Tinjauan Terhadap Bentuk Kerjasama Pembangunan Daerah dan Implementasinya di Propinsi Sumatera Utara

(1)

Karya Tulis

TINJAUAN TERHADAP BENTUK KERJASAMA

PEMBANGUNAN DAERAH DAN

IMPLEMENTASINYA

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Murbanto Sinaga

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2005


(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 2

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN KERJASAMA DAERAH ... 5

BAB III MASALAH KERJASAMA DAERAH ... 6

BAB IV HUBUNGAN KERJASAMA DENGAN TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH ... 7

BAB V DASAR HUKUM KERJASAMA DAERAH ... 10

BAB VI BENTUK KERJASAMA DAERAH ... 13

BAB VII PRINSIP DAN PROSES KERJASAMA ... 24


(3)

BAB I PENDAHULUAN

Kebijakan kerjasama daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Terdapat empat pasal yang mengatur tentang kerjasama tersebut, namun meskipun telah diatur di dalam undang-undang, menurut hasil survey penataan ekonomi daerah, kerjasama antar daerah masih relatif rendah terutama dalam penyediaan pelayanan masyarakat di daerah yang terpencil, perbatasan antar daerah, sumber daya laut, pengelolaan dan pemanfaatan sungai yang melintas di beberapa daerah berdekatan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, perkebunan, perikanan maupun kerjasama pengelolaan pasca panen dan distribusinya. Selain itu, masih banyak kegiatan-kegiatan lain yang bisa dikerjasamakan sesuai dengan potensi dan masalah daerah yang bertetangga. Dengan kerjasama, beban akan lebih ringan sebab ditanggung bersama, pencapaian skala pembangunan lebih besar dan akan tercipta suasana saling kontrol dalam pengelolaannya. Dengan demikian akan tercipta suatu sinergi pembangunan yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang bekerja sama. Mengapa kerjasama daerah masih rendah? Bagaimana pula dengan kondisi kerjasama di Sumatera Utara?

Ada beberapa bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh daerah, yakni; provinsi dengan provinsi, provinsi dengan kabupaten/kota, provinsi dengan pihak swasta, provinsi dengan masyarakat, provinsi dengan luar negeri, provinsi dengan provinsi dan kabupaten/kota, provinsi dan


(4)

kabupaten/kota dengan kabupaten/kota, kabupaten/kota dengan pihak swasta, kabupaten/kota dengan masyarakat, dan kabupaten/kota dengan luar negeri.

Contoh bentuk kerjasama antar provinsi yang telah terwujud antara lain adalah kerjasama antar provinsi se wilayah Sumatera yang telah terlaksana adalah transportasi laut, teknologi informasi, gedung pusat promosi, serta pembangunan wilayah perbatasan. Sedangkan yang masih dalam tahap pematangan rencana adalah transportasi udara, darat, kereta api, interkoneksi pembangkit listrik, dan lain-lain.

Di Sumatera Utara, wujud kebijakan kerjasama daerah yang telah dirasakan masyarakat manfaatnya adalah beroperasinya penerbangan regular Sutera I yang melayani rute Medan dengan bandara-bandara di Wilayah Pantai Barat. Bentuk ataupun model kerjasama yang telah dilakukan adalah kerjasama provinsi dengan kabupaten/kota di wilayah pantai barat dalam hal penanggulangan biaya operasional (cost sharing cooperation), dan kerjasama provinsi dengan pihak BUMN (baca: Merpati Nusantara Airlines) sebagai operator penerbangan Sutera I. Bentuk kerjasama daerah lainnya yang sudah disepakati namun belum terealisasi antara lain pembangunan jalan sejajar Mebidang yang merupakan kerjasama antara provinsi dengan tiga kabupaten/kota, dan kerjasama pengelolaan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan yang merupakan kerjasama lima kabupaten di wilayah Bukit Barisan. Selain itu ada kerjasama antara Kabupaten Asahan dengan Kota Tanjung Balai dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana pelabuhan. Sisanya, masih dalam tahapan wacana. Jumlah bentuk kerjasama daerah yang


(5)

telah dilakukan masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan peluang-peluang kerjasama daerah yang masih memungkinkan untuk dilakukan oleh pemerintah daerah di Sumatera Utara.

Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang diganti dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Bab IX terdapat satu pasal yang secara khusus mengatur dasar hukum tentang kerjasama daerah.


(6)

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN KERJASAMA DAERAH

Maksud dan tujuan dari pasal 195 yang mengatur tentang kerjasama daerah tersebut pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara yang lebih efisien dan efektif. Inti dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kerjasama daerah tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.

2. Kerjasama daerah diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah.

3. Kerjasama dengan pihak ketiga dimungkinkan sepanjang tujuannya untuk penyediaan pelayanan publik.

4. Kerjasama daerah harus mendapatkan persetujuan masing-masing DPRD. Konsekuensi logis dari pasal 195 UU No.32 Tahun 2004 ini adalah memungkinkan beberapa daerah bekerjasama guna memenuhi pelayanan publik yang sangat dibutuhkan oleh penduduk masing-masing daerah. Jika daerah melaksanakannya tanpa kerjasama dengan daerah lain maupun pihak lain, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan akan terkendala akibat keterbatasan anggaran belanja yang dimilikinya. Solusinya, sebaiknya daerah tersebut mengadakan kebijakan kerjasama daerah dalam hal pembiayaan pembangunan yang akan dilaksanakan.


(7)

BAB III

MASALAH KERJASAMA DAERAH

Implementasi kerjasama daerah tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi di antaranya berupa pertanyaan sebagai berikut:

1. Mengapa kerjasama antar daerah dan pihak ketiga perlu dilakukan? 2. Bagaimana bentuk dan mekanisme forum kerjasama daerah?

3. Bagaimana pembagian hak dan kewajiban pihak-pihak yang bekerjasama dalam kerjasama pembiayaan pembangunan (Siapa yang memberikan berapa dan menerima berapa?) dan mengapa demikian?


(8)

BAB IV

HUBUNGAN KERJASAMA DENGAN TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH

Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di daerahnya (daerah otonomi) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah otonominya adalah tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pemerintahan daerah, yang mana salah satu bidang yang merupakan tugas dan kewajiban daerah adalah membangun sarana dan prasarana transportasi agar dapat memperlancar arus barang dan jasa keluar maupun arus barang dan jasa yang masuk ke daerah tersebut. Pemerintah daerah dapat menentukan jenis dan transportasi yang sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan dan kondisi topografi di wilayahnya.

Sebagai contoh, wilayah Pantai Barat Provinsi Sumatera Utara terdiri dari wilayah daerah otonom (kabupaten/kota). Kondisi topografi di wilayah pantai barat adalah pegunungan dan jurang serta lembah yang dalam, sehingga


(9)

tingkat kesulitan membangun prasarana jalan darat relatif lebih tinggi dan lebih mahal dibandingkan wilayah lainnya di Provinsi Sumatera Utara. Mahalnya pembangunan prasarana jalan, menyebabkan minimnya kuantitas dan kualitas jalan yang menghubungkan wilayah kabupaten/kota pada wilayah pantai barat itu sendiri. peningkatan aksesibilitas sarana jalan selain memerlukan biaya yang besar juga membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Kondisi ini diperburuk dengan kondisi keuangan pemerintah (pusat maupun daerah) yang sangat terbatas, menunggu tersedianya alokasi anggaran tentunya akan dirasakan terlalu lama dan penuh ketidakpastian. Apabila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka pemerintah daerah secara tidak langsung turut memperpanjang keterisolasian wilayah pantai barat dan membuat penderitaan masyarakat di wilayah tersebut semakin panjang. Moda angkutan yang dirasakan paling efektif dan efisien dalam kondisi seperti hal di atas adalah transportasi udara. Guna mewujudkannya, kendala yang dihadapi oleh masing-masing pemerintah daerah masih tetap pada keterbatasan anggaran untuk mengoperasikan lalu lintas udara tersebut. Pihak swasta atau pihak ketiga lainnya akan enggan dan khawatir membuka jalur penerbangan reguler sebab akan menghadapi resiko kerugian. Sementara jika pemerintah daerah membiayai operasional penerbangan secara individu juga akan mustahil, sebab akan terlalu berat untuk ditanggung sendiri.

Cara yang dianggap paling sesuai adalah beberapa pemerintah daerah di wilayah tersebut bekerjasama menanggung pembiayaan dengan koordinasi pemerintah provinsi. Setelah forum kerjasama daerah terbentuk, selanjutnya diundang maskapai penerbangan sebagai operator penerbangan dengan


(10)

perjanjian jika terjadi kerugian untuk setiap penerbangan, pihak pemerintah daerah akan mensubsidi dengan memberikan kompensasi sebesar kerugian yang ditanggung oleh pihak operator. Kompensasi kerugian ini disebut sebagai jaminan operasional penerbangan (JOP). Namun apabila nantinya diperoleh keuntungan, maka surplus akan dibagi berdasarkan kesepakatan dari pihak-pihak yang bekerjasama (maskapai penerbangan, kabupaten/kota dan provinsi).


(11)

BAB V

DASAR HUKUM KERJASAMA DAERAH

Sebagai dasar hukum kerjasama daerah adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU ini terdapat satu bab tersendiri dengan empat pasal yang mengatur tentang kerjasama dan penyelesaian perselisihan. Pada pasal 195 diatur tentang kerjasama daerah dengan pihak lain yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selengkapnya isi daripada pasal 195 tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.

(3) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.

(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.


(12)

Selanjutnya pada pasal 196 diatur pula kerjasama tentang pengelolaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah. Selengkapnya isi daripada pasal 196 UU Nomor 32 Tahun 2004 tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait.

(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.

(3) Untuk pengelolaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), daerah membentuk badan kerjasama.

(4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.

Selanjutnya pada pasal 197 dikatakan bahwa tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 195 dan pasal 196 akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Lazimnya dalam suatu kerjasama terdapat berbagai kepentingan antara pihak-pihak yang bekerja sama. Ada saatnya satu pihak bersikeras untuk tetap mempertahankan pendiriannya sebab merasa kepentingannya akan terganggu bila tidak mempertahankan pendiriannya tersebut. Apabila kondisi ini berlanjut, akan berpotensi menyebabkan terjadinya perpecahan dalam kerjasama yang telah disepakati oleh masing-masing pihak. Guna


(13)

mengantisipasi terjadinya permasalahan dalam kerjasama seperti yang telah disebutkan di atas, telah pula diatur satu pasal tersendiri tentang penyelesaian perselisihan yaitu pada pasal 198 yang selengkapnya adalah sebagai berikut:

(1) Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.

(2) Apabila terjadi perselisihan antar provinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota diwilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud.

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Penerbit Eko Jaya, 2004, 106 – 107)


(14)

BAB VI

BENTUK KERJASAMA DAERAH

Berbagai bentuk kerjasama daerah yang dapat dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi secara garis besar ada terdapat 14 (empat belas) bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh daerah.

1. Kerjasama Provinsi dengan Provinsi

Provinsi A

Provinsi B

Bekerja Sama

Bentuk kerjasama provinsi dengan provinsi seperti gambar antara lain sebagai berikut:

a. Kerjasama Antar Provinsi yang berdekatan, sifatnya wajib dilaksanakan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pelayanan yang terdapat di daerah yang berbatasan seperti pembangunan jalan dan jembatan pendidikan dasar, pelayanan kesehatan (Puskesmas), penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian, pengairan, penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS), perencanaan tata ruang dan lain-lain.


(15)

b. Kerjasama Antar Provinsi yang tidak berdekatan, dapat dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan bersifat situasional dilakukan dalam rangka pengembangan potensi dan komoditi unggulan dari masing-masing daerah yang bekerjasama.

2. Kerjasama Provinsi dengan Kabupaten/Kota

Provinsi A

Kabupaten/ Kota

A

Bekerja Sama

3. Kerjasama Provinsi dengan pihak ketiga

Provinsi A

Pihak Ketiga

Bekerja Sama

Kerjasama antara Pemerintah Provinsi dengan Pihak Ketiga, dikembangkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi langsung oleh Pemerintah Provinsi yang bersangkutan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing daerah otonom,


(16)

kerjasama model ini dapat berbentuk Kerjasama antara Pemerintah Provinsi dengan Pihak Swasta yang antara lain adalah :

1) Kontrak pelayanan (Service Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada operasional dan manajemen, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

2) Kontrak pengelolaan (Management Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, adanya pengelolaan perusahaan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

3) Kontrak sewa (Lease Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada peralatan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

4) kelola-alih milik (Build, Operate and Transfer) / Bangun-kelola-miliki-alih milik (Build, Operate, Own and Transfer), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

5) Konsesi (Concession), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pengelolaan dan keuangan secara bersama, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

4. Kerjasama Provinsi dengan LSM/masyarakat

Provinsi Pihak LSM/

Masyarakat

Bekerja Sama


(17)

Kerjasama Pemerintah Provinsi dengan LSM/Masyarakat, dikembangkan untuk membuka peluang usaha bagi masyarakat dan mendorong potensi sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti pengelolaan aset Pemerintah Provinsi oleh masyarakat, penyuluhan dan pelestarian kawasan hutan untuk mendorong peningkatan produktivitas.

5. Kerjasama provinsi dengan pihak luar negeri

Provinsi A

Pihak Luar Negeri

Bekerja Sama

Kerjasama Pemerintah Provinsi dengan pihak Luar Negeri, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan dan penandatanganan. Sebelum penandatanganan perjanjian dilakukan, Pemerintah Provinsi harus mendapatkan surat kuasa dari Menteri Luar Negeri.


(18)

6. Kerjasama provinsi dengan provinsi dan kabupaten/kota Provinsi B Provinsi A Kabupaten/ Kota B Bekerja Sama Bekerja Sama Tersendiri

7. Kerjasama provinsi dan kabupaten/kota dengan kabupaten/kota

Provinsi B Kabupaten

/Kota

A Kabupaten/

Kota B Bekerja Sama Bekerja Sama Tersendiri

8. Kerjasama provinsi dengan BUMN/BUMD

Provinsi A BUMN/ BUMD Bekerja Sama


(19)

Kerjasama Pemerintah Provinsi dengan BUMN/BUMD, dikembangkan untuk mempercepat pelayanan, memperbaiki pengelolaan sumberdaya alam dan sarana pelayanan, alih teknologi, memperluas layanan, meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan, dan memacu dinamika sosial masyarakat.

9. Kerjasama kabupaten/kota dengan pihak ketiga

Kabupaten /Kota

A

Pihak Ketiga

Bekerja Sama

Kerjasama antara Pemerintah Kabupaten/kota dengan Pihak Ketiga, dikembangkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi langsung oleh Pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing daerah otonom, kerjasama model ini dapat berbentuk Kerjasama antara Pemerintah kabupaten/kota dengan Pihak Swasta yang antara lain adalah : 1) Kontrak pelayanan (Service Contract), dicirikan dengan tidak ada

investasi, terbatas pada operasional dan manajemen, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.


(20)

2) Kontrak pengelolaan (Management Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, adanya pengelolaan perusahaan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

3) Kontrak sewa (Lease Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada peralatan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

4) kelola-alih milik (Build, Operate and Transfer) / Bangun-kelola-miliki-alih milik (Build, Operate, Own and Transfer), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

5) Konsesi (Concession), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pengelolaan dan keuangan secara bersama, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

10.Kerjasama kabupaten/kota dengan LSM/masyarakat

Kabupaten /Kota

A

Pihak LSM/ Masyarakat

Bekerja Sama

Kerjasama Pemerintah kabupaten/kota dengan LSM/Masyarakat, dikembangkan untuk membuka peluang usaha bagi masyarakat dan


(21)

mendorong potensi sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti pengelolaan aset Pemerintah kabupaten/kota oleh masyarakat, penyuluhan dan pelestarian kawasan hutan untuk mendorong peningkatan produktivitas.

11.Kerjasama kabupaten/kota dengan luar negeri

Kabupaten /Kota

A

Pihak Luar Negeri

Bekerja Sama

Kerjasama Pemerintah Kabupaten/Kota dengan pihak Luar Negeri, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan dan penandatanganan. Sebelum penandatanganan perjanjian dilakukan, Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendapatkan surat kuasa dari Menteri Luar Negeri.

12.Kerjasama kabupaten/kota dengan BUMN/BUMD

Kabupaten BUMN/

Bekerja Sama


(22)

Kerjasama Pemerintah Kabupaten/Kota dengan BUMN/BUMD, dikembangkan untuk mempercepat pelayanan, memperbaiki pengelolaan sumberdaya alam dan sarana pelayanan, alih teknologi, memperluas layanan, meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan, dan memacu dinamika sosial masyarakat.

13.Kerjasama Antar Negara (Pemerintah)

Provinsi/ Kabupaten

/Kota /Negara A

Provincial/ Municipal/

Nation B

Bekerja Sama

Kerjasama Antar Negara (Pemerintah) khususnya di perbatasan wilayah negara, dilakukan dalam rangka penanganan berbagai masalah dan kebutuhan yang krusial khususnya di daerah perbatasan antara dua negara yang berdekatan, hal ini dilakukan mengingat kondisi yang sudah tumbuh, hidup dan menjadi tradisi masyarakat setempat, seperti pengelolaan lahan pertanian tradisional dan perdagangan tradisional yang telah tumbuh dan berkembang sampai pada saat ini. Oleh karena itu harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan daerah yang berdekatan dengan batas negara yang difasilitasi oleh Pemerintah Negara masing-masing. Kerjasama antar daerah pada batas negara yang berbatasan, harus taat dan tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku di negara masing-masing.


(23)

Kerjasama antar negara yang tidak berdekatan juga sangat mungkin dilaksanakan seperti yang pernah dilaksanakan yaitu kerjasama pengelolaan Danau Vermonth dengan Danau Toba.

14.Kerjasama Antar Daerah yang bersifat masal

B K K S I

Forum Badan Kerjasama B K P

DPRD Provinsi

A P P S I

APEKSI

ADEKSI


(24)

Kerjasama Antar Daerah yang bersifat masal, berupa Badan Kerjasama Kabupaten Seluruh Indonesia (BKKSI) sebagai pengganti Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Badan Kerjasama Pimpinan DPRD Provinsi se Indonesia sebagai Pengganti Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi Se Indonesia, Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) serta Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) dan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) yang akan menyesuaikan namanya menjadi Badan Kerjasama melalui Munas Asosiasi masing-masing. Badan Kerjasama ini menitik beratkan pada tukar menukar informasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pendayagunaan sumber daya yang tersedia di daerah.


(25)

BAB VII

PRINSIP DAN PROSES KERJASAMA

1. Dalam menjalin Kerjasama Antar Daerah hendaknya selalu menjalankan dengan konsisten prinsip-prinsip;

(a) transparansi. (b) akuntabilitas. (c) partisipatif.

(d) saling menguntungkan dan memajukan. (e) kerjasama dibangun untuk kepentingan umum.

(f) keterkaitan yang dijalin atas dasar saling membutuhkan.

(g) keberadaan kerjasama saling memperkuat pihak-pihak yang terlibat.

(h) kepastian hukum.

(i) tertib penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

2. Proses Kerjasama Antar Daerah hendaknya dilakukan melalui tahapan: (a) pertemuan awal beberapa Kepala Daerah,

(b) studi kelayakan bersama,

(c) negosiasi substansi yang akan dikerjasamakan,

(d) penanda tanganan Keputusan Bersama/MoU/Perjanjian Kerjasama, (e) penyusunan master plan/action plan,

(f) pembentukan Badan Kerjasama, (g) operasional.


(26)

3. Badan Kerjasama yang dibentuk dapat bersifat: (a) Permanen yang dikelola secara profesional dan

(b) ex oficio berdasarkan kedudukan pejabat yang menangani kerjasama.

Dalam pembentukan struktur organisasi dapat diisi oleh petugas yang memiliki kompetensi teknis operasional dan kompetensi manajerial sesuai dengan tuntutan jabatan. Dalam hal ini Pemerintah Daerah dapat berperan dan melakukan koordinasi antar daerah melalui wadah Dewan Eksekutif.

Apabila pembentukan badan kerjasama, substansi yang dikerjasamakan dan proses kerjasama telah disepakati dan dilaksanakan, maka hal lain yang harus dilakukan secara simultan oleh Pemerintah Daerah adalah menyusun profil Provinsi dan Kabupaten/Kota yang memuat antara lain potensi unggulan daerah, menghindari pungutan berganda (pajak dan retribusi) yang akan menimbulkan biaya tinggi, pengembangan sistem pelayanan satu atap (one stop fixed system) dan menciptakan iklim yang kondusif dalam rangka meningkatkan pelayanan dan menarik minat bagi para investor dari Dalam dan Luar Negeri untuk membangun perekonomian daerah.


(27)

BAB VIII PENUTUP

Meskipun berbagai jenis kegiatan kerjasama dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, tetapi menurut hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri (2005) tentang penataan ekonomi daerah, kerjasama antar daerah yang telah dilakukan masih relatif sedikit. Beberapa jenis kegiatan pembangunan dan pelayanan publik yang dapat dikerjasamakan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kerjasama dalam kegiatan penyediaan pelayanan masyarakat di daerah yang terpencil.

Jenis kegiatan yang pengelolaannya dapat dilakukan secara kerjasama dalam penyediaan pelayanan masyarakat di daerah terpencil antara lain; penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan, penyediaan kebutuhan air bersih, penyediaan kebutuhan penerangan (listrik), pembangunan sarana jalan dan irigasi, dan lain sebagainya.

Kerjasama ini dapat dilakukan antar kabupaten khususnya untuk desa-desa yang berbatasan di wilayah mereka dan lokasi desa tersebut terpencil. Kerjasama antar kabupaten ini dapat pula mengundang pihak ketiga untuk ikut bekerja sama. Pihak ketiga dimaksud antara lain, pemerintah provinsi, swasta, LSM dan pihak-pihak lainnya yang dianggap tepat. Pola kerjasama


(28)

yang dilakukan dapat berupa pola pembiayaan bersama (cost sharing system).

2. Kerjasama dalam pengelolaan perbatasan antar daerah

Jenis kerjasama ini terutama dilakukan oleh provinsi yang saling berbatasan, kabupaten/kota yang saling berbatasan. Kegiatan kerjasama yang dilakukan khususnya dalam penentuan batas wilayah antar provinsi ataupun batas wilayah antar kabupaten/kota. Pihak yang bekerja sama sepakat menanggulangi pembiayaan dalam menentukan tapal batas wilayah (patok batas wilayah). Selanjutnya kegiatan kerjasama dapat ditingkatkan dalam penyediaan pelayanan publik di wilayah perbatasan dengan model kerjasama pula.

3. Kerjasama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam

Jenis kegiatan yang pengelolaannya dapat dilakukan secara kerjasama antara lain; pengelolaan dan pemanfaatan sungai. Untuk menghindari bahaya banjir, kabupaten/kota yang dilintasi oleh sungai yang sama, dapat mengelola daerah aliran sungai (DAS) secara bekerja sama. Selanjutnya masing-masing kabupaten/kota dapat pula bekerja sama dalam pemanfaatan aliran sungai untuk irigasi dan pembangkit tenaga listrik mini (micro hydro electrical plant). Caranya dengan membangun bendungan (dam) dengan pola pembiayaan bersama. Kegiatan lainnya adalah pengelolaan sumber daya laut secara bersama bagi provinsi atau


(29)

kabupaten/kota yang lokasinya saling berdekatan dan terletak dalam suatu garis pantai yang sama.

4. Kerjasama dalam pengelolaan sektor pertanian

Kerjasama antar daerah yang dapat dilakukan antara lain; kerjasama untuk subsektor perkebunan, subsektor perikanan maupun kerjasama pengelolaan pasca panen dan distribusinya. Misalnya untuk pengelolaan pasca panen komoditas jagung, dua daerah yang berbatasan dapat membangun secara bersama sarana pengering jagung (silo) dan gudang penyimpanan jagung. Lokasinya ditentukan diperbatasan dua daerah tersebut dimana masyarakatnya banyak yang bercocok tanam jagung.

5. Kerjasama dalam kegiatan sektor perdagangan dan promosi daerah

Kerjasama ini dapat dilakukan oleh sekaligus beberapa daerah. Kegiatan yang dilakukan adalah membangun suatu organisasi pusat promosi bersama. Sebagai contoh kegiatan kerjasama yang telah dilakukan dalam kegiatan sektor perdagangan dan promosi adalah berdirinya PT. Sumatra Promotion Center di Pulau Batam KEPRI. Perusahaan ini didirikan dengan cost sharing system antar provinsi se wilayah Sumatera.


(1)

Kerjasama Antar Daerah yang bersifat masal, berupa Badan Kerjasama Kabupaten Seluruh Indonesia (BKKSI) sebagai pengganti Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Badan Kerjasama Pimpinan DPRD Provinsi se Indonesia sebagai Pengganti Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi Se Indonesia, Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) serta Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) dan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) yang akan menyesuaikan namanya menjadi Badan Kerjasama melalui Munas Asosiasi masing-masing. Badan Kerjasama ini menitik beratkan pada tukar menukar informasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pendayagunaan sumber daya yang tersedia di daerah.


(2)

BAB VII

PRINSIP DAN PROSES KERJASAMA

1. Dalam menjalin Kerjasama Antar Daerah hendaknya selalu menjalankan dengan konsisten prinsip-prinsip;

(a) transparansi. (b) akuntabilitas. (c) partisipatif.

(d) saling menguntungkan dan memajukan. (e) kerjasama dibangun untuk kepentingan umum.

(f) keterkaitan yang dijalin atas dasar saling membutuhkan.

(g) keberadaan kerjasama saling memperkuat pihak-pihak yang terlibat.

(h) kepastian hukum.

(i) tertib penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

2. Proses Kerjasama Antar Daerah hendaknya dilakukan melalui tahapan: (a) pertemuan awal beberapa Kepala Daerah,

(b) studi kelayakan bersama,

(c) negosiasi substansi yang akan dikerjasamakan,

(d) penanda tanganan Keputusan Bersama/MoU/Perjanjian Kerjasama, (e) penyusunan master plan/action plan,


(3)

3. Badan Kerjasama yang dibentuk dapat bersifat: (a) Permanen yang dikelola secara profesional dan

(b) ex oficio berdasarkan kedudukan pejabat yang menangani kerjasama.

Dalam pembentukan struktur organisasi dapat diisi oleh petugas yang memiliki kompetensi teknis operasional dan kompetensi manajerial sesuai dengan tuntutan jabatan. Dalam hal ini Pemerintah Daerah dapat berperan dan melakukan koordinasi antar daerah melalui wadah Dewan Eksekutif.

Apabila pembentukan badan kerjasama, substansi yang dikerjasamakan dan proses kerjasama telah disepakati dan dilaksanakan, maka hal lain yang harus dilakukan secara simultan oleh Pemerintah Daerah adalah menyusun profil Provinsi dan Kabupaten/Kota yang memuat antara lain potensi unggulan daerah, menghindari pungutan berganda (pajak dan retribusi) yang akan menimbulkan biaya tinggi, pengembangan sistem pelayanan satu atap (one stop fixed system) dan menciptakan iklim yang kondusif dalam rangka meningkatkan pelayanan dan menarik minat bagi para investor dari Dalam dan Luar Negeri untuk membangun perekonomian daerah.


(4)

BAB VIII PENUTUP

Meskipun berbagai jenis kegiatan kerjasama dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, tetapi menurut hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri (2005) tentang penataan ekonomi daerah, kerjasama antar daerah yang telah dilakukan masih relatif sedikit. Beberapa jenis kegiatan pembangunan dan pelayanan publik yang dapat dikerjasamakan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kerjasama dalam kegiatan penyediaan pelayanan masyarakat di daerah yang terpencil.

Jenis kegiatan yang pengelolaannya dapat dilakukan secara kerjasama dalam penyediaan pelayanan masyarakat di daerah terpencil antara lain; penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan, penyediaan kebutuhan air bersih, penyediaan kebutuhan penerangan (listrik), pembangunan sarana jalan dan irigasi, dan lain sebagainya.

Kerjasama ini dapat dilakukan antar kabupaten khususnya untuk desa-desa yang berbatasan di wilayah mereka dan lokasi desa tersebut terpencil. Kerjasama antar kabupaten ini dapat pula mengundang pihak ketiga untuk ikut bekerja sama. Pihak ketiga dimaksud antara lain, pemerintah provinsi, swasta, LSM dan pihak-pihak lainnya yang dianggap tepat. Pola kerjasama


(5)

yang dilakukan dapat berupa pola pembiayaan bersama (cost sharing system).

2. Kerjasama dalam pengelolaan perbatasan antar daerah

Jenis kerjasama ini terutama dilakukan oleh provinsi yang saling berbatasan, kabupaten/kota yang saling berbatasan. Kegiatan kerjasama yang dilakukan khususnya dalam penentuan batas wilayah antar provinsi ataupun batas wilayah antar kabupaten/kota. Pihak yang bekerja sama sepakat menanggulangi pembiayaan dalam menentukan tapal batas wilayah (patok batas wilayah). Selanjutnya kegiatan kerjasama dapat ditingkatkan dalam penyediaan pelayanan publik di wilayah perbatasan dengan model kerjasama pula.

3. Kerjasama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam

Jenis kegiatan yang pengelolaannya dapat dilakukan secara kerjasama antara lain; pengelolaan dan pemanfaatan sungai. Untuk menghindari bahaya banjir, kabupaten/kota yang dilintasi oleh sungai yang sama, dapat mengelola daerah aliran sungai (DAS) secara bekerja sama. Selanjutnya masing-masing kabupaten/kota dapat pula bekerja sama dalam pemanfaatan aliran sungai untuk irigasi dan pembangkit tenaga listrik mini (micro hydro electrical plant). Caranya dengan membangun bendungan (dam) dengan pola pembiayaan bersama. Kegiatan lainnya adalah pengelolaan sumber daya laut secara bersama bagi provinsi atau


(6)

kabupaten/kota yang lokasinya saling berdekatan dan terletak dalam suatu garis pantai yang sama.

4. Kerjasama dalam pengelolaan sektor pertanian

Kerjasama antar daerah yang dapat dilakukan antara lain; kerjasama untuk subsektor perkebunan, subsektor perikanan maupun kerjasama pengelolaan pasca panen dan distribusinya. Misalnya untuk pengelolaan pasca panen komoditas jagung, dua daerah yang berbatasan dapat membangun secara bersama sarana pengering jagung (silo) dan gudang penyimpanan jagung. Lokasinya ditentukan diperbatasan dua daerah tersebut dimana masyarakatnya banyak yang bercocok tanam jagung.

5. Kerjasama dalam kegiatan sektor perdagangan dan promosi daerah

Kerjasama ini dapat dilakukan oleh sekaligus beberapa daerah. Kegiatan yang dilakukan adalah membangun suatu organisasi pusat promosi bersama. Sebagai contoh kegiatan kerjasama yang telah dilakukan dalam kegiatan sektor perdagangan dan promosi adalah berdirinya PT. Sumatra Promotion Center di Pulau Batam KEPRI. Perusahaan ini didirikan dengan cost sharing system antar provinsi se wilayah Sumatera.