah atau tindakan. Pemimpin membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan berbagai masukan dan saran dari bawahan, sehingga berdampak pada kurang sesuainya waktu pelaksanaan pekerjaan dengan rencana sebelumnya.


(36)

d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi

Kelebihan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi adalah pemimpin senantiasa mewujudkan kebersamaan dengan para bawahannya dalam suatu ikatan kekeluargaan untuk mencapai prestasi atau hasil pekerjaan secara bersama-sama. Prestasi perseorangan dalam organisasi merupakan prestasi organisasi itu sendiri.

Kekurangan gaya kepemimpinan ini adalah kurang terakomodasinya keinginan dan kepentingan tiap-tiap personil dalam organisasi, karena prestasi perseorangan menjadi prestasi organisasi. Artinya seorang pegawai yang memiliki kinerja yang baik kurang dapat mengembangkan dirinya, karena meskipun pegawai tersebut memiliki prestasi kerja yang melebihi rekan-rekannya, namun kurang mendapatkan perhatian yang lebih karena dianggap prestasi bersama. Seorang pemimpin harus memiliki gaya kepemimpinan yang baik, sehingga diharapkan seorang pemimpin tersebut akan dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya dalam organisasi yang dipimpinnya. Sifat-sifat pemimpin tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan adanya gaya kepemimpinan sebagaimana disebutkan di atas maka diharapkan pemimpin akan dapat menjadi teladan dan contoh yang baik kepada para bawahan dalam bekerja sehingga produktivitas kerja mereka akan meningkat dan pada tahap selanjutnya akan dapat mencapai tujuan organisasi.


(37)

Selain itu menurut Setyawan (2007: 19), beberapa gaya kepemimpinan lainnya adalah sebagai berikut:

a. Gaya kepemimpinan Kooperatif

Gaya kepemimpinan kooperatif adalah kepemimpinan yang mengembangkan adanya kerjasama antara subsistem atau komponen yang ada di dalam organisasi. Ciri-ciri gaya kepemimpinan kooperatif adalah:

(1) Mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perseorangan maupun kelompok sebagai usaha mengumpulkan data/bahan dari anggota kelompok dalam menetapkan keputusan yang mampu memenuhi aspirasi dalam kelompoknya.

(2) Mengusahakan dan mendorong terjadinya pertemuan pendapat/buah pikiran dengan sikap harga menghargai

(3) Mengembangkan suasana kerja sama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-orang yang dipimpin sehingga timbul kepercayaan pada dirinya sendiri dan kesediaan menghargai orang lain sesuai dengan kemampuannya.

(4) Membantu menyelesaikan masalah-masalah baik yang dihadapi perseorangan maupun kelompok dengan memberikan petunjuk dalam mengatasinya sehingga berkembang kesediaan memecahkannya dengan kemampuan sendiri.


(38)

b. Gaya kepemimpinan Komunikatif

Gaya kepemimpinan komunikatif adalah kepemimpinan yang mengembangkan adanya komunikasi atau interaksi yang harmonis antara berbagai subsistem atau komponen yang ada di dalam organisasi. Ciri-ciri gaya kepemimpinan komunikatif adalah:

(1) Semua kebijaksanaan dikomunikasikan sehingga terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin

(2) Kegiatan-kegiatan dikomunikasikan dan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.

(3) Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.

c. Gaya kepemimpinanLow Profile

Gaya kepemimpinan low profile adalah kepemimpinan yang mengembangkan sifat yang menyejajarkan antara kedudukan pimpinan dan bawahan. Pimpinan tidak menganggap dirinya sebagai atasan yang harus ditakuti dan disegani oleh bawahan, tetapi sebagai mitra kerja yang sejajar. Ciri-ciri gaya kepemimpinanlow profileadalah:

(1) Pemimpin tidak memosisikan diri sebagai atasan yang harus disegani atau ditakuti

(2) Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dan memanajemen tugas dan pekerjaannya


(39)

(3) Pemimpin menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum dalam organisasi

(4) Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok. Selanjutnya keunggulan dan kekurangan gaya kepemimpinan menurut Setyawan (2007: 19), adalah sebagai berikut:

a. Gaya kepemimpinan Kooperatif

Keunggulan gaya kepemimpinan kooperatif adalah pekerjaan merupakan tanggungjawab bersama dan adanya kerjasama yang baik antara subsistem yang ada di dalam organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan Kelemahan gaya kepemimpinan kooperatif adalah tidak semua pegawai mampu menjalin kerjasama, baik dengan sesama rekan kerja maupun dengan atasannya. Dalam kaitannya dengan ini terkadang terjadi kesenjangan antara bawahan dengan sesama bawahan maupun antara bawahan dengan atasan.

b. Gaya kepemimpinan Komunikatif

Kelebihan gaya kepemimpinan komunikatif adalah terjalinnya komunikasi yang efektif di dalam organisasi seshingga semua kebijaksanaan dan pekerjaan dapat dikomunikasikan dan diputuskan secara bersama. Kekurangan gaya kepemimpinan ini adalah dalam pelaksanaannya terkadang bawahan merasa memiliki hak dan otoritas dalam menentukan kebijakan di dalam organisasi, sehingga tidak ada batasan yang jelas dalam relasi bawahan dengan atasan.


(40)

c. Gaya kepemimpinanLow Profile

Kelebihan gaya kepemimpinan low profile terbentuknya hubungan kerja yang baik, sehingga antara atasan dan bawahan mampu melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan baik, tanpa hubungan yang kaku. Kekurangan gaya kepemimpinan low profile adalah bawahan terkadang salah menafisirkan sifat pimpinan yang menginginkan adanya kemitraan secara sejajar dengan bawahan, sehingga kartawan tersebut terkadang bertindak sesuka hatinya dalam melaksanakan bidang pekerjaannya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Hopwood dalam Handoko (2005: 54) bahwa macam-macam gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan demokratis

Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri gaya. Gaya kepemimpinan ini mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi bawahan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih bawahan.


(41)

Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:

a) Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin

b) Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.

c) Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.

Gaya kepemimpinan Kepala Desa Margo Mulyo, dititikberatkan kepada gaya kepemimpinana demokratik, dimana selama menjabat kepala Desa cenderung mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi bawahan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih bawahan

2. Gaya kepemimpinan otoriter

Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi. Gaya kepemimpinan ini mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan,


(42)

membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi bawahan.

Ciri-ciri gaya kepemimpinan otoriter adalah sebagai berikut: a) Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan. b) Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja.

c) Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota.

d) Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan keahliannya

3. Gaya KepemimpinanLaissez-faire(kendali bebas)

Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan bawahannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut bawahannya paling sesuai.

Ciri-ciri gaya kepemimpinanLaissez-faireadalah sebagai berikut: a. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya

sendiri

b. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. c. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk

mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok. Seorang pemimpin suatu pemerintahan desa khususnya Kepala Desa Margo Mulyo harus memiliki gaya kepemimpinan yang baik, sehingga


(43)

diharapkan seorang pemimpin tersebut akan dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya dalam organisasi yang dipimpinnya. Sifat-sifat pemimpin tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan adanya gaya kepemimpinan sebagaimana disebutkan di atas maka diharapkan pemimpin akan dapat menjadi teladan dan contoh yang baik kepada para bawahan dalam bekerja sehingga produktivitas kerja mereka akan meningkat dan pada tahap selanjutnya akan dapat mencapai tujuan organisasi. Pada penelitian ini indikator yang digunakan untuk menilai gaya kepemimpinan kepala desa adalah Kebijakan, pola kerja, pola komunikasi, ruang partisipasi bawahan danpositioningpimpinan.

B. Musrenbang Desa

1. Pengertian Musrenbang Desa

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional (SPPN). Dalam pasal 1 ayat (21) dinyatakan bahwa Musrenbang adalah forum anterpelaku dalam menyusun rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) desa adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan/stakeholdersdi tingkat desa untuk mendapatkan masukan mengenai kegiatan prioritas pembangunan di wilayah desa terkait yang didasarkan pada masukan dari hasil Musrenbang kelurahan, serta menyepakati rencana kegiatan lintasbkelurahan di desa yang bersangkutan. Masukan itu sekaligus sebagai dasar penyusunan Rencana


(44)

Pembangunan Desa yang akan diajukan kepada SKPD yang berwewenang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah pada tahun berikutnya. Musrenbang desa dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dengan luaran berupa Dokumen Rencana Pembangunan Desa serta masukan untuk Renja SKPD Desa.

Lembaga penyelenggara Musrenbang desa adalah desa dan Bappeda. Desa bertugas untuk menyiapkan teknis penyelenggaraan Musrenbang desa serta mempersiapkan dokumen Rancangan Rencana Pembangunan Desa. Bappeda bertugas untuk mengorganisasi penjadwalan seluruh Musrenbang desa, mempersiapkan Tim Pemandu, dan dokumendokumen yang relevan untuk penyelenggaraan Musrenbang desa.

Musrenbang desa tidak semata-mata menyepakati prioritas masalah daerah yang ada di desa/kelurahan yang di usulkan dari Musrenbang desa/ kelur ahan, tetapi untuk menghasilkan prioritas masalah dan kegiatan yang menjadi urusan dan kewenangan wajib dan pilihan pemerintah daerah. Selain itu Musrenbang juga merupakan forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan pembangunan.Akan tetapi Musrenbang desa merupakan suatu proses pembahasan, penilaian dan penentuan urutan prioritas rencana pembangunan yang berasal dari masyarakat dan dari pemerintah di tingkat desa. Proses pembahasan dilakukan secara terpadu dan obyektif bersama unsur-unsur terkait dari tingkat kelurahan, desa dan kota untuk menghasilkan rencana pembangunan tahunan desa serta daerah (Warpani, 2004: 45).


(45)

2. Dasar Hukum Musrenbang Desa

Musrenbang desa dilaksanakan dalam rangka melaksanakan amanat:

a. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, c. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara

Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah,

d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah,

e. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Desa.

3. Tujuan Musrenbang Desa

Menurut Darsono (2005: 20) tujuan dari musrenbang desa adalah sebagai berikut :

a. Memberikan wahana untuk mensinergikan dan menyepakati prioritas usulan-usulan masalah yang berasal dari masyarakat tingkat kelurahan (dan atau lintas kelurahan) yang menjadi skala pelayanan atau kewenangan desa dan lintas desa untuk satuntahun mendatang.

b. Merumuskan dan menyepakati kegiatan-kegiatan yang akan dimusyawarahkan dalam forum-forum SKPD dan Musrenbang kota. c. Meenetapkan delegasi desa untuk mengawal usulan-usulan permasalahan


(46)

4. Prinsip-Prinsip Musrenbang Desa

Menurut Darsono (2005: 20) prinsip dalam Musrenbang berlaku baik untuk Fasilitator, peserta, narasumber, dan semua komponen yang terlibat dalam pelaksanaan musrenbang dan hendaknya ini menjadi kesepakatan bersama sehingga Musrenbang benar-benar menjadi sebuah wadah/forum dalam mengambil keputusan bersama dalam rangka menyusun program kegiatan pembangunan tahun berikutnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

a. Prinsip kesetaraan: Peserta musyawarah adalah kelompok masyarakat dengan hak yang setara untuk menyampaikan pendapat, berbicara, dan dihargai meskipun terjdi perbedaan pendapat. Sebaliknya, juga memiliki kewajiban yang setara untuk mendengarkan pandangan orang lain, menghargai perbedaan pendapat, dan juga menjunjung tinggi hasil keputusan bersama.

b. Prinsip musyawarah dialogis: Peserta musrenbang memiliki keberagaman tingkat pendidikan, latar belakang, kelompok usia, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan dan berbagai sudut pandang tersebut diharapkan menghasilkan keputusan terbaik bagi kepentingan masyarakat banyak di atas kepentingan individu atau golongan.

c. Prinsip keberpihakan: Dalam proses musyawarah, dilakukan upaya untuk mendorong individu dan kelompok yang paling terlupakan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, terutama kelompok miskin, perempuan dan generasi muda.

d. Prinsip anti dominasi: Dalam musyawarah, tidak boleh ada individu/kelompok yang mendominasi sehingga keputusan-keputusan


(47)

yang dibuat melalui proses musyawarah semua komponen masyarakat secara seimbang.

e. Prinsip pembangunan secara holistic: Musrenbang dimaksudkan untuk menyusun rencana pembangunan bukan rencana kegiatan kelompok atau sector tertentu saja. Musrenbang dilakukan sebagai upaya mendorong kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan secara utuh dan menyeluruh sehingga tidak boleh muncul egosektor dan egowilayah dalam menentukan prioritas kegiatan pembangunan.

5. Keluaran Musrenbang Desa

Menurut Darsono (2005: 20) keluaran yang dihasilkan melalui pelaksanaan Musrenbang Tingkat Desa adalah:

a. Adanya rumusan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa);

b. Daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah Desa menurut fungsi/ SKPD atau gabungan SKPD, yang siap dibahas pada forum Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Musrenbang Kota, yang akan didanai melalui APBD Kota dan sumber pendanaan lainnya. Selanjutnya, daftar tersebut disampaikan kepada masyarakat di masing-masing Kelurahan oleh para delegasi yang mengikuti Musrenbang Desa.

c. Adanya Daftar Usulan Rencana Kerja Pembangunan Desa (DURKP Desa) yang diajukan dalam Musrenbang Kecamatan.

d. Terpilihnya delegasi Desa untuk mengikuti Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Musrenbang Kota.


(48)

6. Tahapan Musrenbang Desa

a. Pra Musrenbang Desa

Pra Musrenbang Desa dengan kegiatan sebagai berikut : 1) Desa menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang Desa. 2) Rekruitmen Tim Pemandu Musrenbang oleh Bappeda 3) Tim Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut :

a) Memilah dan mengkompilasi prioritas kegiatan pembangunan yang menjadi tanggungjawab SKPD dari masing-masing Kelurahan berdasarkan masing-masing fungsi/SKPD.

b) Menyusun jadual dan agenda Musrenbang Desa.

c) Mengumumkan secara terbuka tentang jadual, agenda, dan tempat musrenbang Desa minimal 7 hari sebelum kegiatan dilakukan agar peserta bias menyiapkan diri dan segera melakukan pendaftaran dan atau diundang.

d) Membuka pendaftaran dan atau mengundang calon peserta Musrenbang Desa, baik wakil dari Kelurahan maupun dari kelompok-kelompok masyarakat.

e) Menyiapkan peralatan dan bahan/materi serta notulen untuk musrenbang Desa.

f) Informasi Pagu indikatif

g) Membuat Draf Rancangan Awal Rencana Pembangunan Desa

7. Pelaksanaan Musrenbang Desa

Tahap pelaksanaanMusrenbang dengan agenda sebagai berikut: a. Pendaftaran peserta Musrenbang Desa.


(49)

b. Pembukaan acara

c. Pemaparan Desa mengenai prioritas masalah Desa, seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, prasarana dan pengangguran.

d. Pemaparan mengenai rancangan Rencana Kerja SKPD di tingkat Desa yang bersangkutan beserta strategi, besaran plafon dana oleh Kepala-Kepala Cabang SKPD dari kota.

e. Pemaparan masalah dan prioritas kegiatan dari masing-masing Kelurahan menurut fungsi/SKPD oleh Tim Penyelenggara Musrenbang Desa.

f. Verifikasi oleh delegasi Kelurahan untuk memastikan semua prioritas kegiatan yang diusulkan oleh Kelurahannya sudah tercantum menurut masing-masing SKPD.

g. Pembagian peserta Musrenbang ke dalam kelompok pembahasan berdasarkan junlah fungsi/SKPD atau gabungan SKPD yang tercantum. h. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Desa yang dianggap perlu

oleh peserta Musrenbang namun belum diusulkan oleh Kelurahan (kegiatan lintas Kelurahan yang belum diusulkan Kelurahan).

i. Kesepakatan kriteria untuk menentukan prioritas kegiatan pembangunan Desa berdasarkan masing-masing fungsi/SKPD atau gabungan SKPD. j. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Desa berdasasrkan

masing-masing fungsi/SKPD.

k. Pemaparan prioritas pembangunan Desa dari tiap-tiap kelompok fungsi/SKPD atau gabungan SKPD dihadapan seluruh peserta Musrenbang Desa.


(50)

l. Penetapan daftar nama delegasi Desa 3-5 orang (masyarakat) untuk mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kota. Dalam komposisi delegasi tersebut terdapat perwakilan perempuan.

m. Notulensi Musrenbang desa sebagai bahan untuk memperbaiki draf Rancangan Awal Rencana Pembangunan Desa

C. Konsep Pemerintahan Desa

Desa merupakan suatu daerah yang memiliki system kemasyarakatan yang erat dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dibidang agraris (Warpani, 2004: 45). Permukiman manusia yang letaknya diluar kota dan penduduknya agraris (Bintarto, 2007: 41).

Menurut Landis dalam Darsono (2005: 20) memberi batasan-batasan desa sebagai berikut:

2) Berdasarkan statistik, Pedesaan adalah daerah yang mempunyai penduduk lebih dari 2500 orang.

3) Berdasarkan psikologi sosial, Pedesaan adalah daerah dimana pergaulan ditandai dengan keakraban dan keramah-tamahan.

4) Berdasarkan ekonomi, Pedesaan adalah daerah yang pokok kehidupan masyarakatnya berasal dari pertanian

Menurut Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, menyebutkan bahwa salah satu landasan pemikiran pengaturan mengenai desa adalah otonomi asli, yang memiliki makna bahwa kewenangan Pemerintahan Desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat


(51)

didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang mengikuti perkembangan jaman. Otonomi desa memiliki makna berbeda dengan otonomi daerah, otonomi daerah lebih diartikan sebagai pemberian wewenang oleh pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersangkutan. Sedangkan makna otonomi desa lebih bersifat otonomi asli, yaitu pengaturan penyelenggaraan Pemerintahan Desa tetap dikembalikan pada desa sendiri, yaitu disesuaikan dengan adat istiadat serta kebiasaan masyarakat setempat. Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menggambarkan itikad negara untuk mengotomikan desa, dengan berbagai kemandirian pemerintahan desa seperti pemilihan umum calon pemimpin desa, anggaran desa, semacam DPRD desa, dan kemandirian pembuatan peraturan desa semacam perda, menyebabkan daerah otonomi NKRI menjadi provinsi, kabupaten atau kota, dan desa. Reformasi telah mencapai akarnya, kesadaran konstitusi desa dan dusun diramalkan akan mendorong proses reformasi berbasis otonomi daerah bersifat hakiki.


(52)

Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 telah menetapkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam konsideran UU tersebut diisampaikan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan Sejahtera. Konstruksi hukum terhadap struktur pemerintahan desa, sebenarnya masih menggunakan konstruksi hukum yang diterapkan selama ini. Hal ini dapat kita telusuri dari teks hukum pada pasal 1 angka UU No 6 Tahun 2014 yang menyatakan, bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(53)

Berdasarkan rumusan pasal 1 angka 1, terjawablah, bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud

penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah “untuk mengatur”, untuk

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat.

Dasar yang digunakan adalah berdasarkan (1) prakarsa masyarakat, (2) berdasarkan hak asal usul atau hak tradisional. Pertanyaan siapa yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat ? Pertanyaan ini dijawab dalam rumusan pada Pasal 1 angka 3 yang menyatakan, bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Jadi yang berwenang adalah pemerintah desa, yakni Kepala Desa dibantu perangkat desa, sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa.

Pasal 1 angka 4 UU No 6 Tahun 2014 menjawab yang dimaksudkan unsur lain, yakni Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Pasal 23 UU No 6 Tahun 2014 memberikan penegasan, yakni Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Jelas terjawab siapakah yang dimaksud pemerintah desa, maka dikembalikan pada pasal 1 angka 3 UU No 6


(54)

Tahun 2014, yakni Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Jika demikian BPD kedudukannya adalah hanya lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis . Hal ini ditegaskan juga pada Pemerintah Desa. Pasal 25 bahwa Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain.

Berdasarkan konstruksi hukum yang demikian, jelas Kepala Desa memiliki kedudukan yang strategis sebagai Penyelenggara Pemerintahan Desa. Namun ketika melaksanakan kewenangan desa dua lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang sama, yakni Kepala Desa dan BPD. Untuk memahami, perlu dipahami konstruksi hukum terhadap Kewenangan Desa sebagaimana dimaksud Pasal 18 UU no 6 Tahun 2014, Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.

Pasal 19 Kewenangan Desa meliputi: a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. Kewenangan lokal berskala Desa;


(55)

c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20 :

Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh Desa.

Pasal 21 :

Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa.

Pada teks hukum Pasal 19 perlu dipahami konstruksi hukumnya, bahwa ada kewenangan yang diurus oleh desa dan ada kewenangan yang berasal dari penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota. Pertanyaannya kewenangan yang berasal dari penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota meliputi apa saja ? Jika kita mengacu pada UU No 6 Tahun 2014, hal tersebut ditegaskan pada pasal Pasal 22 yang menyatakan:

(1) Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan


(56)

Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

(2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya.

Berdasarkan Pasal 22 ada empat penugasan yang bisa datang dari pemerintah, dan atau pemerintah daerah (bisa Pemerintaha Daerah Provinsi, bisa Pemerintah daerah Kabupaten Kota) yakni;

Pertama, penyelenggaraan Pemerintahan Desa Kedua , pelaksanaan Pembangunan Desa Ketiga, pembinaan kemasyarakatan Desa Keempat, pemberdayaan masyarakat Desa.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengangkat kembali otonomi desa berbasis jati diri desa, mengakomodasi keanekaragaman dan keunikan budaya tiap desa, didalam sebuah negara kesatuan Republik Indonesia. Secara struktural, organisasi negara mengatur kepemerintahan hanya sampai tingkat kecamatan, sehingga organ di bawah kecamatan diklasifikasi sebagai organ masyarakat, sehingga masyarakat desa disebut sebagai masyarakat yang mengatur dirinya sendiri dan mendirikan pemerintahan desa yang mengatur dirinya sendiri sebagai sebuah otoritas lokal bertaraf desa, pada Perubahan UUD 1945 Pasal 18 B disebut sebagai otonomi khusus yang mendapat pengakuan dan penghormatan sebagai masyarakat hukum adat yang sesuai prinsip NKRI.

Sejak beberapa tahun terakhir sebelum awal Tahun 2014, upaya pemerintah meningkatkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa,


(57)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa, menjadi sebuah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan berbagai perubahan mendasar, disahkan DPR pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2013 dan diundangkan pada 15 Januari 2014.

Sesungguhnya, dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bertransformasi menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang diundangkan pada 15 Januari 2014. Falsafah Bhineka Tunggal Ika menguat kala Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengakui dan melindungi keaneka ragaman adat istiadat, Undang-Undang Desa secara eksplisit bermaksud melestarikan adat cq budaya asli


(58)

sebagai kebhinekaan yang menyatu dibawah Peraturan Perundang-undangan NKRI. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa mengatur desa atau sebutan lain, desa adat atau sebutan lain, serta secara ringan mengatur dusun. Undang-Undang 6 Tahun 2014 mengatur materi mengenai Asas Pengaturan Desa, Kedudukan Desa dan Jenis Desa, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur dengan ketentuan khusus yang hanya berlaku untuk Desa Adat. Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan

local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya yang besar, maka perlu adanya


(59)

Peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan optimal, hal ini sejalan dengan gaya kepemimpinan kepala desa yang memimpin wilayah tersebut.

D. Kerangka Pikir

Berdasarkan pendapat dikemukakan oleh Handoko (2005: 54) bahwa macam-macam gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut: Gaya kepemimpinan demokratis, kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri gaya. Gaya kepemimpinan ini mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi bawahan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih bawahan. Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi. Gaya kepemimpinan ini mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi bawahan.


(60)

Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan bawahannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut bawahannya paling sesuai.

Sifat-sifat pemimpin tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan adanya gaya kepemimpinan sebagaimana disebutkan di atas maka diharapkan pemimpin akan dapat menjadi teladan dan contoh yang baik kepada para bawahan dalam bekerja sehingga produktivitas kerja mereka akan meningkat dan pada tahap selanjutnya akan dapat mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan tersebut ditandai dengan ciri-ciri dari masing-masing gaya sebagai indikator untuk menentukan gaya kepemimpinan yang dipakai oleh Kepala Desa Margo Mulyo yaitu: kebijakan, pola kerja, pola komunikasi, ruang partisipasi bawahan danpositioningpimpinan.

Kerangka pikir penelitian mengenai Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran dalam pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut:


(61)

Gambar 1

Kerangka Pikir Penelitian Musrenbang Desa:

1. Pra musrenbang desa 2. Pelaksanaan musrenbang

desa

3. Pasca musrenbang desa

Kepemimpinan Kepala Desa

Gaya Kepemimpinan


(62)

A. Tipe penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005: 15).

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dan kawasannya dan dalam peristilahannya (Moleong, 2005: 15). Penelitian kualitiatif digunakan untuk meneliti objek dengan cara menuturkan, menafsirkan data yang ada, dan pelaksanaannya melalui pengumpulan, penyusunan, analisa dan interpretasi data yang diteliti pada masa sekarang. Tipe penelitian ini dianggap sangat relevan untuk dipakai karena menggambarkan keadaan objek yang ada pada masa sekarang secara kualitatif berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.


(63)

Penelitian kualitatif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan-keterangan secara jelas dan faktual tentang gaya kepemimpinan kepala desa dalam Musrenbang desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian melalui pendekatan kualitatif dimana dalam penelitian yang telah dilakukan memiliki tujuan untuk menganalisis dan menggambarkan mengenai gaya kepemimpinan kepala desa dalam Musrenbang desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

Menurut Bogdan dan Taylor (1998: 27) mendefinisikan kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan/lisan dari orang lain/perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam melihat kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata tersebut.

C. Jenis data

Jenis data penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder, sebagai berikut: 1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian


(64)

2. Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari sumber yang terkait dengan penelitian, seperi buku, majalah atau literatur lain.

D. Fokus Penelitian

Penelitian ini akan memfokuskan pada:

1. Gaya kepemimpinan Kepala Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

a. Kebijakan b. Pola kerja c. Pola komunikasi

d. Ruang partisipasi bawahan e. Positioningpimpinan

2. Pelaksanaan pemerintahan Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

Fokus penelitian didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Hopwood dalam Handoko (2005: 54).

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Hadari (2000: 48), untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka digunakan teknik pengolahan data melalui:

1. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu suatu teknik pengolahan data yang digunakan dalam rangka pengolahan data sekunder seperti data tentang gambaran gaya kepemimpinan kepala desa dalam Musrenbang desa Margo Mulyo


(65)

Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran. Dokumentasi berupa foto-foto dari kegiatan di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

2. Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mengungkap keterangan dari responden dengan menggunakan wawancara mendalam (indeepth interview). Sebelum wawancara dimulai, peneliti menceritakan terlebih dahulu pokok-pokok penelitian, kemudian subyek penelitian dibiarkan bercerita tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan kepala desa dalam Musrenbang desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran. Wawancara dilakukan peneliti pada masyarakat Desa Margo Mulyo dan pegawai di Kantor Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran

F. Informan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan secara purposive, maka informan yang dilibatkan adalah informan dengan kriteria sebagai berikut: Sebagai subjek penelitian adalah perangkat desa yaitu Ketua BPD dan Ketua RW serta kepala desa itu sendiri yang terlibat langsung dan menyertakan karakteristik dan gaya kepemimpinan kepala desa.

G. Teknik Analisis Data

Penelitian yang akan dilakukan yaitu bersifat kualitatif yaitu menurut Arikunto (2006: 17), bahwa penelitian kualitatif adalah data yang


(66)

digambarkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Dengan analisis kualitatif ini diharapkan dapat menjawab dan memecahkan masalah dengan melakukan pemahaman dan pendalaman secarah menyeluruh dan utuh dari objek yang akan diteliti guna mendapatkan kesimpulan sesuai sesuai dengan kondisi.

1. Reduksi Data

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, mengabstrakan, dan transpormasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dimana setelah penulis memperoleh data maka data yang penulis peroleh itu harus lebih dulu dikaji kelayakannya, dengan memilih data mana yang benar-benar dibutuhkan dalam penelitian ini.

2. Display (Penyajian Data)

Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini penulis menyajikan data yang dibutuhkan dengan menarik kesimpulan dan tindakan dalam penyajian data.

3. Verifikasi (Menarik Kesimpulan)

Kesimpulan selama penelitian berlangsung makna-makna yang muncul dari data yang diuji kebenaranya, kekokohannya dan kecocokannya yang jelas kebenaranya dan kegunaannya. Setelah seluruh data yang penulis peroleh, penulis harus benar-benar menguji kebenaranya untuk


(67)

mendapatkan kesimpulan yang jelas dari data-data itu, sehingga diperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya dan kegunaannya.

H. Teknik Keabsahan Data

Menurut Moleong (2011: 324) untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

1. Teknik memeriksa Derajat Kepercayaan (Credibility)

Dalam penelitian ini, kriteria keabsahan data yang digunakan adalah kriteria derajat kepercayaan, penerapan derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dan nonkualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayan penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Adapun untuk memeriksa derajat kepercayaan ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin dalam Moleong (2011: 330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.


(68)

Untuk menguji kredibilitas data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode triangulasi sumber. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

2. Teknik memeriksa Keteralihan Data (Transferability)

Teknik ini dilakukan dengan menggunakan “uraian rinci”, yaitu dengan

melaporkan hasil penelitian seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Derajat keteralihan dapat dicapai lewat uraian yang cermat, rinci, tebal, atau mendalam serta adanya kesamaan konteks antara pengirim dan penerima. Upaya untuk memenuhi hal tersebut, peneliti melakukannya melalui tabulasi data serta disajikan oleh peneliti dalam hasil dan pembahasan.

3. Teknik Memeriksa Kebergantungan (Dependability)

Pada penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan penelitian di lapangan tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji dependability-nya, dan untuk mengecek apakah hasil penelitian ini benar atau tidak, maka peneliti mendiskusikannya dengan pembimbing. Hasil yang dikonsultasikan antara lain proses penelitian dan taraf kebenaran data serta penafsirannya.


(69)

4. Kepastian Data (Confirmability)

Kepastian data berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang ada dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada. Derajat ini dapat dicapai melalui audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pembimbing menyangkut kepastian asal-usul data, logika penarikan kesimpulan dari data dan penilaian derajat ketelitian serta telaah terhadap kegiatan peneliti tentang keabsahan data.


(70)

A. Kondisi Desa

1. Sejarah Desa

Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam gunung berapi di Magelang Kecamatan Serumbung Jawa tengah. Pada saat itu masyarakat Magelang ditransmigrasikan ke desa Margo Mulyo dan sebelumnya masyarakat berada dipengungsian selama 10 bulan. Setelah 10 bulan masyarakat langsung menempati desa Margo Mulyo dan mereka juga sudah disediakan fasilitas oleh pemerintah dengan rincian:

a. 2 ha untuk setiap kepala keluarga b. 17.500 m lahan pertaniaan c. 2500 lahan pemukiman

d. 1ha sarana umum lapangan sepak bola e. 1ha pasar desa

f. 1,5 ha sekolah dan perkantoran

g. 2 ha untuk pemakaman dibagi menjadi 1ha didusun 1 & 2 dan 1ha di dusun 3,4,5 dan 6 .


(71)

2. Demografi Desa

a. Letak dan Luas Wilayah

Desa Margo Mulyo terletak di Wilayah Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

b. Iklim

Iklim Desa Margo Mulyo sebagaimana desa-desa lain di wilayah indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Margo Mulyo Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran. Curah hujan rata-rata 2000-3000 mdl. Jumlah bulan hujan rata-rata 7 bulan pertahun dan suhu rata-rata 30-320C

3. Keadaan Sosial Desa 1) Jumlah Penduduk

Desa Margo Mulyo berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 mempunyai jumlah penduduk sebesar 7.254 jiwa. Jumlah laki-laki 3.248 orang, jumlah perempuan 3.806 jiwa dan Jumlah Kepala Keluarga 1.951 KK.

2) Tingkat Pendidikan Penduduk

Tingkat Pendidikan masyarakat Desa Margo Mulyo adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Pendidikan Penduduk Desa Margo Mulyo

No. Tingkat Pendidikan Penduduk Jumlah

1 Jumlah Penduduk Buta Huruf 50 Orang 2 Jumlah Penduduk Pra Sekolah dan Masih Sekolah 1506 Orang 3 Jumlah Penduduk tidak tamat SD 1112 Orang 4 Jumlah Penduduk tamat SD 1261 Orang


(1)

kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat serta menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan (Monografi Desa Margo Mulyo, 2015)

D. Karakteristik Budaya Masyarakat Desa

Mayoritas suku yang menduduki Desa Margo Mulyo adalah Jawa sedangkan selebihnya suku Lampung, Aceh, Batak, Minang, Sunda, Jawa, Bali, Bugis dan Flores yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. Mayoritas penduduk yang bersuku Lampung ini menyebabkan adanya pengaruh terhadap sistem pemerintah Desa Margo Mulyo khususnya dalam hal pemilihan kepala desa dan perangkat desa yang ada, dimana orang-orang yang akan dipilih sebagai kepala desa serta perangkat desanya adalah orang-orang yang ada hubungan kerabat atau saudara dengan kepala desa atau perangkat desa sebelumnya (Monografi Desa Margo Mulyo, 2015).


(2)

92

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan lima indikator yang ada yaitu kebijakan, pola kerja, pola komunikasi, ruang partisipasi bawahan dan positioning pimpinan. Berdasarkan kelima indikator yang ada maka diketahui bahwa secara umum gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Kepala Desa Margo Mulyo termasuk dalam gaya kepemimpinan otoriter, terutama dalam kegiatan Musrenbang Desa. Hal ini disebabkan masyarakat melihat bahwa kepala desa kurang transparan pada program kegiatan desa mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Selain itu kepala Desa Margo Mulyo tidak pernah melibatkan masyarakat dalam kegiatan yang ada di desa.

2. Keberhasilan Kepala Desa Margo Mulyo dalam kepemimpinannya wilayahnya, akan terpulang kepada kemampuan Kepala Desa Margo Mulyo itu sendiri di dalam memimpin untuk mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak masyarakat agar masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi dan kerjasama untuk mencapai tujuan program pemerintah mengenai


(3)

masyarakat tentu saja tidak terlepas dari dukungan BPD.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan beberapa saran antara lain sebagai berikut:

1. Bagi Kepala Desa Margo Mulyo

Kepala Desa Margo Mulyo sebagai seorang pemimpin di pemerintahan Kepala Desa Margo Mulyo dan memiliki fungsi kepemimpinan yang baik dalam hal ini gaya kepemimpinan yang masih otoriter dapat dirubah ke gaya kepemimpinan demokratik. Dengan gaya ini diharapkan kepala desa dapat mempengaruhi perilaku masyarakat untuk mencapai tujuan, dengan cara memberikan pengertian dan semangat untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembanguna, maka Kepala Desa Margo Mulyo sebagai Pemimpin Pemerintahan Kepala Desa Margo Mulyo memiliki fungsi dan peran yang sangat penting, dalam ikut menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik maupun non fisik. Sesuai dengan kewenangan Kepala Desa Margo Mulyo dalam kepemimpinannya untuk melakukan kegiatan pembinaan terhadap swakarsa masyarakat dalam pembangunan di daerahnya


(4)

94

Kepala Desa Margo Mulyo diharapkan dapat lebih bekerja sama dengan masyarakat dan lebih banyak melibatkan partisipasi masyarakat desa, agar pembangunan di Desa Margo Mulyo akan lebih baik di masa yang akan datang dan adanya kehidupan demokratis dalam suasana yang lebih bersifat kekeluargaan antara aparat desa dengan masyarakat yang dipimpinnya.

2. Bagi masyarakat Desa Margo Mulyo

Bagi masyarakat Desa Margo Mulyo diharapkan mampu untuk bekerja sama dengan kepala Desa dalam proses pembangunan yang ada di wilayah serta berpartisipasi dalam proses pembangunan yang sedang berjalan. Terutama dengan gaya kepemimpinan kepala Desa yang demokratik diharapkan akan mampu menjadi penggerak utama dalam pembangunan Desa yang akan dilaksanakan.


(5)

Darsono. 2005.Pedoman Pemerintahan Desa. Obor. Jakarta.

Handoko. HT. 2005.Manajemen. Cetakan Kesembilan.Yogyakarta: BPFE. Hasibuan. Malayu. 2004.Manajemen.Edisi II BPFE UGM. Yogyakarta. Kharuddin. 2004.Pembangunan Masyarakat. Liberty. Yogyakarta Manullang. M. 2001.Manajemen Personalia. BPFE UGM. Yogyakarta. Moekijat. 2003.Konsep Implementasi Manajemen. Rajawali Press. Jakarta.

Moleong. Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Martoyo. Susilo. 2000.Pendidikan dan Kepemimpinan.Rineka Cipta. Jakarta. Nazir. M. 1998.Metode Rsearch (Penelitian Ilmiah). Ghalia Indonesia. Jakarta Passolong. Harbani. 2007.Teori Administrasi Publik. Alfabeta. Bandung.

Setyawan. Nunu. 2007. Kepemimpinan (Leadership). Universitas Brawijaya Malang.

Siagian. 1997.Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. Sihotang. 2007.Manajemen Sumber Daya Manusia. Pradnya Paramita: Jakarta Tahmid. Khairuddin. 2004. Demokrasi dan Otonomi Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa. Seksi Penerbitan Fak. Syari'ah IAIN Raden Intan. Bandar Lampung.


(6)

Wasistiono. Sadu dan Tahrir. Irwan. 2006. Prospek Pengembangan Desa. Fokus Media. Bandung.

Wijaya. HAW. 2000. Pemerintah Desa dan Administrasi Desa Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (Sebuah Tinjauan). Raja GrafindoPersada. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


Dokumen yang terkait

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Peningkatan Pertisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan (Studi Pada Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

18 209 128

Gaya Hidup Remaja Pedesaan (Studi di Desa Sukaraya, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)

0 62 14

Eksistensi Kepala Desa Sebagai Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Alternatif (Studi di Kabupaten Nias)

0 39 141

Lembaga Adat Sebagai Mitra Kepala Desa Dalam Penyelesaian Sengketa Si Desa (Studi Di Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir)

0 21 132

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN (Studi Gaya Kepemimpinan di Desa Maron Kulon, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo)

0 2 83

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA PEREMPUAN (Studi Kepala Desa Suka Jaya dan Kepala Desa Paya Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran)

2 74 71

KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN USAHA DESA DI DESA MORO KECAMATAN SEKARAN KABUPATEN LAMONGAN

0 0 114