ant ara lain dalam bent uk kuis, t ugas-t ugas, observasi, dan bert anya langsung kepada sisw a t ent ang pem belajaran yang sedang disajikan,
apakah cukup jelas dan sebagainya. Dari kegiat an evaluasi ini, guru dapat m enget ahui bagian-bagian m ana dari m at eri yang belum begit u
dipaham i oleh sisw a, dan bagian-bagian m ana yang nam paknya kurang efekt if at au sulit dilaksanakan dengan baik.
At as dasar evaluasi selam a kegiat an belajar m engajar berlangsung, guru dapat m elakukan perbaikan penyesuaian sepert i
m enjelaskan kem bali m at eri yang belum sepenuhnya dipaham i oleh sisw a, dengan cara yang berbeda sehingga t ujuan pem belajaran dapat
t ercapai dengan baik. 3.
Evaluasi Pem belajaran Dalam
pengem bangan program
pem belajaran, evaluasi
m erupakan suat u proses yang bersifat berkelanjut an dan m endasari seluruh proses belajar mengajar yang baik. Fungsi adanya evaluasi
yait u unt uk m enget ahui t ingkat efekt ivit as program dalam mencapai t ujuan-t ujuannya dan m engident ifikasi bagian-bagian dari program
yang perlu diperbaiki. Cara-cara evaluasi yang dapat dilakukan yait u m elalui t es m aupun nont es sepert i t ugas-t ugas, observasi dan jika
perlu dapat pula berupa angket at au w aw ancara dengan sisw a. Dari gabungan hasil evaluasi t ersebut , diharapkan guru dapat
m engident ifikasi bagian-bagian m ana dari program pem belajaran yang perlu diperbaiki dan bagaim ana cara m em perbaikinya.
B. Karakteristik dan M asalah Psikologis Sisw a Tunanetra
1. Pengert ian Tunanet ra
Sisw a dengan gangguan penglihat an, dalam bidang pendidikan luar biasa lebih akrab disebut sisw a t unanet ra. Pengert ian t unanet ra
t idak saja m ereka yang but a, t et api m encakup juga m ereka yang m am pu m elihat t et api t erbat as sekali dan kurang dapat dim anfaat kan
unt uk kepent ingan hidup sehari-hari, t erut am a dalam belajar. Jadi sisw a dengan kondisi penglihat an yang t erm asuk “ set engah m elihat ” ,
“ low vision” at au rabun adalah bagian dari kelom pok sisw a t unanet ra. T.Sut jihat i S.,2005
Secara et im ologis, kat a t una berart i luka, rusak, kurang at au t iada m emiliki. Net ra berart i m at a at au penglihat an. Jadi t unanet ra
berart i kondisi luka at au rusaknya m at a, sehingga m engakibat kan kurang at au t iada m em iliki kem am puan persepsi penglihat an.
Seseorang dikat akan t unanet ra jika ia m em iliki visus sent ralis 6 60 lebih kecil dari it u. At au, set elah dikoreksi secara m aksim al
penglihat annya t idak mem ungkinkan lagi m em pergunakan fasilit as pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh sisw a norm al
orang aw as Efendi, 2006 Definisi t unanet ra kebut aan menurut Koest ler adalah sebagai
berikut :
Ket ajam an penglihat an pusat 20 200 at au kurang pada bagian m at a yang lebih baik dengan kaca m at a koreksi at au ket ajam an penglihat an pusat
lebih dari 20 200 jika t erjadi penurunan ruang penglihat an di m ana t erjadi pengerut an suat u bidang penglihat an sam pai t ingkat t ert entu
sehingga diam et er t erlebar dari ruang penglihat an m embent uk sudut yang besarnya t idak lebih dari 20 derajad pada bagian m at a yang lebih
baik. David Smit h, 1998
Bila seseorang dapat m em bedakan dari jarak 20 kaki huruf at au sim bol di m ana penglihat an norm al dapat m elakukannya dari
jarak 200 kaki, orang t ersebut dikat egorikan m em punyai t ingkat ket ajam an penglihat an 20 200 sehingga dapat dikat akan but a secara
hukum . Definisi ini juga m enunjuk orang yang menunjukkan luas ruang penglihat an 20 derajat at au kurang dianggap but a secara hukum . Hal
ini m engacu pada keadaan, sepert i ret init is pigment osa, dim ana ket ajam an penglihat an t et ap di dalam bat as norm al nam un bidang
penglihat an t elah mengalam i pengurangan sebagai akibat kelainan yang serius Smit h, 1998.
2. Fakt or Penyebab Tunanet ra
Fakt or-fakt or penyebab
seseorang m enjadi
tunanet ra sebenarnya banyak sekali kem ungkinannya. Begit u pula dalam hal
w akt u t erjadi ket unanet raannya, dapat t erjadi pada w akt u dalam kandungan, w akt u dilahirkan, set elah dilahirkan at au set elah dew asa.
Nam un pada dasarnya fakt or penyebab t ersebut m enurut Rusli Ibrahim 2005 dapat dikelom pokkan m enjadi lim a penyebab, yait u:
Pert ama , fakt or penyakit ; penyakit yang dialami oleh seorang ibu yang
sedang m engandung at au penyakit yang dialam i seseorang sesudah lahir. Penyakit t ersebut m isalnya: Trachom a, Syphylis, Cat aract ,
Onccerciacis, Glukom a, Radang kornea, dsb. Kedua, fakt or kecelakaan;
kecelakaan ini dapat t erjadi pada w akt u dilahirkan. M isalnya karena seorang ibu kesulit an dalam melahirkan, sehingga biasanya sering
m enggunakan alat -alat sehingga m engganggu organ-organ m at a at au syaraf-syaraf m at a yang m enyebabkan ket unanet raan. Kem ungkinan
lain kecelakaan ini t erjadi set elah lahir, m isalnya akibat jat uh, sehingga organ-organ m at a at au syaraf-syaraf m at a m enjadi t erganggu. Ket iga,
deficiency vit amin A aseroft ol ; m erupakan salah sat u penyebab
ket unanet raan secara t idak langsung. Sepert i kit a ket ahui bahw a vit am in A diperlukan unt uk pert um buhan sel-sel epit el dan proses
oksidasi dalam t ubuh, sert a m engat ur kepekaan rangsangan sinar pada syaraf m at a. Kekurangan vit am in A pada seseorang akan didahului
dengan adanya gejala-gejala kurang jelas dalam penglihat an pada w akt u senja hari yang disebut rabun ayam at au Hemeralopia.
Kem udian diikut i dengan kerusakan-kerusakan pada sel-sel epit el dan kulit . Jika hal ini dibiarkan t erus-m enerus, m aka akan m enim bulkan
kelainan dalam penglihat an. Keempat , fakt or genet ik; yait u fakt or penyebab dari ket urunan yang berasal dari salah sat u at au kedua
orang t ua. M isalnya, gangguan penglihat an presbiopia, m yopia, dan hiperm et ropia. Selanjut nya yang t erakhir yait u fakt or yang belum
diket ahui penyebabnya, sepert i degenerasi, yait u penurunan ket ajam an penglihat an.
3. Klasifikasi Tunanet ra
M enurut Tram t on dalam Frieda 1998, pengklasifikasian sisw a t unanet ra dapat dikelom pokkan berdasarkan berat ringan dari
ket ajam an penglihat annya yait u: Kelompok 0, Absolut Blindness; yait u
m ereka yang t idak dapat m elihat cahaya sedikit pun, dim ana t idak dapat m em bedakan ant ara siang dan m alam m elalui penglihat annya.
Kelompok 1 , Light Percept ion project ion only; yait u m ereka yang
hanya m elihat cahaya sedikit saja, yakni hanya dapat m em bedakan gelap dan t erang sert a m em bedakan siang dan m alam melalui
penglihat annya. Kelompok 2, M ot ion percept ion and from percept ion
uo t o 5 200 or up t o count s fingers at 3 feet ; yait u m ereka yang selain
dapat m em bedakan siang dan m alam juga dapat m elihat bent uk dan gerak benda pada jarak 5 kaki
±
1,5m . Benda t ersebut dapat dilihat orang norm al pada jarak 200 kaki
±
60m . M ereka juga dapat m enghit ung jari-jari t angan pada jarak m aksim al 3 kaki
±
1,0m .
Kelompok 3 , They could count s finger at 3 feet but not 10 feet or
5 200 but not 10 200 ; yait u m ereka yang m em punyai ket ajam an
penglihat an unt uk m elihat benda pada jarak 5 kaki
±
1,5m . Apabila benda t ersebut t erlet ak pada jarak 10 kaki
±
3m , m aka t idak dapat dilihat lagi. Benda t ersebut dapat dilihat oleh orang norm al pada jarak
200 kaki
±
60m . At au ia dapat m enghit ung jari-jari t angannya pada jarak 3 kaki
±
1,0m , t et api ia t idak dapat m enghit ung jari-jari t ersebut
pada jarak 10 kaki at au kira-kira 3 m et er. Kelompok 4, 10 200 but not
20 200 , yait u m ereka yang m em punyai ket ajam an penglihat an unt uk
m elihat benda yang jaraknya lebih dari 10 kaki
±
3m , t et api t idak dapat m elihat nya sejauh 20 kaki
±
6m , benda t ersebut dapat dilihat orang norm al pada jarak 200 kaki
±
60m . Kelompok 5, disebut
20 200; yait u m ereka yang m em punyai ket ajam an penglihat an yang dapat m elihat benda sejauh 20 kaki
±
6m , dim ana benda t ersebut dapat dilihat orang norm al pada jarak 200 kaki
±
60m . Kelompok 6,
Bet t er t han 20 200, but having periphal vision limit ed t o 20 degress or less in t he w idest diamet er
; yait u mereka yang m em iliki ket ajam an penglihat an lebih baik dari orang yang hanya dapat m elihat benda
pada jarak 20 kaki
±
6m , t et api kekurangan m ereka hanya m em punyai daerah penglihat an seluas 20 derajad at au kurang.
Sedangkan bagi orang yang norm al m emiliki daerah pengliht an seluas 180 derajad.
Sem ent ara it u, T. Sut jihat i S.,2005 m engelom pokkan t unanet ra ke dalam dua kelom pok, yait u: 1 Kelom pok but a; yait u jika
sisw a sam a sekali t idak m am pu m enerim a rangsang cahaya dari luar visus=0; dan 2 Kelom pok “ low vision” ; yait u jika sisw a m asih
m am pu menerim a rangsang cahaya dari luar, t et api ket ajam annya lebih dari 6 21, at au jika sisw a hanya m am pu mem baca headline pada
surat kabar. Derajat t unanet ra berdasarkan dist ribusinya berada dalam
rent angan yang berjenjang, dari yang ringan sampai yang berat . M enurut Efendi 2006, berat ringannya jenjang ket unanet raan
didasarkan kem am puannya unt uk m elihat bayangan benda. Jenjang kelainan dit injau dari ket ajam an unt uk m elihat bayangan benda dapat
dikelom pokkan m enjadi sebagai berikut : Pert ama, sisw a yang m engalam i kelainan penglihat an yang m em punyai kem ungkinan
dikoreksi dengan penyem buhan pengobat an at au alat opt ic t ert ent u.
Sisw a yang t erm asuk dalam kelom pok ini t idak dikat egorikan dalam kelom pok t unanet ra sebab ia dapat m enggunakan fungsi penglihat an
dengan baik unt uk kegiat an belajar. Kedua, sisw a yang m engalam i kelainan penglihat an, m eskipun dikoreksi dengan pengobat an at au
alat opt ik t ert ent u m asih m engalam i kesulit an m engikut i kelas regular sehingga diperlukan kom pensasi pengajaran unt uk m enggant i
kekurangannya. Sisw a yang memiliki kelainan penglihat an dalam kelom pok kedua dapat dikat egorikan sebagai sisw a tunanet ra ringan
sebab ia m asih bisa m em bedakan bayangan. Pada prakt ik percakapan sehari-hari sisw a yang m asuk dalam kelom pok kedua ini lazim disebut
sisw a t unanet ra sebagian part ially seeing-children. Ket iga, sisw a yang m engalam i kelainan penglihat an yang t idak dapat dikoreksi dengan
pengobat an atau alat opt ik apapun, karena sisw a t idak m am pu lagi m em anfaat kan indera penglihat annya. Ia hanya dapat dididik m elalui
saluran lain selain m at a. Pada percakapan sehari-hari, sisw a yang m engalam i kelainan penglihat an dalam kelom pok ini dikenal dengan
sebut an but a t unanet ra berat . Term ologi but a berdasarkan rekom endasi dari The Whit e House Conference on Child Healt h and
Educat ion di Am erika 1930, “ Seseorang dikat akan but a jika t idak
dapat m em pergunakan
penglihat annya unt uk
kepent ingan pendidikannya” Pat ton dalam Efendi, 2006
4. Karakt erist ik Psikologis Sisw a Tunanet ra
M enurut Rusli Ibrahim 2005, m asalah-m asalah psikologis yang diakibat kan oleh ket unanet raan it u m eliput i :
a Aspek Kognit if
Karena kurang at au t idak adanya ket ajam an penglihat an, m aka sisw a t unanet ra t idak dapat m engam at i sesuat u dengan
penglihat annya sepert i orang aw as. Dengan demikian, m ereka berusaha m engat asi kekurangannya it u dengan menggunakan
indera lain sepert i, indera perabaan, pendengaran, pengecap, pem bau dan pengalam an kinest et is.
Akt ivit as keindraan sisw a t unanet ra t erbat as dalam ruang lingkup dan keanekaan, sehingga diperlukan langkah-langkah
pendidikan unt uk dapat m engat asi kekurangan t ersebut sejauh m ungkin.
Kekurangan ini
dapat diat asi
dengan jalan
m eningkat kan ket ajam an indera yang m asih berfungsi, yait u
dengan lat ihan dan mem berikan m ot ivasi pada siswa t ersebut . Sepert i m enggunakan huruf Braille m erupakan pem anfaat an
fungsi perabaan. b
Int eligensi dan prest asi belajar Int elegensi sisw a t unanet ra pada prinsipnya sam a dengan
sisw a norm al lain pada um um nya. Perubahan int elegensi adalah karena fakt or-fakt or yang m enyert ai ket unanet raannya. Jadi
int elegensi yang langsung m enurun akibat ket unanet raan it u t idak ada. Int elegensi yang rendah dapat dihubungkan dengan sebab
ket unanet raannya, m isalnya yang disebabkan oleh radang ot ak meningit is
Prest asi akadem ik sisw a t unanet ra di sekolah lebih lam bat bila dibandingkan dengan sisw a norm al. Ket erlam bat an it u
disebabkan ket erbat asan penglihat annya dit am bah lagi dengan kurangnya sarana yang m enunjang dalam proses belajarnya.
Ket erlam bat an dalam m em asuki sekolah dan dalam pengalam an belajar hanya t erbat as pada pendengaran dan perabaan.
c Perkem bangan m ot orik dan fakt or m obilit as kem am puan
berpindah t em pat Perkem bangan m ot orik sisw a t unanet ra cenderung lam bat
dibandingkan dengan sisw a norm al pada um um nya. Hal ini sebagai akibat dari ket idakserasian koordinasi fungsional ant ara
fungsi psikis kognitif, afekt if, konagt if yang kurang m endukung dengan syst em persyarafan dan ot ot neuromuscular syst em,
t erm asuk ket erbat asan kesem pat an yang diberikan lingkungan. Bagi sisw a t unanet ra, penguasaan perilaku psikomot or dasar,
sepert i berjalan dan m emegang benda, sudah m enjadi m asalah besar yang t idak m udah dikuasainya dengan baik.
Sisw a t unanet ra m engalam i ham bat an dalam kem ampuan berpindah t em pat . Hilang at au t erganggunya penglihat an
m enjadikan mereka t ergant ung pada indera lain yang m asih berfungsi. Ket erbat asan m obilit as m enghasilkan keadaan yang
m em punyai pengaruh t erhadap dua aspek dalam kehidupan sisw a t unanet ra, yait u : aspek kesem pat an pengalam an dan hubungan
sosial.
d Perkem bangan fakt or em osional
Perkem bangan em osi sisw a t unanet ra biasanya akan sedikit t erham bat dibandingkan dengan sisw a yang norm al. Hal ini
disebabkan sisw a t unanet ra m em iliki kem am puan penglihat an yang t erbat as, t erut am a dalam proses belajarnya. Bagi sisw a
t unanet ra t ent u m engalami kesulit an dalam belajar secara visual t ent ang st im ulus-st im ulus apa saja yang harus direspons secara
em osional. Karena it u bagi sisw a t unanet ra bent uk respons em osional lebih banyak diekspresikan secara verbal ket im bang
non-verbal. Ada m asalah-m asalah em osional lain yang dihadapi oleh
sisw a t unanet ra, yait u ada gejala-gejala em osi yang kurang seim bang, at au pola-pola em osi yang negat if dan berlebihan,
sepert i: t erbent uknya perasaan t akut , m alu, khawat ir cem as, m udah t ersinggung, gam pang m arah, iri hat i, m udah curiga, dan
rasa sedih yang berlebihan. Sem ua it u akibat dari ket idak m am puan at au ket erbat asan penglihat an yang dim iliki, sehingga
ia t idak m am pu m endet eksi secara t epat kem ungkinan bahaya m isalnya, reaksi orang lain at au lingkungan t erhadap dirinya, at au
kurang kasih sayang lingkungan t erhadap dirinya, atau m ungkin ada perlakuan lingkungan m asyarakat yang kurang adil t erhadap
dirinya, dan sebagainya. e
Fakt or-fakt or sosial dan kepribadian Di dalam kehidupan sosial, ket unanet raan pada dasarnya
t idak m engganggu kom unikasi, t et api akan m engham bat gerak ekspresif. Sebab gerak-gerik m uka m aupun gerak isyarat sebagian
besar diperoleh dengan m enirukan berdasarkan penglihat an. Sisw a t unanet ra akan m erasa t erasing dari lingkungannya.
Perasaan ini akan m enim bulkan perasaan t idak am an, dan perasaan inilah yang m enyebabkan t im bulnya m asalah pribadi.
Fakt or-fakt or yang m em ungkinkan sisw a t unanet ra m engalami m asalah dalam kepribadian, biasanya disebabkan oleh fakt or
lingkungan, fakt or t erjadinya ket unanet raan, kesehat an fisik, dan usia m ent alnya. Beberapa ciri yang sering t am pak pada sisw a
t unanet ra, ant ara lain: m udah put us asa, t erlalu sensit ive, kurang inisiatif, dll.
C. Tinjauan Tentang Geometri