Tindak Pidana Pencucian Uang

pelunasan pinjaman pada perusahaan sewa guna usaha leasing merupakan modus-modus yang dapat digunakan oleh para pelaku pencucian uang dengan menggunakan non-bank financial institution. 43 Secara sederhana terdapat tiga tahap dalam proses pencucian yaitu: 1. Placement penempatan Tahap ini merupakan menempatakan dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal, misalnya dengan mendepositkan uang kotor tersebut ke dalam sistem keuangan. Sejumlah uang yang ditempatkan dalam suatu bank, akan kemudian uang tersebut masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan melalui penyeludupan, ada penempatan dari uang tunai dari suatu negara ke negara lain, menggabungkan antara uang tunai yang bersifat illegal itu dengan uang yang diperoleh secara legal. Variasi lain dengan menempatkan uang giral ke dalam deposito bank, ke dalam saham, mengkonversi dan menstranfer ke dalam valuta asing. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai berikut: a. Menempatkan dana pada bank; b. Menyetorkan uang pada bank pada bank sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail; c. Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain; d. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah sehingga mengubah kas menjadi kredit pembiayaan; dan e. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya tinggimahal sebagai penghargaanhadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaaan jasa keuangan lain. 44 43 Yunus Husein, Op.cit, hlm. 28 44 Ibid. Hlm. 29 2. Layering. Diartikan sebagai memindah-mindahkan hasil kejahatan dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan maksud agar sumber dan pemiliknya dapat dikaburkan pembukaan sebanyak mungkin rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif. Tahap kedua ini ialah dengan cara pelapisan layering. 45 Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya atau asal usul dari uang tersebut, misalnya melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau dari suatu negara ke negara lain dan dapat dilakukan beberapa kali, memecah- mecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal usulnya, menstranfer dalam bentuk valuta asing, membeli saham, melakukan transaksi derivatif, dan lain-lain. Seringkali pula terjadi bahwa si penyimpan dana tersebut bukan justru si pemilik sebenarnya dan si penyimpan dana itu sudah merupakan lapis-lapis yang jauh, karena sudah diupayakan berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya. Bisa juga cara ini dilakukan misalnya si pemilik uang kotor meminta kredit di bank dan dengan uang kotornya dipakai untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara legal. Dengan melakukan cara seperti ini, maka kelihatannya bahwa kegiatan usahanya yang secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu melainkan dari perolehan kredit bank tadi. Bentuk kegiatan ini, antara lain: a. Transfer dana dari suatu bank ke bank lain; b. Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah; dan 45 Yunus Husein, Op.cit, hlm. 30 c. Memindahkan uang tunai lintas batas Negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah. 3. Integration Tahap ini merupakan tahap menyatukan kembali uang-uang kotor tersebut setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di atas, yang untuk selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal. Dengan cara ini akan tampak bahwa aktifitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan illegal sebelumnya dan tahap inilah kemudian uang kotor itu tercuci. 46 Tindak pidana pencucian uang di Indonesia, diatur secara yuridis dalam Undang- Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang- Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu : a. Pertama tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. 46 Yunus Husein, Op.cit, hlm. 31-32 b. Kedua tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. c. Ketiga dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang. Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah. Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan danatau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n. III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Peneliti dalam melakukan penelitian ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah norma-norma, asas-asas, serta peraturan yang berkaitan dengan hubungan koordinasi antara PPATK dan KPK dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian prilaku, pendapat dan sikap aparat penegak hukum yang berkaitan dengan hubungan koordinasi antara PPATK dan KPK dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, sebagai berikut: 1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari studi lapangan. Data primer dalam penelitian ini, diperoleh dengan mengadakan wawancara kepada pihak-pihak yang memahami dan mengetahui tentang permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur dan peraturan perundang-Undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan koordinasi antara PPATK dan KPK dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari: a. Bahan hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, antar lain: 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, seperti rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, dan petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan- bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti makalah, jurnal hukum, ensiklopedi, kamus dan bahan yang didapat dari internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini.

C. Penentuan Nara Sumber

Nara sumber dalam penelitian ini adalah Wakil Ketua PPATK dan akademisi di bidang hukum, yaitu Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Library Research Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan melalui serangkaian kegiatan membaca, mencatat, mengutip dan menelaah bahan-bahan pustaka yaitu berupa karya tulis dari para ahli yang tersusun dalam literatur dan peraturan perundang-Undangan yang berlaku, serta ada kaitannya dengan permasalahan yang berkaitan dalam penulisan skripsi ini. b. Studi Lapangan Field Research Studi lapangan merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh data primer. Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data primer tersebut dengan mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan kepada beberapa pihak yang dianggap mengetahui masalah yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian kemudian akan diolah dengan langkah- langkah sebagai berikut: a. Editing, yaitu data yang diperoleh kemudian diperiksa untuk diketahui apakah masih terdapat kekurangan dan kesalahan-kesalahan serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan yang dibahas;