LEADERSHIP STYLE SOUTHERN REGENT LAMPUNG RYCKO MENOZA SZP IN CONFLICT RESOLUTIONBALINURAGA VILLAGE AND AGOM Dw GAYA KEPEMIMPINAN BUPATI LAMPUNG SELATAN RYCKO MENOZA SZP DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DESA BALINURAGA DAN DESA AGOM

(1)

LEADERSHIP STYLE SOUTHERN REGENT LAMPUNG RYCKO MENOZA SZP IN CONFLICT

RESOLUTIONBALINURAGA VILLAGE AND AGOM VILLAGE

By

DWI AGUNG NOVRIAN

Leader and leadership’ future, related with our nation’s human resource quality nowadays. Conflict that happened in Bali Nuraga village is the biggest “ethnic” conflict from all conflict that happened in Southern Lampung, 14 dead victims, many injured victims, and hundreds house destroyed caused of conflict that happened in Bali Nuraga Village, that caused by Lampung tribe attacked balinese tribe. Previous study research the role of regent in horizontal conflict resolution and that is the important aspect, so the researcher interest to see more about the leadership problem, that is leadership style of the regent in solving the conflict not only see the conflict management in that conflict that happened in Bali Nuraga Village and Agom Village, Southern Lampung. Leadership style is one of the way that used by leader to influencing another. Each leadership style has their own advantages and disadvantages. A leader will use leadership style depends on their personal and ability. Each leader in


(2)

guiding, moving and directing the people has difference pattern one and another. The difference as the differences of leadership style from its leader.Compatibility between leadership style, norms and organization culture as the one of key to reach success of the leader.

The purpose of this study is to know how leadership that used by Rycko Menoza SZP as the regent of South Lampung in solving the conflict between Bali Nuraga Village and Agom Village, Southern Lampung. Method that used by the researcher is Qualitative descriptive. Data collection technique that used are interview and documentation. Information sources are from Kesbangpol Southern Lampung, head of Bali Nuraga Village and Head of Agom Village, and also the people of Bali Nuraga and Agom Village.

Leadership style of Rycko Menoza in solving the conflict between Bali Nuraga Village and Agom Village compatible as Stoner Theory, that is leadership style used by Lassiez Faire/ Freedom. According to information by Kesbangpol, when the conflict happen the regent there is no in the area, he only coordinating with the Southern Lampung government officers, according to analysis result from the documents kesbangpol and interview.


(3)

ABSTRAK

GAYA KEPEMIMPINAN BUPATI LAMPUNG SELATAN RYCKO MENOZA SZP DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DESA

BALINURAGA DAN DESA AGOM

Oleh

DWI AGUNG NOVRIAN

Pemimpin dan kepemimpinan masa depan, erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Konflik yang terjadi di Desa Bali Nuraga merupakan bentuk konflik “etnik” terbesar dari seluruh konflik yang ada di Kabupaten Lampung Selatan, 14 korban jiwa yang diketahui, puluhan korban luka, dan ratusan rumah yang hampir 100% hancur akibat konflik yang terjadi di Desa Bali Nuraga yang di lakukan oleh masyarakat suku Lampung terhadap masyarakat suku Bali. Penelitian sebelumnya banyak meneliti peran pemerintah daerah dalam resolusi konflik horizontal dan inilah yang menjadi aspek penting, sehingga peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut tentang permasalahan kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan Kepala Daerah Lampung Selatan dalam penyelesaian konflik. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya. Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi bawahan di lingkungannya memiliki


(4)

pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya . Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda dari setiap pemimpin.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui gaya kepemimpinan yang dipakai Bupati Lampung Selatan Ryco Menoza SZP dalam penyelesaian konflik yang terjadi di desa Bali Nuraga dan desa Agom Kabupaten Lampung Selatan . Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Sumber informan yaitu Kesbangpol Kabupaten Lampung Selatan, Kepala Desa Balinuraga dan Kepala Desa Agom serta masyarakat Desa Balinuraga dan Desa Agom.

Gaya Kepemimpinan yang dilakukan Bupati Lampung Selatan dalam penyelesaian konflik desa Bali Nuraga dan Desa Agom sesuai yang dikemukakan oleh teori Stoner yaitu Gaya Kepemimpinan yang digunakan cenderung ke Lassiez Faire/Bebas. Hal ini berdasarkan keterangan dari pihak Kesbangpol, pada saat konflik Bupati Lampung Selatan sedang tidak ada ditempat, Bupati hanya berkordinasi dengan aparatur pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan, dan berdasarkan hasil analisis dari dokumen – dokumen kesbangpol dan wawancara.


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 November 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putra pasangan Bpk Suwito dan Ibu Sri Mulyani.

Jenjang pendidikan penulis diawali pada tahun 1995, dimana penulis “bermain sambil belajar” di TK Kartika II-VI Bandar Lampung. Kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Dasar di SD Kartika II-V Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2002. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 9 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya, penulis mengenyam pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 7 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2008

Pendidikan dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dengan mengikuti Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur mandiri pada tahun 2008, dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.


(10)

MOTO

Sesali masa lalu karna ada kekecewaan dan kesalahan

kesalahan, tetapi jadikan penyesalan itu sebagai senjata

untuk masa depan agar tidak terjadi kesalahan lagi

...AN....

Ketika masalah datang, Allah tidak meminta kita

memikirkan jalan keluar sehingga penat. Allah hanya

meminta kita Sabar dan Solat

...AN...

Tidaklah penting seberapa lambat kita berjalan asalkan

tidak pernah berhenti untuk berjalan


(11)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah,

Tiada kata lain selain syukur alhamdulillah kuucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Esa dan Maha Segalanya. Semoga Allah meridhoi dan

memberkahi karya sederhana ku ini..

Saya persembahkan karya ini kepada orang–orang yang saya sayangi dan menyayangiku..

Kedua orang tuaku

Untuk kedua orang tuaku yang sudah membesarkan dan mendidik saya serta yang selalu sabar menghadapi sikap dan tingkah laku saya. Karya ini khusus saya persembahkan buat Ibu dan Bapak yang sangat saya sayangi yang tidak pernah bosan memberi saran dan semangat buat

menjalani hidup yang sebenarnya.

Untuk mba dan adik saya yang saya sayangi terima kasih atas motivasi dan perhatiannya..

Untuk teman dan sahabat-sahabat saya, terima kasih untuk semuanya, semangat, kebahagian, kebersamaan maupun kesedihan yang pernah


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR……… iii

DAFTAR TABEL……… iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemimpinan ... 8

1. Pengertian Pemimpin... 9

2. Pengertian Kepemimpinan ... 11

3. Fungsi Kepemimpinan……… 12

4. Peran Pemimpin……….. 17

5. Karakteristik Pemimpin……….. 17

6. Tipe-Tipe Pemimpin……….…….. 21

7. Teori Kepemimpinan……….. 26

8. Gaya Kepemimpinan……….. 30

B. Konflik ... 34

1. Fase Konflik ... 35

2. Penyebab Konflik... 39

3. Manajemen Konflik ... 40

C. Kepemimpinan dalam Konflik……….. 42

D. Kerangka Pikir………... 45

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 47

B. Fokus Penelitian ... 49

C. Jenis Data Penelitian... 50

D. Penentuan Informan ... 51

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

F. Teknik Pengolahan Data ... 52


(13)

IV. GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Desa Bali Nuraga... 56

1. Administratif Pemerintahan……….... 58

2. Kondisi Pemerintahan Desa……… 60

3. Sarana Prasarana………. 62

B. Sejarah Desa Agom... 63

1. Administratif Pemerintahan……… 64

2. Kondisi Pemerintahan Desa……… 65

3. Sarana Prasarana………. 67

C. Gambaran Konfli Antar Desa Agom dan Bali Nuraga... 68

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil………... 72

1. Konflik Antar Suku Bali dan Suku Lampung ... 72

2. Perjanjian Perdamaian Suku Bali dan Suku Lampung ... 77

3. Peran Bupati Lampung Selatan Dalam Perjanjian Perdamaian…… 80

B. Pembahasan……….……….… 82

1. Gaya Kepemimpinan Bupati Lampung Selatan Sebelum Terjadi Konflik……… 82

2. Gaya Kepemimpinan Bupati Lampung Selatan Saat Terjadi Konflik……… 84

3. Gaya Kepemimpinan Bupati Lampung Selatan Dalam Penyelesaian Konflik……….. 87

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 106

B. Saran……… .…. 107 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1. Daftar Kerusakan Akibat Kerusuhan... 70

2. Daftar Korban Meninggal Dari Desa Agom... 71

3. Daftar Korban Meninggal Dari Desa Bali Nuraga... ….. 71

4. Peran pemimpin Rycko Menoza Dalam Penyelesaian Konflik...……… 94

5. Karakteristik Pemimpin Rycko Menoza Dalam Penyelesaian Konflik…. 96

6. Tipe Pemimpin Rycko Menoza Dalam Penyelesaian Konflik BerdasarkanSikap Pemimpin Terhadap Kekuasaan dan Organisasi……. 97

7. Tipe Kepemimpinan Rycko Menoza Dalam Penyelesaian Konflik Berdasarkan Kekuasaan……….. 98

8. Tipe Pemimpin Rycko Menoza Dalam Penyelesaian Konflik Berdasarkan Segi Landasan Yang Dipergunakan Untuk Mempengaruhi.. 99

9. Teori Kepemimpinan………. . 100

10. Gaya Kepemimpinan Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza Dalam Penyelesaian Konflik Berdasarkan Analisis Dari Peran Pemimpin, Karakteristik Pemimpin, Tipe Pemimpin, dan Teori Pemimpin…………. 102


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu dan kelompok untuk dapat bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin dan kepemimpinan masa depan, erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Bangsa ini masih membutuhkan pemimpin yang kuat di berbagai sektor kehidupan masyarakat, pemimpin yang berwawasan kebangsaan dalam menghadapi permasalahan bangsa yang demikian kompleks. Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik elektronik maupun cetak, seringkali menampilkan opini dan pembicaraan yang membahas seputar kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan, merupakan salah satu motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan kepemimpinan.

Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam kemajuan atau kemunduran suatu Daerah demikian juga kemajuan atau kemunduran suatu Daerah, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan


(16)

2

atau kegagalan pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai pemimpin menjadi fokus yang menarik perhatian para peneliti. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi bawahannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap bawahan agar dapat menimbulkan kepuasan dan komitmen sehinga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja yang tinggi.

Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya. Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi bawahan di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya . Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi seorang pemimpin.


(17)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Undang-Undang tersebut merupakan langkah awal dalam menghilangkan kelemahan pemerintah sentralistik pada masa lalu. Undang-undang yang telah diamandemen tersebut pada umumnya tidak berbeda jauh dengan undang-undang sebelumnya. Sikap Pemimpin Daerah yang memiliki tujuan dalam menyelesaikan masalah Internal yang ada di daerahnya merupakan alasan dan bentuk ketertarikan dalam membuat penelitian tentang bagaimana gaya kepemimpinan Rycko Menoza selaku Bupati Lampung Selatan dalam penyelesaian konflik yang terjadi antara Desa Balinuraga dan Desa Agom. Hal ini berkaitan langsung dengan masalah perubahan kehidupan sosial, ekonomi dan politik dari masyarakat di daerah yang mereka pimpin. Dikaitkan dengan beberapa gaya kepemimpinan, dapat dikatakan bahwa seorang birokrat ataupun kepala daerah biasanya terpengaruh dengan sistem dan pola. Pola yang sudah ada tersebut di pengaruhi oleh latar belakang profesi seorang kepala daerah tersebut sebelumnya fenomena yang terjadi pada kepemimpinan kepala daerah pada era otonomi daerah saat ini, juga diisi oleh orang-orang dengan latar belakang profesi yang berbeda-beda. Pada saat ini muncul kepala daerah dengan latar belakang profesi Militer ataupun Sipil (pengusaha, akademisi, birokrat). Gaya kepemimpinan para Kepala Daerah tidak hanya dipengaruhi latar belakang profesi mereka tetapi juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi setempat, baik budaya dan kebiasaan yang ada, maupun perkembangan politik yang terjadi di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian, mereka menggunakan


(18)

4

kombinasi perilaku komunikatif yang berbeda ketika menanggapi keadaan sekelilingnya. Oleh karena itu gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang Kepala Daerah, biasanya juga di sesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dibutuhkan di daerahnya. Kehidupan sosial masyarakat yang nantinya akan merasakan bagaimana hasil dan dampak dari kebijakan yang dibuat oleh kepemimpinan seorang Kepala Daerah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang Kepala Daerah belum tentu selalu memiliki satu gaya kepemimpinan.

Keberadaan Kepala Daerah sebagai seorang pemimpin di dalam Era Otonomi daerah sangatlah penting. Kepala Daerah adalah orang yang bergerak lebih awal atau mempelopori, mengarahkan pikiran dan pendapat bawahannya, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya, menetapkan tujuan organisasi, memotivasi bawahannya agar sesuai dengan tujuan organisasi dan harus dapat mempengaruhi sekaligus melakukan pengawasan atas pikiran, perasaan, dan tingkah laku aparatur pemerintahan yang dia pimpin. Untuk mewujudkan dan melaksanakan perannya sebagai seorang pemimpin, Kepala Daerah diharuskan memiliki sikap dasar dan sifat-sifat kepemimpinan, teknik dan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi lingkungan organisasi, pengikut serta situasi dan kondisi yang melingkupi daerah yang dipimpinnya, serta ditopang oleh kekuasaan yang tepat. Menurut Hicks dan Gullett dalam buku kepemimpinan dan motivasi (Wahjosumidjo ; 2001) menyebutkan bahwa peranan pemimpin adalah menciptakan rasa aman. Dengan terciptanya rasa aman , masyarakat merasa


(19)

tidak terganggu, bebas dari segala perasaan gelisah, kekawatiran, bahkan merasa memperoleh jaminan keamanan dari pemimpin

Kasus yang melatar belakangi tentang penelitian yang penulis tulis adalah karena ada anggapan bahwa masyarakat merasa adanya rasa ketidak adilan yang dirasakan oleh masyarakat dari kedua suku yang berkonflik pasca konflik yang terjadi di Desa Balinuraga pada akhir tahun 2012 kemarin. Adanya rasa ketidak adilan tersebut dalam bentuk santunan atau bantuan yang diberikan Bupati masih adanya pilih kasih atau tebang pilih, sehingga adanya salah satu suku yang merasa tidak adil tentang penerimaan santunan yang diberikan dari Kepala Daerah Bupati Lampung Selatan terhadap korban dari konflik Desa Balinuraga antara suku Lampung dan Suku Bali yang ada di Kabupaten Lampung Selatan.

Hal ini merupakan bentuk latar belakang masalah yang penulis angkat dalam penulisan skripsi, masih adanya rasa ketidak adilan yang dirasa oleh korban konflik Balinuraga yang ada di Kabupaten Lampung Selatan akhir tahun 2012 kemarin. Konflik yang terjadi di Desa Bali Nuraga merupakan bentuk konflik “etnik” terbesar dari seluruh konflik yang ada di Kabupaten Lampung Selatan, karena 14 korban jiwa yang di ketahui, puluhan korban luka, dan ratusan rumah yang hampir 100% hancur akibat konflik yang terjadi di Desa Bali Nuraga yang di lakukan oleh masayrakat suku Lamung terhadap masyarkat suku Bali. Penelitian sebelumnya banyak meneliti peran pemerintah daerah dalam resolusi konflik horizontal dan inilah yang menjadi aspek penting, sehingga peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut tentang permasalahan


(20)

6

kepemimpinan Kepala Daerah tidak hanya melihat manajemen konflik dalam konflik yang terjadi di Desa Bali Nuraga dan Desa Agom Lampung Selatan di dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimana Gaya Kepemimpinan Rycko Menoza Dalam Penyelesaian Konflik Antara Desa Bali Nuraga dan Desa Agom?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti ini bertujuan untuk mengetahui “Gaya Kepemimpinan Yang Diterapkan Bupati Dalam Penyelesaian Konflik Antar Desa Bali Nuraga dan Desa Agom.”

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian mengharapkan dari penelitian tersebut memberikan pengetahuan dalam bidang Akademik bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan dan menambah analisis tentang Gaya Kepemimpinan Kepala Daerah dalam menentukan dan menyelesaikan masalah di Daerahnya.


(21)

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu kepala daerah Lampung Selatan untuk mengetahui bagaimana tindakan dan gaya kepemimpinan apa yang harus diterapkan dalam penyelesaian konflik Desa Bali Nuraga dan Desa Agom.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan

Kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu. kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut. Dari berbagai pendapat yang dirumuskan para ahli dapat diketahui bahwa konsepsi kepemimpinan itu sendiri hampir sebanyak dengan jumlah orang yang ingin mendefinisikannya, sehingga hal itu lebih merupakan konsep berdasarkan pengalaman. Hampir sebagian besar pendefinisian kepemimpinan memiliki titik kesamaan kata kunci yakni “suatu proses mempengaruhi”. Akan tetapi kita menemukan bahwa konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda. Perbedaan dalam


(23)

hal “siapa yang mempergunakan pengaruh, tujuan dari upaya mempengaruhi, cara-cara menggunakan pengaruh tersebut”.

1. Pengertian Pemimpin

Secara etimologi pemimpin berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalamnya terdapat dua pihak yaitu yang dipimpin (rakyat) dan yang memimpin (imam). Setelah ditambah awalan “pe”menjadi “pemimpin” (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu dan kelompok untuk dapat bekerjasama mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Hendry Pratt Fairchild dalam Kartini Kartono (2006:38-39) mengemukakan bahwa :

“ Pemimpin dalam pengertian yang luas adalah seseorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkahlaku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sedangkan dalam pengertian yang terbatas pemimpin ialah seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya”. Menurut Miftah Thoha, (2007:27) pemimpin yang efektif yaitu:

“Pemimpin yang dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki.”


(24)

10

B.H. Raven (1976) dalam Bernardine R. Wirjana dan Susilo Supardo (2005:4) mendefinisikan pemimpin sebagai “seseorang yang menduduki posisi di kelompok, mempengaruhi orang-orang dalam kelompok itu sesuai dengan ekspektasi peran dari posisi tersebut dan mengkoordinasi serta mengarahkan kelompok untuk mempertahankan diri serta mencapai tujuannya”. Sedangkan D.O Sears dalam Bernardine R. Wijana dan Susilo Supardo, (2005:8) mengatakan bahwa “pemimpin adalah “seorang yang memulai suatu tindakan, memberi arah, mengambil keputusan, menyelesaikan perselisihan di antara anggota kelompok, memberi dorongan, menjadi panutan dan berada di depan dalam aktivitas-aktivitas kelompok”

Dahulu orang menyatakan bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin itu merupakan bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, khusus ada pada dirinya dan tidak dipunyai oleh orang lain sehingga disebut sebagai Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin). Oleh karena itu, kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya dan tidak bisa ditiru oleh orang lain. Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin) dianggap memiliki sifat-sifat unggul dan unik yang dibawa sejak lahir dan tidak dimiliki atau tidak dapat ditiru oleh orang lain. Namun di zaman modern seperti sekarang, dengan berbagai kegiatan yang serba teknis dan kompleks, dimana-mana juga selalu dibutuhkan pemimpin. Pemimpin-pemimpin yang demikian harus dipersiapkan, dilatih, dididik dan dibentuk secara terencana serta sistematis. Seorang pemimpin (leader) dalam penerapannya mengandung konsekuensi


(25)

terhadap dirinya, antara lain; harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision making), harus berani menerima resiko sendiri; dan harus berani menerima tanggung jawab sendiri (the principle of absoluteness of responsibility).Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pemimpin merupakan pribadi yang spesial, terpilih, berwibawa dan memiliki kelebihan, sehingga mampu memotivasi serta mempengaruhi individu atau kelompok untuk hal-hal tertentu.

2. Pengertian Kepemimpinan

Anagora (1992) dalam Harbani (2008:5) mengemukakan bahwa :

“Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu.”

Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara dan mengembangkan budaya organisasi


(26)

12

Stoner dan Freeman dalam Pasolong (2010:35). Mengemukakan unsur-unsur kepemimpinan adalah:

a) Adanya keterlibatan anggota organisasi sebagai pengikut.

b) Distribusi kekuasaan di antara pemimpin dengan anggota organisasi. c) Legitimasi diberikan kepada pengikut.

d) Pemimpin mempengaruhi pengikut melalui berbagai cara.

“Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya. Kepemimpinan juga merupakan proses menggerakkan grup atau kelompok dalam arah yang sama tanpa paksaan. “

Dari pengertian di atas, maka pemimpin pada hakikatnya merupakan seorang yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang lain sekaligus mampu mempengaruhi orang tersebut untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin yang dimaksud dalam kajian ini adalah Bupati sebagai Kepala Daerah Lampung Selatan . Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan memimpin secara profesional dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang menurutnya dipandang efektif dalam pcngelolaan organisasi atau unit kerja yang dipimpinnya.

3. Fungsi Kepemimpinan

Pemimpin dalam menjalankan tugas-tugas nya harus berpedoman dan menerapkan pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungn langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa


(27)

setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya.

Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu: 1. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinya.

2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksnakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.

Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, menurut Hadari Nawawi, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu: 1. Fungsi Instruktif.

Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. 2. Fungsi konsultatif.

Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.

3. Fungsi Partisipasi.

Dalam menjaiankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing.

4. Fungsi Delegasi

Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan wewenang membuay atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah kepercayaan ssorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini,


(28)

14

harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang diri.

5. Fungsi Pengendalian.

Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

Menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi dan mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi tinggi guna mencapai tujuan organisasi. Hal ini terutama terikat dengan fungsi mengatur hubungan antara individu atau kelompok dalam organisasi. Selain itu, fungsi pemimpin dalam mempengaruhi dan mengarahkan individu atau kelompok bertujuan untuk membantu organisasi bergerak kearah pencapaian sasaran. Dengan demikian, inti kepemimpinan bukan pertama-tama terletak pada kedudukannya dalam organisasi, melainkan bagaimana pemimpin melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin. fungsi kepemimpinan yang hakiki adalah:

1. Selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha untuk pencapaian tujuan

2. Sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak luar.

3. Sebagai komunikator yang efektif.


(29)

Efektivitas kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat didambakan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan organisasi. Namun demikian, belum terdapat kesepahaman tentang kriteria efektivitas kepemimpinan seseorang. Akan tetapi nampaknya telah diakui secara luas bahwa kemampuan mengambil keputusan merupakan salah satu kriteria utamanya. Yang dimaksud kemampuan mengambil keputusan adalah jumlah keputusan yang diambil yang bersifat praktis, realistik, dan dapat dilaksanakan serta memperlancar usaha pencapaian tujuan organisasi. Kriteria lain yang dapat dan biasa digunakan adalah berkisar pada kemampuan seorang pemimpin menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan. Fungsi-fungsi kepemimpinan yang hakiki menurut (Sondang P Siagian, 1994:47-48) adalah:

1. Pemimpin selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan,

2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi,

3. Pemimpin selaku komunikator yang efektif,

4. Mediator yang andal khususnya dalam hubungan ke dalam , terutama dalam menangani situasi konflik,

5. Pemimpin selaku integrator yang efektif, rasional, objektif, dan netral. Selaras dengan pendapat tersebut di atas, Kartini Kartono (2003: 81) mengemukakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.


(30)

16

Dengan mencermati kondisi saat ini, kepemimpinan abad dua puluh satu kemungkinan akan menghadapi tuntutan yang semakin kompleks. Kondisi demikian menuntut penyesuaian atau bahkan perubahan kemampuan pribadi pemimpin. Pemimpin era mendatang dalam pemikiran Edgar H Schein akan lebih banyak memiliki karakteristik:

Tingkat persepsi dan wawasan yang luar biasa terhadap realita dunia, 1. Tingkat motivasi yang luar biasa,

2. Kekuatan emosional,

3. Keterampilan baru dalam menganalisis asumsi kultural, mengidentifikasi asumsi fungsional dan disfungsional,

4.Kemauan dan kemampuan untuk melibatkan orang lain serta menarik partisipasi mereka,

5.Kemauan dan kemampuan untuk membagi kekuasaan serta kontrol.

Dengan demikian, pemimpin pada era mendatang adalah orang dengan karakteristik tersebut, yang dapat memimpin juga menjadi pengikut, menjadi sentral dan marginal, menjadi hirarkial di atas dan di bawah, dan menjadi individualistis dan pemain tim. Pemimpin era mendatang adalah seseorang yang menciptakan suatu budaya atau sistem nilai yang berpusat pada prinsip-prinsip seperti pemberdayaan, kepercayaan, ketulusan, pelayanan, persamaan, keadilan, integritas, kejujuran, dan self evidence.


(31)

4. Peran Pemimpin

Menurut pendapat Stodgil dalam Sugiyono, (2006:58) ada beberapa peranan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu :

1. Integration, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan koordinasi.

2. Communication, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada meningkatnya saling pengertian dan penyebaran informasi.

3. Roduct emphasis, yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada volume pekerjaan yang dilakukan.

4. Fronternization, yaitu tindakan-tindakan yang menjadikan pemimpin menjadi bagian dari kelompok.

5. Organization, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan dan penyesuaian daripada tugas-tugas.

6. Evaluation, yaitu tindakan-tindakan yang berkenaan dengan pendistribusian ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman.

7. Initation, yaitu tindakan yang menghasilkan perubahan-perubahan pada kegiatan organisasi.

8. Domination, yaitu tindakan-tindakan yang menolak pemikiran-pemikiran seseorang atau anggota kelompoknya.

5. Karakteristik Pemimpin

Kepemimpinan mungkin hanya terbentuk dalam suatu lingkungan yang secara dinamis melibatkan hubungan di antara sejumlah orang.


(32)

18

Kongkritnya, seorang hanya biasa mengklaim dirinya sebagai seorang pemimpin jika ia memiliki sejumlah pengikut. Selanjutnya antara para pemimpin dan pengikutnya terjalin ikatan emosional dan rasional menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar dan ditanam serta kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Walupun dalam realitasnya sang pemimpinlah yang biasanya memperkenalkan atau bahkan merumuskan nilai dan tujuan. Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter yang sangat menentukan untuk pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat elemen utama dalam kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu Pemimpin yang menampilkan kepribadian pemimpin, Kelompok, Pengikut yang muncul dengan berbagai kebutuhannya, sikap serta masalah-masalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan tugas kelompok. Selanjutnya Blake dan Mounton dalam Salusu (2006:204-205), menawarkan enam elemen yang dianggapnya dapat menggambarkan efektifnya suatu kepemimpinan. Tiga elemen pertama berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin menggerakkan pengaruhnya terhadap dunia luar, yaitu Initiative, Inquiry dan Advokasi. Tiga elemen yang lainnya yaitu, Conflict Solving, Decision making, dan Criticque. Berhubungan dengan bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam organisasi untuk dapat mencapai hasil yang benar. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut :


(33)

1. Inisiatif. Seorang pemimpin akan mengambil inisiatif apabila ia melakukan suatu aktivitas tertentu, memulai sesuatu yang baru atau menghentikan sesuatu yang dikerjakan.

2. Inquiry (menyelidiki). Pemimpin membutuhkan yang komprehensif mengenai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia perlu mempelajari latar belakang dari suatu masalah, prosedur-prosedur yang harus ditempuh, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan yang dibidanginya.

3. Advocacy (Dukungan atau Dorongan). Aspek memberi dorongan dan dukungan sangat penting bagi kepemimpinan seseorang karena sering timbul keraguan atau kesulitan mengambil keputusan di antar para eksekutif dalam oraganisasi atau karena adanya ide yang baik tetapi yang bersangkutan kurang mampu untuk mempertahankannya. 4. Cinflict Solving (memecahkan Masalah). Apabila timbul masalah atu

konflik dalam organisasi, maka sudah menjadi kewajiban pemimpin untuk menyelesaikannya. Ia perlu mencari sumber dari konflik tersebut, dan menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat. 5. Decision Making (Pengambilan Keputusan). Keputusan yang dibuat

hendaknya keputusan yang baik, tidak mengecewakan, tidak membuat frustasi, yaitu keputusan yang dapat memberi keuntungan bagi banyak orang.

6. Critique (Kritik). Kritik disini sebagai proses mengevaluasi, menilai dan jika sesuatu yang telah diperbuat itu baik adanya maka


(34)

20

tindakan serupa untuk masa-masa mendatang mungkin sebaiknya tetap dijalankan.

Dalam Ryaas Rasyid (2000:37) dijelaskan beberapa karakter kepemimpinan yang berbeda satu sama lain, yaitu sebagai berikut :

1. Kepemimpinan yang Sensitif

Kepemimpinan ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk secara dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengenai apa yang mereka butuhkan, mengusahakan agar ia menjadi pihak pertama yang memberi perhatian terhadap kebutuhan tersebut. Dalam karakter kepemimpinan tersebut, kemampuan berkomunikasi daripada pemimpin pemerintahan yang disertai pada penerapan transformasi di dalam proses pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi pemerintah dalam mengemban segala tugas-tugasnya.

2. Kepemimpinan yang Responsif

Dalam konteks ini, pemimpin lebih aktif mengamati dinamika masyarakat dan secara kreatif berupaya memahami kebutuhan mereka, maka kepemimpinan yang responsif lahir lebih banyak berperan menjawab aspirasi dan tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui berbagai media komunikasi, menghayati suatu sikap dasar untuk mendengar suara rakyat, mau mengeluarkan energi dan menggunakan waktunya secara cepat untuk menjawab pertanyaan, menampung setiap keluhan, memperhatikan setiap tuntutan dan memanfaatkan setiap dukungan masyarakat tentang suatu kepentingan umum.

3. Kepemimpinan yang Defensif

Karakter kepemimpinan ini ditandai dengan sikap yang egoistik, merasa paling benar, walaupun pada saat yang sama memiliki kemampuan argumentasi yang tinggi dalam berhadapan dengan masyarakat. Komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat cukup terpelihara, tetapi pada umumnya pemerintah selalu mengambil posisi sebagai pihak yang lebih benar, lebih mengerti. Oleh karena itu, keputusan dan penilaiannya atas sesuatu isu lebih patut diikuti oleh masyarakat. Posisi masyarakat lemah, sekalipun tetap tersedia ruang bagi mereka untuk bertanya , menyampaikan keluhan, aspirasi dan lain sebagainya. Karakter kepemimpinan samacam ini bisa berhasil dalam jangka waktu tertentu. Tetapi ketika berhadapan dengan masyarakat yang semakin berkembang, baik secara sosial-ekonomi maupun secara intelektualitas, karakter defensif ini akan sulit untuk melakukan manufer.


(35)

4. Kepemimpinan yang Represif

Karakter kepemimpinan ini cenderung sama egois dan arogannya dengan karakter kepemimpinan defensif, tetapi lebih buruk lagi karena tidak memiliki kemampuan argumentasi atau justifikasi dalam mempertahankan keputusan atau penilaiannya terhadap suatu isu ketika berhadapan dengan masyarakat. Karakter kepemimpinan yang represif ini secara total selalu merupakan beban yang berat bagi masyarakat. Ia bukan saja tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah fundamental dalam masyarakat, tetapi bahkan cenderung merusak moralitas masyarakat. Singkaynya kepemimpinan yang represif ini lebih mewakili sifat diktatorial.

6. Tipe – Tipe Pemimpin

1. Berdasarkan sikap pemimpin terhadap kekuasaan dan organisasi dikenal 5 tipe pemimpin, yaitu sebagai berikut:

1. Climbers, ialah tipe pemimpin yang selalu haus akan kekuasaan, prastige dan kemajuan diri, berusaha maju terus menerus dengan kekuasaan sendiri, oportunistis, agresif, suka dan mendorong perubahan dan perkembangan dan berusaha berombak terus menerus.

2. Conservers, ialah tipe pemimpin yang mementingkan jaminan dan keenakan, mempertahankan statusquo memperkuat posisi yang telah dicapai, menolak perubahan, defensifda statis. Tipe ini biasanya terdapat pada middle management atau dimiliki oleh parapejabat yang sudah lanjut usia.

3. Zealots, ialah tipe pemimpin yang bersemangat untuk memperbaiki organisasi, mengutamakan tercapainya tujuan, mempunyai visi, menyendiri aktif, agresif, bersedia menghadapi segala permusuhan dan pertentangan, tegas, mempunyai dorongan


(36)

22

yang keras untuk maju, tidak sabaran untuk mengadakan perbaikan dan menentukan sesuatu yang baru, mementingkan kepekaan daripada human relations.

4. Advocates, ialah tipe pemimpin yang ingin mengadakan perbaikan organisasi, terutama bagiannya sendiri, mementingkan kepentingan keseluruhan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, pejuang yang gigih dan bersemangat untuk kepentingan orang-orang dan programnya, bersedia menghadapi pertentangan apabila mendapat dukungan dari kolega-koleganya, sangat responsif terhadap ide-ide dan pengaruh orang lain, keluar bersedia mempertahankan kelompok dengan tindakan partisan, ke dalam bersikap jujur dan tidak menyebelah.

5. Statesmen, ialah tipe pemimpin yang mementingkan tujuan organisasi secara keseluruhan dan misi organisasi, berusaha berdiri di atas kepentingan-kepentingan, tidak menyukai pertentangan yang merugikan pihak-pihak yang bersangkutan, berusaha mempertemukan pertentangan.

2. Tipe-tipe Berdasarkan Kekuasaan

Dalam hubungannya dengan kekuasaan, tipe pemimpin dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Autoraic leader, ialah tipe pemimpin yang menggantungkan terutama pada kekuasaan formalnya, organisasi dipandang sebagai milik pribadi, mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, hak dan wewenang adalah milik pribadi.


(37)

Leadership adalah hak pribadi, bawahan adalah alat, ia harus mengikuti saja, tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk ikut mengambil bagian dalam pengambilan keputusan, tidak mau menerima kritik, saran atau pendapat, tidak mau berunding dengan bawahan, keputusan diambil sendiri, memusatkan kekuasaan untuk mengambil keputusan, mempergunakan intimidasi, paksaan atau kekuatan dan mengagungkan diri.

2) Partcipative leader, juga disebut pemimpin yang demokratis, ialah tipe pemimpin yang memandang manusia adalah manusia yang termulia, memimpin dengan persuasi dan memberikan contoh, memperhatikan perasaan pengikut, mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi pengikut, mengutamakan kepentingan organisasi dan kepentingan pengikut, senang menerima saran, pendapat atau kritik, menerima partisipasi informil dari kelompok, memanfatkan pendapat-pendapat kelompok, menunggu persetujuan kelompok, menunggu persetujuan kelompok, berunding dengan pengikut, mengutamakan kerja sama, mendesentralisasikan wewenang, memberikan kebebasan untuk bawahan untuk bertindak, menstimulir inisiatif, mendorong partisipasi pengikut dalam pengambilan keputusan, memberikan informasi yang luas kepada pengikut, membuat pengikut lebih sukses.


(38)

24

3. Free rein leader, disebut juga pemimpin yang liberal, ialah tipe pemimpin yang menghindari kekuasaan, tergantung pada kelompok anggota, kelompok memotivasikan diri sendiri, hanya bertindak sebagai perantara dengan dunia luar untuk menyajikan informasi kepada kelompok, tidak berhasil memahami sumbangan management, tidak dapat memahami peranan motivasi yang diberikan dan melakukan pengendalian yang minimal.

3. Tipe-Tipe Berdasarkan Orientasi Pemimpin

Tipe-tipe berdasarkan orientasi pemimpin, terdiri dari dua golongan pemimpin, yaitu pemimpin yang berorientasi pada pengikut atau pegawai, dan pemimpin yang berorientasi pada produksi.

4. Tipe-tipe Berdasarkan Cara Memotivasi

Dalam hal ini, terbagi dalam tipe pemimpin yang positif dan pemimpin yang negatif. Pemimpin yang negatif, ialah tipe pemimpin yang menekankan kepada perangsang yang bersifat negatif, misalnya ancaman, hukuman dan lain-lain. Sedangkan tipe pemimpin yang positif, ialah pemimpin yang dalam memotivasikan pengikutnya menekankan pada pemberian hadiah.

5. Tipe-tipe Berdasarkan Segi Landasan yang Dipergunakan Untuk Mempengaruhi Pengikut. Dari segi landasan yang dipergunakan oleh pemimpin untuk mempengaruhi pengikut, dapat diklasifikasikan pemimpin dalam 3 kategori sebagai berikut:


(39)

1. Pemimpin tradisional, berusaha mempengaruhi pengikutnya berdasarkan tradisi yang ada.

2. Pemimpin yang kharismatik, mempergunakan kharismanya (kesaktian,kekuatan gaib).

3. Pemimpin rasional, kadang-kadang disebut pemimpin birokratis oleh karena pemimpin tipe ini biasanya terdapat di dalam organisasi birokratis, mempergunakan rasio untuk mempengaruhi pengikutnya.

6. Tipe-tipe Pemimpin Berdasarkan Kepribadiannya

Tipe-tipe pemimpin berdasarkan kepribadiannya terdiri dari 6 macam sebagai berikut:

1. Tipe ekonomis, tipe yang perhatiannya dicurahkan kepada segala sesuatu yang bermanfaat dan praktis.

2. Tipe aesthetis, yaitu tipe yang berpendapat bahwa nilai yang tertinggi terletak pada harmoni dan indifidualitas.

3. Tipe teoritis, yaitu tipe yang perhatian utamanya ialah menemukan kebenaran hanya untuk mencapai kebenaran, perbedaan dan rasionalitas.

4. Tipe sosial, yakni tipe pecinta orang lain, tujuan akhirnya adalah orang lain. Berhubungan dengan sifatnya yang ramah tamah, simpatik, dan tidak mementingkan diri sendiri.

5. Tipe politis, yaitu tipe yang perhatian utamanya diarahkan kepada kekuasaan, menginginkan kekuasaan perseorangan, pengaruh dan reputasi.


(40)

26

6. Tipe religious, yaitu tipe yang berpendapat bahwa bahwa nilai yang tertinggi ialah pengalaman yang memberikan kepuasan tertinggi dalam kehidupan spritual dan bersifat mutlak.

7. Teori Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama – sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Jadi harus ada pemimpin demi sukses dan efisien kerja. Untuk bermacam-macam usaha dan kegiatan manusia yang jutaan banyaknya ini diperlikan upaya yang terencana dan sistematis untuk melatih dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru.Para ahli banyak yang mengemukakan tentang definisi kepemimpinan seperti yang di tulis Kartono (2003:31) dalam bukunya yang berjudul Pemimpin dan Kepemimpinan :

1. Menurut Tead Terry Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

2. Menurut Young Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.

3. Menurut Prof. Dr Mar'a kepemimpinan juga merupakan suatu seni untuk memunculkan kerelaan dan ketundukan, Kepemimpinan sebagai penggunaan terarah berpengaruh, dan sebagai satu instrumen untuk membentuk kelompok, sesuai dengan kemauan pemimpin

Moejiono Imam dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan dan Keorganisasian juga berpendapat :

“Kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu


(41)

yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin” (Moejiono, 2002:15).

Ahli kepemimpinan lain menyatakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123). selajutnya menurut Robbins (2002:163) Kepemimpian adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Kemudian menurut Ngalim Purwanto (1991:26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama (Jarmanto,1983:78). George R. Terry berpendapat Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. ( Sutarto, 1998 : 17)

Kemudian Hersey menambahkan bahwa kepemimpinan adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.


(42)

28

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

G.R Terry dalam Kartini Kartono (2003 : 71) mengemukakan beberapa teori kepemimpinan, diantaranya sebagai berikut:

1. Teori otokratis

Menurut teori ini kepemimpinan didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbitrer (sebagai wasit). Disini sang pemimpin melakukan pengawasan yang ketat, agar semua pekerjaan dapat berlangsung secara efisien. Kepemimpinannya berorientasi pada struktur organisasi dan tugas-tugas. Pemimpin tersebut pada dasarnya selalu ingin untuk menjadi pemain orkes tunggal dan berambisi untuk merajai situasi, oleh karna itu dia disebut Otokrat keras. Ciri-cirinya adalah:

1. Memberikan perintah-perintah yang dipaksakan, dan harus dipatuhi. 2. Menentukan policies/kebijakan untuk semua pihak, tanpa

berkonsultasi dengan para anggota.

3. Tidak pernah memberikan informasi mendetail tentang rencana-rencana yang akan datang kepada anggotanya, akan tetapi hanya memberitahukan langkah-langkah yang harus segera mereka lakukan.

4. Memberikan pujian atau kritik pribadi terhadap setiap kelompoknya dengan inisiatif sendiri.

Sang pemimpin juga selalu menjauhkan diri dari kelompoknya sebab dia mengenggap dirinya sendiri sangat istimewa “eksklusif”.

2. Teori Laissez Faire

Kepemimpinan laissez faire ditampilkan oleh seorang tokoh “ketua dewan” yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan semua tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan atau anggotanya. Pemimpin laissez faire pada intinya bukanlah bukanlah seorang pemimpin seperti pengertian pemipin yang sebenarnya , malainkan pemimpin disini hanyalah sebagai simbol saja.


(43)

3. Teori kelakuan Pribadi

Dalam teori ini dinyatakan bahwa seorang pemimpin itu berkelakuan kurang lebih sama, yaitu tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap situasi yang dihadapi, dengan kata lain bahwa seorang pemimpin itu harus mampu bersikap fleksibel, luwes, bijaksana, “tahu gelagat”dan mempunyai daya lenting yang tinggi karena dia harus mampu mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk mengatasi suatu masalah. Sedangkan masalah sosial itu tidak akan pernah identik sama didalam runtunan waktu yang berbeda. Pola tingkah laku pemimpin tersebut erat kaitannya dengan:

1. bakat dan kemampuannya,

2. kondisi dan situasi yang dihadapinya,

3. good-will atau keinginan untuk memutuskan dan memecahkan

permasalahan yang timbul, derajat supervisi dan ketajaman evaluasinya

4. Teori Sifat Orang-orang Besar

Dalam teori ini, ada beberapa ciri-ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki kepercayaan diri, peka, kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi.

5. Teori Situasi

Teori ini menjelaskan bahwa harus terdapat daya lenting yang tinggi/luwes pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan situasi, lingkungan sekitar dan zamannya. Faktor lingkungan harus dijadikan tantangan untuk diatasi. Maka pemimpin harus mampu menyelesaikan masalah-masalah aktual. Sebab permasalahan-permasalahan hidup dan saat-saat krisis (perang, revolusi, malaise,dan lain-lain) yang penuh pergolakan dan ancaman bahaya selalu akan memunculkan suatu tipe kepemimpinan yang relevan bagi masa itu. Maka pemimpin harus bersifat multi-dimensional serbabisa dan serba terampil agar ia mampu melibatkan diri dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat dan dunia bisnis yang cepat berubah. Teori ini beranggapan bahwa kepemimpinan itu terdiri dari tiga elemen dasar, yaitu pemimpin -pengikut-situasi .

6. Teori Humanistik

Teori ini lebih menekankan pada prinsip kemanusiaan. Teori humanistic biasanya dicirikan dengan adanya suasana saling menghargai dan adanya kebebasan. Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari


(44)

30

kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel pokok, yaitu;

1. Kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-nya.

2. Organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan.

3. Interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan orang lain.

8. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengerian sebagai suatu perwujudan tingkah laku seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membenuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau dipicu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.

Macam-macam gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1. Menurut Stoner dalam Pasolong (2010:67) gaya kepemimpinan itu dapat dilihat sebagai berikut:


(45)

Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri "policy" dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri, namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya.Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka inginkan dan cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan. Dalam kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah :

a. Keputusan dapat diambil secara tepat.

b. Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif, bergantung pada atasan kerja, dan kurang kecakapan.

c. Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin.

Kelemahannya adalah :

a. Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut.

b. Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahannya tersebut.

c. Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.

d. Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan saja.

2. Kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)

Dalam gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Disini pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan dan kondisi yang tepat, akan menjadikan hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya pada pemimpin demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran-saran. Disini pemimpin mencoba mengutamakan "human relation" (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar.


(46)

32

Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah :

a. Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk mengadakan kontrol terhadap supervisor.

b. Merasa lebih bertanggungjawab dalam menjalankan pekerjaan. c. Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen

dengan catatan bila situasi memungkinkan.

d. Ada kesempatan untuk mengisi kebutuhan egoistisnya.

e. Lebih matang dan bertanggungjawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi.

Kelemahannya adalah :

a. Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi.

b. Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan.

c. Memberikan persyaratan tingkat "skilled" (kepandaian) yang relative tinggi bagi pimpinan.

d. Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena jika tidak dapat menimbulkan perselisihpahaman.

3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire

yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebiiakan oraanisasi. Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya.

Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini:

a. Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya kreativitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab.

b. Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih cepat.

Kelemahannya adalah :

a. Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah


(47)

tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman.

b. Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan tepisah dari bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.

c. Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu,kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.

2. Menurut Paramudji dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan Pemerintah di Indonesia, (2014 : 123) bahwa gaya-gaya kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Gaya Motivasi

Pemimpin dalam menggerakkan orang-orang dengan menggunakan motivasi, baik berupa imbalan ekonomis dengan memberikan hadiah yang bersifat positif maupun ancaman yang bersifat negatif.

2. Gaya Pengawasan

a. Berorientasi kepada pegawai, di mana pemimpin selalu memperhatikan anak buahnya sebagai manusia yang bermartabat. Pemimpin mengakui kebutuhan-kebutuhan mereka, mengakui keagungan manusia mereka.

b. Berorientasi pada produksi, di mana pemimpin selalu memperhatikan proses produksi serta metode-metodenya dengan melalui perbaikan serta penyesuaian tenaga kerja terhadap metode tersebut dan diharapkan dapat mencapai hasil yang maksimal. 3. Gaya Kekuasaan

Pemimpin cenderung menggunakan kekuasaan untuk menggerakkan orang-orang serta bagaimana cara ia menggunakan kekuasaannya. Antara lain :

a. Gaya bebas

Yaitu pemimpin hanya mengikuti kemauan pengikut, menghindari diri dari penggunaan paksaan atau tekanan. Dalam hal ini pemimpin lebih banyak memberikan kebebasan kepada pengikutnya untuk menentukan tujuannya, sehingga seringkali pemimpin hanya bertindak sebagai perantara saja dengan dunia luar untuk menyajikan informasi kepada kelompok.

b. Gaya Partisipatif

Yaitu pemimpin sebagai makhluk yang bermartabat dan terus menghormati hak-haknya. Mengutamakan kepentingan organisasi dan kepentingan pengikut daripada kepentingan si pemimpin, suka memberikan saran, kritik, pendapat serta mendorong kelompok untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada para pengikut.


(48)

34

c. Gaya Otokratik

Yaitu pemimpin yang menggantungkan kepada kekuatan

formalnya, organisasi dipandang sebagai milik pribadi.

Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. Pemimpin yang demikian biasanya tidak mau menerima kritik, saran atau pendapat dan tidak mau berunding dengan bawahan atau para pengikutnya.

3. Menurut Gatto (1992) gaya kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Gaya direktif. Pemimpin yang menganut gaya direktif pada umumnya membuat keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaanya. Semua kegiatan terpusat pada pemimpin, dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya gaya ini adalah otoriter.

2. Gaya konsultstif. Gaya ini dibangun diatas gaya direktif, kurang otoriter dan lebih banyak melakukan interaksi dengan para staf da anggota organisasi. Dalam gaya ini, fungsi pemimpin lebih banyak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasihat dalam rangka mencapai tujuan.

3. Gaya partisipatif. Gaya partisipasif bertolak dari gaya konsultatif yang bisa berkembang kearah saling percaya antara pemimpin dan bawahan. Dalam gaya ini, pemimpin cenderung memberi kepercayaan kepada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka. Dan kontak konsultatif tetap berjalan.

4. Gaya free-rein atau gaya delegasi, yaitu gaya yangmendorong kemampuan para staf untuk mengambil inisiatif. Dalam gaya ini kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila staf memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi.

B. Konflik

Konflik merupakan hal yang terjadi secara sosial dan merupakan hal yang biasa terjadi dalam masyarakat, walau pun terkadang terjadi konflik yang memiliki akibat besar. Konflik juga terkadang memiliki manfaat setelah terjadinya konflik, terkadang setelah terjadi konflik terjadinya kesenjangan yang semakin memberi jarak antar yang berkonflik, selain itu setelah terjadi


(49)

konflik terkadang terjadi rasa solidaritas yang semakin baik, lebih dari saat sebelum terjadi konflik.

Ramlan Subakti (1992:149) mengatakan, “konflik mengandung pengertian “benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelomppok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah.

Konflik banyak dipersepsi dan diperlakukan sebagai sebuah sumber bencana. Konflik banyak dipahami sebagai keadaan darurat yang tidak mengenakkan. Sedapat mungkin dihindari dan dicegah. Berbeda dengan pandangan tersebut, pendekatan kritis terhadap konflik lebih menempatkan konflik sebagai suatu relitas sosial dan merupakan bagian yang dibutuhkan dalam proses perubahan sosial. Konflik secara “anatomis” dipahami tidak hanya memiliki satu warna atau satu dimensi saja. Konflik memiliki banyak warna atau multidimensi Boedhi Wijardjo dan Herlambang Perdana (2001:6)

Dalam interaksi sosial antara individu atau antara kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantng bagaimana cara mengelolanya.

1. Fase Konflik

Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu berkembang secara bertahap. Kemunculan konflik dikatakan oleh Early


(50)

36

Signs. Ng (2003 : 54) menunjukkan tanda-tanda awal yaitu ada perdebatan yang berkelanjutan, ada ekspresi perasaan negatif yang berulang-ulang, terganggunya komunikasi, dan lain sebagainya,namun disini akan dijelaskan mengenai 5 tahap dari perkembangan konflik.

Tahap-tahap perkembangan konflik dalam kelompok: 1. Disagreement

Disagrement adalah ketidak cocokan atau perbedaan pendapat antar individu. Hal ini dapat menjadi bibit atau penyebab awal konflik.

Perlu segera diindentifikasi disagreementnya:

a. Apakah benar-benar ada atau sekedar kesalahpahaman b. Apakah perlu segera ditangani atau terselesaikan sendiri

c. Jika benar-benar ada dan menyangkut beberapa faktor situasional minor

2. Confrontation

Dua orang atau lebih saling bertentangan. Diakhir tahap ini, tingkat koalisi (sub kelompok dalam kelompok) dimana anggota kelompok menjadi terpolarisasi (membentuk blok-blok).

3. Escalation

Konflik dapat dipahami sebagai proses yang bergerak dari tingkat paling rendah ke tingkat yang lebih tinggi, ke tingkat yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya hingga tingkat yang paling tinggi. Konflik umumnya berlangsung susul menyusul dari satu fase ke fase berikutnya. Di sini dapat dilihat bahwa jika tidak ditangani dengan baik, sebuah konflik dapat melahirkan konflik baru dengan intensitas yang lebih tinggi. Yang


(51)

biasanya meningkat adalah intensitas kekerasannya, jumlah aktornya (semakin banyak sekutu, semakin banyak pasukan), teknik dan persenjataan (dari tangan kosong ke batu, ke parang, ke pistol, ke bom, dan seterusnya, serta kerumitan masalahnya.

Setiap fase memiliki titik puncak terjadinya kekerasan. Penting diingat bahwa konflik selalu memiliki „periode tenang‟ antara satu puncak ronde dengan awal ronde berikutnya. Periode ini, di mana semua pihak sudah melewati puncak konflik, adalah waktu terbaik untuk mengintervensi konflik. Jika momentum intervensi ini dilewatkan, periode tenang dapat berubah menjadi „masa persiapan‟, di mana pihak-pihak yang berkonflik menyiapkan segenap kekuatan guna memasuki ronde konflik berikutnya (misalnya dengan menghimpun pasukan atau menambah senjata baru). Pada titik ini, dapat disimpulkan bahwa periode tenang adalah periode yang sangat menentukan apakah konflik yang ada akan mengalami eskalasi atau de-eskalasi. Hal ini tergantung pada efektivitas intervensi yang dilakukan pada periode tenang.

4. Deescalation

Berkurang atau menurunnya konflik anggota mulai sadar waktu dan energi yang terbuang sia-sia dengan berdebat.

Mekanisme pengolahan konflik:

a. Negosiasi : secara interpersonal sengan asumsi bahwa tiap orang akan mendapatkan keuntungan dengan adanya situasi.


(52)

38

b. Membangun kepercayaan : dengan mengkomunikasikan keinginan individu secara hati-hati dan harus konsisten antara apa yang diucapkan dengan perilakunya.

5. Resolution

Setiap konflik sampai pada tahap ini, tahap dimana menemukan jalan keluar dari permasalahan, tetapi terkadang beberapa pihak tidak puas dengan hasilnya.

Louis R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima fase konflik yang disebut "Pondys Model of Organizational Conflict". Menurutnya, konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun, yaitu:

1. Tahap I, Konflik terpendam. Konflik ini merupakan bibit konflik yang bisa terjadi dalam interaksi individu ataupun kelompok dalam organisasi, oleh karena set up organisasi dan perbedaan konsepsi, namun masih dibawah permukaan. Konflik ini berpotensi untuk sewaktu-waktu muncul ke permukaan.

2. Tahap II, Konflik yang terpersepsi. Fase ini dimulai ketika para aktor yang terlibat mulai mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk cara mereka memandang, menentukan pentingnya isu-isu, membuat asumsi-asumsi terhadap motif-motif dan posisi kelompok lawan. 3. Tahap III, Konflik yang terasa. Fase ini dimulai ketika para individu

atau kelompok yang terlibat menyadari konflik dan merasakan penglaman-pengalaman yang bersifat emosi, seperti kemarahan, frustasi, ketakutan, dan kegelisahan yang melukai perasaan.

4. Tahap IV, Konflik yang termanifestasi. Pada fase ini salah satu pihak memutuskan bereaksi menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba saling menyakiti dan menggagalkan tujuan lawan. Misalnya agresi terbuka, demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan sebagainya.

5. Tahap V, Konflik sesudah penyelesaian. Fase ini adalah fase sesudah konflik diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan baik hasilnya berpengaruh baik pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya (disfungsional).


(53)

2. Penyebab Konflik

Setiap manusia memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.

Teori-teori mengenai berbagai penyebab konflik menurut Simon Fisher,Jawed Ludin (2001:52) yaitu:

1. Teori Hubungan Masyarakat.

Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: a) Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-

kelompok yang mengalami konflik.

b) Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.

2. Teori Negosiasi Prinsip

Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:

a) Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap.

b) Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

3. Teori Kebutuhan Manusia

Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia – fisik, mental, dan sosial – yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:

a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.


(54)

40

b. Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.

4. Teori Identitas

Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:

a) Melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik mereka diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.

b) Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.

5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya

Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:

a) Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain.

b) Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain. c) Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

6. Teori Transformasi Konflik

Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: a) Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan

ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi. b) Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara

pihak-pihak yang mengalami konflik.

c) Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan , perdamaian, pengampunan , rekonsiliasi dan pengakuan.

3. Manajemen Konflik

Konflik merupakan unsur yang dibutuhkan untuk mengembangkan organisasi, jika organisasi ingin terus hidup dan tumbuh, karena konflik itu sendiri tumbuh dari sebuah kedinamisan manusia dan sulit untuk dihindari dalam proses kehidupannya. Maka seni dari manajemen konflik


(55)

atau seni memimpin dalam situasi dan kondisi konflik sangatlah penting dan merupakan tugas yang paling berat dan paling sukar bagi mereka terutama bagi para pemimpin.

Menurut Kartini Kartono (2003:220), Manajemen Konflik dapat dijalankan dengan cara sebagai berikut:

1. Membuat standar-standar penilaian

2. Menemukan masalah-masalah controversial dan konflik-konflik 3. Menganalisa situasi dan mengadakan evaluasi terhadap konflik 4. Memiliki tindakan-tindakan yang tepat untuk melakukan koreksi

terhadap penyimpangan dan kesalahan-kesalahan.

Jika sikap yang berbeda, tujuan atau sasaran individu maupun kelompok yang tidak sama, dan segala macam perbedaan lainnya bisa diperbesar dan diperkuat sehingga menambah semakin kuatnya ketegangan, dan pergesekan atau friksi-friksi dan konflik-konflik dengan sendirinya akan menjadi semakin meruncing. Maka akan menjadi masalah yang cukup penting bagi pemimpin besar maupun kecil untuk menemukan teknik-teknik guna merangsang konflik secara interpersonal atau kelompok, atau bahkan sekaligus mengendalikannya, serta mampu menyelesaikan secara sistematis tanpa menimbulkan banyak korban


(1)

VI. PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Gaya Kepemimpinan yang dilakukan Bupati Lampung Selatan dalam penyelesaian konflik desa Bali Nuraga dan Desa Agom sesuai yang dikemukakan oleh teori Stoner yaitu Gaya Kepemimpinan yang digunakan Lassiez Faire/Bebas. Hal ini berdasarkan keterangan dari pihak Kesbangpol, pada saat konflik Bupati Lampung Selatan sedang tidak ada ditempat, Bupati hanya berkordinasi dengan aparatur pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan, dan berdasarkan hasil analisis dari dokumen – dokumen kesbangpol dan wawancara dikaitkan dengan Tipe – Tipe dan Karakteristik Kepemimpinan..

2. Peran dari Bupati Lampung Selatan dalam mediasi perdamaian sendiri sangat sedikit, karna pada saat rapat pertama pembahasan konflik dipimpin oleh Wakil Gubernur Lampung dengan beserta apartur pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan dan tokoh adat dari suku Bali dan suku Lampung. Pertemuan permohonan maaf pihak suku Bali kepada Pihak suku Lampung juga hanya dihadiri Kepala Kesbangpol Lampung Selatan. Dalam perjanjian Perdamaian peran Bupati sangat sedikit, Dalam penyelesaian konflik untuk


(2)

104

membuat perjanjian perdamaian peran Gubernur Lampung yang sangat menonjol. Bupati Lampung Selatan hanya melanjutkan untuk mengawasi agar perjanjian perdamaian untuk tetap ditaati oleh warga dari 2 suku yang berkonflik.

B. SARAN

Adapun saran yang dapat penulis berikan sesuai dengan hasil penelitian yang penulis dapatkan, bahwa yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan pencapaian kinerjanya harus diberikan perhatian yang lebih dengan memfasilitasi masyarakat dari kedua belah pihak untuk dapat lebih berperan dalam menjalankan fungsinya. Setelah konflik ini terjadi seharusnya ada sebuah tindakan dari pemerintah daerah dalam memfasilitasi para korban korban dari konflik tersebut.

1. Bupati Lampung Selatan sebaiknya tidak menggunakan Gaya Kepemimpinan Lassiez Faire/Bebas dalam keadaan konflik, karna pada saat konflik mulai terjadi seharusnya Bupati Lampung Selatan langsung mengambil tindakan agar konflik yang terjadi di Lampung Selatan tidak semakin meluas dan memakan korban jiwa serta kerusakan yang parah

2. Gaya Kepemimpinan Bupati Lampung Selatan sendiri dalam proses memfasilitasi warga agar tidak terjadi lagi konflik antar desa di Desa Bali Nuraga dan Desa Agom sangatlah dibutuhkan. Selain peran warga desa yang sangat penting dalam proses perdamaian, Gaya Kepemimpinan dari Bupati


(3)

105

pun sangatlah penting dalam proses memfasilitasi agar tidak terjadi lagi konflik berikutnya.

3. Bupati Lampung Selatan seharusnya dapat memposisikan sebagai Kepala Daerah yang memiliki peran penuh atas apa yang terjadi di Daerah kekuasaannya.

4. Bupati Lampung Selatan harus melakukan dan mengawasi isi perjanjian perdamaian agar tetap di taati oleh warga suku Bali dan suku Lampung khususnya, dan seluruh suku yang ada di Kabupaten Lampung Selatan pada umumnya, hal ini dilakukan agar tidak terjadi konflik di kemudian hari di Daerah Kabupaten Lampung Selatan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul Jawwad,M. Ahmad. 2005. “Manajemen Konflik”. PT Syamil Cipta Media. Bandung.

Afan Gaffer, M. Ryaas Rasyid 2005. “ Otonomi Daerah Dalam Negara

Kesatuan”. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Bernardine R.Wijana , Susilo Supardo “ Kepemimpinan dan Organisasi”, Yogjakarta

Hasan, 2002, “Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya”, Ghalia Indonesia.Jakarta

Hick, Herbert, G., Gullett, C., Ray, 1975, organization: Theory and Behavior, by Mc. Graw Hill, Inc.

Imam,Moejiono, 2002, “Kepemimpinan dan Keorganisasian”, Yogjakarta, UII Press.

Jarmanto, 1983, “Kepemimpinan Sebagai Ilmu dan Seni’. Liberty.Yogyakarta. Kartono,Kartini, 2003,”Pemimpin dan Kepemimpinan” .PT. Grafindo Persada.

Jakarta.

Miles, Matthew B dan huberman, A Michael. 1992. “Analisis Data Kualitatif”. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Moleong,Lexy J,2006.”Meode Peneliian Kualitatif”. Remaja Rosdakya.Bandung MuhadjirNoeng. 1990.Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin,

Yogyakarta.

Nawawi, Hadari, (1995), “Kepemimpinan yang Efektif”, Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Nazir,Moh,2003.”Metode Peneliian”.Ghalia Indonesia.Jakarta

P. Robbins,Stephen. 2002. “Prilaku Organisasi”. Salemba Empat. Jakarta Paramudji S, 1992, “Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia”. Bumi Aksara.

Jakarta.


(5)

Purwanto, M. Ngalim. 1991. “Administrasi dan Supervisi Pendidikan”. Remaja Rosdakarya. Bandung

Salusu. 2006. “Pengambilan keputusan stratejik”. PT. Grasindo : Jakarta. Siagian Sondang P.1994. “Teori dan Praktek Kepemimpinan” .Rhineka Cipta.

Jakarta

Simon Fiser,Jawed Ludin,dkk.2001”Mengelola Konflik Keterempilan dan strategi

Untuk Berindak.The British Concil.UK

Singarimbun dan Effendi . 1994. “Metode Penelitian Survei”. LP3ES.Jakarta. Subakti,Ramlan, 1992, “Memahami Ilmu Poliik” . Grasindo. Jakarta.

Sugiono, 2008, “ Metode Penelitian Kualitatif”, Alfabeta, Bandung Sukardi. 2005. “Metodologi Penelitian Pendidikan”. Bumi Aksara. Jakarta Sutarto. 1998.” Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi”. Gajah Mada.

Yogyakarta

Thoha,Miftah. 1983. “Prilaku Organisasi”. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Tholkhah,Imam, 2001, “Anatomi Konflik Politik di Indonesia” .Raja Grafindo

Persada.Jakarta.

Wahjosumidjo, 2001, Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia. Jakarta Wirawan. 2003. Kapita selekta teori kepemimpinan: Pengantar untuk praktek dan


(6)

Media

www.wikipedia.com

http://wientarq5.wordpress.com/2011/05/25/fungsi-fungsi-kepemimpinan/ http://ganjureducation.wordpress.com/2011/01/04/teori-kelahiran-pemimpin/ http://jamil15.wordpress.com/2011/05/15/teori-dan-tipe-kepemimpinan/ Dokumen

UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah UU No 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial


Dokumen yang terkait

KOMPARASI RESPON MASYARAKAT TERHADAP PERJANJIAN PERDAMAIAN PASCA KONFLIK KOMUNAL (STUDI PADA MASYARAKAT DESA BALINURAGA DENGAN DESA AGOM KAB. LAMPUNG SELATAN) (COMPARASI COMMUNITY RESPONSE TO POST CONFLICT PEACE AGREEMENT COMMUNAL (STUDIES ON RURAL COMMUN

1 27 80

POLITISASI DALAM KONFLIK DESA BALINURAGA KECAMATAN WAY PANJI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

1 47 76

ROLE OF MEMBERS LEGISLATIVE COUNCIL OF SOUTH LAMPUNG REGENCYCONFLICT IN THE REGION DAPIL HANDLING CONFLICT BALINURAGA-AGOM (Case Study in South Lampung regency Subdistrict Way Panji-Kalianda) PERANAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PENANGANAN

0 12 74

RESOLUSI KONFLIK BERBASIS GOOD GOVERNANCE STUDI KASUS KONFLIK DESA AGOM DAN DESA BALINURAGA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

7 54 98

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA AGOM PASCA KONFLIK

6 56 80

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PENANGGULANGAN KONFLIK SOSIAL (Studi Kasus Konflik Warga Desa Balinuraga Kabupaten Lampung Selatan)

0 12 92

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membali di Lampung Studi Kasus Identitas Kebalian di Desa Balinuraga, Lampung Selatan

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membali di Lampung Studi Kasus Identitas Kebalian di Desa Balinuraga, Lampung Selatan

0 0 41

Pemodelan dalam Forum Musrenbang Desa di Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran Modelling Forum Musrenbang Desa in Lampung Selatan and Pesawaran Regency

0 0 16

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum MTs Al-khoiriyah Agom Kalianda Lampung Selatan 1. Sejarah Singkat MTs Al-khoiriyah Agom Kalianda Lampung Selatan - Upaya guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa di Madrasah Tsanawiyah al-Khoir

0 0 43