Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Safety Driving pada Pengemudi Mobil Tangki Terminal BBM Medan Group Labuhan Deli Medan Tahun 2011

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA PENGEMUDI MOBIL TANGKI TERMINAL BBM MEDAN

GROUP PT PERTAMINA (PERSERO) LABUHAN DELI MEDAN TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH

SHEILA OKTARINA 071000176

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA PENGEMUDI MOBIL TANGKI TERMINAL BBM MEDAN

GROUP PT PERTAMINA (PERSERO) LABUHAN DELI MEDAN TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

SHEILA OKTARINA 071000176

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAFETY DRIVING PADA PENGEMUDI MOBIL TANGKI TERMINAL BBM MEDAN

GROUP PT PERTAMINA (PERSERO) LABUHAN DELI MEDAN TAHUN 2011

071000176 SHEILA OKTARINA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 06 Januari 2012

dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji 1

dr. Halinda Sari Lubis, MKKK.

NIP. 196506151996012001 NIP. 196202061992031002 Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes.

Penguji II Penguji III

dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS.

NIP. 195711171987021002 NIP. 197305232008122002 Umi Salmah, SKM. M.Kes.

Medan, Januari 2012 Fakultas Kesehatan Masyarkat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 196108311989031001 Dr. Drs. Surya Utama, MS.


(4)

ABSTRAK

Safety driving merupakan bagian dari budaya keselamatan jalan (road safety culture) yang melihat bagaimana tindakan aman seseorang dalam mengemudi.

Terdapat dua faktor yang berhubungan dengan safety driving, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan di luar individu.

Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan dan pemasaran minyak bumi. Dalam proses pemasaran tentu saja terdapat aktivitas pendistribusian BBM tersebut ke wilayah kerja yang ditentukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki PT Pertamina dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Data diperoleh dari kuisoner yang disebarkan kepada pengemudi mobil tangki sebanyak 65 orang.

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa safety

driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina berada pada kategori baik.

Artinya bahwa sebagian besar dari jumlah pengemudi telah memiliki kesadaran untuk bertindak aman dalam berkendara. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan safety

driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina, yaitu kondisi jalan dan

kondisi cuaca. Sedangkan untuk faktor-faktor lain seperti pengalaman bekerja, tingkat pendidikan, status pengemudi dan keikutsertaan diklat safety driving tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap safety driving. Diharapkan perusahaan memberi pelatihan safety driving secara menyeluruh kepada seluruh pekerja serta melakukan evaluasi terhadap penyelenggara pelatihan safety driving agar hasil yang diperoleh dari pelatihan tersebut dapat menjadikan pengemudi lebih bertindak aman dalam berkendara sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan.


(5)

ABSTRACT

Safety driving is a part of a road safety culture that saw how the person’s safe action in driving. There are two factors related to safety driving, internal factor and external factor. Internal factors are a factor that derived from individuals, while external factors are environmental factors that originated from outside the individual.

Terminal BBM Medan Group PT. Pertamina (Persero) is a company engaged in the processing and marketing of petroleum. In the marketing process, of course there is a distribution activities of Fuel Oil into the working area specified. The object of this study is to determine the factors that related with safety driving on tanker driver of PT Pertamina Company by using a quantitative approach. Data obtained from kuisoner which propagated to the tank car driver were 63 people

Generally the result of the research conducted shows that the safety driving on tank car driver in PT Pertamina is in either category. It means that most of the thank car driver already have the awareness to safety driving. In other that, the research results also indicate that there are several factors related to safety driving on the tanker driver in PT Pertamina, there are road and weather conditions. Where as for other factors such as work experience, education level, and participation in safety driving training, there was no relationship to the safety driving. Company are expected to provide safety driving training thoroughly to all workers and conduct an evaluation of safety driving training event for the results obtained from the training can be made more secure driver act in driving, so it can reduce the risk of accidents


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : SHEILA OKTARINA

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Uban, 04 Oktober 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Anggota Keluarga : 5 orang

Alamat Rumah : Jln. Tuah karya F12 Perum Anggrek Regency Pekanbaru-Riau

Riwayat Pendidikan :

1. 1995-2001 : SD Negeri 1 Tanjung Uban 2. 2001-2004 : SMP Diniyah Puteri Pekanbaru 3. 2004-2007 : SMA Negeri 1 Tanjung Pinang 4. 2007-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang hanya dengan hidayah dan karunia yang tiada terhingga yang telah diberikan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Safety

Driving pada Pengemudi Mobil Tangki Terminal BBM Medan Group Labuhan Deli

Medan Tahun 2011”.

Skripsi ini merupakan wujud persembahan penulis dari proses belajar yang diterima selama belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan dalam rangka memperoleh gelar sarjana.

Dalam pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara beserta Pembantu Dekan I, II, dan III. 2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku ketua departemen K3 dan dosen

pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam menjalankan pendidikan khususnya di departemen K3 dari awal hingga akhir serta memberikan waktu dan mengerahkan pikiran untuk memberikan saran, bimbingan, motivasi terbaik yang tiada terhingga dengan penuh kesabaran terus diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan waktu dan mengerahkan pikiran untuk memberikan saran, bimbingan, motivasi terbaik yang tiada terhingga dengan penuh


(8)

kesabaran terus diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji II yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan untuk memaksimalkan hasil dari skripsi ini.

5. Ibu Umi Salmah, SKM, M.kes selaku dosen penguji III yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan untuk memaksimalkan hasil dari skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen serta pegawai FKM USU khususnya staf edukatif dan non edukatif Departemen K3 yang telah banyak membantu, memberikan ilmu dan pengalaman bermanfaat serta motivasi-motivasi dalam menjalani pendidikan selama di FKM USU.

7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Bambang wiji utomo dan Ibunda Marsiah yang telah memberikan motivasi, semangat, doa serta cinta yang luar biasa kepada penulis, tiada kata yang dapat dilukiskan untuk semua yang telah kalian berdua berikan.

8. Abangku tercinta Ardyan Kesuma serta adikku tercinta Rena Alfiana yang selalu mendukung dan menghibur penulis. Tetap berjuang mencapai cita-cita. Juga buat seluruh keluarga besar penulis, terima kasih atas semua dukungannya.

9. Bapak Haris selaku Pengawas Utama K3LL dan seluruh karyawan Terminal BBM Medan Group Labuhan Deli yang telah memberi kesempatan dan informasi kepada penulis, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.


(9)

10.Teman-teman yang selalu ada dalam suka dan duka (Rika, Pipit, Nana, Rina, Isas, Rizka) menemani penulis dalam menjalani kehidupan di kampus tercinta. Juga yang terkhusus Rofik Prastyo yang selalu setia mendengarkan keluh dan kesah penulis selama ini.

11.Untuk pihak-pihak yang selama ini membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Medan, Desember 2011


(10)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 9

2.2. Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 10

2.3. Kecelakaan Kerja ... 11

2.3.1. Pengertian Kecelakaan ... 11

2.3.2. Kerugian Akibat kecelakaan ... 12

2.3.3. Rasio Kecelakaan... 13

2.3.4. Penyebab Kecelakaan ... 14

2.3.5. Teori Penyebab Kecelakaan ... 14

2.4. Tindakan Tidak Aman... ... 17

2.4.1. Pengertian Tindakan Tidak Aman ... 17

2.4.2. Macam-macam Tindakan Tidak Aman... 18

2.5. Perilaku ... 19

2.5.1. Pengertian Perilaku ... 19

2.5.2. Pembentukan Perilaku ... 21

2.5.3. Proses Perubahan perilaku ... 22

2.5.4. Faktor Penentu Perilaku ... 22

2.6. Safety Driving ... 23

2.6.1. Pengertian Safety Driving ... 23

2.6.2. Manfaat Safety Driving ... 25

2.6.3. Faktor-faktor yang Penting dalam Safety Driving ... 27

2.6.3.1. Sebelum Mengemudi ... 27


(11)

2.6.3.2. Setelah Mengemudi ... 37

2.7 Kerangka Konsep ... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2.1. Lokasi Penelitian... 39

3.2.2. Waktu Penelitian ... 40

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1. Populasi ... 40

3.3.2. Sampel ... 40

3.4. Cara Pengambilan Data ... 40

3.4.1. Data Primer ... 41

3.4.2. Data Sekunder ... 41

3.5. Teknik Analisa Data ... 42

3.6. Definisi Operasional. ... 43

BAB IV HASIL 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 46

4.1.1. Sejarah Umum PT Pertamina ... 46

4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan ... 49

4.1.3. Tujuan Perusahaan ... 49

4.1.4. Logo Perusahaan ... 50

4.1.5. Terminal BBM Medan Group Labuhan Deli ... 50

4.1.5.1. Lokasi Terminal BBM Medan Group Labuhan Deli .. 50

4.1.5.2. Deskripsi Kegiatan Perusahaan ... 51

4.1.5.3. Struktur Organisasi Perusahaan ... 53

4.2. Analisa Univariat ... 54

4.2.1. Pengalaman Bekerja ... 54

4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 54

4.2.3. Status Pengemudi... 56

4.2.4. Keikutsertaan Diklat Safety Driving ... 56

4.2.5. Kondisi Jalan ... 57

4.2.6. Kondisi Cuaca ... 58

4.2.7. Safety Driving ... 58

4.3. Analisa Bivariat ... 59

4.3.1. Analisis Hubungan Pengalaman Bekerja dengan Safety Driving... 59

4.3.2. Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Safety Driving... 60

4.3.3. Analisis Hubungan Status Pengemudi dengan Safety Driving... 61


(12)

4.3.4. Analisis Hubungan Keikutsertaan Diklat safety driving

dengan Safety Driving ... 62 4.3.5. Analisis Hubungan Kondisi Jalan dengan Safety Driving ... 63 4.3.6. Analisis Hubungan Kondisi Cuaca dengan Safety Driving... 64

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Pengalaman Bekerja dengan Safety Driving ... 65 5.2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Safety Driving ... 66 5.3. Hubungan Status Pengemudi dengan Safety Driving ... 67 5.4 Hubungan Keikutsertaan Diklat safety driving dengan

Safety Driving ... 68 5.5 Hubungan Kondisi Jalan dengan Safety Driving ... 69 5.6 Hubungan Kondisi Cuaca dengan Safety Driving ... 71

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 73 6.2. Saran ... 74


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Bekerja.. 54 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .. 55 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dua Kategori Tingkat

Pendidikan ... 55 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pengemudi .... 56 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Diklat

Safety Driving ... 56

Tabel 4.6. Gambaran Kondisi Jalan yang dialami oleh Responden Penelitian . 57 Tabel 4.7. Gambaran Kondisi Cuaca yang dialami oleh Responden Penelitian.. 57 Tabel 4.8. Gambaran Safety Driving pada Responden Penelitian ... 58 Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Pengalaman Bekerja dengan

Safety Driving ... 59

Tabel 4.10.Tabulasi Silang antara Tingkat Pendidikan dengan Safety Driving .. 60 Tabel 4.11.Tabulasi Silang antara Status Pengemudi dengan Safety Driving ... 61 Tabel 4.12.Tabulasi Silang antara Keikutsertaan Diklat Safety Driving dengan

Safety Driving ... 62

Tabel 4.13.Tabulasi Silang antara Kondisi Jalan dengan Safety Driving ... 63 Tabel 4.14.Tabulasi Silang antara Kondisi Cuaca dengan Safety Driving ... 64


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Teori Domino Heinrich ... 14 Gambar 4.1. Diagram Alir Proses Operasi Terminal BBM Labuhan Deli ... 52 Gambar 4.2. Struktur Organisasi Terminal BBM Labuhan Deli ... 53


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner “faktor-faktor yang Berhubungan dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) Labuhan Deli tahun 2011”

2. Master data 3. Hasil Explore

4. Hasil Distribusi Frekuensi 5. Hasil Crosstabs

6. Dokumentasi

7. Surat Izin Penelitian dari FKM USU 8. Surat Izin Penelitian dari PT Pertamina 9. Surat Selesai Penelitian dari PT Pertamina


(16)

ABSTRAK

Safety driving merupakan bagian dari budaya keselamatan jalan (road safety culture) yang melihat bagaimana tindakan aman seseorang dalam mengemudi.

Terdapat dua faktor yang berhubungan dengan safety driving, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan di luar individu.

Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan dan pemasaran minyak bumi. Dalam proses pemasaran tentu saja terdapat aktivitas pendistribusian BBM tersebut ke wilayah kerja yang ditentukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki PT Pertamina dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Data diperoleh dari kuisoner yang disebarkan kepada pengemudi mobil tangki sebanyak 65 orang.

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa safety

driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina berada pada kategori baik.

Artinya bahwa sebagian besar dari jumlah pengemudi telah memiliki kesadaran untuk bertindak aman dalam berkendara. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan safety

driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina, yaitu kondisi jalan dan

kondisi cuaca. Sedangkan untuk faktor-faktor lain seperti pengalaman bekerja, tingkat pendidikan, status pengemudi dan keikutsertaan diklat safety driving tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap safety driving. Diharapkan perusahaan memberi pelatihan safety driving secara menyeluruh kepada seluruh pekerja serta melakukan evaluasi terhadap penyelenggara pelatihan safety driving agar hasil yang diperoleh dari pelatihan tersebut dapat menjadikan pengemudi lebih bertindak aman dalam berkendara sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan.


(17)

ABSTRACT

Safety driving is a part of a road safety culture that saw how the person’s safe action in driving. There are two factors related to safety driving, internal factor and external factor. Internal factors are a factor that derived from individuals, while external factors are environmental factors that originated from outside the individual.

Terminal BBM Medan Group PT. Pertamina (Persero) is a company engaged in the processing and marketing of petroleum. In the marketing process, of course there is a distribution activities of Fuel Oil into the working area specified. The object of this study is to determine the factors that related with safety driving on tanker driver of PT Pertamina Company by using a quantitative approach. Data obtained from kuisoner which propagated to the tank car driver were 63 people

Generally the result of the research conducted shows that the safety driving on tank car driver in PT Pertamina is in either category. It means that most of the thank car driver already have the awareness to safety driving. In other that, the research results also indicate that there are several factors related to safety driving on the tanker driver in PT Pertamina, there are road and weather conditions. Where as for other factors such as work experience, education level, and participation in safety driving training, there was no relationship to the safety driving. Company are expected to provide safety driving training thoroughly to all workers and conduct an evaluation of safety driving training event for the results obtained from the training can be made more secure driver act in driving, so it can reduce the risk of accidents


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak penemuan kendaraan bermotor lebih seabad lalu, diperkirakan sekitar 30 juta orang terbunuh akibat kecelakaan jalan (road crashes). Kajian terbaru menunjukkan sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan jalan di seluruh dunia. Angka tersebut merupakan peningkatan dari 880.000 korban kecelakaan tahun 1999, dan pada 2010 diperkirakan meningkat antara 1,1-1,2 juta, kemudian menjadi 1,3-1,4 juta per tahun pada tahun 2020. Pada periode yang sama mobil telah membunuh lebih banyak orang daripada keseluruhan korban perang termasuk dalam dua perang dunia. Korban kecelakaan jalan juga lebih banyak dibandingkan korban kecelakaan angkutan udara, laut, danau, maupun kereta api (Kompas, 2007).

Organisasi Kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan jalan merupakan penyebab terbesar ketiga kematian di seluruh dunia, setelah penyakit jantung dan depresi. Di Amerika, sejak mobil ditemukan sebanyak 3 juta orang meninggal akibat kecelakaan jalan, jauh lebih banyak dibandingkan kematian 650.000 orang Amerika akibat perang sejak perang revolusi sampai perang Iraq. Di Afrika, lebih banyak anak-anak mati akibat kecelakaan jalan daripada akibat virus HIV/AIDS. Kecelakaan jalan juga membunuh banyak orang muda (usia 15-44 tahun) di Afrika daripada akibat penyakit malaria (Wirawan, 2009).


(19)

Di Indonesia, jumlah korban kecelakaan jalan tahun 2005 mencapai 33.827 orang, dimana 36% (12.178 orang) meninggal dunia. Angka itu sangat mencemaskan karena antara 100 orang yang mengalami kecelakaan terdapat 36 orang meninggal dunia. Angka tersebut juga berarti dalam satu hari terdapat 33 orang meninggal karena kecelakaan jalan. Jika ditinjau dari golongan umur, hampir 50% korban berumur muda antara 15-21 tahun. Dalam kenyataan di lapangan, angka kecelakaan tersebut dimungkinkan lebih besar lagi, karena biasanya hanya kecelakaan besar saja yang dilaporkan, sedangkan kecelakaan yang terjadi di pedesaan dan tempat-tempat terpencil tidak dilaporkan (Wirawan, 2009).

Besarnya kematian akibat kecelakaan tersebut menurut WHO dan Bank Dunia memberi perhatian terhadap masalah itu dengan mengeluarkan laporan berjudul

World Report on Road Traffic Injury Prevention. Laporan ini menyatakan bahwa

menurut proyeksi yang dilakukan antara tahun 2000 dan 2020, kematian akan meningkat di Negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Tingginya angka kecelakaan akan menyebabkan Negara berpendapatan rendah menderita kerugian yang sangat signifikan, yaitu hilangnya satu persen Gross National Product (GNP), Negara dengan penghasilan sedang bahkan kehilangan dua person GNP. Hal ini berarti menurunnya pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat Negara tersebut (Maryoto, 2005).

Mengingat banyaknya kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan jalan, maka kita perlu membangun dan mengembangkan budaya keselamatan jalan (road

safety culture). Budaya dapat mempengaruhi bagaimana seseorang bersikap dan


(20)

yang tidak kondusif tidak akan memberikan hasil yang optimal. Dalam kaitannya dengan keselamatan jalan (road safety), seseorang yang telah berkondisi dengan budaya disiplin akan bersikap patuh dengan peraturan dan etika di perjalanan, begitu juga sebaliknya (Sutawi, 2006).

Ketidakdisiplinan seseorang pada saat mengemudi dapat menyebabkan kecelakaan. Dari sekian banyak kecelakaan yang terjadi di Indonesia, sebagian besarnya (90,3%) disebabkan oleh faktor manusia. Lebih jauh lagi, dari 90,3% kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia tersebut, sebesar 86,8% disebabkan oleh kesalahan pengemudi (Data Direktorat Jendral Perhubungan Darat Departemen Perhubungan RI, 2005).

Banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh pengemudi disebabkan oleh rendahnya perilaku disiplin berlalu lintas dan ketidaktahuan pengemudi mengenai cara mengemudi yang baik dan aman di jalan raya. Termasuk juga kemudahan seseorang untuk mendapatkan surat izin mengemudi, yang diberikan pada usia kurang dari 17 tahun, yang hanya dilakukan dengan menguji kemampuan mengemudi tanpa harus melalui tahap pengujian mental dan disiplin dalam berkendara menyebabkan banyak pengemudi pemula yang mengalami kecelakaan.

Oleh sebab itu, pemberian diklat (pendidikan dan pelatihan) mengenai bagaimana cara mengemudi yang benar dan aman (safety driving), adalah salah satu upaya untuk meningkatkan perilaku disiplin para pengemudi kendaraan bermotor agar sesuai dengan tata cara berlalu lintas yang benar dan aman. Selain itu, cara ini dapat digunakan dalam upaya menurunkan frekuensi kecelakaan yang terjadi akibat kelalaian dalam mengemudi.


(21)

Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan dan pemasaran minyak bumi. Dalam proses pemasaran tentu saja terdapat aktivitas pendistribusian BBM tersebut ke wilayah kerja yang di tentukan. Adapun area distribusi Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) adalah mulai dari wilayah Medan dan sekitarnya, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Asahan, serta Provinsi Aceh bagian Timur dan Tenggara. Area-area ini dilayani oleh 215 SPBU, 12 SPDN, 14 APMS, serta 156 agen industri. Aktivitas pendistribusian ini tentu saja memiliki risiko keselamatan yang akan dihadapi perusahaan pada saat kegiatan operasional dijalankan.

Kecelakaan merupakan salah satu risiko keselamatan tersebut. Menurut data yang didapat selama tahun 2010, adapun persentase berdasarkan jenis kecelakaan di Terminal BBM Medan Group adalah 12% kejadian kebakaran, 13% kejadian tumpahan minyak, 25% kecelakaan sarfas, dan 50% kecelakaan lalu lintas/mobil tangki. Dari data tersebut dapat dilhat bahwa jumlah persentase terbesar kecelakaan yang terjadi adalah kecelakaan lalu lintas/mobil tangki yaitu sebesar 50%.

Selain data mengenai kecelakaan tersebut, terdapat pula data mengenai penyebab kecelakaan. Adapun persentase data penyebab kecelakaan di Terminal BBM Medan Group adalah sebesar 44% yang disebabkan oleh pihak lain dan 56% disebabkan oleh awak mobil tangki.

Berdasarkan data tersebut penyebab jumlah kecelakaan terbesar adalah berasal dari awak mobil tangki/kontraktor. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyebab kecelakaan terbesar adalah human factor. Dalam teori domino yang


(22)

dikemukanan oleh Heinrich, human factor adalah penyebab tindakan tidak aman (unsafe act). Dalam teori domino, disebutkan bahwa kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu 80% disebabkan oleh tindakan yang tidak aman, 18% disebabkan oleh kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dan 2% penyebabnya tidak dapat diperkirakan. Jadi kecelakaan kerja tidak hanya disebabkan oleh manusia saja (human factor) tetapi juga bisa disebabkan oleh faktor lain, yaitu lingkungan yang dapat menyebabkan kondisi yang tidak aman (unsafe condition).

Walaupun pihak perusahaan telah mengadakan diklat safety driving, tetapi masih saja terdapat angka kecelakaan yg cukup tinggi pada pengemudi mobil tangki. Oleh karena itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan safety

driving pada pengemudi mobil tangki Terminal BBM Medan Group PT. Pertamina

(Persero) dapat menjadi upaya untuk mengetahui faktor-faktor lain yang berkaitan dengan penyebab tingginya angka kecelakaan di perusahaan tersebut. Selain itu penelitian ini juga dapat melihat gambaran safety driving pada pengemudi.

1.2.Perumusan Masalah

Jumlah angka kecelakaan yang cenderung tinggi menjadi perhatian dan masalah yang cukup serius bagi pihak perusahaan, baik dari segi biaya maupun waktu kerja yang hilang. Oleh karena itu, studi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan safety driving pada pengemudi perlu dilakukan di Terminal BBM Medan Group PT. Pertamina (Persero) Labuhan Deli Medan.


(23)

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki di Terminal BBM Medan Group PT. Pertamina (Persero) Labuhan Deli Medan tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara pengalaman bekerja dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina.

2. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina.

3. Untuk mengetahui hubungan antara status pengemudi dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina.

4. Untuk mengetahui hubungan antara keikutsertaan diklat safety driving dengan

safety driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina.

5. Untuk mengetahui hubungan antara kondisi jalan dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina.

6. Untuk mengetahui hubungan antara kondisi cuaca dengan safety driving pada pengemudi mobil tangki di PT Pertamina.


(24)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat menjadi masukan dan memberikan inspirasi bagi manajemen perusahaan untuk meningkatkan kinerja para pengemudi khususnya yang berkaitan dengan safety driving.

2. Bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai isu-isu keselamatan dan kesehatan kerja, terutama mengenai road safety dan aspek-aspek yang terkait di dalamnya, salah satunya adalah safety driving


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja secara harfiah terdiri dari tiga suku kata, yaitu keselamatan, kesehatan, dan kerja. Keselamatan dalam bahasa Inggris disebut

safety yang berarti keadaan terbebas dari celaka dan hampir celaka (Geotsch dalam

Rizky, 2009). Sedangkan kesehatan adalah dalam bahasa Inggris disebut health, kesehatan menurut UU RI No. 36 tahun 2009 ialah “keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Definisi terakhir ialah definisi mengenai kerja. Kerja dalam bahasa Inggris disebut work atau occupation yang berarti kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan (pengahasilan dan lain-lain) (Geotsch dalam Rizky, 2009).

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut Joint Committee ILO dan WHO ialah:

“The promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental,

and social well being of in all occupations; the prevention among workers of departures from health caused bt their working conditions; the protection of workers in their employment from risks resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an occupational environment adapted to his physiological equipment; to summarize: the adaptation of work to man and each man to his job” (Tjipto, 2009).


(26)

Menurut Budiono (2003), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah: “Suatu ilmu multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenaga kerja terhadap risiko bahaya dalam melakukan pekerjaannya serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan, dam pencemaran lingkungan.” Sedangkan menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah:

“Keselamatan dan kesehatan Kerja adalah segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkan identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja” (Rizky, 2009).

Dari beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah ilmu (berupa teori) dan seni (berupa aplikasi) dalam menangani atau mengendalikan bahaya dan risiko yang ada di atau dari tempat kerja, yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan atau keselamatan pada pekerja maupun masyarakat sekitar lingkungan kerja (Tjipto, 2009).

2.2 Budaya Keselamatan dan kesehatan Kerja

Dalam Undang-Undang RI No. 1 tahun 1970 dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan dan perlu diadakan segala upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja. Berbagai upaya banyak dilakukan oleh


(27)

perusahaan sebagai tempat kerja untuk melindungi pekerjanya dari bahaya kecelakaan kerja. Perilaku tidak aman adalah merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, hal ini menjadi penting untuk menghindari terjadinya kematian maupun kerugian yang ditimbulkan.

Berbagai pendekatan dimulai dari pendakatan rekayasa (engineering), pendekatan sistem manajemen (intregated safety management system) yang kemudian dilanjutkan dengan pendekatan perilaku (behavior based system) dilakukan oleh setiap manajemen perusahaan supaya setiap pekerjanya dapat selamat dan dapat menampilkan perilaku yang aman sehingga kondisi yang aman tersebut menjadi suatu kebiasaan sehari-hari atau budaya bagi setiap pekerja di tempat kerja tersebut.

Budaya keselamatan memiliki fokus utama pada aspek keyakinan normatif (normative belief) yang dimiliki seseorang atau bagaimana seseorang berfikir dan bertindak dalam hubungannya dengan masalah keselamatan. Sebelum tahun 1980 umumnya untuk melakukan pengembangan budaya dilakukan pendekatan secara struktural, karena dirasakan menjadi faktor penting untuk mencapai keberhasilan sehingga masalah pengorganisasian, prosedur dan penerapannya menjadi fokus utama untuk mengarahkan perilaku.

2.3 Kecelakaan Kerja 2.3.1 Pengertian Kecelakaan

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak terkendali yang disebabkan oleh faktor manusia, situasi, dan lingkungan atau gabungan dari ketiganya, yang mengganggu proses kerja, yang dapat atau tidak dapat


(28)

menimbulkan cedera, kesakitan, kematian, dan kerusakan properti, atau kejadian lain yang tidak diinginkan, tetapi berpotensi untuk terjadi kecelakaan (Colling dalam Saputra, 2008).

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak terkendali akibat aksi atau reaksi dari sebuah benda, substansi, manusia, atau radiasi yang menimbulkan cedera atau berpotensi demikian (Heinrich dalam Rizky, 2009).

2.3.2 Kerugian Akibat Kecelakaan

Kerugian akibat kecelakaan ini terdiri dari kerugian langsung dan tidak langsung. Kerugian langsung meliputi penderitaan pribadi dan rasa kehilangan dari keluarga korban, sedangkan kerugian tidak langsung meliputi kerusakan material, hilangnya peralatan, biaya-biaya sebagai akibat kerugian tidak berproduksi, dan lain-lain (ILO dalam Saputra, 2008).

National Safety Council seperti yang dikutip oleh Asfahl (1990), membuat

daftar kategori biaya tersembunyi akibat kecelakaan sebagai berikut:

1. Biaya dari upah yang harus dibayarkan akibat waktu yang hilang pada pekerja yang tidak mengalami kecelakaan.

2. Biaya dari kerusakan material dan peralatan.

3. Biaya dari upah yang harus dibayarkan akibat waktu yang hilang pada pekerja yang mengalami kecelakaan.

4. Biaya ekstra dari kerja lembur yang dibutuhkan akibat kecelakaan.

5. Biaya dari upah pengawas untuk waktu yang digunakan dengan aktivitas yang diharuskan karena kecelakaan.


(29)

6. Upah dari biaya oleh karena penurunan output dari pekerja yang cedera setelah kembali bekerja.

7. Biaya selama pelatihan pekerja baru.

8. Biaya pengobatan yang harus ditanggung oleh perusahaan.

9. Biaya dari waktu yang dikeluarkan oleh pengawas dan rekan kerja lainnya dalam melakukan investigasi kecelakaan.

10.Biaya-biaya lain.

2.3.3 Rasio Kecelakaan

Dalam penelitiannya, Birds mengemukaan bahwa setiap satu kecelakaan berat disertai oleh 10 kejadian kecelakaan ringan, 30 kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan harta benda, dan 600 kejadian-kejadian hampir celaka. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dengan biaya tidak langsung adalah 1 : 5-50, dan digambarkan sebagai gunung es (Suardi, 2005).

Du Pont’s memperkenalkan hirarki yang umumnya direpresentasikan dengan segitiga keselamatan (the safety triangle). Menurut model ini banyak tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman muncul sebelum kecelakaan terjadi. Frekuensi kejadian ini merefleksikan kemungkinan pada setiap tingkatan segitiga (McSween dalam Saputra, 2008).


(30)

2.3.4 Penyebab kecelakaan

Dalam studi penelitian yang dilakukan oleh Heinrich terhadap 75 kasus kecelakaan dan menyebutkan ratio 88:20:2 nya yang terkenal. Hal ini berarti bahwa 88% dari semua kecelakaan tersebut disebabkan tindakan yang tidak aman. 10% karena kondisi yang tidak aman, dan 2% karena kondisi yang tidak dapat dicegah (McSween dalam Saputra, 2008).

Studi Du Pont’s terhadap kasus kehilangan hari kerja yang dialaminya selama periode 10 tahun menyimpulkan bahwa 96% kecelakaan disebabkan oleh tindakan tidak aman (McSween dalam Saputra, 2008).

2.3.5 Teori penyebab kecelakaan

Heinrich dalam risetnya menemukan sebuah teori yang dinamainya teori domino. Teori ini menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang menimbulkan cedera, terdapat lima faktor secara berurutan yang digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar, yaitu kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan, dan kondisi tidak aman (hazard), kecelakaan, serta cedera. Heinrich mengemukakan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah dengan memutuskan rangkaian sebab akibat. Misalnya dengan membuang hazard, satu domino diantaranya (Suardi, 2005).


(31)

Gambar 2.1. Teori Domino Heinrich (Sumber: Heinrich, 1980)

Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan merupakan akibat dari peristiwa berurutan, kiasan seperti domino jatuh. Jika salah satu domino jatuh, itu akan memicu domino berikutnya jatuh sampai pada domino terakhir. Menghapus faktor kunci membantu mencegah terjadinya reaksi berantai. Heinrich menyoroti domino ketiga sebagai kunci domino. Ini adalah faktor diwakili domino secara berurutan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kecelakaan kerja antara lain:

1. Situasi kerja

Situasi kerja berkaitan dengan kondisi lingkungan kerja yang mempengaruhi produktivitas pekerja. Situasi kerja yang dimaksud meliputi:

a. Pengendalian manajemen yang kurang b. Standar kerja yang minim

c. Lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar


(32)

2. Kesalahan orang

Kesalahan orang meliputi:

a. Keterampilan dan pengetahuan pekerja yang minim b. Masalah fisik dan mental

c. Motivasi yang minim atau salah penempatan d. Perhatian yang kurang

3. Tindakan tidak aman

Kesepakatan domino ketiga heinrich dengan penyebab langsung terjadinya kecelakaan. Heinrich merasa bahwa tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman merupakan faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Kondisi lingkungan kerja yang dimaksud seperti:

a. Tidak mengikut i metode kerja yang telah disetujui b. Mengambil jalan pintas

c. Menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja 4. Kecelakaan

Heinrich mendefinisikan kecelakaan sebagai kejadian yang sudah umum terjadi di lingkungan kerja.

a. Kejadian yang tidak terduga

b. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya c. Terjatuh


(33)

5. Cedera/kerusakan

Cedera atau kerusakan terhadap pekerja dibedakan menjadi:

a. Terhadap pekerja yang meliputi sakit dan penderitaan, kehilangan pendapatan, kehilangan kualitas hidup

b. Terhadap majikan meliputi kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi, kerugian produksi, dan kemungkinan proses pengadilan (Ridley, 2006)

2.4 Tindakan Tidak Aman

2.4.1 Pengertian Tindakan Tidak Aman

Menurut Heinrich seperti yang dikutip oleh Bayu Dwinanda (2007), tindakan tidak aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang pekerja yang memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap pekerja.

Tindakan tidak aman yang sering dijumpai antara lain:

a. Menjalankan yang bukan tugasnya, gagal memberikan peringatan. b. Menjalankan pesawat melebihi kecepatan.

c. Melepaskan alat pengaman atau membuat alat pengaman tidak berfungsi. d. Membuat peralatan yang rusak.

e. Tidak memakai alat pelindung diri. f. Memuat sesuatu secara berlebihan.

g. Menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. h. Mengangkat berelebihan.

i. Posisi kerja tidak tepat.


(34)

k. Bersenda gurau. l. Bertengkar.

m. Berada dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan.

2.4.2. Macam-macam Tindakan Tidak Aman

Secara umum, HFACS (Human Factors Analysis and Classification System) mengklasifikasikan tindakan tidak aman (unsafe acts) menjadi kesalahan (errors) dan pelanggaran (violations). Kesalahan adalah representasi dari suatu aktivitas mental dan fisik seseorang yang gagal mencapai sesuatu yang diinginkan. Pelanggaran disisi lain mengacu pada niat untuk mengabaikan petunjuk atau aturan yang telah diciptakan untuk melakukan suatu tugas tertentu (Wiegman, 2007).

Kesalahan manusia yang paling dasar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kesalahan memutuskan (decision errors), kesalahan sebab kemampuan (skill based

errors), dan kesalahan perceptual (perceptual errors). Sedangkan pelanggaran terdiri

atas rouitine violations dan exceptional vilolations (Wiegman, 2007).

Menurut Rasmussen, ada tiga jenjang kategori kesalahan yang dapat terjadi pada manusia, yaitu:

1. Salah sebab kemampuan (skill-based error)

Adalah suatu kesalahan manusia yang disebabkan oleh karena ketidakmampuan seseorang secara fisik atau tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu tugas tertentu. Seseorang bisa saja tahu apa yang harus dilakukan tetapi ia tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya.


(35)

2. Salah sebab aturan (rule-based error)

Adalah suatu kesalahan manusia karena tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan atau melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.

3. Salah sebab pengetahuan (knowledge-based error)

Adalah kesalahan manusia yang disebabkan karena tidak memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami situasi dan membuat keputusan untuk bertindak atau melakukan aktivitas (Saputra, 2008).

2.5 Perilaku

2.5.1 Pengertian perilaku

Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan mahluk hidup dan pada dasar nya perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun demikian tidak berarti bahwa perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi (Notoatmodjo, 2003).

Sementara itu Notoatmodjo menyebutkan perilaku sebagai perefleksian faktor-faktor kejiwaan seperti: keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, sikap, motivasi, reaksi sebagainya dan faktor lain seperti: pengalaman, keyakinan, sarana-sarana fisik, sosio, masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Perilaku manusia cenderung bersifat holistik (menyeluruh). Hal ini dapat diartikan bahwa sulit untuk dibedakan yang mana faktor yang mempengaruhi dan berkontribusi dalam pembentukan perilaku manusia.


(36)

Skinner seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan proses atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons. Skinner membedakan adanya dua respons, yaitu:

1. Respondent response atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respondent

response ini juga mencakup perilaku emosional.

2. Operant response atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang, kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation karena memperkuat atau reinforce, karena memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(37)

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.5.2 Pembentukan Perilaku

Notoatmodjo (2003) menyebutkan faktor yang memegang peranan di dalam pembentukan perilaku, yaitu: faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi, dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Faktor ekstern meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungan apabila perilaku tersebut dapat diterima oleh lingkungannya dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.

Menurut Reason (1997) mengungkapkan bahwa adanya saling mempengaruhi antara faktor psikologis dan faktor situasi dalam perilaku manusia dimana faktor manusia dipengaruhi faktor internal yaitu: faktor yang berkaitan dengan diri perilaku, seperti: kebutuhan, motivasi, kepribadian, harapan, pengetahuan, persepsi, dan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri perilaku atau dari lingkungan sekitarnya, seperti: kelompok, organisasi, atasan, teman, orang tua, dan lain-lain (Rizky, 2009).


(38)

2.5.3. Proses Perubahan perilaku

Terbentuknya dan perubahan perilaku manusia terjadi dikarenakan adanya proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui suatu proses yakni proses belajar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku dan proses belajar itu sangat erat kaitannya. Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses belajar (Soekidjo, 2003).

Proses pembelajaran yang terjadi pada diri individu terjadi dengan baik apabila proses pembelajaran tersebut menghasilkan perubahan perilaku yang relativ permanen. Dengan demikian dikatakan bahwa proses pembelajaran terjadi bila individu tersebut berperilaku, bereaksi dan menanggapi sebagai hasil dari pembelajarannya dengan cara yang berbeda dari individu tersebut berperilaku sebelumnya. Pada proses pembelajaran perubahan perilaku tersebut mencakup tiga komponen:

1. Pembelajaran melibatkan perubahan. Pada proses ini perubahan perilaku yang bersifat sementara akan mengembalikannya perilaku seperti semula.

2. Perubahan harus relatif permanen. Dalam perubahan perilaku sifat yang relatif permanen ini sangat diperlukan dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja agar perilaku tidak aman yang biasanya dilakukan tidak diulangi lagi.

3. Perubahan menyangkut perilaku. (Robbin dalam rizky, 2009)

2.5.4 Faktor Penentu Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.


(39)

Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Faktor internal, yaitu karekteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2003)

2.6. Safety Driving

2.6.1 Pengertian Safety Driving

Mengemudi (driving) adalah kemampuan dalam mengendalikan dan bagaimana mengoperasikan suatu kendaraan, baik berupa bus, truk, sepeda motor, ataupun mobil (Wikipedia, 2009).

Safety diving adalah perilaku mengemudi yang aman yang bisa membantu

untuk menghindari masalah lalu lintas. Safety driving merupakan dasar pelatihan mengemudi lebih lanjut yang lebih memperhatikan keselamatan bagi pengemudi dan penumpang. Safety driving didesain untuk meningkatkan kesadaran pengemudi terhadap segala kemungkinan yang terjadi selama mengemudi.

Menurut Bintarto Agung, Presiden direktur Indonesia Devensive Driving


(40)

juga mempunyai sikap mental positif yang menjauhkannya dari bahaya di jalan raya (Kompas, 28 Maret 2006).

Masih menurut Bintarto, pengemudi yang baik harus memakai 4 A, yaitu

alertness (kewaspadaan), awareness (kesadaran), attitude (tingkah laku), dan anticipation (mengharapkan). Seorang pengemudi harus selalu mengharapkan sesuatu

yang tidak diharapkan, sehingga akan selalu sadar dan waspada serta berhati-hati dalam bertingkah laku saat mengemudikan kendaraan.

a. Alertness (kewaspadaan)

Dengan memiliki keterampilan dalam safety driving, pengemudi akan mengetahui bagaimana cara mengendalikan mobil dan keluar dari kondisi bahaya yang ada pada saat itu, karena dalam safety driving juga diajarkan teknik khusus mengenai

over steering, under steering, dan recovery. Situasi seperti tergelincir, atau

menghindari jalan berbatu terjal memerlukan teknik atau gerakan pengemudi yang khusus, dan ini bukan merupakan bagian yang dipersyaratkan untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi.

b. Awarness (kesadaran)

Kesadaran merupakan salah satu aspek dalam safety driving agar kita menyadari akan keterbatasan dan kemampuan kendaraan / mobil. Sebagai contoh, pada kasus fungsi rem, dimana dalam safety driving diajarkan bagaimana meningkatkan insting untuk meraih rem parkir (parking brake) atau memindahkan porsneling/gigi (gear) tanpa harus kehilangan kendali.


(41)

c. Attitude (sikap)

Dengan proactive attitude (tingakah laku yang lebih gesit) saat berada di belakang kemudi, diharapkan pengemudi dapat mengantisipasi potensial bahaya yang ditimbulkan oleh pengemudi lain daripada harus melakukan tindakan yang negativ kepada mereka (pengemudi lain).

d. Anticipation (mengharapkan)

Salah satu bagian yang penting dalam safety driving adalah antisipasi, dimana pengemudi terus menerus mengamati area sekitar, untuk mengetahui adanya potensi bahaya, misalnya pejalan kaki atau pengendara sepeda motor yang tiba-tiba membelok tanpa memberikan tanda, atau bahkan pengendara mobil di depan yang mabuk, dan tiba-tiba keluar dari jalur lalu lintas. Dalam hal ini safety

driving meengandung arti mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan timbul,

dimana kondisi ini sebenarnya tidak pernah diharapkan oleh pengemudi (Wirawan, 2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut jelas bahwa safety driving merupakan cara yang efektif untuk menurunkan angka kejadian kecelakaan akibat pengemudi yang kurang perhatian saat mengemudi ataupun pengemudi yang kurang berpengalaman.

2.6.2. Manfaat Safety Driving

Bagi karyawan yang menggunakan kendaraan perusahaan sebagai fasilitas transportasi, keselamatan dalam mengemudi merupakan bagian dari keselamata kerja. Diperkirakan 9 dari 10 hilangnya waktu yang terjadi karena cidera, mengakibatkan


(42)

libur kerja, dan tidak terhitung banyaknya karyawan yang tidak masuk karena harus merawat anggota keluarganya yang cidera.

Untuk itu pemberian pelatihan mengenai safety driving akan sangat berguna untuk meningkatkan kesadaran pengemudi akan pentingnya keselamatan di jalan raya.

Adapun pelatihan safety driving ini di tetapkan sebagai program yang dijamin dapat menciptakan keuntungan sebagai berikut:

a. Menurunnya jumlah kerusakan mobil perusahaan akibat kecelakaan

Menurunnya jumlah mobil perusahaan yang mengalami kecelakaan akan membantu perusahaan dalam mengontrol biaya asuransi maupun perbaikan mobil menjadi lebih kecil dan berkurangnya jumlah waktu kerja yang hilang bagi pengemudi karena telah terhindar dari bahaya kecelakaan.

b. Menurunnya jumlah waktu absensi yang disebabkan oleh cidera (injury)

Ketika supir perusahaan terlibat dalam suatu tabrakan, nilai asuransi yang dibutuhkan akan semakin mahal. Disamping itu, tanpa melihat apakah tabrakan ini terjadi saat bekerja atau tidak sedang bekerja, akan diperlukan tingginya biaya tidak langsung yang harus dikeluarkan, yang meliputi biaya perawatan, waktu penyembuhan, biaya pelatihan, hilangnya/menurunnya produktivitas, bahkan mungkin perekrutan uang pegawai.

c. Kebiasaan mengemudi yang aman untuk selamanya

Seseorang yang telah mendapatkan pelatihan safety driving diharapkan dapat memahami pentingnya mengemudi yang aman, sehingga akan selalu menerapkan


(43)

dalam kehidupan sehari-hari saat mengemudikan kendaraan, agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan.

Berdasarkan ketiga keuntungan tersebut, maka safety driving sangat penting untuk diterapkan agar seluruh pengemudi dapat mengemudi dengan selamat.

2.6.3 Faktor-faktor yang Penting dalam Safety Driving

Safety driving sangat berkaitan dengan persiapan (prepared) dan kewaspadaan

(aware). Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelun mengemudi, beberapa hal yang harus diwaspadai selama mengemudi, dan hal-hal yang diperhatikan setelah mengemudi.

2.6.3.1Sebelum Mengemudi

Sebelum menjalankan kendaraan, perlu dilakukan pengecekan pada kendaraan untuk memastikan bahwa kendaraan dalam keadaan prima, sehingga pengemudi dapat berkendara secara nyaman dan mencegah hambatan yang mungkin terjadi selama perjalanan. Beberapa hal yang perlu dilakukan pengecakan adalah sebagai berikut:

a. Memanaskan mesin kendaraan sekitar 10-15 menit.

Jangan terlalu lama memanaskan mobil, karena selain memboroskan bahan bakar juga asap knalpot dapat membahayakan pernafasan.


(44)

b. Memeriksa ban mobil.

Menurut Bintaro dalam harian Kompas 28 Maret 2006, menyatakan jika mobil harus bekerja keras, maka tekanan ban harus di cek setiap hari. Namun jika kendaraan jarang digunakan, maka tekanan ban perlu diukur setiap 4-6 hari. Pengukuran tekanan ban sebaiknya dilakukan ketika ban dalam keadaan dingin, kemudian ditambahkan udara sesuai kekurangan ketika ban juga masih dingin. Jadi idealnya setiap orang yang mempunyai mobil harus mempunyai alat pengukuran tekanan ban. Ketika mobil sudah dijalankan ke tempat pompa ban, kondisi ban sudah dalam keadaan panas. Tekanan ban yang tidak pas, baik kelebihan maupun kekurangan bisa menyebabkan pecah ban. Sedangkan risiko yang paling ringan adalah dapat memperpendek umur ban dan mobil berjalan tidak stabil.

c. Memeriksa kondisi bahan bakar. d. Memeriksa kondisi oli mesin.

e. Memeriksa kondisi rem sehingga dapat berfungsi dengan baik ketika kendaraan sedang dijalankan.

f. Memeriksa seluruh lampu-lampu kendaraan dan memastikan seluruhnya dapat berfungsi dengan baik.

g. Memeriksa bagian bawah kendaraan, untuk mengetahui adanya kemungkinan adanya kebocoran kecil.

h. Menyiapkan posisi duduk yang tepat.

Tiga hal yang didapatkan apabila posisi duduk sudah tepat, yaitu: kemudahan berkomunikasi dengan pengendara lain dan memantau situasi di luar mobil,


(45)

kenyamanan dalam mengemudi agar tidak mudah lelah dan selalu sigap meski mengemudi jarak jauh, dan mudah mengantisipasi jika mobil mulai kehilangan keseimbangan.

i. Memastikan kaca spion mobil dalam posisi yang tepat dan dalam keadaan bersih. Begitu juga dengan jendela mobil, sehingga tidak menghalangi pandangan.

j. Mengikat barang-barang yang mungkin bisa terjatuh saat kendaraan di rem mendadak.

k. Selalu menyediakan perlengkapan seperti ban cadangan, dongkrak, dan alat-alat perkakas, untuk mengantisipasi kerusakan ringan di jalan.

l. Menyiapkan surat-surat kendaraan seperti SIM, STNK, dan KTP selalu update dan disimpan di tempat yang mudah untuk ditemukan.

m. Mengenakan sabuk pengaman secara benar, dan pastikan penumpang yang lain juga mengenakan sabuk pengaman. Sabuk pengaman (seat belt) yang baik harus memiliki pengait yang kuat yang terbuat dari besi, sehingga tidak mudah lepas atau patah saat terjadi hentakan yang keras. Sedangkan ujung yang terpasang pada

plat body harus terkancing dengan baik.

Selain melakukan pengecekan terhadap kondisi kendaraan, pengemudi juga perlu mempersiapkan kondisi badan/fisik yang baik sebelum mengemudi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Pengemudi tidak dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. b. Kondisi fisik harus bugar atau tidak dalam keadaan lelah. c. Pengemudi tidak dalam keadaan marah, sedih, bingung, stress. d. Pengemudi tidak dalam keadaan terlalu gembira.


(46)

2.6.3.2 Saat Mengemudi

ketika mengemudikan kendaraan di jalan umum, harus disadari bahwa harus berbagi jalan dengan orang lain. Untuk itu pengemudi harus tetap bersikap sopan, mentaati peraturan lalu lintas, dan tidak terpancing dengan situasi di jalan, misalnya jangan terpancing dengan orang yang memaksa ingin mendahului. Bintarto menyatakan, perbedaan waktu antara mengebut dan tidak mengebut tidak sampai 5 menit. Dengan mengebut, berarti kita suda h merisikokan diri kita kedalam situasi yang berbahaya. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengemudikan kendaraan:

a. Konsentrasi

Konsentrasi dan ketenangan sangat diperlukan saat mengemudi. Segala aktivitas yang dapat mengganggu konsentrasi pengemudi perlu dihindari seperti menerima telepon atau bercanda yang berlebihan, dan jangan terpancing untuk menyalip mobil lain secara kasar.

b. Teknik Olah Kemudi

Mengemudi dengan kedua tangan, posisi jam 3 (tangan kanan) dan jam 9 (tangan kiri) merupakan posisi dasar tangan saat mengemudi. Posisi ini direkomendasikan karena memungkinkan pengemudi untuk mengontrol mobil secara maksimum ketika harus bermanuver dengan cepat ketika menghindari kecelakaan. Kebiasaan yang salah dari para pengemudi kendaraan roda empat adalah memegang lingkar kemudi dengan satu tangan. Selain itu, ketika mobil hendak belok, telapak tangan biasanya dibalik ke atas untuk memutar kemudi sehingga kemudi kedua tangan terhadap stir mobil menjadi tidak optimal. Cara lain untuk mengontrol kemudi


(47)

yaitu dengan teknik yang sering digunakan oleh pembalap, yaitu dengan mendekatkan jok kemudi sehingga pergelangan tangan dapat diletakkan di kemudi, dengan lengan terentang dan punggung bersandar di jok. Posisi ini dapat mencegah tangan cepat terasa lelah saat mengemudi, dan merupakan posisi yang optimum untuk melakukan manuver menghindar secara mendadak.

c. Pandangan Mata (Scanning)

Pada saat mengemudi harus diikuti dengan sikap hati-hati dan konsentrasi, salah satunya adalah waspada terhadap situasi lalu lintas. Dengan melatih pandangan mata, maka akan dapat memprediksi situasi yang bakal terjadi di jalanan pada saat mengemudi, dan dapat merencanakan tindakan yang tepat ketika menghadapi kondisi yang berbahaya, sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan untuk melatih pandangan mata pada saat mengemudi:

1. Mata mengawasi arah depan

Pandangan mata harus diarahkan jauh ke depan secara menyeluruh, tidak hanya memperhatikan mobil di depan kendaraan saja tetapi juga lalu lintas di depan kendaraan tersebut, dengan tujuan agar dapat melihat perubahan yang terjadi di badan jalan dengan jelas. Hal ini berguna untuk meningkatkan kewaspadaan dan memberikan kesempatan untuk bereaksi sehingga dapat memperkecil kemungkinan untuk menabrak mobil di depan yang berhenti mendadak.


(48)

2. Pada saat melaju dengan kendaraan lain, pandangan mata diarahkan ke kiri dan ke kanan serta mengusahakan agar menghilangkan rintangan yang dapat mengganggu pandangan.

3. Mengecek kaca spion setiap setengah menit untuk melihat keadaan lalu lintas. 4. Ketika kendaraan lain melalui persimpangan, pindahkan arah pandang,

sehingga aktivitas setiap pengguna jalan yang dapat mempengaruhi situasi di persimpangan.

5. Saat kendaraan bergerak mundur dan hendak berbelok, arah kan pandangan ke sekitar lokasi.

d. Memberikan kesempatan pada mobil emergency seperti ambulans, mobil polisi atau kendaraan lain yang memberikan signal flashing, dengan cara mengambil jalur sebelah kiri.

e. Memperhatikan Kondisi Jalan

Kondisi-kondisi jalan yang harus diperhatikan saat mengemudi, antara lain: 1. Jalan lurus, tanjakan, turunan, atau datar.

2. Jalan semen, aspal, pasir, lumpur, atau berbatu. 3. Jalan kering, basah, atau licin.

4. Jalan rata atau bergelombang.

5. Jalan yang memiliki jalur-jalur atau pinggiran jalan yang tidak terlihat jelas. 6. Jalan yang tidak aman dilewati dalam keadaan darurat.


(49)

f. Memperhatikan Kondisi Cuaca

Kondisi cuaca yang perlu diperhatikan pada saat mengemudi yaitu hujan dan kabut.

1. Saat kondisi hujan

Ketika kondisi hujan dibutuhkan kehati-hatian dalam mengemudi. Karena jika tidak berhati-hati maka akan terjadi peristiwa yang disebut hydroplaning atau

aquaplaning, yaitu kondisi mengemudi di atas lapisan air yang tipis (sehingga

mengurangi daya “cengkeram” ban ke permukaan jalan). Hydroplaning terjadi karena kombinasi dari kecepatan kendaraan yang terlalu tinggi, jalanan licin atau terlalu banyak air, dan ban gundul.

2. Saat kondisi kabut

Dua hal yang perlu diperhatikan ketika mengemudi pada kondisi jalan berkabut, yaitu kecepatan kendaraan harus dikurangi dan penggunaan lampu kabut yang terangnya mengarah ke bawah atau penggunaan lampu hazard. g. Menyalip atau Melewati kendaraan lain

Menyalip merupakan tindakan yang sangat berbahaya pada saat mengemudi. Saat hendak menyalip, sebaiknya gunakan jalur kiri untuk mengemudi dan gunakan jalur sebelah kanan untuk menyalip atau melewati kendaraan yang lain. Bila tidak bisa melewati mobil atau kendaraan yang ingin dilewati dalam kurang satu menit, maka pengemudi harus kembali ke jalur kiri dan biarkan kendaraan lain lewat. Arahkan pandangan meluas ke kiri dan ke kanan, cek kaca spion untuk memastikan kondisi lalu lintas. Saat melewati kendaraan lain pengemudi


(50)

sebaiknya memberikan signal (tanda) agar tidak terjadi miss communication (salah pengertian) antar pengemudi.

h. Jarak aman saat beriringan (Safe Following Distance)

Pengemudi pada waktu mengikuti atau berada dibelakang kendaraan lain, wajib menjaga jarak dengan kendaraan yang ada di depannya (Pasal 62 PP No. 43 tahun 1993). Oleh karena itu, jarak antar kendaraan perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Cara yang paling mudah untuk menjaga jarak kendaraan yaitu dengan alat bantu statis pinggir jalan seperti tiang listrik atau pohon. Ketika mobil yang melaju di depan melewati pohon tersebut, hitung sebagai 0 detik, dengan hitungan seribu satu, seribu dua, seribu tiga, dan seterusnya. Bila tiga detik kemudian atau lebih kendaraan yang kita kemudikan melewati pohon tersebut, maka kita berada pada jarak yang aman dengan mobil di depan. Sedangkan jika kurang dari 3 detik maka kita perlu mengurangi kecepatan kendaraan. Teknik ini dikenal sebagai dengan “ three second role”, yang artinya buatlah jarak mobil 3 detik dari mobil di depan.

Pada kondisi hujan, berkabut atau kondisi berbahaya lainnya, hitungan harus dinaikkan menjadi 5 detik. Pada umumnya orang akan beraksi terhadap kondisi darurat minimal dalam hitungan setengah detik. Table 2.1 berikut ini adalah daftar jarak aman kendaraan dijalankan pada kecepatan-kecepatan tertentu.


(51)

Tabel 2.1. Jarak Aman Berkendara Berdasarkan Kecepatan Laju Mobil

i. Jarak aman saat berhenti atau mengerem (Safe Stopping Distance)

Pada saat mengemudi kendaraaan di jalan yang macet, jarak antar kendaraaan perlu diperhatikan agar tidak terjadi tabrakan antara kendaraan yang satu dengan yang lain. Saat menghentikan mobil, pastikan jarak mobil cukup memadai sehingga bisa melihat kedua ban belakang mobil yang berada di depan. Hal ini agar memudahkan saat kondisi yang memaksa anda harus keluar dari antrian kendaraan.

Kecepatan Jarak minimal Jarak aman

30 km/jam 15 meter 30 meter

40 km/jam 20 meter 40 meter

50 km/jam 25 meter 50 meter

60km/jam 40 meter 60 meter

70 km/jam 50 meter 70 meter

80km/jam 60 meter 80 meter

90km/jam 70 meter 90 meter

100km/jam 80 meter 100 meter

110km/jam 90 meter 110 meter


(52)

j. Salah satu fitur yang berkaitan dengan teknik pengereman adalah Anti-lock Brake

System (ABS), Eletronik Force Brake Distribution (EBD), dan Brake Assist

(BA). ABS berfungsi agar ban tidak terkunci saat terjadi pengereman. Jika kendaraan dilengkapi dengan ABS, jangan tunggu sapai keadan darurat, lakukan pengetesan dengan cara menghentikan mobil secara tepat. Sebaliknya pengetesan dilakukan pada jalan yang licin dan saat hujan di pelataran parkir yang kosong, untuk mengetahui apakah ABS berfungsi dengan baik ketika rem diinjak dengan sekuat-kuatnya. EBD berfungsi mendistribusikan daya pengereman ke setiap roda sesuai beban kendaraan. Mekanisme ini bekerja bersama ABS dan sangat bermanfaat ketika mengerem pada jalan menikung. Sementara itu, BA berguna untuk menambah daya pengereman saat mengerem mendadak. Mekanisme ini bekerja berdasarkan kecepatan menginjak pedal rem pada kondisi darurat. Sehingga dengan sedikit injakan tapi cepat, mobil dapat berhenti dengan cepat. k. Parkir

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat ingin memarkir kendaraan, yaitu: 1. Jika ingin memarkir kendaraan, pastikan terlebih dahulu tidak ada halangan

atau kendaraan lain yang menghalangi.

2. Memarkir kendaraan sebaiknya di tempat parkir yang aman, dan arahkan pandangan ke sekitar lokasi saat memposisikan kendaraan untuk parkir.

3. Jika parkir di tempat yang disengat matahari, lepaskan wiper (penghapus kaca) karena panas matahari bisa menyebabkan karet penghapus kaca tersebut lengket di kaca mobil.


(53)

2.6.3.3. Setelah Mengemudi

Setelah kendaraan digunakan atau dioperasikan maka kendaraan perlu dirawat (maintenance) agar kondisinya tetap baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah menggunakan kendaraan:

a. Memeriksa atau mengecek kembali kondisi mesin kendaraan guna menjaga kondisi mesin agar tetap baik.

b. Mengecek seluruh kondisi ban kendaraan guna memastikan ban dalam kondisi baik.

c. Memeriksa sekeliling bodi kendaraan dan memastikan semuanya dalam kondisi baik.

d. Memeriksa seluruh kondisi bagian dalam mobil dan harus diperhatikan dalam kondisi baik. Komponen dalam mobil antara lain:

1. Karet pedal kopling 2. Karet rem

3. Karet gas 4. Kemudi/Setir 5. Rem tangan

e. Kendaraan yang telah digunakan sebaiknya dicuci agar kondisi kendaraan tersebut tetap fresh.

f. Sebelum meninggalkan kendaraan pastikan seluruh pintu terkunci agar kendaraan tersebut tetap aman dan menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.


(54)

Faktor Internal

Faktor Eksternal 2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori tersebut, maka terbentuklah sebuah kerangka konsep tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan safety driving. Terdapat dua faktor yang berkaitan dengan safety driving, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

s

Pengalaman Bekerja

Kondisi Jalan

Kondisi Cuaca Keikutsertaan Diklat

Safety Driving

Status Pengemudi

Tingkat Pendidikan Safety Driving

• Tata cara berlalu lintas • Teknik olah kemudi • Teknik pengereman • Kecepatan

Safe following distance Safe stopping Distance Parkir


(55)

Keterangan gambar kerangka konsep:

Kotak yang berada di sebelah kiri tanda panah adalah variabel independen, sedangkan kotak yang berada di sebelah kanan tanda panah adalah variabel dependen. Tanda panah yang berada diantara kedua kotak tersebut melambangkan bahwa variabel independen dapat menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya variabel dependen. Variabel dependen penelitian ini adalah safety driving, sedangkan variabel independen pada penelitian ini adalah faktor internal (tingkat pendidikan, pengalaman bekerja, status pengemudi, keikutsertaan diklat safety driving) dan faktor eksternal (kondisi jalan dan kondisi cuaca).

2.8. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengalaman bekerja dengan safety driving. 2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan safety driving. 3. Ada hubungan antara status pengemudi dengan safety driving.

4. Ada hubungan antara keikutsertaan diklat safety driving dengan safety driving. 5. Ada hubungan antara kondisi jalan dengan safety driving.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan

cross sectional dimana pengukuran faktor-faktor yang menimbulkan safety driving

pengemudi mobil tangki dengan terjadinya safety driving dilakukan pada saat yang sama yaitu setiap subyek diobservasi satu kali saja menurut keadaan atau subyek pada saat observasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran hubungan mengenai faktor-faktor yang menimbulkan safety driving pada pengemudi mobil tangki Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) Labuhan Deli Medan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) Labuhan Deli Medan. Adapun alasan dilakukannya penelitian ini di perusahaan tersebut adalah:

1. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak perusahaan untuk melakukan penelitian ini.


(57)

2. Belum adanya penelitian yang mengangkat masalah faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan aman berkendara pada perusahaan tersebut.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Mei 2011-Desember 2011.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pengemudi mobil tangki yang berjumlah ± 180 orang yang ada pada Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) Labuhan Deli Medan Tahun 2011.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewaliki keseluruhan populasi (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling, sehingga memberikan kesempatan yang sama kepada setiap subjek untuk dipilih menjadi sampel. Rumus menentukan besarnya sampel yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2005) adalah seperti berikut ini:

n =

n =

N 1 + N(d2)

180 1 + 180(0,12)


(58)

Keterangan: n = Besar Sampel N = Besar Populasi

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)

Setelah dihitung, maka besar sampel yang diperoleh adalah N=64,285714 di bulatkan menjadi 65.

3.4. Cara Pengambilan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer yang didapatkan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini telah di modivikasi dari kuesioner yang diperoleh dari penelitian sejenis yang dibuat oleh Rizky (2009) dengan judul penelitian “Faktor-faktor yang yang Berhubungan dengan Perilaku Aman Berkendara pada Pengemudi Taxi PT X Pool Y”.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder yang di gunakan yaitu informasi mengenai kecelakan mobil tangki Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) Labuhan Deli Medan tahun 2010 dan profil perusahaan yang berisikan data umum Terminal BBM Medan Group PT Pertamina (Persero) Labuhan Deli Medan.


(59)

3.5 Teknik Analisa data

Analisis data dilakukan melalui dua tahapan, yaitu: 1. Analisis Univariat

Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik masing-masing varibel yang diteliti. Peneliti mengelompokkan variable penelitian ke dalam kategorik, oleh karena itu analisis univariat yang digunakan adalah distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi. 2. Analisi Bivariat/Uji Hipotesis

a. Tujuan Uji Hipotesis

Tujuan pengujian hipotesis adalah untuk membantu proses pengambilan keputusan apakah suatu perbedaan atau hubungan antara dua variabel yang diteliti cukup meyakinkan untuk ditolak atau tidak ditolak. Keyakinan ini didasarkan pada besarnya peluang untuk memperoleh hubungan tersebut secara kebetulan. Dalam analisis bivariat ini, peneliti menggunakan uji statistic Chi-Square. Fungsi uji ini adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen dengan prinsip membandingkan frekuensi yang diamati dengan nilai frekuensi harapan.

b. Penentuan Tingkat Kemaknaan (Level of Significance)

Tingkat kemaknaan (α) merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang

salah dalam menolak hipotesi penelitian. Dengan kata lain, nilai α merupakan nilai batas maksimal kesalahan menolak hipotesis penelitian. Dalam peneitian


(60)

3.6 Definisi Operasional

1. Safety driving adalah tindakan pengemudi yang dilakukan saat mengemudi guna

mencegah terjadinya kecelakaan.

2. Tingkat pendidikan adalah Jenjang sekolah/edukasi terakhir yang telah diambil pengemudi saat di terima di PT Pertamina.

3. Pengalaman bekerja adalah total lamanya bekerja dengan perusahaan-perusahaan sebelum dengan PT Pertamina hingga saat ini.

4. Status pengemudi adalah status pengemudi tersebut di PT Pertamina.

5. Keikutsertaan diklat safety driving adalah ikut sertanya pengemudi dalam pendidikan dan pelatihan tentang cara berkendara yang aman.

6. Kondisi jalan adalah keadaan jalan yang dialami pengemudi pada saat mengemudi.

7. Kondisi cuaca adalah keadaan cuaca yang dialami pengemudi pada saat mengemudi.

3.7.Metode Pengukuran 1. Safety Driving

Variabel diukur melalui 32 pertanyaan. Skala pengukuran safety driving berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk pertanyaan positif jawaban “ya” diberi skor 2, jika jawaban “tidak” diberi skor 1. Sedangkan untuk pertanyaan negatif jawaban “ya” diberi skor 1, jika jawaban “tidak” diberi skor 2.


(61)

Alat ukur : Kuesioner Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : X < Median (Buruk), X ≥ Median (Baik)

2. Tingkat Pendidikan

• Alat ukur : Kuesioner • Skala ukur : Ordinal • Hasil ukur : 1. SD

3. SMP 4. SMA

5. Akademi/perguruan tinggi

3. Pengalaman Bekerja

• Alat ukur : Kuesioner • Skala ukur : Nominal

• Hasil ukur : X < Median (Rendah), X ≥ Median (Tinggi)

4. Status Pengemudi

• Alat ukur : Kuesioner • Skala ukur : Nominal • Hasil ukur : 1. Awak 1

2. Awak 2

5. Keikutsertaan Diklat Safety Driving • Alat ukur : Kuesioner


(62)

Hasil ukur : 1. Ya 2. Tidak

6. Kondisi Jalan

Variabel diukur melalui 10 pertanyaan. Skala pengukuran kondisi jalan berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk pertanyaan positif jawaban “ya” diberi skor 2, jika jawaban “tidak” diberi skor 1. Sedangkan untuk pertanyaan negatif jawaban “ya” diberi skor 1, jika jawaban “tidak” diberi skor 2.

Alat ukur : Kuesioner Skala ukur : Nominal

Hasil ukur : X < Median (Buruk), X ≥ Median (Baik)

7. Kondisi Cuaca

Variabel diukur melalui 4 pertanyaan. Skala pengukuran kondisi cuaca berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk pertanyaan positif jawaban “ya” diberi skor 2, jika jawaban “tidak” diberi skor 1. Sedangkan untuk pertanyaan negatif jawaban “ya” diberi skor 1, jika jawaban “tidak” diberi skor 2.

Alat ukur : Kuesioner Skala ukur : Nominal


(63)

BAB IV HASIL

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Umum PT Pertamina

Pada 16 Juni 1890 Koninklije Naderlansche Petrolenium Company yang didirikan atas usaha Ziljker beserta teman-temannya di Den Haag mengambil alih konsesi minyak Telaga Said Pangkalan Berandan. Usaha yang dilakukannya adalah mengolah dan memasarkan minyak bumi. Pusat administrasi kegiatan perusahaan dibangun di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Pada tahun 1892 ditempat itu dibangun penyulingan minyak. Di tahun 1898 berhasil dibangun pelabuhan minyak pertama di Indonesia yaitu di Pangkalan Susu, lengkap dengan segala fasilitasnya.

Pada tahun 1887 Andrian Stoop, bekas pegawai Ziljker mendirikan perusahaan minyak di Surabaya. Setelah berhasil menemukan minyak, tahun 1890 ia membangun pengilangan miyak di Wonokromo, Jawa Timur. Selanjutnya untuk memperluas usahanya di Jawa Tengah ia membangun juga pengilangan minyak di Cepu pada Tahun 1894 (PT Pertamina, 2010).

Di tahun 1912 perusahaan Amerika Standart masuk ke Indonesia dan mendirikan cabang organisasi dengan nama Nederlandsche Kolonial Petroleium

Maatschappij (NKPM) dan pada tahun yang sama perusahaan minyak Standard of California mengadakan kerjasama dengan perusahaan minyak Texas Company

(Texaco) sehingga NPPM dimiliki oleh kedua perusahaan Amerika tersebut, yang selanjutnya dikenal dengan nama California Texas Oil Company (Caltex).


(64)

Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, para pejuang kemerdekaan berusaha merebut lapangan, kilang maupun fasilitas perminyakan yang ada dari tangan para penjajah Jepang. Namun ketika gaung kemerdekaan diumumkan sampai ke Sumatera, pihak Jepang tidak mau menyerahkan lapangan Pangkalan Susu maupun kilang Pangkalan Berandan di Sumatera Utara. Berkat perjuangan yang gigih akhirnya pada bulan September 1945 diserahterimakan seluruh tambang minyak yang berada di Pangkalan Berandan maupun yang ada di Rantau, Kuala Siampang, Aceh Timur, dan disusul pembentukan perusahaan minyak nasional pertama yang diberi nama Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI). Segera sesudah terjadinya timbang terima, karyawan-karyawan perminyakan di tempat itu segera melakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan produksi yang sempat turun. Tetapi tidak berapa lama pada tanggal 13 Agustus 1947, tiga minggu setelah Belanda melancarkan agresinya yang pertama tempat itu dibumi hanguskan.

Pada tanggal 22 Juli 1957, pemerintah memutuskan untuk menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara kepada Staf Darat (KASAD) yang penguasanya diserahkan kepada PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara (PT ETMSU). Penyerahan penguasaan bulan Juli 1957 tersebut menjadi lengkap setelah Menteri Perdagangan dan Industri mengeluarkan keputusan tanggal 15 Oktober 1957 yang mengesahkan pembentukan PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara (PT ETMSU), dipimpin oleh Kolonel H. Ibnu Sutowo. Untuk menegaskan bahwa minyak adalah milik nasional dan bahwa perusahaan yang baru dibentuk itu bukan perusahaan daerah dan tidak bersifat kedaerahan, maka diadakan penggantian nama.


(65)

Pada tanggal 10 Desember 1957 PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara (PN Pertamina) kemudian diubah namanya menjadi PT Pertamina.

Pada bulan Maret 1966, Menteri Migas menetapkan lima daerah eksploitasi dan produksi PT Pertamina, yaitu:

1. Unit I Meliputi daerah Sumatera Utara dan Aceh dengan kantor pusat di Pangkalan Berandan.

2. Unit II meliputi daerah Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan Selatan dan Jambi dengan kantor pusat di Plaju.

3. Unit III meliputi daerah Jawa dan Madura dengan kantor pusat di Jakarta. 4. Unit IV meliputi daerah Kalimantan termasuk Tarakan dan Bunyu dengan

kantor pusat di Balikpapan.

5. Unit V meliputi daerah Irian Jaya, Sulawesi, Maluku dan Nusa tenggara dengan kantor pusat di Serong.

Daerah eksploitasi dan produksi tersebut kemudian bertambah lagi dengan unit VI yang meliputi Sumatera Tengah. Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan maka organisasi yang menyangkut kegiatan operasi perminyakan di pisahkan antara kegiatan hulu dan hilir.

Tahun 1995 melalui surat keputusan Direktur Utama Pertamina nomor Kpots-P 1589/Cooooo/1955-So tanggal 28 Desember 1995 pemasaran untuk wilayah propinsi NAD-Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau dilaksanakan oleh Unit Pembekalan dan Pemasaran dalam Negeri 1 (UPPDN) yang berkedudukan di Medan. Melalui Surat Keputusan Direksi nomor Kpts-P076/2001-So tanggal 25 Juni 2001 sebutan UPPDN 1 diubah menjadi Unit Pemasaran 1 (UPMS 1).


(66)

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

Pertamina adalah perusahaan perseroan yang bergerak dibidang perminyakan dan gas bumi serta panas bumi yang memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:

1. Visi perusahaan adalah menjadi perusahaan minyak nasional kelas dunia.

2. Misi perusahaan adalah menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

4.1.3 Tujuan Perusahaan

Tujuan dari PT Pertamina (Persero) yaitu:

1. Menjadikan Pertamina suatu perusahaan dengan lingkungan kerja yang bersih, etis, transparan dan terpercaya.

2. Menciptakan sistem, kebijakan dan prosedur yang mendukung praktik bisnis yang bersih, transparan, dan etis.

3. Menciptakan kebijakan untuk tersedianya bantuan hukum bagi pekerja yang melaksanakan pekerjaan sesuai etika usaha dan tata perilaku, kebijakan dan prosedur yang berlaku.

4. Meningkatkan kepercayaan diri para pekerja untuk melaksanakan pekerjaan dan mengambil keputusan.


(67)

4.1.4 Logo Perusahaan

Logo PT Pertamina telah dirancang untuk menciptakan suatu identitas lebih segar, lebih dinamis dan modern yang mencerminkan positioning baru dan arah dari PT Pertamina. Berikut ini adalah logo PT Pertamina yang baru.

Elemen logo membentuk huruf “P” yang secara keseluruhan merupakan repsentatif bentuk panah, dimaksudkan sebagai Pertamina yang bergerak maju dan progresif. Warna-warna yang berani menunjukkan langkah besar yang diambil Pertamina dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis, dimana Biru mencerminkan andal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Hijau mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan. Merah mencerminkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi berbagai macam kesulitan.

4.1.5. Terminal BBM Medan Group Labuhan Deli

4.1.7.1. Lokasi Terminal BBM Medan Group Labuhan Deli

Terminal BBM Labuhan Deli dibangun pada tahun 1974 dengan luas tanah sekitar 30,8 Ha. Terminal BBM Labuhan Deli terletak di Jalan Yos Sudarso Km. 19,5. Secara adminstratif Terminal BBM Labuhan Deli berada di:

1. Kelurahan : Pekan Labuhan

2. Kecamatan : Medan Labuhan

3. Kotamadya : Medan


(68)

Tapak kegiatan Terminal BBM Labuhan Deli Berbatasan dengan :

1. Utara : Perumahan Masyarakat Kelurahan Pekan Labuhan 2. Selatan : Perumahan Masyarakat Kelurahan Pekan Labuhan 3. Timur : Rel Kereta Api Medan - Belawan

4. Barat : Jl. Kol. Yos Sudarso

4.1.7.2. Deskripsi Kegiatan Perusahaan

Kegiatan operasional Terminal BBM Labuhan Deli meliputi penerimaan, penimbunan dan penyaluan BBM. Kegiatan penerimaan BBM dilakukan melalui dermaga Citra Jetty dengan kapasitas tangker maksimum adalah 20.000 DWT dan melalui Single Point Mooring (SPM) untuk kapasitas 35.000 DWT. Kegiatan penimbunan BBM dilakukan dengan menggunakan tangki timbun dengan kapasitas yang berbeda sesuai dengan jenis BBM yang dibutuhkan. Kegiatan penyaluran dilakukan melalui bangsal pengisian dan disalurkan dengan menggunakan mobil tangki yang telah mendapatkan Ijin dari PT. Pertamina (PT Pertamina, 2010).

Selain kegiatan tersebut di atas Terminal BBM Labuhan Deli juga merupakan tempat penyimpanan produk non BBM seperti pelumas. Pelumas yang disimpan dapat berupa drum-drum dan lithos. Pelumas tersebut disalurkan dengan menggunakan mobil truk yang telah mendapat ijin dari PT Pertamina. Berikut adalah Gambar Diagram alir Proses Operasi Terminal BBM Labuhan Deli:


(69)

Gambar 4.1. Diagram alir Proses Operasi Terminal BBM Labuhan Deli (Sumber: PT Pertamina, 2010)

Gambar 4.1. Diagram alir Proses Operasi Terminal BBM Labuhan Deli (Sumber: PT Pertamina, 2010)

Fasilitas yang dimiliki Terminal BBM Labuhan Deli meliputi : • Dermaga Pembongkaran BBM Citra Jetty (Loading Arm) Tangki Penimbunan BBM (22 Unit Vertical Cone Roof Tank)

Bangsal Pengisian BBM (Filling Point, bottom loader, meter arus BBM) • Rumah Pompa BBM (Pompa Listrik)

• Jalur Pipa Penerimaan, Penimbunan, Penyaluran. • Rumah Pompa PMK (Pompa PMK, jalur pipa) • Kolam Air Pemadam Kebakaran

Gate Keeper

• Gedung Perkantoran

Dermaga Citra Jetty & SPM

Terminal BBM Labuhan Deli

SPBU

DPPU & PANGKALAN

SPBU

Solar

Kerosene & Avtur Premium & Pertamax


(70)

Fasilitas tersebut diatas merupakan fasilitas utama kegiatan operasi Terminal BBM Labuhan Deli. Selama masa penggunaannya selalu dilakukan tindakan

preventive maintenance untuk menjaga terjadinya kegagalan alat ataupun gangguan

operasi. Adapun pemeliharaan yang dilakukan dapat berupa preventif, korektiv, dan

break down yang dilakukan secara periodik atau berkala.

Fasilitas penunjang kegiatan diantaranya adalah pagar. Pagar sekeliling tapak depot terbuat dari kawat harmonika berdiameter 2 mm, dengan tinggi 1,25 m. Pondasi pagar adalah beton cor dan tiangnya adalah besi siku. Fasilitas penunjang lain yang dimiliki Terminal BBM adalah jalan inspeksi, lapangan parkir, lapangan drum pelumas, drainase, kantin dan rumah dinas.

4.1.7.3 Struktur Organisasi Perusahaan


(1)

kondisi cuaca * perilaku tentang safety driving

Crosstab

9 3 12

13.8% 4.6% 18.5%

19 34 53

29.2% 52.3% 81.5%

28 37 65

43.1% 56.9% 100.0%

Count % of Total Count % of Total Count % of Total buruk baik kondis i cuaca Total buruk baik perilaku tentang safety

driving

Total

Chi-Square Tests

6.116b 1 .013

4.624 1 .032

6.193 1 .013

.022 .016

6.022 1 .014

65 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5. 17.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)