NOx lebih tinggi. Karakteristik biodiesel menurut SNI 04-7182-2006 dapat dilihat
pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik Biodiesel Berdasarkan SNI 04-7182-2006 [19]
2.2 BAHAN 2.2.1 Mesokarp Buah Sawit
Produksi biodiesel yang dikembangkan saat ini umumnya dibuat dari minyak tumbuhan minyak kedelai, canolla oil, rapseed oil, crude palm oil, lemak hewani
beef talow, lard, lemak ayam, lemak babi dan bahkan dari minyak goreng bekas [15]. Bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel bervariasi dengan
wilayah geografis tergantung pada kondisi budidaya dan ketersediaannya. Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia diikuti oleh Malaysia
sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua. Produksi kelapa sawit Malaysia diperkirakan tumbuh lambat karena lahan perkebunan yang terbatas. Sementara
Indonesia diprediksi akan berkembang pesat, memperkuat posisinya sebagai dunia terkemuka produsen kelapa sawit. Total area perkebunan saat ini sekitar 8 juta hektar
dan diperkirakan mencapai 13 juta hektar pada tahun 2020. Indonesia menghasilkan lebih dari 23 juta ton minyak sawit pada tahun 2012. Areal perkebunan sebagian
besar berada di Sumatera dan Kalimantan; sisanya terletak di Sulawesi, Jawa dan Pulau Papua [3,4].
Kelapa sawit adalah tanaman tropis yang mencapai ketinggian 20-25 m dengan siklus hidup sekitar 25 tahun. Produksi penuh tercapai setelah 8 tahun ditanam. Dua
No. Parameter
Satuan Biodiesel
1 Densitas 40
o
C Kgm
3
850 - 890 2
Viskositas Kinematik 40
o
C mm
2
s cSt 2,3
– 6 3
Angka Setana Minimal 51
4 Titik nyala
o
C Minimal 100
5 Titik kabut
o
C Maksimal 18
6 Air dan endapan
-vol Maksimal 0,05
7 Kandungan sulfur
Ppm-m mgkg Maksimal 100
8 9
10 11
12 13
Residu karbon Bilangan asam
Gliserol bebas Gliserol total
Kandungan ester Bilangan Iod
mm Mg
– KOHg mm
mm mm
mmg-12100g Maks. 0,05
- Maks. 0,02
Maks. 0,24 Maks. 96,5
Maks. 115
14 Kandungan fosfor
Ppm-m mgkg Maksimal 10
Universitas Sumatera Utara
jenis minyak yang diperoleh dari buah sawit: minyak sawit yang pekat, dari pulp atau daging buah, dan minyak inti sawit, dari biji buah setelah ekstraksi minyak, bungkil
inti sawit digunakan sebagai makanan ternak [20]. Bagian-bagian buah sawit
ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bagian-bagian Buah Sawit [13]
Jumlah Produksi Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia pada Tahun 2000-2011 dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Jumlah Produksi Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia pada Tahun 2004-2013 [8]
Tahun Jumlah Produksi
ton 2004
8479,26 2005
10119,06 2006
10961,76 2007
11437,99 2008
12477,75 2009
13872,60 2010
14038,15 2011
15198,05 2012
16817,80 2013
17390,50 . Angka sementara
Adapun, potensi CPO sebagai bahan baku biodiesel dapat dilihat berdasarkan komposisi kandungan CPO itu sendiri seperti yang dijelaskan pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Komposisi Komponen Utama dalam CPO [22,23]
Komponen Jumlah
Trigliserida 90
Free Fatty Acids FFA 3 - 7
Moisture 0,031 ± 0,1
Impurities 0,014
Universitas Sumatera Utara
Harga biodiesel lebih mahal daripada bahan bakar fosil karena bahan baku dan biaya produksi yang lebih tinggi [24]. Oleh sebab itu, mesokarp buah sawit yang
tidak memenuhi kriteria matang panen merupakan bahan baku alternatif dan cocok untuk produksi biodiesel untuk menurunkan biaya produksi.
Dengan demikian, pilihan bahan baku yang murah, mudah tersedia dan berkelanjutan menjadi langkah penting menuju proses produksi biodiesel secara
ekonomi layak dan berkelanjutan untuk menggantikan bahan bakar fosil.
2.2.2 Dimethyl Carbonate DMC
Pelarut yang paling umum gunakan untuk produksi biodiesel adalah metanol, karena harganya yang relatif rendah. Selain itu, beberapa alkil asetat rantai pendek
seperti metil asetat dan etil asetat juga telah digunakan sebagai akseptor asil. Laju reaksi tertinggi biasanya diperoleh ketika menggunakan pelarut metanol. Selain itu,
beberapa alkil asetat rantai pendek seperti metil asetat dan etil asetat juga telah digunakan sebagai akseptor asil. Laju reaksi tertinggi biasanya diperoleh ketika
menggunakan pelarut methanol [25].
Tujuan penggunaan pelarut organik untuk transesterifikasi yaitu untuk memastikan campuran reaksi bersifat homogen, mengurangi viskositas campuran
reaksi sehingga meningkatkan laju difusi dan dapat mengurangi masalah perpindahan massa di sekitar enzim [26], untuk meningkatkan stabilisasi enzim sehingga
memungkinkan untuk digunakan berulang kali [27], dan juga meningkatkan kelarutan metanol dan sehingga dapat mengurangi efek inaktivasi metanol dan
gliserol pada aktivitas lipase [28]. Penggunaan dialkil karbonat rantai pendek seperti dimetil karbonat DMC
sebagai asil akseptor untuk transesterifikasi minyak nabati telah dilaporkan [29].. Metode transesterifikasi ini menghilangkan resiko deaktivasi enzim oleh alkohol
rantai pendek, seperti alkohol rantai pendek diganti dengan karbonat dialkil rantai pendek, dan yang menghasilkan reaksi ireversibel, dan oleh karena itu metode
transesterifikasi ini lebih cepat dan konversi kuantitatif [29]. Karbonat dialkil rantai pendek, terutama DMC adalah bahan kimia penting,
yang memiliki aplikasi yang luas seperti pelarut dan bahan awal untuk sintesis organik. Pergantian alkohol rantai pendek dengan karbonat dialkil rantai pendek
Universitas Sumatera Utara
sebagai asil akseptor dalam produksi biodiesel dapat menghindari efek negatif dari alkohol. Karbonat dialkil rnatai pendek di sini bertindak pertama sebagai pelarut
ekstraksi dan kemudian sebagai agen transesterifikasi. Akhirnya, metil etil ester diperoleh langsung dari proses ekstraksi dengan hanya mengeluarkan katalis, bahan
tanaman lemaknya dengan penyaringan dan pelarut oleh penguapan [17]. Menariknya, biodiesel berbasis DMC dilaporkan memiliki sifat pelumas yang
lebih baik dan stabilitas oksidasi lebih baik daripada biodiesel konvensional karena terbentuk Fatty Acid Gliserol Carbonat FACG dan by-product Gliserol
Dicarbonate GDC di fase DMC-biodiesel [16]
Seperti proses ekstraksi reaktif sederhana tanpa katalis tambahan mungkin sangat mengurangi langkah-langkah pengolahan dan biaya produksi biodiesel. Dalam
hal ini, n-heksana digunakan sebagai co-solvent untuk mempercepat transesterifikasi in situ. Namun, n-heksana tidak menguntungkan bagi aktivitas lipase serta
pemisahan produk. Untuk menghindari penggunaan tambahan pelarut ekstraksi dan meningkatkan stabilitas lipase, DMC mungkin menjadi bahan yang lebih baik dan
sangat menjanjikan yang dapat digunakan sebagai substitusi metanol sebagai asil akseptor dan pelarut ekstraksi pada saat yang sama dalam produksi biodiesel [12,
49]. Sifat-sifat fisika dan kimia dimetil karbonat dapat dilihat pada tabel 2. 4. Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Dimetil Karbonat [30]
Berat molekul 90,08 gmol
Wujud Cairan tak berwarna
Titik didih 90
o
C 194
o
F Titik leleh
2
o
C 35,6
o
F Spesific gravity
1,069 pada 20
o
C Kelarutan
Larut dalam air dingin, air panas
2.2.3 Novozyme 435
Katalis digunakan untuk meningkatkan kecepatan reaksi dan nilai yield. Klasifikasi katalis dapat berupa alkali, asam dan enzim [31] Reaksi transesterifikasi
dapat dikatalisasi baik dengan katalis homogen maupun heterogen [32]. Dalam metode homogen konvensional, pemulihan katalis setelah reaksi secara teknis sulit.
Jumlah air limbah yang dihasilkan untuk memisahkan katalis dan membersihkan produk sangat besar. Oleh karena itu, katalis heterogen sangat penting untuk sintesis
biodiesel. Katalis ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan katalis homogen.
Universitas Sumatera Utara
Sifat noncorrosive, ramah lingkungan dan masalah pembuangan yang ditimbulkan lebih sedikit. Selain itu, penggunaan katalis heterogen tidak menghasilkan sabun
melalui netralisasi asam lemak bebas atau trigliserida saponifikasi. Katalis heterogen juga lebih mudah untuk dipisahkan dari produk cair, dapat digunakan kembali dan
dapat dirancang untuk memberikan aktivitas yang lebih tinggi, selektivitas dan tahan lama katalis [2]. Maka kelemahan dari katalis alkali tersebut dapat diatasi oleh katalis
enzimatis. Proses enzimatis mampu bereaksi pada kondisi suhu moderat, rasio alkohol yang rendah terhadap minyak, pemulihan produk lebih mudah, dan konversi
yang tinggi [9]. Sintesis biodiesel diklasifikasikan sebagai produksi bahan kimia atau enzimatik
sesuai dengan katalis yang digunakan dalam proses. Waktu yang singkat dan hasil yang tinggi adalah keuntungan dari transesterifikasi kimia. Namun, persyaratan
energi tinggi, kesulitan dalam pemulihan katalis dan gliserol, dan polusi lingkungan adalah kelemahan utama dalam proses kimia. Lipase dapat dilakukan untuk
mengkatalisis reaksi dalam kondisi ringan [17]. Lipase telah digunakan pada tingkat industri untuk berbagai aplikasi dalam
industri pengolahan makanan, farmasi dan kosmetik. Dengan kemampuannya untuk mengkatalisis berbagai reaksi, lipase adalah katalis yang cocok untuk
transesterifikasi berbagai bahan baku, bahkan bahan baku dengan nilai asam tinggi,
yang dianggap sebagai bahan baku berkualitas rendah [4].
Bahan baku minyak untuk proses transesterifikasi menggunakan Immobilized Lipases
ILs merupakan proses yang menjanjikan untuk produksi biodiesel. ILs merupakan campuran asam lemak alkil ester yang lebih toleran terhadap pelarut
organik, panas dan kekuatan geser serta lebih mudah dipulihkan daripada lipase bebas. Namun, biaya menjalankan proses ini masih lebih tinggi daripada katalis
kimia, seperti NaOH dan H
2
SO
4
[25] Untuk mengatasi hal ini, biaya dapat dikurangi dengan meningkatkan masa
pakai lipase selama proses transesterfikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pelarut dapat digunakan untuk mencegah pencucian lipase dan menghilangkan efek inhibisi
alkohol metanol biasanya dan gliserol [25] Salah satu ILs komersial yang paling umum adalah Novozyme 435, dibuat
dengan melumpuhkan lipase pada resin akrilik dengan adsorpsi [25]. Novozym 435
Universitas Sumatera Utara
dapat digunakan untuk mengkatalisasi transesterifikasi dan reaksi hidrolisis untuk produksi biodiesel. Novozym 435 memiliki struktur berpori dan lebih sensitif
terhadap perubahan rasio mol serta dapat mencapai konversi yang tinggi dengan rasio mol, temperatur dan jumlah katalis yang lebih rendah [33]. Sifat-sifat dari
Novozym 435 dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut. Tabel 2.5 Sifat Biokatalis Novozym 435 [33]
Sifat katalis Candida antartica lipase B
CALB bergerak di resin akrilik
Sifat fisik Berbentuk manik-manik bulat berwarna putih
Distribusi ukuran partikel : d
10
µm 252
d
50
µm 472
d
90
µm 687
Luas permukaan BET m
2
g 81,6
Volume pori total cm
3
g 0,45
Diameter pori rata-rata nm 17,7
Densitas gcm
3
1,19 Porositas
0,349 Kapasitas asam mmolg
0,436 Namun, ILs saat ini masih menunjukkan beberapa kelemahan untuk aplikasi
industri, termasuk: 1 hilangnya aktivitas enzimatik selama imobilisasi; 2 tingginya biaya operasi; 3 stabilitas rendah dalam sistem minyak-air; dan 4
kebutuhan reaktor baru untuk pencampuran dengan baik dan memaksimalkan konversi minyak menjadi biodiesel [25].
Kadar air dari sistem secara signifikan dapat mempengaruhi laju reaksi dan hasil. Air dapat mempengaruhi aktivitas katalitik dan stabilitas lipase. Dengan
demikian kadar air minimum yang diperlukan dalam sistem untuk menjaga enzim aktif dalam reaksi non-berair. Hal ini terutama karena bahwa daerah antarmuka yang
tersedia umumnya menentukan aktivitas enzim lipase. Kadar air terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan konsentrasi asil akseptor dalam sistem dan peningkatan
gliserida hidrolisis untuk membentuk asam lemak. Akibatnya, jelas tingkat transesterifikasi dan biodiesel hasil menjadi lebih rendah. Telah dilaporkan bahwa
dalam sistem pelarut bebas, kadar air optimum bervariasi, sekitar 20, tergantung pada bahan baku minyak dan ILs [25].
Isu lain yang terlibat dalam suatu sistem bebas pelarut adalah efek negatif dari gliserol pada aktivitas lipase. Karena gliserol sangat hidrofilik dan larut dalam
Universitas Sumatera Utara
minyak, dapat dengan mudah terserap ke permukaan ILs menyebabkan penurunan aktivitas dan stabilitas lipase. Hal ini juga mungkin bahwa viskositas gliserol yang
tinggi menurunkan difusi reaktan dan produk. Beberapa strategi telah dikembangkan untuk menghapus gliserol, seperti penambahan silica gel untuk menyerap gliserol
dan mencuci lipase dengan pelarut organik tertentu secara periodik. Namun, strategi ini tidak dapat dengan mudah disesuaikan dengan operasi skala besar. Pelarut
organik hidrofobik seperti n-heksana dan petroleum eter dan tertbutanol, telah digunakan sebagai media yang reaksi untuk transesterifikasi. Sebagai contoh,
stabilitas Novozyms
435 di
tert-butanol sangat
ditingkatkan Dengan
diperkenalkannya pelarut tert-butanol, ILs dapat digunakan kembali untuk lebih dari 200 siklus dengan hasil 95 dalam operasi batch atau digunakan untuk lebih dari
500 jam dengan yield biodiesel 97 dalam operasi kontinyu [25]. Konversi minyak menjadi biodiesel yang tinggi biasanya dicapai dengan jenis
reaktor Stirred Tank Reactor. Reaktor Batch Stirred Tank Reactor BSTR biasanya digunakan pada skala kecil, khususnya di laboratorium. Pencampuran yang baik
dapat meningkatkan kontak antara substrat dan biokatalis dan memberikan dispersi yang baik dari biokatalis dalam campuran reaksi, dan dengan demikian mengurangi
resistensi perpindahan massa dan meningkatkan laju reaksi keseluruhan. Namun, aktivitas ILs relatif menurun setelah penggunaan kembali re use. Sanches dan
Vasudevan menemukan bahwa penggunaan Novozym 435 tahan 95 dari aktivitasnya setelah lima batch dan sekitar 70 setelah delapan batch, dan sebesar
41 setelah 11 batch [25].
2.3 EKSTRAKSI REAKTIF
Metode konvensional untuk produksi biodiesel membutuhkan minyak yang akan diekstrak dari biomassa sebelum dapat ditransesterifikasikan menjadi ester.
Reaksi transesterifikasi terjadi dalam keadaan cair. Proses ekstraksi minyak biasanya melibatkan penggunaan pelarut biasanya hexana di saat perkolasi atau counter
extractor, atau metode mekanis seperti screw press extractor. Namun, metode
ekstraksi pelarut sangat mahal, kompleks, merusak kesehatan dan bahaya keamanan karena pelarut yang digunakan mudah terbakar dan meledak. Di sisi lain,
Universitas Sumatera Utara
penggunaan metode mekanik sering menyisakan kandungan minyak yang tinggi pada limbah biomass dibandingkan dari metode ekstraksi pelarut [18].
Dalam ekstraksi situ dan esterifikasi transesterifikasi atau juga dikenal sebagai
“ekstraksi reaktif” menunjukkan hasil yang menjanjikan sebagai metode yang efisien untuk menghasilkan biodiesel karena kebutuhan untuk mengekstrak
minyak dari biomassa sebelum transesterifikasi dapat dihilangkan [18, 34]. Pada proses ekstraksi reaktif, minyak akan berkontak dengan alkohol secara
langsung. Dengan kata lain, ekstraksi dan transesterifikasi berlangsung dalam satu langkah tunggal, dengan alkohol bertindak sebagai ekstraksi pelarut dan pereaksi
transesterifikasi. Perpindahan massa dan difusi yang terjadi membantu dalam pengambilan minyak. Teknologi ekstraksi reaktif dapat digunakan untuk mencapai
yield yang lebih tinggi. Tetapi biaya operasional lebih besar karena jumlah alkohol
yang diperlukan [35, 24, 10] Ekstraksi reaktif menggunakan katalis padat memiliki biaya operasional yang
lebih rendah dan lebih kompatibel lingkungan [34]. Produksi biodiesel dengan teknologi ekstraksi reaktif dipengaruhi oleh enam parameter kunci ini, yaitu: ukuran
partikel, kecepatan pengadukan, suhu reaksi, waktu reaksi, konsentrasi katalis dan rasio molar alkohol dengan minyak [10].
Produktivitas dan umur ILs dapat ditingkatkan dengan menggabungkan sistem pemisahan untuk menghilangkan produk samping gliserol atau kelebihan air secara
bersamaan, seperti teknologi reaktif ekstraksi. Dengan menghapus gliserol secara bersamaan, resistensi perpindahan massa berkurang dan umur hidup lipase akan lebih
panjang [25].
2.4 TRANSESTERFIKASI
Metode yang paling umum dari produksi biodiesel adalah transesterifikasi atau alkoholisis minyak trigliserida dengan alkohol dengan adanya katalis yang
menghasilkan ester monoalkil dan gliserol [4]. Transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida yang terkandung dalam minyak dan penerima gugus asil. Penerima
gugus asil dapat berupa asam karboksilat asidolisis, alkohol alkoholisis atau ester lain interesterifikasi [36].
Universitas Sumatera Utara
Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserol [37]. Transesterifikasi
merupakan suatu reaksi kesetimbangan untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan metil ester biodiesel [38].
Transesterifikasi enzimatik minyak nabati dengan dimetil karbonat DMC dalam sistem pelarut dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3.
Tahap Pertama
Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterfikasi Trigliserida dengan Dimetil Karbonat
[16]
Yield biodiesel tidak hanya tergantung pada asal usul lipase, tetapi juga pada
susunan enzim diimobilisasi atau tidak, alkohol yang digunakan, rasio molar alkohol terhadap minyak, aktivitas air optimum, suhu reaksi, waktu reaksi, masa
pakai enzim, dan jenis solvent jika ada [39,40]. Alkohol berlebih dapat memberikan
Universitas Sumatera Utara
hasil tinggi dalam sintesis biodiesel dan biokatalis dapat digunakan beberapa kali terutama lipase terimmobilisasi. Lemak yang mengandung trigliserida dan FFA
dapat dikonversi secara enzimatik menjadi biodiesel dalam proses satu tahap [40].
2.5 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI MESOKARP SAWIT
Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia diikuti oleh Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua. Indonesia
diprediksi akan berkembang pesat. Total area perkebunan saat ini sekitar 8 juta hektar dan diperkirakan mencapai 13 juta hektar pada tahun 2020. Indonesia
menghasilkan lebih dari 23 juta ton minyak sawit pada tahun 2012. Minyak sawit merupakan komoditi yang memiliki potensi yang cukup besar, mesokarp sawit
diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun
peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar
mencapai sekitar 40 dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74 dari total
penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari mesokarp
sawit. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang
digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial TBS Tandan Buah Segar sawit dan biodiesel.
Harga TBS sawit = Rp 1700kg
[41] Harga Biodiesel
= Rp 8500liter [21] Dapat dilihat bahwa, harga jual TBS sawit sebagai bahan baku lebih rendah
dari harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini membawa nilai ekonomis dalam pembuatan
biodiesel dari mesokarp sawit. Dengan adanya kebijakan dari pemerintah mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan Menteri
ESDM Nomor 252013 sejak Agustus 2013 dimana memberikan dampak yang
Universitas Sumatera Utara
signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 100.
Produksi biodiesel di Indonesia dalam lima tahun terakhir 2009-2014 terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 49,8 per tahun, dari 412,98 ribu ton
ditahun 2009 menjadi 2,58 juta ton ditahun 2013. Demikian pula dengan ekspor selama periode tersebut, pada tahun 2009 ekspor biodiesel sebesar 309,15 ribu ton
dengan nilai US 199,6 juta, namun pada tahun 2013 ekspornya mencapai 1,69 juta dengan nilai US 1,41 milyar. Peraturan Menteri ESDM Nomor 252013 tentang
Penyediaan, Pemanfaatan, dan tata Niaga Bahan Bakar Nabati Biofuel Sebagai Bahan Bakar Lain mewajibkan setiap badan usaha untuk menggunakan pencampuran
bahan bakar nabati dengan bahan bakar solar sebesar 10 pada tahun ini dan akan meningkat hingga 20 pada tahun 2016.
Oleh karena itu, pemakaian biodiesel untuk menstubtitusi konsumsi solar semakin ditingkatkan. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh
peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel dapat fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi.
Produksi biodiesel menggunakan bahan baku mesokarp sawit dapat tetap menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke
depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN