EVALUASI LIMA JENIS VARIETAS KEDELAI KELAS BREEDER SEEDTERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADAPERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BENIH

Dolly Saputra

ABSTRAK
EVALUASI LIMA JENIS VARIETAS KEDELAI KELAS BREEDER SEED
PADA CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI BENIH

Oleh
Dolly Saputra
Untuk peningkatan produksi kedelai di lahan kering dapat ditempuh dengan cara
menyediakan varietas yang adaptif atau toleran pada kondisi lingkungan setempat.
Pengembangan varietas kedelai toleran cekaman kekeringan melalui pendekatan
pemuliaan tanaman merupakan salah satu alternatif. Penanaman varietas berbagai
varieatas yang toleran di lahan kering, merupakan salah satu alternatif dalam
pengembangan dan peningkatan produksi kedelai. Metode seleksi untuk cekaman
kekeringan yang telah dikembangkan ialah perlakuan kekeringan di lapangan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan varietas kedelai yang menghasilkan
pertumbuhan dan produksi yang baik, menentukan pengaruh tingkat cekaman
air terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai, dan mengetahui apakah
pertumbuhan dan produksi yang dihasilkan berbagai varietas kedelai ditentukan
oleh kondisi cekaman air tertentu.

Penelitian dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari
Agustus 2010 sampai Maret 2011. Perlakuan disusun secara faktorial (3x5) dalam
rancangan petak terbagi (split plot) dengan tiga kelompok. Petak utama adalah

Dolly Saputra
cekaman kekeringan yang terdiri dari 1/3 kapasitas lapang, 2/3 kapasitas lapang,
dan tanpa cekaman kekeringan. Anak petak adalah varietas yang terdiri dari
kedelai Varietas Burangrang, Kaba, Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus.
Kesamaan ragam antarperlakuan diuji dengan Uji Bartlet, sedangkan
kemenambahan model diuji dengan uji Tukey. Pengujian hipotesis diuji dengan
uji perbandingan kelas pada taraf 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) Varietas Tanggamus menghasilkan
pertumbuhan dan produksi yang baik ditunjukkan dengan jumlah daun dan jumlah
polong yang lebih baik daripada varietas lainnya; (b) cekaman kekeringan yang
semakin tinggi menurunkan pertumbuhan dan produksi ditunjukkan dengan
jumlah daun, jumlah polong, bobot polong isi, dan jumlah benih semakin
menurun; (c) Varietas Tanggamus memiliki toleransi terhadap cekaman
kekeringan yang ditunjukkan dengan menghasilkan bobot polong isi yang tinggi
pada kondisi cekaman 2/3 KL daripada varietas lainnya; Varietas Agromulyo dan
Grobogan masih toleran terhadap cekaman kekeringan 1/3 KL dan 2/3 KL yang

ditunjukkan oleh bobot polong isi dan tinggi tanaman lebih tinggi daripada
Varietas Kaba; Varietas Agromulyo masih toleran tehadap cekaman 2/3 KL yang
ditunjukkan oleh bobot polong isi dan jumlah benih lebih tinggi daripada Varietas
Grobogan.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung, Bandar Lampung pada 9 Agustus 1990 dan
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Hasyim Wahab
dan Ibu Agustinawati S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri 1 Panjang Selatan pada 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN
4 Bandar Lampung dan pada tahun 2004 melanjutkan pendidikan di SMAN 3
Bandar Lampung.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa reguler Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2007 melalui jalur PMDK (penelusuran minat
dan kemampuan). Penulis pernah tercatat sebagai anggota Persatuan Mahasiswa
Agroteknologi (PERMA AET) tahun 2008/2009 dan menjadi asiten dosen untuk
mata kuliah Teknologi Benih tahun 2008/2009, mata kuliah pembiakan vegetatif
2010/2011. Pada tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan Praktik Umum di PTPN
7 unit usaha Rejosari Natar Lampung Selatan, Lampung.


Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,
kupersembahkan karya kecilku sebagai tanda hormat, cinta, dan baktiku kepada
almarhum Papa Hasyim Wahab dan Mama Agustinawati serta Adik-adiku Bimo
Dwi Patra dan M. Tri Akbar yang selalu menyayangiku dan mendo’akanku
kemarin, sekarang, dan untuk selamanya, serta almamater tercinta.

Harta akan berkurang jika dibelanjakan sedangkan ilmu pengetahuan
akan bertambah bila dibagi-bagikan
(Ali bin Abu Thalib).
Tidak penting seberapa lambat Anda berjalan, selama Anda tidak
berhenti (Confucius).
Walk on.. Walk on... With hope in your heart..
And you’ll never walk alone...
(Rodgers dan Hammerstein).

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. atas anugerah, dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan diselesaikannya skripsi ini maka penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:
1.

Bapak Dr. Paul Benyamin Timotiwu, M.S., atas ide, saran, bimbingan,
nasehat, kritik, arahan, koreksi, dan perhatian yang diberikan kepada penulis
selama melakukan penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi.

2.

Ibu Ir. Ermawati, M.S., atas saran, bimbingan, nasehat, kritik, arahan,
koreksi, dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama melakukan
penelitian dan dalam rangka penyelesaian skripsi.

3.

Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., atas saran, nasehat, kritik, arahan, koreksi, dan
perhatian yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan
dalam rangka penyelesaian skripsi.

4.


Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya
Pertanian dan Pembimbing Akademik Fakultas Pertanian Universitas
Lampung atas saran dan koreksi kepada penulis.

5.

Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran dan
bimbingannya.
i

6.

Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.

7.

Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan kasih sayang, waktu,

semangat, dan perhatiannya kepada penulis.

8.

Heru Septiadi S.P., Juhanda, Lukas Hadinata Purba S.P., Andi Triyanto S.P.,
Widiya Wirawan S.P., yang telah memberikan saran, motivasi, waktu, dan
perhatian kepada penulis.

9.

Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 22 September 2014

Dolly Saputra

ii


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

ix

I. PENDAHULUAN ...................................................................................

1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ......................................................

1

1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................


6

1.3 Landasan Teori ...........................................................................

6

1.4 Kerangka Pemikiran ...................................................................

10

1.5 Hipotesis .....................................................................................

13

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

14

2.1 Varietas Kedelai .........................................................................


14

2.2 Peranan Air dalam Tanaman ......................................................

15

2.3 Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan ......................

17

BAHAN DAN METODE .................................................................

21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................

21

3.2 Bahan dan Alat ...........................................................................


22

3.3 Metode Penelitian .......................................................................

22

3.4 Pelaksanaan Penelitian ...............................................................

24

3.5 Pengamatan ................................................................................

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................

28

4.1 Tinggi Tanaman ........................................................................


28

4.2 Jumlah Daun .............................................................................

29

II.

III.

4.3 Jumlah Polong ...........................................................................

32

4.4 Bobot Polong Isi ........................................................................

32

4.5 Jumlah Benih .............................................................................

39

4.6 Bobot 100 Butir .........................................................................

39

4.7 Pembahasan ...............................................................................

42

KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................

48

5.1 Kesimpulan ................................................................................

48

5.2 Saran ...........................................................................................

49

PUSTAKA ACUAN ..................................................................................

50

LAMPIRAN ...............................................................................................

53

V.

Tabel 10—34 .................................................................................... 54—82

iv

VAFTAR TABEL
Tabel
1. Produksi kedelai di Indonesia tahun 2000—2013.

Halaman
………….…....

2. Koefisien perbandingan kelas dari pertanyaan yang disusun.

2

........

22

3. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman lima
varietas kedelai. ..............................................................................

30

4. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah daun lima
varietas kedelai. ...............................................................................

31

5. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong lima
varietas kedelai. ...............................................................................

33

6. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot polong isi lima
varietas kedelai. ..............................................................................

37

7. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah benih lima
varietas vedelai. ..............................................................................

40

8. Data nilai pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman lima
varietas kedelai. ..............................................................................

53

9. Uji homogenitas tinggi tanaman lima varietas kedelai.

.................

54

10. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap
tinggi tanaman lima varietas kedelai. .............................................

55

11. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap
tinggi tanaman lima varietas kedelai. ..............................................

56

12. Data pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah daun lima
varietas kedelai. ..............................................................................

58

13. Uji homogenitas tinggi tanaman lima varietas kedelai.

59

...................

v

14. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap
jumlah daun lima varietas kedelai. ..................................................

60

15. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap
jumlah daun lima varietas kedelai. ...................................................

61

16. Data pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong
tanaman lima varietas kedelai. .......................................................

62

17. Uji homogenitas jumlah polong lima varietas kedelai. ...................
.
18. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap
jumlah polong lima varietas kedelai. ..............................................

64

19. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap
jumlah polong lima varietas kedelai. ................................................

65

20. Data pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot polong isi
lima varietas kedelai. ......................................................................

66

21. Uji homogenitas bobot polong isi lima varietas kedelai. ..........…..
.
22. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap
bobot polong isi lima varietas kedelai. ..........................................

63

67
68

23. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap
bobot polong isi lima varietas kedelai.................................................

69

24. Data pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah benih lima
varietas kedelai. ..............................................................................

72

25. Uji homogenitas jumlah benih lima varietas kedelai.

.............…...

73

26. Hasil analisis ragam pengaruh cekaman kekeringan terhadap
jumlah benih isi lima varietas kedelai. ............................................

74

27. Hasil analisis pebandingan kelas cekaman kekeringan terhadap
jumlah benih isi lima varietas kedelai. .............................................

75

28. Deskripsi varietas Burangrang. ........................................................

76

29. Deskripsi varietas Kaba.

78

..................................................................

30. Deskripsi varietas Agromulyo.

........................................................

79

31. Deskripsi varietas Grobogan. ...........................................................

80

32. Deskripsi varietas Tanggamus. ........................................................

81
vi

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1. Tata letak percobaan di lapangan. ...................................................

23

2. Daya berkecambah benih lima varietas kedelai terhadap
cekaman kekeringan. .....................................................................

31

3. Bobot 100 butir benih lima varietas kedelai terhadap cekaman
kekeringan. ......................................................................................

41

4. Bobot 100 butir benih lima varietas kedelai. ..................................

42

5. Bobot 100 butir benih pada kondisi cekaman kekeringan. .............

42

i

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan
kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai
gizi tinggi khususnya protein yang bersumber dari nabati, salah satunya adalah
kedelai. Kebutuhan kedelai berkembang pesat seiring dengan perkembangan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berminat pada makanan berprotein
nabati rendah kolesterol, berkembangnya usaha pertanian, dan sebagai bahan baku
industri.
Kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2 juta ton per tahun, tetapi hanya 20
sampai 30 persen saja dari kebutuhan tersebut yang dapat dipenuhi oleh produksi
dalam negeri, sementara kekurangannya 70 sampai 80 persen bergantung pada
impor. Ketergantungan terhadap Impor yang tinggi membuat instansi terkait sulit
untuk mengontrol harga kedelai (BPS, 2013).
Data produksi kedelai, luas panen, dan produktivitas kedelai tahun 2000--2013
dapat dilihat pada Tabel 1.

2

Tabel 1. Produksi kedelai di Indonesia tahun 2000—2013.
Tahun

Luas Panen (ha)

Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton)

2000

824.484

12,34

1,017,634

2001

678.848

12,18

826,932

2002

544.522

12,36

673,056

2003

526.796

12,75

671,600

2004

565.155

12,80

723,483

2005

621.541

13,01

808,353

2006

580.534

12,88

747,611

2007

459.116

12,91

592,534

2008

590.956

13,13

775,710

2009

722.791

13,48

974,512

2010

672.242

13,46

905,015

2011

622.254

13,68

851,286

2012

567.624

14,85

843,153

2013

550.797

14,16

780,163

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014).
Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan komoditas pertanian pokok di
Indonesia. Kedelai digunakan sebagai bahan makanan manusia, pakan ternak,
bahan baku industri, dan bahan baku penyegar. Kedelai juga sebagai komoditas
ekspor berupa minyak nabati, pakan ternak, dan lain lain di berbagai negara di
dunia (Rukmana dan Yuyun, 1996).
Menurut Hamim (2007), peningkatan produksi pertanian di Indonesia termasuk
kedelai dilakukan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi.
Dalam usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan pertanian akan bergeser dari
lahan yang subur ke lahan-lahan marginal. Lahan marginal di Indonesia terdiri

3
atas lahan kering, lahan salin, gambut, dan lahan-lahan lain yang memiliki tingkat
produksi yang rendah. Indonesia memiliki lahan kering yang cukup luas
dibandingkan dengan lahan berpengairan dan cukup potensi bagi pengembangan
tanaman palawija seperti kedelai. Lahan kering di Indonesia masih cukup luas
bagi pengembangan areal pertanian termasuk perluasan areal kedelai. Luas lahan
kering yang terdapat di Pulau Sumatera sekitar 5 juta ha dan lahan terlantar sekitar
2,5 juta ha yang didominasi oleh lahan masam.
Definisi lahan kering yang diberikan oleh Soil Survey Staffs (1998 dalam Haryati
2002) bahwa hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air
selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Menurut Rismaneswati
(2006), permasalahan utama yang ditemui di lahan kering adalah masalah
ketersediaan air terutama pada saat musim kemarau dan ketersediaan hara.
Kendala kekurangan air terutama pada musim kemarau sering menyebabkan
tejadinya cekaman kekeringan yang mengakibatkan rendahnya produksi kedelai.
Masalah cekaman air akan berpengaruh terhadap berkurangnya kelarutan dan
serapan hara yang akan berdampak pada partumbuhan dan produksi tanaman
(Hanum , 2007).
Menurut Setyobudi et al. (2004 dalam Farid, 2006), kekurangan air pada jaringan
tanaman meskipun hanya beberapa saat dapat mengganggu pertumbuhan dan hasil
tanaman. Kekeringan akan mempengaruhi semua proses metabolisme tanaman.
Kekeringan merupakan faktor yang berhubungan dengan keseimbangan air yang
tersedia bagi tanaman yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman.

Pada tanaman sayuran, cekaman terjadi pada potensial air berkisar -0,5 MPa.

4

Untuk tanaman pangan dan hijauan ternak, pertumbuhan yang baik masih dapat
terjadi pada kondisi potensial air mendekati -1,6 MPa. Cekaman -0,06 MPa pada
kedelai dilaporkan telah menghambat proses perkecambahan benih (Heatherly and
Russel, 1979 dalam Widoretno, 2002).
Menurut Sasli (1994), faktor kekeringan pada tanaman merupakan salah satu
masalah utama bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Kekeringan
dapat memberikan pengaruh yang cukup berarti dan dampaknya bisa menjadi
permanen bila tidak diatasi dengan segera. Khusus dalam mengatasi ketersediaan
air dan antisipasi terhadap musim kering yang berkepanjangan di lahan-lahan
yang bermasalah dengan ketersediaan air, diperlukan suatu manajemen atau
pengelolaan air yang baik. Menurut Hidayat (2001 dalam Rahayu, 2008),
kekeringan pada tanaman kedelai menyebabkan efek fisiologis berupa tekanan
pertumbuhan dan produksi. Cekaman kekeringan merupakan salah satu kendala
pada budidaya kedelai. Air merupakan faktor pembatas pertanaman kedelai.
Masa kritis tanaman kedelai terhadap kekurangan air adalah pada masa
pembungaan dan pengisian polong atau biji. Cekaman kekeringan yang terjadi
selama pembungaan mengakibatkan meningkatnya jumlah bunga dan polong
muda yang gugur. Kondisi kekeringan berlanjut ke periode pembentukan dan
pengisian polong atau biji mengakibatkan berkurangnya hasil yang disebabkan
oleh menurunnya jumlah polong per tanaman (Suyamto, 2004 dalam Farid,
2006).

Sloane et al. (1990 dalam Agung, 2004) menyatakan bahwa cekaman air pada

5

masa generatif, misalnya pada saat pengisian polong akan menurunkan produksi.
Tanaman kedelai yang mengalami defisit air, akan mengakibatkan translokasi
fotosintat ke biji akan terhambat sehingga biji yang dihasilkan akan lebih kecil
dari ukuran normalnya.
Pada Varietas Burangrang, Kaba, Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus yang
mengalami cekaman kekeringan akan menghasilkan produksi benih yang berbeda
antarvarietasnya seperti ukuran benih. Kramer (1980 dalam Arabi, 2004)
menyatakan bahwa potensi genetik akan berbeda pada masing masing tanaman.
Jenis tanaman atau varietas mempunyai potensi genetik yang baik akan
memberikan hasil yang baik, terutama bila kondisi fakior lingkungan dapat
memberikan modifikasi dan fungsi yang baik terhadap tanaman.
Untuk peningkatan produksi kedelai di lahan kering dapat ditempuh dengan cara
menyediakan varietas yang adaptif atau toleran pada kondisi lingkungan setempat.
Pengembangan varietas kedelai toleran cekaman kekeringan melalui pendekatan
pemuliaan tanaman merupakan salah satu alternatif prospektif. Penanaman
varietas kedelai yang toleran di lahan kering, merupakan salah satu alternatif
dalam pengembangan dan peningkatan budidaya dan pertanaman kedelai. Upaya
tersebut dapat dilakukan jika tersedia sumber genetika dan metode seleksi yang
efektif. Metode seleksi untuk cekaman kekeringan yang telah dikembangkan
ialah perlakuan kekeringan di lapangan (Sloane et al., 1990, dalam Widoretno,
2002).

6
Dalam penelitian ini, solusi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dapat
didekati melalui metode pemberian cekaman kekeringan pada lima varietas
kedelai yang berbeda yaitu dengan cara pengaturan pemberian air pada masingmasing varietas kedelai berdasarkan jumlah air yang diberikan hingga tanaman
berproduksi.
Berdasarkan latar belakang dan masalah, perlu dilaksanakan suatu penelitian
untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai
berikut:
(1) Varietas kedelai manakah menghasilkan pertumbuhan dan produksi benih
yang baik?
(2) Bagaimanakah pengaruh tingkat cekaman air terhadap pertumbuhan dan
Produksi benih?
(3) Apakah pertumbuhan dan produksi benih yang dihasilkan berbagai varietas
kedelai ditentukan oleh kondisi cekaman air tertentu?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
(1) Menentukan varietas kedelai yang menghasilkan pertumbuhan dan produksi
benih yang baik.
(2) Menentukan pengaruh tingkat cekaman air terhadap pertumbuhan dan
produksi benih kedelai.
(3) Mengetahui apakah pertumbuhan dan produksi benih yang dihasilkan
berbagai varietas kedelai ditentukan oleh kondisi cekaman air tertentu.

1.3 Landasan Teori

7

Air merupakan faktor utama yang sangat penting dalam mendukung kegiatan
fisiologi tanaman. Air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses
fotosintesis dan dalam proses-proses hidrolik. Air juga merupakan pelarut garamgaram, gas-gas, dan material-material yang bergerak ke dalam tumbuhan melalui
dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan
sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata serta
kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).
Pengaruh cekaman kekeringan pada tanaman kedelai beragam bergantung pada
varietas, besar dan lamanya cekaman, dan masa pertumbuhan tanaman. Karakter
morfologi atau fenotipik yang umum untuk menduga tingkat toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan dapat diketahui dengan mengamati perkembangan
perakaran yang dapat digunakan untuk membedakan tanaman yang tahan atau
tanaman peka (Vallejo dan Kelly, 1998 dalam Hanum, 2007).
Turner (1990 dalam Hamim, 1996) menyatakan bahwa toleransi tanaman terhadap
cekaman kekeringan dapat melalui beberapa mekanisme yaitu melepaskan diri
dari cekaman kekeringan, bertahan terhadap kekeringan dengan tetap
mempertahankan potensi air yang tinggi dalam jaringan atau yang biasa dikenal
sebagai mekanisme menghindar dari kekeringan dan bertahan terbadap
kekeringan dengan potensi air jaringan yang rendah.

Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media

8

tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi
tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Islami dan
Utomo, 1995).
Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada
daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan pada
akhirnya akan mengurangi laju fotosintesis. Penutupan stomata merupakan faktor
yang sangat penting dalam perlindungan mesophyta terhadap cekaman air yang
berat (Fitter dan Hay, 1994).
Penggunaan benih bermutu merupakan kunci sukses pertama dalam usaha tani
kedelai. Syarat benih bermutu adalah murni dan diketahui nama varietasnya,
memiliki daya tumbuh yang tinggi (>85%) dan vigor baik (Balai Penelitian
Kacangkacangan dan Umbi-umbian Malang, 2007). Varietas kedelai yang
digunakan yaitu varietas Burangrang, kaba, Agromulyo, Grobogan, dan
Tanggamus merupakan varietas unggul kedelai yang telah dipakai oleh petani,
setiap varietas kedelai secara genetik mempunyai kemampuan yang berbeda
untuk bertahan pada cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan selama periode pengisian polong di lapang menurunkan
hasil 55% (Soegiyatni dan Suyamto, 2000 dalam Azra, 2010). Masalah
kekeringan (drought tolerance) dalam budidaya kedelai merupakan salah satu
faktor pembatas utama produksi sehingga diperlukan suatu varietas yang

mempunyai kemampuan untuk hidup dan berfungsi secara metabolis pada

9

cekaman tersebut. Ketahanan suatu tanaman terhadap kekeringan merupakan
suatu fenomena yang kompleks baik dalam fisiologi dan genetiknya. Gen-gen
yang terinduksi pada keadaan cekaman dibagi atas dua fungsional group yaitu gen
yang langsung melindungi tanaman terhadap cekaman lingkungan dan gen yang
terlibat dengan regulasi dan signal transduksi sebagai respon terhadap cekaman
lingkungan (Gao, 2003 dalam Azra, 2010).
Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada
tingkat cekaman yang dialami dan jenis atau kultivar yang ditanam. Pengaruh
awal tanaman yang mendapat cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap
pembukaan stomata daun yang kemudian berpengaruh besar terhadap proses
fisiologis dan metabolisme dalam tanaman (PennyPacker et al., 1990 dalam
Mapegau, 2006).
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan
ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman,
volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya
rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan
laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi
aktivitas enzim dan hormon, dan perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Pengaruh cekaman kekeringan pada tanaman kedelai beragam bergantung
pada varietas, besar dan lama cekaman, dan fase pertumbuhan. Tanaman kedelai
memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya. Pada kondisi kelebihan air
dan kekeringan, tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Periode kritis tanaman

kedelai terhadap kekeringan mulai pada saat pembentukan bunga hingga

10

pengisian biji (fase reproduktif) (Hendy, 2009).
Karakter morfologi atau fenotipik untuk menduga tingkat toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan dapat diketahui dengan mengamati perubahan
struktur yang mengarah kepada bentuk yang menghindarkan tanaman dari bahaya
cekaman, misalnya perkembangan sistem perkaran, perubahan bentuk daun,
mekanisme penutupan stomata daun dan sebagainya, yang dapat digunakan untuk
membedakan tanaman yang tahan atau tanaman peka (Hamim, 1996).
Cekaman kekeringan yang terjadi pada saat pertumbuhan generatif, misalnya saat
pengisian polong, akan menurunkan produksi. Kekeringan dapat juga
menurunkan bobot biji, sebab bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang
diberikan dalam musim tanam (Scott et al., 1987 dalam Agung, 2004).
Diduga respon berbagai varietas tanaman kedelai selama fase vegetatif dan
generatif sangat tergantung pada kondisi cekaman kekeringan. Varietas
Burangrang, kaba, Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus dalam kondisi
cekaman kekeringan akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang berbeda
satu sama lain, hal ini karena respon dari masing masing varirietas terhadap
cakaman kekeringan yang diberikan akan berbeda satu sama lain Menurut
Schmidt (dalam Suita, 2008),
1.4 Kerangka Pemikiran
Selama siklus hidup tanaman, air difungsikan mulai dari perkecambahan sampai
panen. Pada proses perkecambahan air masuk ke dalam benih melalui hilum. Air

masuk ke dalam benih disebabkan nilai potensial air di dalam tanah lebih tinggi

11

daripada nilai potensial di dalam benih. Akibat pengkondisian cekaman
kekeringan, air yang terserap tidak maksimal mengakibatkan fungsi air dalam
perkecambahan tidak maksimal yaitu untuk mengaktifkan enzim-enzim hidrolitik
dan merombak cadangan makanan dalam bentuk tersedia. Hal ini mengakibatkan
proses perkecambahan relatif lama. Perbedaan akan sangat terlihat pada tanaman
kedelai yang tidak diaplikasikan cekaman kekeringan.
Pada saat vegetatif, tanaman kedelai berbagai varietas yang diaplikasikan
cekaman kekeringan akan mengakibatkan menurunnya air dalam jaringan
tanaman yang akan mempengaruhi pengaturan fisiologis tanaman, yakni
penutupan stomata dan serapan CO2 bersih, yang terjadi pada daun berjalan tidak
normal secara bersamaan. Proses asimilasi karbon akan menurun sebagai akibat
dari berkurangnya CO2 pada kloroplas dan penutupan stomata. Dengan
menurunnya air, dan CO2 senyawa organik yang disintesis tanaman akan
menurun. Hasil sintesis ini dimanfaatkan dalam proses pembelahan sel di seluruh
jaringan tanaman, penambahan ukuran sel, dan peningkatan pasokan bahan
organik dalam sel, akan tetapi hasil sintesis senyawa organik yang tidak maksimal
mengakibatkan pertumbuhan akan terhambat yaitu akan menghambat tinggi
tanaman dan pembentukan daun. Pada saat generatif tanaman kedelai yang
mengalami cekaman kekeringan akan berakibat terhambatnya pembentukan bunga
pada kedelai, banyaknya bunga yang gugur, terhambatnya proses pembentukan
polong, dan proses pengisian biji kedelai. Dengan demikian benih yang
dihasilkan akan mengalami penurunan kandungan cadangan makanan sehingga
akan mengalami bobot 100 butir.

Tiap jenis varietas kedelai yang digunakan yaitu Varietas Burangrang, Kaba,

12

Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus; secara genetik mempunyai sifat dan
kemampuan yang berbeda antar satu sama lain untuk beradaptasi terhadap setiap
lingkungan tempat hidup. Adanya perbedaan potensi genetik masing-masing
varietas kedelai akan menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong,
bobot polong, jumlah benih, kemampuan bobot 100 butir yang berbeda sesuai
dengan lingkungan tempat hidupnya saat penanaman dan kemampuan setiap
varietas untuk beradaptasi pada tempat hidupnya.
Adanya kekurangan air akibat cekaman air yang diaplikasikan pada Varietas
Burangrang, kaba, Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus akan menyebabkan
respon yang berbeda pada setiap varietas kedelai. Akibat cekaman kekeringan
menyebabkan turgor sel tanaman kedelai menurun dan berakibat menurunnya
proses fisiologis. Jumlah pembukaan stomata yang menurun menyebabkan
tingginya laju kehilangan air yang diikuti dengan penutupan stomata. Penutupan
stomata ini menyebabkan serapan CO2 menurun pada daun. Asupan CO2,
ketersediaan air, dan hara yang larut menyebabkan menurunnya laju fotosintesis
serta fotosintat yang dihasilkan tanaman dan berakibat langsung pada penurunan
pembelahan dan pembesaran sel. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan pada
tanaman setiap varietas kedelai seperti tinggi tanaman dan jumlah daun. Cekaman
kekeringan yang berlanjut pada masa generatif tanaman akan berakibat
menurunkan produksi kedelai setiap varietas tersebut karena pembentukan bunga
tidak berjalan baik sehingga akan mengalami penurunanan jumlah polong per
tanaman lalu pengisian polong dipercepat sehingga mengakibatkan bobot polong
isi menurun serta penurunan jumlah benih dan bobot benih yang dihasilkan.

Varietas kedelai yang toleran terhadap cekaman kekeringan akan menghasilkan
pertumbuhan dan produksi yang baik, tetapi varietas kedelai yang tidak toleran
terhadap cekaman kekeringan mengakibatkan pertumbuhan dan produksi yang
dihasilkan rendah.
1.5 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
(1) Terdapat varietas yang toleran dan tetap menghasilkan pertumbuhan dan
produksi benih yang baik.
(2) Semakin tinggi tingkat cekaman air maka akan menghasilkan pertumbuhan
dan produksi benih yang semakin rendah.
(3) Tanggapan varietas yang berbeda akan menghasilkan pertumbuhan dan
produksi benih yang berbeda pada kondisi tingkat cekaman yang berbeda.

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Varietas Kedelai
(1) Varietas Burangrang
Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil
dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal segregat
alamiah. Varietas ini dilepas tahun 1999. Varietas ini berumur 80–82 hari dengan
potensi hasil 1,6–2,5 ton/ha. Varietas ini toleran karat daun. Varietas ini
memiliki sifat tahan rebah (Balitkabi, 2011)
(2) Varietas Kaba
Varietas Kaba berasal dari silang ganda 16 tetua. Varietas Kaba dilepas pada
tahun 2001. Varietas ini berumur 85 hari dengan potensi hasil 2,13 ton/ha.
Varietas ini toleran terhadap karat daun. Varietas ini mempunyai sifat polong
tidak mudah pecah saat panen. Wilayah adaptasi varietas ini adalah lahan sawah
(Balitkabi, 2011).
(3) Varietas Agromulyo
Varietas Agromulyo berasal dari Thailand, oleh PT Nestle Indonesia pada tahun
1988 dengan nama asal Nakhon Sawan 1 varietas ini dilepas pada tahun 1998.

15
Varietas ini berumur 80–82 hari dengan potensi hasil 1,5–2,0 ton/ha. Varietas ini
toleran karat daun. Varietas ini memiliki sifat tahan rebah (Balitkabi, 2011).
(4) Varietas Grobogan
Varietas Grobogan berasal dari pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan.
Varietas Grobogan dilepas pada tahun 2008. Varietas ini berumur sekitar 76 hari
dengan potensi hasil 3,40 ton/ha. Varietas ini mempunyai sifat polong masak
tidak mudah pecah dan pada saat panen daun luruh 95–100%. Varietas Grobogan
beradaptasi baik di beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup
besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik (Balitkabi, 2011).
(5) Varietas Tanggamus
Varietas Tanggamus berasal dari hibrida (persilangan tunggal) Kerinci x No. 3911
varietas Tanggamus dilepas pada tahun 2001. Varietas ini berumur 88 hari.
Varietas ini toleran terhadap moderat karat daun. Varietas ini mempunyai sifat,
polong tidak mudah pecah saat panen. Wilayah adaptasi varietas ini adalah lahan
kering masam (Balitkabi, 2011).
2.2 Peranan Air dalam Tanaman
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman dibedakan atas lingkungan biotik dan abiotik. Pada prinsipnya
lingkungan abiotik dapat dibagi atas beberapa faktor yaitu suhu, air, cahaya,
tanah, dan atmosfir (Ismail, 1979). Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan

faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak dapat hidup tanpa air, karena

16

air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air.
Air dalam jaringan tanaman selain berfungsi sebagai penyusun utama jaringan
yang aktif mengadakan kegiatan fisiologis, juga berperan penting dalam
memelihara turgiditas yang diperlukan untuk pembesaran dan pertumbuhan sel
kekurangan air di dalam jaringan tanaman dapat disebabkan oleh kehilangan air
yang berlebihan pada saat transpirasi melalui stomata dan sel lain seperti kutikula
atau disebabkan oleh keduanya. Transpirasi lebih dari 90% terjadi melalui
stomata di daun. Selain berperan sebagai alat untuk penguapan, stomata juga
berperan sebagai alat untuk pertukaran CO2 dalam proses fisiologi yang
berhubungan dengan produksi (Kramer, 1963 dalam Lestari, 2005).
Stomata terdiri atas sel penjaga dan sel penutup yang dikelilingi oleh beberapa sel
tetangga. Mekanisme menutup dan membukanya stomata tergantung dari tekanan
turgor sel tanaman, atau karena perubahan konsentrasi karbondioksida,
berkurangnya cahaya dan hormon asam absisat (Lakitan, 1996).
Kramer (1980 dalam Haryati, 2008) menjelaskan bahwa pentingnya air bagi
tumbuh-tumbuhan yakni air merupakan bagian dari protoplasma 80--90% dari
bobot keseluruhan bagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh)
adalah air. Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting
dalam proses-proses fotosintesis dan dalam proses-proses hidrolik.
Air juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material
yang bergerak kedalam tumbuh-tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan
esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk

daun, proses membuka dan menutupnya stomata serta kelangsungan gerak

17

struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).
Menurut Harjadi (1996), air merupakan pelarut universal, air dapat melarutkan
lebih banyak substansi atau zat daripada zat cair lainnya. Air merupakan sistem
pelarut air dapat menjadi suatu medium untuk pengangkutan dalam tanah, dan air
juga diperlukan sebagai hara untuk pembentukan persenyawaan baru. Sepertiga
bobot karbohidrat dan protein berasal dari air yang disenyawakan secara kimia.
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis,
sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terusmenerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada
gilirannya tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan
perkembangannya, kadar air tanah, dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1981 dalam
Haryati, 2008).
2.3 Respons Tanaman terhadap Kekeringan
Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman
mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu media
tanam. Menurut Lakitan (1996), cekaman kekeringan pada tanaman dapat
disebabkan kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang
berlebihan oleh daun akibat laju evapotransporasi melebihi laju absorpsi air
walaupun keadaan air tanah cukup tersedia.

Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar.

18

Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air di daerah perakaran
berakibat pada aktivitas fisiologis tanaman. Mekanisme yang terjadi pada
tanaman yang mengalami cekaman kekeringan adalah dengan mengembangkan
mekanisme respon terhadap kekeringan. Pengaruh yang paling nyata adalah
mengecilnya ukuran daun untuk meminimumkan kehilangan air. Mekanisme ini
disatu pihak mempertahankan kelangsungan hidup tanaman tetapi dilain pihak
mengurangi bobot kering tanaman (Gardner et al. 1991 dalam Khaerana, 2008).
Beberapa tanaman beradaptasi terhadap cekaman kekeringan dengan cara
mengurangi ukuran stomata dan jumlah stomata. Mekanisme membuka dan
menutup stomata pada tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan sangat
efektif sehingga jaringan tanaman dapat menghindari kehilangan air melalui
penguapan (Price dan Courtois,1991; Pugnaire dan Pardos,1999 dikutip
Widoretno, 2002).
Mekanisme toleransi pada tanaman sebagai respon adanya cekaman kekeringan
meliputi kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi kekurangan air yaitu
dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus tumbuh; kemampuan
akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam; kemampuan untuk
melindungi meristem akar dari kekeringan dengan meningkatkan akumulasi
senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol atau prolin untuk osmotic
adjustmen; dan mengoptimalkan peranan stomata untuk mencegah hilangnya air
melalui daun (Nguyen et al., 1997 dalam Lestari, 2005).

Tanggapan pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung

19

fase pertumbuhan saat cekaman air tersebut terjadi. Jika cekaman air terjadi pada
fese pertumbuhan vegetatif yang cepat, pengaruhnya akan lebih merugikan
dibandingkan dengan jika cekaman air terjadi pada fese pertumbuhan lainnya.
(Islami dan Utomo, 1995).
Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami
cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan sangat
ditentukan oleh tingkat cekaman kekeringan yang dialami dan fase pertumbuhan
tanaman saat mengalami cekaman. Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering
terdapat dua macam tanggapan yang dapat memperbaiki status air yaitu tanaman
mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akar dengan
mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air
serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi dan tanaman
akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air
lewat transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990 dalam Sinaga, 2007).
Menurut Pugnaire et. al. (1999 dalam Sinaga, 2008), tanaman yang mengalami
cekaman kekeringan bergantung pada respon tanaman terhadap kekeringan
tanaman dapat yang diklasifikasikan menjadi dua yakni tanaman yang
menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman yang mentoleransi
kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan
membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia atau akuisisi air maksimum
dengan cara meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur serta posisi daun.
Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau

20
mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensitivitas
stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup
penyesuaian osmotik.
Harnowo (1993 dalam Mapegau 2006) menyatakan bahwa cekaman air
menghambat fotosintesis dan distribusi asimilat ke dalam organ reproduktif.
Proses pengisian biji dan translokasi fotosintat sangat sensitif terhadap cekaman
air, karena dapat mengurangi bobot biji kering dan ukuran biji.

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Agustus 2011 sampai dengan Maret 2012.
Penanaman kedelai dan aplikasi cekaman kekeringan ke tanah dalam polibag pada
tanaman dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu benih kedelai Varietas Burangrang, Kaba,
Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus, polibag, air, dan sampel tanah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, alat tulis, ayakan
tanah, oven, cutter, dan alat ukur, germinator, gelas ukur, polibag, dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis, rancangan perlakuan disusun sebagai rancangan faktorial. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi dalam RKTS dengan
tiga kelompok. Petak utama adalah cekaman kekeringan yang terdiri dari 1/3
kapasitas lapang, 2/3 kapasitas lapang, dan tanpa cekaman kekeringan. Anak
petak adalah varietas yang terdiri dari kedelai Varietas Burangrang, Kaba,

22
Agromulyo, Grobogan, dan Tanggamus. Kesamaan ragam antarperlakuan diuji
dengan Uji Bartlet, sedangkan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey.
Pengujian hipotesis diuji dengan uji perbandingan kelas. Pada taraf 1% dan 5%.
Koefisien perbandingan kelas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Koefisien perbandingan kelas dari pertanyaan yang disusun.
Pembanding

a1

a0

a2

b5

b1

b2

b3

b4

b5

b1

b2

b3

b4

b5

b1

b2

b3

b4

P1: a0 vs a1, a2

2

2

2

2

2

-1

-1

-1

-1

-1

-1

-1

-1

-1

-1

P2: a1 VS a2

0

0

0

0

0

1

1

1

1

1

-1

-1

-1

-1

-1

P3: b5 VS b1, b2, b3, b4

4

-1

-1

-1

-1

4

-1

-1

-1

-1

4

-1

-1

-1

-1

P4: b1 VS b2, b3, b4

0

3

-1

-1

-1

0

3

-1

-1

-1

0

3

-1

-1

-1

P5: b2 VS b3, b4

0

0

2

-1

-1

0

0

2

-1

-1

0

0

2

-1

-1

P6: b3 VS b4

0

0

0

1

-1

0

0

0

1

-1

0

0

0

1

-1

P7: P1 X P3

8

-2

-2

-2

-2

-4

1

1

1

1

-4

1

1

1

1

P8: P1XP4

0

6

-2

-2

-2

0

-3

1

1

1

0

-3

1

1

1

P9: P1 X P5

0

0

4

-2

-2

0

0

-2

1

1

0

0

-2

1

1

P10: P1 X P6

0

0

0

2

-2

0

0

0

-1

1

0

0

0

-1

1

P11: P2 X P3

0

0

0

0

0

4

-1

-1

-1

-1

-4

1

1

1

1

P12: P2 X P4

0

0

0

0

0

0

3

-1

-1

-1

0

-3

1

1

1

P13: P2 X P5

0

0

0

0

0

0

0

2

-1

-1

0

0

-2

1

1

P14 : P2 X P6

0

0

0

0

0

0

0

0

1

-1

0

0

0

-1

1

Keterangan: a1 =
a2 =
a3 =
b1 =
b2 =
b3 =
b4 =
b5 =

penyiraman 1/3 kapasitas lapang
penyiraman 2/3 kapasitas lapang
penyiraman tanpa cekaman kekeringan
Varietas Burangrang
Varietas Kaba
Varietas Agromulyo
Varietas Grobogan
Varietas Tanggamus

23
I
a2b1
a2b4
a2b2
a2b5
a2b3

II
a0b2
a0b1
a0b5
a0b3
a0b4

III
a1b2
a1b1
a1b3
a1b5
a1b4

a0b4
a0b1
a0b3
a0b5
a0b2

a1b2
a1b3
a1b5
a1b4
a1b1

a2b5
a2b3
a2b1
a2b2
a2b4

a1b1
a1b5
a1b2
a1b4
a1b3

a2b2
a2b4
a2b1
a2b3
a2b5

a0b2
a0b4
a0b5
a0b3
a0b1

Gambar 1. Tata letak percobaan di lapang.
Keterangan: a1 =
a2 =
a3 =
b1 =
b2 =
b3 =
b4 =
b5 =

penyiraman 1/3 kapasitas lapang
penyiraman 2/3 kapasitas lapang
penyiraman tanpa cekaman kekeringan
Varietas Burangrang
Varietas Kaba
Varietas Agromulyo
Varietas Grobogan
Varietas Tanggamus

3.4 Pelaksanaan Penelitian

24

1. Penetapan kapasitas lapang
Kapasitas lapang yang digunakan ditentukan dengan cara mengumpulkan tanah 10
kg secara komposit di lahan yang telah terpilih dan tanah terlebih dahulu
dikeringkan. Tanah sebanyak 10 kg yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam
polibag hitam berdiameter 50 cm kemudian disiram air sampai keluar tetesan air
pertama, penuangan air sampai tetesan pertama adalah 1,5 l sebagai kapasitas
lapang. Tanah didiamkan selama 24 jam, setelah 24 jam kadar air dihitung
dengan cara mengambil sampel tanah dari polibag yang telah didiamkan selama
24 jam sebanyak 10 g sebanyak 3 kali ulangan, kemudian tanah dikeringkan
dalam oven dengan 600C selama 24 jam. Bobot tanah yang didapatkan setelah
dioven adalah 7,5 g dengan 3 kali ulangan kemudian kadar air tanah ditentukan
dengan rumus berikut.
KA tanah (%) = bobot awal sebelum dioven – bobot akhir setelah dioven X 100%
bobot awal sampel setelah dioven
= 10,0 g -- 7,5 g X 100% = 25%
10 g
Kapasitas lapang 1/3 dan 2/3 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
KL 1/3 = 1/3 X (KL – (KL X 25%))
= 1/3 X (1,500 l – ( 1,500 l X 0,250))
= 1/3 X (1,500 l – 0,375 l)
= 1/3 X (1,125 l)
= 0,375 l

KL 2/3 = 2/3 X (KL – (KL X 25%))
= 2/3 X (1,5 l – ( 1,500 l X 0,250))
= 2/3 X (1,500 l – 0,375 l)
= 2/3 X (1,125 l)
= 0,750 l

25

Dari perhitungan di atas diperoleh kadar air tanah sebesar 25%, kapasitas lapang
1/3 didapat volume penyiraman sebesar 0,375 l; dan kapasitas lapang 2/3 sebesar
0,750 l.
2. Penyiapan media tanam
Media yang digunakan adalah tanah yang diambil dari lahan Politeknik Negeri
Lampung. Tanah diambil pada kedalaman 0—30 cm secara komposit. Tanah
diayak dengan ayakan 2 mm. Tanah sebanyak 10 kg yang telah dikeringkan,
kemudian tanah dimasukkan ke dalam polibag.
3. Aplikasi perlakuan
Tanah ditimbang sebanyak 10 kg yang telah dikeringkan dan tanah dimasukkan ke
dalam polibag kemudian diberikan cekaman air yang telah ditentukan dengan
menggunakan gelas ukur yaitu 1/3 kapsitas lapang yaitu 0,375 l; 2/3 kapasitas
lapang 0,750 l; dan 3/3 kapasitas lapang yaitu 1,500 l. Pemberian cekaman
kekeringan dilakukan secara teratur pukul 08.00 pagi.
4. Penanaman benih tanaman
Benih yang telah dipilih secara acak baik dan seragam. Benih ditanam pada
polibag yang telah berisi tanah yang sudah diaplikasikan kapasitas lapang sesuai
perlakuan lalu ditanam tiga benih kedelai. Penanaman dilakukan dengan

kedalaman sekitar 3 cm selanjutnya polibag tersebut diletakkan dalam rumah

26

kaca. Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam, bila benih tidak tumbuh.
3.5 Pengamatan
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman yang diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh, dilakukan
pada minggu keempat minggu pertama setelah tanam. Pengukuran dilakukan
dalam satuan sentimeter dan alat yang digunakan alat pengukur panjang.
2. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung dari daun yang telah membuka sempurna sedangkan daun
yang belum terbuka sempurna tidak dihitung.
3. Jumlah polong per tanaman
Pengamatan dilakukan pada saat panen dengan menghitung jumlah polong total
per tanaman.
4. Bobot polong per tanaman
Pengukuran jumlah polong dihitung dari seluruh jumlah polong yang dihasilkan,
kemudian polong terlebih dahulu dikeringkan dibawah sinar matahari lalu
ditimbang dengan timbangan ohaus sensitivitas 0,1 gram. Pengukuran dilakukan
dalam satuan gram.

5. Jumlah benih per tanaman
Jumlah benih yang dihitung dari polong tanaman kedelai pada masing-masing
varietas.
6. Bobot 100 butir
Benih dihitung sebanyak 100 butir. Sampel diambil dengan alat pembagi tepat
benih (seed devider) yang kemudian diukur bobotnya dengan timbangan ohaus
sensitivitas 0,1 gram. Pengukuran dilakukan dalam satuan gram.

27

. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Varietas Tanggamus menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang lebih
tinggi ditunjukkan dengan jumlah daun dan jumlah polong yang lebih baik
daripada varietas lainnya.
2. Cekaman kekeringan yang semakin tinggi menurunkan pertumbuhan dan
produksi ditunjukkan dengan jumlah daun, jumlah polong,bobot polong isi,
dan jumlah benih semakin menurun.
3. Varietas Tanggamus memiliki toleransi terhadap cekaman kekeringan yang
ditunjukkan dengan menghasilkan bobot polong isi yang tinggi pada kondisi
cekaman 2/3 KL daripada varietas lainnya. Varietas Agromulyo, dan
Grobogan masih toleran terhadap cekaman kekeringan 1/3 KL dan 2/3 KL
yang ditunjukkan oleh bobot polong isi dan tinggi tanaman lebih tinggi
daripada Varietas Kaba. Varietas Agromulyo masih toleran tehadap cekaman
2/3 KL yang ditunjukkan oleh bobot polong isi dan jumlah benih lebih tinggi
daripada Varietas Grobogan.

5.2 Saran

48

Berdasarakan hasil penelitian yang telah dikemukakan dapat disarankan untuk
penelitian selanjutnya untuk memakai varietas toleran cekaman kekeringan selain
varietas Tanggamus, karena varietas Tanggamus tidak sensitif terhadap cekaman
kekeringan.

PUSTAKA ACUAN
Agung, T., 2004. Analisis Efisiensi Serapan N, Pertumbuhan, dan
Hasil Beberapa Kultivar Kedelai Unggul Baru dengan Cekaman
Kekeringan dan Pemberian Pupuk Hayati. Agrosains. 6(2): 70–74.
Arabi, M. 2004. Uji Ketahanan Beberapa Varietas Kedelai terhadap Kekeringan
pada berbagai Konsentrai PolyethileGligol (PEG).http://elib.pdii.lipi.go.id/
katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/271344/11_01376.pdf.
Diunduh tanggal 18 Juni 2011.
Azra, A. 2010. Studi karakter Morfologi dan Respon Hasil Tanaman Kedela