Sistematika Pembahasan SINKRETISME AJARAN JAWA DAN ISLAM PADA TOKOH SYEKH SITI JENAR

BAB II SYEKH SITI JENAR DAN KONTROVERSINYA

A. Biografi Syekh Siti Jenar

Diperkirakan Syekh Siti Jenar dilahirkan pada tahun 1426 dilingkungan pakuwunan Cirebon Keraton Cirebon sekarang. Orang tuanya bernama bernama Syekh Datuk Sholeh bin Syekh ‘Isa Alawi bin Ahmadsyah Jamaludin Husain bin Syekh ‘Abdullah Khannuddin bin Syekh Sayid ‘Abdul Malik al-Qazam yang merupakan salah satu keturunan ulama terkenal Syekh ‘Isa al-Muhajir al- Bashari Al-‘Alawi, yang semuanya keturunannya bertebaran di berbagai penjuru dunia untuk mendakwahkan agama Islam. Jika diruntut sampai ke atas silsilah Syekh Siti Jenar berpuncak pada Sayidina Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah. Pada masa kecil, Syekh Siti Jenar bernama San Ali. Nama tersebut diberikan oleh bapak tiri Syekh Siti Jenar yaitu Ki Danusela yang beragama hindu. Hal ini karena sesungguhnya ketika masih bayi, Syekh Siti Jenar sudah menjadi yatim. Selain Ki Danusela, Syekh Siti Jenar juga diasuh oleh Ki Samadullah alias Pangeran Walangsungsang yang merupan penasehat Ki Danusela yang berguru kepada Syekh Datuk Kahfi di Cirebon. Syekh Datuk Kahfi inilah yang juga kemudian menjadi guru Syekh Siti Jenar. Syekh Datuk kahfi yang nyatanya masihh merupakan salah satu sepupu Syekh Siti Jenar dari kakek yang sama kemudian mendidik Syekh Siti Jenar pada usia lima tahun di padepokan yang diasuhnya yaitu Padepokan Giri Amparan Jati. Di situlah Syekh Siti Jenar dididik berbagai macam ilmu agama seperti Nahwu, Sharaf, Balaghah, Ilmu Tafsir, musthalah hadits, ushul fiqih, dan manthiq. Di padepokan tersebut Syekh Siti Jenar adalah santri generasi kedua. Sedangkan yang ketiga salah satunya ialah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Setelah menimba ilmu selama lima belas tahun di Padepokan Amparan Jati, ia bertekad untuk keluar pondok, dan mulai berniat untuk mendalami kerohanian sufi. Sebagai titik pijaknya, ia bertekad untuk mencari “sangkan paran” dirinya. Tempat pertama yang ia tuju dalam pengembaraannya itu ialah Pajajaran, dimana masyarakat disana masih banyak menganut agama non Islam. Di pajajaran itulah banyak pertapa dan Ahli Hindu-Buddha. Di sanalah, Syekh Siti Jenar belajar Catur Viphala warisan Prabu Kertawijaya Majapahit. Inti dari kitab Catur Viphala ini mencakup empat pokok laku utama. Yang pertama ialah nihsprha, adalah suatu keadaan dimana tidak ada lagi sesuatu yang ingin dicapai manusia. Kedua, nirhana, yaitu seseorang tidak lagi merasakan memiliki badan, dan karenanya tidak ada lagi tujuan. Ketiga adalah niskala adalah proses rohani tinggi, ”bersatu” dan melebur dengan Dia Yang Hampa, dia yang Tak Terbayangkan, Tak Terpikirkan, Tak terbandingkan. Sehingga dalam kondisi hal ini, “aku” menyatu dengan “Aku”. Dan keempat, sebagai kesudahan dari niskala adalah nirasraya, suatu keadaan jiwa yang meninggalkan niskala dan melebur ke Parama-laukika, yang merupakan dimensi tertinggiyang bebas dari segala bentuk keadaan, tak mempunyai ciri-ciri, dan mengatasi “Aku”. Dari Pajajaran, San Ali melanjutkan pengembaraanya menuju Palembang, berguru kepada Ario Damar. Ario Damar adalah seorang putra Prabu Wijaya Parakramawardhana yang biasanya disebut Brawijaya V atau Bre Kertabumi. Ario Damar yang seorang pengamal sufi-kebatinan adalah salah satu murid Maulana Ibrahim Samarkandi, saudara ipar Ratu Darawati, Istri prabu Kertawijaya yang berasal dari negeri Campa. Setelah memeluk agama Islam Ario Damar mengganti namanya menjadi Ario Abdillah. Dari salah satu istri Ario Damar inilah yang bernama Retno Subanci, seorang