12
12 tradisional dapat dikecualikan dalam pemilikan ijin usaha perdagangan.
Pelaku usaha kecil informal adalah usaha kecil yang belum terdaftar, tidak tercatat dan tidak mempunyai badan hukum. Tidak disebutkan bagaimana
dengan usaha mikro yang sulit memperoleh ijin usaha perdagangan sebagai syarat permohonan kredit, artinya adakah perlakuan khusus bagi usaha mikro
yang akan mengurus perijinan. Ini belum terakomodir pada RUU
Perdagangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk mengurus legalitas usaha ini berpotensi menciptakan biaya tinggi akibat adanya pungutan liar;
dan 3.
BAB VII tentang sarana perdagangan pasal 21, tentang perlunya kemitraan antara pasar modern, usaha mikro, dan usaha menengah. Ini semua akan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah PP. Bila PP nya belum ada sementara masalah kemitraan menjadi amat penting, bagaimana nasib
UMKM yang selama ini menjadi pihak yang lemah.
2.5 Perspektif Usaha Mikro
Peranan ekonomi rumah tangga dapat menganalisis sudut pandang dari usaha mikro. Usaha mikro dalam rumah tangga dapat diketahui manfaatnya
apabila mampu mendukung peningkatan ekonomi dengan penghasilan yang diperoleh, baik sebagai sumber penghasilan utama atau sebagai penghasilan
tambahan. Sedangkan secara makro dapat dianalisis melalui penyebaran dan perkembangan suatu wilayah, dengan melihat pertumbuhan dan pengembangan
usaha dari waktu ke waktu. Ada beberapa pedagang yang sudah mengalami peningkatan pendapatan dari waktu ke waktu, namun para pedagang tersebut tidak
mau atau bahkan tidak terfikirkan untuk meningkatkan usaha. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan PKL tentang usaha.
2.6 Ciri - Ciri Usaha Mikro
Pada umumnya usaha mikro dalam bentuk sektor informal dicirikan oleh skala usaha yang kecil, omset per tahun kurang dari 50 juta rupiah, bahkan banyak
diantara mereka yang berkelas pengusaha mikro dan omsetnya kurang dari 10 juta
13
13 rupiah per tahun. Modal usaha sektor informal sangat terbatas, pangsa pasarnya
terbatas, pengelolaannya sangat sederhana, lingkungan kerjanya kurang memadai, kurang mendapat akses terhadap fasilitas kredit, lemah dalam penguasaan
teknologi, tempatnya dapat berpindah-pindah, dan self employed serta tenaga kerjanya memiliki keterampilan yang rendah Sutrisno, 2002:8. Pendapat lain
dikemukakan oleh Magdalena dalam Ahmad, 2000:194, ciri-cirinya yaitu sebagai berikut:
1. kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik, karena unit usaha timbul
tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor informal;
2. pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha;
3. pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam arti lokasi maupun jam
kerja; 4.
pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai di sektor ini;
5. unit usaha berganti-ganti dari satu sub sektor ke sub sektor yang lain;
6. teknologi yang digunakan tradisional;
7. modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga
kecil; 8.
untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja;
9. pada umumnya unit usaha termasuk one man enterprise dan kalau pun
pekerja biasanya berasal dari keluarga sendiri; dan 10.
hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
2.7 Pedagang Kaki Lima