PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERKELOMPOK DAN MODEL PEMBELAJARAN PERSEORANGAN TERHADAP HASIL BELAJAR GERAK DASAR TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X SMA YP UNILA TAHUN AJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERKELOMPOK DAN MODEL

PEMBELAJARAN PERSEORANGAN TERHADAP HASIL BELAJAR

GERAK DASAR TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT

PADA SISWA KELAS X SMA YP UNILA

TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh

SONY MEIDIANSYAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan data secara empiris mengenai pengaruh model pembelajaran berkelompok dan perseorangan terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA tahun ajaran 2012/2013.

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Dengan populasi adalah siswa kelas X SMA YP UNILA, dan diambil sampel berjumlah 26 siswa dengan teknik random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan format penilaian kemampuan tendangan depan yang diberi nilai dengan bobot 0-1. Sedangkan teknik analisis data menggunakan uji-t perbedaan dan uji-t pengaruh. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan antara keterampilan gerak dasar tendangan depan pencak silat antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berkelompok dengan model pembelajaran perseorangan. Rata-rata nilai tes akhir keterampilan gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran perseorangan 83,16 lebih baik dibandingkan dengan keterampilan Gerak dasar tendangan depan pencak silat

yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berkelompok yaitu 72,63. Berdasarkan hasil analisis tersebut, menunjukan bahwa model pembelajaran perseorangan sangat tepat untuk meningkatkan keterampilan gerak dasar tendangan depan pencak silat.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 29 Mei 1988, anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Wildarman dan Ibu Yulianis.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) di SD Kartika II – 5 Bandar Lampung, melanjutkan pendidikan di SMP Kartika II – 2 Bandar Lampung dan melanjutkan pendidikan di SMA YP UNILA Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2007 penulis menjadi mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan yang ditempuh melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).


(7)

MOTO

Jangan pernah takut untuk mencoba, karena segala sesuatu hal

berawal dari mencoba sampai akhirnya Anda sendiri yang

menilai apakah Anda sudah mampu dalam bidang tersebut atau

belum. Selain itu, dengan banyak mencoba Anda akan semakin

tertempa untuk mampu menyelesaikan segala macam masalah

yang Anda hadapi dalam bidang tersebut.

Selalu tersenyum dan sabar dalam menghadapi masalah, karena

setiap maslah pasti ada jalan keluarnya dengan izin Allah.

Cinta yang sejati dan sempurna adalah cinta ibu pada anaknya.

I love You Mom . . .


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap Bissmillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberiku nikmat yang begitu banyak sehingga penulis

bisa mempersembahkan karya terbaik ini

kepada ayah dan bunda yang sangat penulis cintai,

yang telah memberikan kasih sayang, dukungan dan doa

bahkan air mata dalam setiap sujudnya agar penulis berhasil

dan mampu menghadapi setiap persoalan hidup

Saudara-saudara ku yang sangat penulis sayangi,

terima kasih atas segala nasihat dan perhatian kalian

sehingga membuat penulis semakin dewasa

Almamater-ku FKIP Unila, tempat yang telah mendidik penulis,

Kupersenbahkan Karya Ini Untuk Kalian Semua


(9)

SANWACANA

Asalamualaikum. Wr. Wb

Puji syukur Alhamdulillah pada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan Salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang mulia.

Skripsi dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Berkelompok dan Model Pembelajaran Perseorangan Terhadap Hasil Belajar Gerak Dasar Tendangan Depan Pencak Silat Pada Siswa Kelas X 9 SMA YP UNILA Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/2013 adalah dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk pencapaian gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

2. Drs. Baharudin Risyak, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan (IP) FKIP Universitas Lampung. Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan FKIP Universitas Lampung

3. Drs. Suranto, M. Kes, selaku Penguji utama yang telah memberikan perbaikan dan pengarahan kepada penulis.

4. Drs. Usman Adam, M.Pd., selaku Pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi serta kepercayaan kepada penulis.


(10)

bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Penjaskes FKIP Unila yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan keteladanan selama penulis menjalani studi.

7. Kepala SMA YP UNILA Banda Lampung yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian tahun pelajaran 2012/2013.

8. Ibu Linda, S.Pd., selaku guru Pendidikan Jasmani di SMA YP UNILA Bandar Lampung yang telah memberikan bantuan, pengarahan dan masukan selama penulis melaksanakan penelitian.

9. Para siswa putra kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung, terimakasih banyak atas waktu dan bantuan kalian.

10. Keluarga besar ku, Ayah dan Ibu, Noveri, dan Rian yang selalu memberiku

semangat dan doa’.

11. Terima kasih kepada teman-teman angkatan 2006 dan 2007 (mb Tri, Sony, Yandri, Ade, Putu, Dimas, Arif, Taufik, Idruz, Rellya, Badai, Rizky)

12. Terima kasih kepada Okta Melasari sebagai pendonor semangat pada sripsi ini.

13. Terimakasih juga untuk teman-teman MP YP UNILA sebagai pemberi inspirasi bagi penulis

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Wasalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 2014 Penulis


(11)

Halaman DAFTAR GAMBAR ... …………....

DAFTAR TABEL ... …. DAFTAR LAMPIRAN ... ... I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran……….. 8

B. Hakikat Metode Pembelajaran……… 13

1. Metode Pembelajaran……….. .. 13

2. Metode Pembelajaran Perseorangan……… ... 14

3. Metode Pembelajaran Berkelompok ………. ... 15

C. Teknik Tendangan Depan ... 19

D. Kerangka Fikir……….. 21

E. Hipotesis………... 22

III.METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 24

B. Variabel Penelitian ... 24

C. Populasi dan Sampel ... 25

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

E. Pelaksanaan Penelitian……….. F. Rancangan Penelitian ... 32

G. Instrumen Penelitian... 33

H. Teknik Analisis Data ... 35

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 36

xiv xv xxi 1 4 4 5 5 6 6 8 13 15 16 22 22 27 28 29 29 30 30 31 32 33 35 43


(12)

D. Hasil Penelitian ...

1. Uji Normalitas ... 48

2. Uji Homogenitas ... 49

3. Uji t perbedaan ... 50

4. Uji t Pengaruh ... 51

E. Pembahasan ... 53

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(13)

Tabel Halaman 1. Format Analisis Kemampuan Gerak Dasar Tendangan Depan ...

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian Eksperimen ... 3. Uji Normalitas Hasil Kemampuan Tendangan Depan ... 4. Uji Homogenitas Hasil Kemampuan Tendangan Depan... 5. Hasil Analisis Uji-t Perbedaan Hasil Tendangan Depan ... 6. Hasil Analisis Uji t-Pengaruh Pembelajaran Berkelompok dan

Pembelajaran Perseorangan Terhadap Kemampuan Tendangan Depan Pencak Silat ...

34 43 44 45 46 47 48


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan jasmani yang diberikan di sekolah-sekolah merupakan landasan dasar yang diharapkan dapat menunjang prestasi olahaga nasional, karena sekolah adalah tempat persemaian yang strategis untuk pertumbuhan bibit olahraga. Sekolah merupakan gudang bibit olahragawan nasional untuk beberapa cabang olahraga tertentu yang tidak ada habis-habisnya apabila program pendidikan di sekolah dapat dilaksanakan secara keseluruhan dengan baik.

Dengan demikian dalam pembinaan olahraga harus dilaksanakan sedini mungkin Dan dalam sistem pembinaan yang berkesinambungan. Hal ini karena disadari bahwa prestasi olahraga tidak akan tercipta dalam waktu yang singkat, melainkan harus dengan proses yang panjang serta perlu adanya model pembelajaran yang baik dan sistematis, juga perlu adanya dukungan dari semua pihak yang terlibat di dalamnya, salah satunya adalah guru, karena guru adalah seseorang yang

memegang peran utama yang menyalurkan pengetahuan dan keterampilannya kepada anak didiknya.

Guru pendidikan jasmani haruslah orang yang benar-benar berkompeten dalam bidangnya dan dapat memberikan pelajaran kepada anak didiknya secara baik dan menggunakan model pembelajaran yang efektif, agar murid lebih dapat memahami.


(15)

Dalam pendidikan jasmani, untuk memperoleh prestasi yang baik perlu diajarkan gerakan yang benar dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat.

Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi apabila unsur-unsur pokok pada struktur gerak dari cabang olahraga yang diajarkan dan seperti halnya juga dengan olahraga beladiri pencak silat.

Pencak silat merupakan salah satu cabang olahraga yang termasuk dalam materi pokok pendidikan jasmani. Banyak manfaat yang bisa didapat dengan beladiri pencak silat yang diantaranya dapat membentuk sikap tubuh yang baik, kesehatan dan kemampuan jasmani. Manfaat bagi rohani yaitu kejiwaan, kepribadian dan karakter akan tumbuh ke arah yang sesuai dengan tuntunan masyarakat.

Pembelajaran Pendidikan Jasmani disekolah seperti pencak silat dapat dilakukan dalam kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulilkuler,pencak silat merupakan salah satu materi yang dipelajari dalam upaya mencapai tujuan pendidikan jasmani.

Pembelajaran pencak silat pada kurikulum pendidikan jasmani pada Sekolah Menengah Atas kelas X terdapat pada semester dua.

Beberapa tugas gerak dalam materi pencak silat, masih menjadi tugas gerak yang kompleks bagi anak, salah satunya adalah tekhnik dasar tendangan depan. Padahal gerak tersebut termasuk dalam katagori gerak dasar tendangan pada pencak silat. Namun bila dianalisis lebih jauh lagi mengenai katakteristik gerakannya, gerak tersebut memerlukan koordinasi gerakan yang kompleks dari seluruh anggota tubuh mulai dari lengan, tungkai serta keseimbangan badan.


(16)

Berkaitan dengan proses di atas, maka untuk mencapai prestasi dan tujuan

pembelajaran pencak silat yaitu keterampilan melakukan tekhnik dasar tendangan depan pencak silat perlu dicari dan diterapkan yang diduga memiliki tingkat efektifitas yang lebih baik yaitu dengan melakukan penelitian mengenai efektifitas metode belajar dalam mengajarkan gerak dasar dengan tugas gerak dasar tendangan depan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada saat proses pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan di SMA YP UNILA Bandar Lampung, peneliti melihat hal-hal yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa kelas X dalam melakukan gerak tendangan depan pencak silat. Adapun hal-hal yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam melakukan gerak tendangan depan pencak silat adalah sebagai berikut:

(a) Kompleksitas gerak, dan

(b) Keeratan hubungan antar unsur gerak.

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Berkelompok Dengan Model Pembelajaran Perseorangan Terhadap Hasil Belajar Gerak Dasar Tendangan Depan Pencak Silat Pada Siswa Kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/2013”


(17)

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, indentifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut yaitu:

1. Kurangnya pengetahuan tentang pencak silat, terutama pada gerak Tendangan Depan Pencak Silat.

2. Rasa takut akan cedera yang akan dialami dalam kegiatan pencak silat sehingga siswa tidak menyukai kegiatan belajar pencak silat.

3. Ketidakseriusan siswa dalam melakukan pemanasan untuk latihan kelentukan tubuh dan kegiatan yang bersifat melatih dan mengasah kemampuan anak. 4. Rendahnya hasil belajar gerak tendangan depan pencak silat siswa karena

kurangnya pengalaman gerak yang diberikan, karena itu perlu diberikan model pembelajaran berkelompok dan model pembelajaran perseorangan untuk meningkatkan hasil belajar gerak tendangan depan pencak silat pada siswa.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, untuk memudahkan peneliti perlu pembatasan yang berdasarkan tujuan dari penelitian ini. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kelompok dan model pembelajaran perseorangan terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat kelas X SMA YP UNILA tahun ajaran 2012/ 2013.


(18)

D. Rumusan Masalah

1. Apakah model pembelajaran berkelompok memberikan pengaruh terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung ?

2. Apakah model pembelajaran perseorangan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung ?

3. Apakah model pembelajaran berkelompok berpengaruh lebih baik

dibandingkan model pembelajaran perseorangan terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung ?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat dengan model pembelajaran berkelompok pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat dengan model pembelajaran perseorangan pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.

3. Untuk mengetahui perbandingan peningkatan hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat dengan model pembelajaran berkelompok dan model pembelajaran perseorangan pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.


(19)

F.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Bagi Siswa

Sebagai pembelajaran dan meningkatkan pengetahuan tentang kebudayaan leluhur tentang pencak silat.

2. Bagi Guru Pendidikan Jasmani

Sebagai bahan pertimbangan dalam mengajar, bahwa banyak alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam berbagai pembelajaran pada cabang olahraga lainnya.

3. Bagi Peneliti lain

Ingin mengetahui model pembelajaran manakah yang lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar pencak silat pada siswa SMA YP Unila. 4. Bagi Program Studi Penjaskes FKIP UNILA.

Sebagai alternatif pilihan untuk menerapkan berbagai model pembelajaran pada mata kuliah lain.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Tempat penelitian dilaksanakan di lapangan SMA YP UNILA Bandar Lampung.

2. Objek penelitian yang diamati adalah pengaruh model pembelajaran berkelompok dengan model pembelajaran perseorangan terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat.


(20)

3. Subjek penelitian yang diamati adalah siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Pendidikan di Indonesia baik di sekolah maupun di luar sekolah selalu mengarah kepada tujuan nasional, seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003, tentang sistem pendidikan nasional berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Tujuan pendidikan nasional yang tercamtum di atas dapat terwujud apabila tersedianya suatu perlakuan demi mendukung terwujutnya tujuan yang ingin dicapai. Khususnya pada upaya pembinaan peserta didik melalui pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas, emosional, keterampilan social, penalaran dan tindakan moral memlalui kegiatan jasmani.

Menurut Burton (2001:28) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dimana tingkah laku dalam arti luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.


(22)

Sedangkan menurut Husdarta dan Saputra (2002:2) belajar dimaknai dengan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antar individu dengan lingkungan. Tingkah laku itu mencakup aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pengetahuan sikap dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa dapat diukur penampilannya.

Menurut pendapat Dimyati dan Mudjiono (1999:9) belajar dapat

didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang komplek. Hasil belajar berupa kemampuan, setelah belajar orang dapat memiliki pengetahuan, sikap, dan nilai. Jadi menurut pengertian diatas berarti belajar merupakan seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus (rangsangan) lingkungan, melewati pengolahan, menjadi kapabilitas baru.

2. Prinsip-Prinsip Belajar dan Pembelajaran

Banyak teori dan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan para ahli yang lainnya yang memiliki persamaan dan perbedaan. Menurut Dimyati dan Mudjiono ( 1999:42-50 ) membagi prinsip- prinsip belajar dalam 7 katagori, antara lain : 1) Perhatian dan Motivasi, 2)

Keaktifan, 3) Keterlibatan Langsung atau Berpengalaman, 4) Pengulangan, 5) Tantangan, 6) Balikan atau Penguatan, 7) Perbedaan Individu. Untuk lebih jelasnya tentang prinsip-prinsip tersebut diuraikan berikut ini :

2.1 Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Dari teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Sedangkan motivasi juga mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. motivasi


(23)

adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.

2.2 Keaktifan

Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan tidak juga

dilimpahkan oleh orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

2.3 Keterlibatan Langsung atau Berpengalaman

Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung dalam perbuatan dan tanggung jawab terhadap hasil belajarnya.

2.4 Pengulangan

Di dalam prinsip belajar pengulangan memiliki peranan penting, karena mata pelajaran yang kita dapat perlu diadakan

pengulangan-pengulangan supaya terjadi kesempurnaan dalam belajar. Oleh karena itu prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran dan dalam belajar masih tetap diperlukan latihan-latihan atau pengulangan-pengulangan.

2.5 Tantangan

Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin di capai tetapi selalu terdapat hambatan dengan mempelajari bahan ajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu. Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan belajar harus memiliki tantangan. Tantangan yang di hadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.

2.6 Balikan atau Penguatan

Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan pada stimulus (rangsangan) dan respon (reaksi).

2.7 Perbedaan Individu

Perbedaan individu ini pengaruh pada cara hasil belajar siswa, karena perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya

pembelajaran di sekolah.

3. Tujuan Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan suatu proses internal yang kompleks dan yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh ranah-ranah afektif dan

psikomotor, sehingga proses belajar yang mengaktulisasi (nyata) ranah-ranah tersebut tertuju pada bahan belajar. Menurut Sardiman (1994:27) secara umum tujuan belajar dapat dibagi menjadi tiga bagian , yaitu : 1) untuk


(24)

mendapatkan pengetahuan, 2) penanaman konsep dan keterampilan 3) pembentukan sikap.

B. Pengembangan Keterampilan Gerak Dasar

Menurut Rusli Lutan (1998:367), pengembangan keterampilan gerak dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain :

1. Pendekatan Psikologi

Psikologi adalah suatu bidang studi tentang prilaku manusia. Disiplin ilmu ini berupaya untuk mempelajari dan memahami prilaku manusia. Istilah perilaku diartikan dalam pengetian luas yaitu mencakup berbagai kegiatan manusia seperti mengindra, mempersepsi, memperhatikan, belajar, dan berbuat dengan gerak nyata.

2. Pendekatan Psikologi Behaviors

Yaitu memfokuskan perhatiannya pada mekanisme stimulus dan respon. Tekanannya pada komponen perilaku sebagai gejala yang teramati. 3. Pendekatan Psikologi Kognitif

Tekanannya pada ikhtiar memanipulasi lingkungan. Tekanannya tidak banyak pada proses neurofisiologis, tapi pada proses mental yang lebih tinngi.

4. Pendekatan Fisiologis-Psikologis

Mempelajari mekanisme fisiologis yang melandasi prilaku. Yang menjadi fokus perhatiannya adalah peristiwa neurofisiologis yang berkaitan dengan psikologis seperti berfikir, belajar, mempersepsi, dan motivasi.

5. Pendekatan Fungsional-Intergratif

Menitikberatkan pada aspek neurofisiologis dan sosial budaya. Keterampilan merupakan gambaran kemampuan motorik seseorang yang ditunjukkan melalui penguasaan suatu gerak. Dalam meningkatkan penguasaan gerak khususnya dalam olahraga, maka diperlukan suatu proses pembelajaran untuk sampai ke tingkat terampil. Mengenai terampil sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lutan (1998) bahwa terampil juga dinyatakan untuk

menggambarkan tingkat kemahiran seseorang melaksanakan penguasaan suatu hal yang memerlukan tubuh.


(25)

Untuk mencapai pada tingkat terampil ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Adapun tahapan-tahapan menurut Lutan, yaitu : (a) Tahap Kongnitif (b) Tahap Asoiatif, dan (c) Tahap Otomatis. Untuk lebih jelanya tentang tahapan tersebut diuraikan berikut ini :

a. Tahap Kognitif

Pada tahap ini siswa atau atlet baru mempelajari suatu tugas, karena itu dibutuhkan informasi bagaimana tentang cara melaksakan tugas gerak tersebut. Pada tahap ini juga sering terjadi peningkatan yang besar dibandingkan dengan tahap-tahap berikutnya, namun sering juga terjadi kesalahan-kesalahan dan gerakannya masih lambat. Seperti yang diungkapkan Lutan (1998) bahwa pada tahap ini gerakan masih tampak kaku, kurang terkoordinasi dan kurang efektif bahkan hasilnya kurang konsisten.

b. Tahap Assosiatif

Pada tahap ini pelaksanaan tugas gerak yang dilakukan semakin efektif, dan mulai mampu penyesuaian diri. Akan nampak, gerakan yang terkoordinasi dengan perkembangan terjadi secara bertahap, dan gerakannya semakin konsisten. Pada tahap ini pendapat Lutan (1998) yaitu ” Tahap verbal semakin ditinggalkan dan sipelaku memusatkan perhatian pada aspek

bagaimana melakukan pola gerak yang baik, dibandingkan mencari-cari pola mana yang akan dihasilkan”.

c. Tahap Otomatis

Pada tahap ini siswa sudah bisa melakukan gerakan secara otomatis, dan gerakannya tidak terpengaruh oleh kegiatan lain. Dalam tahap ini juga pelaku dapat menerima tugas lain karena konsentrasinya tidak lagi hanya pada tugas gerakannya.

Berdasarkan pada hal di atas jadi jelasnya bahwa pembelajaran merupakan proses yang sistematis dan melalui tahapan-tahapan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran juga harus diperhatikan hal-hal lain diantaranya adalah kesiapan individu, metode yang diberikan, dan umpan balik dari proses pembelajaran berhasil dengan efektif. Berkenaan dengan model pembelajaran penulis uraikan pada penjelasan berikut ini.


(26)

C. Metode dan Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Beberapa faktor yang dapat menunjang keberhasilan dari proses latihan atau pembelajaran, antara lain, guru, murid, sarana, lingkungan, dan metode. Sedangkan model merupakan bentuk dari suatu kegiatan pembelajaran yang mendukung keberhasilan dari pembelajaran pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, tidak sedikit keberhasilan dari suatu pembelajaran yang disajikan oleh guru.

a. Metode

Menurut Dumadi dan Kasiyo (1992) bahwa metode adalah cara atau jalan yang ditempuh oleh guru pada waktu menyajikan bahan ajar agar dapat diterima dengan mudah oleh siswa. Lebih lanjut Surakhmad (1982)

menjelaskan bahwa metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan latihan. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Supandi (1991) bahwa kegiatan yang paling strategis dalam proses belajar mengajar adalah pemilihan dan penetapan metode pembelajaran sebelum proses tersebut dilaksanakan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu prosedur yang dilaksanankan untuk mempermudah pencapaian tujuan latihan. Dalam pelaksanaan latihan ada berbagai macam metode yang dapat digunakan, di antaranya metode bagian dan metode global.


(27)

“Metode bagian adalah suatu cara mengajar yang membagi keterampilan menjadi bagian-bagian. Caranya dimulai dengan mengajarkan unit-unit terkecil dari suatu keterampilan dan pada akhirnya digabungkan menjadi suatu keterampilan yang utuh”.

Jadi metode bagian adalah pengajaran yang dimulai dengan mengajarkan unit-unit terkecil dari suatu keterampilan dan pada akhirnya yang utuh. Misalnya ada berberapa keterampilan yang terdiri dari beberapa gerakan yang kompleks, untuk mempelajari hal tersebut dimungkinkan untuk membagi-bagi unsur gerakan terlebih dahulu, kemudian disatukan setelah semua bagian terkuasai agar siswa memilki keterampilan yang utuh.

Sedangkan motode keseluruhan Sugiyanto dan Mahendra (1998) menyatakan bahwa metode global atau metode keseluruhan adalah cara mengajar yang dilakukan dengan menampilkan seluruh gerakan secara langsung. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan jika suatu keterampilan merupakan suatu keterampilan yang utuh, dengan hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain demikian erat, maka lebih baik mengajarkannya secara utuh. Irama dan waktu dari ketremapilan itu akan terjaga, maka akan lebih baik memakai metode keseluruhan dan akan lebih memberikan pengalaman yang lebih banyak terhadap suatu gerakan.

b. Model Pembelajaran

Menurut Mills (1989:4), model adalah bentuk reprensentasi akurat, sebagai


(28)

mencoba bertindak berdasarkan model itu. Dengan demikian, suatu model

dapat ditinjau dari aspek mana kita memfokuskan suatu pemecahan

permasalahannya. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai

pedoman bagi para perancang pembelajaran dan mengajar.

Proses dan produk pembelajaran yang semula berorientasi pada guru (teacher centred) berubah menjadi berpusat pada siswa (student centred). Oleh karena itu Mosston dalam Lutan dan Toho (1996/1997) mengklasifikasi model pembelajaran Pendidikan Jasmani antara lain; (1) model komando, (2) pembelajaran tugas, (3) pembelajaran perseorangan, (4) pembelajaran

berpasangan, (5) pembelajaran kelompok, (6) penemuan terbimbing, dan (7) pemecahan masalah. Dari ketujuh model tersebut dua di antaranya yaitu model pembelajaran berkelompok dan model pembelajaran perseorangan lebih sesuai untuk digunakan.

1.1 Model Pembelajaran Perseorangan

Pembelajaran perseorangan adalah kegiatan mengajar pembelajaran yang menitik beratkan bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individual. Pengajaran perseorangan tidak berarti pengajaran harus berdasarkan atas jalannya


(29)

satu orang guru dengan satu orang murid akan tetapi pengajaran berjalan secara bersama dan guru harus memberikan pelayanan yang berbeda setiap anak sesuai dengan perbedaan-perbedaan perseorangan siswa. Dengan demikian perseorangan merupakan usaha melengkapi kondisi belajar yang optimal bagi setiap

perseorangan. Setiap individu memiliki perbedaan termasuk perbedaan dalam gaya belajar peserta didik. Karena itu pengajaran perseorangan akan selalu menarik perhatian para pendidik untuk mengkaji dan menganalisisnya. Tugas-tugas yang dikerjakan para peserta didik di rumah kebanyakan menuntut kegiatan secara perseorangan, beberapa kegiatan dan pemberian tugas di sekolah juga dapat dikerjakan secara perseorangan, seperti memecahkan soal, melakukan pengamatan atau percobaan di laboratorium, dan sebagainya.

Walaupun setiap guru hanya menghadapi satu orang murid, karena ketidak mungkinan guru mengetahui dengan tepat kebutuhan perseorangan murid dan memberikan perlengkapan sesuai dengan kebutuhannya.

Pembelajaran perseorangan merupakan suatu siasat (strategi) untuk mengatur kegiatan belajar mengajar sedemikian rupa sehingga setiap siswa memperoleh perhatian lebih banyak dari pada yang dapat diberikan dalam rangka pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam kelompok siswa yang besar. Dalam buku

Konsep dan Makna Pembelajaran disebutkan ada empat bentuk-bentuk belajar mandiri yaitu: (1) self instruction semacam modul; (2) independent study; (3)

individualized prescribed instruction, dan (4) self pacet learning. Untuk itu belajar meningatkan kemampuan kognitif dan psikomotorik lebih banyak


(30)

ditempuh dengan belajar mandiri. Pada model pembelajaran secara perseorangan, guru memberikan bantuan belajar kepada masing-masing pribadi peserta didik sesuai mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang bersangkutan. Prilaku pembelajaran perseorangan ini guru akan memberikan kesempatan dan keleluasaan masing-masing individu untuk dapat belajar sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

Istilah pembelajaran perseorangan atau pembelajaran perseorangan (Perseorangan Instruction) merupakan suatu siasat (strategi) untuk mengatur kegiatan belajar mengajar sedemikian rupa sehingga setiap siswa memperoleh perhatian lebih banyak dari pada yang dapat diberikan dalam rangka pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam kelompok siswa yang besar. Menurut Duane (Dalam Mbulu, 2001:1) pembelajaran perseorangan merupakan suatu cara pengaturan program belajar dalam setiap mata pelajaran, disusun dalam suatu cara tertentu yang disediakan bagi tiap siswa agar dapat memacu kecepatan belajarnya di bawah bimbingan guru. Pengajaran perseorangan dapat mencakup cara-cara pengaturan

sebagai berikut:

1. Rencana Studi Mandiri (Independent Study Plans)

Guru dan siswa bersama-sama mengadakan perjanjian mengenai materi pelajaran yang akan dipelajari dan apa tujuannya. Para siswa mengatur belajarnya sendiri dan diberikan kesempatan untuk berkonsultasi secara berkala kepada guru untuk memperoleh pengarahan atau bantuan dalam menghadapi tes dan menyelesaikan tugas-tugas perseorangan.

2. Studi Yang Dikelola Sendiri (Self Directed Study)

Siswa diberi sejumlah daftar tujuan yang harus dicapai serta materi pelajaran yang harus dipelajari untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

dandilengkapi dengan daftar kepustakaan. Pada waktu-waktu tertentu siswa menempuh tes dan dinyatakan lulus apabila telah memenuhi kriteria yang ditetapkan.


(31)

3. Program Belajar Yang Berpusat Pada Siswa (Learner Centered Program) Dalam batas-batas tertentu siswa diperbolehkan menentukan sendiri materi yang akan dipelajari dan dalam urutan yang bagaimana. Setelah siswa menguasai kemampuan-kemampuan pokok dan esensial, mereka diberi kesempatan untuk belajar program pengayaan.

4. Belajar Menurut Kecepatan Sendiri (Self Pacing)

Siswa mempelajari materi pelajaran tertentu untuk mencapai

tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan oleh guru. Semua siswa harus mencapai tujuan pembelajaran khusus yang sama namun mereka mengatur sendiri laju kemajuan belajarnya dalam mempelajari materi pelajaran tersebut.

5. Pembelajaran Yang Ditentukan Oleh Siswa Sendiri (Student Determined Instruction)

Pengaturan pembelajaran tersebut menyangkut penentuan tujuan pembelajaran (umum dan khusus), pilihan media pembelajaran dan nara sumber, penentuan lokasi waktu untuk mempelajari berbagai topik, penentuan laju kemajuannya sendiri, mengevaluasi sendiri pencapaian tujuan pembelajaran, dan kebebasan untuk memprioritaskan materi pelajaran tertentu.

6. Pembelajaran Sesuai Diri (Individual Instruction)

Strategi pembelajaran ini mencakup enam unsur dasar yaitu (a) kerangka waktu yang luwes, (b) adanya tes diagnostik yang diikuti pembelajaran perbaikan (memperbaiki kesalahan yang dibuat siswa atau memberi kesempatan kepada siswa untuk melangkah bagian materi pelajaran yang telah dikuasainya), (c) pemberian kesempatan kepada siswa untuk memilih bahan belajar yang sesuai, (d) penilaian kemajuan belajar siswa dengan

menggunakan bentuk-bentuk penilaian yang dapat dipilih dan penyediaan waktu mengerjakan yang luwes, (e) pemilihan lokasi belajar yang bebas, dan (f) adanya bentuk-bentuk kegiatan belajar bervariasi yang dapat dipilih.

7. Pembelajaran Perseorangan Tertuntun (Individually Prescribed Instruction) Sistem pembelajaran ini didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran terprogram.Setiap siswa diarahkan pada program belajar masing-masing berdasarkan rencana kegiatan belajar yang telah disiapkan oleh guru atau

guru bersama siswa berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan dirumuskan secara operasional. Rencana kegiatan ini berkaitan dengan materi pelajaran yang harus dipelajari atau kegiatan yang harus dilakukan siswa.


(32)

Menurut Duane (1973) pengajaran perseorangan merupakan suatu cara pengaturan program belajar dalam setiap mata pelajaran, disusun dalam suatu cara tertentu yang disediakan bagi tiap siswa agar dapat memacu kecepatan belajarnya di bawah bimbingan guru. Model pembelajaran perseorangan pada dasarnya model pembelajaran yang bepusat siswa. Siswa diberi kesempatan untuk menilai dirinya sendiri, menentukan kekurangannya sendiri dan mencoba untuk memperbaiki. Latar belakang timbulnya pengajaran perseorangan menurut Duane (dalam Mbulu, 2001:4) dengan sebuah ungkapan sebagai berikut.

1. Memiliki tingkat prestasi belajar yang sama

2. Mencapai taraf prestasi belajar dengan menggunakan cara belajar yang sama 3. Memecahkan masalah yang sama dengan cara yang sama pula

4. Memiliki pola tingkah laku dan minat yang sama

5. Dimotivasi untuk mencapai prestasi belajar pada taraf yang sama 6. Mencapai tujuan belajar yang sama

7. Siap untuk belajar pada waktu yang sama

8. Mempunyai kemampuan yang sama untuk belajar

Menurut (Joesafira,2010), pembelajaran secara perseorangan adalah kegiatan mengajar guru yang menitikberatkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing perseorangan.

Menurut teori yang dikenal dengan Reinforcement Theory pada tahun 1954, tiap anak memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Anak sejak dilahirkan memiliki sejumlah potensi namun dalam perkembangannya dan pertumbuhannya tidak semua potensi dapat berkembang dengan baik. Penganut teori ini berpendapat bahwa tiap-tiap anak memiliki kepribadian yang unik. Keunikan ini terbentuk oleh perpaduan faktor keturunan (heredity), faktor lingkungan (Environment) dan faktor diri (self). Di sekolah dalam satu kelas anak berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda,


(33)

lingkungan sosial budaya yang berbeda, serta memiliki potensi yang berbeda pula. Agar potensi pribadi anak dapat berkembang secara wajar (potensi jasmaniah, pikir, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani) maka para ahli memikirkan, melakukan pengkajian, dan penelitian yang terus-menerus serta menemukan pola pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan potensial setiap perseorangan anak (siswa).

Para siswa dalam suatu kelas diharapkan dapat mengubah secara mendasar dalam hal kemampuan mentalnya (mental ability), prestasi belajar yang dicapai terdahulu (past achievement), kecepatan belajar (learning rate), motivasi (motivation), minat (interest), dan gaya belajar (learning style). Apabila beragam kemampuan belajar dan prestasi belajar dikombinasikan dengan perbedaan perseorangan siswa dan motivasi, minat dan gaya belajar, maka menjadi kenyataan bahwa pembelajaran kelas regular tidak dapat diharapkan merupakan pembelajaran yang efektif sesuai dengan kebutuhan siswa. Satu solusi terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh kesenjangan perbedaan perseorangan yang luas dikalangan siswa yakni penggunaan kriteria kemampuan secara kelompok. Meskipun pengurangan berjalan satu dimensi (prestasi belajar) hal ini tidak memberikan suatu pengurangan yang seimbang dengan dimensi-dimensi yang lain. Dengan demikian tidak hanya kemampuan belajar yang diharapkan yang dapat memberikan suatu solusi yang memuaskan bagi perbedaan perseorangan. Dalam teori pengurangan sejumlah bantuan yang dibutuhkan perseorangan agar guru dapat memberikan perhatian lebih kepada perseorangan yang sangat membutuhkan. Jelas bahwa pengajaran perseorangan mencakup penyesuaian prosedur pembelajaran dengan kebutuhan siswa, dapat menggunakan variasi bentuk pembelajaran.


(34)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran perseorangan adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang berpusat pada siswa dan siswa tersebut diberi kesempatan untuk menilai kekuranganya sendiri dan mencoba untuk memperbaikinya

Model pembelajaran juga memperhatikan perbedaan perseorang anak. Model pembelajaran perseorangan adalah pembelajaran yang dilakukan oleh siswa itu sendiri tanpa bantuan teman tetapi masih di awasi oleh guru. Sedangkan model pembelajaran perseorangan dalam pelaksanaan pembelajaran gerak dasar

tendangan depan yaitu berlatih sendiri gerak dasar tendangan depan pada dinding atau cermin dan alat bantu lainnya.

Model pembelajaran perseorangan memiliki kelebihan sebagai berikut : a) siswa memiliki intensitas dalam pembelajaran yang lebih banyak, b) tidak memerlukan ruang yang luas, c) siswa lebih berkonsentasi terhadap pembelajarannya. Model pembelajaran perseorangan juga memiliki kelemahan sebagai berikut : a) timbulnya kejenuhan pada siswa, b) tidak ada interaksi dengan teman, c) dalam model pembelajaran perseorangan memerlukan alat-alat yang banyak.

2.2 Model Pembelajaran Kelompok

Pembelajaran kelompok mengacu pada model pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari,


(35)

2000). Eggen dan Kauchak (1993) mendefinisikan pembelajaran kelompok sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Model pembelajaran kelompok adalah pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan cara berkelompok. Sedangkan model pembelajaran kelompok dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan gerak dasar tendangan depan yaitu berinteraksi dengan teman dalam kelompok-kelompok kecil.

Model pembelajaran kelompok memiliki kelebihan sebagai berikut : a) dapat memupuk rasa kerjasama,b) latihan lebih menyenangkan karena dilakukan bersama, c) adanya persaingan yang sehat, d) tidak memerlukan alat-alat yang banyak. Model pembelajaran kelompok juga memiliki kelemahan sebagai berikut: a) adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri, b) bila kecakapan tiap anggota tidak seimbang, akan menghambat latihan atau didominasi oleh

seseorang, c) dalam kelompok ini siswa mendapat porsi yang sedikit dalam pembelajaran, d) memerlukan ruang yang cukup luas.

D.Teknik Dasar Tendangan Depan

Tendangan depan merupakan salah satu bentuk tendangan dalam olahraga beladiri pencak silat, yang disebut juga tendangan lurus yang arah sasarannya adalah daerah perut dan uluhati.

Menurut Johansyah Lubis (2003:26) tendangan depan adalah serangan pada lawan dengan menggunakan salah satu kaki dengan lintasan ke arah depan


(36)

dengan posisi badan menghadap ke depan, dengan kenaan pangkal jari-jari kaki bagian dalam, dengan sasaran uluhati dan dagu.

Tendangan depan merupakan tendangan lurus yang sesuai jika sasaran berposisi lurus ke depan ataupun meyamping dan biasanya tendangan ini menggunakan ujung kaki atau dengan sebelah kaki atau tungkai. Tendangan ini dilaksanakan dari posisi sehadap (sikap tanding) atau kuda-kuda tengah.

Dasar-dasar atau langkah bentuk dasar tendangan depan pencak silat menurut Agung Nugroho (2004:27) adalah sebagai berikut :

1. Dari posisi kuda-kuda tengah, kaki diangkat sedemikian rupa hingga lutut berada di depan perut dan tungkai bawah mengganung.

2. Tendangan ke depan dengan lintasan kaki dihentakan (ditendang) ke depan agak ke atas atau tergantung sasaran.

3. Arah perkenaan adalah uluhati lawan.

4. Perkenaan pada kaki yang menendang adalah pada tumit atau ujung kaki.

Setelah dikemukakan tinjauan uraian tentang beberapa bentuk gerakan-gerakan dasar tendangan depan secara tertulis, maka sekarang dikemukakan dalam bentuk gambar :


(37)

Gambar 1. Sikap awal / posisi kuda-kuda , dilihat dari arah depan dengan posisi kaki dibuka selebar bahu . kemudian kaki agak direndahkan dengan tumpuan kedua kaki serta tangan di letakkan didekat pinggang melindungi rusuk dan pandangan ke arah depan.


(38)

(39)

Gambar 4. Tendangan ke depan dengan lintasan kaki dihentakan (ditendang) ke depan agak keatas atau tergantung pada sasaran.


(40)

E. Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian landasan teori yang telah di kemukakan dapat diungkapkan tentang penting beberapa faktor dalam pencapaian tujuan pengajaran. Faktor itu adalah metode, model atau bahan pembelajaran dan siswa itu sendiri. Penggunaan metode yang tepat merupakan suatu masalah yang harus dipecahkan guna

mempermudah tujuan pembelajaran. Seperti halnya dalam proses pembelajaran, bentuk dasar tendangan depan bisa digunakan dua bentuk metode pengajaran yaitu metode pengajaran berkelompok dan metode pengajaran perseorangan.

Faktor penting dalam melakukan gerak dasar tendangan depan adalah gerakan awal mengangkat kaki dan putaran badan (poros) serta akhir pada saat melakukan tendangan dan kembali lagi ke kuda-kuda awal. Tujuan utama belajar gerak dasar adalah untuk meningkatkan keterampilan gerak dasar yaitu perubahan perilaku yang bersifat psikomotor dan perubahan penguasaan keterampilan gerak suatu cabang olahraga.

Bila siswa dapat melakukan gerak dasar tendangan depan dengan baik

menggunakan model pembelajaran perseorangan ataupun model pembelajaran kelompok dapat meningkatkan hasil belajar gerak dasar tendangan depan, maka dengan demikian model pembelajaran tersebut dapat dibandingkan model manakah yang lebih baik digunakan untuk meningkatkan gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.


(41)

K. HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap maslah penelitian yang kebenaranya masih harus di uji secara empiris (Sumadi S, 1983). Dari pendapat tersebut artinya hipotesis merupakan anggapan sementara yang kemungkinan benar, tetapi masih perlu dibuktikan kebenarnya melalui penelitian lapangan. Pada penelitian ini digunakan dua jenis model pembelajaran, gerak tendangan depan pencak silat dengan menggunakan model pembelajaran berkelompok dan perseorangan, kedua model pembelajaran gerak tendangan depan pencak silat pada siswa SMA YP Unila

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalan penelitian ini adalah sebagai berikut :

: Model pembelajaran berkelompok memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.

: Model pembelajaran perseorangan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.

:Model pembelajaran perseorangan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada model pembelajaran berkelompok terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat.


(42)

IIL. METODELOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Metode eksperimen bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh akibat dari suatu perlakuan atau treatment. Menurut Arikunto (2006:3) bahwa eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kuasal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengelimir atau

mengurangi atau menyisihkan faktor lain yang bisa mengganggu. Dari pendapat di atas, jelas sekali bahwa metode penelitian eksperimen digunakan utuk

mengetahui adanya pengaruh atau perubahan atau peningkatan yang disebabkan adanya pemberian perlakuan (treatment). Dalam penelitian ini sebagai

perlakuannya adalah pembelajaran gerak tendangan depan pencak silat yang dilakukan melalui model perseorangan dan pembelajaran gerak tendangan depan pencak silat melalui model pembelajaran berkelompok.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian Suharsimi, (1998:99). Sedangkan menurut Ibnu (1996:56) variabel penelitian dapat diartikan sebagai objek pengamatan yang menjadi titik


(43)

perhadaan dalam sutu penelitian. Dalam penelitian ini ditetapkan dua macam variabel.

Adupun variabel yang diteliti adalah : a. Variabel bebas ( X )

- Model pembelajaran berkelompok(X1) - Model pembelajaran perseorangan (X2) b. Variabel terikat ( Y )

- Hasil Belajar Gerak Tendangan Depan Pencak Silat (Y)

C. Populasi

Arikunto (1993:130) menyatakan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sementara Sudjana (1986:6) bahwa populasi adalah

totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Jadi populasi dalam penelitian adalah siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.

D. Sampel

Sampel adalah sebagian individu yang diambil dari populasi (Sudjana, 2005:6). Suharsimi Arikunto (2005:131) berpendapat bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dari kedua pendapat tersebut diatas, maka yang dimaksud dengan sampel adalah wakil dari anggota populasi yang akan diteliti. Terkait dengan penentuan jumlah sampel penelitian, Suharsimi Arikunto


(44)

(2006:131, menyatakan bahwa sebagai persiapan dalam pengambilan sampel apabila subjeknya kecil, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung kemampuan peneliti. Mengacu dari pendapat tersebut maka dalam penelitian ini diambil 26 siswa putra. Jadi sampel berjumlah 26 siswa.

E. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian berlangsung selama tiga bulan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Tahap Persiapan

Seluruh sampel terlebih dahulu melakukan pengambilan nilai gerak tendangan depan pencak silat, kegiatan tes ini merupakan tes awal. Hasil penilaian disusun berdasarkan dari hasil terbesar sampai hasil terkecil, kemudian dibagi ke dalam dua kelompok menggunakan teknik ordinal pairing. Pada akhirnya terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok I sebagai kelompok

eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran berkelompok, kelompok II sebagai kelompok eksperimen yang diberi model pembelajaran perseorangan.

b. Tahap Pelaksanaan Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari pelaksanaan penelitian secara keseluruhan, karena itu kedua kelompok eksperimen masing-masing diberi perlakuan yang beda dengan beban latihan sama, seperti berikut ini,


(45)

Waktu penelitian : 12 minggu Frekuensi : 2 X seminggu Set : 2 x 45 menit

c. Tahap Mengambilan Data

Setelah 12 minggu dari masing-masing kelompok perlakuan selanjutnya dilakukan tes kembali sebagai tes akhir yang dilaksanakan seperti pada tes awal.

F. Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test post-pre-test group design, yaitu rancangan penelitian yang berdasarkan pembagian kelompok, diawali dan diakhiri dengan melakukan tes pada masing-masing kelompok. Sedangkan rancangannya dapat dilihat pada bagan berikut:

K1 X1 T2 T1 OP

K2 X2 T2

Keterangan :

T1 = Tes Awal (Pre test) OP = Ordinal Pairing


(46)

K2 = Kelompok perlakuan model pembelajaran perseorangan X1 = Perlakuan model pembelajaran berkelompok

X2 = Perlakuan model pembelajaran perseorangan T2 = Tes Akhir (Post test)

Pembagian kelompok berdasarkan hasil tes awal kemampuan gerak dasar tendangan depan, langkah awal adalah melakukan tes awal kemudian dirangking, dibagi dan dimasukkan dalam kelompok 1) perlakuan model pembelajaran kelompok 2) perlakuan model pembelajaran berpasangan.

Dengan demikian kedua kelompok tersebut memiliki kemampuan yang sama sebelum diberi perlakuan. Apabila pada post tes nanti terdapat perbedaan, maka hal ini disebabkan oleh pengaruh perlakuan yang diberikan. Adapun pembagian kelompok dalam penelitian ini dengan cara ordinal pairing seperti berikut :

Gambar 2. Cara ordinal pairing

G. Instrumen Penelitian

Instrumen untuk pengambilan data, penulis menggunakan materi tes keterampilan melakukan teknik dasar tendangan depan pada pencak silat. Adapun untuk


(47)

mendapatkan data penelitian ini, ditetapkan sebagai berikut : a. Materi yang dituju adalah keterampilan melakukan teknik dasar

tendangan depan pada pencak silat.

b. Penilaian (tester) agar penilaian objektif, maka pemberi nilai adalah pelatih dan dewan guru yang telah memiliki sertifikat nasional dan telah

berpengalaman dalam dunia pencak silat.

c. Instrument penilaian gerak tekhnik dasar tendangan depan. 1. sikap posisi awal kuda-kuda,

2. bentuk tendangan,

3. keseimbangan tendangan (Balance), 4. ketetapan tendangan (Acuracy), 5. kekuatan tendangan (power), 6. kembali kekuda-kuda awal..

(Peraturan Pertandingan Pencak Silat Hasil Munas 2003, PB IPSI)

No Indikator Sub Indikator

Nilai

NA 0 1

1 Sikap Awal

1. Pandangan mata ke arah depan 2. Posisi badan berdiri tegap

3. Posisi tangan berada didekat pinggang melindungi rusuk

4. Kaki dibuka selebar bahu

5. Kaki agak direndahkan dengan tumpuan kedua kaki


(48)

2. Posisi badan berdiri tegap

3. Posisi kedua tangan berada didepan dada 4. Sikap awalan mengangkat kaki rata-rata air

serta ujung jari-jari kaki ditekuk

5. Tendangan ke depan dengan lintasan kaki dihentakan (ditendang) ke depan

3 Gerak lanjutan

1. Pandangan mata ke arah depan 2. Posisi badan berdiri tegap

3. Posisi tangan berada didekat pinggang melindungi rusuk

4. Kaki dibuka selebar bahu

5. Dan kaki agak direndahkan dengan tumpuan kedua kaki kembali

Total

(Diadopsi dari :Comparas, Implementasi dan Manajemen Pencak Silat. Yogyakarta : FIK – UNY )

Keterangan :

Beri tanda ( √ ) pada skor tiap siswa dalam melakukan gerakan

Keterangan perolehan nilai :

% 100 maxsimal skor Total diperoleh yang skor Total

Skor 

H. Teknik Analisis Data

1. Uji Validitas Instrumen

Menurut Arikunto (2002 : 168) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas tes adalah suatu alat ukur yang dikatakan valid apabila dapat mengukur


(49)

atau apa yang seharusnya diukur. Untuk menentukan valid tidaknya suatu tes atau instrumen penelitian yang akan dipakai harus dilakukan uji validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Validitas untuk tes keterampilan didapat dengan membandingkan hasil tes buatan dengan tes standar, atau dapat menggunakan validitas butir, validitas faktor, dan dapat juga dengan mengkorelasikan kelompok rendah dan kelompok tinggi dari hasil tes tersebut (Nurhasan : 2001).

 

2 2

2

 

2

X.Y Y -Y n X -X n Y X -X.Y r         n Keterangan :

r xy : Koefesien korelasi

n : Jumlah sampel X : Skor variabel X Y : Skor variabel Y

∑X : Jumlah skor variabel X ∑Y : Jumlah skor variabel Y ∑X2 :

Jumlah kuadrat skor variabel X Y2 : Jumlah kuadrat skor variabel Y

Selanjutnya dihitung dengan uji-t dengan rumus:


(50)

Keterangan : t : Nilai t hitung

r : Koefisien korelasi hasil r hitung

n : Jumlah responden

Distribusi tabel t untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = n-2 dengan uji satu pihak. Kaidah pengujian jika t hitung > dari t tabel berarti valid sebaliknya jika t hitung < t tabel berarti tidak valid. Jika instrumen itu valid, maka dilihat dari

kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) yang dikutip Sugiyono (2008: 231), yaitu:

Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r.

Kategori Validitas Reliabilitas Tinggi Sekali 0,80 – 1 0,90 – 1 Tinggi 0,70 – 0,79 0,80 – 0,89 Cukup 0,50 – 0,69 0,60 – 0,79 Kurang 0,30 – 0,49 0,40 – 0,59 Tidak Signifikan 0,00 – 0,29 0,00 – 0,39

2. Uji Reliabilitas dengan Pengukuran Ulang/ Retest

Reliabilitas tes adalah suatu tes yang dikatakan reliabel apabila tes itu berulang-ulang memberikan hasil yang sama. Pada penelitian ini alat ukur menggunakan metode retest atau teknik ulang. Menurut Nurhasan (2001: 118) untuk mengetahui besarnya derat keterandalan suatu alat pengukur dapat dilakukan dengan melakukan dua kali pengukuran yaitu pengukuran pertama dan ulangannya. Instrumen ini kemudian diujicobakan kepada sekelompok responden dan dicatat hasilnya, kedua hasil pengukuran tersebut


(51)

dikoreksi dengan menggunakan korelasi product-moment atau korelasi Carl Pearson sebagai berikut :

  

 

2 2

2

 

2

X.Y

Y

-Y

n

X

-X

n

Y

X

-X.Y

r

n

Keterangan :

: Koefesien korelasi n : Jumlah sampel X1 : Skor variabel X

Y : Skor variabel Y

∑X : Jumlah skor variabel X ∑Y : Jumlah skor variabel Y ∑X2

: Jumlah kuadrat skor variabel X

∑Y2

: Jumlah kuadrat skor variabel Y

(Hasil perhitungan dapat dilihat di Tabel 3 halaman 48).

Harga r yang diperoleh dikonsultasikan dengan tabel korelasi product moment, sehingga dianggap reliabel apabila harga r hitung > r tabel pada taraf α = 0,05.

Selanjutnya data yang dianalisis adalah data dari hasil tes awal dan akhir. Menghitung hasil tes awal dan akhir dengan menggunakan teknik analisis data uji t. Adapun syarat dalam menggunakan uji t adalah.

1

x y


(52)

1. Uji normalitas

Uji normalitas adalah uji untuk melihat apakah data yang diperoleh mempunyai distribusi atau sebaran normal atau tidak. Langkah pengujiannya mengikuti prosedur Sudjana (1992:266).

a. Pengamatan X1,X2,…,Xn dijadikan bilangan baku Z1,Z2,…,Z n dengan

menggunakan rumus :

SD

2

X

1

X

1

Z

Keterangan :

SD : simpangan baku Z : skor baku

: Rata-rata

b. Untuk tiap bilangan baku ini dapat menggunakan daftar distribusi normal baku. Kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi).

c. Selanjutnya dihitung Z1, Z2,…, Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi kalau

proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi) maka :

d. Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlak.

e. Ambil harga paling besar di antara harga mutlak selisih tersebut. Sebutlah harga terbesar ini dengan Lo. Setelah harga Lo, nilai hasil perhitungan tersebut

dibandingkan dengan nilai kritis Lo untuk uji liliefors dengan taraf signifikan 0,05. bila harga Lo lebih kecil (<) dari L tabel maka data yang akan diolah

n i Z ...yang n Z ,..., 2 Z , 1 .Z banyaknya. ) i S(Z 


(53)

tersebut berdistribusi normal sedangkan bila Lo lebih besar (>) dari L tabel maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

Lo < L tabel: normal

Lo> L tabel: tidak normal

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi apakah kedua kelompok sample memiliki varian yang homogen atau tidak. Menurut Sudjana (2002:250) untuk menguji homogenitas digunakan rumus sebagai berikut:

Membandingkan nilai F hitung dengan F tabel dengan rumus : Dk pembilang: n-1 (untuk varian terbesar)

Dk penyebut : n-1 (untuk varian terkecil) Taraf siknifikan (0,05) maka dicari pada tabel F Didapat dari tabel F

Dengan kriteria pengujian

Jika : F hitung F tabel tidak homogen

F hitung ≤ F tabel berarti homogen

Pengujian homogenitas ini bila F hitung lebih kecil (<) dari F tabel maka data tersebut mempunyai varians yang homogen. Tetapi sebaliknya bila F hitung lebih besar (>) dari F tabel maka kedua kelompok mempunyai varians yang berbeda.

Terkecil Varians

Terbesar Varians


(54)

3. Uji t

Berdasarkan kenormalan atau tidaknya serta homogen atau tidaknya varians antara kedua kelompok sampel maka analisis yang digunakan dapat dikemukakan beberapa alternatif:

a. Data berdistribusi normal dan kedua kelompok mempunyai varians yang homogen (12) maka uji t–tes yang dipergunakan untuk menguji hipotesis penelitian seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (I992) sebagai berikut: n2 1 1 n 1 gab S 2 X 1 X hitung t   

n1 n2 2 2 2 S x 1) 2 (n 2 1 S x 1) 1 (n gab S       Keterangan :

X : rerata kelompok eksperimen A X : rerata kelompok eksperimen B

S1 : simpangan baku kelompok eksperimen A

S2 : simpangan baku kelompok eksperimen B

n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen A

n2 : jumlah sampel kelompok eksperimen B

b. Salah satu data berditribusi normal dan data yang lain tidak berdistribusi normal (  ) kedua kelompok sampel yang mempunyai varians yang


(55)

homogen atau tidak homogen maka rumus yang digunakan menurut Sudjana, (1992: 241) :

hitung t =                   2 n 2 2 S 1 n 2 1 S ) 2 X 1 X ( Keterangan:

X : rerata kelompok eksperimen A X : rerata kelompok eksperimen B

S1 : simpangan baku kelompok eksperimen A

S2 : simpangan baku kelompok eksperimen B

n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen A

n2 : jumlah sampel kelompok eksperimen B

c. Bila kedua data berdistribusi tidak normal, kedua kelompok sampel homogen atau tidak, maka rumus yang digunakan adalah :

Pengujian taraf signifikan perbedaan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B adalah bila Z hitung < dari Z tabel berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B, sebaliknya bila Z hitung > dari Z tabel berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B.

2

1 ) 1 ( 1 2

2

1N n n R

N

U   

2 1) n (n N N 2 N N U Z 2 1 2 1 2 1      2 2 ) 1 ( 1 2

2

1N n n R

N


(56)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analasis dan pembahasan dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Model pembelajaran berkelompok memberikan pengaruh terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X. SMA YP UNILA Bandar Lampung.

2. Model pembelajaran perseorangan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.

3. Model pembelajaran perseorangan memberikan pengaruh lebih baik daripada model pembelajaran berkelompok terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat untuk meningkatkan hasil belajar

gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X. SMA YP UNILA Bandar Lampung.


(57)

B. Saran

1. Untuk guru Pendidikan Jasmani bahwa model pembelajaran perseorangan dapat menjadi bahan acuan dalam upaya meningkatkan hasil belajar gerak dasar tendangan depan dan dapat memilih model pembelajaran yang tepat.

2. Pada Program Studi Penjaskes diharapkan dapat dijadikan salah satu untuk mengembangkan Pendidikan Jasmani terutama yang berkaitan dengan pemilihan model belajar yang tepat.

3. Bagi siswa dengan penelitian ini diharapkan adanya peningkatan keterampilan gerak tendangan depan pencak silat.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Burton. 2001.Archive of Situasi Belajar. (http://elearning.unesa.ac.id/tag/situasi-belajar-menurut-william-burton.html). Diakses tanggal 12 Agustus 2011

Devi Asmaul Khusna. 2010. Model pembelajaran Individu. (http://intl.feedfury. com/content/model-pembelajaran-individu.html). Diakses tanggal 10 Desember 2011.

Dewi M dan Agung H. 2010. Model pembelajaran Individu. (http://intl.feedfury. com/content/model-pembelajaran-individu.html). Diakses tanggal 10 Desember 2011.

Dimyati, dan Mudjiono ,1999. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta Dumadi dan Kasiyo Dwijowinoto. 1992, Renang, Materi Metode Penilaian.

Depdikbud. Jakarta.

Husdarta dan Yuda M. Saputra, 2002. Belajar dan pembelajaran. PT Raja Grafindo. Jakarta.

Lubis, Johansyah. 2004. Pencak Silat : Panduan Praktis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lutan, Rusli. 1998, Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Depdikbud. Jakarta.

Lutan, Rusli dan Toho Cholik M, 1996/1997. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Dirjen Dikti. Jakarta.

Mills.1989. Model Pembelajaran.

(http://blog.bukukita.com/user/ermawati/postId.63877.html). Diakses tanggal 2 Januari 2012.

MUNAS IPSI. 2007. Pedoman Formulir Pertandingan Pencak Silat. Jakarta: Pengurus Besar IPSI

Nugroho, Agung. 2004. Comparas, Implementasi dan Manajemen Pencak Silat.


(59)

Nur dan Wikandari. 2000. Macam-Macam Model Pembelajaran.

(http:bologspot.com/2000/macam-macam-model-pembelajaran.html). Diakses tanggal 10 Desember 2011.

Ridwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru- Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta. Bandung.

Sardiman. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta

Sugiyanto dan Agus Mahendra. 1998. Dasar-Dasar Belajar Gerak. Depdikbud. Jakarta.

Sumandi S. 1983. Metodologi Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Supandi. 1991. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jamani. Dirjen Dikti

Depdikbud. Jakarta.

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Pendidikan Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Tarsito. Bandung.

Surisman. 2007. Penilaian Hasil Pembelajaran. Universitas Lampung. Unila, 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(1)

3. Uji t

Berdasarkan kenormalan atau tidaknya serta homogen atau tidaknya varians antara kedua kelompok sampel maka analisis yang digunakan dapat dikemukakan beberapa alternatif:

a. Data berdistribusi normal dan kedua kelompok mempunyai varians yang homogen (12) maka uji t–tes yang dipergunakan untuk menguji

hipotesis penelitian seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (I992) sebagai berikut: n2 1 1 n 1 gab S 2 X 1 X hitung t   

n1 n2 2

2 2 S x 1) 2 (n 2 1 S x 1) 1 (n gab S       Keterangan :

X : rerata kelompok eksperimen A X : rerata kelompok eksperimen B

S1 : simpangan baku kelompok eksperimen A S2 : simpangan baku kelompok eksperimen B n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen A n2 : jumlah sampel kelompok eksperimen B

b. Salah satu data berditribusi normal dan data yang lain tidak berdistribusi normal (  ) kedua kelompok sampel yang mempunyai varians yang


(2)

homogen atau tidak homogen maka rumus yang digunakan menurut Sudjana, (1992: 241) :

hitung t =                   2 n 2 2 S 1 n 2 1 S ) 2 X 1 X ( Keterangan:

X : rerata kelompok eksperimen A X : rerata kelompok eksperimen B

S1 : simpangan baku kelompok eksperimen A S2 : simpangan baku kelompok eksperimen B n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen A n2 : jumlah sampel kelompok eksperimen B

c. Bila kedua data berdistribusi tidak normal, kedua kelompok sampel homogen atau tidak, maka rumus yang digunakan adalah :

Pengujian taraf signifikan perbedaan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B adalah bila Z hitung < dari Z tabel berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B, sebaliknya bila Z hitung > dari Z tabel berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen B.

2

1 ) 1 ( 1 2

2

1N n n R

N

U   

2 1) n (n N N 2 N N U Z 2 1 2 1 2 1      2 2 ) 1 ( 1 2

2

1N n n R

N


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analasis dan pembahasan dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Model pembelajaran berkelompok memberikan pengaruh terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X. SMA YP UNILA Bandar Lampung.

2. Model pembelajaran perseorangan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X SMA YP UNILA Bandar Lampung.

3. Model pembelajaran perseorangan memberikan pengaruh lebih baik daripada model pembelajaran berkelompok terhadap hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat untuk meningkatkan hasil belajar gerak dasar tendangan depan pencak silat pada siswa kelas X. SMA YP UNILA Bandar Lampung.


(4)

B. Saran

1. Untuk guru Pendidikan Jasmani bahwa model pembelajaran perseorangan dapat menjadi bahan acuan dalam upaya meningkatkan hasil belajar gerak dasar tendangan depan dan dapat memilih model pembelajaran yang tepat.

2. Pada Program Studi Penjaskes diharapkan dapat dijadikan salah satu untuk mengembangkan Pendidikan Jasmani terutama yang berkaitan dengan pemilihan model belajar yang tepat.

3. Bagi siswa dengan penelitian ini diharapkan adanya peningkatan keterampilan gerak tendangan depan pencak silat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Burton. 2001.Archive of Situasi Belajar. (http://elearning.unesa.ac.id/tag/situasi-belajar-menurut-william-burton.html). Diakses tanggal 12 Agustus 2011

Devi Asmaul Khusna. 2010. Model pembelajaran Individu. (http://intl.feedfury. com/content/model-pembelajaran-individu.html). Diakses tanggal 10 Desember 2011.

Dewi M dan Agung H. 2010. Model pembelajaran Individu. (http://intl.feedfury. com/content/model-pembelajaran-individu.html). Diakses tanggal 10 Desember 2011.

Dimyati, dan Mudjiono ,1999. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta Dumadi dan Kasiyo Dwijowinoto. 1992, Renang, Materi Metode Penilaian.

Depdikbud. Jakarta.

Husdarta dan Yuda M. Saputra, 2002. Belajar dan pembelajaran. PT Raja Grafindo. Jakarta.

Lubis, Johansyah. 2004. Pencak Silat : Panduan Praktis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lutan, Rusli. 1998, Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Depdikbud. Jakarta.

Lutan, Rusli dan Toho Cholik M, 1996/1997. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Dirjen Dikti. Jakarta.

Mills.1989. Model Pembelajaran.

(http://blog.bukukita.com/user/ermawati/postId.63877.html). Diakses tanggal 2 Januari 2012.

MUNAS IPSI. 2007. Pedoman Formulir Pertandingan Pencak Silat. Jakarta: Pengurus Besar IPSI

Nugroho, Agung. 2004. Comparas, Implementasi dan Manajemen Pencak Silat. Yogyakarta: FIK – UNY.


(6)

Nur dan Wikandari. 2000. Macam-Macam Model Pembelajaran.

(http:bologspot.com/2000/macam-macam-model-pembelajaran.html). Diakses tanggal 10 Desember 2011.

Ridwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru- Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfabeta. Bandung.

Sardiman. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta

Sugiyanto dan Agus Mahendra. 1998. Dasar-Dasar Belajar Gerak. Depdikbud. Jakarta.

Sumandi S. 1983. Metodologi Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Supandi. 1991. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jamani. Dirjen Dikti

Depdikbud. Jakarta.

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Pendidikan Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Tarsito. Bandung.

Surisman. 2007. Penilaian Hasil Pembelajaran. Universitas Lampung. Unila, 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF KANCING GEMERINCING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 BANDAR LAMPUNG

0 4 10

PERBEDAAN HASIL BELAJAR GERAK DASAR CHEST PASS BOLA BASKET ANTARA MODEL PEMBELAJARAN INDIVIDU DAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS X RSBI 1 SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

0 16 71

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN GERAK DASAR SERANGAN TINJUAN PENCAK SILAT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS III SDN 1 WIYONO

1 21 54

GERAK DASAR TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS VII DI SMPN 5 BANDAR LAMPUNG

1 68 66

PENGARUH LATIHAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN GERAK DASAR TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS VII DI SMPN 5 BANDAR LAMPUNG

14 670 66

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERPASANGAN DAN BERKELOMPOK TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR KAYANG PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUKADANA LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

4 15 130

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERKELOMPOK DAN MODEL PEMBELAJARAN PERSEORANGAN TERHADAP HASIL BELAJAR GERAK DASAR TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X SMA YP UNILA TAHUN AJARAN 2012/2013

1 7 59

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERKELOMPOK DAN MODEL PEMBELAJARAN PERSEORANGAN TERHADAP HASIL BELAJAR GERAK DASAR TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X SMA YP UNILA TAHUN AJARAN 2012/2013

1 11 61

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERHADAP HASIL BELAJAR DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA DI KELAS XI SMA

1 1 12

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CIRC PADA MATERI KOLOID TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA SMA

0 1 11