ANALYSIS OF LIVESTOCK PRODUCTION SYSTEMAND INCOME OF BROILER IN SOUTH LAMPUNG REGENCY ANALISIS SISTEM PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERBAK AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF LIVESTOCK PRODUCTION SYSTEMAND INCOME OF BROILER IN SOUTH LAMPUNG REGENCY

By

Mandala Putra Utama A

This study aimed to analyze(1) the production system of broiler chicken by three kinds offarmers, namely partnership, semi-independent, and independent, (2) income earned by farmers partnering, semi-independent and independent, and (3) the difference of income earned by the partnership of farmers, semi-independent and independent.This research was conducted in JatiAgung and Natar sub-districts, South Lampung District in February 2014. Respondents were 44 farmers consisting of 32 partnership farmers,10 semi-independent farmers, and 2 independent farmers. Data were analyzed qualitatively and quantitatively. The results showed that: (1) Production systems that occurred among the three different kinds of farmers were different.theProduction system in partnership was more consistent than in semi-independent and independent farmers because farmers have a contract with a company helping from the beginning of production until harvesting processes.(2) R/C value of independent farmers was the highest and followed by those of semi-independent and partnership farmers,meaning that independent farmers’ profit was the highest. It also means that it is not always the greater number of chickens produced the greater the amount of income and benefits.(3) The average income earned by the three kinds of farmers was not significantly different.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS SISTEM PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERBAK AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

Mandala Putra Utama Akbar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Sistem produksi yang terjadi antara peternak bermitra, semi mandiri dan mandiri, (2) Pendapatan yang diperoleh oleh peternak bermitra, semi mandiri dan mandiri. (3) Perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh peternak bermitra, semi mandiri dan mandiri.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jati Agung dan Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan berlangsung pada bulan Februari 2014. Jumlah sampel yang diteliti berjumlah 44 peternak ayam ras pedaging, dengan rincian 32 peternak bermitra, 10 peternak semi mandiri dan 2 peternak mandiri. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Sistem produksi yang terjadi antara 3 peternak berbeda-beda. Peternak bermitra memiliki sistem produksi yang lebih konsisten dibanding peternak semi mandiri dan peternak mandiri karena peternak bermitra memiliki kontrak dengan perusahaan inti yang membantu mulai dari awal produksi hingga panen. (2) Pendapatan peternak mandiri memiliki R/C lebih besar dibanding dengan peternak bermitra dan peternak semi mandiri yang berarti peternak mandiri lebih menguntungkan. (3) Rata-rata perbedaan pendapatan yang didapat oleh masing-masing peternak tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Kata Kunci: Peternak bermitra, peternak semi mandiri, peternak mandiri, sistem produksi, pendapatan, perbedaan pendapatan


(3)

ANALISIS SISTEM PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

MANDALA PUTRA UTAMA AKBAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 28 Juni 1991 dari pasangan Bapak Jamal Akbar dan Riana. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD Kartika II-6 pada tahun 2003, tingkat SLTP di SMP Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2006, tingkat SLTA di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2009. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis, pada tahun 2009 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama di bangku kuliah pada tahun 2012 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT. Pupuk Sriwidjaja (PPD Lampung). Penulis juga memiliki pengalaman organisasi di Himaseperta pada tahun 2010/2011 sebagai Anggota Bidang II yaitu Pengabdian Masyarakat dan Pengkaderan, Anggota Departemen Seni Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian tahun 2010/2011, Dewan Perwakilan

Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian pada tahun 2011/2012 sebagai Ketua. Penulis juga aktif berorganisasi di eksternal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian Unila sebagai Anggota Departemen Diklat Anggota (P3A) tahun 2011/2012 dan Kepala Bidang PTKP tahun 2012-2013.


(7)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia. Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Sistem Produksi dan

Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Lampung Selatan”. Dalam kesempatan ini, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun, yaitu:

1. Orang tuaku tercinta, Ayahanda dan Ibunda Riana, adikku tersayang, Atin, Pakwo, Makwo, Mamak Lan, Mamak Idir, Minan Ope, Mamak Lipi, Ngah Dini, Wo Eli, Odo Feri atas semua limpahan kasih sayang, dukungan, doa, nasihat, dan bantuan yang telah diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.


(8)

membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Eka Kasymir, M.S. selaku Pembimbing kedua, atas bimbingan, nasihat, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan selama membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Dyah Aring H.L, M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi, Reviewer Jurnal Ilmiah, atas bimbingan, nasihat, motivasi, dan inspirasi yang telah diberikan.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas arahan, nasihat, motivasi dan segala bantuan yang telah diberikan.

6. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S,, selaku Ketua Jurusan Agribisnis atas arahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan.

7. Dr. Ir. Zainal Abadin, M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan dorongan, saran, dan inspirasi dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc sebagai Ketua Panitia Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) atas saran dan bantuan yang diberikan.

9. Seluruh Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian atas semua ilmu, saran, dan bimbingan yang telah diberikan selama Penulis menjadi mahasiswa di

Universitas Lampung.

10. Sahabat dan teman sepermainan semasa kuliah Dwinta Diana Laisa, Gama Ayu, Kurniati Mahasari, Wike Novia, Vemy Ratna Dewi, Yoseva Rossy, Agum M.


(9)

11. Teman-teman seperjuangan Agribisnis „09 Ica, Adriez, Anita, Felicia, Edy, Tio “Daud”, Ongki, Queentia, Dede, Mufri, Syani, Revina, Inke, Bejo, Pepi,

Maftuha, Firjen, Citra, Riska, Lia, Aris, Yanti, Ayu, Oni, Tasya, Zia, Rani dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan semuanya, yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan kebersamaan selama ini.

12. Seluruh atu kiyay Sosek dan adik-adik „10,’11,’12, dan „13 yang telah memberikan saran, motivasi, bantuan, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

13. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian

Universitas Lampung, Kakanda/Ayunda yang tidak bisa disebutkan satu persatu, teman satu angkatan dan adinda-adinda semua yang telah memberi warna, cerita, pengalaman dan pengetahuan selama penulis menempuh perkuliahan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 12

A. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Kondisi Industri Perunggasan ... 12

2. Perkembangan Ayam Ras di Indonesia ... 13

3. Kemitraan ... 16

4. Peternak mandiri ... 20

5. Produksi Ayam Pedaging (Broiler) ... 21

6. Biaya Produksi ... 23

7. Teori Pendapatan Usaha tani ... 24

8. Kajian Penelitian Terdahulu ... 26

B. Kerangka Pemikiran ... 30

C. Hipotesis ... 32

III.METODE PENELITIAN ... 34

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 34

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 37


(11)

2. Pendapatan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging ... 41

3. Analisis Varians Satu Jalur (One Way Anova) ... 43

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 46

A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan ... 46

1. Keadaan Geografis ... 46

2. Kondisi Iklim ... 47

3. Keadaan Demografi ... 48

4. Sosial Budaya Agama ... 48

B. Gambaran Umum Kecamatan Jati Agung ... 49

1. Kondisi Geografis ... 49

2. Keadaan Usaha Ternak di Kecamatan Jati Agung ... 50

C. Gambaran umum Kecamatan natar ... 50

1. Keadaan Geografis ... 50

2. Keadaan Usaha Ternak di Kecamatan Natar ... 50

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Keadaan Umum Responden ... 53

1. Umur ... 53

2. Tingkat Pendidikan Peternak ... 54

3. Pengalaman Berusaha Ternak Ayam Ras Pedaging ... 55

4. Pekerjaan Sampingan ... 55

5. Jumlah Kandang ... 56

6. Status Kepemilikkan Lahan/Kandang ... 57

7. Umur Panen ... 57

B. Sistem Produksi ... 58

1. Peternak Bermitra ... 58

2. Peternak Semi Mandiri ... 62

3. Peternak Mandiri ... 65

C. Analisis Pendapatan Usaha Ternak ... 68

1. Peternak Bermitra ... 68

2. Peternak Semi Mandiri ... 72

3. Peternak Mandiri ... 75

D. Analisis Variansi Satu Arah (One Way Anova) ... 78


(12)

B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN ... 92


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Populasi ayam ras/pedaging menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung,

2012 ... 2

2. Populasi ayam ras pedaging di Lampung Selatan, 2012 ... 4

3. Penelitian-penelitian terdahulu ... 27

4. Sebaran peternak menurut kelompok umur, pendidikan formal, dan pengalaman berternak ayam ras pedaging ... 53

5. Sebaran peternak menurut, jumlah kandang,status kepemilikan lahan/kandang dan umur panen ... 55

6. Total biaya penerimaan dan pengeluaran peternak bermitra ... 70

7. Total biaya penerimaan dan pengeluaran peternak semi mandiri ... 73

8. Total biaya penerimaan dan pengeluaran peternak mandiri ... 76

9. Hasil analisis varian satu jalur (One Way Anova) pendapatan usaha ternak ayam ras pedaging peternak bermitra, peternak semi mandiri dan peternak mandiri ……… ... 79

10. Hasil Post Hoc Test ... 80

11. Hasil pendapatan, perbandingan dan sistem produksi peternak ayam ras pedaging ... 81


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan kerangka pemikiran ... 33

2. Bagan sistem produksi peternak bermitra ... 58

3. Bagan sistem produksi peternak semi mandiri ... 62


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu penopang kesejahteraan yang termasuk di dalam bidang pertanian. Bidang peternakan sangat potensial dalam

mempengaruhi tidak saja kesejahteraan masyarakat umum akan tetapi juga sangat berpengaruh terhadap pendapatan suatu daerah baik, lokal maupun nasional. Di dalam dunia peternakan memiliki potensial bisnis yang sangat besar dan mempengaruhi khalayak hidup orang banyak yang terlibat di dalam bidang tersebut, salah satu cabangnya yaitu unggas yang meliputi ayam, itik, bebek. Unggas memiliki sangat banyak manfaat dimulai dari daging dan telurnya yang merupakan bahan konsumsi, bulu-bulu dari ayam, bebek di manfaatkan untuk kerajinan-kerajinan tangan yang kemudian bisa di

komersialkan dan menjadikan suatu pendapatan/penghasilan tambahan bagi peternak yang mempunyai kreatifitas tinggi. Selain itu kotoran-kotoran dari unggas tersebut pun bisa diolah menjadi pupuk kandang yang berguna untuk kesuburan suatu tanaman.

Peternakan di Provinsi Lampung bisa dikatakan menjadi salah satu pemasok produksi ternak di Indonesia dan berdasarkan data badan pusat statistik tahun 2012 menjadi provinsi dengan populasi ayam ras/pedaging peringkat


(16)

sendiri populasi peternak ayam ras/pedaging tertinggi berada di kabupaten Lampung Selatan. Pada kabupaten tersebut populasi untuk ayam ras/pedaging sangat tinggi sebesar 14.104.993 bahkan mencapai 58% dari total populasi ayam ras/pedaging yang ada di Provinsi Lampung. Ini bisa dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1. Populasi ayam ras/pedaging menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung, 2012

Kabupaten Jantan Betina Jumlah

-Lampung Barat - - -

-Tanggamus 106 000 - 106 000

-Lampung Selatan 14 104 993 - 14 104 993

-Lampung Timur 1 937 700 - 1 937 700

-Lampung Tengah 1 057 818 - 1 057 818

-Lampung Utara 1 205 000 - 1 205 000

-Waykanan 478 585 - 478 585

-Tulang Bawang 299 739 - 299 739

-Pesawaran 131 145 - 131 145

-Pringsewu 3 010 060 - 3 010 060

-Mesuji 8 235 - 8 235

-Tulang Bwang Barat 368 207 - 368 207

Kota

-Bandar Lampung 624 894 - 624 894

-Metro 871 085 - 871 085

Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung 2013

Jika dilihat dari Tabel 1 diatas terlihat sangat kentara selisih antara kabupaten Lampung Selatan dengan kabupaten/kota yang lainnya. Yang paling

mendekati dengan kabupaten Lampung Selatan ialah kabupaten Pringsewu yaitu sebesar 3.010.060. Bahkan ada kabupaten yang tidak menghasilkan produksi sama sekali yaitu kabupaten Lampung barat.

Di Indonesia untuk produksi unggas , khususnya populasi peternak ayam ras/daging Provinsi Lampung berdasakan data badan pusat statistik tahun


(17)

2012 merupakan salah satu produsen terbesar ke-9 di Indonesia. Dengan cukup tingginya populasi ayam ras/daging di provinsi Lampung ini menjadi usaha/bisnis potensial bagi pelaku-pelaku peternak ayam ras/daging untuk dikelola secara berkelanjutan dengan pertimbangan bahwa semkin tinggi populasi maka semakin tinggi produksi daging ayam ras/pedaging yang dihasilkan. Sesuai dengan jargon pertanian “No Farm No Food No Life” sehingga usaha/bisnis tersebut tidak akan pernah berhenti sampai kehidupan manusia berhenti.

Kemudian untuk Kabupaten Lampung Selatan yang terdiri dari 17 kabupaten pada tahun 2012 mempunyai masing-masing populasi ayam ras pedaging yang berbeda-beda. Seperti dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi ayam ras pedaging di Lampung Selatan

Kecamatan Ayam Ras Pedaging

Natar 1.934.401

Jati Agung 3.404.278

Tanjung Bintang 954.294

Tanjung Sari 538.211

Katibung 957.754

Merbau Mataram 964.824

Way Sulan 1.090.211

Sidomulyo 57.760

Candipuro 1.162.115

Way Panji 849.636

Kalianda 880.361

Rajabasa 23.261

Palas 81.108

Sragi 417.752

Penengahan 250.300

Ketapang 308.190

Bakauheni 230.538


(18)

Khususnya di Provinsi Lampung sendiri, daerah yang memiliki rating tertinggi dalam populasi dan produksi ayam ras/daging tertinggi ialah Kabupaten Lampung Selatan. Di kabupaten tersebut jumlah populasi yang bisa dihasilkan peternak-peternak ayam ras/daging sebesar 14.104.993 atau 35-55% selisihnya dengan beberapa kabupaten/kota yang ada di Provinsi Lampung seperti Pringsewu, Bandar Lampung dan kabupaten yang lainnya. Provinsi Lampung sebagai salah satu penghasil ayam ras/daging di Indonesia, sangat di pengaruhi dari produksi yang dihasilkan oleh Kabupaten lampung selatan yang menyumbang total produksi ayam ras/daging bagi Provinsi Lampung sebesar 58%, sedangkan kabupaten/kota lainnya menghasilkan kisaran antara 3-13% untuk total populasi dan produksi dari Provinsi Lampung.

Di Provinsi Lampung terdapat 3 jenis peternak ayam ras pedaging, yaitu peternak bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri. Kemudian terdapat perbedaan sistem produksi yang sangat kentara antara peternak bermitra, peternak mandiri dan semi mandiri yang disebabkan oleh kuantitas hasil produksi yang harus dihasilkan tiap panen yang menjadi target tiap periode yang berbeda antara peternak mandiri dan semi mandiri. Peternak bermitra yang bekerja sama dengan perusahaan inti memiliki kelebihan dalam menghasilkan hasil produksi daging (output) dengan mendapat bantuan faktor-faktor produksi seperti bibit/DOC, pakan dan obat-obatan serta jaminan perusahaan untuk membeli hasil produksinya. Untuk peternak mandiri yang dalam proses produksinya dari awal hingga akhir tanpa adanya bantuan dari perusahaan inti sangat rentan berubah-rubah. Ini disebabkan


(19)

salah satunya yaitu pasar yang menjadi tujuan hasil produksi yang dihasilkan berubah-rubah berdasarkan permintaan hasil produksi tiap waktunya.

Sedangkan untuk peternak semi mandiri biasanya hanya diberikan bantuan berupa faktor produksi berupa bibit/DOC ataupun pakan, akan tetapi memilik kebebasan dalam menjualkan hasil produksinya. Oleh sebab itu khusus untuk peternak mandiri dengan pertimbangan tersebut, sistem produksi yang terjadi dalam setiap prosesnya akan sangat memperhatikan gejala-gejala yang terjadi di lingkungan sekitar. Seperti kenaikan harga pakan, doc, jumlah permintaan periode sebelumnya, banyak tidaknya acara di lingkungan warga sekitar yang membutuhan daging (output), serta momen tiap tahun seperti hari raya idul fitri atau tahun ajaran baru di sekolah tiap tahunnya . Untuk peternak semi mandiri memiliki keuntungan berupa bantuan faktor produksi seperti

bibit/DOC dan pakan sehingga mengurangi resiko dalam proses produksinya. Akan tetapi sama hal nya dengan peternak mandiri menjadi rentannya jumlah permintaan yang didapat karena tidak memiliki pasar yang tetap. Dengan memperhatikan ketiga proses produksi jenis peternak tersebut maka timbul perbedaan sistem produksi yang terjadi antara peternak bermitra, mandiri dan semi mandiri.

B. Perumusan Masalah

Hasil produksi yang dihasilkan oleh peternak-peternak tersebut tentunya akan berujung dengan pertanyaan, bagaimana pendapatan yang di dapat dari hasil usaha ternak tersebut antara peternak yang bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri apakah mengalami keuntungan atau mendapat


(20)

kerugian. Dilihat dari modal yang didapat masing-masing oleh 3 peternak tersebut akan terlihat perbedaan yang jelas, seperti bibit/DOC, pakan, obat-obatan disediakan oleh perusahaan inti kepada peternak bermitra dan semi mandiri. Sedangkan untuk peternak mandiri menyiapkannya sendiri dari awal tanpa ada bantuan dari luar seperti peternak bermitra atau semi mandiri yang diberikan bantuan. Ini sangat mempengaruhi dalam hal biaya-biaya produksi yang akan dikeluarkan peternak tiap periodenya dan menjadi dasar untuk peternak mandiri dalam menetapkan harga untuk hasil produksi daging (output) yang dijual/dipasarkan. Kemudahan yang didapat peternak bermitra dari perusahaan inti, semua alat-alat produksi termasuk bibit/DOC, pakan bahkan kandang disediakan oleh pihak perusahaan inti dan peternak yang bermitra tersebut hanya bertugas membudidayakan dan merawat bibit/DOC. Akan tetapi dengan segala kemudahan dan bantuan yang diberikan oleh perusahaan inti, peternak bermitra diharuskan menjual hasil produksi daging (output) ke perusahaan inti tanpa terkecuali.

Ini sangat berhubungan erat dengan sistem produksi yang terjadi antara peternak bermitra, mandiri dan semi mandiri yang kemudian akan

mempengaruhi hasil produksi yang didapat dikarenakan keberlangsungan / kelanjutan untuk distribusi hasil produksi tersebut yang mempunyai pasar masing-masing dengan keuntungan dimiliki oleh peternak bermitra dibanding peternak mandiri dan peternak semi mandiri karena sudah mempunyai pasar yang tetap bahkan pasar tersebut yang mencari untuk memenuhi permintaan mereka. Dengan begitu akan sangat mempengaruhi pendapatan yang akan


(21)

didapatkan oleh peternak bermitra, peternak mandiri maupun peternak semi mandiri.

Untuk peternak bermitra cenderung lebih stabil dalam hal pendapatannya karena sudah memiliki alur hilir (pemasaran) hasil produksinya yaitu ke perusahaan inti. Sangat berbeda dengan pendapatan yang akan diperoleh oleh peternak mandiri karena hasil produksi yang berubah-rubah sesuai

permintaan yang didapat berdasarkan pengalaman periode sebelumnya. Bagi peternak mandiri hanya memiliki 2 pilihan untuk memasarkannya yaitu menjual hasil produksinya ke warga sekitar atau ke broker. Akan tetapi

pilihan untuk menjual ke broker menjadi pilihan terakhir karena harga yang di tawarkan oleh broker mempunyai selisih yang cukup besar dibandingkan dengan harga yang diberikan oleh warga sekitar sehingga pendapatan peternak mandiri akan sangat di pengaruhi oleh seberapa konsisten sistem produksi yang terjadi dan jumlah produksi yang dihasilkan dan di pasarkan secara maksimal. Tidak berbeda jauh dengan peternak semi mandiri yang mempunyai kendala di pasar walaupun memiliki keuntungan untuk faktor produksinya. Berdasarkan data yang diperoleh dari PARAS (perhimpunan peternak ayam ras ) kabupaten Lampung Selatan, terdapat kecenderungan harga stabil yang diberikan oleh perusahaan inti ke peternak bermitra

sehingga pendapatan yang didapatkan lebih stabil dibanding peternak mandiri dan semi mandiri yang berubah-rubah dan menimbulkan perbedaan

pendapatan yang diperoleh masing-masing peternak baik peternak bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri.


(22)

Sistem produksi yang konsiten akan menghasilkan produksi yang

berkelanjutan dan sangat berkaitan dengan keuntungan yang akan didapat oleh peternak yang kemudian akan menjadi pendapatan yang diperoleh oleh peternak tiap periodenya. Dengan dihasilkannya jumlah produksi dalam jumlah yang besar akan sejalan dengan jumlah pendapatan yang didapatkan oleh peternak. Semakin besar jumlah produksinya maka akan semakin besar jumlah pendapatannya, begitu juga sebaliknya semakin kecil produksinya maka akan semakin kecil pendapatan yang diperoleh. Selain itu sangat

dipengaruhi juga oleh pendistribusian hasil produksi tersebut mulai dari pasar tradisional maupun supermarket, rumah makan. ke broker ataupun langsung ke masyarakat sekitar. Khusus untuk peternak bermitra, hasil yang diproduksi setiap periode waktunya sudah ditentukan oleh perusahaan inti untuk

didistribusikan kepada mereka dengan harga yang sudah ditentukan. Berbeda dengan peternak mandiri yang mempunyai kebebasan dalam

menjual/memasarkan hasil produksi mereka. Ada 2 pilihan untuk peternak mandiri dalam menjual hasil produksinya, yaitu pertama ke masyarakat sekitar untuk acara-acara resepsi pernikahan, acara syukuran yang memiliki kecenderungan harga cukup tinggi, yang kedua menjualnya ke broker dan menjadi pilihan terakhir untuk peternak mandiri karena harga yang diberikan broker relatif rendah, sehingga membuat pilihan untuk menjual ke broker menjadi pilihan terakhir jika permintaan di masyarakat sekitar sedang minim dan sedikit.

Dengan berbedanya sistem produksi yang terjadi antara peternak bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri dimulai dengan proses awal


(23)

produksinya, pasar yang berbeda dan harga yang didapatkan berbeda-beda maka secara langsung akan mempengaruhi pendapatan yang didapatkan oleh masing-masing peternak. Dibandingkan dengan peternak bermitra, peternak mandiri dan semi mandiri akan memperoleh pendapatan yang relatif berubah-rubah sesuai dengan sistem produksi yang berlangsung dan seberapa

maksimal hasil produksinya dapat dipasarkan dengan harga optimum.

Sedangkan untuk peternak bermitra akan memperoleh pendapatan yang lebih konsisten sesuai kontrak dengan perusahaan inti yang mempengaruhi

langsung sistem produksinya.

Di sisi lain jumlah peternak bermitra mayoritas lebih banyak dibanding peternak mandiri. Ini menjadi suatu pertanyaan jika membandingkan dari seberapa maksimalnya kontrak antara peternak bermitra dengan perusahaan inti yang memiliki banyak batasan yang harus di patuhi dan bisa

mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh peternak. Bagi peternak mandiri dan semi mandiri yang mempunyai kebebasan dalam menjualkan hasil produksi mendapatkan pendapatan yang maksimal pun memiliki masalah tersendiri dari mulai proses produksinya hingga resiko gagal panen sehingga membuat peternak merugi.

Dari penjelasan tersebut akan timbul permasalahan yang pertama perbedaan sistem produksi antara peternak bermitra, mandiri dan semi mandiri karena peternak bermitra bekerja sama dengan perusahaan inti dimana dalam proses produksinya perusahaan inti memberikan bantuan faktor-faktor produksi seperti bibit/DOC, pakan, obat-obatan sehingga sistem produksi peternak bermitra lebih konsiten dan berdampak ke jumlah produksi yang dihasilkan.


(24)

Yang kedua perbedaan pendapatan yang didapat oleh peternak bermitra, mandiri dan semi mandiri berdasarkan perbedaan sistem produksinya sehingga membuat produksi yang dicapai berbeda. Yang ketiga seberapa besar rata-rata perbandingan pendapatan yang ada pada masing-masing peternak.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sistem produksi yang terjadi antara peternak ayam ras/ pedaging bermitra, mandiri, dan semi mandiri di Kabupaten Lampung Selatan

2. Mengetahui pendapatan yang diperoleh oleh peternak ayam ras/pedaging bermitra, mandiri, dan semi mandiri di Kabupaten Lampung Selatan 3. Mengetahui perbedaan pendapatan antara peternak bermitra, peternak

semi mandiri dan peternak mandiri

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan

kebijaksanaan peningkatan produksi ayam ras/pedaging dan pendapatan peternak ayam ras pedaging baik bermitra, mandiri ataupun semi mandiri. 2. Peternak ayam ras/pedaging bermitra, mandiri ataupun semi mandiri

sebagai masukan dalam menetapakan langkah-langkah usahanya untuk peningkatan produksi, pendapatan dan pemasaran produknya


(25)

3. Peneliti lain, sebagai bahan pembanding atau pustaka untuk penelitian sejenis.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Kondisi Industri Perunggasan

Industri perunggasan di Indonesia hingga saat ini berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efektifitas (produktivitas) dan efisiensi usaha yang optimal, namun upaya pembangunan industri perunggasan tersebut masih menghadapi tantangan global yang mencakup kesiapan daya saing produk, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan yang merupakan 60-70 % dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor (Departemen Pertanian, 2008).

Menurut Sutawi (2007), bahwa secara teoritis, hubungan kerja di dalam pola kemitraan ayam pedaging berpeluang bagus untuk menyambung

Up-stream (industry Sapronak) dengan down-Up-stream (aktivitas budidaya ayam pedaging dan pemasaran produk). Keadaan demikian hanya dapat terjadi apabila pola kemitraan yang dilak sanakan saling menguntungkan kedua belah pihak, utamanya jika hubungan kerja tidak memberatkan petani peternak atau plasma.

Dengan posisi yang lemah dari pihak petani peternak atau plasma dalam pola kemitraan ayam pedaging, maka produktivitas usaha menjadi suatu yang


(27)

sangat bernilai dalam keberhasilan usahanya, dan akan menjadi semakin tidak menguntungkan jika usaha tersebut tidak mempunyai nilai produktivitas usaha yang tinggi. Mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas usaha merupakan salah satu informasi penting untuk menilai efisiensi serta efektifitas pelaksanaan suatu usaha. Hasil yang di dapat dari mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas usaha dengan arah pengembangan di masa yang akan datang dan sumber daya manusia sebagai pelaku utama mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas usaha.

2. Perkembangan Ayam Ras di Indonesia

Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan usaha ayam broiler sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan, perkembangan situasi ekonomi politik, serta kondisi keamanan (Fadilah 2006). Usaha komersial ayam broiler tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Daerah dengan populasi ayam broiler tersebar di Indonesia bagian barat yaitu Pulau Jawa dan Sumatera. Berdasarkan data Ditjen Peternakan (2011), populasi ayam broiler terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah. Menurut Fadilah (2006), Indonesia bagian barat menjadi daerah penyebaran ayam broiler komersial karena hampir semua perusahaan pembibitan ayam broiler komersial serta pangsa pasar terbesar masih didominasi oleh Indonesia bagian barat, khususnya Pulau Jawa.


(28)

Laju perkembangan usaha ayam broiler sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan, perkembangan situasi ekonomi politik, serta kondisi keamanan (Fadilah 2006). Usaha komersial ayam broiler tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Daerah dengan populasi ayam broiler tersebar di Indonesia bagian barat yaitu Pulau Jawa dan Sumatera. Berdasarkan data Ditjen Peternakan (2011), populasi ayam broiler terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah. Menurut Fadilah (2006), Indonesia bagian barat menjadi daerah penyebaran ayam broiler komersial karena hampir semua perusahaan pembibitan ayam broiler komersial serta pangsa pasar terbesar masih didominasi oleh Indonesia bagian barat, khususnya Pulau Jawa.

Peternakan ayam di Indonesia mulai marak pada tahun 1980. Hal ini didukung oleh kesadaran masyarakat mengkonsumsi daging ayam. Pada tahun 1981 usaha peternakan ayam broiler banyak dikuasai oleh pengusaha dengan skala besar, sedangkan peternak kecil semakin sulit dalam melakukan usaha ini. Dalam rangka melindungi peternak kecil yang semakin tertekan karena dominasi pengusaha ayam broiler skala besar, pemerintah pada saat itu mengeluarkan kebijakan berupa Keputusan Presiden No.51 yang intinya membatasi jumlah ayam petelur konsumsi paling banyak 5.000 ekor dan ayam broiler sebanyak 750 ekor per minggu.

Munculnya kebijakan tersebut akhirnya menghambat perkembangan peternakan ayam broiler di Indonesia. Selama sembilan tahun berjalan, kebijakan tersebut menyebabkan sektor peternakan tidak berkembang. Oleh


(29)

karena itu akhirnya Keputusan Presiden No.51 tersebut dicabut dan diganti dengan kebijakan tanggal 28 Mei 1990. Kebijakan ini merangsang berdirinya peternakan-peternakan besar untuk tujuan ekspor dan menjadi industri peternakan yang handal dan menjadi sektor penggerak perekonomian (Suharno 2002).

Perubahan drastis terjadi pada sektor peternakan saat krisis moneter tahun 1997. Industri perunggasan merupakan salah satu sektor peternakan yang mengalami kemunduran. Harga bahan baku impor untuk industri perunggasan menjadi sangat tinggi, sementara harga ayam dan telur domestik terus

menurun seiring dengan menurunnya daya beli masyarakat. Akibatnya, permintaan pakan dan DOC juga menurun dan berdampak pada penurunan populasi ternak di Indonesia. Pada tahun 1998 populasi ayam broiler berkurang hingga 80 persen dari tahun sebelumnya. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa agribisnis ayam broiler belum memiliki ketangguhan dan kemampuan penyesuaian diri menghadapi perubahan besar lingkungan ekonomi eksternal. Faktor penyebabnya adalah ketergantungan peternakan Indonesia pada impor bahan baku utama yaitu pakan dan bibit (Saragih 2001). Pada akhir tahun 1998, usaha peternakan unggas mulai berkembang. Harga daging ayam dan telur mulai dapat dikendalikan dan memberi keuntungan bagi para peternak, walaupun pada saat ini mayoritas peternak sudah tidak berusaha secara mandiri melainkan bergabung menjadi mitra perusahaan terpadu (Suharno 2002)..


(30)

Kemitraan berasal dari kata mitra, yang berarti teman, kawan atau sahabat. Kemitraan muncul karena minimal ada dua pihak yang bermitra. Keinginan untuk bermitra muncul dari masing-masing pihak, walaupun dapat pula terjadi, bahwa kemitraan muncul akibat peranan pihak ketiga.( Salam T, dkk. 2006).

Di bidang pertanian pada umumnya, di bidang peternakan ayam broiler khususnya, satu pihak yang bermitra adalah peternak yang melaksanakan budidaya, sedangkan pihak lainnya adalah perusahaan yang bergerak dalam usaha pengadaan input dan atau usaha pengolahan dan pemasaran hasil. Apakah keinginan bermitra muncul dari masing-masingpihak, ataupun atas peranan pihak ketiga, sebenarnya munculnya kemitraan merupakan suatu keharusan atau secara alamiah harus terjadi. Hal ini terkait dengan dua hal; yang pertama, apabila kita ingat bahwa budidaya peternakan ayam broiler hanya merupakan satu sub-sistem dari sistem agribisnis peternakan ayam broiler secara menyeluruh, maka peternak budidaya tidak dapat berdiri sendiri; yang kedua, pertimbangan bahwa kekuatan dan kelemahan ada pada masing-masingpihak dan masing-masing mempunyai keinginan untuk saling mengisi (Salam T dkk, 2006).

Menurut Kartasasmitha (2006) kemitraan usaha ialah hubungan kerja sama antara berbagai pihak, baik bersifat vertikal antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar atau bersifat horisontal pada skala usaha yang sama, dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas


(31)

dalam rangka meningkatkan daya saing. Senada dengan hal tersebut menurut Saptana dkk. (2010), bahwa kemitraan usaha mendukung efisiensi ekonomi karena pihak-pihak yang bermitra masing-masing menawarkan sisi

keunggulan yang dimilikinya dalam upaya memperkuat mekanisme pasar. Pedoman tentang kemitraan, diatur oleh pemerintah melalui undang-undang N0. 9 tahun 1995, diimplementasikan melalui Peraturan pemerintah N0. 44 tahun 1997 dan ditindaklanjuti melalui SK Mentan No.

940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang pedoman kemitraan usaha pertanian. Tujuan kemitraan yang tertuang dalam peraturan tersebut antara lain untuk meningkatkan pendapatan, keseimbangan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri.

Berkenaan dengan hal yang pertama, budidaya peternakan ayam broiler hanyalah merupakan salah satu sub-sistem saja dari sistem agribisnis

peternakan ayam broiler secara menyeluruh. Kita tidak lagi mengembangkan peternakan dari segi budidaya saja, tidak lagi melakukan pendekatan

bagaimana peternak memproduksi broiler. Kita harus melakukan pendekatan agribisnis secara menyeluruh, yaitu pendekatan di sub-sistem pengadaan input atau sub-sistem pra-produksi, di sub-sistem budidaya atau proses produksi dan di sub-sistem pengolahan dan pemasaran atau sub-sistem pasca-produksi; bahkan juga harus melakukan pendekatan pada


(32)

Dalam menghadapi perubahan harga makanan dan bibit ayam ras pedaging yang tidak dapat dikendalikan oleh peternak maka peternak harus

meningkatkan efisiensi dalam pemeliharaan usaha peternakannya dengan sedapat mungkin memanfaatkan potensi lokal agar produk peternakan mempunyai daya saing yang cukup kuat di pasar.

Agar usaha peternakan ayam ras pedaging dapat berproduksi secara kontinu dan menjamin kelangsungan usaha peternakan rakyat maka diperlukan keterlibatan pengusaha dalam hal penyediaan bibit, pakan dan pemasaran hasil produksi. Artinya ada hubungan kemitraan antara peternak dan pengusaha (Sirajuddin, 2007).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 44 tahun 1997, tercantum pola kemitraan yang meliputi :

1. Inti plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil selaku plasma dengan usaha menengah atau besar sebagai inti, membina dan

menyediakan sarana produksi, memberikan modal dan membantu pemasaran hasil produksi plasma.

2. Sub-kontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha besar dan atau usaha menengah dengan usaha kecil, dengan memberikan kesempatan mitranya untuk mengerjakan sebagian produksi atau komponen dengan menggunakan bahan baku yang diperolehnya sendiri, memberikan bimbingan dan permodalan.

3. Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar dalam bentuk kerjasama pemasaran, atau penyediaan lokasi usaha.


(33)

4. Waralaba adalah hubungan kemitraan yang didalamnya usaha besar sebagai pemberi waralaba memberikan hak lisensi kepada usaha kecil sebagai penerima waralaba dengan disertai suatu imbalan berdasarkan persyaratan pihak pemberi waralaba.

5. Ke-Agenan adalah hubungan kemitraan yang didalamnya usaha besar atau menengah memproduksi sesuatu, sedangkan usaha kecil (agen) diberi hak khusus untuk menjalankan usaha dan memasarkan barang dan jasa tersebut kepada pihak lain

6. Bentuk lain misalnya Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) dalam pertanian (SK Mentan No. 940/Kpts/OT.2010/10/1997) yaitu, hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau untuk mengusahakan atau membudidayakan.

Pola kemitraan yang berlangsung antara perusahaan dengan peternak ayam ras pedaging adalah pola inti plasma yaitu, perusahaan bertindak sebagai inti dengan peternak sebagai plasma. Inti menyediakan bibit ayam (DOC), vaksin dan pakan selama berlangsungnya kegiatan pemeliharaan, sedangkan pihak peternak plasma menyediakan lahan dan kandang. Pengawasan dan

pembinaan secara teknis dilakukan oleh perusahaan inti sekaligus menjamin pemasaran dengan mengambil hasil panen dengan harga dasar yang telah ditentukan dalam perjanjian (Dewanto, 2005)


(34)

Peternak mandiri prinsipnya menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produknya. Ada beberapa faktor yang

menyebabkan usaha peternakan ayam ras pedaging tetap dikelola secara mandiri oleh sebagian besar peternak di Kota Palu yaitu: 1). Pemeliharaannya cukup mudah; 2). Waktu pemeliharaan relatif singkat (± 4 minggu) karena sistim pemasarannya dalam bentuk ekoran; dan 3). Tingkat pengembalian modal relatif cepat.

Pola kemitraan usaha peternakan ayam ras pedaging yang

dilaksanakan dengan pola inti plasma, yaitu kemitraan antara peternak mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra bertindak sebagai plasma, sedangkan perusahaan mitra sebagai inti. Pada pola inti plasma kemitraan ayam ras yang berjalan selama ini, perusahaan mitra menyediakan sarana produksi peternakan (sapronak)berupa: DOC, pakan. obat-obatan/vitamin, bimbingan teknis dan memasarkan hasil, sedangkan plasma menyediakan kandang dan tenaga kerja.

Faktor pendorong peternak ikut pola kemitraan adalah: 1). Tersedianya sarana produksi peternakan; 2). Tersedia tenaga ahli; 3). Modal kerja dari inti;

4).Pemasaran terjamin. Namun ada beberapa hal yang juga menjadi kendala bagi peternak pola kemitraan yaitu: 1). Rendahnya posisi tawar pihak plasma terhadap pihak inti; 2). Terkadang masih kurang transparan dalam penentuan harga input maupun output (ditentukan secara sepihak oleh inti).

Ketidakberdayaan plasma dalam mengontrol kualitas sapronak yang dibelinya menyebabkan kerugian bagi plasma.


(35)

5. Produksi Ayam Pedaging (Broiler)

Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Produk atau produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat bervariasi yang antara lain disebabkan karena perbedaan kualitas. Hal ini dapat dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang baik yang

dilaksanakan dengan baik dan begitu pula sebaliknya, kualitas produksi menjadi kurang baik bila usahatani tersebut dilaksanakan dengan kurang baik. Pengukuran terhadap produksi juga perlu berhati-hati karena ragamnya kualitas tersebut. Karena nilai produksi dari produk-produk pertanian-pertanian tersebut kadang-kadang tidak mencerminkan nilai sebenarnya, maka sering nilai produksi tersebut diukur menurut harga bayangannya.Salah satu produk pertanian ialah di bidang unggas khusunya ternak ayam ras pedaging. Dalam perkembangannya di Indonesia laju perkembangan usaha ayam pedaging sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan, perkembangan situasi ekonomi politik, serta kondisi keamanan (Fadilah 2006). Sehingga konsumsi daging untuk

masyarakat merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Di Indonesia untuk jumlah produksi daging ayam pedaging komersial masih didominasi oleh pulau Jawa. Karena hampir semua perusahaan pembibitan ayam pedaging komersial serta pangsa pasar terbesar masih didominasi oleh

Indonesia bagian barat, khususnya Pulau Jawa. Dengan mayoritas perusahaan pembibitan ayam berada di pulau Jawa sangat mempengaruhi produksi yang akan dihasilkan. Dalam proses produksi ayam pedaging, bibit/DOC


(36)

20-25% dari total biaya variabel total yang akan dikeluarkan dalam proses produksi. Kemudian untuk pengeluaran proses produksi yang merupakan variabel untuk jumlah pengeluaran terbesar ialah biaya Ransum.Total pengeluaran untuk biaya ransum mencapai 60-70% dari biaya variabel total yang dikeluarkan. Sisanya berupa pengeluaran untuk biaya gas, obat/vitamin, sekam, upah/gaji karyawan dan biaya tetap yang berupa biaya kandang dan biaya peralatan.

Dalam proses produksinya, terdapat 2 fase yaitu fase brooder (induk buatan) dan fase lepas brooder (finisher) Untuk fase brooder dibagi menjadi 2 tahap yaitu fase starter dan ransum. Saat DOC tiba di lokasi peternakan, kotak-kotak pengemas DOC langsung diturunkan dan diletakkan di setiap unit kandang kemudian kotak pengemas dibuka lalu DOC ditempatkan ke dalam area brooding. Brooder dinyalakan 24 jam sejak DOC masuk, temperatur dalam kandang dapat disesuaikan dengan kebutuhan DOC yaitu sekitar 32 – 35’C. Temperatur pada minggu pertama 33’C, kemudian semakin

bertambahnya umur ayam, lama penggunaan brooder dikurangi atau diturunkan secara bertahap sampai mencapai 26-28’C pada saat ayam berumur 2 minggu . Tahap selanjutnya yaitu pemberian ransum yang merupakan kebutuhan ayam yang harus dipenuhi untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan berupa protein, asam amino, energy, vitamin, mineral

sehingga pertumbuhannya dapat berjalan cepat tanpa menunggu fungsi-fungsi tubuhnya secara normal (Rasyaf 2001).

Selanjutnya memasuki fase finisher yang tidak memerlukan indukan(brooder) akan tetapi tetap diperlukan lampu penerang di malam hari dan pada saat


(37)

mendung. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan yang cepat maka harus disesuaikan kebutuhan luas lahan, jumlah kebutuhan ransum dan air minum, jumlah tempat ransum dan tempat minum serta jumlah feses yang semakin banyak menyebabkan litter mudah lembab dan berbau (Nova, dkk.,2007)

Broiler/ayam pedaging mengalami pertumbuhan yang cepat terutama pada akhir masa pemeliharaan (finisher). Pertumbuhan yang cepat menambah bobot badan total ayam. Penambahan bobot badan akan memperbesar tubuh ayam yang berarti membutuhkan ruang yang lebih luas, tempat pakan dan tempat minum yang lebih banyak (Rasyaf,2001).

6. Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk, yang sifatnya tidak dapat dihindari, dapat diperkirakan dan diukur. Biaya produksi merupakan kompensasi yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi. Biaya yang dilakukan pada periode tertentu, dikenal dengan biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Tobing (2000), komponen-komponen biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi budidaya ayam ras pedaging dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tetap terdiri atas biaya penyusutan/depresiasi kandang dan peralatan, biaya opportunitas dan lainnya. Komponen biaya variabel terdiri dari biaya DOC, biaya ransum, obat-obatan, vitamin, tenaga kerja, sekam, kapur, gula, minyak tanah,gas dan listrik. Dari komponen-komponen biaya tetap maupun biaya variabel pengeluaran untuk pembelian


(38)

ransum memiliki presentase terbesar yaitu sebesar 60-70 % dari jumlah total biaya produksi. Kemudian biaya untuk pembelian DOC sebesar 20-25% dari jumlah total biaya produksi. Dan sisanya untuk biaya variabel, biaya tetap yang lainnya.

7. Teori Pendapatan Usahatani

Soekartawi, dkk (1986), menjelaskan bahwa pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam produksi. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Oleh sebab itu ia merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.

Soekartawi (1995), menjelaskan bahwa biaya usahatani adalah semua

pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi.


(39)

Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut :

π = Y. Py –Σ Xi.Pxi – BTT Keterangan :

π = Pendapatan (Rp) Y = Hasil produksi (Kg) Py = Harga hasil produksi (Rp)

Xi = Faktor produksi (i = 1,2,3,….,n)

i = Variabel ( DOC, Ransum, Gas. Obat/Vitamin. Sekam, Gaji karyawan, operasional

Pxi = Harga faktor produksi ke-i (Rp)

BTT = Biaya tetap total (Rp) (Depresiasi kandang dan depresiasi peralatan)

Untuk mengetahui usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara penerimaan dengan biaya (Revenue Cost Ratio).

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: R/C = PT / BT

Keterangan:

R/C = Nisbah penerimaan dan biaya PT = Penerimaan Total (Rp)


(40)

Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

(a). Jika R/C > 1, maka usahatani mengalami keuntungan karena penerimaan lebih besar dari biaya

(b). Jika R/C < 1, maka usahatani mengalami kerugian karena penerimaan lebih kecil dari biaya.

(c). Jika R/C = 1, maka usahatani mengalami impas karena penerimaan sama dengan biaya.

8. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu menganalisis mengenai analisis produksi dan pendapatan peternak ayam ras pedaging bermitra/mandiri. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu jenis peternak bermitra dan mandiri yang diteliti sedangkan penelitian sebelumnya adalah peternak bermitra atau peternak mandiri. Penelitian ini tidak hanya menganalisis jumlah produksi yang dihasilkan dan pendapatan yang diperoleh tetapi juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan peternak. Selain itu penelitian ini membandingkan pendapatan yang diperoleh peternak bermitra dan peternak mandiri. Berikut ini adalah informasi penelitian tentang produksi dan pendapatan yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu disajikan pada Tabel 3.


(41)

Tabel 3 Penelitian Terdahulu

No Judul/Tahun Tujuan Metode Analisis Hasil 1. Lusi Dwi Windarsari

(2012), Kajian Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Karang Anyar:

Membandingkan Antara Pola Kemitraan dan Pola Mandiri

Menganalisis dan mengetahui lebih menguntungkan antara usahaternak ayam ras pedaging pola kemitraan atau pola mandiri

Pendapatan Usaha

tani Analisi R/C ratio menunjukkan bahwa usaha ternak pola mandiri lebih menguntungkan dibandingkan usaha ternak pola kemitraan. R/C ratio untuk peternak mandiri sebesar 1, 51 yang berarti setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,51. Sedangkan peternak bermitra memiliki R/C ratio sebesar 1,33 yang berarti setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,33 2. Novi Itsna Hidayati

(2010), keunggulan komparatif dan kompetitif usaha agribisnis ayam ras pedaging di kabupaten Lamongan Jawa Timur

Menganalisis keunggulan komparatif, kompetitif dan dampak flu burung terhadap usaha agribisnis ayam ras pedaging di

kabupaten Lamongan

Stratified random sampling

1. Nilai DRCR dan PCR komoditas ayam ras pedaging sebelum flu burung : 0,66 dan 0,55 (skala<5000), 0,57 dan 0,56 (skala?5000) dan sesudah flu burung : 0,79 dan 0,85 (skala<5000), 0,67 dan 0,72

(skala>5000).

2. Komoditas ayam ras pedaging baik sebelum dan sesudah adanya kasus flu burung memiliki

keunggulan komparatif dan kompetitif. Skala usaha >5.000 lebih mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan skala <5000

3. Yulien Tika Fitriza, F. Trisakti Haryadi dan Suci Paramtiasari Syahlani (2012), Analisis Menganalisis pendapatan peternak plasma, pengaruh karakteristik Simple Purposive sampling

1. Penyediaan sapronak yang disediakan oleh inti dalam kontrak perjanjian tidak ada hubungannya dengan pendapatanpeternak plasma. Isi dari kontrak perjanjian sapronak berupa DOC, pakan dan


(42)

obat-Pendapatan dan Persepsi Peternak Plasma terhadap kontrak perjanjian pola kemitraan ayam pedaging di provinsi Lampung

peternak plasma terhadap kontrak perjanjian dan hubungan antara persepsi dengan pendapatan peternak plasma. obatan

2. Penentuan harga yang disediakan oleh inti dalam kontrak tidak ada hubungfannya dengan pendapatan peternak plasma. Variabel penentuan harga berisis tentang harga bibit DOC, harga pakan, harga obat-obatan, harga panen sampai harga bonus FCR dan mortalitas

4. Sutawi (2012), Efisiensi dan Daya Saing Agribisnis Ayam Pedaging di

Kabupaten Malang Jawa Timur

Menganalisis efisiensi dan daya saing usaha agribisnis ayam pedaging

Simple Random Sampling

1. Didapatkan nilai PCR sebesar 0,95 dan DRCR sebesar 0,82

2. Agribisnis ayam pedaging merupakan usaha yang efisien dengan profitabilitas harga pasar yang lebih rendah dibandingkan harga ekonomi

3. Harga ekonomi karkas lebih mahal daripada harga pasarnya menunjukkan harga karkas dalam negeri tidak dipengaruhi oleh harga karkas impor

5. Ketut Kariyasa, Bonar M. Sinaga dan M.O Adnyana (2004), proyeksi produksi dan permintaan jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia

Melakukan proyeksi produksi dan

permintaan jagung, pakan dan daging ayam ras di

Indonesia dari tahun 2002 sampai 2010

Regresi 2SLS (Two Stage Least

Square)

Proyeksi permintaan jagung dalam periode 2002-2010 terjadi peningkatan sekitar 5,41% per tahun, meununjukkan dalam periode 2002-2010 jumlah permintaan jagung lebih besar dari produksi, sehingga Indonesia berpotensi untuk melakukan impor


(43)

(2009),kelangkaan produksi daging : Indikasi dan implikasi kebijakannya

produksi dan harga daging sapi dan ayam sebagai bahan rekomendasi

kebijakan antisipatif sehubungan dengan peningkatan

produksi ternak

deskriptif kualitatif didominasi oleh daging unggas. Di masa yang akan datang dengan terbatasnya sumber daya lahan maka pengembangan unggas potensial untuk lebih

diperhatikan

2. Kenaikan harga daging sapi mengakibatkan sebagian konsumen beralih mengkonsumsi daging ayam dan telur

7. Asril Tambunan (2005), Strategi pengembangan usaha tanaman hias pada PT Bina Usaha Flora (BUF) di Cipanas-Cianjur

Menganalisis strategi

pengembangan usaha tanaman hias pada PT Bina Usaha Flora (BUF) -Matriks IFE - EFE, -IE - SWOT -QSPM


(44)

B. Kerangka Pemikiran

Di Indonesia untuk produksi unggas , khususnya produksi peternak ayam ras/daging provinsi Lampung salah satu produsen terbesar di Indonesia. Untuk provinsi teratas yang mempunyai nilai produksi tertinggi ialah provinsi. Dengan cukup tingginya produksi ayam ras/daging di provinsi Lampung ini bisa dikatakan usaha/bisnis bagi pelaku-pelaku peternak ayam ras/daging ini menjanjikan untuk dikelola secara berkelanjutan yang menjadi kebutuhan pokok manusia sehingga usaha/bisnis tersebut tidak akan pernah berhenti sampai kehidupan manusia berhenti.

Khusunya di provinsi Lampung sendiri berdasarkan sumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung tahun 2012, daerah yang memiliki rating tertinggi dalam produksi ayam ras/daging tertinggi ialah kabupaten Lampung selatan. Di kabupaten tersebut jumlah populasi yang bisa dihasilakan peternak-peternak ayam ras/daging yaitu sebesar 14.104.994 , 35-55% selisihnya dengan beberapa kabupaten/kota lainnya yang ada di provinsi Lampung. Sehingga bisa dikatakan provinsi Lampung sebagai salah satu penghasil ayam ras/daging di Indonesia, sangat di pengaruhi dari produksi yang dihasilkan oleh kabupaten lampung selatan yang menyumbang total populasi ayam ras/daging bagi provinsi Lampung sebesar 58%. Sedangkan kabupaten/kota lainnya menghasilkan kisaran hanya antara 3-13% untuk total populasi dari provinsi lampung.

Kemudian terdapat 3 jenis peternak yang ada di provinsi Lampung, khususnya di Lampung Selatan yaitu peternak bermitra, peternak mandiri


(45)

dan peternak semi mandiri. Dalam 3 jenis peternak tersebut juga memiliki sistem produksi yang berbeda dalam menjalankan usaha ternaknya yang bisa dikatakan disebabkan oleh perbedaan modal yang mereka miliki masing-masing dan permintaan yang diminta. Kabupaten lampung Selatan merupakan sentra peternak ayam ras pedaging yang ada di provinsi Lampung. Kecamatan Jati agung merupakan kecamatan terbesar dalam jumlah populasi ternak yang ada di Lampung Selatan dan menjadi tempat program pengembangan

kemitraan dinas peternakan. Kemudian ada kecamatan Natar yang memiliki peternak mandiri yang cukup banyak dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Lampung Selatan

Dari 3 jenis peternak antara peternak bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri akan terlihat perbedaannya dari mulai sistem produksi yang terjadi karena mempunyai keberlajutan/kelangsungan target masing-masing produksinya. Ini disebabkan oleh proses distribusi hasil ke pasar-pasar yang berbeda pula oleh setiap peternak, baik peternak bermitra maupun peternak mandiri dan semi mandiri. Khusus untuk peternak mandiri dan semi mandiri mempunyai pilihan-pilihan untuk menyalurkan hasil produksinya yaitu ke broker dan warga sekitar. Sedangkan untuk peternak bermitra konsisten karena hanya memproduksi daging sesuai target yang diberikan perusahaan inti dan menyerahkan hasilnya untuk dipasarkan oleh perusahaan inti tersebut sehingga hasil pendapatan yang didapatkan lebih stabil. Dengaan begitupun secara otomatis akan timbul perbedaan pendapatan yang akan diperoleh oleh peternak bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri.


(46)

Kerangka pemikiran analisis sistem agribisnis ayam ras/pedaging di Kabupaten Lampung Selatan. secara sistematis dapat dilihat pada gambar, terlampir.

C.Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Diduga perbedaan pendapatan antara ketiga peternak tidak memiliki perbedaan yang signifikan.


(47)

Gambar 1. Bagan alir analisis sistem produksi dan pendapatan peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Lampung Selatan

Sistem Produksi Produksi (Daging) Perusahaan Inti PENDAPATAN PETERNAK MANDIRI Penerimaan

Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging

Warga sekitar Broker Distribusi Hasil Panen

Biaya: 1. DOC 2. Pakan

3. Vitamin/Pestisida 4. Tenaga Kerja 5. Bahan Bakar Pemanas 6.Kandang/Lahan

Rp 15.450/Kg Rp 16.700/Kg

Rp 17.500/Kg

Penerimaan Penerimaan

Biaya: 1. DOC

2. Pakan (Pinjaman) 3. Vitamin/Pestisida 4. Tenaga Kerja 5. Bahan Bakar Pemanas 6.Kandang/Lahan

Biaya: 1. DOC (Perusahaan Inti) 2. Pakan (Perusahaan Inti) 3. Vitamin/Pestisida

(Perusahaan Inti)

4. Tenaga Kerja 5. Bahan Bakar Pemanas 6.Kandang/Lahan PENDAPATAN PETERNAK SEMI MANDIRI PENDAPATAN PETERNAK BERMITRA


(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian.

Peternakan merupakan salah satu penopang kesejahteraan yang termasuk juga di dalam bidang pertanian. Dalam bidang peternakan itu sendiri sangat

potensial dalam mempengaruhi tidak saja kesejahteraan masyarakat umum akan tetapi juga sangat berpengaruh terhadap pendapatan suatu daerah seperti provinsi atau suatu Negara. Karena di dalam dunia peternakan tersebut sangat besar juga potensial bisnisnya yang mempengaruhi khalayak hidup orang banyak yang terlibat di dalam bidang tersebut.

Ayam ras pedaging adalah ayam yang cepat tumbuh dengan produk utamanya menghasilkan daging dan popular disebut ayam broiler

Peternak pola mandiri adalah peternak yang mampu menjalankan usahanya dengan modal sendiri dan bebas menentukan waktu pemasaran.

Peternak pola kemitraan adalah peternak yang bekerjasama dengan perusahaan peternakan. Perusahaan bertindak sebagai inti dan peternak


(49)

produksi plasma sesuai dengan harga kontrak.

Peternak pola semi mandiri adalah peternak yang mampu menjalankan usahanya dengan modal sendiri dan mendapatkan bantuan beberapa faktor produksi tanpa mempengaruhi kebebasan dalam menentukan waktu pemasaran.

Produksi adalah suatu proses untuk menghasilkan suatu barang atau jasa. Dalam hal ini produksi yang dimaksud adalah proses budidaya ayam ras pedaging untuk menghasilkan daging ayam ras pedaging yang memiliki kualitas serta harga jual yang tinggi.

Hasil produksi ayam ras pedaging adalah jumlah seluruh ayam pedaging yang dihasilkan per satu periode pemeliharaan.

Karkas ayam adalah daging ayam yang diperoleh dengan cara disembelih secara halal dan benar, dicabuti bulu dan dan dikeluarkan jeroan dan abdomialnya sehingga diperoleh daging ayam utuh.

Bibit ayam (DOC) adalah anak ayam berumur 1 hari yang dipelihara dalam satu kali siklus pemeliharaan atau produksi yang diukur dalam satuan ekor. Pakan adalah banyaknya makanan ayam yang dihabiskan dalam satu kali siklus produksi yang diukur dalam satuan kilogram (kg)

Obat-obatan adalah vitamin, obat, vaksin dan desinfektan yang dihabiskan dalam satu kali siklus produksi yang diukur dalam satuan gram (g) atau liter (l)


(50)

usahatani/ternak di atas sebidang tanah dan diatasnya dibuatkan kandang untuk ayam ras, yang diukur dalam satuan hektar (ha).

Tenaga kerja adalah faktor produksi yang digunakan dalam budidaya padi organik dari pengolahan lahan hingga pasca panen. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja manusia, hewan dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga.

Penggunaan tenaga kerja diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK). Ongkos angkut adalah jumlah ongkos yang dikeluarkan oleh peternak untuk membawa hasil ternak. Cara perhitungannya adalah hasil produksi dikalikan dengan ongkos angkut, dalam satuan rupiah (Rp).

Bahan bakar adalah banyaknya bahan bakar yang dipakai dalam proses produksi selama satu siklus produksi yang dihitung dalam rupiah.

Harga adalah nilai dari suatu barang atau jasa yang biasanya diukur dengan satuan mata uang (rupiah). Dalam hal ini harga yang dimaksud adalah harga dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam berternak ayam ras

pedaging.

Biaya penyusutan kandang dan peralatan adalah nilai penyusutan kandang dan peralatan selama satu siklus produksi yang dinyatakan dalam satuan rupiah


(51)

melakukan usahatani meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap/variabel dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Harga panen adalah harga yang diterima oleh peternak atas penjualan hasil panen dalam bentuk daging berdasarkan jumlah daging yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Penerimaan adalah nilai hasil yang diterima peternak yang dihitung dengan mengalikan jumlah produksi daging dengan harga produksi di tingkat peternak produsen yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Pendapatan usahatani/ternak adalah penerimaan yang diperoleh peternak setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, dalam hal ini biaya pembelian DOC/ bibit, pakan, obat-obatan, peralatan tenaga kerja, dan biaya penyusutan alat-alat ternak dalam satu kali musim produksi.

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jati Agung, dan kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa menurut Dinas Pertanian Provinsi Lampung dan Dinas Peternakan, Kecamatan Jati Agung merupakan daerah yang memiliki populasi ayam ras pedaging terbesar di Lampung Selatan khususnya peternak bermitra dan kecamatan Natar merupakan daerah yang memiliki populasi ayam ras pedaging mandiri dan semi mandiri yang cukup besar di Lampung Selatan


(52)

Responden penelitian adalah peternak bermitra yang memproduksi ayam ras pedaging, peternak mandiri dan peternak semi mandiri ayam ras pedaging. Peternak-peternak tersebut berada pada dua kecamatan yaitu kecamatan Jati agung dan Merbaung mataram. Kedua kecamatan ini dipilih secara purposive

karena: (1) Kedua kecamatan ini mewakili daerah dimana terdapat peternak bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri. (2) Kecamatan Jati agung memiliki peternak yang terdiri dari peternak bermitra yg dominan mayoritas dibanding dengan peternak mandiri dan semi mandiri (3)

Kecamatan Natar pun merupakan kecamatan yang memiliki peternak mandiri dan semi mandiri yang cukup banyak.

Terdiri dari 2 kecamatan yang nerupakan kecamatan tertinggi dalam jumlah populasi ayam ras pedaging yaitu kecamatan Jati Agung sebesar 3.404.278 dan Kecamatan Natar sebesar 1.934.401. Kecamatan Jati Agung juga

merupakan kecamatan yang dijadikan sebagai contoh oleh Dinas Peternakan Provinsi Lampung dengan dibentuknya PARAS (Persatuan Peternak Ayam Ras) yang diharapkan diikuti oleh kecamatan atau kabupaten lainnya di Provinsi Lampung.

Di Kecamatan Jati Agung terdapat 75 peternak ayam ras pedaging. Untuk di Kecamatan Natar memiliki jumlah populasi peternak semi mandiri berjumlah 23 peternak dan peternak mandiri 5 peternak. Berdasarkan perhitungan, maka jumlah sampel dari peternak bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri sesuai jumlah populasi tersebut ditentukan jumlah sampel dengan menggunakan rumus yang merujuk pada teori Sugiarto (2003), yaitu:


(53)

n = NZ 2S2 Nd2+ Z2S2 dimana, n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

S2 = variasi sampel (5% = 0,05) Z = tingkat kepercayaan (95% = 1,96) D = derajat penyimpangan (5% = 0,05)

Merujuk pada rumus di atas, berarti jumlah sampel untuk keseluruhan Kabupaten Lampung Selatan dapat dihitung sebagai berikut:

n = 103 x (1,96)

2

x 0.05

103 (0,05)2 + 1,96 2 x 0,05

= 19,784

0,4495

= 44,01 ≈ 44

Kemudian dari jumlah keseluruhan sampel yang berjumlah 44 orang tersebut ditetapkan proporsi sampel tiap peternak menggunakan rumus:

na = Na

Nab

x nab

dimana, na = jumlah sampel Peternak bermitra/mandir/semi mandiri nab = jumlah sampel keseluruhan

Na = jumlah populasi peternak bermitra/mandiri/semi mandiri Nab = jumlah populasi keseluruhan


(54)

Kecamatan Natar yaitu 10 peternak semi mandiri, 2 peternak mandiri dan 32 peternak bermitra di Kecamatan Jati Agung

Metode pangambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling) dengan pertimbangan bahwa responden di daerah penelitian cenderung homogen dalam hal penguasaan lahan

(kandang) dan penggunaan input, serta tidak terlalu tersebar secara geografis. Waktu penelitian untuk proses pengambilan data yang dilakukan mulai Januari-Februari 2014.

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode survei, yaitu mewawancarai secara langsung peternak ayam ras pedaging bermitra, mandiri dan semi mandiri dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disediakan sebagai alat bantu pengumpulan data. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, laporan-laporan, publikasi, dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini, serta lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian ini, seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Peternakan Kabupaten Lampung Selatan,dan lain-lain.

D. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif (deskriptif) dan analisis kuantitatif (statistik). Adapun cara untuk


(55)

pengolahan data sebagai berikut :

1. Sistem Produksi Peternak Ayam Ras Pedaging

Metode penelitian yang digunakan dalam sistem produksi peternak ayam ras pedaging bermitra, semi mandiri dan mandiri adalah dengan analisis deskriptif ataupun kualitatif.

2. Pendapatan Usahatani Ayam Ras Pedaging

Menghitung pendapatan usahatani ayam ras peternak bermitra dan peternak mandiri digunakan rumus sebagai berikut :

1. Pendapatan Usahatani ayam ras peternak bermitra ∏1=Y1.Py1- �1=1 Xi1.Pxi1-BTT1

2. Pendapatan Usahatani ayam ras peternak mandiri ∏2=Y2.Py2- �2=1 Xi2.Pxi2-BTT2

3. Pendapatan Usahatani ayam ras peternak semi mandiri ∏3=Y3.Py3- �3=1 Xi3.Pxi3-BTT3

Keterangan :

Π1 = pendapatan usahatani ayam ras peternak bermitra Y1 = hasil produksi ayam ras peternak bermitra (kg) Py1 = harga hasil produksi ayam ras peternak bermitra (Rp) Xi1 = faktor produksi ke-i ayam ras peternak bermitra

Pxi1 = harga faktor produksi k-i ayam ras peternak bermitra (Rp/satuan)

BTT1 = biaya tetap total ayam ras peternak bermitra i1 = 1, 2, 3, 4, 5,n

Π2 = pendapatan usahatani ayam ras peternak mandiri Y2 = hasil produksi ayam ras peternak mandiri (kg)

P2 = harga hasil produksi ayam ras peternak mandiri (Rp) Xi2 = faktor produksi ke-i ayam ras peternak mandiri Pxi2 = harga faktor produksi k-i ayam ras peternak


(56)

BTT2 = biaya tetap total ayam ras peternak mandiri i2 = 1, 2, 3, 4, 5,n

Π3 = pendapatan usahatani ayam ras peternak semi mandiri Y3 = hasil produksi ayam ras peternak semi mandiri (kg)

P3 = harga hasil produksi ayam ras peternak semi mandiri (Rp) Xi3 = faktor produksi ke-i ayam ras peternak semi mandiri Pxi3 = harga faktor produksi k-i ayam ras peternak semi

mandiri (Rp/satuan)

BTT3 = biaya tetap total ayam ras peternak semi mandiri I3 = 1, 2, 3, 4, 5,n

Untuk mengetahui apakah usahatani yang dilakukan peternak bermitra, peternak mandiri dan peternak semi mandiri menguntungkan atau tidak bagi peternak maka digunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya

dirumuskan sebagai berikut :

1. Perhitungan analisis imbangan penerimaan dan biaya peternak bermitra R/C1 = PT1

BT1

2. Perhitungan analisis imbangan penerimaan dan biaya peternak mandiri R/C2 = PT2

BT2

3. Perhitungan analisis imbangan penerimaan dan biaya peternak semi mandiri

R/C3 = PT3 BT3 Keterangan :

R/C1 = Nisbah antara penerimaan dengan biaya peternak bermitra

PT1 = Penerimaan total peternak bermitra

BT1 = Biaya total yang dikeluarkan oleh peternak bermitra R/C2 = Nisbah antara penerimaan dengan biaya peternak

mandiri


(57)

R/C3 = Nisbah antara penerimaan dengan biaya peternak semi mandiri

PT3 = Penerimaan total peternak semi mandiri

BT3 = Biaya total yang dikeluarkan oleh peternak semi mandiri Jika R/C > 1, maka usahatani yang diusahakan mengalami keuntungan Jika R/C < 1, maka usahatani yang diusahakan mengalami kerugian. 3. Analisis Varians Satu Jalur (One Way Anova)

Hipotesis ANOVA satu arah H 0 : µ 1 = µ 2 = µ 3 = … = µ k

o Seluruh mean populasi adalah sama

o Tidak ada efek treatment ( tidak ada keragaman mean dalam grup ) H 1 : tidak seluruhnya mean populasi adalah sama

o Terdapat sebuah efek treatment

o Tidak seluruh mean populasi berbeda (beberapa pasang mungkin sama)

Partisi Variansi

Variansi total dapat dibagi menjadi 2 bagian : SST = SSG + SSW

SST = Total sum of squares (jumlah kuadrat total ) yaitu

penyebaran agregat nilai data individu melalui beberapa level vaktor .

SSG/SSB = Sum of squares between-grup (jumlah kuadrat antara) yaitu penyebaran diantara mean sampel factor .

SSW/SSE = Sum of squares within-grup ( jumlah kuadrat dalam ) yaitu penyebaran yang terdapat diantara nilai data dalam sebuah level factor tertentu .

Rumus jumlah kuadarat total ( total sum of squares ) SST = SSG + SSW


(58)

x

SST = total sum of squares ( jumlah kadarat total ) k = levels of treatment ( jumlah populasi )

ni = ukuran sampel dari poplasi i x ij = pengukuran ke-j dari populsi ke-i

x = mean keseluruha ( dari seluruh nilai data )

Varians total SST = ( x 11 - x )

2

+( x 12 -) 2

+… +( x k nk - x )

Rumus untuk mencari variasi jumlah kuadrat dalam SSW = (x ji - x i ) 2

Keterangan :

SSW/SSE = jumlah kuadrat dalam. k = levels of treatment ( jumlah populasi ) ni = ukuran sampel dari poplasi i

x ij = pengukuran ke-j dari populsi ke-i

x = mean keseluruha ( dari seluruh nilai data )

Rumus untuk mencari variasi diantara grup SSG = ni( x i - x ) 2

Keterangan :

SSB/SSG = jumlah kuadrat diantara

k = levels of treatment ( jumlah populasi ) ni = ukuran sampel dari poplasi i

x ij = pengukuran ke-j dari populsi ke-i

x = mean keseluruha ( dari seluruh nilai data )

Rumus variasi dalam kelompok

S S W


(59)

K

MSW = Rata-rata variasi dalam kelompok SSW = jumlah kuadrat dalam

N-K = derajat bebas dari SSW Rumus variasi diantara kelompok

S S G

MSG =

K 1

MSW/SSW = Rata-rata variasi diantara kelompok SSG = jumlah kuadrat antara

k-1 = derajat bebas SSG

Tabel ANOVA satu arah (One-Way ANOVA) Source

Of varian SS df Mean square Fratio Between/grup SSB/SSG k-1 MSB = SSG

k 1

F= MSG

MSW

Withtin/error SSW/SSE n-k MSW = SSW

n 1


(60)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

1. Keadaan Geografis

Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105′ sampai dengan 105′45′ Bujur Timur dan 5′15’ sampai dengan 6′ Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.

Kabupaten Lampung Selatan bagian selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk besar yaitu Teluk Lampung. Di Teluk Lampung terdapat sebuah pelabuhan yaitu Pelabuhan Panjang dimana kapal-kapal dalam dan luar negeri dapat

merapat. Secara umum pelabuhan ini merupakan faktor yang sangat penting bagi kegiatan ekonomi penduduk Lampung, terutama penduduk Lampung Selatan. Pelabuhan ini sejak tahun 1982 termasuk dalam wilayah Kota Bandar Lampung. Di bagian selatan wilayah Kabupaten Lampung Selatan yang juga ujung Pulau Sumatera terdapat sebuah pelabuhan penyeberangan Bakauheni, yang merupakan tempat transito penduduk dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya. Dengan demikian Pelabuhan Bakauheni merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera bagian


(61)

selatan. Jarak antara Pelabuhan Bakauheni (Lampung Selatan) dengan Pelabuhan Merak (Propinsi Banten) kurang lebih 30 kilometer, dengan waktu tempuh kapal penyeberangan sekitar 1,5 jam.

Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih 2.109,74 km² (LSDA 2007), dengan kantor pusat pemerintahan di Kota Kalianda. Saat ini Kabupaten Lampung Selatan dengan jumlah penduduk 923.002 jiwa (LSDA 2007), memiliki luas daratan + 2.109,74 km2 yang terbagi dalam 17 kecamatan dan terdiri dari 248 desa dan 3 kelurahan.

Batas Wilayah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda.

 Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran

 Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.

2. Kondisi Iklim

Iklim di Kabupaten Lampung Selatan sama halnya dengan daerah lain di Indonesia. Iklimnya dipengaruhi oleh adanya pusat tekanan rendah dan tekanan tinggi yang berganti di daratan sentra Asia dan Australia pada bulan Januari dan


(62)

Juli. Akibat pengaruh angin Muson, maka daerah Lampung Selatan tidak terasa adanya musim peralihan (pancaroba) antara musim kemarau dan musim hujan.

3. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Selatan setiap tahunnya mengalami peningkatan.Pada tahun 2012 jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Selatan adalah 985.075 jiwa, sedangkan Jumlah penduduk terbesar terdapat di

Kecamatan Natar dan yang terkecil di Kecamatan Bakauheni, yaitu 179.552 jiwa dan 21.188, dengan demikian konsentrasi penduduk terbesar terdapat di

Kecamatan Natar. Hal ini di karenakan Kecamatan Natar memiliki akses yang mudah, dekat dengan Kota Bandar Lampung dan memiliki prasarana dan sarana yang cukup memadai, sehingga asumsi pertumbuhan penduduk selalu meningkat setiap tahunnya dan memiliki jumlah penduduk terbanyak. Sedangkan di

kecamatan lain di Kabupaten Lampung Selatan kurang begitu strategis lokasinya dan jauh dari pusat Kota Bandar Lampung, sehingga masyarakat banyak ingin tinggal di dekat pusat kota.

4. Sosial Budaya Agama

Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu penduduk asli Lampung dan penduduk pendatang. Penduduk asli khususnya sub suku Lampung Peminggir umumnya berkediaman di sepanjang pesisir pantai. Penduduk sub suku lainnya tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lampung Selatan.


(63)

Penduduk pendatang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari bermacam-macam suku dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Dari semua suku pendatang tersebut jumlah terbesar adalah pendatang dari Pulau Jawa. Besarnya penduduk yang berasal dari Pulau Jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada zaman penjajahan

Belanda dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara swakarsa dan spontan. Beragamnya etnis penduduk di Kabupaten Lampung Selatan mungkin juga disebabkan karena Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar adalah wilayah pantai sehingga banyak nelayan yang bersandar dan menetap. Para nelayan ini pada umumnya mendiami wilayah pantai timur dan selatan, yang sebagian besar berasal dari pesisir selatan Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan.

Dengan beragamnya etnis penduduk yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Selatan, maka beragam pula adat dan kebiasaan masyarakatnya sesuai dengan asal daerahnya. Adat kebiasaan penduduk asli yang saat ini masih sering terlihat adalah pada acara-acara pernikahan. Penduduk Kabupaten Lampung Selatan dalam bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Hukum adat tersebut berbeda antara yang satu dengan lainnya. Secara umum penduduk asli Lampung yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat Lampung Peminggir


(64)

yang merupakan mayoritas suku Lampung di Kabupaten Lampung Selatan dan kelompok kedua yaitu masyarakat Lampung Pepadun.

B. Gambaran Umum Kecamatan Jati Agung

1. Keadaan Geografis

Berdasarkan Kecamatan Jati Agung Dalam Angka (2013), Kecamatan Jati Agung merupakan kecamatan yang terletak di paling utara Kabupaten Lampung Selatan dengan luas wilayah 267,75 km2 . Kecamatan Jati Agung adalah daerah pemekaran dari Kecamatan Tanjung Bintang yang diresmikan pada tanggal 13 Agustus 1999, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur/KDH.Tk.I Lampung Nomor 81 Tahun 1999. Kecamatan Jati Agung terdiri dari 21 desa, 516 RT (Rukun Tetangga), 122 RW (Rukun Warga), dan 126 dusun. Batas-batas wilayah Kecamatan Jati Agung :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Lampung Timur b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang dan Kota Bandar Lampung

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Natar

2. Keadaan Usaha Ternak di Kecamatan Jati Agung

Kecamatan Jati Agung yang termasuk kecamatan yang ada di Kabupaten


(65)

Kabupaten Lampung Selatan. Ini bisa dilihat dari data badan pusat statistik provinsi lampung bahwa Kecamatan Jati Agung merupakan daerah dengan populasi peternak ayam ras khusunya pedaging terbesar di provinsi lampung. Selain itu juga di Kecamatan Jati Agung menjadi daerah yang pertama

dikembangkan oleh Dinas Peternakan Provinsi Lampung di bidang ternak ayam ras dengan dibentuknya organisasi yaitu PARAS (Perhimpunan Peternak Ayam Ras) yang baru pertama ada di Provinsi Lampung.

C. Gambaran Umum Kecamatan Natar 1. Keadaan Geografis

Kecamatan Natar memiliki luas sebesar lebih kurang 253,74 km2 yang terdiri dari 22 desa dengan jumlah penduduk mencapai 170.992 jiwa. Secara topografi, Kecamatan Natar adalah daerah daratan yang 50 merupakan daerah pertanian padi dan palawija, dengan status tanah 50 persen lebih tanah ladang atau tegal, dan 37,08 persen berstatus tanah warga. Keadaan iklim yang tidak terlalu dingin membuat Kecamatan Natar memiliki iklim yang cocok untuk menanam ubi kayu yang merupakan bahan dasar pembuatan beras siger. Masyarakat di Kecamatan Natar memiliki lahan sawah hanya tadah hujan, sehingga dalam setahun hanya bisa menanam 1 kali dan selebihnya tanah digunakan untuk menanam tanaman lain seperti ubi kayu, jagung dan tanaman lainnya.

Kecamatan Natar merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Lampung Selatan yang menjadi daerah pengembangan industri. Secara administratif batas wilayah Kecamatan Natar adalah sebagai berikut:


(66)

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Bandar Lampung.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Negeri Katon dan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan (Badan Pusat Statistik 2013)

2. Keadaan Usaha Ternak di Kecamatan Natar

Dengan jumlah penduduk sebesar 170.992 jiwa, Kecamatan Natar menjadi daerah yang sangat potensial dalam mengembangkan usaha baik di bidang industri, perdagangan maupun sektor pertanian. Khusus di sektor pertanian yang terdiri dari beberapa sub sektor, sektor peternakan menjadi salah satu pemasukan daerah bagi Kabupaten Lampung Selatan maupun Kecamatan Natar yang cukup besar. Khusus untuk usaha ternak unggas, Natar memiliki populasi ayam

kampung sebesar 616.644 ekor, ayam ras petelur sebesar 103.130 ekor, ayam ras pedaging sebesar 2.051.432 ekor dan itik sebesar 153 ekor (BPS Kabupaten Lampung Selatan 2013). Jumlah populasi ayam ras pedaging yang sebesar 2.051.432 ekor menjadikan Kecamatan Natar berada di peringkat ke-dua dalam jumlah populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Lampung Selatan di bawah Kecamatan Jati Agung.


(1)

keuntungan yang lebih tinggi yaitu R/C sebesar 1,25, akan tetapi rIsiko yang dimiliki peternak mandiri cukup tinggi sehingga jumlah peternak mandiri sudah sangat sedikit.

3). Rata-rata pendapatan baik antara peternak bermitra dengan peternak semi mandiri, peternak bermitra dengan peternak mandiri dan peternak semi mandiri dengan peternak mandiri tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan, maka saran yang dapat diberikan adalah:

1) Pemerintah dalam hal ini diharapkan dapat memberikan banyak bimbingan-bimbingan teknis usaha ternak ayam ras pedaging sehingga masyarakat mampu dan mau dalam memulai usaha ternak secara bermitra, semi mandiri hingga mandiri. Karena sangat jarang adanya bimbingan teknis atau

penyuluhan yang membantu dalam usaha ternak ayam ras pedaging ini. 2) Bagi peternak bermitra untuk dapat memilih perusahaan-perusahaan yang

konsisten dalam bermitra baik dari sisi teknis maupun sisi emosional. Untuk peternak semi mandiri agar dapat lebih mencari informasi terkait harga-harga faktor produksi, harga jual panen sehingga hasil yang diperoleh menjadi maksimal. Yang terakhir jenis peternak mandiri agar mampu lebih memperhitungkan resiko-resiko yang akan timbul dalam berternak dan menambah jumlah produksi sehingga pendapatan yang didapat akan lebih sesuai dengan apa yang dilakukan.


(2)

3) Bagi peneliti lain, diharapkan dapat melanjutkan penelitian mengenai usaha ternak ayam ras pedaging yang lebih luas dan terperinci. Selain itu, jika ingin melakukan penelitian sejenis diharapakan dapat menganalisis strategi

pengembangan usaha ternak ayam ras pedaging ini pada ketiga jenis peternak tersebut.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2013. Statistik Kabupaten Lampung Selatan

Deshinta, Menallya. 2006. Peranan Kemitraan Terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler (Kasus Kemitraan : PT Sierad Produce Dengan Peternak di Kabupaten Sukabumi). Skripsi. IPB. Bogor

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2012. Statistik Peternakan Lampung

Fatimah, Aty. 2010. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Unggul di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung

Firdaus, Muhammad.2008. MANAJEMEN AGRIBISNIS. Jakarta: Bumi Aksara

Firwiyanto, Marojie. 2008. Analisis Pendapatan Dan Tingkat Kepuasan Peternak Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok)

Hapsari, Hayu Windi. 2013. Analisis efisiensi faktor yang mempengaruhi produksi ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. Skripsi. IPB. Bogor


(4)

Kusumah, Mantera. 2008. Analisis tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pola kemitraan tunas mekar farm di Kecamatan Nanggung, Kabupaten

Bogor. Skripsi. IPB. Bogor

Latifah, Rikawati Kurnia. 2011. Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging (Studi Kasus: Kandang Holil Soma Unggas Farm Bogor). Skripsi. IPB. Bogor

Lestari, Meylani. 2009. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Studi Kasus: Kemitraan PT X di Yogyakarta). Skripsi. IPB. Bogor

Lutfhiana, Fina. 2013.Analisis Pendapatan Peternak Ayam Broiler Pola Kemitraan UD Anak Emas di Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok

Barat. Skripsi. Universitas Mataram

Mandala, Wintari. 2011. Analisis Keuntungan dan Titik Impas (Break Even Point) Usaha Kesehatan peternakan Ayam ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kabupaten Lampung Selatan. Tesis. Universitas Lampung

Muhamad L.M. 2011. Analisis Finansial Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan Inti Plasma. Jurnal. IPB. Bogor

Maulana, Muhamad Lucky. 2008. Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan Inti-Plasma (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. IPB Bogor


(5)

PermatasarI,A.R. 2011. Analisis efisiensi teknis, pendapatan dan peranan kelembagaan petani pada usahatani padi sehat. Skripsi. IPB. Bogor

Prabuwisudawan, Dwipanca. 2013. Prabuwisudawan, Dwipanca.2013. Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Skripsi IPB. Bogor

Pranata, Yuda. 2009. Analisis efisiensi pemasaran kopi di Tanggamus. Skripsi. Universitas Lampung

Priambodo, A. 2011. Analisis karakteristik peternak ayam broiler sebagai plasma kemitraan pola inti plasma di kota depok. Skripsi. IPB.Bogor

Rachmatia, Nur Rizky. 2013. Struktur Biaya Dan Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri Dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat Di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

Rohmad, MMA. 2012Analisis produktivitas usaha peternakan ayam pedaging pola kemitraan perusahaan pengelola di kecamatan kandat kabupaten Kediri. Skripsi. IPB. Bogor

.

Saputra, D. 2011.Analisis kepuasan peternak plasma terhadap pola kemitraan ayam broiler studi kasus kemitraan dramaga unggas farm di kabupaten Bogor Skripsi. IPB. Bogor


(6)

varietas hibrida pada lahan sawah tadah hujan di kecamatan jati agung kabupaten lampung selatan. Skripsi. Universitas Lampung

Setiawan, P. 2010. Analisis kelayakan finansial peternak plasma ayam broiler pola

kemitraan inti-plasmacikahuripan ps, kabupaten ciamis.Jurnal.IPB.Bogor

Sihaloho, Tiur Mariani. 2008.Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Skripsi. IPB Bogor

Sirajuddin. 2005. Analisis Produktivitas kerja peternak pada usaha ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri di Kabupaten maros. Jurnal Agribisnis, Vol VI (2) Januari 2005

Solihin, Muhamad. 2009.Risiko Produksi dan Harga Serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Peternakan Ayam broiler cv ab farm Kecamatan Bojonggenteng – Sukabumi. Skripsi. IPB Bogor

Windarsari, Lusi Dwi. 2012. Kajian usaha peternakan ayam ras pedaging di kabupaten karang anyar: membandingkan antara pola kemitraan dan pola

mandiri.Jurnal Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa

Yunus, T. 2009.Analisis efisiensi produksi usaha peternakan ayam ras pedaging

pola kemitraan dan mandiri di kota palu provinsi Sulawesi Tengah.Jurnal.


Dokumen yang terkait

ANALISIS PERMINTAAN AYAM RAS PEDAGING OLEH KONSUMEN RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

1 2 100

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN TITIK IMP AS (BREAK EVEN POINT) USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN DAN MANDIRI DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

1 19 160

ROLE OF MEMBERS LEGISLATIVE COUNCIL OF SOUTH LAMPUNG REGENCYCONFLICT IN THE REGION DAPIL HANDLING CONFLICT BALINURAGA-AGOM (Case Study in South Lampung regency Subdistrict Way Panji-Kalianda) PERANAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PENANGANAN

0 12 74

ANALYSIS OF FARMERS’ ATTITUDES AND SATISFACTION TOWARDS HYBRID CORN SEED VARIETIES IN SOUTH LAMPUNG REGENCY ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN PETANI TERHADAP BENIH JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

2 36 96

ANALYSIS OF COMPETITIVENESS BROILER CHICKEN FARMING IN SOUTH LAMPUNG REGENCY

1 49 108

Kemitraan, Produksi dan Pendapatan Peternak Rakyat Ayam Ras Pedaging (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar dan Sukohajo)

0 18 10

Analisis Unit Penangkapan Ikan Pilihan di Kabupaten Lampung Selatan (Analysis Selected Fishing Unit in Regency ofSouth Lampung)

1 5 22

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF ANTAR SKALA USAHA AYAM RAS PEDAGING DI KOTAMADYA PAYAKUMBUH (An analysis of the comparative advantage of broiler enterprise at the different size of production in district of Payakumbuh).

0 0 9

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI PADI LADANG DI KECAMATAN SIDOMULYO KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (Analysis of Production Efficiency of Upland Rice Farming in Sidomulyo Sub District Of South Lampung Regency) Suci Rodian Noer, Wan Abbas Zakaria, Ktut Murn

0 0 8

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH PADA LAHAN IRIGASI TEKNIS DAN LAHAN TADAH HUJAN DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (Analysis of Productions and Farming Income of Rice on Technical Irrigated Land and Rainfed of South Lampung Regen

0 0 7