Gambaran Umum Tentang Wilayah Kabupaten Biak-Numfor

1

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

Dalam bab III ini, penulis akan membahas hasil penelitian yang dimulai dengan deskripsi umum daerah penelitian yakni kabupaten Biak-Numfor, dilanjutkan dengan deskripsi tentang makna piring sebagai mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor.

A. Gambaran Umum Tentang Wilayah Kabupaten Biak-Numfor

A.1 Keadaan Georgafi Biak-Numfor Biak merupakan sebuah kepulauan yang terletak di Teluk Cenderawasih dan berhadapan langsung dengan Lautan Pasifik. Secara geografis kabupaten Biak Numfor terletak antara 134 47-136 Bujur Timur dan 0 55-1 27 Lintang Selatan, sedangkan secara administratif kabupaten Biak Numfor, di bagian utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah selatan berbatasan berbatasan dengan Selat Yapen, sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Manokwari dan sebelah timur berbatasn dengan Lautan Pasifik. 1 Secara umum, pola iklim dipengaruhi oleh monsoon dan maritime, yang mana porsi besaran pengaruhnya adalah pada maritimnya. Sebagai akibatnya, curah hujan yang jatuh relative merata sepanjang tahun, sehingga batas antara musim kemarau dan musim penghujan di Kabupaten Biak Numfor tidak tampak tegas. Secara umum curah hujan tahunan di Biak Numfor rata-rata 309,3 mm. Suhu rata-rata di 1 Sekky, “Gambaran Umum Biak,” dalam http:www.biakkab.go.iddefault.php?dir=pagesfile=mainhal=gambaranumumBiak, diunduh pada tanggal 30 Mei 2012, pukul 14.42 WIB. 2 Kabupaten Biak Numfor mencapai 25.5 derajat C dengan iklim kisaran rata-rata antara 21 derajat C sampai dengan 32 derajat C. Tingkat Kelembababn udara di wilayah Kabupaten Biak Numfor sangat tinggi, yaitu berkisar antara 85 persen - 88 persen dengan kecepatan angin 3.2 knot. Penyinaran matahari rat-rata mencapai 49 persen - 62 persen sehingga Kabupaten Biak Numfor termasuk dalam daerah dengan iklim panas sedang. 2 A.2 Keadaan Sosial dan Budaya dari Masyarakat Kabupaten Biak-Numfor Kesatuan masyarakat terkecil yang secara politis dan ekonomis mempunyai otonomi penuh dikalangan suku bangsa Biak adalah Mnu atau kampung. Kampung merupakan suatu segmen yang terbagi-bagi dalam keret-keret atau klen-klen kecil dan selanjutnya dalam keluarga batih. Dasar-dasar yang menyatukan para warga kampung adalah karena faktor kesamaan keturunan dan kepentingan ekonomi, sebuah kampung juga mempunyai batas-batas wilayh yang jelas berdasarkan kesamaan tersebut. 3 Suatu kampung tentunya ada pemimpin, dalam kepemimpinan tradisional Papua, suku bangsa Biak menganut sistem kepemimpinan campuran. Oleh sebab itu dalam budaya Biak terdapat 4 bentuk kepemimpinan tradisional berdasarkan fungsi tugas dari pada komunitas tersebut. Keempat bentuk kepemimpinan itu adalah; Mananwir Mnu atau kepala kampung, Manibob atau pemimpin dalam dunia perdagangan, mon atau konor pemimpin yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat majic dan pemimpin yang berikut adalah mambri atau pemimipin dalam dunia perang. Mananwir Mnu adalah pemimipin yang bertugas dan bertanggung jawab atas seluruh isi kampung, serta semua keret yang ada dikampung itu, sebagai Mananwir Mnu di tuntut untuk pandai dalam soal adat, pandai 2 Ibid . 3 J.R. Mansoben, Bahasa dan Adat Istiadat Biak: Departemen Pendidikan Kebudayaan Pemerintahan Daerah Kabupaten Biak, 2008, 8-9 3 berbicara cepat dalam soal pengambilan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak, disamping Mananwir Mnu terdapat juga Mananwir Keret atau kepala keret, mananwir keret bertugas dan bertanggung jawab kepada manawir mnu. 4 Kepemimpinan tradisional yang berikut adalah Manibob atau pemimpin dalam dunia perdagangan disuatu kampung tertentu berdasarkan kemampuanya, sebagai seorang Manibob dituntut untuk mampu menjalankan tanggung jawabnya dalam mengusahakan hasil-hasil yang ada dikampung itu untuk dijual ke luar, dengan bentuk penjualan yakni; barang ditukar dengan barang atau barter. Kepemimpinan tradisional yang ketiga adalah Konor, kepimpinan konor kekuasaannya didasarkan pada hal religius, kepemimpinan konor biasanya diawali dengan suatu pengalaman yang luar biasa yang dirasakan ajaib oleh seorang tokoh itu. Kepemimpinan seorang Konor biasanya bersifat pergerakan yang menginginkan suatu kehidupan yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Oleh sebab itu gerakan-gerakan seperti ini bertujuan untuk mendirikan suatu kerajaan yang adil, makmur dan abadi serta mendatangkan kekayaan materi bagi para pengikutnya, karena itu gerakan ini sering di sebut sebagai gerakan mesianik atau ratu adil. Pemimpin konor biasanya tidak terbatas pada satu kampung saja, tetapi bersifat totalitas pada seluruh masyarakat suku bangsa Biak. Hal ini dapat nampak pada gerakan kebatinan Koreri yang terjadi di daerah Biak Numfor. 5 Pemimpin yang keempat adalah pemimpin dalam dunia perang atau Mambri, pemimpin ini dapat mengambil alih kepemimpinan apabila situasi di kampung tidak aman, dengan demikian orang yang menduduki jabatan ini adalah orang yang berani dan kejam. Pemimpin ini harus mempunyai cukup pengetahuan dalam bidang perang, terutama strategi, tetapi juga harus mampu memobilisasi dan membangkitkan semangat pengikut-pengikutnya. 4 Ibid . 5 Ibid. 4 Sebelum menjadi seorang Mambri biasanya para pemimpin perang sejak masih remaja di beri makan sejenis daun yang disebut Ui Mambri. Seorang Mambri dapat diakui warga kampungnya atau keretnya apabila ia mampu menjalankan semua yang telah ditentukan diatas, selain itu juga ia harus mempunyai sifat-sifat seorang Mambri atau pemimpin perang. 6 Selain bentuk-bentuk kepemimpinan tradisional, didalam kehidupan sosial budaya, masyarakat Biak telah mengenal berbagai macam upacara-upacara adat, sejak seorang lahir hingga meninggal ia berada dalam lingkaran adat itu. Oleh sebab itu ada ungkapan yang sering diucapkan dalam hal upacara-upacara adat yakni; “Nggowor ba ido nari nggomar” yang artinya “jika kami tidak mengadakan upacara adat maka kami akan mati,” namun demikian upacara-upacara adat kini sudah jarang di laksanakan, termakan oleh zaman yang telah berkembang dengan pesat. 7 Masyarakat adat Biak mempunyai satu lembaga adat yang disebut “kainkain karkara Byak,” lembaga ini berfungsi untuk mengatur masalah-masalah adat yang terjadi di kalangan suku Biak, termasuk mengatur besarnya pembayaran mas kawin, sehingga masalah adat yang terjadi di kalangan suku Biak dapat diatasi dengan baik. Dewan ini pertama kali dibuka pada tanggal 10 November 1959 dan terakhir kali dilaksanakan pada tanggal 28-31 Oktober 2009 di Biak. 8 A.3 Keadaan Ekonomi dari Masyarakat Kabupaten Biak-Numfor 6 Ibid. 7 Ibid.,10 8 Ibid. 5 Mata pencaharian hidup masyarakat Biak terbagi dalam beberapa bagian yaitu petani dan nelayan: 9 1. Masyarakat Biak lebih banyak tinggal di kampung-kampung dan menggantungkan hidupnya pada kegiatan perladangan, berpindah-pindah, perburuan dan menangkap ikan, sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal musim tanam berdasarkan perhitungan dua konstalasi bintang. Ladang yang sudah di bersihkan di tanami dengan talas ataupun keladi, biasanya setelah di panen di buka lagi ladang yang baru, hasil dari kebun tersebut hanya cukup untuk menghidupi keluarga. 2. Nelayan Menangkap Ikan Penduduk yang tersebar dipesisir kepulauan Biak juga banyak menggantungkan hidupnya pada hasil-hasil laut. Dalam hal menangkap ikanpun orang Biak dapat menghitung musim di mana musim yang tepat untuk mencari sebab, musim itu laut banyak dengan ikan. Sebelum ada pengaruh asing masuk di Biak, bentuk jual beli yang dilakukan oleh orang Biak adalah dengan cara barter yaitu barang di tukar dengan barang, biasanya petani menukar hasil kebunnya berupa keladi, sayur-mayur kepada nelayan dan sebaliknya nelayan menukarkan hasil-hasil kepada petani. Proses barter ini telah berlangusung lama dikalangan suku bangsa Biak hingga masuknya pengaruh asing khususnya bangsa Eropa. Kontak-kontak dagang seperti ini di sebut “Manibob” kawan dagang sistem barter pada orang Biak ini telah menciptakan suatu institusi Manibob atau rekanan dagang diberbagai daerah baik di teluk cenderawasih maupun di daerah kepala burung sampai ke daerah kepulauan Raja Ampat. Sistim Manibob adalah sistim dimana dua individu yang 9 Achamd Rochani Naftali Mansim, Kabupaten Biak-Numfor: Upaya Bangkit dari Keterpurukan, Makasar: Penerbit Pustaka Refleksi, 2006, 3-5 6 berasal dari dua lokasi atau kampung yang berbeda, kedua individu saling ketemu dan melakukan hubungan dagang. Pertemuan Manibob dapat pula mempererat hubungan pertemanan kedua individu. Dengan demikian maka terjadilah suatu transaksi antara kedua individu yang melakukan hubungan dagang berdasarkan barter. 10 A.4 Kepercayaan Masyarakat Biak-Numfor Menurut Bapak Elon Korwa, sebelum masuknya agama Kristen ke Papua khususnya di Biak, masyarakat Biak telah mengenal “manseren nanggi” atau Tuhan langit. Menurut pandangan dan penghayatan tradisional orang Biak maka pusat kekuatan atau kekuasaan yang mengatur alam semesta adalah “ nanggi.” Orang Biak selalu melakukan ritual memberi makan sang langit atau fan nanggi. Istilah manseren nanggi memiliki arti yang sangat khas yakni tuhan yang maha tinggi yang dapat di percayai, orang berseru ketika mengucapkan janji atau sumpah. 11 Upacara–upacara fan nanggi atau memberi makan tuhan langit dilakukan oleh tokoh tertentu yang disebut mon atau dukun. Orang Biak dapat melakukan upacara-upara fan nanggi apabila terjadi situasi kritis, orang kehabisan atau kekurangan makanan pada waktu kemarau panjang, wabah penyakit dan yang serupa dengan itu. Selain itu juga orang Biak dapat melakukan upacara fan nanggi apabila situasi dalam keadaan sejahtera, mendapatkan makanan yang berlimpah, hendak melaksanakan perjalanan jauh. Sebelum upacara fan nanggi dilaksanakan orang lebih dulu meletakkan alat penangkapan ikan dan alat pertanian, kemudian mon mempersembahkan makanan di atasnya dan disamping makanan itu, mon berdiri dengan tangan terbuka menyerukan nanggi, kalau mon merasakan tangannya bergetar, maka itu berarti nanggi telah turun dan nanggi akan memberikan petunjuk-petunjuk tentang 10 Ibid. 11 Wawancara dengan Bpk. Elon Korwa Tokoh Masyarakat Biak-Numfor, pada tanggal 19 April 2012. 7 peristiwa yang akan terjadi dengan melalui perantaraan itu. Petunjuk-petunjuk tersebut berupa ramalan-ramalan tentang baik dan buruknya nasib seseorang dimasa yang akan datang, selain itu alat-alat pertanian yang berada ditempat upacra itu pun di berkati oleh sang nanggi. Di samping kepercayaan orang Biak kepada sang tuhan langit, ada juga kepercayaan terhadap dunia orang mati, praktek-praktek magis. 12 Selain itu orang Biak juga mempercayai serta menghayati cerita suci atau mitologi yakni mengenai manarmakeri dan koreri. Manarmakeri merupakan tokoh karismatik orang Biak yang menjanjikan koreri kepada orang Biak namun orang-orang Biak tidak mengidahkan apa yang telah disampaikan oleh manarmakeri, sehingga manarmakeri marah dan berangkat kearah barat dan berjanji akan kembali suatu saat membawa kehidupan yang berkelimpahan. Gerakan koreri ini timbul di biak dalam beberapa gelombang tahun yakni pada tahun 1906, 1920, 1921, 1923, 1926,1927, 1928, 1938, 1942 dan 1960. Pada tahun 1938 gerakan inilah yang menentang penjajahan Belanda, gerakan koreri yang terjadi pada tahun 1938 adalah gerakan yang dipimpin oleh Angganita Manufandu di pulau insumbabi sebelah selatan Supiori, sedangkan gerakan yang terjadi pada tahun 1942 adalah gerakan yang menentang penjajahan Jepang, gerakan ini berpusat di Mansuam, Biak Selatan dan di pimpin oleh Stevanus Simopiaref. 13 Setelah tanggal 5 Februari 1955 injil dibawah oleh Ottow dan Geissler mendarat di pulau Mansinam, dan kedua pendeta inilah yang menyebarkan agama Kristen di pulau Mansinam dan sekitarnya. Dengan berjalannya waktu dan usaha penginjilan yang dilakukan oleh zending terutama kedua rasul tersebut mulai tersebar ke seluruh tanah papua termasuk Biak. Di Biak injil di bawah oleh Guru Petrus Kafiar, seorang yang berasal dari Maudori. 12 Ibid. 13 Ibid. 8 Yang ketika itu terjadi penyerangan di kampungnya Maudori, Petrus Kafiar lalu ditangkap dan dijadikan budak di Korido, dari Korido Petrus Kafiar kemudian di bawah ke Mansinam untuk dijual kepada para zending. Petrus Kafiar lalu belajar di Mansinam dan disekolahkan di Depok, sekembalinya Petrus Kafiar dari Depok, ia mendapat tugas mulia yaitu kembali ke kampung halamannya untuk menyebarkan agama Kristen. Pada tanggal 26 April 1908 Petrus Kafiar tiba di kampung halamannya dan menjadi guru injil dikampung halamannya, semenjak saat itu orang-orang Biak lambat-laun mulai menjadi Kristen. 14 A.5 Nama dan Latar Belakang Sejarah Biak-Numfor Saat melakukan wawan cara dengan Bapak Spenyel Rumbiak, beliau mengatakan bahwa pada waktu pemerintah Belanda berkuasa di daerah Papua hingga awal tahun 1960-an nama yang dipakai untuk menamakan Kepulauan Biak-Numfor adalah Schouten Eilanden, menurut nama orang Eropa pertama berkebangsaan Belanda, yang mengunjungi daerah ini pada awal abad ke 17. Nama-nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-laporan tua untuk penduduk dan daerah kepuluan ini adalah Numfor atau Wiak. Fonem w pada kata wiak sebenarnya berasal dari fonem v yang kemudian berubah menjadi b sehingga muncullah kata Biak seperti yang digunakan sekarang. Dua nama terakhir itulah kemudian digabungkan menjadi satu nama yaitu Biak-Numfor, dengan tanda garis mendatar di antara dua kata itu sebagai tanda penghubung antara dua kata tersebut, yang dipakai secara resmi untuk menamakan daerah dan penduduk yang mendiami pulau-pulau yang terletak di sebelah utara Teluk Cenderawasih itu. Dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan nama Biak saja yang mengandung pengertian yang sama juga dengan yang disebutkan di atas. 15 14 Ibid. 15 Wawancara dengan Bpk. Spenyel Rumbiak Sekretaris Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor, pada tanggal 17 April 2012 9 Menurut Bapak Korwa, kata Biak secara resmi dipakai sebagai nama untuk menyebut daerah dan penduduknya yaitu pada saat dibentuknya lembaga kainkain karkara Biak pada tahun 1947. Lembaga tersebut merupakan pengembangan dari lembaga adat kainkain karkara mnu yaitu suatu lembaga adat yang mempunyai fungsi mengatur kehidupan bersama dalam suatu komnunitas yang disebut mnu atau kampung. Penjelasan lebih luas tentang kedua lembaga itu diberikan pada pokok yang membicarakan organisasi kepemimpinan di bawah. Nama Numfor berasal dari nama pulau dan golongan penduduk asli Pulau Numfor. Penggabungan nama Biak dan Numfor menjadi satu nama dan pemakaiannya secara resmi terjadi pada saat terbentuknya lembaga dewan daerah di Kepulauan Schouten yang diberi nama Dewan daerah Biak-Numfor pada tahun 1959. 16 Dalam tulisan ini saya menggunakan nama Biak-Numfor untuk menyebut daerah geografisnya dan daerah administrasi pemerintahannya. Nama Biak digunakan untuk menyebut bahasa dan orang yang memeluk kebudayaan Biak yang bertempat tinggal di daerah Kepulauan Biak-Numfor sendiri maupun yang bertempat tinggal di daerah-daerah perantauan yang terletak di luar kepulauan tersebut. Selanjutnya menurut hasil wawancara dengan Bapak Apolos Sroyer, yang juga memiliki jabatan sebagai Ketua Dewan Adat mengatakan bahwa, tentang sejarah orang Biak, baik sejarah asal usul maupun sejarah kontaknya dengan dunia luar, tidak diketahui banyak karena tidak tersedia keterangan tertulis. Satu-satunya sumber lokal yang memberikan keterangan tentang asal-usul orang Biak seperti halnya juga pada suku-suku bangsa lainnya di Papua, adalah mite. Menurut mite moyang orang Biak berasal dari satu daerah yang terletak di sebelah timur, tempat matahari terbit. Moyang pertama datang ke daerah 16 Wawancara dengan Bpk. Elon Korwa Tokoh Masyarakat Biak-Numfor, pada tanggal 26 April 2012. 10 kepulauan ini dengan menggunakan perahu. Ada beberapa versi ceritera kedatangan moyang pertama itu. Salah satu versi mite itu menceriterakan bahwa moyang pertama dari orang Biak terdiri dari sepasang suami isteri yang dihanyutkan oleh air bah di atas sebuah perahu dan ketika air surut kembali terdampar di atas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh kedua pasang suami isteri itu Sarwambo. Bukit tersebut terdapat di bagian timur laut Pulau Biak di sebelah selatan kampung Korem sekarang. Dari bukit sarwambo, moyang pertam itu bersama anak-anaknya berpindah ke tepi Sungai Korem dan dari tempat terakhir inilah mereka berkembang biak memenuhi seluruh Kepulauan Biak-Numfor. 17 Kontak orang Biak dengan orang luar itu terjadi terutama melalui hubungan perdagangan dan ekspedisi-ekspedisi perang. Bukti terlihat pada adanya pemukiman- pemukiman orang Biak yang sampai sekarang dapat dijumpai di berbagai tempat seperti tersebut di atas. Rupanya pada masa sebelum kedatangan orang Eropa di Kepulauan Maluku dan daerah Papua awal abad ke-16, orang Biak telah menjelajah ke berbagai wilayah Indonesia lainnya baik melalui ekspedisi-ekspedisi perdagangan dan perang yang dilakukan oleh orang-orang Biak sendiri maupun bersama dengan sekutu-sekutunya, misalnya dengan Kesultanan Tidore atau dengan Kesultanan Ternate. Kejayaan orang Biak untuk melakukan berbagai ekspedisi itu menghilang pada akhir abad ke-15. Tidak lama sebelum kedatangan orang Eropa pertama di kawasan Maluku dan Kepulauan Raja Ampat pada awal abad ke- 16. 18 17 Wawancara dengan Bpk. Apolos Sroyer Ketua Dewan Adat Masyarakat Biak-Numfor, pada tanggal 27 April 2012. 18 J.R. Mansoben, “Nama dan Latar Belakang Sejarah” dalam http:www.biakkab.go.iddefault.php?dir=pagesfile=mainhal=sejarah , diunduh pada tanggal 30 Mei 2012, pukul 14.42 WIB. 11

B. Deskripsi tentang Makna Piring sebagai Mas Kawin dalam Masyarakat Adat Biak- Numfor