EVALUASI VIABILITAS BENIH LIMA VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) PADA LIMA TARAF CEKAMAN OSMOTIKUM

(1)

ABSTRACT

SEED VIABILITY EVALUATION OF FIVE SOYBEAN (Glycine max [L.] Merr.) VARIETIES AT FIVE OSMOTIC STRESS LEVELS

Oleh

Sri Purwanti Agustini

Seed quality evaluation can be performed by using a PEG 6000 are known to retain water in the germination media so that the water is not available for seeds. This study aimed to: (1) Determine the soybean varieties that are resistant to high osmotic stress of the five soybean varieties were tested in air-PEG media with increasing concentrations, (2) Determine the effect of increasing PEG 6000 concentrations are given in five varieties of soybean seed viability; (3) Knowing the response of the five soybean varieties were tested against different

concentrations of PEG 6000.

This research was conducted at the Seed and Plant Breeding Laboratory Faculty of Agriculture, University of Lampung from August 2011 to October 2011. The treatment arranged in 5x5 factorial at randomized complete block design with three groups. The first factor is five varieties of soybean that is Argomulyo (V1), Burangrang (V2), Grobogan (V3), Kaba (V4), and Tanggamus (V5), whereas the second factor is five osmotikum stress level is 0% (P0), 4% (P1), 8% (P2), 12% (P3), and 16% (P4).

Data were analyzed using Bartlett's test for homogeneity range seen between treatments and Tukey test to see models of increased data. If the assumptions are met diversity analysis, data processing followed by separation of the midpoint between treatments by using power regression and class comparison test. The results showed that: (1) Of the five varieties tested, the varieties of Kaba, Tanggamus, Argomulyo, and Burangrang have a value that is different and is resistant to high osmotic stress, while Variety Grobogan is not, (2) Increasing the concentration of PEG 6000 which can be lowered viability and vigor five varieties of soybean due to the decreasing availability of water on germination media as


(2)

bound by the compound PEG 6000, (3) the five varieties showed different

responses and have a different rate of decline in each of the given concentration of PEG 6000. Kaba varieties have the highest value followed by a variety

Tanggamus, Argomulyo, Burangrang, and Grobogan.


(3)

ABSTRAK

EVALUASI VIABILITAS BENIH LIMA VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) PADA LIMA TARAF CEKAMAN OSMOTIKUM

Oleh

Sri Purwanti Agustini

Evaluasi mutu benih dapat dilakukan menggunakan PEG 6000 yang diketahui dapat menahan air pada media perkecambahan sehingga air tidak tersedia bagi benih. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menentukan varietas kedelai yang tahan pada cekaman osmotik tinggi dari kelima varietas kedelai yang diuji pada media ber-PEG dengan konsentrasi yang meningkat; (2) Mengetahui pengaruh

peningkatan konsentrasi PEG 6000 yang diberikan pada viabilitas benih kelima varietas kedelai; (3) Mengetahui tanggapan kelima varietas kedelai yang diuji terhadap konsentrasi PEG 6000 yang berbeda.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Agustus 2011 sampai dengan Oktober 2011. Rancangan perlakuan disusun secara faktorial 5x5 dalam rancangan kelompok teracak sempurna dengan tiga kelompok. Faktor pertama adalah lima varietas kedelai yaitu Argomulyo (V1), Burangrang (V2), Grobogan (V3), Kaba (V4), dan Tanggamus (V5), sedangkan faktor kedua adalah lima taraf cekaman osmotikum yaitu 0% (P0), 4% (P1), 8% (P2), 12% (P3), dan 16% (P4).

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Bartlett untuk melihat homogenitas ragam antar-perlakuan dan uji Tukey untuk melihat model kemenambahan data. Bila asumsi analisis ragam terpenuhi, pengolahan data dilanjutkan dengan pemisahan nilai tengah antarperlakuan dengan menggunakan power regresi dan uji perbandingan kelas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Dari kelima varietas yang diuji, varietas Kaba, Tanggamus, Argomulyo, dan Burangrang memiliki nilai yang tidak berbeda dan tahan terhadap cekaman osmotik tinggi sedangkan Varietas Grobogan tidak; (2) Peningkatan konsentrasi PEG 6000 yang diberikan dapat menurunkan


(4)

pada media perkecambahan karena diikat oleh senyawa PEG 6000; (3) Kelima varietas menunjukkan tanggapan yang berbeda dan memiliki laju penurunan yang berbeda pada masing-masing konsentrasi PEG 6000 yang diberikan. Varietas Kaba memiliki nilai paling tinggi diikuti dengan varietas Tanggamus, Argomulyo, Burangrang, dan Grobogan.


(5)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan sumber protein dalam nutrisi

manusia dan salah satu komoditas kebutuhan pokok masyarakat Indonesia karena kedelai adalah bahan baku pembuatan tempe, tahu, susu, yogurt, dan kecap yang telah menjadi menu sehari-hari yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Salah satu fungsi lain dari kedelai yang membuat komoditas ini menjadi sangat penting adalah kedelai dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak nabati (Copeland and McDonald, 1997). Simatupang, Marwoto, dan Swastika (2005) menyatakan bahwa perkembangan manfaat kedelai di samping sebagai sumber protein, makanan berbahan kedelai dapat dipakai sebagai penurun

kolesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Selain itu, kedelai dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kanker.

Manfaat yang banyak dari kedelai membuat kebutuhan kedelai meningkat. Peningkatan kebutuhan kedelai membuat produksi kedelai juga harus

ditingkatkan. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2012, produksi kedelai nasional pada tahun 2009 sebesar 974.512 ton, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional menurun menjadi 907.031 ton sedangkan pada tahun 2011 kembali menurun menjadi 870.068 ton. Meskipun produktivitas kedelai meningkat dari


(6)

tahun 2010 sebesar 13,73 ku/ha menjadi 13,78 ku/ha pada tahun 2011, namun produksinya masih perlu ditingkatkan demi memenuhi kebutuhan kedelai yang semakin meningkat tiap tahunnya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai nasional adalah dengan menggunakan benih kedelai yang bermutu. Benih bermutu adalah benih yang memiliki daya tumbuh tinggi dan seragam, tidak tercemar oleh benih varietas lain, bersih dari kotoran benih, dan tidak terinfeksi hama dan penyakit. Menurut Sadjad, et al. (1999), benih yang hidup harus menjanjikan tumbuhnya suatu tanaman yang dapat berproduksi. Benih

merupakan tanaman mini yang berwujud embrio yang telah siap menjadi suatu tanaman bila kondisi eksternalnya memungkinkan.

Tim Balai Penelitian Tanah Bogor tahun 2010 menyatakan bahwa, upaya

meningkatkan produksi kedelai nasional dapat ditempuh dengan tiga pendekatan yaitu 1) peningkatan produktivitas, 2) peningkatan intensitas tanam, dan 3) perluasan areal tanam. Upaya peningkatan produktivitas dapat ditempuh melalui perbaikan varietas, perbaikan teknik budidaya, dan menekan kehilangan hasil melalui perbaikan sistem panen dan pasca panen. Peningkatan intensitas tanam melalui penanaman kedelai berturut-turut ditengarai kurang baik karena ada efek alelopati terhadap tanaman kedelai berikutnya. Perluasan areal dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan suboptimal (marjinal) yang potensi luasannya sangat besar.

Lahan marjinal adalah lahan yang mempunyai potensi rendah karena memiliki faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu seperti budidaya


(7)

pertanian. Faktor pembatas pada lahan marginal dapat diatasi dengan berbagai masukan inovasi teknologi untuk memperbaiki produktivitasnya (Yuwono, 2009). Lahan marjinal dapat berupa lahan yang memiliki cekaman osmotik tinggi yang disebabkan oleh konsentrasi zat terlarut yang tinggi. Agar dapat tumbuh baik pada lahan marjinal tersebut, benih yang ditanam adalah benih yang berasal dari varietas-varietas unggul kedelai yang toleran terhadap cekaman osmotik tinggi.

Basoeki (2003) menyatakan bahwa keunggulan suatu varietas terlihat dari mutu benih yang dicerminkan dari viabilitas dan vigor yang tinggi. Mutu benih mencakup aspek mutu genetik, mutu fisik, dan mutu fisiologis. Mutu genetik benih ditentukan oleh tingkat keaslian dan kemurnian varietas, mutu fisik ditentukan oleh kebersihan dan kenampakkan fisik benih sedangkan mutu fisiologis benih ditentukan oleh viabilitas dan vigor benihnya. Menurut Sadjad (1993), viabilitas benih dihitung dalam persentase perkecambahan yang dihasilkan dari benih yang dikecambahkan pada lingkungan yang serba distandardisasi. Mutu fisiologis benih yang baik mencerminkan kemampuan benih untuk bisa hidup normal dalam kisaran keadaan alam yang luas, mampu tumbuh cepat, dan merata.

Untuk mengevaluasi mutu benih kedelai pada tekanan osmotik tinggi, salah satu cara yang digunakan adalah menggunakan beberapa konsentrasi PEG 6000; seperti 0%, 4%, 8%, 12%, dan 16% yang dilarutkan pada air yang akan digunakan untuk membasahi kertas merang dan ditanam secara UKDdp. Michael &

Kaufmann (1973), El Sharkawi (1993), Dami & Hughes (1997) dalam Widoretno et al. (2001) menyatakan bahwa polietilena glikol (PEG) dapat menahan air


(8)

sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman dan menghambat proses perkecambahan benih.

Ketersediaan air penting karena tahapan-tahapan perkecambahan yang pertama memerlukan pengambilan air yang banyak. Dalam air murni, pemunculan plumula lebih tinggi dari 80%, tetapi dalam larutan polietilen glikol yang

memberikan potensial air -1 MPa, perkecambahannya akan menjadi lebih rendah pada dan di bawah 70%, dan pada -1,3 MPa, perkecambahan biji tidak lebih dari 55% (Fisher, 1996).

Perkecambahan benih merupakan fase yang paling sensitif dalam siklus

kehidupan tanaman. Perkecambahan benih diawali dengan penyerapan air oleh benih yang merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan untuk aktivasi enzim, penguraian cadangan makanan, dan translokasi (Basoeki, 2002). Oleh sebab itu, perkecambahan harus terjadi di saat yang tepat dan ketersediaan air merupakan hal yang sangat penting dalam perkecambahan.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, maka penelitian ini dirancang untuk menjawab masalah-masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Dari kelima varietas kedelai yang diuji, varietas kedelai manakah yang tahan terhadap cekaman osmotik tinggi setelah ditanam pada media ber-PEG dengan konsentrasi yang meningkat?

2. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi PEG 6000 pada viabilitas benih kelima varietas kedelai yang diuji?


(9)

3. Bagaimana tanggapan kelima varietas kedelai terhadap konsentrasi PEG 6000 yang berbeda?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian disusun sebagai berikut:

1. Menentukan varietas kedelai yang tahan terhadap cekaman osmotik tinggi dari kelima varietas kedelai yang diuji pada media ber-PEG dengan

konsentrasi yang meningkat.

2. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi PEG 6000 yang diberikan pada viabilitas benih kelima varietas kedelai.

3. Mengetahui tanggapan kelima varietas kedelai yang diuji terhadap konsentrasi PEG 6000 yang berbeda.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:

Perkecambahan adalah pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di dalam benih yang sebelumnya terhenti untuk kemudian membentuk tanaman baru. Pada proses perkecambahan, terjadi pertumbuhan yang meliputi pertambahan jumlah sel, pembesaran ukuran sel, dan diferensiasi sel menjadi jaringan tanaman. Syarat luar utama yang dibutuhkan untuk dapat aktifnya kembali pertumbuhan embryonic axis adalah adanya air yang cukup untuk


(10)

melembabkan benih, suhu yang optimum, ketersediaan oksigen yang cukup, dan cahaya yang cukup (Kamil, 1979).

Bewley dan Black (1994) menjelaskan bahwa proses perkecambahan benih dimulai dengan penyerapan air oleh benih (imbibisi) dan berakhir dengan dimulainya perpanjangan oleh sumbu embrio, biasanya pemunculan radikula. Penyerapan air oleh benih merupakan langkah awal yang sangat penting untuk menuju perkecambahan. Jumlah total air yang diambil selama imbibisi umumnya cukup kecil da mungkin tidak melebihi dua atau tiga kali bobot kering benih.

Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa imbibisi merupakan proses penting dalam memulai perkecambahan benih. Ini adalah awal dari peristiwa kunci yang mengubah benih dari keadaan yang kering, diam, organism diam, menjadi mengalami pertumbuhan embrio. Faktor-faktor yang mempengaruhi imbibisi tersebut adalah (1) komposisi benih, (2) permeabilitas kulit benih, dan (3) ketersediaan air.

Pada saat proses imbibisi, salah satu faktor yang sangat mempengaruhinya adalah ketersediaan air. Semakin rendah air yang tersedia (semakin tinggi zat terlarut) menyebabkan cekaman osmotik yang tinggi, sehingga air yang masuk ke dalam benih akan semakin berkurang bahkan tidak masuk sama sekali. Karena

berkurangnya atau tidak masuknya air ke dalam benih, maka proses

perkecambahan menjadi tidak sempurna. Hal ini dibuktikan oleh benih kedelai yang dikecambahkan pada media wet blotter yang dibasahi dengan larutan NH4NO3 memiliki persen perkecambahan yang lebih rendah daripada benih yang dikecambahkan pada media wet blotter yang dibasahi dengan air (Kamil,1979).


(11)

Untuk menstimulasi suatu benih apakah vigor atau tidak pada media yang memiliki cekaman osmotik tinggi, benih tersebut dapat diuji perkecambahannya pada media yang dilembabkan dengan larutan polietilena glikol (PEG) yang bertekanan osmotik tinggi. Benih yang tahan pada cekaman osmotik tinggi disimulasi memiliki vigor kekuatan tumbuh yang tinggi (Sadjad, 1993).

Pada kondisi potensial osmotik yang tidak sesuai, perkecambahan akan terhambat dan imbibisi menjadi sangat sulit. Meskipun kemampuan berkecambah setiap benih dari masing-masing varietas atau spesies berbeda-beda terhadap potensial osmotik yang tidak sesuai, namun keduanya sama-sama terpengaruh (Copeland dan McDonald, 2001).

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) melaporkan bahwa pemberian larutan PEG 6000 dengan potensial air larutan –0,6 MPa (±56 gPEG 6000/l air) menurunkan secara nyata persentase perkecambahan, panjang hipokotil, panjang akar kecambah, dan bobot kering kecambah.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.

Senyawa PEG yang dilarutkan dalam air dapat mengikat molekul air dan membuat cekaman osmotik menjadi tinggi. Cekaman osmotik yang tinggi

menyebabkan imbibisi benih lebih sukar dan menghambat perkecambahan benih. Benih kedelai yang kering sangat membutuhkan air dalam proses


(12)

enzim-enzim yang terkandung di dalam benih yang kemudian enzim-enzim tersebut akan menguraikan cadangan makanan dan akan dikirimkan ke titik tumbuh benih.

Jika air yang tersedia tidak dapat menunjang kebutuhan benih, maka benih akan kekurangan air sehingga proses imbibisi akan terhambat. Terhambatnya air yang masuk ke benih akan menghambat pengaktifan enzim-enzim yang terkandung dalam benih sehingga cadangan makanan benih tidak teruraikan dengan baik yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkecambahan benih.

Perkecambahan yang terhambat akan menurunkan persentase kecambah normal yang tumbuh dan meningkatkan persentase pertumbuhan kecambah abnormal dan benih mati.

Pertumbuhan kecambah sangat mempengaruhi viabilitas dan vigor benih. Benih yang baik adalah benih yang memiliki viabilitas dan vigor tinggi. Benih yang memiliki viabilitas yang baik adalah benih yang memiliki daya tumbuh sama atau lebih besar dari 80%. Jika benih yang diuji menghasilkan daya berkecambah di bawah 80%, maka benih tersebut sudah tidak dapat disebut sebagai benih lagi.

Benih yang setelah diuji dengan larutan PEG menghasilkan daya berkecambah sama atau lebih dari 80% mengindikasikan bahwa benih tersebut memiliki vigor yang baik, yaitu vigor spesifik terhadap cekaman osmotik yang tinggi. Viabilitas dan vigor benih kedelai yang dihasilkan setiap varietas akan berbeda pada tiap tingkatan konsentrasi PEG yang berbeda. Semakin meningkatnya konsentrasi PEG dalam air yang digunakan untuk merendam media tanam, maka viabilitas dan vigor benih kelima varietas kedelai pun akan mengalami penurunan.


(13)

1.5 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat varietas kedelai yang tahan terhadap cekaman osmotik yang tinggi. 2. Semakin meningkat konsentrasi PEG 6000 yang diberikan, maka viabilitas

benih kelima varietas kedelai semakin menurun.

3. Kelima varietas kedelai yang diuji akan memberikan tanggapan yang berbeda untuk masing-masing konsentrasi PEG 6000 yang berbeda.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Informasi Umum Tentang Kedelai

Kedelai adalah tanaman biji terkemuka yang diproduksi dan dikonsumsi di dunia saat ini. Kedelai berasal dari Asia, diperkenalkan ke Amerika Utara, Eropa, kemudian ke Amerika Selatan dan Tengah. Dalam masing-masing daerah

produksinya, kedelai telah menjadi tanaman ekonomi utama (Boerma and Specht, 2004). Copeland and McDonald (1997) menjelaskan bahwa kedelai menyediakan asam lemak esensial dan bertindak sebagai pelarut untuk vitamin yang larut dalam lemak. Kedelai juga merupakan tanaman yang paling penting untuk memasok kualitas pakan hewani yang tinggi.

Benih kedelai dapat berkecambah dengan kelembaban benih sekitar 55%. Tipe perkecambahan benih kedelai adalah epigeal, yaitu kotiledonnya tumbuh di atas permukaan tanah karena didorong oleh hipokotilnya. Pemanjangan hipokotil terjadi setelah 5—8 hari pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Kedelai juga merupakan tanaman hari pendek.

Benih kedelai memiliki bentuk yang bervariasi antarvarietas, ada yang bulat, oval, dan ada yang lonjong memanjang. Namun, umumnya benih kedelai berbentuk oval dan terdiri dari embrio yang tertutup oleh kulit benih tipis. Kulit benih kedelai juga memiliki warna yang bervariasi yaitu kuning, hijau, coklat, dan


(15)

hitam. Pada kulit benih kedelai terdapat bagian yang menyerupai titik tempat menempelnya benih pada dinding ovarium polong yang disebut testa (Copeland and McDonald, 1997).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan Benih

Perkecambahan dipengaruhi oleh faktor-faktor luar yaitu air, temperatur, oksigen, cahaya, dan medium perkecambahan (Sutopo, 1998).

Air. Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Dua faktor penting yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih adalah sifat dari benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada medium di sekitarnya. Banyaknya air yang diperlukan bervariasi tergantung dari jenis benihnya, tetapi tidak melampaui dua atau tiga kali berat keringnya.

Temperatur. Temperatur merupakan syarat penting kedua bagi perkecambahan benih. Temperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan benih. Pada kisaran temperatur ini terdapat persentase perkecambahan yang tertinggi. Temperatur optimum pada kebanyakan benih tanaman adalah antara 80—950F (26,5—350C). Di bawah temperatur itu yaitu pada temperatur minimum, kebanyakan jenis benih akan gagal untuk berkecambah, atau terjadi kerusakan chilling yang mengakibatkan terbentuknya kecambah abnormal. Pada temperatur maksimum akan terjadi kerusakan benih dan jaringan kecambah tanaman.


(16)

Oksigen. Pengambilan oksigen oleh benih dan pelepasan karbondioksida, air, dan anergi yang yang berupa panas akan meningkat pada saat perkecambahan

berlangsung. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih. Energi yang digunakan untuk kegiatan mekanisme sel-sel dan mengubah bahan baku bagi proses pertumbuhan dihasilkan melalui proses oksidasi dari cadangan makanan di dalam benih.

Cahaya. Kebutuhan benih terhadap cahaya untuk perkecambahannya berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Tanaman kacang-kacangan adalah golongan tanaman yang dapat berkecambah sama baik di tempat gelap ataupun ada cahayanya. Benih yang dikecambahkan pada keadaan yang sangat kurang cahaya ataupun gelap dapat menghasilkan kecambah yang mengalami etiolasi, yaitu terjadinya pemanjangan yang tidak normal pada hipokotil atau epikotilnya, kecambah berwarna pucat dan lemah.

Medium Perkecambahan. Medium yang baik untuk perkecambahan benih haruslah mempunyai sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyimpan air, dan terbebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan.

2.3 Peranan Air Dalam Perkecambahan

Perkecambahan adalah pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di dalam benih yang sebelumnya terhenti untuk kemudian membentuk tanaman baru. Pada proses perkecambahan, terjadi pertumbuhan yang meliputi pertambahan jumlah sel, pembesaran ukuran sel, dan diferensiasi sel menjadi


(17)

jaringan tanaman. Syarat luar utama yang dibutuhkan untuk dapat aktifnya kembali pertumbuhan embryonic axis adalah adanya air yang cukup untuk melembabkan benih, suhu yang optimum, ketersediaan oksigen yang cukup, dan cahaya yang cukup.

Air memegang peranan penting dalam proses perkecambahan benih. Tanpa adanya air, tanaman tidak dapat melakukan berbagai macam proses kehidupan apapun. Fungsi air dalam perkecambahan benih yaitu (1) melunakkan kulit benih dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm, (2) memberi fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam benih sehingga pernafasan menjadi lebih aktif, (3) mengencerkan protoplasma karena sel-sel hidup tidak bisa aktif melaksanakan proses-proses yang normal seperti pencernaan, pernafasan, asimilasi, dan

pertumbuhan apabila protplasma tidak mengandung sejumlah air yang cukup, dan (4) sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperm atau kotiledon menuju titik tumbuh, di daerah dimana diperlukan untuk membentuk protoplasma baru (Kamil,1979).

Air merupakan kebutuhan dasar perkecambahan yang diperlukan untuk aktivasi enzim, penguraian, translokasi, dan penggunaan bahan-bahan cadangan makanan. Ketersediaan air dinyatakan dalam berbagai cara. Kadar air pada kapasitas lapang merupakan kondisi yang optimum untuk perkecambahan benih di dalam tanah, sedangkan pada kadar yang tinggi pada media perkecambahan dapat menghambat perkecambahan benih (Copeland and McDonald, 2001).


(18)

2.4 Polietilen Glikol (PEG)

Polietilen glikol (PEG) adalah polimer kondensasi sebuah etilen oksida dan air. Senyawa PEG dengan berat molekul rendah, yaitu kurang dari 700, berbentuk cairan kental, berbau, tidak berwarna, dan memiliki titik beku -100 C, sedangkan senyawa PEG dengan berat molekul lebih tinggi dari 1000, memiliki bentuk padatan dengan titik leleh seperti lilin yaitu mencapai 670 C. Singkatan (PEG) disebut dalam kombinasi dengan akhiran angka yang menunjukkan berat molekul rata-rata. Senyawa PEG dapat larut dalam air dan pelarut organik termasuk hidrokarbon aromatik. PEG dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi dan deterjen, dan larut dalam air pelumas tekstil. Polietilen glikol dengan sifatnya yang tidak beracun, tidak berbau, netral, dan tidak menyebabkan iritasi, digunakan dalam berbagai obat-obatan, digunakan di dalam salep, dan agen pelarut

(Chemicalland21, 2011).

Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer yang dihasilkan dalam berbagai berat molekul. Pada tahun 1961 sebuah makalah yang diterbitkan dalam 'Science' (Lagerwerff dkk., 1961) menunjukkan PEG yang dapat digunakan untuk memodifikasi potensi osmotik budaya larutan nutrisi dan dengan demikian mendorong defisit air tanaman dalam cara yang relatif terkendali, sesuai dengan protokol eksperimental. Diasumsikan bahwa PEG berat molekul besar tidak menembus tanaman dan dengan demikian merupakan osmotikum ideal untuk digunakan di media akar hidroponik (Blum, 2011).


(19)

PEG 6000 adalah polimer berat molekul tinggi oksida etilen dan merupakan perpaduan antara polimer dan derajat polimerisasi yang berbeda. PEG 6000 mudah larut dalam air sehingga air dapat menjadi pelarut yang paling ekonomis selain dari pelarut organik lainnya. PEG 6000 bertindak sebagai pengikat dan pelumas kering karena struktur laminer (Imperial Industrial Chemicals, 1999).

Menurut Parmar dan Moore (1996) dalam Lima (2002), PEG 6000 telah umum digunakan sebagai agen osmotik karena PEG 6000 secara kimiawi bersifat tidak beracun. Badan Standardisasi Nasional (2006) menyatakan bahwa senyawa polietilen glikol 6000 adalah ajudan perisa yang diizinkan digunakan, yaitu bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan, pelarutan, pengenceran,


(20)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut

1. Dari kelima varietas yang diuji, varietas Kaba, Tanggamus, Argomulyo, dan Burangrang memiliki nilai yang tidak berbeda dan tahan terhadap cekaman osmotik tinggi sedangkan Varietas Grobogan tidak.

2. Peningkatan konsentrasi PEG 6000 yang diberikan dapat menurunkan viabilitas dan vigor kelima varietas kedelai karena menurunnya ketersediaan air pada media perkecambahan karena diikat oleh senyawa PEG 6000. 3. Kelima varietas menunjukkan tanggapan yang berbeda dan memiliki laju

penurunan yang berbeda pada masing-masing konsentrasi PEG 6000 yang diberikan. Varietas Kaba memiliki nilai paling tinggi diikuti dengan varietas Tanggamus, Argomulyo, Burangrang, dan Grobogan.


(21)

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan lebih banyak benih yang ditanam dan dengan mengamati indeks kepekaan atau sensitivitas benih terhadap cekaman osmotik yang tinggi sehingga dapat dikelompokkan menjadi toleran, agak toleran, dan peka.


(22)

EVALUASI VIABILITAS BENIH LIMA VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) PADA LIMA TARAF CEKAMAN OSMOTIKUM

Oleh

Sri Purwanti Agustini

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(23)

EVALUASI VIABILITAS BENIH LIMA VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) PADA LIMA TARAF CEKAMAN OSMOTIKUM

(Skripsi)

Oleh

SRI PURWANTI AGUSTINI

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(24)

DAFTAR GAMBAR

Gambar teks Halaman

1. Tata letak percobaan……… 17 2. Hubungan antara konsentrasi PEG 6000 dan daya berkecambah benih

pada lima varietas kedelai……… 24 3. Hubungan antara konsentrasi PEG 6000 dan kecepatan berkecambah

benih pada lima varietas kedelai………. 25 4. Hubungan antara konsentrasi PEG 6000 dan keserempakan

berkecambah benih pada lima varietas kedelai………. 26 5. Hubungan antara konsentrasi PEG 6000 dan panjang akar kecambah

pada lima varietas kedelai……… 27 6. Hubungan antara konsentrasi PEG 6000 dan panjang tajuk kecambah

pada lima varietas kedelai……… 28 7. Hubungan antara konsentrasi PEG 6000 dan bobot kering kecambah

pada lima varietas kedelai……… 29 8. Hubungan antara konsentrasi PEG 6000 dan indeks vigor benih pada

lima varietas kedelai……… 30 9. Hubungan antara konsentrasi PEG 6000 dan potensi tumbuh

maksimum pada lima varietas kedelai……… 31 10. Tanggapan varietas Argomuyo terhadap beberapa konsentrasi PEG

6000……… 77

11. Tanggapan varietas Burangrang terhadap beberapa konsentrasi PEG

6000……… 78

12. Tanggapan varietas Grobogan terhadap beberapa konsentrasi PEG


(25)

13. Tanggapan varietas Kaba terhadap beberapa konsentrasi PEG

6000……… 80

14. Tanggapan varietas Tanggamus terhadap beberapa konsentrasi PEG


(26)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Landasan Teori ... 5

1.4 Kerangka Pemikiran ... 7

1.5 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Informasi Umum Tentang Kedelai ... 10

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkecambahan Benih ... 11

2.3 Peranan Air Dalam Perkecambahan ... 12

2.4 Polietilen Glikol (PEG) ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.3 Metode Penelitian ... 16

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.5 Pengamatan ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Hasil Penelitian ... 23


(27)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38 DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN ... 44


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 2008. Press Release Mentan Pada Panen Kedelai..

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr301084.pdf. Diakses 20 Februari 2011.

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Badan Pusat Statistik Indonesia.

http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?adodb_next_page=3&eng=0&pgn=3& prov=99&thn1=2009&thn2=2012&luas=1&produktivitas=1&produksi=1. Diakses 13 Februari 2012.

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia: Bahan Tambahan Pangan-Persyaratan Perisa dan Penggunaan dalam Produk Pangan. SNI 01-7152-2006.

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=sni+01-7152-2006&source=web&cd=2&ved=0CCQQFjAB&url=http%3A%2F%2Fbbih p.kemenperin.go.id%2Findex.php%3Foption%3Dcom_docman%26task%3 Ddoc_download%26gid%3D8%26Itemid%3D40&ei=e4tCT8DRDsrprAfag omyBw&usg=AFQjCNEhZM8Pc1O6sg0EzB2rIvTKMwCgyQ&cad=rja. Diakses 13 Februari 2012.

Basoeki, Tjipto R. 2002. Perkecambahan Benih. Makalah disampaikan pada Perkuliahan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 13 hlm.

Basoeki, Tjipto R. 2003. Teknik Produksi Benih Beberapa Tipe Varietas

Tanaman. Makalah Pelatihan Pengujian Laboratorium Benih UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Provinsi Lampung. Bandar Lampung. 22—24 Juli 2003.

Bewley, J. Derek and Michael Black. 1994. SEEDS. Physiology of Development and Germination. Second Edition. New York and London. Plenum Press. 1—2 and 147—149 pp.

Blum, A. 2011. Use Of PEG To Induce And Control Plant Water Deficit Experimental Hidroponics. www.plantstress.com/methods/PEG.htm. Diakses 22 Juni 2011.


(29)

Boerma, H. Roger and James E. Specht. 2004. Soybean: Improvement,

Production, and Uses. Third Edition. Winconsin, USA. American Society of Agronomy, Inc. 1—10 pp.

Cheema, Nasir Mahmood, et al. 2009. Influence of Temperature and Osmotic Stress on Germination Induction of Different Castor Bean Cultivars. Pak. J. Bot., 42(6): 4035—4041, 2010.

Chemicalland21, 2011. Polyethylene Glycol: General Description and Aplication. http://chemicalland21.com/industrialchem/organic/POLYETHYLENE%20 GLYCOL.htm. Diakses 13 Februari 2012.

Clewer, Alan G. and David H. Scarisbrick. 2001. Practical Statistics And

Experimental Design For Plant And Crop Science. Chichester. John Wiley & Sons, Ltd. 93—101.

Copeland, Lawrence O. and Miller B. McDonald. 1997. SEED PRODUCTION. Principles and Practices. New York. Chapman and Hall. 253—257 pp. Copeland, Lawrence O. and Miller B. McDonald. 2001. Principles of Seed

Science and Technology. Fourth Edition. London. Kluwer Academic Publishers. 75—110 pp.

Efendi, Roy. 2009. Tanggap Genotipe Jagung Toleran Dan Peka Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Fase Perkecambahan. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. ISBN:978-979-8940-27-9. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Fisher, N.M. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman: Fase Vegetatif. Diedit oleh Peter R. Goldsworthy dan N.M. Fisher. Diterjemahkan oleh Ir. Tohari, MSc. PhD. Dari buku The Physiology of Tropical Field Crops. Yogyakarta. Penerbit Gadjah Mada University Press. 156—213 hlm.

Imperial Industrial Chemicals. 1999. Informasi Teknis Polyethylene Glycol. Thailand. http://www.iic.co.th/products/PEG%20-%-206000.asp. Diakses 20 Februari 2011.

Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi Benih 1. Padang. Angkasa Raya. 94—163 hlm. Lima, W.A.A., D.C.F.S. Dias, and P.R. Cecon. 2002. Seed Science and

Technology. Proceeding of the International Seed Testing Association Volume 31 Number 1 2003. Controlled Hydration for Priming in Coffee (Coffea Arabica L.) Seeds. Diedit oleh A. Bülow-Olsen. Switzerland. Diterbitkan oleh ISTA.


(30)

Marruroh, ST. 2008. Uji Cekaman Garam (NaCl) Pada Perkecambahan

Beberapa Kultivar Kedelai (Glycine max [L.] Merril). Skripsi. Universitas Negeri Malang.

Pedoman Laboratorium Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan Dan Hortikultura. 2006. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian.

Rahayu, Enni Suwarsi et al. 2005. Polietilena Glikol (PEG) Dalam Media In Vitro Menyebabkan Kondisi Cekaman Yang Menghambat Tunas Kacang Tanah (Arachis hypogeal L.). Berk. Penel. Hayati: 11(39—48),2005. Sadjad, Sjamsoe’oed. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta. PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Sadjad, Sjamsoe’oed, Endang Murniati, dan Satriyas Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Dari Komparatif ke Simulatif. Jakarta. PT Grasindo bekerja sama dengan PT Sang Hyang Seri. 1—14 hlm.

Savitri, Evika Sandi. 2011. Seleksi Toleransi Kekeringan Perkecambahan Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merr) Menggunakan PEG (Polyethylene glycol) 6000. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 7A (129— 131), 2011.

Setiawan, Indra. 2008. Efek Aplikasi Osmoconditioning Pada Benih Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L.) Dalam Kondisi Cekaman Salinitas. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Simatupang, P., Marwoto, dan Dewa K.S. Swastika. 2005. Pengembangan

Kedelai dan Kebijakan Penelitian di Indonesia. Makalah Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan sub Optimal di BALITKABI Malang, 26 Juli 2005.

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_IV_10.pdf. Diakses 19 November 2011.

Susilawati, Pepi Nur. 2003. Respon 16 Kultivar Kacang Tanah Unggul Nasional (Arachis hypogaea L.) Terhadap Kondisi Stres Kekeringan Akibat

Perlakuan Penyiraman PEG 6000 Dan Evaluasi Daya Regenerasi Embrio Somatiknya Secara In-Vitro. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Sutopo, Lita. 1998. Teknologi Benih. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Tim Balai Penelitian Tanah Bogor. 2010. Rekomendasi Pemupukan tanaman

Kedelai pada berbagai Tipe Penggunaan Lahan.

http://www.satuportal.net/content/rekomendasi-kedelai-terbaru. Diakses 16 Februari 2011.


(31)

Widoretno, W., Edi Guhardjo, Satriyas Ilyas, dan Sudarsono. 2001. Efektifitas Polyethylene Glycol (PEG) Untuk Mengevaluasi Tanggapan Genotipe Kedelai Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Fase Perkecambahan. Jurnal Hayati. Vol XI (2):33—36. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Yuwono, Nasih Widya. 2009. Membangun Kesuburan Tanah di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol.9 No.2 (2009) p:137—141. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.


(32)

Supaya kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, (An-naba’: 15)

Pendidikan mempunyai akar yang pahit tetapi buahnya manis (Aristoteles) Pengalaman bukan saja yang telah terjadi pada diri anda, melainkan apa yang anda lakukan dengan kejadian yang anda alami (Aldous Huxley)

Sains membantu kita memahami banyak hal: melacak topan dan mengukur tinggi tsunami, tapi tidak bisa membuat kita memahami rasa kehilangan


(33)

MENSAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S. _________________

Sekretaris : Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S. _________________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Agustiansyah, M.S. _________________

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(34)

Titin persembahkan karya istimewa ini untuk Emak, Bapak, dan Seto yang selalu menyayangi dan mendukung Titin dalam keadaan apapun. Juga untuk


(35)

Judul Skripsi : EVALUASI VIABILITAS BENIH LIMA VARIETAS KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.) PADA LIMA TARAF CEKAMAN

OSMOTIKUM Nama Mahasiswa : Sri Purwanti Agustini Nomor Pokok Mahasiswa : 0714011021

Program Studi : Agroteknologi Konsentrasi : Agronomi Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S. Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S. NIP 196209281987031001 NIP 1961101111987032005

2. Ketua Program Studi

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. NIP 196411181989021002


(36)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 28 Agustus 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Noto Harsono dan Ibu Nur Asiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Cendrawasih pada tahun 1995, Sekolah Dasar Negeri 1 Kebun Jeruk Bandar Lampung pada tahun 2001, Sekolah

Menengah Pertama Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian yang kemudian dilebur menjadi Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penulis diterima melalui jalur Penelusuran Kemampuan Minat dan Bakat (PKAB). Pada Juli—Agustus 2010, penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Bandung.

Selama perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Teknologi Benih semester ganjil 2010/2011 dan semester genap 2011/2012, Klimatologi Pertanian semester ganjil 2010/2011, dan Pertanian Organik semester genap 2011/2012.


(37)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S. selaku pembimbing pertama atas bimbingan, saran, dan nasihat yang diberikan selama proses penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini. Kepada Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S. selaku pembimbing kedua atas bimbingan, kritik, saran, dan nasihatnya untuk penulis selama penyelesaian penelitian dan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Agustiansyah, M.S. selaku pembahas atas kritik dan sarannya untuk penulis.

Kepada Mba Ambar Y. Perdani, Avintari, dan Widya Rahayu atas saran dan bantuannya kepada penulis. Kepada teman-teman Agronomi 2007 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama penulis melakukan penelitian. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, 09 Agustus 2012


(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan Oktober 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih kedelai kelas breeder seed varietas Argo Mulyo, Burangrang, Grobogan, Kaba, dan Tanggamus, air, dan senyawa PEG 6000 dengan konsentrasi 0%, 4%, 8%, 12%, dan 16%.

Alat yang digunakan adalah kertas merang, plastik, karet, baki, gunting, alat pengecambah benih IPB 73-2B, oven, kertas milimeter bergaris, karet, gelas ukur, neraca analitik, alat pembagi tepat, dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan menguji hipotesis, maka rancangan perlakuan disusun secara faktorial 5x5. Faktor pertama berupa lima varietas kedelai, yaitu Argo Mulyo, Burangrang, Grobogan, Kaba, dan Tanggamus, sedangkan faktor kedua berupa lima taraf konsentrasi PEG 6000,


(39)

yaitu 0%, 4%, 8%, 12%, dan 16%. Konsentrasi yang dipakai digunakan selang seperti ini karena belum pernah digunakan sebelumnya.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS). Kombinasi perlakuan diterapkan pada satuan percobaan yang dikelompokkan dalam tiga kelompok. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan hari kerja. Setiap perlakuan per kelompok diuji 100 butir benih yang dibuat menjadi empat gulung.

Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf nyata 0,05 dan 0,01. Tanggapan untuk lima varietas kedelai terhadap lima taraf cekaman osmotik diuji dengan power regresi dan grafik dibuat menggunakan Sigma Plot 12.0 secara sigmoid.

Tata letak percobaan yang dilakukan sebagai berikut:

Kelompok I 1 2 3 4 5

V1P1 V2P0 V4P1 V1P3 V3P4

6 7 8 9 10

V1P2 V3P1 V1P4 V4P0 V3P3

11 12 13 14 15

V5P3 V2P3 V5P0 V3P0 V4P2

16 17 18 19 20

V2P4 V1P0 V3P2 V2P2 V5P1

21 22 23 24 25


(40)

Kelompok II

Kelompok III

Gambar 1. Tata letak percobaan

Keterangan:

V1P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 0% V1P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 4% V1P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 8% V1P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 12% V1P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 16% V2P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 0% V2P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 4% V2P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 8%

1 2 3 4 5

V2P4 V3P4 V5P0 V2P1 V3P3

6 7 8 9 10

V1P2 V2P0 V4P1 V1P1 V3P0

11 12 13 14 15

V5P4 V4P0 V1P0 V5P1 V2P3

16 17 18 19 20

V1P4 V3P2 V4P2 V3P1 V5P3

21 22 23 24 25

V4P4 V2P2 V5P2 V1P3 V4P3

1 2 3 4 5

V5P1 V2P3 V4P0 V2P0 V3P3

6 7 8 9 10

V5P4 V1P1 V2P2 V1P2 V5P2

11 12 13 14 15

V1P3 V4P0 V3P4 V4P1 V3P1

16 17 18 19 20

V3P2 V4P2 V2P1 V1P0 V4P3

21 22 23 24 25


(41)

V2P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 12% V2P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 16% V3P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 0% V3P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 4% V3P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 8% V3P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 12% V3P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 16% V4P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 0% V4P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 4% V4P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 8% V4P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 12% V4P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 16% V5P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 0% V5P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 4% V5P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 8% V5P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 12% V5P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 16%

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Larutan PEG 6000 dibuat dengan cara melarutkan PEG 6000 dalam air sesuai dengan konsentrasinya. Larutan PEG 4% berarti PEG sebanyak 40 gram dilarutkan dalam 1000 mililiter (ml) air, 8% berarti PEG sebanyak 80 gram dilarutkan dalam 1000 ml air, 12% berarti 120 gram PEG dilarutkan dalam 1000 ml air, dan 16% berarti 160 gram PEG dilarutkan dalam 1000 ml air. Untuk larutan PEG 0%, berarti tidak ada penambahan PEG dalam air yang digunakan. Setelah didapatkan larutan dengan konsentrasi yang sesuai, kemudian rendam kertas merang yang digunakan sebagai bahan tanam ke dalam larutan tersebut sampai basah merata. Kertas merang yang digunakan sebagai media tanam terdiri


(42)

dari tiga lembar untuk bagian bawah sebagai alas dan dua lembar sebagai penutupnya.

Setelah kertas merang dibasahkan, letakkan kertas merang yang terdiri dari tiga lapis di atas plastik kemudian tanam 25 butir benih kedelai dengan menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setelah penanaman dilakukan, kemudian benih dikecambahkan dalam kotak pengecambah benih (germinator). Waktu pengamatan disesuaikan dengan variabel yang diamati karena setiap variabel memiliki waktu pengamatan yang berbeda.

3.5 Pengamatan

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis yang telah dikemukakan, dilakukan pengamatan terhadap daya berkecambah benih, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang akar kecambah normal, panjang tajuk kecambah normal, bobot kering kecambah normal, indeks vigor, dan potensi tumbuh maksimum. Pengamatan yang dilakukan berdasarkan Pedoman laboratorium pengujian mutu benih tanaman pangan dan hortikultura (2006).

Daya berkecambah benih. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali dengan membedakan kecambah normal, kecambah abnormal, dan benih mati. Daya berkecambah benih dihitung berdasarkan persentase kecambah normal yang dihasilkan pada 5x24 jam untuk pengamatan pertama dan 7x24 jam untuk pengamatan kedua. Daya berkecambah benih dapat diketahui dengan rumus:


(43)

Keterangan:

DB = Daya Berkecambah (%)

ΣKN1 = Jumlah kecambah normal pengamatan pertama

ΣKN2 = Jumlah kecambah normal pengamatan kedua

Kecepatan berkecambah. Pengamatan dilakukan pada hari kedua sampai dengan hari ketujuh dengan menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh per hari. Kecepatan berkecambah dapat diketahui dengan rumus:

KCt =

(

DB2

)

+

+

(

DB7

)

T2 T7

Keterangan:

KCt = Kecepatan Berkecambah (%/hari) DB2 = Daya Berkecambah hari ke-2 T2 = Hari ke-2

DB7 = Daya Berkecambah hari ke-7

T7 = Hari ke-7

Keserempakan berkecambah. Pengamatan dilakukan pada hari ketujuh dengan menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh. Keserempakan

berkecambah dihitung dengan rumus:

KSp = Σkecambah Normal x 100%

Σbenih yang ditanam

Keterangan:

KSp = Keserempakan Berkecambah (%)

Panjang akar kecambah normal. Panjang akar kecambah normal diamati dengan mengukur bagian ujung akar hingga pangkal akar pada kecambah normal saat tujuh hari setelah tanam.

DB= ΣKN1+ΣKN2 x 100%


(44)

Panjang tajuk kecambah normal. Panjang tajuk kecambah normal diamati dengan mengukur bagian ujung hipokotil hingga pangkalnya pada kecambah normal saat tujuh hari setelah tanam.

Bobot kering kecambah normal. Bobot kering kecambah normal diamati dengan menimbang kecambah normal tanpa kotiledon pada saat umur kecambah tujuh hari setelah tanam. Kecambah terlebih dahulu dikeringkan dengan oven pada suhu 800C selama 3x24 jam atau sampai bobotnya tetap.

Indeks vigor. Indeks vigor diamati dengan cara menghitung persentase jumlah kecambah normal pengamatan pertama (hari kelima setelah tanam). Indeks vigor dihitung dengan rumus:

Indeks Vigor (%) = Σkecambah Normal Hari Kelima x 100%

Σbenih yang ditanam

Potensi tumbuh maksimum. Potensi tumbuh maksimum diamati dengan

menghitung persentase jumlah kecambah normal pengamatan pertama dan kedua dan kecambah abnormal. Potensi tumbuh maksimum dihitung dengan rumus:

PTM = (ΣKN+ΣKAN) x 100%

Σbenih yang ditanam

Keterangan:

PTM = Potensi Tumbuh Maksimum (%)

ΣKN = Jumlah Kecambah Normal


(1)

seperti ini karena belum pernah digunakan sebelumnya.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS). Kombinasi perlakuan diterapkan pada satuan percobaan yang dikelompokkan dalam tiga kelompok. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan hari kerja. Setiap perlakuan per kelompok diuji 100 butir benih yang dibuat menjadi empat gulung.

Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf nyata 0,05 dan 0,01. Tanggapan untuk lima varietas kedelai terhadap lima taraf cekaman osmotik diuji dengan power regresi dan grafik dibuat menggunakan Sigma Plot 12.0 secara sigmoid.

Tata letak percobaan yang dilakukan sebagai berikut:

Kelompok I 1 2 3 4 5

V1P1 V2P0 V4P1 V1P3 V3P4

6 7 8 9 10

V1P2 V3P1 V1P4 V4P0 V3P3

11 12 13 14 15

V5P3 V2P3 V5P0 V3P0 V4P2

16 17 18 19 20

V2P4 V1P0 V3P2 V2P2 V5P1

21 22 23 24 25


(2)

Kelompok II

Kelompok III

Gambar 1. Tata letak percobaan

Keterangan:

V1P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 0%

V1P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 4%

V1P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 8%

V1P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 12%

V1P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Argo Mulyo dan PEG 16%

V2P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 0%

V2P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 4%

V2P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 8%

1 2 3 4 5

V2P4 V3P4 V5P0 V2P1 V3P3

6 7 8 9 10

V1P2 V2P0 V4P1 V1P1 V3P0

11 12 13 14 15

V5P4 V4P0 V1P0 V5P1 V2P3

16 17 18 19 20

V1P4 V3P2 V4P2 V3P1 V5P3

21 22 23 24 25

V4P4 V2P2 V5P2 V1P3 V4P3

1 2 3 4 5

V5P1 V2P3 V4P0 V2P0 V3P3

6 7 8 9 10

V5P4 V1P1 V2P2 V1P2 V5P2

11 12 13 14 15

V1P3 V4P0 V3P4 V4P1 V3P1

16 17 18 19 20

V3P2 V4P2 V2P1 V1P0 V4P3

21 22 23 24 25


(3)

V2P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Burangrang dan PEG 16%

V3P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 0%

V3P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 4%

V3P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 8%

V3P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 12%

V3P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Grobogan dan PEG 16%

V4P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 0%

V4P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 4%

V4P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 8%

V4P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 12%

V4P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Kaba dan PEG 16%

V5P0= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 0%

V5P1= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 4%

V5P2= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 8%

V5P3= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 12%

V5P4= kombinasi perlakuan antara Varietas Tanggamus dan PEG 16%

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Larutan PEG 6000 dibuat dengan cara melarutkan PEG 6000 dalam air sesuai dengan konsentrasinya. Larutan PEG 4% berarti PEG sebanyak 40 gram dilarutkan dalam 1000 mililiter (ml) air, 8% berarti PEG sebanyak 80 gram dilarutkan dalam 1000 ml air, 12% berarti 120 gram PEG dilarutkan dalam 1000 ml air, dan 16% berarti 160 gram PEG dilarutkan dalam 1000 ml air. Untuk larutan PEG 0%, berarti tidak ada penambahan PEG dalam air yang digunakan. Setelah didapatkan larutan dengan konsentrasi yang sesuai, kemudian rendam kertas merang yang digunakan sebagai bahan tanam ke dalam larutan tersebut sampai basah merata. Kertas merang yang digunakan sebagai media tanam terdiri


(4)

dari tiga lembar untuk bagian bawah sebagai alas dan dua lembar sebagai penutupnya.

Setelah kertas merang dibasahkan, letakkan kertas merang yang terdiri dari tiga lapis di atas plastik kemudian tanam 25 butir benih kedelai dengan menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Setelah penanaman dilakukan, kemudian benih dikecambahkan dalam kotak pengecambah benih (germinator). Waktu pengamatan disesuaikan dengan variabel yang diamati karena setiap variabel memiliki waktu pengamatan yang berbeda.

3.5 Pengamatan

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis yang telah dikemukakan, dilakukan pengamatan terhadap daya berkecambah benih, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang akar kecambah normal, panjang tajuk kecambah normal, bobot kering kecambah normal, indeks vigor, dan potensi tumbuh maksimum. Pengamatan yang dilakukan berdasarkan Pedoman laboratorium pengujian mutu benih tanaman pangan dan hortikultura (2006).

Daya berkecambah benih. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali dengan membedakan kecambah normal, kecambah abnormal, dan benih mati. Daya berkecambah benih dihitung berdasarkan persentase kecambah normal yang dihasilkan pada 5x24 jam untuk pengamatan pertama dan 7x24 jam untuk pengamatan kedua. Daya berkecambah benih dapat diketahui dengan rumus:


(5)

Keterangan:

DB = Daya Berkecambah (%)

ΣKN1 = Jumlah kecambah normal pengamatan pertama ΣKN2 = Jumlah kecambah normal pengamatan kedua

Kecepatan berkecambah. Pengamatan dilakukan pada hari kedua sampai dengan hari ketujuh dengan menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh per hari. Kecepatan berkecambah dapat diketahui dengan rumus:

KCt =

(

DB2

)

+

+

(

DB7

)

T2 T7

Keterangan:

KCt = Kecepatan Berkecambah (%/hari) DB2 = Daya Berkecambah hari ke-2

T2 = Hari ke-2

DB7 = Daya Berkecambah hari ke-7

T7 = Hari ke-7

Keserempakan berkecambah. Pengamatan dilakukan pada hari ketujuh dengan menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh. Keserempakan

berkecambah dihitung dengan rumus:

KSp = Σkecambah Normal x 100% Σbenih yang ditanam

Keterangan:

KSp = Keserempakan Berkecambah (%)

Panjang akar kecambah normal. Panjang akar kecambah normal diamati dengan mengukur bagian ujung akar hingga pangkal akar pada kecambah normal saat tujuh hari setelah tanam.

DB= x 100%


(6)

Panjang tajuk kecambah normal. Panjang tajuk kecambah normal diamati dengan mengukur bagian ujung hipokotil hingga pangkalnya pada kecambah normal saat tujuh hari setelah tanam.

Bobot kering kecambah normal. Bobot kering kecambah normal diamati dengan menimbang kecambah normal tanpa kotiledon pada saat umur kecambah tujuh hari setelah tanam. Kecambah terlebih dahulu dikeringkan dengan oven pada suhu 800C selama 3x24 jam atau sampai bobotnya tetap.

Indeks vigor. Indeks vigor diamati dengan cara menghitung persentase jumlah kecambah normal pengamatan pertama (hari kelima setelah tanam). Indeks vigor dihitung dengan rumus:

Indeks Vigor (%) = Σkecambah Normal Hari Kelima x 100% Σbenih yang ditanam

Potensi tumbuh maksimum. Potensi tumbuh maksimum diamati dengan

menghitung persentase jumlah kecambah normal pengamatan pertama dan kedua dan kecambah abnormal. Potensi tumbuh maksimum dihitung dengan rumus:

PTM = (ΣKN+ΣKAN) x 100% Σbenih yang ditanam

Keterangan:

PTM = Potensi Tumbuh Maksimum (%) ΣKN = Jumlah Kecambah Normal ΣKAN = Jumlah Kecambah Abnormal