ROLE OF MEMBERS LEGISLATIVE COUNCIL OF SOUTH LAMPUNG REGENCYCONFLICT IN THE REGION DAPIL HANDLING CONFLICT BALINURAGA-AGOM (Case Study in South Lampung regency Subdistrict Way Panji-Kalianda) PERANAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PENANGANAN

(1)

ABSTRAK

PERANAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PENANGANAN KONFLIK WARGA BALINURAGA

DENGAN WARGA AGOM

( Studi Kasus Anggota DPRD asal Daerah Pemilihan Kecamatan Way Panji dan Kecamatan Kalianda )

Oleh

Boy Fernandes Sinaga

Bentrokan massa kembali terjadi di Kabupaten Lampung Selatan antara warga Desa Agom Kalianda dan sekitarnya dengan warga Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Lampung Selatan pada Oktober 2012. Pemerintah telah mendesak agar PP turunan UU No 7 tahun 2012 dan melibatkan DPRD untuk mengoptimalkan penanganan konflik sosial, sehingga lembaga penanganan konflik seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Selatan pada daerah pemilihan wilayah konflik kecamatan Kalianda dan kecamatan Way Panji perlu melakukan peranan yang signifikan dalam penanganan konflik komunal.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui untuk mengetahui dan mendapatkan suatu penjelasan mengenai peranan anggota DPRD Lampung Selatan pada dapil wilayah konflik kecamatan Kalianda dan kecamatan Way Panji dalam penanganan konflik Balinuraga-Agom.

Lokasi Penelitian ini dilakukan di dua kecamatan yaitu Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan dan Desa Agom Kecamatan Kalianda


(2)

Kabupaten Lampung Selatan. Informan penelitian ini adalah anggota DPRD Lampung Selatan pada dapil wilayah konflik dan didukung oleh tokoh masyarakat Desa Balinuraga dan masyarakat Desa Agom,

Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang dilaksanakan melalui studi dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara riil mengenai situasi tertentu atau keterkaitan hubungan antara berbagai fenomena secara aktual dan teratur.

Fokus Penelitian meliputi tiga tahapan yaitu pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pasca konflik. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Teknik Analisis Data dengan reduksi data dan penyajian data dan Penarikan Kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan anggota DPRD Lampung Selatan pada dapil wilayah konflik dalam penanganan konflik Balinuraga-Agom jika dilihat dari hasil wawancara dengan kedua anggota dewan yakni kedua anggota dewan tersebut melaksanakan peranan dalam penanganan konfik yakni dengan menjalankan fungsi sebagai anggota dewan.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa anggota dewan dapil Kalianda yang lebih berperan aktif dalam tahap penghentian konflik dengan menenangkan emosi warga dan menampung saran dan masukan masyarakat desa Agom kemudian memberikan saran dan masukan tersebut kepada Bupati untuk menemukan solusi perdamaian. Sedangkan anggota dewan pada dapil Way Panji (Sunyoto) memiliki peranan lebih pada saat pemulihan pasca konflik dengan melakukan pengawasan


(3)

Selanjutnya jika dilihat dari tingkat kesetujuannya, hal tersebut dibenarkan oleh masing-masing kepala desa pada desa agom dan desa balinuraga yang mengatakan bahwa anggota dewan memiliki peranan dalam penanganan konfik.

Saran yaitu anggota dewan pada daerah pemilihan asal kecamatan Kalianda (Hamdani) dan kecamatan Way Panji (Sunyoto) seharusnya sebagai wakil rakyat yang lebih berperan dalam menampung aspirasi masyarakat terkait dengan kerukunan antar desa dan suku perlu membangun lagi agenda antisipasi konflik sejak dini terhadap tingginya potensi konflik. Maka sebaiknya perlu ada program berdasarkan asprasi dari masyarakat yang bisa mengantisipasi terulangnya konflik tersebut.


(4)

ABSTRACT

ROLE OF MEMBERS LEGISLATIVE COUNCIL OF

SOUTH LAMPUNG REGENCYCONFLICT IN THE REGION DAPIL HANDLING CONFLICT BALINURAGA-AGOM

(Case Study in South Lampung regency Subdistrict Way Panji-Kalianda)

by

Boy Fernandes Sinaga

The purpose of this study was to determine to find out and get an in-depth explanation of the role of members of Parliament South Lampung constituencies in the conflict areas of conflict handling Balinuraga - Agom .

This research was conducted in two districts namely Balinuraga Village Way Panji District of South Lampung District and Rural District of Kalianda Agom South Lampung regency . Informants of this study are members of South Lampung Parliament constituencies conflict areas and supported by community leaders and villagers village Balinuraga Agom , data was collected through interviews and documentation . Data processing is done qualitatively .

The results of this study indicate that the role of members of Parliament in the electoral district of South Lampung region in conflict resolution conflict - Agom Balinuraga when viewed from interviews with two members of the board of both the board members have a role in the handling of conflicts led to perform the function as


(5)

Furthermore, when viewed from kesetujuannya level , it is justified by the respective village heads and village to village agom balinuraga who said that board members have a role in the handling of conflicts led .


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kaliwungu kecamatan Kalirejo kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 28 Oktober 1990 hari minggu pukul 04.30 WIB. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara Rina Wati Sinaga dan Jimmy Benardo Sinaga, putra pasangan Bpk Justan Sinaga dan Ibu Hamidah Sijabat.

Jenjang pendidikan penulis diawali pada tahun 1995, dimana penulis “bermain sambil belajar” di TK Fransiskus di Kalirejo. Kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Dasar di SD Fransiskus di Kalirejo yang diselesaikan pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negri 1 di Kalirejo dan pindah ke smp Pancakrida. Selanjutnya, penulis mengenyam pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di Negri 1 di Kalirejo dan diselesaikan pada tahun 2009 dengan hasil ujian yang memuaskan.

Pendidikan dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi dengan mengikuti Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negri melalui jalur SNMPTN pada tahun 2009, dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.


(11)

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11)

Cogito ergo sum "aku berpikir maka aku ada". (Descartes)

“….Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan….” (Bung Karno)


(12)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan tulisan ini kepada

BAPAK DAN MAMA

Sang pejuang hidup yang sedang dan akan selalu mencurahkan segalanya kepada “tiga anak panah” demi kebahagiaan mereka, walaupun keringat dan air mata tertumpah ke bumi. Terima kasih atas segala usaha yang diberikan, kesabaran dan

doa yang selalu menyertai “langkah kaki” anak-anakmu. Maafkan bila anak-anakmu belum sanggup sepenuhnya membahagiakan kalian, kami senantiasa berjuang untuk mewujudkan kebahagiaan untuk kelak kalian nikmati di masa tua.

Terimakasih banyak pah…mah… yang selalu mendidik kami dengan kasih sayang dan kesederhanaan.

KAKAK DAN ADIKKU

Tidak ada yang paling penting di hidup ini kecuali melihat kita senantiasa akrab, penuh kasih dan kompak. Thanks kak Rina dan adek Jimmy yang selalu

memberikan warna di hari-hariku !!

…serta…

Teruntuk Sahabat-sahabatku yang telah banyak memberikan nasehat, kebersamaan dan arti sebuah kehidupan .. love you so much guys !!!


(13)

KATA PENGANTAR

segala pujian dan syukur penulis ucapkan hanya kepada Allah Bapa yang ada di sorga, dan Yesus Kristus Sang Juru Selamat, Maha Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Maha Adil Bijaksana yang telah memberikan nikmat, berkat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tumpukan kertas yang berisi tulisan penuh arti ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “Peranan anggota DPRD Lampung Selatan pada dapil wilayah konflik dalam penanganan konflik Balinuraga-Agom (Studi Pada Kabupaten Lampung Selatan)” ini merupakan salah satu syarat dalam rangka mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Lampung. Segala kemampuan telah pernulis curahkan untuk menyelesaikan skripsi ini, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan, baik yang menyangkut isi maupun tulisannya. Untuk itu segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga menyadari, bahwa tanpa bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak dalam hal materiil maupun spiritual, penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis dengan segala hormat mengucapkan terima kasih kepada :


(14)

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro,M.I.P selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Budi Harjo, S.Sos, M.I.P selaku Dosen Pembimbing Pembantu yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Syafarudin, S.Sos,MA selaku Dosen Pembahas penulis yang telah bersedia untuk membimbing dan memberikan arahan, masukan, semangat akan kehidupan serta saran kepada penulis.

6. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan perkuliahan. 7. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

8. Seluruh jajaran Dosen di FISIP UNILA, seluruh staff Tata Usaha dan pegawai di FISIP dan Jurusan Ilmu Pemerintahan.

9. Bapak dan Mamak tercinta atas segala dukungan, perhatian, nasihat, rasa cinta dan kasih sayang serta doa tulus yang tiada henti-hentinya selalu diberikan untukku. Kalian selalu mengajarkan kesabaran kepadaku, mengajarkan arti perjuangan tanpa melupakan Sang Pencipta, terimakasih atas tetesan keringat yang kalian


(15)

10.Saudara Kandungku, kak Rina, Adek Jimmy Terima kasih atas semangat, tawa, tangis, dan pertengkaran kecil yang membuatku bersyukur memiliki saudara kandung seperti kalian. Ingat kita harus bahagiain Bapak dan mamak.

11.Sahabatku Bambang Irawan, S.IP yang sekarang sedang merintis masa depan dan selalu bilang ‘Ayo Boy endang di selesaike kue pasti iso !! (simple tp selalu bikin aku mikir). Donny Parulian yang sekarang sudah jadi orang baik-baik hehe semakin kuat kita di uji maka akan semakin kuat juga kita melambung tinggi semangat lae kuliah nya, semoga kita semua menjadi kebanggan untuk keluarga kita .. Amin ….

12.Pemerintahan 09, saya berharap kita semua jadi orang sukses di kemudian hari, bangga jadi bagian dari kalian).

13.Teruntuk junior yang selamat berjuang,

14.Untuk Mei Hidayati Rumahhorboku, kaulah yang selalu menemani hariku semua yang kita lakukan tidak akan bisa dilupakan, godang ibaeko na so boi tarlupahon haholongan ku

15.Dan terakhir untuk seluruh rekan yang telah berpartisipasi, baik langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Demikianlah kata pengantar ini disusun. Semoga Karya ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Mohon maaf atas semua kekurangannya dan semoga skripsi ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan oleh berbagai pihak, selamat membaca dan terima kasih.


(16)

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis,


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Tugas Wewenang dan Kedudukan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ... 7

B. Penanganan Konflik Sosial menurut Undang Undang Nomor 7 tahun 2012 ... 12

C. Tinjauan tentang konsep peranan ... 13

D. Tinjauan teori teori konflik ... 16

1. Faktor faktor penyebab konflik ... 16

2. Resolusi konflik ... 19

3. Pandangan konflik... 22

4. Tipe tipe konflik ... 24

5. Pengendalian konflik... 25

6. Manajemen Konflik ... 26

7. Keharmonisan Sosial... 27

8. Anatomi Konflik-Konflik Dunia Ketiga ... 29

9. Penyelenggaraan Kemasyarakatan ... 30

E. Konsepsi Peranan Anggota DPRD pada dapil wilayah konflik KabupatenLampung Selatan kecamatan way panji dalam penanganan konflik Balinuraga-Agom ... .32


(18)

xviii

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ... 37

B . Lokasi dan Waktu ... 38

C. Fokus Penelitian ... 38

D. Sumber Data ... 40

E. Informan ... 40

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Studi pustaka ... 41

2. Studi lapangan ... 41

G. Teknik Pengolahan Data ... 42

1. Editing ... 42

2. Interpretasi... ... ... 42

H. Teknik Analisis Data ... ... 43

1. Reduksi Data ... 43

2. Penyajian Data ... 43

3. Penarikan Kesimpulan ... 43

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.Kabupaten Lampung Selatan ... 44

1. Desa Balinura ... 46

2. Keadaan Penduduk Desa Balinura ... 47

3. Sejarah konflik Desa Balinuraga ... 47

4. Desa Agom ... 48

5. Keadaan Penduduk Desa Agom ... 48

6. Sejarah konflik Desa Balinuraga ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencegahan konflik ... 51

A.1.1 Peranan anggota DPRD dapil Way Panji dalam pencegahan Konflik Balinuraga Agom ... 53

A.1.2 Peranan anggota DPRD dapil Kalianda dalam pencegahan Konflik Balinuraga-Agom ... 56

B. Peghentian Konflik ... 61

B.1.1 Peranan anggota DPRD dapil Way Panji dalam Penghentian Konflik BalinuragaAgom ... 65

B.1.2. Peranan anggota DPRD dapil Kalianda dalam penghentian Konflik Balinuraga Agom ... 67

C. Pemulihan Pasca Konflik ... 68

C.1.1 Peranan anggota DPRD dapil Way Panji dalam pemulihan pasca konflik Balinuraga-Agom ... 70

C.1.2. Peranan anggota DPRD dapil Way Panji dalam pemulihan pasca konflik Balinuraga-Agom ... 73


(19)

D. Perbandingan peranan anggota DPRD pada dapil wilayah konflik Way Panji dengan dapil Kalianda ... 78 VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 81 B. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

A. Panduan wawancara ... 88 B. Surat izin penelitian ... 93


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bentrokan massa kembali terjadi di Kabupaten Lampung Selatan antara Desa Agom Kalianda dan sekitarnya dengan massa Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Lampung Selatan pada Oktober 2012. Permasalahan ini pada awalnya sudah bisa di atasi oleh kedua Kepala desa bersangkutan. Tetapi kemudian berkembang isu pemuda Balinuraga melakukan pelecehan terhadap kedua remaja puteri asal Desa Agom saat jatuh dari motor.

Isu beredar menyulut emosi massa yang berakibat bentrokan massal. Akibat isu ini pertikain tidak dapat dihindari dan ribuan massa dari Desa Agom dan sekitarnya melakukan penyerangan ke Desa Balinuraga. Cukup banyak warga

kedua Desa menjadi korban dalam peristiwa ini.

(http://www.suarapembaruan.com/home/lampung-selatan-rusuh-3-orang-tewas-6-luka-parah/26254, Senin, 29 Oktober 2012 pukul 11:37).

Sebenarnya bentrok antar warga di Lampung Selatan pada Oktober 2012 adalah bagian tak terpisahkan dari konflik yang terjadi sebelumnya yang kembali terulang. Konflik tersebut sesungguhnya memiliki akar persoalan yang lebih dalam dari sekadar perseteruan dua kelompok etnis. Konflik-konflik sebelumnya terkait persoalan transmigrasi, Perkebunan Inti Rakyat


(21)

(PIR) hingga tambak udang, sebenarnya masih menyimpan persfoalan yang belum tuntas sehingga konflik sewaktu-waktu dapat muncul kembali.

Sehubungan dengan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) XII yang digelar di Hotel Santika melahirkan sedikitnya 9 rekomendasi. Rekomendasi ini lahir dari kesadaran perlunya mengusahakan kondisi yang kondusif bagi pembangunan dan negara, salah satunya yaitu adalah meminta kepada daerah agar pendanaan penanganan gangguan keamanan dalam negeri diharapkan tidak menambah beban dan mengurangi kapasitas fiskal daerah dan pemerintah mendorong agar PP turunan UU No 7 tahun 2012 harus

melibatkan DPRD untuk mengoptimalkan penanganan konflik

sosial.(http://www.fpks-palu.org/2013/02/rakernas-adeksi-hasilkan-9-rekomendasi.html, 4 Maret 2013 13.15)

Pemerintah telah mendesak agar PP turunan UU No 7 tahun 2012 dan melibatkan DPRD untuk mengoptimalkan penanganan konflik sosial, sehingga lembaga penanganan konflik seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Selatan perlu melakukan peranan yang signifikan dalam penanganan konflik baik melalui bentuk regulasi yang menjadi kewenangannya, maupun melalui kebijakan anggaran melalui sistem ABPD.

Pernyataan status keadaan konflik sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Presiden apabila konflik sosial dalam lingkup nasional, oleh Gubernur apabila konflik sosial dalam lingkup provinsi, dan oleh


(22)

3

kabupaten/kotamadya. Penetapan status tersebut tidak dapat begitu saja dikeluarkan oleh pemerintah, namun diperlukan persetujuan dari DPR dalam lingkup nasional, DPRD provinsi dalam lingkup provinsi dan DPRD kabupaten/Kotamadya dalam lingkup Kabupaten/Kotamadya. Berdasarkan kepada RUU PKS pasal 18-20.

Begitu pula dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Selatan memiliki peranan dalam upaya penanganan konflik agar PP

turunan UU No7 tahun 2012 yang harus melibatkan DPRD.

Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dan Kecamatan Way Panji bersama instansi pengamanan terkait juga telah mendorong para tokoh dan warga yang bertikai terus berunding, guna mencari kesepakatan damai di antara mereka.

Perdamaian telah tercipta melaui pimpinan adat masyarakat Lampung dan Raja Bali juga telah menggelar pertemuan guna mencegah terulangnya kerusuhan antara Desa Balinuraga dan Desa Agom, Lampung Selatan. Pertemuan yang dijaga polisi ini menghasilkan maklumat yang ditandatangani Raja Bali I Gusti Ngurah Arya dan Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kadarsyah Irsya. Tokoh bali dan Lampung pun ikut tanda tangan. Rapat juga dihadiri oleh mediator perdamaian Lampung Selatan, Kepala Desa Agom Muchsin Syukur, Kades Balinuraga Ketut

Wardana, dan Kades Sidoreno Basuri.

(http://sekelumitinfo.wordpress.com/2012/11/05/perdamaian-suku-bali-lampung-akhirnya-disepakati/,16 November 2012 01:44)


(23)

Lembaga semacam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lampung Selatan sebagai media yang mampu berperan dalam menjembatani perbedaan-perbedaaan. Terutama dari perbedaan budaya, sintesa seni sangat bagus untuk menghindari konflik. Apabila perbedaan-perbedaan itu tidak mampu dicairkan dan didialektikakan sejak awal, maka konflik pasti akan tersimpan lama, tersembunyi dari kegiatan sehari-hari dan akan muncul menjadi kekerasan apabila kondisinya telah memuncak.

Kekerasan seperti ini mungkin akan diam di bawah permukaan rutunitas sehari-hari, tetapi konflik yang merupakan akar dari kekerasan itu tetap tersimpan ibarat magma gunung berapi. Hanya dengan sedikit pemicu saja telah mampu untuk meletuskan konflik itu menjadi kekerasan terbuka.

Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla juga pernah mengatakan peranan

DPRD dalam penanganan konflik harus dimaksimalkan dengan

meningkatkan fungsi-fungsi lembaga perwakilan rakyat tersebut, saat berbicara di hadapan anggota Asosiasi DPRD Kota se-Indonesia (Adeksi) di

Kota Palu.

(http//m.antarnews.com/berita/358208/jk-minta-peran-dprd-dimaksimalkan-atasi-konflik, minggu 5 Mei 2013).

DPRD Lampung Selatan tentu menyadari bahwa konflik adalah salah satu tantangan yang harus diatasi secara menyeluruh, termasuk diantara konflik horizontal, Konflik Sosial, yang selanjutnya adalah perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas


(24)

5

nasional dan menghambat pembangunan nasional misalnya adalah konflik Balinuraga yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan Kecamatan Way Panji.

Ketika semua elemen sibuk mengatasi konflik di Balinuraga, peranan DPRD bersama-sama pemerintah sangat dibutuhkan dalam mencari solusi penyelesaian yang bisa diterima kedua belah pihak yang sedang bertikai, melakukan berbagai inisiatif untuk meredam terjadinya konflik.

Sinergitas perlu dibangun dalam hal pendistribusian informasi-informasi melalui potensi media yang sesuai dengan sifat-sifat demografis publik/masyarakat. berperan dalam mendorong para pihak itu segera berhenti melakukan kekerasan, berhenti saling bertikai, mengajak untuk bersama bergandengan tangan membangun Lampung "Sang Bumi Ruwa Jurai" menjadi lebih beradab, bermartabat, dan semakin maju.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas dan berdasarkan terjadinya konflik antar suku di Desa Balinuraga, maka secara umum masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah Peranan anggota DPRD Lampung Selatan pada dapil


(25)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan suatu penjelasan yang mendalam mengenai peranan dan perbandingan peranan anggota DPRD Lampung Selatan pada daerah pemilihan wilayah konflik dalam penanganan konflik Balinuraga-Agom.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

ilmu pngentahuan khususnya ilmu pengetahuan sosial.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Fungsi Tugas Wewenang dan Kedudukan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Menurut pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, anggota DPRD merupakan perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebagai lembaga politik, anggota DPRD tidak hanya mampu menyerap dan menyalurkan aspirasi masyarakat melainkan juga hendaknya dapat membantu memfasilitasi penanganan berbagai konflik yang terjadi agar tidak meluas kearah yang tidak diinginkan. Untuk itu lembaga legislatif dan eksekutif harus memiliki kapasitas dan

kemampuan manajemen memadai, untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan perdamaian sesuai dengan Undang Undang yang belaku.

Secara normatif, pada dasarnya kinerja pokok anggota DPRD disusun dan dinilai berdasarkan fungsi dan tugas konstitusionalnya mencakup fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2009, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tiga fungsi dan tugas konstitusional :


(27)

1. Fungsi legislasi, yakni menyusun peraturan-peraturan daerah baik dengan inisiatif mandiri ataupun bersama Pemda. 2. Fungsi Anggaran, membahas dan memberikan persetujuan atau tidak

memberikan perseyujuan terhadap RAPBD, dalam bentuk refleksi rencana program pemerintah daerah dalam bentuk angka.

3. Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Perda dan Keputusan Kepala Daerah untuk memastikan berjalannya peraturan yang ada dalam kerangka optimalnya kinerja pemerintah daerah.Diharapkanya dalam penyelenggaraan pemerintah, Pemda dan anggota DPRD dapat mewujudkan keseimbangan antara lembaga legislatif dan eksekutif guna roda pemerintahan daerah agar berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dalam era reformasi. dapat memberikan kebijakan yang jelas terhadap masyarakat. Eksistensi anggota DPRD di era otonomi daearh berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 diharapkan dapat menyeimbangkan kekuatan terhadap Pemerintah Daerah dengan cara menjalankan dan melaksanakan tugas dan fungsinya dengan maksimal. Menurut Riswandha, 2001 Sebagai sebuah institusi, para wakil dalam dewan atau lembaga perwakilan memiliki 6 (enam) fungsi dasar, yakni :

1. Fungsi Perwakilan Rakyat, fungsi ini berhubungan dengan posisi para aktivis partai (yang mewakili rakyat) sebagai agregator dan artikulator aspirasi masyarakat. anggota DPRD yang baik adalah yang sanggup memahami, menjaring, merekam aspirasi masyarakat.


(28)

9

2. Fungsi Legislasi, fungsi ini berhubungan dengan upaya menterjemahkan aspirasi masyarakat menjadi keputusan-keputusan politik yang nantinya dilaksanakan oleh pihak Eksekutif (pemerintah). Disini kwalitas anggota DPRD diuji. Mereka harus mamapu merancang dan menentukan arah serta tujuan aktivitas pemerintahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setempat.

3. Fungsi Legeslative Review, fungsi ini berhubungan dengan upaya menilai kembali semua produk politik yang secara umum dirasakan mengusik rasa keadilan ditengah masyarakat seperti dinilai atau dirasakan:

a) Membebani masyarakat, seperti penentuan objek pajak b) Memebatasi hak-hak masyarakat, seperti penertiban PKL.

c) Megakibatkan ketimpangan distribusi sumber daya alam, seperti pengalihan lahan pertanian menjadi lapangan golf.

4. Fungsi Pengawasan, fungsi yang berkaitan dengan upaya memastikan pelaksanaan keputusan politik yang telah diambil tidak menyimpang dari arah dan tujuan yang telah ditetapkan. Idealnya anggota DPRD tidak sekedar mendeteksi adanya penyimpangan yang bersifat prosedural, juga diharapkan dapat mendeteksi penyimpangan teknis, seperti dalam kasus bangunan fisik yang daya tahannya diluar perhitungan normal.

5. Fungsi Anggaran, fungsi ini berkaitan dengan kemampuan anggota DPRD mendistibusikan sumber daya lokal (termasuk anggaran, dsb) sesuai dengan skala prioritas yang secara politis telah ditetapkan.

6. Fungsi Pengaturan Politik, melalui fungsi ini anggota DPRD dituntut untuk:


(29)

a) Menjadi fasilitator aspirasi dan konflik yang ada pada tataran

masyarakat, sehingga menghindari pengunaan kekerasan pada tingkat masyarakat dan

b) Menjadi mediator kepentingan masyarakat dengan pemerintah.

Adapun tugas dan wewenang anggota DPRD sesuai isi Pasal, Pasal 334 UU Nomor 27 Tahun 2009 ialah:

a. Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah

b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai APBD yang diajukan oleh kepala daerah

c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD

d. Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur bagi anggota DPRD kabupaten/kota, untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian

e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah

f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah

g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah

h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah


(30)

11

i. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah

j. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan

k. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.Karena tugas anggota DPRD adalah untuk menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat guna mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan rasa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat dan mengembangkan peran dan fungsi anggota DPRD sebagaimana diatur dalam UU nomor 32 tahun 2004.

Anggota DPRD mempunyai hak hak yang dapat digunakan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat, berdasar pada Pasal 349 dan 366-368 UU Nomor 27 Tahun 2009 bahwa Pelaksanaan Hak terdiri dari :

a. Interpelasi b. Angket, dan

c. Menyatakan pendapat.

Anggota DPRD mempunyai peran sebagai kader/perwakilan Parpol, sarana penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik rakyat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan. Anggota DPRD wajib menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat. Anggota DPRD juga harus menjadi aktor politik untuk melaksanakan fungsi Parpol. Aspirasi atau kepentingan rakyat harus diperjuangkan anggota DPRD bisa berkaitan permasalahan hak-hak dasar rakyat. Diantaranya: hak untuk hidup,


(31)

hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan peribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak perempuan dan hak anak. Dalam memperjuangkan hak-hak rakyat.

Kegiatan komunikasi politik anggota DPRD diarahkan untuk mendorong peningkatan partisipasi aktor/pelaku dan kelompok aksi lembaga dalam rangka memperjuangkan hak-hak dasar rakyat sebagai realisasi dari penegakan prinsip kedaulatan rakyat dan pencapaian iklim aman dan demokrasi, hal ini merupakan tuntutan mengingat Undang-undang No. 32 tahun 2004 menempatkan DPRD dan kepala daerah sebagai dua unsur pemerintahan daerah yang memiliki hubungan kemitraan yang menuntut adanya kesejajaran dalam kualitas kerja.

B. Penanganan Konflik Sosial menurut Undang Undang Nomor 7 tahun 2012

Dalam penanganan konflik sosial dapat dijelaskan, sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UU Nomor 7 tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik sosial, mengatakan bahwa bahwa konflik sosial, yang selanjutnya disebut konflik, adalah perseteruan dan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial.

Sehingga mengangu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional. Kondisi konflik dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional apabila terdapat ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial dan ekonomi, serta ketidakterkendalian dinamika


(32)

13

kehidupan politik, oleh sebab itu. dalam Undang Undang No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Pemerintah, DPRD dan aparat penegak hukum diwajibkan untuk melakukan upaya-upaya penanganan konflik sosial mulai dari pencegahan konflik, penghentian konflik dan pemulihan pasca konflik.

Dalam pencegahan konflik, pemerintah dan aparat penegak hukum dapat membuat sistem peringatan dini, mengingat kasus di Balinuraga ini bukanlah kasus baru.

Situasi ini menjadi rawan konflik, terutama konflik yang bersifat horisontal, yang mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum.

Penanganan Konflik menurut Undang Undang No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial pada pasal 1 bagian 2 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik

sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.

C. Tinjauan tentang konsep peranan

Peranan merupakan proses dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat


(33)

dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.(Soekanto, 2009:212-213)

Wirutomo (1981 : 99 – 101) mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan social tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan-peranan yang lain.

Konsep peranan ini pada dasarnya berhubungan dan harus dibedakan dengan konsep posisi sosial. Posisi ini merupakan elemen organisasi, letak dalam ruang sosial, kategori keanggotaan organisasi. Sedangkan peranan adalah aspek fisiologis organisasi yang meliputi fungsi, adaptasi, dan proses.

Peranan juga diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara struktural (norma-norma, harapan, larangan, tanggung jawab) dimana didalamnya terdapat serangkaian tekanan dan kemudahan yang menghubungkan, membimbing, dan mendukung fungsinya dalam organisasi.

Dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.


(34)

15

Peranan yang berhubungan dengan pekerjaannya, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Gross, Masson, dan McEachren mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.

Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu detentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat. (http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2165744-definisi-peran-atau-peranan/#ixzz2Z0i98bUV”, Sabtu 13 Juli 2013 pada pukul 10.45 WIB) Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian

dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

Dari analisis pengertian peranan sosial, dapat disimpulkan bahwa:

1. peranan sosial adalah sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat, 2. peranan sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah

ditentukan,

3. peranan sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu, 4. pelaku peranan sosial mendapat tempat tertentu dalam tangga

masyarakat,

5. peranan sosial terkandung harapan yang khas dari masyarakat, dan 6. dalam peranan sosial ada gaya khas tertentu.

peranan dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi-fungsi oleh struktur-struktur tertentu. Peranan ini tergantung juga pada posisi atau kedudukan struktur itu dan harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tadi. Peranan


(35)

juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari aktor tersebut” (Banyu dan Yani, 2005: 31).

Dengan demikian peranan dapat diartikan sebagai orientasi dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi sosialnya. Dengan peranan tersebut, sang pelaku peran baik itu individu maupun organisasi akan berperilaku sesuai dengan harapan orang atau lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan konsep melayani untuk menghubungkan harapan-harapan yang terpola dari orang lain atau lingkungan dengan hubungan dan pola yang menyusun struktur sosial.

D. Tinjauan teori teori konflik

A. Faktor faktor penyebab konflik

Dalam kehidupan sehari-hari tidak asing lagi dengan istilah konflik. Konflik menjadi suatu bagian tak terpisahkan dalam masyarakat dan konflik menjadi bumbu-bumbu kehidupan menuju perubahan didalam masyarakat. Tidak ada masyarakat tanpa konflik, hanya saja bagaimana kita bisa me-manage konflik tersebut ke arah yang lebih baik. Konflik termasuk bentuk suatu permasalahan yang di lakukan oleh anggota masyarakat dan perlu adanya penyelesaian suatu konflik. Hal ini tentu cukup rumit, sebab konflik adalah pertentangan atau pertikaian sebagai gajala sosial yang sering muncul dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker. Secara umum ada empat faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya konflik, yaitu :


(36)

17

a. Perbedaan individual b. Perbedaan kebudayaan c. Perbedaan kepentingan d. Perubahan sosial

Sedangkan menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar - belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi untuk terciptanya konflik. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan dan berbeda dengan individu yang lain.

Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain. Menurut perspektif konsensus, penyebab utama (akar persoalan) terjadinya konflik sosial adalah adanya disfungsi sosial. Maksudnya, norma-norma sosial tidak ditaati dan pranata sosial serta pengendalian sosial tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan menurut teori konflik, penyebab terjadinya konflik sosial adalah adanya perbedaan atau


(37)

ketimpangan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat yang memunculkan diferensiasi kepentingan.

Secara rinci, faktor penyebab konflik menurut Turner, adalah sebagai berikut :

1. Ketidakmerataan distribusi sumber-sumber daya yang terbatas dalam masyarakat.

2. Ditariknya kembali legitimasi penguasa politik oleh masyarakat kelas bawah.

3. Adanya pandangan bahwa konflik merupakan cara untuk mewujudkan kepentingan.

4. Sedikitnya saluran untuk menampung keluhan-keluhan masyarakat kelas bawah.

5. Melemahnya kekuasaan negara yang disertai dengan mobilisasi masyarakat bawah dan atau elit.

6. Kelompok masyarakat kelas bawah menerima ideologi radikal.

Faktor-faktor penyebab konflik sosial tidak pernah bersifat sederhana dan tunggal melainkan bersifat kompleks dan jalin menjalin secara rumit. Faktor-faktor tersebut dapat sekaligus menyangkut dimensi ideologi-politik, ekonomi, sosial-budaya, maupun agama.


(38)

19

B. Resolusi konflik

Kheel (1999:8) memberikan definisi resolusi konflik dengan memilah satu persatu antara konflik dan resolusi. Menurutnya konflik adalah perbedaan antara dua atau lebih individu, kelompok dalam beberapa hal dimana satu pihak menginginkan daripada yang lain. Resolusi didefinisikan sebagai penyelesaian konflik dengan cara sukarela seperti mediasi, negosisasi dan arbitrasi.

Sedangkan Peter Wallensteen (2002: 8) mengartikan resolusi konflik sebagai sebuah kondisi setelah konflik dimana pihak-pihak yang berkonflik melaksanakan perjanjian untuk memecahkan persoalan yang mereka perebutkan, dan menghentikan segala perbuatan kekerasan satu sama lain. Pada konteks ini resolusi konflik adalah sesuatu yang pasti datang setelah konflik dan secara otomatis kita harus mempunyai konsep dan alat untuk menganalisa konflik sebelumnya.

Sehingga resolusi Konflik dapat dikatakan sebuah proses untuk mencapai solusi sebuah konflik. Resolusi konflik menekankan kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik.

Resolusi konflik juga berupaya menciptakan suatu mekanisme penyelesaian konflik secara komprehensif. Sebelum melaksanakan lebih dalam lagi resolusi konflik, sebaiknya diketahui dahulu penyebab, gejala-gejala dan tipe konflik. Pencapaian ini mengakhiri tahapan penuh


(39)

kekerasan dalam prilaku konflik. Hal ini juga menunjukan finalitas, tetapi dalam prakteknya, konflik yang mencapai tahapan ini seringkali dibuka kembali di kemudian hari.

Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:

a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas.

b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi.

c. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).

d. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


(40)

21

Dalam setiap konflik selalu dicari jalan penyelesaian. Konflik terkadang dapat saja diselesaikan oleh kedua belah pihak yang bertikai secara langsung. Namun tak jarang pula harus melibatkan pihak ketiga untuk menengahi dan mencari jalan keluar baik oleh negara atau sebagai Organisasi Regional bahkan Organisasi Internasional.

Secara empirik, resolusi konflik dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama masih didominasi oleh strategi militer yang berupaya untuk mengendalikan kekerasan bersenjata yang terjadi. Tahap kedua memiliki orientasi politik yang bertujuan untuk memulai proses re-integrasi elit politik dari kelompok-kelompok yang bertikai. Tahap ketiga lebih bernuansa sosial. Tahap terakhir memiliki nuansa kultural yang kental karena tahap ini bertujuan untuk melakukan perombakan-perombakan struktur sosial-budaya yang dapat mengarah kepada pembentukan komunitas perdamaian yang langgeng.

Secara khusus resolusi konflik di definisikan sebagai segala bentuk pengurangan dalam konflik yang ditandai dengan kesadaran terhadap permasalahan yang terjadi diantara pihak-pihak yang berkonflik. Disadari atau tidak perdamaian dan suasana yang kondusif menurut peneliti adalah suatu hal yang sangat diidamkan oleh masyarakat negeri ini. perlunya peran pemerintah dan kerjasama antara elemen masyarakat. Perspektif konflik antara terjadi di Balinuraga tersebut


(41)

diatas terutama disebabkan oleh kepribadian kesukubangsaan secara sempit dan subyektif yang digambarkan sebagai perbuatan yang melukai harga diri dan kehormatan masing – masing sukubangsa Lampung dan sukubangsa Bali yang selanjutnya terwujud sebagai konflik fisik yang bertujuan melakukan penghancuran harta benda bahkan saling mengacam untuk memusnahkan jiwa kedua belah pihak yang bertikai

C. Pandangan konflik

Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234).

Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai perang dingin antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.


(42)

23

Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

a. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.


(43)

b. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan

dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

D. Tipe tipe konflik

Konflik dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu konflik yang realistis dan konflik yang tidak realistis. Konflik realistis yaitu konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi akibat adanya pikiran keuntungan para partisipan, yang ditujukan pada obyek yang mengecewakannya. Konflik tidak realistis yaitu konflik yang datang dari adanya kebutuhan untuk meredakan ketegangan yang datang dari salah satu pihak (Sudijono Sastroatmodjo, 1995).

Menurut Ramlan Surbakti (1992) konflik dapat dibedakan menjadi dua yaitu konflik yang berwujud hal tidak wajar dan konflik non hal tidak wajar. Konflik yamg mengandung biasanya terjadi dalam masyarakat negara yang belum memiliki konsensus bersama


(44)

25

tentang dasar, tujuan negara dan lembaga pengatur atau pengendali konflik yang jelas.

Pemberontakan dan sabotase merupakan contoh konflik yang mengandung tindak terlarang. Sedangkan konflik yang non hal tidak wajar biasanya terjadi pada masyarakat yang telah memiliki dasar tujuan yang jelas sehingga penyelesaian konflik sudah bisa ditangani melalui lembaga yang ada. Adapun konflik non hal tidak wajar biasanya berwujud perbedaan pendapat antar kelompok (individu) dalam rapat, pengajuan petisi kepada pemerintah, polemik melalui surat kabar dan sebagainya.

E. Pengendalian konflik

Perlakuan pengendalian konflik dilaksanakan melalui :

a. Proses pengendalian konflik melakukan persepsi tentang konflik itu sendiri, apa komponennya, dari mana sumbernya, bagaimana realisasinya, cara menghindarinya, implementasi penanganannya, pemilihan strategi yang digunakan, evaluasi dampak yang ditimbulkan oleh konflik.

b. Cara pengendalian konflik Memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan sesuai persepsi masing-masing yang harus dipenuhi disesuaikan dengan sumber-sumber daya dan dana yang tersedia dan dapat dimanfaatkan. Kemudian minta satu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain dengan memberikan argumentasi kuat


(45)

terhadap posisi dimaksud, sehinga akan terwujud berbagai alternatif tindakan antara lain berupa: sikap sabar, penghindaran, kekerasan, negosiasi, mediasi, konsiliasi, abritasi, peradilan, dan sebagainya.

c. Tindakan pengendalian konflik Menghindar, Kompromi, Kompetisi, Akomodasi, Kolaborasi, Kontribusi untuk pengendalian konflik sebagai hasil asesmen, Sanggup menyampaikan pokok masalah penyebab timbulnya konflik, Mau mengakui adanya konflik, Bersedia melatih diri untuk mendengarkan dan mempelajari perbedaan, Sanggup mengajukan usul atau nasihat, Meminimalisasi ketidakcocokan.

F. Manajemen Konflik

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi.

Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga (Inu Kencana Syafiie, 1998). Sementara Wirawan dalam bukunya tentang Manajemen


(46)

27

Konflik (2010) mendefiniskan konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik.Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi dikarenakan adanya proses yang terjadi di kedua belah pihak yang masing-masing pihak terpengaruh secara negatif yang menimbulkan pertentangan di antara kedua belah pihak.

Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan cenderung mendatangkan konflik. Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan.

G. Keharmonisan Sosial

Sangat indah bila cinta kasih dan keharmonisan antarasesama tetap terjaga. Namun, bisa saja hari demi hari hal itu mulai berubah. Banyak hal menyedihkan yang terjadi di sekeliling kita yang semestinya tidak perlu terjadi karena kita sebagai makhluk sosial mulai mengabaikan cinta kasih dan keharmonisan antarsesama. Sehingga dengan kurangnya keharmonisan tersebut terjadinya kesenjangan antarsesama dan secara perlahan mulai pudarnya cinta


(47)

kasih dan keharmonisan hidup yang berujung pada konflik berkepanjangan. maka hubungan sosial semakin renggang.

Pada dasarnya, semua manusia memiliki hati nurani dan cinta kasih. Yang membedakannya adalah kebiasaan mereka dengan lingkungan di sekitarnya, berjalannya waktu, perkembangan zaman dan teknologi yang begitu cepat. Semuanya itu membuat rasa cinta kasih dan keharmonisan antarsesama sedikit demi sedikit memudar, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah hingga ke lingkungan masyarakat. Dengan pudarnya cinta kasih dan keharmonisan hidup antarsesama, mulailah timbul kecemburan sosial hingga konflik antarsesama yang pada akhirnya dapat merugikan banyak orang, bahkan tak jarang sampai mengakibatkan korban jiwa.

Kondisi kehidupan sosial tertentu kalau dikaitkan dengan konflik, tentunya tidak sederhana, karena setiap konflik antaranggota dalam kehidupan sosial itu tidak selalu bentuk dan sifatnya sama (misalnya ada konflik individual atau kelompok, konflik terpendam atau terbuka, dan lain-lain). Dengan demikian memang ada variasi dalam konflik, baik atas dasar bentuk, sifat, penyebab terjadinya, maupun langkah penyelesaiannya.

Selanjutnya dapat dijelaskan pula bahwa dalam persoalan konflik ini perlu diperhatikan konteks struktur dan fungsi dalam kehidupan sosial tertentu sebagai suatu unit entitas akan berpengaruh terhadap konflik yang terjadi di situ.


(48)

29

Di dalam kehidupan bermasyarakat kita sebagai sesama makhluk sosial dan ciptaan Tuhan yang memiliki pemikiran logis seharusnya bisa berbagi cinta kasih serta menjalin keharmonisan dengan orang lain atau dengan masyarakat luas. Karena dengan cinta kasih, kasih sayang yang tertanam dalam jiwa dan tercermin dalam perilaku akan terbangun suatu keharmonisan hubungan antarsesama tanpa rasa iri hati, dengki, dan kecemburuan sosial. Dengan demikian akan dapat dihindarkan berbagai macam konflik, pertikaian, perselisihan, perseteruan, dan kerusuhan.

Cinta kasih antarsesama sangat diperlukan untuk membangun persaudaraan dan kehidupan yang rukun serta damai tanpa adanya perseteruan mulai dari pelajar, geng motor, persatuan organisasi masyarakat/ormas hingga kelompok masyarakat yang lebih luas. Karena hilangnya cinta kasih dapat menghilangkan akal sehat dan keharmonisan hidup. Karenanya, kita harus menjalin dan menjaga tali persaudaraan yang erat karena manusia tanpa memiliki cinta kasih kepada sesama bagaikan manusia tanpa perasaan dan akan membuat manusia itu berdarah dingin dan tidak peduli dengan lingkungan di sekitarnya.

H. Anatomi Konflik-Konflik Dunia Ketiga

Konflik diantara dunia ketiga timbul karena perselisihan teritorial yang seringkali berasal dari batas-batas yang dibuat seenaknya atau karena persaingan suku tradisional dari periode pra-penjajahan. Banyak kelompok etnis yang karena alasan-alasan sejarah, telah


(49)

terpisah dan hidup sebagai minoritas di negara-negara tetangga, mendapatkan dorongan baru untuk mengusahakan penyatuan, terutama karena ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah negara dimana mereka sekarang hidup.

Konflik Dunia Ketiga yang melibat negara-negara luar yang bersaing karena antagonisme ideologi mungkin bukan tipe Timur Barat saja, tetapi keterlibatan negara-negara besar, baik karena tantangan yang diciptakan oleh persaingan global mereka maupun karena mereka di undang untuk terlibat oleh pihak-pihak yang konflik (Christoph Bertram, 1998).

Konflik yang terjadi di negara-negara dunia ketiga adalah sebagai gejala tidak adanya kesepakatan politik antara rakyat. Sehingga peneliti yang memusatkan perhatiaanya terhadap gejala-gejala tersebut.Dalam hal ini diketengahkan elemen-elemen yang keberadaanya memang berpengaruh terhadap terjadinya konflik tersebut. Hal ini juga memandang bahwa dengan adanya konflik di negara-negara ketiga menimbulkan permasalahan tersendiri bagi dunia pada umumnya.

I. Penyelenggaraan Kemasyarakatan

Penyelenggaraan kemasyarakatan yang di maksud adalah bagaimana melaksanakan kepemimpinan yaitu mengajak, membujuk, mendorong, membimbing, seluruh lapisan masyarakatagar dengan sadar termotivasi berpartisipasi dan berperilaku yang benar dan baik dalam sistem ketatanegaraan


(50)

31

demokratis yang seimbang yakni aman dan tentram tanpa adanya konflik (Inu Kencana Syafiie, 1998).

Pertentangan maupun konflik tersebut dapat dijumpai di seluruh segi kehidupan sehingga muncul pilihan-pilihan yang saling bertentangan dan tidak selaras Kondisi ketentraman dan ketertiban komunitas (pemukiman) maupun kelompok-kelompok ataupun lapisan masyarakat diberbagai daerah di Indonesia dalam beberapa tahun terusik oleh berbagai jenis gangguan dan konflik.

Oleh karena itu mengenali pekerjaan sosial secara serius sangat penting untuk dicermati dalam upaya mengatasinya, bila kita gagal dalam mengatasi konflik maupun mengendalikannya akan mengakibatkan situasi dekstruktif yang lebih dahsyat, konflik merupakan masalah pelik untuk segera dicarikan pemecahaannya. Lalu bagaimana pekerjaan sosial mengatasi konflik?,dalam mencari segi penyelesaiannya, kemanfaatan dan kemaslahatannya, dari berbagai u paya-upaya yang dilakukan antara lain :

1. Menciptakan kereativitas masyarakat dalam menyikapi suatu konflik

2. Melakukan perubahan sosial yang kondusif pada pasca konflik.

3. Membangun komitmen kebersamaan dalam kelompok yang pernah konflik.

4. Mencegah berulang lagi konflik yang dapat merugikan banyak pihak.


(51)

5. Meningkatan fungsi sosial kekeluargaan atas dasar kebersamaan sebagai nilai.

Menurut peneliti apapun juga prosedur dan mekanisme yang dibangun untuk mengantisipasi dan mengatasi konflik, dan betapapun efektifnya berdasarkan rancangannya, semua itu akan sia-sia saja manakala para warga tidak hendak mengubah dirinya menjadi insan-insan yang berorientasi kedamaian. Berkepribadian baik, ujung akhir penyelesaian konflik yang dibayangkan hanyalah “menang atau kalah”.

Apabila konflik yang terjadi berlangsung pada model yang demikian ini, yang tak mustahil bisa terjadi juga dalam masyarakat yang demokratik, akibat yang serius mestilah diredam ialah dicegah dan akan diatur berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan bersama (misalnya aturan perundang-undangan) yang telah dimengerti dan disosialisasikan.

E. Konsepsi Peranan Anggota DPRD pada dapil wilayah konflik Kabupaten Lampung Selatan kecamatan way panji dalam penanganan konflik Balinuraga-Agom

Peranan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Selatan pada dapil wilayah konflik dalam melaksanakan tugas, dan wewenang dan mengoptimalkan fungsi legislasi, pengawasan, anggaran, dan menampung aspirasi dari masyarakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 dalam penanganan konflik Balinuraga-Agom.


(52)

33

Peranan anggota DPRD itu dilihat berdasarkan pada Undang-Undang No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yang mencakup 3 tahap yaitu pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.

A. Pencegahan konflik

1. Memberikan saran dan masukan kepada pemerintah daerah dalam membentuk peraturan dan kebijakan daerah dalam upaya pencegahan konflik

2. Mengontrol dan mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

3. Melakukan dialog dalam rangka membahas dan menampung aspirasi dari masyarakat untuk dijadikan masukan dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

4. Memberikan saran dan masukan dalam persetujuan dan menetapkan dana bantuan bersama pemerintah daerah dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

B. Penghentian konflik

1. Membahas dan menampung aspirasi dari masyarakat dalam upaya penghentian konflik

2. Memberikan saran dan masukan dalam membentuk peraturan dan kebijakan daerah bersama dengan kepala daerah dalam upaya penghentian konflik


(53)

C. Pemulihan pasca konflik

1. Memberikan saran dan masukan dalam membentuk peraturan dan kebijakan daerah bersama dengan kepala daerah dalam upaya pemulihan pasca konflik

2. Mengontrol dan mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pemulihan pasca konflik

3. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat dalam upaya pemulihan pasca konflik

4. Memberikan saran dalam persetujuan dan penetapan dana bantuan bersama pemerintah daerah dalam upaya pemulihan pasca konflik ,


(54)

35

D. Kerangka Pikir

h

A. Pencegahan Konflik

1. Memberikan saran dan masukan kepada pemerintah daerah dalam membentuk peraturan dan kebijakan daerah dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

2. Mengontrol pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

UNDANG UNDANG NO 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

UNDANG UNDANG NO 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG UNDANG NO 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD

PERANAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DAPIL WILAYAH

KONFLIK DALAM PENANGANAN KONFLIK BALINURAGA AGOM

KONFLIK KOMUNAL ANTARA DESA BALINURAGA DAN DESA AGOM PENGHENTIAN KONFLIK PENCEGAHAN KONFLIK PEMULIHAN PASCA KONFLIK


(55)

3. Melakukan dialog dalam rangka membahas dan menampung aspirasi dari masyarakat dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

4. Memberikan saran dan masukan dalam persetujuan dan menetapkan dana bantuan kepada pemerintah daerah dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

B. Penghentian Konflik

1. Membahas dan menampung aspirasi dari masyarakat dalam upaya penghentian konflik

2. Memberikan saran dan masukan dalam membentuk peraturan dan kebijakan daerah bersama dengan kepala daerah dalam upaya penghentian konflik

C. Pemulihan Pasca Konflik

1. Memberikan saran dan masukan membentuk peraturan dan kebijakan daerah bersama dengan kepala daerah dalam upaya pemulihan pasca konflik

2. Mengontrol pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pemulihan pasca konflik 3. Menampung aspirasi dari masyarakat dalam upaya pemulihan pasca

konflik

4. Memberikan saran dan masukan dalam persetujuan dan menetapkan dana bantuan bersama Pemerintah Daerah dalam upaya pemulihan pasca konflik


(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang telah dilaksanakan melalui studi mendalam dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara riil mengenai situasi tertentu atau keterkaitan hubungan antara berbagai fenomena secara aktual dan teratur. Seperti dikemukakan oleh Sugiyono (2005 : 180) dengan mengutip pendapat Nasution bahwa penelitian kualitatif pada hahekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

Sedangkan penelitian deskriptif menurut Moh. Nazir (1988 : 63) yang dikutip oleh Sugiyono (2005 : 345), yaitu suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu obyek, suatu situasi kondisi, suatu system pemikiran, atau kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untu membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, siat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Dalam data kualitatif dapat diperoleh kejelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat dan kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai


(57)

sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.

1. Telah terjadi konflik antarkelompok suku dan memuncak pada konflik Balinuraga pada bulan Oktober 2012.

B. Lokasi dan Waktu

Lokasi dan waktu Penelitian telah dilakukan di Desa Balinuraga kecamatan Way Panji, Desa Agom Kecamata Kalianda dan di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Selatan.

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan suatu batasan-batasan yang digunakan dalam sebuah penelitian yang berfungsi untuk menjaga agar penelitian tetap pada jalur yang telah di tentukan dan tidak menyimpang dari pokok bahasan yang akan diteliti.

Adapun yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah studi tentang Peranan anggota DPRD Lampung Selatan pada dapil wilayah konflik berdasarkan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 dalam penanganan konflik Balinuraga-Agom berdasarkan pada Undang-Undang No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yang terjadi di desa Balinuraga yang meliputi 3 tahap yaitu pencegahan konflik, penanganan konflik, dan pemulihan pasca konflik.

a. Pencegahan Konflik

1. Ikut membentuk peraturan dan kebijakan daerah bersama dengan kepala daerah dalam upaya pencegahan terjadinya konflik


(58)

39

2. Mengontrol pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

3. Melakukan dialog dengan masyarakat dalam rangka membahas dan menampung aspirasi dari masyarakat dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

4. Memberikan saran dan masukan kepada pemerintah daerah serta melakukan pengawasan terkait dana bantuan dalam upaya pencegahan terjadinya konflik

b. Penghentian Konflik

1. Membahas dan menampung aspirasi dari masyarakat dalam upaya penghentian konflik.

2. Memberikan saran dan masukan dalam membentuk peraturan dan kebijakan daerah bersama dengan kepala daerah dalam upaya penghentian konflik

c. Pemulihan Pasca Konflik

1. Memberikan masukan dalam membentuk peraturan dan kebijakan daerah kepada kepala daerah dalam upaya pemulihan pasca konflik 2. Mengontrol pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan lainnya serta

kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pemulihan pasca konflik 3. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi yang datang dari

masyarakat dalam upaya pemulihan pasca konflik

4. Melakukan pengawasan memberikan saran dan masukan terhadap dana bantuan dalam upaya pemulihan pasca konflik


(59)

D. Sumber Data 1. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder yang telah diperoleh adalah berupa arsip dan informasi dari kepala desa Agom (Muksin Syukur) dan kepala desa Balinuraga (Wardane)

2. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui meedia perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok. Data primer yang telah diperoleh dalam penelitian ini adalah sumber data yang langsung didapat saat wawancara dengan anggota dewan pada daerah pemilihan wilayah konflik kecamatan Kalianda (Hamdani) dan kecamatan Way Panji (Wardane)

E. Informan

Penentuan subjek penelitian atau informan ini berdasarkan pendekatan purposive sampling. Metode purposive sampling menurut Sugiono (1997:57) yaitu penentuan sampel untuk tujuan atau pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini menurut Sugiono (2005:54) bahwa orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia


(60)

41

sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti. informan utama dalam penelitian ini adalah :

1. Anggota dewan pada daerah pemilihan wilayah konflik kecamatan Kalianda (Hamdani)

2. Anggota dewan pada daerah pemilihan wilayah konflik kecamatan Way Panji (Wardane)

3. Kepala desa Agom (Mucksin Syukur) 4. Kepala desa Balinuraga (Wardane)

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai berikut :

1. Dokumentasi

Studi pustaka ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai teori-teori dengan mempelajari buku-buku, perundang-undangan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan, mencatat ataupun mempelajari dokumen-dokumen/arsip-arsip yang ada, yang terkait dengan penelitian. Dokumentasi yang telah diperoleh dalam penelitian ini adalah catatan hasil wawancara dan buku-buku yang berkaitan dengan konflik dan perundang-undangan yang berkaitan dengan anggota DPRD.

2. Studi lapangan/ Wawancara

Tehnik pengumpulan data dengan cara melakukan Tanya jawab atau percakapan secara langsung pada pihak yang terkait dengan obyek yang diteliti. Wawancara yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah


(61)

dengan anggota dewan pada daerah pemilihan wilayah konflik kecamatan Kalianda (Hamdani) dan kecamatan Way Panji (Wardane) serta di bantu oleh kepala desa Agom (Mucksin Syukur) dan kepala desa Balinuraga (Wardane)

G. Teknik Pengolahan Data

a. Editing (Pemeriksaan Data)

Editing yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan meneliti hasil apakah ada response yang tidak lengkap, tidak komplet atau membingungkan.

b. Interpretasi

Interpretasi yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menyederhanakan ide-ide atau issu-issu yang rumit dan kemudian membaginya dengan masyarakat awam/umum.

H. Teknik Analisis Data

a. Reduksi Data

Peneliti telah melakukan pemilihan dan pemusatan perhatian untuk menyederhanakan, abstraksi dan tranformasi data kasar yang diperoleh. (Agus Salim, 2006).

b. Triangulasi data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2004:330). Dalam penelitian ini telah dilakukan keabsahan data dengan membandingkan hasil wawancara dengan informan utama anggota dewan pada daerah pemilihan wilayah konflik kecamatan Kalianda (Hamdani) dan kecamatan


(62)

43

Way Panji (Wardane) terhadap kepala desa Agom (Mucksin Syukur) dan kepala desa Balinuraga (Wardane)

c. Penyajian Data

Peneliti telah mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. (Agus Salim, 2006). d. Penarikan Kesimpulan

Peneliti telah berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang dipeolehnya dilapangan. (Agus Salim, 2006).


(63)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A.Kabupaten Lampung Selatan

Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu penduduk asli Lampung dan penduduk pendatang. Penduduk asli khususnya sub suku Lampung Peminggir umumnya berkediaman di sepanjang pesisir pantai. Penduduk sub suku lainnya tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Penduduk pendatang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Dari semua suku pendatang tersebut jumlah terbesar adalah pendatang dari Pulau Jawa. Besarnya penduduk yang berasal dari Pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan. Beragamnya etnis penduduk di Kabupaten Lampung Selatan juga sangat memungkinkan timbulnya konflik antar etnis seperti konflik yang terjadi antara desa Balinuraga yang mayoritas suku Bali dengan desa Agom mayoritas suku Lampung


(64)

45

Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar adalah wilayah pantai sehingga banyak nelayan yang menetap. Para nelayan ini pada umumnya mendiami wilayah pantai timur dan selatan, yang sebagian besar berasal dari pesisir selatan Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Dengan beragamnya etnis penduduk yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Selatan, maka beragam pula adat dan kebiasaan masyarakatnya sesuai dengan asal daerahnya. Adat kebiasaan penduduk asli yang saat ini masih sering terlihat adalah pada acara-acara pernikahan. Penduduk Kabupaten Lampung Selatan dalam bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Hukum adat tersebut berbeda antara yang satu dengan lainnya. Secara umum penduduk asli Lampung yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Peminggir yang merupakan mayoritas suku Lampung di Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok kedua yaitu masyarakat Lampung Pepadun.

Lampung Selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung,beribukota di Kalianda. Lampung Selatan terdiri atas banyak etnis yakni etnis asli lampung yang terdiri dari suku lampung peminggir dan suku lampung pepadun,yang digolongkan dalam 7 marga (marga Pesisir/Rajabasa, Marga Legun, Marga Katibung, Marga Dantaran, Marga Ratu, Marga Sekampung Ilir, dan Marga Sekampung Udik). Kaum pendatang juga ikut menyusun kemajemukan masyarakat Lampung Selatan baik itu dari pulau jawa maupun pulau bali ataupun etnis sumatera lainnya sperti etnis minangkabau yang datang dari sumatera barat.yang turut menyusun kemajemukan masyarakat lampung selatan.


(65)

Kemajemukan masyarakat Lampung Selatan ini berpotensi menyebabkan konflik,baik itu konflik antar etnik maupun konflik sosial. Konflik sosial yang terjadi di Lampung Selatan ,tentu saja berdampak pada kehidupan warga yang terkena konflik salah satunya adalah warga balinuraga,banyak dari mereka yang kehilangan saudara maupun harta benda. Konflik sosial seperti ini tidak hanya menimbulkan kerugian materi tapi juga menimbulkan kerugian psikis atau kejiwaan dikarenakan rasa takut ataupun tidak aman.

1. Desa Balinuraga

Pada zaman dahulu desa Balinuraga adalah lahan milik pemerintah yang kemudian dijadikan sebagai daerah tujuan transmigrasi pada tahun 1963 dan pada tahun tersebut pula diberi nama Desa Balinuraga di bawah kecamatan Kalianda

Pada tanggal 27 Juli 2007 wilayah desa Balinuraga dari wilayah kecamatan Sidomulyo menjadi daerah pemekaran baru kecamatan Way Panji.

a. Desa Balinuraga memiliki batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan desa Trimomukti kecamatan Candipuro

2. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Sidoreno kecamatan Way Panji

3. Sebelah barat berbatasan dengan desa Wae Gelam kecamatan Candipuro


(66)

47

b. Keadaan penduduk desa Balinuraga

Berdasarkan data monografi, desa Balinuraga memiliki jumlah penduduk sebanyak 2910 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sebanyak 1164 jiwa perempuan berjumlah 1746 jiwa. Mayoritas penduduk yang berda di desa Balinuraga adalah masyarakat Suku Bali sebanyak 2375 orang dan sisanya adalah masyarakat Suku Jawa.

c. Sejarah konflik desa Balinuraga

Dalam catatan sejarah dapat dikatakan bahwa awal dari konflik yang terjadi tersebut adalah dendam atau luka lama yang kemudian muncul kembali yang baru ini, barawal dari sebuah peristiwa pada awal tahun 1990 an. Peristiwa yang mempersoalkan lahan perkebunan tersebut meruapakan sebuah pemicu lama yang menunjukan ketimpangan sosial dan ekomomi di wilayah tersebut sampai sekarang menjadi sebuah catatan hitam atas keberadaan desa Balinuraga di daerah Lampung Selatan.

Sebenarnya bentrok antar warga di Lampung Selatan pada 28-29 Oktober 2012 adalah bagian tak terpisahkan dari konflik yang terjadi sebelumnya yang kembali terulang. Konflik tersebut sesungguhnya memiliki akar persoalan yang lebih dalam dari sekedar perseteruan dua kelompok etnis. Konflik-konflik sebelumnya terkait persoalan transmigrasi, Perkebunan Inti Rakyat (PIR) hingga tambak udang sebenarnya masih menyimpan persoalan yang belum tuntas sehingga konflik sewaktu-waktu dapat muncul kembali. Hal ini mendorong terjadinya salah satu penyebab gesekan antar warga asli dengan pendatang. Terlebih lagi ketika warga


(1)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada BAB V dengan (tiga) tahap penanganan konflik yaitu pada tahap pencegahan konflik, penghentian konflik, dan penanganan pasca konflik dapat disimpulkan bahwa :

1. Anggota dewan pada dapil wilayah konflik Way Panji (Sunyoto) memiliki peranan dalam penanganan konflik yaitu pada saat tahap pemulihan pasca konflik dengan melakukan pengawasan dan menampung banyak aspirasi yang masuk dari tokoh-tokoh masyarakat seperti kepala desa balinuraga dan tokoh adat suku Bali terkait bantuan baik dana maupun perbaikan sarana apakah sudah berjalan dengan baik atau belum. Sementara pada tahapan pencegahan konflik masih belum maksimal dalam menampung aspirasi masyarakat terkait dengan pencegahan konflik. Hal ini benar setelah di konfirmasi oleh kepala desa Balinuraga (Wardane) dan tokoh adat desa Balinuraga (Pastike).

2. Anggota dewan pada dapil wilayah konflik Kalianda (Hamdani) memiliki peranan dalam penanganan konflik yaitu pada tahap penghentian konflik. Pada saat terjadinya konflik anggota dewan (Hamdani) ikut turun untuk menenangkan emosi warga desa Agom dan menampung aspirasi dengan mencari tahu akar permasalahan


(2)

sesungguhnya untuk segera melakukan perdamaian yang kemudian memberikan saran dan masukan tersebut kepada Bupati untuk menemukan solusi perdamaian yang terbaik bagi kedua desa. Sementara pada tahapan pencegahan konflik masih belum maksimal dalam menampung aspirasi masyarakat terkait dengan pencegahan konflik. Hal tersebut benar setelah dikonfirmasi dengan kepala desa Agom (Muchsin Syukur)

3. Perbandingan peranan anggota dewan pada dapil wilayah konflik Way Panji (Sunyoto) dengan anggota dewan dapil Kalianda (Hamdani) berdasarkan pada 3 tahap penanganan konflik dan pendapat tokoh masyarakat, anggota dewan Kalianda lebih berperan pada saat tahap penghentian konflik. Sedangkan anggota dewan pada dapil Way Panji (Sunyoto) lebih berperan pada saat pemulihan pasca konflik

Sementara pada tahapan pencegahan konflik kedua anggota dewan masih belum maksimal baik dalam menampung aspirasi masyarakat maupun pengawasan terhadap kinerja kepala desa terkait dengan pencegahan konflik antar warga Agom dengan warga Balinuraga. B. Saran

1. Anggota dewan pada daerah pemilihan asal kecamatan Kalianda (Hamdani) sebagai wakil rakyat harus lebih berperan pada tahapan pencegahan konflik dengan cara selalu menampung aspirasi masyarakat terkait dengan kerukunan antar desa, agama, dan suku sehingga perlu membangun lagi agenda antisipasi konflik sejak dini terhadap tingginya potensi konflik.


(3)

83

2. Anggota dewan pada daerah pemilihan asal kecamatan Way Panji (Sunyoto) sebagai wakil rakyat harus lebih berperan dalam tahapan pencegahan konflik terutama dalam menjalankan fungsi menampung aspirasi masyarakat terkait dengan kerukunan antar desa, agama, dan suku sehingga dapat mengantisipasi konflik agar tidak terulang kembali mengingat tingginya potensi konflik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Salim, 2001, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: Buku Sumber Untuk Penelitian Kualitatif (edisi kedua, Agustus 2006), Tiara

Bertram, Christop. 1998. Konflik Dunia Ketiga. Jakarta. Bina Aksara

Fisher, Simon, dkk. 2001. Mengelola Konflik : Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak, Cetakan Pertama, Alih Bahasa S.N. Kartikasari, dkk, The British Counsil, Indonesia, Jakarta.

Herpratiwi, 2009. Konflik Dalam Organisasi. Bandar Lampung. Univaersitas Lampung.

Hugh, Miall. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta. PT Raja Grafindo

Miall, Hugh, dkk. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer : Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras, Cetakan Kedua, Alih Bahasa Tri Budhi Sastrio, Rajawali Pers, Jakarta

Moleong, Lexy J., 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cetakan kedua), PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Desertasi, Dan Karya Ilmiah. Kencana. Jakarta.

Pruit, Dean G. & Jeffrey Z Rubin, 2004, Teori Konflik Sosial (terjemahan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta


(5)

85

Ramlan Surbakti, 1999, Memahami Ilmu Politik (Cetakan keempat), PT. Grasindo, Jakarta

Rozi Syafua,dkk. 2006. Kekerasan komunal: Anatomi dan Resolusi Konflik di Indonesia.

Soerjono Soekanto; 2009, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers Jakarta

Sumardinata, J., Bhineka Dalam Konflik, Kompas, 2000

Susan, (2009). Sosiologi Konflik dan isu-isu konflik kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Syafiie, Inu Kencana. 1988. Manajemen Konflik. Jakarta. Pertja Tim Redaksi, 2008. Peran dan fungsi DPR Fokus Media.

Undang-Undang PEMDA (Pemerintahan Daerah), Asa Mandiri, Cetakan keempat, 2009

Weiss H Donald, 2008. Menyelesaikan Konflik Secara Bijaksana. Karisma. Wirawan, 2010 Konflik dan Manajemen konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian.

Jakarta : Salemba Humanika.

Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Cetakan Pertama, Mandar Maju, Bandung.

Wijaya A.W. 1986. Komunikasi Dan Humas. Jakarta: Bina Aksara. Yususf, Al-Aqshari. Manajemen Konflik. Robbani Press

Peraturan Perundang-Undangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH


(6)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH lain-lain

http://mbah.byethost9.com/?page_id=18 Anonim. 2009. Pengaruh Keragaman Suku Bangsa Terhadap Integritas Bangsa Indonesia. Diakes tanggal 4 Desember 2012.

http://andrie07.wordpress.com/2009/11/25/faktor-penyebab-konflik-dan-strategi- penyelesaian-konflik Diakes tanggal 6 Desember 2012.

http://psychochanholic.blogspot.com/2008/03/teori-teori-konflik.html. Diakes tanggal 4 Desember 2012.

http://www.tempointeractive.com/hg/narasi/2004/06/17/nrs,20040617-04,id.html Diakes tanggal 4 Januari 2013.

http://publicainstitute.com/index.php?option=com_content&view=article&id=17: peran-dpr-ri-dalam-memperjuangkan-aspirasi-

rakyat&catid=4:politik&Itemid=3 diakses pada 16 Januari 2013 http//m.antarnews.com/berita/358208/jk-minta-peran-dprd-dimaksimalkan-

atasi-konflik, minggu 5 Mei 2013

http://www.fpks-palu.org/2013/02/rakernas-adeksi-hasilkan-9-rekomendasi.html, 4 Maret 2013 13.15

http://www.suarapembaruan.com/home/lampung-selatan-rusuh-3-orang-tewas-6- luka-parah/26254 16 November 2012 01:44

http://sekelumitinfo.wordpress.com/2012/11/05/perdamaian-suku-bali-lampung- akhirnya-disepakati/,16 November 2012 01:44