Metodologi Penelitian Hak Gugat Istri Ketika Suami Nusyuz

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian Kajian penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang diamati. Sedangkan yang dimaksud penelitian dengan menggunakan metode deskriptif analitis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan. 2. Tehnik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat pengumpul data melalui Library Research yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui metode penelitian kepustakaan, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari dan membaca yang terdiri dari : • Bahan Dokumen Primer yang bersumber pada perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian • Bahan Sekunder yang bersumber dari buku-buku ilmiah, buku-buku wajib, artikel dan majalah yang berhubungan dengan penelitian ini. 3. Tehnik Analisa Data Teknik analisa data merupakan teknik analisa data secara kualitatif qualitative content analysis 4. Tehnik penulisan Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini. Penulis berpedoman kepada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapat gambaran mengenai isi dari seluruh skripsi ini maka penulis mengurainya ke dalam lima 5 bab. Pembagian ini dibuat agar dalam pengembangannya dapat lebih sistematis Secara garis besar isi skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab pertama membahas tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua menguraikan nusyuz suami dan akibat hukumnya yang berisi pengertian dan dasar hukum nusyuz suami, kriteria nusyuz suami, faktor penyebab terjadinya nusyuz pada suami, kaidah penyelesaian nusyuz suami dan akibat nusyuz suami. Bab ketiga merupakan kajian tentang hak istri dan wewenang hakim terhadap nusyuz suami yang membahas tentang hak gugat istri ketika suami nusyuz, kompensasi gugat karena nusyuz suami dan wewenang hakim terhadap nusyuz suami. Bab keempat membahas tentang analisa perbandingan nusyuz suami dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif yang terdiri dari nusyuz suami dalam perspektif hukum Islam, nusyuz suami dalam perspektif hukum positif, persamaan dan perbedaan antara nusyuz suami dalam perspektif hukum Islam dengan hukum positif, solusi perbandingan dan analisis penulis. Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dari apa yang telah dikemukakan penulis dalam tulisan, beserta saran. BAB II NUSYUZ SUAMI dan AKIBAT HUKUMNYA A. Pengertian dan Dasar Hukum Nusyuz Suami a. Pengertian nusyuz : Secara kebahasaan, nusyuz dari akar kata an-nasyz atau an-nasyaaz yang berarti tempat tinggi atau sikap tidak patuh dari salah seorang diantara suami dan isteri atau perubahan sikap suami atau isteri. Dalam pemakaiannya, arti kata an- nusyuuz ini kemudian berkembang menjadi al-’ishyaan yang berarti durhaka atau tidak patuh. Disebut nusyuz karena pelakunya merasa lebih tinggi sehingga dia tidak merasa perlu untuk patuh. Ibnu Manzur dalam kitabnya, Lisan al-’Arab Ensiklopedi Bahasa Arab, mendefinisikan an-nusyuuz sebagai rasa kebencian salah satu pihak suami atau isteri terhadap pasangannya. Sementara itu, Wahbah az-Zuhaili mengartikan an-nusyuuz sebagai ketidakpatuhan salah satu pasangan suami-isteri terhadap apa yang seharusnya dipatuhi atau rasa benci terhadap pasangannya. 1 Para ulama memberi berbagai definisi tentang nusyuz. Menurut Imam Syirazi, nusyuz ialah istri yang bersikap durhaka, angkuh serta ingkar terhadap 1 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam vol-4, cet. Ke-1, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, h. 1353-1354 13 apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepada mereka mengenai tanggung jawab yang perlu dilaksanakan terhadap suami. Namun, berdasarkan nash-nash dari al-Qur’an dan Hadits, nusyuz tidak hanya berlaku dikalangan istri bahkan ia juga berlaku di kalangan suami. Maka nusyuz boleh dikatakan sebagai suami atau istri yang tidak melaksanakan tanggung jawab mereka terhadap pasangan sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Allah SWT kepada mereka. 2 Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena meninggalkan kewajibannya terhadap istrinya. Nusyuz suami terjadi apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya terhadap istrinya baik meninggalkan kewajiban secara materil atau non materil. Sedangkan nusyuz yang mengandung arti luas yaitu segala sesuatu yang dapat disebut menggauli istrinya dengan cara buruk seperti berlaku kasar, menyakiti fisik dan mental istri, tidak melakukan hubungan badaniyah dalam jangka waktu tertentu yang sangat lama dan tindakan lain yang bertentangan dengan asas pergaulan baik antara suami dan istri. 3 Menurut pendapat Ibnu Jarir Ath-Thabari yaitu firman Allah SWT ”Jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz ”, maksud ayat tersebut adalah istri khawatir akan nusyuz dari suaminya. Firman Allah SWT ”Atau 2 Norzulaili Mohd Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Undang-Undang Keluarga Islam , cet ke. 1, Kuala Lumpur: Kolej Universiti Islam Malaysia. 2007, h. 1-2 3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006, h. 193 bersikap tidak acuh ”, artinya berpaling dengan muka atau membawa pemberian yang pernah ia berikan kepadanya. 4 Di dalam kitab Tafsir Jalalain karangan Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti mengartikan nusyuzan sebagai sikap tak acuh hingga berpisah ranjang darinya dan melalaikan pemberian nafkahnya, ada kalanya karena marah atau karena matanya telah terpikat oleh wanita yang lebih cantik dari istrinya. Sedangkan I’radhan memalingkan muka darinya 5 Nusyuz pihak suami terhadap istri lebih banyak berupa kebencian atau ketidaksenangannya terhadap istri sehingga suami menjauh atau tidak memperhatikan istrinya. Selain istilah nusyuz pihak suami ada juga istilah i’rad berpaling. Perbedaan antara keduanya adalah jika nusyuz maka suami akan menjauhi istrinya sedangkan i’rad adalah suami tidak menjauhi istri melainkan hanya tidak mau berbicara dan tidak menunjukkan kasih sayang kepada istrinya. Dengan demikian maka setiap nusyuz pasti i’rad akan tetapi setiap i’rad belum tentu nusyuz. 6 Sedangkan Nahas memberikan perbedaan arti nusyuz dan i’radh. Ia 4 Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Quran Al-Azhim Lin- Nisa Tafsir Qur’an Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007, h. 111 5 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti; penerjemah Bahrun Abu Bakar, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut asbabun nuzul jilid 1, cet. Ke-7, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007, h. 420 6 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam vol-4, cet. Ke-1, h. 1355 menterjemahkan nusyuz dengan menjauhkan dirinya dan i’radh dengan tidak mencampurinya. 7 Dalam prakteknya nusyuz suami bisa berbentuk perkataan, perbuatan atau kedua-duanya. Yang berbentuk perkataan misalnya suami suka memaki-maki dan menghina isteri. Sedangkan yang berbentuk perbuatan misalnya suami mengabaikan hak isteri atas dirinya, berfoya-foya dengan perempuan lain, menganggap isterinya seolah-olah tidak ada. 8 Nusyuz adalah durhaka. Jadi, nusyuz suami adalah sikap suami yang telah meninggalkan kewajiban-kewajibannya, bertindak keras kepada istri, tidak menggaulinya dengan baik, tidak pula memberikan nafkah dan bersikap acuh tak acuh kepada sitri. 9 b. Dasar Hukum Nusyuz Suami Kemungkinan nusyuz tidak hanya datang dari istri akan tetapi dapat juga datang dari suami. Selama ini sering disalahpahami bahwa nusyuz hanya datang dari pihak istri saja. Padahal al-Qur’an juga menyebutkan adanya nusyuz dari suami seperti yang termaktub dalam al-Qur’an Qs. An-Nisa 4:128 10 7 Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, Medan: Kencana Prenada Media Group, 1962, h. 316 8 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, h. 1354 9 M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqih, cet. Ke-1, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, h. 251 ⌧ ☺ ☺ ☯ ⌧ ☯ ⌧ ⌧ ☺ ☺ Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap tak acuh, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Ayat ini menerangkan bagaimana cara yang mesti dilakukan oleh suami istri. Apabila istri merasa takut dan khawatir terhadap suaminya yang kurang mengindahkannya atau kurang perhatian kepadanya atau mengacuhkannya. 11 Hal ini juga seperti yang tertera dalam hadits Rasulullah SAW : َﺣ ْ َ َ ْﺑا ِﻢْﻴِﻜ وِﺎ َلَﺎَََ ِ ْﻴِِﺑَا ْ َ ِﺔَ : ْ : َلَﺎَََ ؟ ِ ْﻴََ َﺎَِﺪَﺣَا َجْوَز َﺣ ﺎَ ِﷲا َلْﻮ َرﺎَ : ِ ْﻴَْﻟا ِ ﱠ ِا َﺮ ْﻬَ َ َو ْ ﱢََ َ َو َ ْ َﻮْﻟَا ِبِِِِﺮ َ َ َو َ ْﻴَﺴَْآا اَذِا ﺎَﻬﺴْﻜََو َ َْآَا اَذِا ﺎَﻬﻤَ ْﻄَ ور ا ا ﻟاو دواد ﻮﺑاو ﺪﻤﺣ نﺎ ﺣ ﺑا ﺻو ﺑ يرﺎﺨ ﻟا و ﺎ ﺑاو ئﺎﺴ ﻢآﺎ ﻟاو 12 10 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.11974 sampai KHI , cet. Ke-1, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2004, h. 210 11 Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, h. 316 Artinya: Dari hakim bin Mu’awiyah dari bapaknya, ia berkata : Saya bertanya: Ya Rasulullah Apa kewajiban seseorang dari kami terhadap istrinya? Rasullah bersabda : ”Engkau beri makan dia apabila engkau makan, engkau beri pakaian kepadanya apabila engkau berpakaian, jangan engkau pukul mukanya, jangan engkau jelek-jelekkan dia dan jangan engkau jauhi seketiduran melainkan di dalam rumah. diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Buhkari sebagiannya dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim. Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman dalam Qs. An-Nisa 4: 129 ⌧ ☺ ☺ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan didukung pula dengan hadits Rasulullah SAW : َلﺎَ َْ ﷲا َ ِ َر ِﻚِﻟﺎَ ْﺑ ََا ْ َ : َجﱠوَﺰَ اَذِا ِﺔﱠﺴﻟا ِ َ َﻟا َﻰ َ َﺮْﻜِﻟا َﺮﻟا َﺎهَﺪِْ َمَﺎََا ِ ْﻴ ِِﻟا َﻰ َ ْﻴﱠﻟا َجﱠوَﺰَ اَذِاَو َﻢَﺴََو ًﺎ َْ ِﺮْﻜ ﺛ َ َﺛ ﺎَهَﺪِْ َمَﺎ َا ْ َﻟ ِْ ْﻮََﻟَو َﺔَﺑَ ِ ْﻮﺑَا َلَﺎ َﻢَﺴَ ﱠﻢﺛ ًﺎ َﻢﱠَ َو ِ ْﻴََ ﷲا ﱠﻰ َﺻ ِﱠﻟا َﻰﻟِا َ ََر ًﺎﺴََا ﱠنِا 13 Artinya: Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, ”Termasuk as-Sunnah, jika seorang laki-laki menikahi gadis daripada janda, maka dia menetap disisinya selama 7 hari, kemudian dia membagi diantara istrinya dan 12 Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Jami’i Adillatul Ahkam , Qahirah: Darul Hadits, 2003, hadits ke-955, h. 175 13 Abdullah bin Abdurrahman bin Shahih bin Ali Bassam, Taisirul-allam Syarh Umdatul- Ahkam, Jeddah: Maktabah As-Sawadi Lit-Tauzi’, 1992, hadits ke 307 jika menikahi janda, maka dia menetap di sisinya selama 3 hari kemudian membagi diantara istrinya”. Abu qilabah berkata ”sekiranya aku menghendaki tentu dapat kukatakan, ”Sesungguhnya Anas memarfu’kannya kepada nabi SAW”. Suami dikatakan nusyuz apabila tidak adil ketika melayani istri-istrinya seperti di dalam hadits yang telah dinyatakan sebelum ini yaitu Allah SWT akan membangkitkan suami yang tidak adil terhadap istri-istrinya pada hari kiamat dalam keadaan bahu yang senget sebelah. Selain itu tindakan tidak memberi nafkah kepada istri sedangkan ia adalah seorang yang berkemampuan juga dianggap sebagai nusyuz. Memberi nafkah kepada istri merupakan kewajiban bagi setiap suami sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. At-Thalaq 65:7 ☺ Artinya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya, Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya, Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. Berkata dan berlaku kasar kepada istri seperti menghardik, menghina dan memukul tanpa sebab sedangkan istri taat dan tidak durhaka kepada suaminya juga dianggap sebagai nusyuz. Berdasarkan kepada nash-nash al-Qur’an dan Sunnah diatas maka jelaslah menunjukkan nusyuz tidak hanya berkemungkinan berlaku kepada istri saja tetapi suami juga dapat dikategorikan nusyuz. B. Kriteria Nusyuz Suami Kriteria nusyuz suami ada 11 yaitu sebagai berikut : 1. Sikapnya menampakkan tanda-tanda ketidakpedulian, seperti meninggalkan istri dari tempat tidur kecuali sekedar melakukan sesuatu yang wajib, atau kebencian terhadap istrinya terlihat nyata dari sikapnya. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an Qs. An-Nisa 4: 128 2. Meninggalkan suatu kewajiban, seperti tidak memenuhi nafkah. Hal ini banyak dibicarakan dalam fiqih imamiyah yaitu tentang pelanggaran terhadap kewajiban nafkah yaitu tidak memberi nafkah dengan sengaja padahal ia tahu dan ia mampu untuk menafkahi keluarganya. 14 Hal ini sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah SWT Qs. At-Thalaq 65 : 7. Sudah menjadi ketetapan agama bahwa suami harus memberikan belanja untuk makan, minum dan pakaian serta tempat tinggal untuk istri dan anak- anak yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. 15 14 Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf Hasan Saleh. Perceraian Salah Siapa?; Bimbingan Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, cet ke-1, Jakarta: Lentera, 2001, h.156-159 15 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, cet. Ke-1, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997, h. 33 3. Keangkuhan, kesewenang-wenangan, dan kesombongan seorang suami terhadap istri. Hal ini sebagaimana nabi Rasulullah SAW bersabda : َلَﺎ َﺎﻤﻬَْ ﷲا َ ِ َر ِصَﺎ ﻟا ْﺑوﺮْﻤَ ِ ْﺑ ِﷲاِﺪَْ ْ َ َو : ِ ْﻴََ ﷲا ﱠﻰ َﺻ ِﷲا لْﻮ َر َلَﺎ َﻢﱠَ َو : ِتْﻮ َ ْ َ َ ﱢﻴَ ْنَا ًﺎﻤْﺛِا ِءْﺮَﻤْﻟﺎِﺑ ﻰََآ ﺮﻴﻏو دواد ﻮﺑا اور ﻴ ﺻ ﺪﺣ 16 Artinya : Dari Abdullah Ibn Amr Ibn Al-’Ash dia berkata : Rasulullah bersabda : Cukuplah dosa seseorang apabila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya. Hadits shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya 4. Nusyuz sebagai kedurhakaan suami yaitu yang mempunyai perangai yang kasar atau tindakannya yang membahayakan istri. 17 Perlakuan kasar kepada istri mencakup ucapan yang menyakitkan atau tindakan yang menyakiti fisiknya. Bentuk tindakan yang menyakitkan perasaan istri misalnya mencari kesalahan istri, menghianati kesanggupan janji-janji kepada istri dan lain- lain. 18 5. Sikap tidak adil suami kepada para istrinya khusus pelaku poligami yaitu suami yang beristri 2 atau sampai 4 orang terkena kewajiban untuk berlaku adil kepada istrinya. Keadilan yang dimaksud adalah memperlakukan sama 16 Abi Zakariyah Yahya bin Syarif An-Nawawi Ad-Dasyiqiy, Riyadhus Sholihin, Bairut: Darul Fikr, 1994, hadits ke-6, h. 155 17 Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili; penerjemah Muhdhor Ahmad Assegaf Hasan Saleh. Perceraian Salah Siapa?: Bimbingan Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, h. 152 18 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 75-77 dalam hal-hal yang bersifat dhahir yaitu dalam pemberian nafkah, pergaulan dan kebutuhan seksual. Sedangkan dalam hal cinta yang bersifat bathin, suami tidaklah dituntut seperti halnya perlakuannya dalam urusan dhahir. 19 Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah Qs. An-Nisa 4 : 129 dan sabda nabi Muhammad SAW : َلَﺎ َﻢََ َو ِ ْﻴََ ﷲا ﱠﻰ َﺻ ِﱠﻟا ﱠنَا َةَﺮَْﺮه ﻰِﺑَا ِ َ : َﻰﻟِا َلﺎَﻤَ ِنَﺎ َأ َﺮْ ا َﻟ ْ ََﺎآ ْ َ َِﺎ ِ َو ِﺔَ َﺎﻴِﻟا َمْﻮَ َءَﺎ َﺎﻤهَﺪْﺣِا ﻴ ﺻ ﺪ و ﺔ ﺑر او ﺪﻤﺣا اور 20 Artinya : Dari Abu Hurairah sesungguhnya nabi SAW telah bersabda : Barang siapa ada baginya dua istri, lalu ia condong kepada salah seorang, maka akan datang padanya hari kiamat dalam keadaan sebelah dari barangnya miring atau senget. Riwayat Ahmad dan Imam yang empat dan sanadnya sahih 6. Segala sesuatu yang dilakukan suami dalam menggauli istrinya dengan cara yang buruk 21 seperti tidak memberikan kebutuhan seksual istri 22 dan menyenggamai istri pada waktu haid 23 7. Tidak mau melunasi hutang mahar. Perintah untuk membayar mahar kepada wanita yang menjadi istrinya tersebut sebagaimana diatur di dalam al-Qur’an Qs. An-Nisa 4 : 4 19 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 102-103 20 Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Jami’i Adillatul Ahkam , hadits ke-991, h. 181 21 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 193 22 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 57 23 Ibid, h. 67 ☺ ⌧ Artinya: Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya. Seorang suami yang tidak melunasi mahar istrinya yang masih dihutanginya berarti telah menipu istrinya, maka suami yang memiliki kemampuan untuk membayar hutang mahar kepada istri, namun tidak mau melunasinya berarti telah berbuat durhaka terhadap istrinya. 24 8. Menarik kembali mahar tanpa keridhaan istri. Di dalam Qs. An-Nisa 4: 21 ⌧ ⌧ Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul bercampur dengan yang lain sebagai suami- isteri. dan mereka isteri-isterimu telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. Ayat diatas dengan tegas mencela suami yang meminta atau menarik kembali mahar yang telah diberikan kepada istrinya baik menarik seluruhnya atau sebagiannya karena mahar itu mutlak menjadi hak istri, maka menarik kembali berarti merampas hak orang. Perbuatan semacam ini tidak ubahnya 24 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, 17-20 orang yang melakukan perampasan. Merampas harta orang adalah suatu perbuatan yang sudah jelas terlarang. 25 9. Mengusir istri keluar dari rumah artinya melarang istri untuk tinggal serumah dengannya. Selama seorang wanita menjadi istri dari seorang laki-laki, ia mempunyai hak untuk bertempat tinggal di rumah yang ditinggali suaminya. Sekiranya suami punya masalah dengan istri, maka ia tidak boleh semena- mena mengusir istri dari rumahnya, sehingga ia kehilangan hak untuk tinggal di dalam rumahnya. 26 10. Menuduh istri berzina tanpa bukti yang sah. 27 11. Menceraikan istri dengan sewenang-wenang. 28 C. Faktor Penyebab Terjadinya Nusyuz pada Suami Sebab-sebab yang melatarbelakangi nusyuz suami ada 11 yaitu sebagai berikut: 1. Kurangnya didikan agama, sehingga suami tidak mengetahui hak dan kewajibannya dalam berumah tangga. 2. Karena istri lebih dari satu, sedangkan syarat-syaratnya tidak mencukupi. 29 Dan suami lebih condong kepada salah satu dari istrinya sehingga mengabaikan istrinya yang lain. 30 25 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 24-28 26 Ibid, h. 110-111 27 Ibid, 124 28 Ibid, 134 3. Pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga yang dimaksud adalah adanya wanita idaman lain suami selain istri. Suami tertarik kepada perempuan lain sehingga dia lupa kepada istri dan keluarganya. 31 4. Cemburu yang berlebihan. Apabila kecemburuan tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan permusuhan antara suami istri. 5. Suami adalah seorang yang pemalas yang tidak senang memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga. 32 Jika istri bekerja untuk menyediakan kebutuhan ekonomi keluarga bukan berarti suami bebas secara penuh atas nafkah yang menjadi tanggung jawabnya terhadap keluarga. 6. Rasa bosan. Hal ini akan timbul dalam sebuah hubungan jika tidak didasarkan atas cinta yang dalam dan mulai timbul rasa jenuh. 33 7. Karena suami menganggap istrinya tersebut tidak lagi menarik atau sudah tua atau sakit-sakitan dan tidak dapat memenuhi seleranya sehingga dia enggan untuk memenuhi kebutuhan istrinya. 34 8. Tidak tertarik lagi kepada istrinya karena istrinya kurang memperhatikan perawatan fisik. 35 29 Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga Panduan Perkawinan, cet. Ke-1, Jakarta: Kalam Mulia, 1998, h. 31 30 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 37 31 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 37 32 Ibid, h. 120 33 Mufidah, C.H., Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN-Malang Press, 2008, h. 195-201. 34 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 106 9. Emosi yang tidak stabil karena tekanan di luar keluarga. 36 10. Kesal atas perlakuan istri yang dirasakan tidak menyenangkan dirinya. 37 11. Karena pengaruh kebiasaannya yang buruk dalam pergaulan di luar rumah tangga misalnya kebiasaan main judi, minum-minuman keras dan melakukan akhlak buruk lainnya. 38 D. Kaidah Penyelesaian Nusyuz Suami Syara’ telah menetapkan tindakan yang perlu diambil oleh seorang istri dalam menangani nusyuz suami. Sekiranya nusyuz berlaku di pihak suami, tindakan yang dilakukan oleh istri seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an ialah dengan menasehati kemudian diikuti dengan perdamaian dan memperbaiki diri dari pihak istri jika ada sikap istri yang tidak disukai suami atau dengan mengurangi hak-hak daripada istri. Kaedah yang ketiga adalah membuat pengaduan kepada hakim atau menggugat cerai. Sekiranya ketiga kaidah ini akan dijelaskan sebagai berikut : Kaedah pertama : nasehat Suami istri mempunyai hak yang sama antara satu sama lain dalam melaksanakan tugas mengajak ke arah kebaikan dan mencegah kemungkaran. Istri berhak menasehati suami agar kembali bertanggung jawab kepada keluarga 35 Ibid, h. 61 36 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 78 37 Ibid, h. 29 38 Ibid, h. 79 dan mengingatkan mereka tentang azab yang bakal diterima bagi suami yang mengabaikan dalam melaksanakan tanggung jawab terhadap istri dan keluarganya. 39 Allah SWT telah mensifatkan suami itu sebagai pemimpin bagi istri dan keluarga, bukan berarti istri tidak ada hak untuk menegur suami yang nusyuz. Mereka perlu menjalankan tugas mereka sebagai istri untuk menasehati suami agar kembali ke jalan yang benar. Semoga dengan nasehat akan menyadarkan suami untuk dapat kembali melaksanakan tanggung jawab mereka. 40 Kaedah kedua : perdamaian Jika seorang istri merasa suaminya kurang memerhatikannya karena beberapa hal seperti karena urusan pekerjaan sehingga tidak ada waktu lagi bagi suami untuk mengurus rumah tangganya terlebih lagi istrinya. Maka apabila pihak istri merasa takut terjadi sesuatu hal yang tidak baik karena suaminya lebih mementingkan urusan pekerjaannya daripada keluarga, lebih baik kalau istri mengadakan perdamaian dengan suaminya. 41 Perdamaian yang dimaksud adalah istri yang mengurangi hak-haknya yang perlu ditunaikan oleh suami seperti mengurangi kadar mahar yang tertangguh, nafkah atau hak-hak persamaan bagi yang berpoligami. Tindakan 39 Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Undang-Undang Keluarga Islam , h. 22-23 40 Ibid, h. 25 41 Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, h. 316 istri seperti ini bertujuan mengembalikan ketentraman dan keamanan dalam kehidupan rumah tangga. Tindakan perdamaian ini juga merupakan salah satu kaedah untuk menghadapi nusyuz di pihak suami. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa 4:128 ⌧ ☺ ☺ ☯ ⌧ ☯ ⌧ ⌧ ☺ ☺ Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap tak acuh, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Menurut pendapat Ibnu Jarir Ath-Thabari firman Allah ”Maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya ”, Allah mengatakan kepada mereka berdua, ”Tidak mengapa” maksudnya adalah istri yang khawatir suaminya nusyuz atau berpaling darinya maka tidak mengapa jika ia memilih mengalah dan tetap memenuhi hak suaminya agar tali perkawinan antara keduanya tetap berlanjut. 42 Firman Allah SWT ”Jika kamu memperbaiki pergaulan dengan istrimu dan memelihara dirimu dari nusyuz dan sikap acuh 42 Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Quran Al-Azhim Lin- Nisa Tafsir Qur’an Wanita, h. 111 tak acuh ”, artinya jika kalian telah berbuat baik terhadap istri kalian dan apabila kalian membenci sikap dan perilaku mereka, bersabarlah dan penuhilah hak-hak mereka. Selain itu perlakukanlah ia dengan baik dan bertakwalah kepada Allah atas tindakan zalim mereka. 43 Menurut ayat terakhir jika terjadi satu peristiwa antara suami istri yaitu setelah istri memerhatikan keadaan suaminya dan dia merasa khawatir dan takut suaminya akan menyia-nyiakannya atau mengalami kekurangan belanja. Maka baiknya kedua belah pihak melakukan perdamaian dengan cara yang baik bukan merajuk kepada suaminya supaya gilirannya sebagai istri diserahkan saja kepada madunya. 44 Hal ini terlihat seperti hadits yang berikut ini : َِﺔَ ْ َز ِ ِْﺑ َةَدْﻮَ ﱠنَا َﺔَ َِﺎ ْ َ ﱠﻟا َنَﺎآَو َﺔَ َِﺎ ِﻟ َﺎﻬَ ْﻮَ ْ ََهَو ﻢِﺴَْ َﻢََ َو ِ ْﻴََ ﷲا ﱠﻰ َﺻ ِ َِﺔَ ِﺎَ ِﻟ َةَدْﻮَ َمْﻮََو ﺎَﻬَ ْﻮَ ﻴ 45 Artinya: Dari Aisyah bahwa sesungguhnya Saudah binti Zam’ah hibahkan hari gilirannya kepada Aisyah maka nabi SAW menggilir bagi Aisyah harinya dan hari Saudah Hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Sa’id Ibnu Manshur juga meriwayatkan dari Sa’id Ibnu Musayyib bahwa putri Muhammad bin Maslamah adalah istri Rafi’ bin Khudaij. Lalu Rafi’ 43 Imad Zaki Al-Barudi, penerjemah: Tim Penerjemah Pena, Tafsir Al-Quran Al-Azhim Lin- Nisa Tafsir Qur’an Wanita , h. 113 44 Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, h. 316 45 Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Jami’i Adillatul Ahkam , hadits ke-994, h. 181 menjadi tidak suka terhadapnya entah karena sudah tua atau lainnya, lalu ia ingin menceraikannya. Maka istrinya itu berkata ”Jangan kau cerai aku, aku rela menerima apa saja yang akan kau berikan padaku.” Al-Hakim meriwayatkan bahwa Aisyah berkata : ”firman Allah .....dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka.... ” turun pada seorang lelaki yang punya seorang istri yang telah melahirkan beberapa anak untuknya, kemudian ia ingin menceraikannya dan ingin menikah dengan yang lain. Istrinya memohon kepadanya agar dia tetap dijadikan istrinya walaupun tidak mendapat giliran.” 46 Selain hadits tentang Saudah dan seorang istri yang habis melahirkan ada juga hadits dari Ibnu Jarir dari Sa’id bin Jubair berkata ketika turun ayat ”Jika seorang istri takut suaminya nusyuz atau bersikap tak acuh ”, kemudian datanglah seorang wanita kepada suaminya dan ia berkata ’Saya ingin mendapat pembagian nafkah darimu’, sebelum itu ia telah ditinggalkan tetapi tanpa diceraikan dan tidak pula didatanginya. 47 Imam Nawawi juga menyatakan apabila telah jelas tanda-tanda nusyuz pada suami disebabkan umur istri telah lanjut ataupun dalam keadaan sakit dan pada waktu itu istri berpendapat dengan mengurangi hak-haknya seperti mengurangi nafkahnya, hak kesamarataan dan seumpamanya dapat menjernihkan 46 Jalaluddin As-Suyuthi, penerjemah Tim Abdul Hayyie, Asbabun Nuzul: Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an , cet. Ke-1, Jakarta: Gema Insani. 2008, h. 204-205 47 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti; penerjemah Bahrun Abu Bakar, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut asbabun nuzul jilid 1, h. 421 hubungan mereka semula, maka itu dibenarkan. 48 Maka tidak ada salahnya bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya. Perdamaian yang dilakukan dengan merelakan haknya itu adalah dalam hal bergilir dan pemberian nafkah demi mempertahankan keutuhan keluarga karena hal itu lebih baik daripada perceraian dan perpisahan. Hal ini juga didukung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: 1 ”Hakim memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. dan 2 ”Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang”. Kaedah ketiga : membuat pengaduan kepada hakim Sekiranya semua kaedah yang telah disebutkan diatas tadi tidak dapat mengubah sikap suami, maka istri hendaklah mengambil alternatif untuk membuat pengaduan atau memasukkan gugatan ke pengadilan agama. Hal ini karena jika ia dibiarkan berlarut berkemungkinan akan memburukkan lagi keadaan yang sudah ada. Muhammad Uqlah juga menegaskan bahwa istri tidak seharusnya berdiam diri apabila suaminya tetap nusyuz sekalipun kesemua kaedah yang telah disebutkan diatas telah digunakan. Ini karena jika dibiarkan keadaan akan 48 Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Undang-Undang Keluarga Islam ,.h. 23-24 bertambah buruk. Sebaiknya istri hendaklah mengadu kepada pihak-pihak yang dapat menyelesaikan permasalahan mereka seperti ke konsultan hukum atau mengajukan gugatan ke pengadilan agama. Seterusnya pengadilan akan mengambil tindakan yang sewajarnya dalam menyelesaikan nusyuz suami. 49 E. Akibat Nusyuz Suami Di dalam melanggengkan hubungan suami dan istri diperlukan adanya kesepahaman dan kesetaraan dalam menjalankan roda rumah tangga melalui rambu-rambu ”hak dan kewajiban suami istri”, tanpa harus ada yang menjadi superioritas di satu sisi tetapi muncul subordinasi di pihak lain. 50 Maka ketika suami melalaikan kewajibannya dan istrinya berulangkali mengingatkannya namun tetap tidak ada perubahan, al-Qur’an seperti yang terdapat dalam Qs. An- Nisa 4:128 menganjurkan perdamaian dimana istri diminta untuk lebih bersabar menghadapi suaminya dan merelakan hak-haknya dikurangi untuk sementara waktu. 51 Namun jika jalan perdamaian tidak berhasil maka dapat diambil jalan cerai baik itu cerai talak yang akan dilakukan suami atau cerai gugat yang dilakukan istri. 49 Norzulaili Mohd. Ghazali, Nusyuz, Syiqaq, dan Hakam menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Undang-Undang Keluarga Islam, h. 24-25 50 Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai Komunitas Adat, Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007, h. 18 51 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.11974 sampai KHI , h. 211 Berikut ini adalah akibat dari nusyuz suami : 1. Terlantarnya istri dan anak 52 2. Retaknya hubungan suami istri atau terjadinya ketegangan antara mereka karena istri selalu merasa tertekan. 53 3. Istri dapat mengajukan gugatan cerai Ketika suami nusyuz dan akibatnya istri meminta cerai maka terjadilah khulu’ . Syarat sah terjadinya khulu’ adalah adanya sesuatu yang diserahkan kepada suami dari benda-benda yang layak untuk diberikan yang berasal dari pemberian suami sebagai pihak yang berhak menjatuhkan talak. Akan tetapi seorang suami tidak boleh memberikan suatu tekanan kepada istri. 54 4. Hilangnya hak untuk mendapatkan tebusan atau kompensasi Haram hukumnya menyakiti istri supaya dia minta khulu’. Suami diharamkan menahan dan menghalangi sebagian dari hak-hak istrinya dengan cara menyakiti hatinya supaya nantinya istri tersebut minta lepas dan menebus dirinya dengan khulu’. Suami yang melakukan hal demikian akan dikutuk dan 52 Muhammmad Thalib, 20 Perilaku Durhaka Suami Terhadap Istri, h. 39 53 Ibid, h. 80 54 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.11974 sampai KHI, h. 697 dilaknat oleh Allah SWT, hal ini sebagaimana didalam firman-Nya Qs. An- Nisa 4: 19 55 ⌧ ☺ ⌧ ☺ ☺ ⌧ ⌧ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. Menurut kelompok dari kalangan ulama salaf dan para imam khalaf yang menyatakan bahwa tidak dibolehkan khulu’ kecuali jika terjadi perselisihan dan nusyuz dari pihak istri. Maka pada saat itu bagi suami diperbolehkan untuk menerima fidya tebusan. Khulu’ tidak disyari’atkan kecuali dalam kondisi seperti ini sehingga tidak diperbolehkan melakukan khulu’. Demikian juga menurut Ibnu Abbas, Thawus, Ibrahim, Atha’, Al-Hasan dan jumhur ulama. Imam Malik dan Al-Auza’i mengatakan Seandainya suami mengambil 55 Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai Komunitas Adat , h. 24 suatu tebusan dari istrinya yang hal itu membahayakan istrinya tersebut, maka ia harus mengembalikannya dan jenis talaknya adalah talak raj’i. 56 Menurut sebagian ulama berpendapat bahwa suami dilarang mengambil tebusan dari istrinya kecuali jika istrinya telah nusyuz sebelumnya. 57 Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tebusan itu hanya diberikan sewaktu istri nusyuz saja. Maka ketika terjadi nusyuz pada suami dan istri mengguggat cerai, tebusan yang seharusnya diberikan untuk suaminya sebagai ganti dari kebebasannya itu akan hilang atau suami yang nusyuz tidak dapat tebusan dari istri yang meminta cerai. 56 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia ; Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No.11974 sampai KHI , h. 308-309 57 Abd. Al-‘Adzim Ma’ani dan Ahmad al- Ghundur, Hukum-hukum dari al-Qur’an dan Hadits Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003, h. 125

BAB III Perceraian Karena Nusyuz Suami

A. Hak Gugat Istri Ketika Suami Nusyuz

Perceraian sebagai sesuatu perbuatan yang halal namun tidak dusukai Allah SWT. Tidak disukai perceraian karena ia memilki berbagai dampak negatif bagi kedua belah pihak maupun anak keturunannya. Dampak tersebut antara lain secara psikologi, moral, sosial dan ekonomis. 1 Perceraian memang tidak selamanya buruk, sebab boleh jadi dengan perceraian seseorang kemudian akan mendapat pengganti yang lebih baik, sehingga tujuan perkawinan diharapkan dapat tercapai. Melihat kenyataan bahwa perceraian merupakan suatu hal yang sama sekali tidak bisa dihindari dalam kehidupan perkawinan, maka islam pun memberikan legislasi akan adanya perceraian. 2 Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang menegaskan bila seseorang dihadapkan pada suatu dilema, maka dia dibenarkan untuk memilih melakukan kemudharatan yang paling ringan di antara beberapa kemudharatan yang sedang dihadapinya. 3 1 Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Salehah, cet. Ke-3, Jakarta: Penamadani, 2004, h. 224 2 Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai Komunitas Adat , Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007, h. 5 3 Ibid, h. 6 36 Istri berhak untuk mengajukan gugatan manakala suami menyimpang dari tujuan perkawinan seperti meninggalkan istri dalam waktu tertentu tanpa persetujuan istri, melakukan pelecehan dan kekerasan atau menyengsarakan istri atau tidak lagi mampu melaksanakan nafkah lahir batin. 4 Al-Quran Qs. an-Nisa 4 : 128 menjelaskan bahwa seorang istri berhak menuntut cerai seandainya merasa khawatir atas kekejaman suami. 5 Dengan demikian apabila istri khawatir suami tidak menunaikan kewajiban yang telah ditetapkan syari’ah dalam ikatan perkawinan, istri dapat melepaskan diri dari ikatan perkawinan dengan menyerahkan kembali seluruh atau sebagian harta kekayaan yang diterimanya dari suaminya. Akan tetapi jika istri tidak mampu membayar masih ada cara lain untuk memutuskan ikatan perkawinan itu melalui mubarat yaitu tidak ada pembayaran pengganti yang harus diberikan dan perceraian itu sendiri sah, semata-mata berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. 6 Seperti yang telah ditetapkan syariah yaitu diberikan hak bagi suami untuk menceraikan istrinya maka istri juga dapat menuntut cerai kalau cukup alasannya. Apabila suami berlaku kejam, maka istri dapat meminta cerai khulu’. Sering terjadi kasus-kasus penyiksaan dan perlakuan semena-mena terhadap istri karena 4 Anik Farida dkk, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai Komunitas Adat , Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007, h. 30-31. 5 A. Rahmani, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah Syariah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, h.252 6 Ibid, h. 253 dikalangan masyarakat dimana perceraian tidak diperkenankan. Islam dengan sikap membolehkan cerai karena inisiatif istri telah menyelamatkan banyak keluarga muslim serta tidak mengakibatkan anak-anak sengsara. 7 Seorang istri boleh mengajukan gugat cerai kepada suaminya karena suaminya sering melakukan perbuatan zina, pemabuk, penjudi, penipu, perampok dan tindakan-tindakan yang negatif lainnya yang jelas-jelas keluar dari riil yang telah digariskan agama. 8 Hal ini juga didukung dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 39 ayat 1 yang berbunyi: ”Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Dan pasal 39 ayat 2 yang berbunyi: ”Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri”. 9 Serta pasal 40 1 yang berbunyi ”Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan”. Dan Kompilasi Hukum Islam pasal 132 yang berbunyi ”Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, 7 A. Rahmani, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah Syariah, h. 259 8 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, cet. Ke-1, Jakarta: Darussalam, 2004, h. 261 9 Penjelasan pasal 39: Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah 1 Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pamadat, penjudi, 2 Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun berturut-turut, 3 Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun, 4 Salah satu pihak melakukan kekejaman dan penganiayaan berat, 5 Salah satu pihak mendapat cacat badan, 6 Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman”.

B. Kompensasi Gugat Karena Nusyuz Suami