Teori Strukturalisme Landasan Teori

7 didikan yang bersifat positif atau negatif. Menurut Wadedan Carol 2007:215menyebutkan bahwa Orangtua merupakan agen pengubah yang mampu membantu anak berubah haluan ke arah yang lebih sehat dengan selalu memastikan bahwa mereka rajin bersekolah, mengawasi mereka secara dekat, dan memberikan nilai-nilai kedisplinan yang konsisten.

2.1.4 Anak

Menurut Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi Terbaru:47 menyebutkan bahwa Anak merupakan keturunan dari ayah dan ibu. keturunan yang kedua.

2.2 Landasan Teori

Sebuah penelitian yang bersifat objektif harus menggunakan landasan teori. Landasan teori merupakan dasar sebuah penelitian. Landasan teori diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan.

2.2.1 Teori Strukturalisme

Kehadiran strukturalisme dalam penelitian sastra, sering dipandang sebagai teori dan pendekatan. Hal tersebut tidak salah, baik pendekatan maupun teori saling melengkapi dalam penelitian sastra. Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi pandang apa yang akan diungkap melalui karya sastra sedangkan teori adalah pisau analisisnya. Endraswara, 2008:49. Strukturalisme sebenarnya paham filsafat dunia sebagai realitas berstruktur. Dunia sebagai suatu hal yang tertib, sebagai sebuah relasi dan keharusan jaringan relasi ini merupakan struktur yang bersifat otonom. Karena keteraturan struktur itu, akan membentuk sebuah sistem yang baku dalam penelitian sastra. Menurut Junus dalam Endraswara, 2008:49 strukturalisme memang sering dipahami sebagai 8 bentuk. Karya sastra adalah bentuk. Karena itu, strukturalisme sering dianggap sekadar formalisme modern. Memang ada kesama antara strukturalisme dengan formalisme yang sama-sama mencari arti dari teks itu sendiri. Namun, melalui kehadiran Levi-Strause dan Propp yang mencoba menganalisis struktur mitos cerita rakyat, strukturalisme berkaitan pula dengan filsafat. Strukturalisme mampu menggambarkan pemikiran pemilik cerita. Hal ini berarti strukturalisme baik dalam sastra modern maupun sastra tradisional, tetapi akan berhubungan dengan hal-hal diluar struktur. Strukturalisme merupakan cabang penelitian sastra yang tidak bisa lepas dari aspek-aspek linguistik. Sejak jaman Yunani, Aristoteles telah mengenalkan strukturalisme dengan konsep: wholeness, unity, complexity, dan coherence. Hal ini mempersentasikan bahwa keutuhan makna bergantung pada koherensi keseluruhan unsur sastra. Keseluruhan sangat berharga dibanding unsur yang berdiri sendiri. Karena msasing-masing unsur memiliki peraturan yang membentuk sistem makna. Setiap unit struktur teks sastra hanya akan bermakna jika dikaitkan hubungannya dengan struktur lainnya. Hubungan tersebut dapat berupa pararelisme, pertentangan, inversi, dan kesetaraan. Yang terpenting adalah bagaimana fungsi hubungan tersebut menghadirkan makna secara keseluruhan. Sebagai contoh, kata manis baru bermakna lengkap ketika dipertentangkan kata pahit. Ini berarti struktur sastra memiliki fungsi. Endraswara, 2008:50. Menurut Jean Peaget dalam Endraswara 2008:50 strukturalisme mengandung tiga hal pokok. Pertama, gagasan keseluruhan wholness, dalam arti bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. 9 Kedua, gagasan transformasi transformation, struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang tersendiri self regulations yaitu tidak memerlukan hal-hal diluar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain. Endraswara, 2008:50. Paham strukturalis secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya telah menganut paham pruralis Paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure. Paham ini mencuatkan konsep sign dan mean bentuk dan maknaisi atau seperti yang dikemukakan Luxemburg tentang signifant-signife dan paradigma-syntagma. Kedua unsur tersebut saling berhubungan dan merajut makna secara keseluruhan. Karenanya, kedua unsur penting ini tidak dapat dipisahkan dalam penulisan sastra. Endraswara, 2008:50. Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk form dan isi content atau makna signifance yang otonom. Artinya pemahaman sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar sunsur pembangun karya sastra. Kebertautan unsur itu akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalis. Endraswara, 2008:50. Ide dasar strukturalis adalah menolak kaum mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan, teori ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang, dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembaca. Singkatnya, strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra. Endraswara, 2008:50. 10 Kehadiran strukturalisme telah mengalami evolusi yang panjang dan dinamis. Sampai sekarang penelitian struktural masih banyak dipakai di berbagai perguruan tinggi. Bahkan, di berbagai lembaga seperti Balai Bahasa dan Pusat Bahasa selalu mengandalkan strukturalisme.sebagai pisau penelitian. Hal ini memang beralasan karena penelitian struktural, peneliti justru tidak tergantung pada aspek lain di luar karya sastra. Melalui dikotomi bentuk dan isi juga telah melebar ke bidang antropologi struktural yang dipelopori oleh Levi-Strauss. Strukturalisme hadir sebagai upaya melengkapi penelitian sastra yang ekspresivisme dan berbau historis. Menurut paham strukturalisme, penelitian ekspresivisme dan historis telah “gagal” memahami karya sastra yang sesungguhnya. Karena, selalu mengaitkan karya sastra dengan bidang lain. Padahal, karya sastra itu sendiri telah dibangunkode-kode tertentu yang disepakati, sehingga memungkinkan pemahaman secara mandiri. Endraswara, 2008:51.

2.3 Tinjauan Pustaka