Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf Di Kota Medan

(1)

PROBLEMATIKA PENDAFTARAN TANAH WAKAF

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM : 070200383

MELISA CHAIRANI

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Program Kekhususan Hukum Agraria

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PROBLEMATIKA PENDAFTARAN TANAH WAKAF

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh :

NIM : 070 200 383

MELISA CHAIRANI

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Program Kekhususan: Hukum Agraria

Disetujui Oleh:

Ketua Dep. Hukum Administrasi Negara Ketua PK. Hk. Agraria

(Surianingsih, SH, M. Hum) (Prof. Dr. Mhd. Yamin, SH.MS,CN NIP: NIP: 1961 12 31 1987 03 10 23

)

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

(Prof.DR.H.Mhd. Yamin Lubis ,SH.MS.CN) NIP: NIP:

(Zaidar,SH,M.Hum)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

ABSTRAK

Wakaf merupakan salah satu ibadah yang mempunyai dimensi sosial di dalam agama Islam. Dalam pelaksanaan wakaf, Pembuatan Akta Ikrar Wakaf mempunyai arti yang sangat penting, karena dengan dibuatnya Akta Ikrar Wakaf, maka perwakafan tersebut akan terbukti otentik dalam akta dan dapat melindungi serta menjamin kesinambungan, kelestarian dan kelanggengan eksistensi wakaf itu sendiri, yang dapat dipergunakan dalam berbagai persoalan. Namun pada kenyataannya masih terdapat pelaksanaan wakaf yang dilakukan hanya memenuhi syarat sahnya wakaf menurut hukum Islam tanpa Pembuatan Akta Ikrar Wakaf.

Metode pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis. Data sekunder diperoleh dengan studi kepustakaan (library research) dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini dan juga melakukan penelitian (field research) dengan melakukan wawancara dengan pihak yang berwenang di Kantor Pertanahan Kota Medan dan Nadzir.

Proses mekanisme pelaksanaan perwakafan tanah di kota Medan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 secara materil baru terjadi setelah melewati prosedural pembuatan akta ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan para saksi serta Nadzir. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) ex-officio Kepala Kantor Urusan Agama setempat yang dituangkan ke dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW), namun secara formil prosedural kepemilikan tanah wakaf lahir setelah diterbitkannya sertipikat tanah wakaf oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam hal ini kantor pertanahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan dalam pendaftaran tanah wakaf di kota Medan antara lain, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat dalam hal ini Nadzir untuk melakukan sertifikasi tanah wakaf di kota Medan yang belum maksimal. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kota Medan dalam menyelesaikan problematika pendaftaran tanah wakaf adalah apabila wakif masih hidup bentuk pengamanannya dengan dibuatkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (AIW), apabila wakif telah meninggal dunia bentuk pengamanannya dengan dibuatkan Akta Pengganti Ikrar Wakaf (APAIW) oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (AIW), melakukan balik nama dalam rangka pembuatan sertipikat wakaf.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan

2. Bapak M. Husni, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan III FH. USU Medan 3. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS, sebagai Pelaksana Ketua Departemen

Hukum Keperdataan

4. Bapak Prof.Dr.H. Mhd. Yamin Lubis, SH.MS.CN sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi.

5. Ibu Zaidar, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.


(5)

7. Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada orang tua tercinta ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan sangat banyak dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Allah SWT yang dapat membalas budi baik semuanya.

Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, Juni 2011 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II : PERKEMBANGAN PERWAKAFAN TANAH DI KOTA MEDAN ... 24

A. Tinjauan Tentang Pendaftaran Tanah ... 24

1. Pengertian Pendaftaran Tanah ... 25

2. Lembaga Pendaftaran Tanah ... 25

3. Azas-Azas Pendaftaran Tanah ... 25

4. Tujuan Pendaftaran Tanah ... 26

5. Sertipikasi Pendaftaran Tanah ... 27

B. Perkembangan Pendaftaran Tanah Wakaf di Kota Medan . 29 1. Objek, Sifat, Tujuan Serta Syarat-Syarat Perwakafan Tanah ... 29

2. Tatacara Perwakafan Tanah... 38

3. Pelaksanaan dan Perkembangan Perwakafan di Kota Medan ... 41


(7)

4. Aspek Hukum Pendaftaran Tanah Wakaf ... 49

BAB III : KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI NADZIR

DALAM PENDAFTARAN TANAH WAKAF ... 56 A. Kendala Yang Dihadapi Nadzir Dalam Pendaftaran Tanah

Wakaf ... 56 B. Peran Nadzir Sebagai Penerima Wakaf Dalam Proses

Terjadinya Perwakafan ... 60 C. Tanggung Jawab Nadzir ... 63 BAB IV :

UPAYA PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM MENGATASI PROBLEMATIKA PENDAFTARAN

TANAH WAKAF ... 66 A. Upaya Pemerintah Kota Medan Dalam Mengatasi

Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf ... 66 B. Peranan Kantor Pertanahan Kota Medan Dalam

Mengatasi Permasalahan Pendaftaran Tanah Wakaf ... 76 BAB V ... : KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

Wakaf merupakan salah satu ibadah yang mempunyai dimensi sosial di dalam agama Islam. Dalam pelaksanaan wakaf, Pembuatan Akta Ikrar Wakaf mempunyai arti yang sangat penting, karena dengan dibuatnya Akta Ikrar Wakaf, maka perwakafan tersebut akan terbukti otentik dalam akta dan dapat melindungi serta menjamin kesinambungan, kelestarian dan kelanggengan eksistensi wakaf itu sendiri, yang dapat dipergunakan dalam berbagai persoalan. Namun pada kenyataannya masih terdapat pelaksanaan wakaf yang dilakukan hanya memenuhi syarat sahnya wakaf menurut hukum Islam tanpa Pembuatan Akta Ikrar Wakaf.

Metode pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis. Data sekunder diperoleh dengan studi kepustakaan (library research) dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini dan juga melakukan penelitian (field research) dengan melakukan wawancara dengan pihak yang berwenang di Kantor Pertanahan Kota Medan dan Nadzir.

Proses mekanisme pelaksanaan perwakafan tanah di kota Medan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 secara materil baru terjadi setelah melewati prosedural pembuatan akta ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan para saksi serta Nadzir. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) ex-officio Kepala Kantor Urusan Agama setempat yang dituangkan ke dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW), namun secara formil prosedural kepemilikan tanah wakaf lahir setelah diterbitkannya sertipikat tanah wakaf oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam hal ini kantor pertanahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan dalam pendaftaran tanah wakaf di kota Medan antara lain, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat dalam hal ini Nadzir untuk melakukan sertifikasi tanah wakaf di kota Medan yang belum maksimal. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kota Medan dalam menyelesaikan problematika pendaftaran tanah wakaf adalah apabila wakif masih hidup bentuk pengamanannya dengan dibuatkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (AIW), apabila wakif telah meninggal dunia bentuk pengamanannya dengan dibuatkan Akta Pengganti Ikrar Wakaf (APAIW) oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (AIW), melakukan balik nama dalam rangka pembuatan sertipikat wakaf.


(9)

berkompeten dalam menangani perwakafan tanah. Wawancara dilakukan untuk mengungkap data mengenai hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah wakaf.

G. Sistematika Penulisan

Sebagaimana layaknya suatu karya ilmiah seseuai dengan penulisan skripsi di Universitas Sumatera Utara fakultas Hukum Departemen Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan Agraria, maka sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab yang dibagi dalam sub-bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Manfaat dan Tujuan Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika penulisan.

BAB II : PROSES PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DI KOTA MEDAN

BAB III : HAMBATAN YANG DIHADAPI NAZHIR DALAM PENDAFTARAN TANAH WAKAF.

BAB IV : UPAYA PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM MENGATASI PROBLEMATIKA PENDAFTARAN TANAH WAKAF


(10)

BAB II

PERKEMBANGAN PERWAKAFAN TANAH DI KOTA MEDAN

A. Tinjauan Tentang Pendaftaran Tanah 1) Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah dalam bahasa Latin disebut dengan capitastrum, di Jerman dan Itali disebut dengan nama Catastro, dalam bahasa Perancis disebut dengan Cadastre, akhirnya oleh Kolonial Belanda di Indonesia disebut dengan

kadastrale atau kadaster. 21 Capitastrum atau kadaster dari segi bahasa adalah

suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah romawi yang berarti suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman) yang menunjuk kepada luas, nilai dan kepemilikan atau pemegang hak atas suatu bidang tanah, sedang kadaster yang modern bias terjadi atas peta yang ukuran besar dan daftar-daftar yang berkaitan.22

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Pasal 1 Angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 merumuskan pengertian pendaftaran tanah, sebagai berikut :

21

R. Harmanses, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, hal. 14

22

Mhd. Yamin Lubis, danAbd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Madju, Bandung, 2008, halaman 18


(11)

hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebani haknya.23

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bahwa “Pendaftaran tanah diilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, 2. Lembaga Pendaftaran Tanah

Keberadaan lembaga pendaftaran tanah Indonesia saat ini yaitu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia terakhir ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tanggal 11 April 2006 yang antara lain menyebutkan bahwa pada tingkat pusat disebut dengan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berkedudukan di Jakarta yang dipimpin oleh seorang kepala.

Pada jajaran tingkat propinsi disebut dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor Wilayah sedangkan di daerah kabupaten atau kota disebut dengan kantor pertanahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh seorang kepala kantor pertanahan yang membawahi tata usaha dan 5 (lima) seksi-seksi sebagaimana diatur di dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan Tanggal 16 Mei 2006

3. Azas-Azas Pendaftaran Tanah

23


(12)

mutaakhir dan terbuka”, namun berdasarkan penjelasannya dapat dipahami sebagai berikut :

a. Azas sederhana : mengisyaratkan agar peraturan perundangan bidang dan prosedur pendaftaran tanah di kantor pertanahan mudah dipahami sehingga masyarakat tidak merasa kesulitan mendaftar kan hak atas tanah.

b. Azas aman : mengisyaratkan agar penelitian data fisik dan yuridis pada prosedural perolehan hak atas tanah di kantor pertanahan dapat dilaksanakan dengan teliti dan cermat yang dimungkinkan penggunaan peralatan komputerisasi teknologi modern agar tercapai tujuan pendaftaran tanah yaitu kepastian hukum hak atas tanah.

c. Azas terjangkau : mengisyaratkan agar segala biaya perolehan hak atas tanah di kantor pertanahan dapat disesuaikan dengan kemampuan masyarakat dan diprioritaskan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah.

d. Azas mutakhir : mengisyaratkan agar mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan atau mencatatkan setiap perobahan data pertanahan baik fisik maupun yuridis di kantor petanahan secara berkesinambungan. e. Azas terbuka : mengisyaratkan agar data pendaftaran tanah yang tersedia di

kantor pertanahan dapat diiformasikan kepada pemegang haknya atau kepada instansi pemerintah karena tugas, pokok dan fungsinya atau kepada pihak lain yang membutuhkan sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu :


(13)

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Selanjutnya untuk mencapai tujuan pendaftaran tanah tersebut diadakan rangkaian kegiatan pendaftaran tanah baik untuk pertama kali maupun untuk pemeliharaan datanya, sebagaimana ditegaskan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam ayat :

(1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi : a. pengumpulan dan pengolahan data fisik.

b. pembuktian hak dan pembukuannya. c. penerbitan sertipikat.

d. penyajian data fisik dan data yuridis. e. penyimpanan daftar umum dan dokumen.

(2) Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi : a. pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.

b. pendaftaran perobahan data pendaftaran tanah lainnya”.

5. Sertipikasi Pendaftaran Tanah

Sertipikasi tanah yang dimohon pendaftarannya di kantor pertanahan diharuskan melampirkan persyaratan sesuai ketentuan berlaku, selanjutnya diproses melalui suatu prosedural pengumpulan dan pengolahan data fisik yaitu berupa pengukuran dan pemetaan bidang tanah sehingga terkumpul data mengenai letak, bentuk dan luas tanah bidang tanah bersangkutan, demikian juga halnya dengan pengumpulan dan pengolahan data yuridis berupa pemeriksaan dan penelitian oleh panitia A terhadap alas hak atas tanah bersangkutan sampai akhirnya diterbitkan sertipikat hak atas tanahnya.


(14)

Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah ditetapkan bahwa dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik Kepala Kantor Pertanahan di bantu oleh Panitia A dibentuk oleh Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.

Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.

Panitia B yang di dalamnya termasuk juga BPN sebagai Ketua merangkap anggota melakukan penelitian dan pemeriksaan atas data yang sudah diisi oleh Pemohon hak disertai juga dengan pendapat serta pertimbangan mengenai tanah yang diperiksa. Apabila Panitia B dalam pemeriksaan dan penelitiannya menemukan adanya kekurangan data yuridis, Panitia B memerintahkan kepada Pemohon untuk melengkapi data tersebut. Setelah selesai kemudian dikembalikan lagi kepada Panitia B, untuk dilakukan pemeriksaan kembali. Apabila Pemohon tidak sanggup untuk memenuhi perintah Panitia B, maka proses tidak dapat dilanjutkan dan permohonan ditolak/dianggap batal.

Setelah data tersebut dinilai lengkap oleh Panitia B, Panitia B elakukan tinjau lapangan/tinjau lokasi guna proses pengecekan terhadap data fisik yang dilaporkan oleh si Pemohon dalam formulir tertulisnya. Apabila dalam hasil tinjau lapangan ditemukan ketidaksesuaian data maka terdapat dua kemungkinan yaitu perintah untuk memperbaiki data dan penghentian proses/penolakan. Setelah tinjau lokasi selesai dilakukan, Panitia B membuat Berita Acara tinjau lokasi.


(15)

Panitia B membuat surat ukur/gambar situasi tanah, yang berisi tentang luas lahan serta batas-batas lahan. Hal ini dilakukan atas dasar tinjau

lokasi yang dilakukan oleh Panitia B.

Persyaratan permohonan sertipikat tanah wakaf di kantor pertanahan dimaksud harus sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 sebagaimana yang telah diubah dengan Nomor 6 Tahun 2008 dan terakhir dengan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

Menurut ketentuan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 bahwa jika tanah yang diwakafkan berasal dari hak pakai atau hak guna bangunan yang berdiri di atas tanah hak pengelolaan maka diperlukan persetujuan tertulis atau pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan bersangkutan, jika tanah tersebut merupakan asset Pemerintah, BUMN atau BUMD maka diperlukan persetujuan tertulis dari pejabat bersangkutan, jika tanah tersebut berasal dari tanah negara maka diperlukan pelepasan hak dari pejabat pertanahan, jika tanah yang diwakafkan merupakan sebagian dari tanah yang sudah ada haknya maka sertipikatnya terlebih dahulu dipecah kemudian dimohon pendaftarannya di kantor pertanahan atas nama nadzir tanah wakaf untuk kepentingan badan wakaf.

B. Perkembangan Pendaftaran Tanah Wakaf di Kota Medan

3. Objek, Sifat dan Tujuan Wakaf Serta Syarat-Syarat Perwakafan Tanah

Obyek wakaf menurut hukum Islam adalah semua harta yang menjadi milik si wakif secara keseluruhan. Harta itu tidak dibatasi jenisnya apakah benda bergerak atau tidak bergerak. Dapat berupa tanah atau harta lainnya yang bukan tanah. Asalkan kepemilikan secara mutlak adalah milik wakif.


(16)

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 membatasi obyek wakaf hanya pada tanah hak milik saja, tidak mencakup harta lainnya yang dimiliki oleh wakif. Untuk menjamin kepastian hukum Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 mengharuskan wakaf dilakukan secara lisan dan tertulis dihadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf untuk selanjutnya dibuat akta ikrar wakaf. Dengan mendasarkan akta ikrar wakaf maka tanah hak milik diajukan perubahannya ke Badan Pertanahan Nasional setelah memenuhi syarat administrasinya untuk diubah menjadi sertipikat wakaf.

Objek wakaf menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan bahwa

(1) Harta benda wakaf terdiri dari: a. Benda tidak bergerak b. Benda bergerak.

(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.

b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a

c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah

d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan yang berlaku

e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan yang berlaku.

(3) Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:

a. Uang

b. Logam mulia c. Surat berharga d. Kendaraan

e. Hak atas kekayaan intelektual f. Hak sewa

g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(17)

Dengan demikian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengatur wakaf dalam lingkup yang lebih luas, tidak terbatas hanya pada wakaf tanah milik, juga membagi benda wakaf menjadi benda tidak begerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak contohnya hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah, serta hak milik atas rumah susun. Sedangkan benda bergerak contohnya adalah uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual dan hak sewa.

Dipandang dari sudut waqif, wakaf merupakan kebajikan yang mengalirkan pahala (ganjaran kebaikan dari Allah SWT) tanpa henti (shadaqaat jariyah).

Dari segi ini, Nabi Muhammad SAW memberi sugesti yang kuat. Nabi saw menyatakan bahwa hanya tiga kebajikan seseorang yang terus mengalirkan balasan yang baik bagi pelakunya, yaitu harta wakaf, ilmu yang diajarkan dan anak saleh yang mendoakannya. Sugesti nabi ini merupakan dorongan bagi umat untuk menanamkan semangat kedermawanan bagi kepentingan umum. Orang yang mempunyai perhatian perhatian terhadap kepentingan umum dan merelakan sebagian dari hak milik (hartanya) untuk kepentingan umum akan mendapat penghargaan kelanjutan dari Allah SWT. 24

24

M. Yasir Nasution., Op.Cit, hal. 3.

Dipandang dari sudut penggunaanya, wakaf merupakan aset sosial dan ekonomi yang sangat besar manfaatnya bagi distribusi kekayaan yang lebih adil, peneguhan ikatan sosial, dan peningkatan kesejahteraan. Oleh sebab itu, dalam sejarah dijumpai bahwa wakaf tidak hanya digunakan untuk kepentingan ibadah seperti mesjid tetapi wakaf juga berkembang penggunaannya dalam bentuk fasilitas sosial dan ekonomi seperti pendidikan, jembatan, rumah sakit, pusat perbelanjaan dan sebagainya.


(18)

Dukungan wakaf terhadap pengelolaan lembaga pendidikan adalah fenomena umum dalam sejarah pendidikan Islam. Ini menunjukkan bahwa perhatian dan kepedulian terhadap fasilitas umum sebagai aset sosial umat sangat tinggi di kalangan hartawan dan pengusaha muslim.25

Wakaf merupakan salah satu usaha mewujudkan dan memelihara hubungan vertical (habln min Allah) dan horizontal (hablun min al-nas). Dalam fungsinya sebagai ibadah diharapkan akan menjadi bekal bagi kehidupan si wakif (orang yang berwakaf) di hari kemudian (akhirat).26

a. Untuk kepentingan umum, seperti mendirikan mesjid, sekolah rumah sakit dan amal sosial lainnya.

Menurut HM. Daud Ali dan Habibah Daud disebutkan bahwa tujuan wakaf harus jelas, misalnya :

b. Untuk menolong fakir miskin dan orang-orang terlantar dengan membangun panti asuhan

c. Untuk keperluan keluarga sendiri walaupun keluarga itu terdiri dari orang-orang yang mampu

d. Tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah.27

Sedangkan fungsi wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf menyebutkan bahwa fungsi wakaf adalah menegakkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf yaitu melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

25

Ibid, hal. 3

26

Departemen Agama RI. Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Jakarta, 2006, hal.79

27

HM. Daud Ali dan Habibah Daud., Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2005, hal. 270


(19)

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dijelaskan bahwa wakaf bertujuan untuk memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum.

Tujuan wakaf tersebut kelihatan sejalan dengan tujuan nasional sebagaimana tercermin di dalam semua sila dari Pancasila terutama sila ke lima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang secara konstitusional diamanahkan Pasal 33 Ayat 3 Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Perbedaan kedua tujuan tesebut di atas bahwa terhadap pengelolaan harta benda wakaf ditegaskan secara jelas harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, artinya harus dijalankan dengan cara yang halalan toyyiba (halal dan baik) menurut ketentuan Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW.

Agar wakaf dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka pelembagaannya haruslah untuk selama-lamanya. Agar benda itu tetap dapat bermanfaat bagi peribadatan dan kepentingan umum lainnya. Ia harus dikelola oleh suatu badan yang bertanggung jawab, baik kepada wakif, masyarakat maupun kepada Allah. Itulah sebabnya, dalam sistem perwakafan di Indonesia ditentukan pula kedudukan nadzir yaitu kelompok orang atau badan yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan harta benda wakaf.


(20)

Dalam konsep Islam, dikenal istilah jariah artinya mengalir. Maksudnya sedekah atau wakaf yang dikeluarkan, sepanjang benda wakaf itu dimanfaatkan untuk kepentingan kebaikan maka selama itu pula si wakif mendapat pahala secara terus menerus meskipun telah meninggal dunia.

Untuk terjadinya wakaf harus dipenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf. Unsur wakaf di sini dimaksud adalah rukun wakaf.

Untuk adanya wakaf harus dipenuhi lima unsur, yaitu : a. Wakif atau orang yang mewakafkan.

1) Berhak berbuat kebaikan. 2) Atas kehendak sendiri.

Berarti orang (dapat juga dilakukan oleh badan hukum) yang berwakaf haruslah orang yang berhak untuk melakukan sesuatu perbuatan. Dengan kata lain orang yang cakap bertindak menurut hukum yaitu orang yang dewasa dan sehat akalnya serta oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan kehendak sendiri, bahwa seseorang tidak dapat dipaksa agar ia mewakafkan harta miliknya. Dengan demikian orang yang dipaksa untuk melakukan wakaf adalah tidak sah, karena tidak memenuhi syarat.

Pada hakekatnya amalan wakaf adalah tindakan tabarru’ (mendermakan harta benda), karena itu syarat seorang wakif adalah cakap melakukan tindakan tabarru’. Artinya sehat akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam keadaan terpaksa/dipaksa dan telah mencapai umur baliq (dewasa) Oleh karena itu wakaf orang gila, anak-anak dan orang yang terpaksa/dipaksa adalah tidak sah.28

28


(21)

Pasal 215 (2) Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf disebutkan bahwa wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya. Syarat-syaratnya dikemukakan dalam pasal 217 KHI, yaitu :

1) Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf).

Dari ketentuan di atas, maka jelaslah bahwa dalam kaitan ini tidak ada ketentuan yang mengharuskan seorang wakif haruslah seorang muslim. Oleh sebab itu orang non muslim pun dapat melakukan wakaf. Sepanjang ia melakukannya sesuai dengan ketentuan ajaran Islam dan perundang-undangan yang berlaku.

b. Maukuf atau benda yang diwakafkan.

Objek atau benda yang diwakafkan tersebut mempunyai persyaratan persyaratan tertentu atau dengan kata lain tidak semua benda dapat diwakafkan. Syarat-syarat harta benda yang diwakafkan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

1) Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak sekali pakai. Hal ini bahwa benda wakaf adalah lebih mementingkan manfaat.

2) Hak milik wakif yang jelas batas-batas kepemilikannya. Selain itu benda wakaf merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa.


(22)

3) Benda wakaf itu tidak dapat dimiliki oleh seseorang dan atau dipindahkan kepemilikannya.

4) Benda wakaf itu tidak dapat diperjual belikan, dihibahkan atau diwariskan. Dalam pasal 215 ayat (4) KHI disebutkan bahwa benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.

Syarat-syarat benda wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam harus merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan sitaan dan sengketa.

c. Maukuf alaih atau tujuan wakaf.

Seharusnya wakif menentukan tujuan ia mewakafkan harta benda miliknya. Apakah diwakafkan hartanya itu untuk menolong keluarganya sendiri, untuk fakir miskin, sabilillah dan lain-lain atau diwakafkannya untuk kepentingan umum, yang utama adalah wakaf itu diperuntukkan pada kepentingan umum.

Oleh karena itu tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk kepentingan maksiat atau membantu, mendukung dan memungkinkan diperuntukkan untuk tujuan maksiat.

d. Sigat atau ikrar/pernyataan wakaf.

Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya.

Sigat atau pernyataan wakaf harus dinyatakan dengan tegas baik secara lisan maupun tulisan menggunakan kata ‘aku mewakafkan’ atau ‘aku menahan’ atau kalimat semakna lainnya. Dengan pernyataan wakif itu, maka gugurlah hak wakif. Selanjutnya benda itu menjadi milik mutlak Allah yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi tujuan wakaf. Oleh


(23)

karena itu, benda yang telah diikrarkan wakafnya tidak bisa dihibahkan, diperjualbelikan maupun diwariskan.

Ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat deklaratif (sepihak) untuk itu tidak diperlukan adanya kabul (penerimaan) dari orang yang menikmati manfaat wakaf tersebut. Namun demikian, demi tertib hukum dan administrasi guna menghindarkan penyalahgunaan benda wakaf, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang secara organik mengatur perwakafan.

e. Nadzir wakaf atau pengelola wakaf.

Nadzir adalah sekelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Nadzir perorangan, adalah : 1) Warga Negara Indonesia.

2) Beragama Islam. 3) Sudah Dewasa.

4) Sehat jasmani dan rohani.

5) Tidak berada di bawah pengampuan.

6) Bertempat tinggal di Kecamatan tanah itu diwakafkan.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Nadzir badan hukum adalah :

1) Badan hukum Indonesia, berkedudukan di Indonesia.

2) Mempunyai perwakilan di Kecamatan tempat tanah itu diwakafkan. 3) Sudah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dan dimuat dalam

Berita Negara.

4) Jelas tujuan dan usahanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. 29

Nadzir sebagai pihak yang mengelola harta wakaf haruslah didaftarkan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat dan Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan.

29


(24)

Selain syarat-syarat yang melekat pada masing-masing rukun seperti tersebut di atas, ada beberapa syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu :

1) Perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu, tetapi untuk selama-lamanya. Waktu yang dibatasi waktunya misalnya untuk lima tahun saja atau sepuluh tahun saja, hukumnya tidak sah.

2) Tujuan wakaf harus jelas, kecuali apabila wakaf tersebut diserahkan kepada suatu badan hukum yang sudah jelas usaha-usahanya untuk kepentingan kebaikan.

3) Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf berlaku seketika dan untuk selama-lamanya.

4) Pelaksanaan wakaf direalisasikan segera setelah ikrar. Hal ini karena pemilikan telah lepas dari wakif. Karena itu wakaf tidak boleh digantungkan kepada suatu keadaan atau syarat tertentu, misalnya pada kematian seseorang atau suatu kondisi tertentu.

5) Apabila seorang wakif menentukan syarat dalam pelaksanaan pengelolaan benda wakaf, sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan wakaf, maka Nadzir perlu memperhatikannya. Tetapi apabila syarat tersebut bertentangan dengan tujuan wakaf semula, seperti mesjid yang jamaahnya terbatas pada golongan tertentu saja, maka nadzir tidak perlu memperhatikannya. 30

4. Tatacara Perwakafan Tanah

Tatacara perwakafan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam. Untuk melakukan perwakafan tanah tersebut, wakif membuat pernyataan bahwa tanah yang diwakafkan tersebut beserta dengan segala tanaman-tanaman yang berada di atasnya adalah tidak ada silang sengketa dengan pihak siapapun juga baik mengenai hak penguasaanya, luasnya maupun batas-batasnya dan tidak dengan agunan sebagai jaminan untuk suatu hutang ataupun diberati oleh beban-beban lainnya dan wakif menjamin tidak akan menimbulkan persengketaan dikemudian hari, baik itu datangnya dari pihak sanak keluarganya, famili taupun dengan pihak orang lain.

30


(25)

Selanjutnya dalam surat pernyataan penyerahan wakaf tersebut tidak dalam paksaan atau tekanan dari pihak manapun juga dan atas persetujuan dari pihak isteri dan tanah wakaf tersebut diwakafkan dengan tujuan untuk kepentingan umat muslim yaitu untuk digunakan sebagai Musholah serta menunjang kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti sholat berjamaah, pengajian dan lain-lain yang bersifat keagaamaan. Surat pernyataan penyerahan wakaf atas sebidang tanah tersebut haruslah diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Desa dimana wakif tersebut tinggal.

Dengan demikian jelaslah bahwa surat pernyataan penyerahan wakaf sebidang tanah tersebut adalah telah sesuai dan memenuhi syarat-syarat dan unsur-unsur sebagaimana yang diatur dalam kompilasi hukum Islam dan juga sesuatu dengan tatacara pernyataan penyerahan penyerahan benda wakaf. Tanah yang hendak diwakafkan baik seluruhnya atau sebagian harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik dan harus bebas dari beban ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa.

Setelah adanya pernyataan penyerahan tanah wakaf, maka Kepala Desa mengeluarkan surat keterangan tentang perwakafan tanah milik yang di dalamnya menerangkan tentang sertifikat tanah, ukuran tanah, letak tanah dan batas-batas tanah yang diwakafkan tersebut.

Setelah persyaratan tersebut dipenuhi, maka wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada Nadzir yang telah disahkan dihadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan/Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang membawahi wilayah tanah wakaf dan dihadiri oleh saksi-saksi.


(26)

Wakif yang akan mewakafkan tanahnya harus datang menghadap kepada Kepala KUA Kecamatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dimana harta tersebut akan diwakafkan untuk melaksanakan ikrar wakaf. Pelaksanaan ikrar wakaf tersebut dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.

Ikrar atau lafaz wakaf adalah ucapan dari orang yang berwakaf bahwa dia mewakafkan untuk kepentingan tertentu. Misalnya saya mewakafkan tanah ini untuk kepentingan Mesjid. Apabila sudah dilafazkan seperti itu, maka tanah tersebut hanya dapat dipergunakan untuk kpentingan pembangunan mesjid atau dengan kata lain peruntukannya tidak dapat dialihkan lagi.

Dengan demikian jelaslah bahwa dalam pembuatan akta wakaf harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Wakif harus membuat surat pernyataan penyerahan wakaf atas sebidang tanah yang dii dalamnya tertulis letak lokasi dan ukuran tanah yang akan diwakafkan tersebut. Di dalam surat pernyataan tersebut dinyatakan bahwa tanah tersebut bebas dari silang sengketa dan disebutkan juga tujuan wakif atas penyerahan wakaf tersebut.

2. Adanya surat keterangan Kepala Desa tentang perwakafan tanah milik. Surat keterangan dari kepala Desa tantang perwakafan tanah adalah untuk lebih mempertegas bahwa tanah tersebut benar tanah wakaf.

3. Adanya sertifikat hak milik atau benda bukti pemilik.

4. Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud. 5. Surat keterangan pendaftaran tanah.

6. Surat izin dari Kepala Badan Pertanahan Nasional.31

Untuk lebih menjamin kapastian hukum tanah yang diwakafkan dan untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan masyarakat serta mencegah jangan sampai terjadi penyalahgunaan wakaf, pemerintah mengeluarkan peraturan

31

Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik Dan Kedudukan Tanah Wakaf Di


(27)

Perundang-Undangan yang mengatur perwakafan, seperti Pasal 49 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang menyebutkan bahwa “Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Sebagaimana pelaksanaan dari pasal tersebut dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Hak Milik yang dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 38 sekarang sudah diganti denganUndang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

Setelah akta ikrar wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestariannya.

Dengan demikian ketentuan tersebut adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.

5. Pelaksanaan dan Perkembangan Perwakafan di Kota Medan

Sebelum membahas tentang pelaksanaan dan perkembangan pendaftaran tanah wakaf di kota Medan, maka terlebih dahulu diuraikan tentang Kantor Pertanahan Kota Medan dengan struktur organisasi sebagai berikut.


(28)

Sumber Data : Peraturan Ka.BPN-RI No. 4 Tahun 2006 Tgl. 16 Mei 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan Kota Medan, 2011

Personil pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan berjumlah sebanyak 129 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang saat ini dipimpin Muhammad Thoriq, M.Kn, M.Si selaku Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan membawahi satu Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan lima Kepala Seksi.

Tanah wakaf di Kota Medan terdiri dari tanah yang digunakan untuk peribadatan, pendidikan, kuburan dan kepentingan sosial lainnya yang tersebar di

Kepala Kantor Pertanahan

Sub Bagian Tata Usaha

Urusan Perencanaan dan Keuangan

Urusan Umum dan Kepegawaian

Seksi Survei, Pengukuran

dan Pemetaan

Seksi Hak Tanah dan Pendftaran Tanah

Seksi Pengturan dan Pena

taan Pertanahan

Seksi Pengendalian dan

Pemberdayaan

Seksi Sengketa, Konflik dan

Perkara Subseksi Pengukuran dan Pemetaan Subseksi Tematik dan Potensi Tanah Subseksi Penetapan Hak Tanah Subseksi Pengaturan Tanah Pemrtnh Subseksi Pendaftaran Hak Subseksi Peralihn, Pemb. Hak dan PPAT

Subseksi Penatagunaan Tanah dan K.T.

Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanh

Subseksi Sengketa dan Kon

flik Pertanahan Subseksi Perkara Pertanahan Subseksi Pemberdayaan Masyarakat Subseksi Pengendalian Pertanahan


(29)

beberapa kecamatan di Kota Medan dengan rincian sebagaimana tabel 2 di bawah ini.

Tabel 1

Jumlah Tanah Wakaf Di Kota Medan

No Kecamatan Jumlah Tanah

Wakaf Sudah Sertifikat Proses Sertifikat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan 21 81 97 87 102 66 43 20 17 44 63 52 45 65 75 77 87 65 61 74 0 10 42 47 41 80 35 30 10 16 17 25 29 21 35 31 41 61 30 23 33 0 10 14 18 46 22 16 0 4 1 20 11 12 5 12 8 29 3 34 25 39 0

Jumlah 1242 657 329

Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2011

Menurut Syafruddin Chandra selaku Kordinator Pemeliharaan Data Yuridis Kantor Pertanahan Kota Medan bahwa pengaturan prosedural pendaftaran tanah wakaf dengan lainnya tidak ada perbedaan dan memang ada permohonan sertipikasi tanah wakaf tahun 2010 belum selesai sebanyak 22 (dua puluh dua)


(30)

yang disebabkan karena alas hak atas tanahnya yang kurang lengkap sedangkan selebihnya karena sedang dalam proses. 32

Kepemilikan tanah wakaf secara hakikat berawal ketika seseorang telah mengikrarkan di dalam hatinya, namun secara materil dibuktikan ketika ikrar wakaf diucapkan kepada nadzir dan dituangkan di dalam akta ikrar wakaf di hadapan saksi-saksi dan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) kemudian aktanya ditandatangani, selanjutnya secara formil kepemilikan tanah wakaf lahir didaftar di kantor pertanahan dan diterbitkan sertipikatnya sehingga dapat mengikat pihak ketiga karena tanah wakaf sudah terdaftar di kantor pertanahan yang secara formil dapat dibuktikan melalui penyerahan sertipikat tanah wakaf oleh kantor pertanahan kepada pemegangnya.33

Namun demikian Negara hanya memberi jaminan kepemilikan tanah wakaf selama tidak terbukti sebaliknya ketika terjadi sengketa yang disebabkan berbagai faktor, seperti tidak terpenuhinya syarat administratif ataupun keperdataan atau juga karena tidak cermatnya pejabat pemerintah dalam melaksanakan atau menafsirkan peraturan perundangan berlaku.34

Pembuatan Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dilakukan secara bersama antara wakif dan nadzir di hadapan dua orang saksi yang datang menghadap PPAIW di kecamatan tanah itu berada dengan menyerahkan bukti pemilikan tanah berupa

32

Hasil wawancara dengan Syafruddin Chandra Kordinator Pemeliharaan Data Yuridis Kantor Pertanahan Kota Medan tanggal 9 Mei 2011.

33

Hasil wawancara dengan Syafruddin Chandra Kordinator Pemeliharaan Data Yuridis Kantor Pertanahan Kota Medan tanggal 9 Mei 2011

34

Muchtar Wahid, Analisis Deskriptif Terhadap Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Citra Aditya, Bandung, 2005, hal. 41.


(31)

sertipikat hak atas tanah atau bukti pemilikan tanah lainnya disertai pernyataan wakif bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa, perkara, sita atau jaminan hutang berikut dengan izin-izin yang diwajibkan sesuai peraturan perundangan dan setelah akta ditandatangani para pihak, saksi-saksi dan PPAIW maka akta tersebut diberi nomor dan tanggal, kemudian satu rangkap disampaikan kepada kantor pertanahan setempat untuk di daftar dan diterbitkan sertipikat tanah wakaf. Demikian ketentuan Pasal 38 dan 39 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006.

Berdasarkan ketentuan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, jika wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya sedangkan ikrar wakif belum dituang ke dalam bentuk akta ikrar wakaf, maka ahli waris atau nadzir atau pihak lain dapat melangsungkan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf di hadapan PPAIW bersangkutan.35

Karena itu maka diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana diganti dengan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 yang dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Negara Salah satu sertipikat tanah yang diterbitkan kantor pertanahan yaitu sertipikat tanah wakaf sebagaimana kehendak Pasal 49 Ayat (3) Undang-undang Pokok Agraria yang berbunyi “Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah”.

35

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 143


(32)

Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah berikut peraturan pelaksana lainnya.

Selain itu juga telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Wakaf sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Wakaf semuanya turut mengatur persyaratan pendaftaran tanah wakaf di kantor pertanahan, kendati masih dirasakan belum lengkap, namun setidaknya sudah terbukti ada kemauan pemerintah dalam memberi jaminan kepastian dan perlindungan hukum atas tanah wakaf di Indonesia.

Permohonan pendaftaran tanah wakaf di kantor pertanahan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan bidang pendaftaran tanah, antara lain berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Prosedur Pelayanan Pertanahan (SPPP) di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, dengan persyaratan :

a. Permohonan b. Bukti Diri Nadzir

c. Surat Penunjukan Nadzir d. Pengantar Akta PPAIW

e. Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf f. Alas Hak Atas Tanah


(33)

Tentang biaya pendaftaran tanah wakaf untuk Paitia A di kantor pertanahan hanya dikenakan biaya 50 % dari biaya standar sedangkan biaya pendaftarannya dikenakan Rp.0,- demikian ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 Tanggal 22 Januari 2010 Tentang Biaya Pelayanan Pertanahan yang baru saja diberlakukan di seluruh Wilayah Indonesia..

Selanjutnya dijelaskan Syafruddin Chandra dari Kantor Pertanahan Kota Medan bahwa permohonan harus dibuat oleh nadzir menurut format yang telah disediakan kantor pertanahan dengan melampirkan fotokopi bukti diri nadzir berupa Kartu Tanda Penduduk atau bukti lainnya disertai fotokopi surat penunjukan nadzir dan asli pengantar PPAIW serta asli akta ikrar wakaf, asli bukti kepemilikan tanah berupa sertipikat hak atau bukti hak lainnya yang telah mendapat persetujuan pihak berwenang, misalnya terhadap tanah hak guna bangunan atau hak pakai yang berdiri di atas tanah hak pengelolaan terlebih dahulu mendapat persetujuan pemegang hak pengelolaan atau jika tanahnya berasal dari milik badan hukum baik pemerintah ataupun swasta harus disertai pelepasan haknya.

Selanjutnya dijelaskan beliau bahwa permohonan sertipikat tanah wakaf belum tentu langsung dapat diterima karena berbagai sebab dengan 3 (tiga) kemungkinan ; pertama, dikembalikan karena kurang lengkap ; kedua, dikembalikan karena ada kesalahan yang harus diperbaiki ; ketiga, permohonan


(34)

ditolak karena persyaratan tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangan berlaku. 36

1) Kegiatan pengukuran

Kebenaran kepemilikan tanah wakaf akan ditentukan oleh kebenaran persyaratan dan prosedural pendaftaran tanah di kantor pertanahan meliputi prosedural kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik dan yuridis yang hasilnya dituang ke dalam surat ukur dan buku tanah, kemudian salinannya dijilid menjadi satu sehingga berbentuk sertipikat yang dapat digunakan sebagai alat bukti kepemilikan tanah termasuk ketika diuji di hadapan hakim pengadilan.

Prosedural pendaftaran tanah wakaf secara umum sama atau tidak ada perbedaan dengan prosedural pendaftaran tanah lainnya, pengecualian hanya terjadi pada pelaksanaan proseduralnya yang ditentukan oleh kesesuaian dengan alat bukti hak yang dijadikan alas hak atas tanah bersangkutan, misalnya perlu atau tidaknya diumumkan dan lain sebagainya.

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik, maka Kantor Pertanahan Kota Medan dalam memberi pelayanannya membagi menjadi 2 kegiatan, yaitu kegiatan pengukuran dan kegiatan pemetaan bidang tanah sebagai berikut :

Setelah berkas diterima, maka dibuat surat perintah tugas kepada petugas ukur untuk melakukan pengukuran dilapangan sesuai dengan batas bidang tanah yang ditunjuk pemohon serta disaksikan oleh para tetangga berbatasan

36

Hasil wawancara dengan Syafruddin Chandra Kordinator Pemeliharaan Data Yuridis Kantor Pertanahan Kota Medan tanggal 9 Mei 2011


(35)

dengan membubuhkan tandatangan pemohon dan jiran tetangga di kertas kerja lapangan (veld weerk).

2) Kegiatan pembuatan peta bidang

Setelah kembali dari lapangan petugas ukur melakukan pengolahan data melalui perhitungan sesuai prinsip pengukuran dan pemetaan secara kadaster yang dituangkan ke dalam bentuk gambar berupa peta bidang secara digital. Gambar ini nantinya dijadikan lampiran untuk pembuatan risalah panitia A.

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data yuridis maka dibentuk panita A pemeriksaan tanah A atau disebut juga panitia A yang terdiri dari para kepala seksi ditambah lurah sebagai anggota panitia A yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan penelitian berkas permohonan dan kesesuain dengan di lapangan serta pengumuman dengan memberi masukan kepada kepala kantor jika ditemukan permasalahan, konflik, sengketa atau perkara.

Setelah pengumuman atau seluruh anggota panitia A sudah setuju dan mengabulkan permohonan hak atas tanah, maka semua panitia A membubuhkan paraf pada ikhhtisar sidang panitia A dan selanjutnya dituangkan dalam satu risalah dan ditandatangani oleh semua anggota panitia dan disiapkan surat keputusan haknya untuk ditandatangani kepala kantor pertanahan atau kalau tanahnya lebih dari 2000 M2 maka dibuat surat pengantar untuk dimohon penerbitan surat keputusan haknya oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.


(36)

Sesudah Surat Keputusan Hak diterbitkan dan BPHTB atau PPh terutang sudah dibayar, maka pemohon melampirkan semua dokumen alas hak yang asli kepada prtugas yang ada di loket kantor pertanahan dengan mengisi blanko permohonan yang telah tersedia di loket tersebut dan dengan membayar biaya pendaftaran sesuai PP. Nomor 13 Tahun 2010 tanpa ada lagi biaya pemasukan negara seperti diatur di dalam PP. Nomor 46 Tahun 2002, maka permohonan pendaftan hak selesai.

Setelah pendaftaran hak masuk di loket dan dikirim ke Subsi Pendaftaran untuk dicetak sertipikatnya dan diberi nomor hak, dijilid dan diparaf oleh Kepala Sub Seksi Pendaftaran dan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah serta ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan kemudian dicap dan ditulis nomor daftar isiannya masing-masing DI. 307 (pelunasan biaya) dan DI. 208 (penyelesaian pekerjaan).

Selanjutnya dapat diketahui bahwa prosedural pendaftaran tanah di kantor pertanahan ternyata melalui syarat yang cukup banyak, proses yang cukup panjang, waktu yang cukup lama, hal ini dimaklumi karena menyangkut kebenaran data fisik dan data yuridis hak seseorang atau badan hukum.

Selain itu prosedural pendaftaran tanah di kantor pertanahan ternyata tidak membedakan prosedural pendaftaran tanah wakaf.dengan prosedural pendaftaran hak atas tanah lainnya. Dengan demiikian diharapkan eksistensi tanah wakaf mengandung nilai secara yuridis, kemanfaatn dan keadilan bagi masyarakat menuju kesejahteraan dan kemakmuran negara.


(37)

Terdaftarnya tanah wakaf di kantor pertanahan di samping sebagai pelaksanaan nilai ideal Pancasila dan amanah konstitusi Undang Undang Dasar Republik Indonesia juga undang-undang pokok agraria dan pemenuhan tujuan pendaftaran tanah dalam memberi jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum dan tersedia informasi pertanahan serta terselenggara tertib administrasi pertanahan terutama tarhadap tanah wakaf. Selain itu dengan terdaftarnya tanah wakaf di kantor pertanahan bagi nadzir atau badan wakaf khususnya dan kaum Muslimin dan masyarakat Indonesia umumnya, diharapkan berdampak lebih luas lagi, antara lain aspek yuridis, manfaat dan keadilan.

Dalam kaitannya dengan sistem publikasi pendaftaran tanah di Indonesia yaitu negatif mengandung unsur positif dan hal ini secara tegas dinyatakan di dalam penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Namun bagi negara-negara penganut sitem publikasi positif terhadap sertipikat yang sudah diterbitkan pemerintah tidak dapat digugat lagi sehingga kepemilikannya menjadi mutlak, kekurangan sistem publikasi negatif yaitu rentan dengan gugatan, konflik, sengketa atau perkara hak tanah setiap waktu tanpa batas.

Aspek hukum pendaftaran tanah wakaf meliputi : a. Aspek kepastian hukum pendaftaran tanah wakaf

Penerbitan sertipikat tanah wakaf di kantor pertanahan antara lain dimaksudkan juga untuk memenuhi aspek yuridis, dengan kata lain bagi tanah wakaf yang sudah terdaftar di kantor pertanahan diberikan sertipikat sebagai surat tanda bukti hak, demikian sesuai ketentuan Pasal 32 Ayat 1 Peraturan


(38)

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi sebagai berikut : “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”

Walaupun kalimat “….sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.” tersebut menunjukkan publisitas negatif pendaftaran tanah di Indonesia dan unsur positif digunakan jika tidak ada permasalahan, gugatan, konflik, sengketa atau perkara.

Oleh karena itu ketika terjadi sengketa, konflik atau perkara hak atas tanah yang sudah terdaftar di kantor pertanahan baik terjadi di pengadilan ataupun di luar pengadilan, maka kantor pertanahan selalu melakukan pembelaan terhadap sertipikat yang dihasilkannya, sebab karena itu pihak Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mulai dari pusat sampai ke daerah mempunyai satu Deputi, Bidang dan Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara yang tupoksinya khusus menangani permasalahan pertanahan.

Keadaan demikian menunjukan bahwa pemerintah serius dalam melaksanakan tugasnya dengan berusaha sekuat tenaga mengupayakan pemberian jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap produk yang dihasilkannya berupa sertipikat sebagai surat tanda bukti hak.

Namun jika hakim pengadilan memutuskan dan menetapkan sebaliknya maka keadaan demikian menunjukan bahwa data yang sebenarnya


(39)

sudah tidak sesuai lagi dengan data yang ada di kantor pertanahan, keadaan ini disebut publikasi negatif pendaftaran tanah, namun sepanjang tidak ada sengketa, konflik atau perkara, maka hak atas tanah tersebut wajib diakui dan dihormati oleh setiap orang sehingga setiap orang tidak boleh semena-mena terhadap hak dan kepentingan pemegangnya, keadaani ini disebut publikasi positif.

Syafruddin Chandra dari Kantor Pertanahan Kota Medan agar setiap orang mengetahui persyaratan dan prosedural pendaftaran tanah wakaf di kantor pertanahan, karena cukup signifikan pengaruhnya terhadap kepemilikan tanah wakaf, bukan tidak mungkin terjadi kesalahan persyaratan atau proseduralnya mengakibatkan sertipikat tanah wakaf yang diterbitkan kantor pertanahan melemah sebagai alat bukti atau ketika diuji di hadapan hakim pengadilan.37

b. Aspek keadilan pendaftaran tanah wakaf

Dengan demikian dapat diketahui bahwa dengan terdaftarnya tanah wakaf di kantor pertanahan mempunyai aspek yuridis berupa jaminan kepastian dan perlindungan hukum dari negara.

Aspek keadilan pendaftaran tanah wakaf tidak membedakan suku agama bahkan bangsa dalam berwakaf dan menikmati prodiktufitas wakaf, juga dirasakan manfaatnya oleh yang merasa membutuhkan tanah wakaf

37

Hasil wawancara dengan Syafruddin Chandra Kordinator Pemeliharaan Data Yuridis Kantor Pertanahan Kota Medan tanggal 9 Mei 2011.


(40)

seperti petani atau pedagang miskin yang tidak mempunyai lahan tempat berusaha.

Walaupun pengelolaan wakaf dibatasi hanya berdasarkan syariat Islam namun bukan berarti mengesampingkan makna keadilan hakiki, bahkan eksistensi tanah wakaf yang sejalan dengan prinsip Undang-undang Pokok Agraria dan Undang Undang Dasar Republik Indonsia serta falsafah Negara Republik Indonesia yang terkandung di dalam nilai-nilai Pancasila.

Aspek keadilan pendaftaran tanah tidak membedakan antara satu sama lain tentang tanah wakaf baik diwakafkan oleh orang kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan bahkan tidak mebedakan asal atau kewarganegaraan wakifnya sepanjang obyeknya diperoleh sah secara hukum tanpa konflik, sengketa atau perkara. Bahkan dengan terdaftarnya tanah wakaf di kantor pertanahan akan memberi rasa keadilan tidak saja bagi pengelola tanah wakaf juga bagi masyarakat yang menikmati hasil tanah wakaf, seperti masjid, sekolah dan sarana serta prasarana umum lainnya.

Selanjutnya boleh jadi direnungkan bahwa sebenarnya keadilan merupakan keseimbangan hak dan kewajiban yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat bangsa dan negara. Menurut Solly Lubis bahwa lahirnya nilai keadilan disebabkan adanya hak dan kewajiban bagi setiap warga negara, selanjutnya berkembang menjadi nilai keadilan dalam masyarakat bangsa, akhirnya menjadi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.38

38


(41)

c. Aspek kemanfaatan pendaftaran tanah wakaf

Selanjutnya terhadap pendaftaran tanah wakaf di Indonesia telah dibuat Keputusan Bersama antara Menteri Agama Republik Indonesia dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 422 Tahun 2004 - Nomor : 3/SKB/BPN-RI/2004 Tentang Sertipikasi Tanah Wakaf. Keputusan Bersama tersebut dimaksudkan selain untuk memberi prioritas penyelesaian sertipikat tanah wakaf di kantor pertanahan juga dimaksudkan untuk mendata dan menginventarisir serta memasang tanda batas tanah wakaf.

Terdaftarnya tanah wakaf di kantor pertanahan melalui perolehan sertipikat tanah wakaf yang diperoleh sesuai prosedural yang sah dan benar di samping untuk tujuan tertibnya administrasi pertanahan juga dimaksudkan supaya tersedia informasi data tanah wakaf yang mutaakhir (up to date).

Terdaftaranya tanah wakaf di kantor pertanahan diharapkan juga bermanfaat bagi masyarakat melalui pemasangan plang merk tanah wakaf di atas tanah wakaf supaya diketahui oleh semua orang bahwa di lokasi tersebut terdapat tanah wakaf sekaligus menunjukan perbatasan tanah wakaf dengan tanah tetangganya dalam rangka memenuhi azas contradictiore delimatatie pendaftaran tanah.39

Terbitnya sertipikat tanah wakaf diharapkan memberi jalan dalam berproduksi, misalnya menciptakan lapangan kerja bidang ; pertanian, perkebunan, perindustrian, angkutan, perdagangan, perumahan, flat, rumah

Tanda batas dimaksud dapat dibuat dari beton atau besi atau lebih baik lagi jika dibuat pagar tembok keliling secara permanen.

39

Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, cetakan kesembilan, 2003, hal. 492.


(42)

susun, strata title, pertokoan, plaza, pasar tradisional, pangkas, salon, olahraga sepak bola, futsal, basket, badminton atau jasa eksport dan import dan masih banyak usaha-usaha lain yang sah menurut Syariat Islam sehingga secara langsung memperkuat ekonomi rakyat dan surplus bagi negara sehingga diharapkan turut mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

Selain itu, pemegang sertipikat tanah wakaf juga akan merasa memperoleh jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum serta memperoleh rasa aman dan nyaman terutama bagi pengelola tanah wakaf sehingga akan leluasa memanfaatkan tanah wakaf baik untuk kegiatan ibadah agama, sosial maupun aktivitas produktifitas lainnya tanpa merasa mendapat ancaman gugatan dari pihak lain.


(43)

BAB III

KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI NADZIR DALAM PENDAFTARAN TANAH WAKAF

A. Kendala Yang Dihadapi Nadzir Dalam Pendaftaran TanahWakaf

Masalah tanah wakaf di Indonesia bukanlah merupakan permasalahan baru, tetapi secara embrional telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka atau dengan kata lain sejak masuknya Islam ke Indonesia. Hal ini dapat dimengerti karena memang sebenarnya masalah wakaf ini merupakan bagian dari ajaran agama Islam.40

Adapun hambatan-hambatan atau kendala yang dihadapi nadzir dalam pendaftaran tanah wakaf adalah :41

b. Berkas Permohonan yang tidak lengkap.

c. Proses penyelesaiannya dirasa memakan waktu yang lama dan adanya sengketa.

d. Tanah wakaf yang diwakafkan oleh wakif ada dalam proses sengketa antara sesama ahli waris.

e. Tanah wakaf ada yang berada di pinggir sungai (jalur hijau). Dalam hal seperti ini berkas sertifikasi tidak jadi dilanjutkan ke Kantor Pertanahan, karena kalaupun dilanjutkan akan ditolak. Untuk mengamankannya, maka hanya dibuatkan akta ikrar wakaf (AIW), sedangkan

40

Universitas Islam Riau, Kesimpulan Hasil Seminar Wakaf Tanah Dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia, UIR Press, Pekan Baru, 1991, hal.99

41

Hasil Wawancara Dengan M. Sangin Nazir Mesjid Al Ikhlas dan Hertin, SPd Nazir Taman Pendidikan Al Hidayah Medan Tanggal 10 Mei 2011


(44)

tanah tersebut hanya boleh dipakai dengan Hak Guna Bangunan. Tidak boleh diperjualbelikan atau dipindahtangankan.

f. Tanah berstatus HGB milik pemerintah, ini juga tidak bisa disertifikasi, sebab tanah dimaksud meskipun di atasnya dibangun masjid atau langgar namun tidak bisa disertifikasi. Tanah hanya bisa digunakan dengan status HGB masyarakat setempat, dan bila pemerintah memerlukan maka tanah akan diambil tanpa tukar guling. Selain itu juga ada tanah yang berstatus hak pakai, dalam arti yang diwakafkan hanya pemanfaatannya, bukan tanahnya.

g. Hilangnya surat-menyurat tanah milik wakif, sehingga sulit untuk ditindaklanjuti prosesnya.

h. Kurangnya kesadaran dari wakif dan nadzir untuk

menyertifikasi tanah wakaf, sehingga proses sertifikasi tidak diperhatikan, yang mana batas-batas tanah wakaf pun tidak begitu jelas, sementara masyarakat sekitar juga kurang mengetahui secara persis.

i. Adanya kendala dari Kantor Pertanahan sendiri berupa kurangnya perhatian dan minimnya petugas dibandingkan banyaknya berkas yang harus diselesaikan. Kadang-kadang ada yang sampai kehilangan berkas.

Berkenaan dengan adanya kendala di atas maka upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah sebagai berikut :

1. Seharusnya tanah yang akan diwakafkan dirundingkan dahulu antar sesama ahli waris, sehingga tidak menimbulkan persengketaan. Nadzir yang ditawari harta wakaf haruslah melakukan penjajakan lebih dahulu kepada semua ahli


(45)

waris. Jika semua setuju, baru diterima sebagai harta wakaf, dan bila ada yang belum setuju, maka harus dilakukan pendekatan lebih dahulu. Namun adanya sengketa ini bisa juga karena tidak segera dibuatkan sertifikatnya ketika tanah wakaf itu diwakafkan dahulu.

2. Tanah yang diwakafkan tidak sepenuhnya milik wakif, karena ada yang berada di jalur hijau, atau tercampur antara hak milik wakif dengan tanah jalur hijau. Tetapi masalah ini juga timbul karena terjadi erosi sungai dan perluasan jalan. Mestinya wakif, nadzir, dan pemerintah melakukan koordinasi, berapa ukuran tanah yang masih milik wakif, dan berapa yang milik Negara (jalur hijau). Yang dibuatkan sertifikatnya hanya yang murni milik wakif, sedangkan yang terkena jalur hijau adalah milik pemerintah. Seharusnya pemerintah tidak boleh mengklaim semuanya berada di jalur hijau.

3. Tanah berstatus HGB. Hal itu terjadi, sebab pemerintah memiliki tanah yang belum difungsikan, maka oleh masyarakat dibangun tempat ibadah khususnya langgar untuk masyarakat sekitar. Pemerintah akan mengambilnya jika diperlukan. Dalam keadaan demikian, sertifikasi memang terkendala, karena pemerintah sebagai suatu lembaga tidak bisa mewakafkan tanah. Mestinya pemerintah mengambil kebijakan untuk mewakafkannya, karena harta milik pemerintah hakikatnya milik rakyat/masyarakat juga. Adapun tanah yang berstatus hak pakai, di mana yang diwakafkan hanya pemanfaatannya, bukan tanahnya, hal itu sebenarnya cukup baik. Tetapi alangkah baiknya jika tanahnya yang sekaligus diwakafkan. Supaya statusnya jelas dan masyarakat dapat memanfaatkannya secara optimal. Untuk itu para ulama dan tokoh


(46)

masyarakat kiranya perlu melakukan pendekatan kepada pemilik tanah agar bisa mewakafkannya, supaya bisa diberikan sertifikasi. Tetapi dalam hal ini, sekiranya tanah itu memang tidak ingin diwakafkan, masyarakat tidak perlu memaksakan sebagai harta wakaf. Bagaimana pun wakaf menuntut keikhlasan.

4. Kurangnya kesadaran wakif dan nadzir akan pentingnya sertifikasi. Hal ini memerlukan penyuluhan secara kontinyu dari KUA dan instansi terkait. Sertifikasi tanah wakaf ini tentu penting, sebab banyak kebaikannya bagi semua pihak. Bagi wakif atau keluarganya akan mendatangkan kepastian hukum bahkan menimbulkan kebanggaan karena nama wakif disebutkan dalam sertifikat. Bagi masyarakat pengguna tanah wakaf itu, dalam hal ini nadzir dan jamaah masjid dan langgar (masyarakat) juga diuntungkan, karena status tanah menjadi kuat secara hukum agama dan negara, sehingga tidak dapat diganggu gugat lagi di kemudian hari. Hal sebaliknya tentu dapat terjadi jika tanah tersebut tidak disertifikasi, karena bisa saja terjadi gugatan di kemudian hari.

5. Kantor Pertanahan ternyata juga punya andil menambah kendala dalam sertifikasi tanah wakaf. Sebagai instansi yang memang diberi tugas dalam urusan sertifikasi, mestinya Kantor Pertanahan penuh perhatian dan proaktif.

Dari kenyataan rendahnya persentasi tanah wakaf yang berhasil disertifikasi dengan berbagai kendalanya di satu sisi memang menunjukkan bahwa KUA belum bisa optimal dalam menjalankan tugasnya dalam hal sertifikasi tanah wakaf, padahal tugas ini merupakan tugas penting yang menjadi bagian dari


(47)

tugasnya di samping tugas-tugas lainnya seperti pencatatan perkawinan dan penyelesaian kewarisan.

Namun belum optimalnya pencapaian ini ternyata dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang kompleks. Jadi masalah ini tidak dapat dibebankan semata kepada KUA, melainkan di situ juga terkait peranan pemerintah, Kantor Pertanahan, wakif, dan nadzir. Bisa saja wakif dan nadzir tidak memandang perlu sertifikasi tersebut, sehingga diabaikan saja. Bisa saja KUA ingin cepat membereskannya, namun justru Kantor Pertanahan memperlambat dan lebih memprioritaskan sertifikasi tanah bukan wakaf.

Untuk mengoptimalkan sertifikasi tanah wakaf, maka kendala-kendala yang disebut di atas harus lebih dahulu dihilangkan dengan membangun kesadaran dan komitmen semua pihak yang terkait.

Tanpa ada kesadaran dan komitmen, maka usaha-usaha sertifikasi tanah wakaf tidak akan berhasil optimal. Namun karena KUA yang diberi tugas menangani hal ini, maka KUA harus pula lebih proaktif, baik dalam sosialisasi maupun penanganan, sehingga pencapaian sertifikasi tanah wakaf di masa-masa yang akan datang bisa lebih maksimal daripada yang ada sekarang.

B. Peran Nadzir Sebagai Penerima Wakaf Dalam Proses Terjadinya Perwakafan.

Wakaf bila diberdayakan dapat menunjang agenda keadilan sosial serta menyelamatkan nasib puluhan juta rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan atau untuk peningkatan kesejahteraan umat Islam.


(48)

Wakaf jika dikelola dengan baik akan dapat menghilangkan ketergantungan kepada pihak lain. Kontribusi wakaf sebenarnya memiliki peran yang sangat signifikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompetitif.

Dalam rangka mengoptimalkan peran wakaf di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang membutuhkan peran kelembagaan secara konkrit, maka yang paling berperan terhadap berhasilnya tidaknya pemanfaatan harta wakaf adalah di tangan nadzir.

Dalam Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Bagian Ketiga Pasal 6 , Nadzir merupakan salah satu bagian dari unsur wakaf, baik berupa perseorangan, organisasi, maupun badan hukum. Nadzir bertugas melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia..

Dalam melaksanakan tugasnya, nadzir dapat mengelola harta benda wakaf dengan imbalan dari hasil bersih yang besarnya tidak lebih dari 10 %, dengan beberapa persyaratan antara lain : Jika nadzir itu perseorangan, maka dia adalah Warga Negara Indonesia (WNI), Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani, dan tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum.

Apabila nadzir itu berbentuk organisasi maka pengurus organisasi tersebut harus memenuhi syarat sebagai nadzir perseorangan, dan organisasinya bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.


(49)

Demikian juga nadzir yang berbentuk badan hukum, adalah yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Saat ini sudah saatnya untuk memberdayakan wakaf baik bergerak maupun tidak bergerak agar dapat meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta meningkatkan perkembangan Islam di Indonesia. Pemberdayaan wakaf yang dilakukan oleh nadzir harus sesuai dengan manajemen organisasi yang baik dan terarah.

Oleh karena itu agar tujuan perwakafan tercapai, peran nadzir sebagai suatu kesatuan organisasi dapat mengurus dan merawat harta wakaf dengan baik, maka penting adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab. Untuk menumbuhkembangkan harta wakaf agar menjadi produktif dan berdayaguna, maka diperlukan para pengelola yang amanah, jujur, adil, memiliki etos kerja tinggi dan tentunya profesional, sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing.

Dalam pemberdayaan tanah wakaf, nadzir perseorangan, organisasi maupun badan hukum dapat menerapkan prinsip manajemen dengan menjunjung tinggi kaidah al maslahah (kepentingan umum) sesuai ajaran Islam, sehingga tanah wakaf dapat dikelola secara profesional. Secara sederhana, nadzir merupakan seorang manajer yang perlu melakukan usaha serius dan langkah terarah dalam mengambil kebijaksanaan berdasarkan program kerja yang telah disepakati, sehingga kesan asal-asalan yang selama ini menghinggap pada nadzir ini dapat ditepis.


(50)

Salah satu upaya pemberdayaan wakaf produktif, Nadzir dapat melakukan terobosan dengan menjalin kerja sama atau kemitraan dengan pihak ketiga atau investor, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pola kemitraan tersebut tentu harus tetap memperhatikan seluruh ketentuan yang ada terkait dengan peraturan perundang-undangan wakaf. Hal tersebut dimaksudkan agar kekayaan wakaf dapat terjaga dengan baik dan dapat dikembangkan sesuai dengan tujuan dan peruntukan wakaf.

Obyek pemberdayaan tanah wakaf biasanya adalah pembangunan masjid-masjid yang letaknya strategis dengan menambah gedung-gedung untuk pertemuan, pernikahan, seminar, dan acara lain. Selain itu dikembangkan pula pemberdayaan wakaf produktif pada bidang pertanian, pendirian usaha-usaha kecil seperti toko-toko ritel, koperasi, penggilingan padi, usaha bengkel dan lain sebagainya yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan di bidang pendidikan, pondok pesantren.

C. Tanggung Jawab Nadzir

Pasal 220 Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang tanggung jawab nadzir yaitu :

1. Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama.

2. Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada


(51)

Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.

3. Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri Agama.

Dengan demikian peran dan tanggung jawab nadzir melakukan perawatan, pengurusan dan pengelolaan aset wakaf adalah merupakan hal yang sangat penting Hal itu karena aset wakaf adalah amanah Allah yang terletak di tangan nadzir. Oleh sebab itu, nadzir adalah orang yang paling bertanggungjawab terhadap harta wakaf yang dipegangnya, baik terhadap harta wakaf itu sendiri maupun terhadap hasil dan upaya-upaya pengembangannya. Setiap kegiatan nadzir terhadap harta wakaf harus dalam pertimbangan kesinambungan harta wakaf untuk mengalirkan manfaatnya untuk kepentingan umat. Manfaat yang akan dinikmati oleh wakif sangat tergantung kepada nadzir, karena di tangan nadzirlah harta wakaf dapat terjamin kesinambungannya. Oleh karena begitu pentingnya kedudukan nadzir dalam perwakafan, maka pada diri nadzir perlu terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : telah baligh/berakal, mempunyai kepribadian yang dapat dipercaya (amanah), serta mempunyai keahlian dan kemampuan untuk memelihara dan mengelola harta wakaf.

Taufiq Hamami menyebutkan tugas nadzir wakaf adalah: membangun, mempersewakan, mengembangkannya agar berhasil dan mendistribusikan hasilnya itu kepada pihak-pihak yang berhak, serta kewajiban memelihara modal wakaf dan hasilnya.42

42

Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional, PT. Tatanusa, Jakarta, 2003, hal.16


(52)

Uswatun Hasanah menyebutkan: “tugas nadzir wakaf adalah memelihara harta wakaf, membangunnya, mempersewakannya, menanami lahannya dan mengembangkannya agar mengeluarkan hasil yang maksimal seperti hasil sewa, hasil pertanian dan hasil perkebunan.43

1. Memelihara harta wakaf

Muhammad Abid Abdullah Al Kabisis menyebutkan sepuluh tugas nadzir wakaf sebagai berikut:

2. Mengembangkan wakaf, dan tidak membiarkan terlantar sehingga tidak mendatangkan manfaat.

3. Melaksanakan syarat dari wakif yang tidak menyalahi hukum syara’. 4. Membagi hasilnya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya tepat

waktu.

5. Membayarkan kewajiban yang timbul dari pengelolaan wakaf dari hasil wakaf itu sendiri.

6. Memperbaiki aset wakaf yang rusak sehingga kembali bermanfaat.

7. Mempersewakan harta-harta wakaf tidak bergerak, seperti bangunan dan tanah, dengan sewa pasaran.

8. Menginvestasikan harta wakaf untuk tambahan penghasilannya.

9. Nadzir bertanggungjawab atas kerusakan harta wakaf yang disebabkan kelalaiannya dan dengan itu ia boleh diberhentikan dari jabatannya itu.44

43

Uswatun Hasanah, Op.Cit, hal.27

44


(53)

BAB IV

UPAYA PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM MENGATASI PROBLEMATIKA PENDAFTARAN TANAH WAKAF

A. Upaya Pemerintah Kota Medan Dalam Mengatasi Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf.

Dalam rangka pembuatan Akta Ikrar Wakaf dan sertifikasi tanah wakaf, Pemerintah telah mengadakan program sertifikasi tanah-tanah wakaf. Program sertifikasi tanah-tanah wakaf ini diselenggarakan oleh pemerintah karena sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 masih banyak tanah-tanah wakaf yang belum diikrarkan dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf dan belum di sertipikatkan. Program sertifikasi tanah-tanah wakaf ini diselenggarakan oleh pemerintah dengan didasarkan pada Surat Keputusan bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 422 Tahun 2004 dan Nomor 3/ SKB/ BPN/ 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.

Keputusan ini dikeluarkan dikarenakan masih banyaknya tanah wakaf di seluruh Indonesia yang belum bersertipikat, sehingga perlu dilakukan peningkatan sertipikatnya demi untuk tertib administrasi dan kepastian hak.

Walaupun program sertifikasi tanah wakaf telah diselenggarakan oleh pemerintah dimana pembuatan Akta Ikrar Wakaf dan/atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf adalah merupakan suatu keharusan, namun masih terdapat tanah-tanah wakaf yang belum dibuatkan Akta Ikrar Wakaf maupun Akta Pengganti Ikrar Wakaf. Terhadap perwakafan tanah yang tidak dibuatkan Akta Ikrar Wakaf


(54)

atau Akta Pengganti Ikrar wakaf, maka wakaf tersebut merupakan wakaf yang berupa wakaf lisan ataupun wakaf di bawah tangan.

Pelaksanaan wakaf yang belum dibuatkan Akta Ikrar Wakaf pada umumnya dilakukan secara lisan ataupun secara dibawah tangan. Wakaf yang diberikan secara dibawah tangan dilakukan dengan pemberian surat pernyataan yang dibuat oleh wakif yang diserahkan kepada nadzir yang menyatakan bahwa wakif telah mewakafkan tanahnya kepada nadzir dan disertai dengan penyerahan sertipikat tanah dari wakif kepada nadzir.

Dalam pembuatan surat pernyataan tersebut juga disaksikan oleh saksi-saksi antara lain :

1. Suami/ keluarga dari wakif. 2. Majelis wakaf.45

Walaupun pemberian wakaf yang dilakukan secara di bawah tangan namun dilakukan dengan disertai dengan pembuatan surat pernyataan dan penyerahan sertipikat kepada Nadzir. Pemberian wakaf dibawah tangan tersebut pada kenyataanya telah sah secara Hukum Islam karena telah memenuhi syarat dan rukun wakaf, namun pemberian wakaf tersebut tidak diakui secara Hukum Negara karena tidak sesuai dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

Pemberian wakaf secara lisan ataupun secara dibawah tangan dianggap tidak memenuhi syarat wakaf yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun

45


(55)

2004, maka dengan sendirinya tidak terlindungi dan tanah wakaf tersebut kembali pada ahli warisnya.

Pemberian wakaf yang dilakukan secara dibawah tangan tidak diakui oleh hukum negara sehingga mengakibatkan perlindungan hukum terhadap pemberian wakaf secara dibawah tangan tersebut tidak ada karena pemberian wakaf yang dilakukan secara dibawah tangan tidak diakui secara hukum dan batal demi hukum. Apabila dikemudian hari terjadi sengketa mengenai pemilikan dari tanah wakaf yang telah diwakafkan tersebut, dimana ahli waris dari wakif mengelak telah diberikannya tanah yang dimiliki wakif kepada nadzir yang ditunjuk, maka nadzir yang telah menerima wakaf tersebut tidak akan mendapatkan perlindungan hukum karena pemberian wakaf yang diberikan kepada nadzir tersebut oleh negara dianggap tidak ada.

Wakaf dibawah tangan adalah wakaf yang dilakukan oleh para pihak sendiri tanpa disertai dengan pembuatan Akta Ikrar Wakaf oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Berdasarkan Pasal 1847 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pihak yang dilakukan tidak dihadapan pejabat umum. Pejabat umum dalam kaitannya dengan wakaf adalah Pejabat Pembuat Akta Ikrar wakaf.

Pelaksanaan wakaf dibawah tangan pada prinsipnya dapat menimbulkan masalah dikemudian hari yang berkaitan dengan status kepemilikan tanah wakaf tersebut. Pelaksanaan wakaf yang dilakukan secara di bawah tangan dapat mengakibatkan hilangnya tanah yang telah diwakafkan karena diambil alih oleh ahli warisnya, dimana tanah wakaf yang telah diberikan diminta kembali oleh ahli waris dari wakif yang telah memberikan tanah wakaf tersebut kepada, ahli waris dari wakif tersebut tidak mengakui bahwa tanah wakaf tersebut telah diwakafkan oleh orang tuanya dengan alasan mereka


(56)

tidak pernah mengetahui adanya pemberian wakaf yang dilakukan oleh orang tuanya tersebut.46

Dari segi hukum, berdasarkan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, penyelesaian sengketa perwakafan dapat ditempuh dengan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila penyelesaian sengketa dengan musyawarah mufakat tidak berhasil maka sengketa dapat dilakukan dengan mediasi. Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa

Dalam hal ini penerima wakaf tidak bisa melakukan apa-apa karena wakaf tersebut tidak diakui secara hukum negara sehingga tidak memperoleh perlindungan hukum. Oleh karena itu nadzir sebagai pengurus dan pengelola dari harta wakaf sangat memerlukan perlindungan hukum untuk mempertahankan tanah-tanah wakaf yang telah diwakafkan kepadanya agar tanah-tanah wakaf tersebut dapat tetap dipertahankan dan dipergunakan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.

Berdasarkan praktek, apabila terjadi sengketa yang berkaitan dengan status kepemilikan tanah yang telah diwakafkan secara dibawah tangan, dalam hal wakif telah meninggal dunia dan ahli waris dari wakif mengelak telah dilakukannya pemberian tanah wakaf oleh wakif kepada nadzir, biasanya sengketa ini diselesaikan secara kekeluargaan saja karena pemberian wakaf pada prinsipnya diperuntukkan untuk ibadah kepada Allah SWT dan nadzir tidak mempunyai alat bukti yang kuat yang dapat melindungi kedudukan nadzir.

46

Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 74


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses mekanisme pelaksanaan perwakafan tanah di kota Medan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 secara materil baru terjadi setelah melewati prosedural pembuatan akta ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan di saksikan para saksi serta Nadzir. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) ex-officio Kepala Kantor Urusan Agama setempat yang dituangkan ke dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW), namun secara formil prosedural kepemilikan tanah wakaf lahir setelah diterbitkannya sertipikat tanah wakaf oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam hal ini kantor pertanahan.

2. Hambatan dalam pendaftaran tanah wakaf di kota Medan antara lain, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan sertifikasi tanah wakaf di kota Medan yang belum maksimal. Kondisi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adanya sikap simplifikasi / penyederhanaan masyarakat terhadap pentingnya sertifikasi tanah wakaf. Masyarakat merasa cukup kuat untuk tidak melakukan sertifikasi selama di atas tanah wakaf sudah berdiri bangunan fisik sebagai contoh mushalla atau masjid. Di sini masyarakat hanya berwakaf secara lisan dihadapan nadzir, dimana wakif cukup menyatakan ikrar wakafnya langsung di depan nadzir, tidak dihadapan Pejabat Pembuatan Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) atau ditulis


(2)

secara sederhana, yang ditinjau secara hukum tentu belum memiliki kekuatan hukum yang sebenarnya sebagai harta wakaf. Hal ini dapat berdampak negatif, misalnya adanya penggugatan oleh ahli waris. Disamping itu ada faktor lain sebagai kendala yaitu adanya berbagai kenyataan bahwa tanah-tanah wakaf itu berada di jalur hijau atau di pinggir sungai. Rendahnya sertifikasi tanah wakaf juga disebabkan rendahnya pengetahuan para wakif dan nadzir tentang seluk beluk pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf. Hal ini dapat terjadi karena ketidakpahaman wakif tentang sertifikasi wakaf.

3. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kota Medan dalam menyelesaikan problematika pendaftaran tanah wakaf adalah:

a. Apabila wakif masih hidup bentuk pengamanannya dengan dibuatkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (AIW).

b. Apabila wakif telah meninggal dunia bentuk pengamanannya dengan dibuatkan Akta Pengganti Ikrar Wakaf (APAIW) oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (AIW).

c. Objek wakaf tersebut dikeluarkan dari lalulintas perdagangan.

B. Saran

1. Melihat pelaksanaan dan kendala diatas, maka ada beberapa usulan dan saran untuk perbaikan selanjutnya, agar perlu diintensifkan lagi koordinasi antara Kantor Depag dengan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), baik ditingkat provinsi maupun Kota beserta instansi terkait lainnya, agar


(3)

melakukan penyuluhan dan sosialisasi baik kepada para pejabat yang berwenang menangani wakaf maupun kepada masyarakat terutama mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977 tntang Perwakafan Tanah Milik dan Undang-undang RI No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf serta Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 422 Tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh Instansi terkait dengan membentuk Tim Teknis dan Kerja.

2. Perlu peningkatan sosialisasi mengenai prosedural kepemilikan tanah wakaf di dalam kehidupan masyarakat bangsa dan negara dan sebaiknya dengan melibatkan perguruan tinggi.

3. Perlu sosialisasi mengenai aspek kepastian hukum, aspek keadilan dan aspek kemanfaatan terdaftarnya tanah wakaf di kantor pertanahan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Anshori, Abdul Ghofur. 2005, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Pilar Media, Yogyakartam.

Abdurrahman, 2005, Masalah Perwakafan Tanah Milik Dan Kedudukan Tanah

Wakaf Di Negara Kita, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Al-Alabij, Adijani, 2002, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori dan

Praktek , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ali, HM. Daud dan Habibah Daud.2005, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

Al Kabisis. Muhammad Abid Abdullah, 2004, Hukum Wakaf, Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN, Jakarta.

Departemen Agama RI. Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Jakarta, 2006

Harsono. Boedi. 2003, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, cetakan kesembilan.

Hamami, Taufiq, 2003, Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria

Nasional, PT. Tatanusa, Jakarta.

Hasanah, Ustawun, 2003, Manajemen Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, Alumni, Bandung.

Harmanses, R.1996, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta.

Karim, Helmi, 2005. Fiqh Muamaalah, Rajawali Pers, Jakarta..

Lubis, Suhrawardi K. 2010. Wakaf dan Pemberdayaan Umat, UMSU, Medan. Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, 2008, Hukum Pendaftaran Tanah,

Mandar Madju, Bandung.

Lubis, M. Solly, 2002, Sistem Nasional, Mandar Maju, Bandung.

Manan. Abdul, 2003, Aneka Masalah Hukum Materiel Dalam Praktek Peradilan

Agama, Pustaka Bangsa Pers, Jakarta,


(5)

Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis, 2008, Hukum Perjanjian Dalam

Islam, Sinar Grafika, Jakarta.

Parlindungan, A.P. 1994. Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung.

Rofiq, Ahmad. 1999. Hukum Islam Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. Rasyid, Sulaiman, 2000, Fiqh, At-Tahriyah, Bandung.

Suparman, 1999, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Darul Ulum Press.Jakarta. Usman, Rachmadi, 2009, Hukum Perwakafan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Universitas Islam Riau, Kesimpulan Hasil Seminar Wakaf Tanah Dalam Sistem

Hukum Nasional Indonesia, UIR Press, Pekan Baru, 1991

Wahid, Muchtar, 2005. Analisis Deskriptif Terhadap Kepastian Hukum Hak Milik

Atas Tanah, Citra Aditya, Bandung.

Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indoensia, Pustaka Bangsa, Medan, 2009

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.28 tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik

Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 Tentang Pelaksanaan PP No.28 Tahun 1977

Inpres RI No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Departemen Agama RI, Al quran dan Terjemahannya, 2002.


(6)

C. Internet

Abd. Manaf, Syahadah Al Istifadhah Dalam Sengketa Perwakafan,

http//www.rumusan Hasil diskusi Kelompok Bidang Peradilan Agama pada RAKERNAS Mahkamah Agung RI Tahun 2008 diakses tanggal 5 MMei 2011