pendapatan dibank yang mereka teliti tersebut telah sesuai dengan PSAK No. 59, kemudian yang kedua adalah tempat riset seperti Amita 2008 dan Kusmawanti
2008 yang meneliti tentang pengakuan dan pengukuran pendapatan dibank yang mereka teliti telah sesuai dengan PSAK No. 59 yakni pengakuan dan pengukuran
pendapatannya pada waktu pencatatan diakui secara accrual basic dan dalam pembagian hasilnya secara cash basic, karena sesuai dengan jumlah yang
dikeluarkan. Penelitian ini lebih banyak merujuk pada penelitian Brahmasta 2010 sebagai
referensi yang terbaru dan produk yang diteliti sama, namun Peneliti menambahkan satu produk bagi hasil, agar selain tempat yang diteliti berbeda, ada penambahan
variabel yang diteliti. Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan dalam hal ini Peneliti membatasi pada pengakuan dan pengukuran pendapatan dari operasi bagi
hasil saja yakni mudharabah dan musyarakah.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yakni Bagaimana pendapatan bagi hasil pada PT. BNI Syariah
cabang Medan diakui dan diukur serta apakah dasar pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil
pada PT. BNI Syariah cabang Medan dan dasar apakah yang digunakan dalam pengakuan dan pengukuran tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi Manfaat penelitian ini adalah: 1.
bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperdalam pengetahuan serta pemahaman tentang gambaran
pendapatan bagi hasil, baik dari sudut PSAK maupun Prinsip-prinsip Islam sehingga dapat digunakan untuk menilai praktek bagi hasil,
2. bagi Perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan
atau masukan tentang pengakuan dan pengukuran pendapatan bagi hasil, 3.
bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian selanjutnya.
D. Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kerangka konseptual untuk membantu melakukan pemahaman dan pembatasan masalah seperti dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Olahan Penelitian
Gambar 1.1 Skema Kerangka Konseptual
Adapun yang menjadi kerangka konseptual penelitian ini dimulai dari pengenalan PT. BNI Syari’ah cabang Medan sebagai objek peneliti yakni sejarah,
struktur organisasi, dan data-data yang berkaitan dengan judul peneliti yang selanjutnya Peneliti membahas tentang pendapatan bagi hasil khususnya pendapatan
yang diperoleh dari bagi hasil yakni mudharabah dan musyarakah, selanjutnya mengetahui bagaimana pengukuran dan pengakuan pendapatan bagi hasil dan apa
dasar dalam mengakui dan mengukur pendapatan bagi hasil BNI Syariah Medan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
Pendapatan Bagi Hasil
Produk musyarakah PT. BNI Syari’ah cabang Medan
Produk mudharabah
Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan Bagi Hasil mudharabah dan musyarakah
Universitas Sumatera Utara
1. Pengertian Pengakuan dan Pengukuran
Suatu unsur diakui secara formal apabila unsur tersebut sudah memenuhi salah satu definisi elemen laporan keuangan. Berarti pengakuan dilakukan dengan
menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya kedalam neraca atau laporan laba rugi. Pengakuan sebagai
pencatatan suatu item dalam akuntansi dan laporan keuangan seperti aktiva, kewajiban, pendapatan, beban, keuntungan atau kerugian harus dapat diakui dan
diukur agar dapat menyajikan informasi yang relevan. Dalam Yaya, dkk 2009:92 dikatakan bahwa “pengakuan merupakan
proses pembentukan pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba rugi. Sedangkan pengukuran adalah proses
penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan keuangan”. Pengakuan memerlukan suatu
konsep agar dapat menentukan kapan dan bagaimana unsur dalam akuntansi dapat diakui dalam laporan keuangan.
Menurut Harahap 2005:39 “konsep pengakuan Akuntansi mendefinisikan prinsip dasar yang menentukan penentuan waktu
pendapatan, biaya, pengakuan untung dan rugi didalam laporan keuangan bank, aset dan kewajiban.” Adapun konsep Pengakuan dan Pengukuran
Akuntansi antara lain: a.
konsep matching, untungrugi selama jangka waktu tertentu harus ditentukan dengan mencocokkan pendapatan dan keuntungan dengan
biaya-biaya dan kerugian yang berhubungan dengan periode atau jangka waktu tersebut,
b.
sifat pengukuran mengacu kepada sifat-sifat aset dan kewajiban yang harus diukur untuk tujuan Akuntansi Keuangan.Sifat-sifat yang harus
diukur yakni:
Universitas Sumatera Utara
i. nilai setara kas yang diharapkan atau diperkirakan diperoleh
atau dibayarkan, ii.
relevansi aset, kewajiban dan investasi terbatas pada akhir periode Akuntansi,
iii. kemampuan aset, kewajiban dan investasi terbatas untuk
direvaluasi, iv.
sifat pengukuran alternatif tetapi nilai setara kas. Kedua konsep tersebut merupakan dasar bagaimana suatu unsur dalam
laporan keuangan harus diakui dan diukur. Suatu pengakuan ada kaitannya dengan pengukuran suatu unsur dalam Akuntansi misalnya saja pada tanggal
perolehan aktiva, ada beberapa biaya dan nilai yang memiliki nilai yang kurang lebih sama. Biaya dan nilai tersebut seperti yang diungkapkan dalam Stice dan
Stice Skousen 2004:38 terdapat lima atribut pengukuran yang saat ini banyak digunakan dalam praktek, diantaranya:
1. biaya historis yang merupakan harga setara kas untuk barang atau jasa pada
tanggal perolehan, 2.
biaya pengganti saat ini yang merupakan harga setara kas yang bisa ditukarkan pada saat ini untuk membeli atau menggantikan barang atau jasa
yang sejenis,
3. nilai pasar saat ini yang merupakan harga kas yang setara dengan harga
yang bisa didapatkan dengan menjual aktiva dalam kondisi penjualan biasa, 4.
nilai realisasi bersih yang merupakan sejumlah kas yang diharapkan akan diterima dari konversi aktiva dalam aktivitas bisnis normal,
5. nilai sekarang atau nilai yang didiskontokan yang merupakan jumlah arus
masuk kas bersih dimasa yang akan datang atau arus keluar yang didiskontokan kenilai sekarang pada tingkat bunga yang sesuai.
Dasar pengukuran yang umum digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis, seperti yang dijelaskan dalam
PSAK No. 59 paragraf 41 bahwa pembiayaan bagi hasil yakni mudharabah dalam
Universitas Sumatera Utara
bentuk kas diukur sejumlah uang yang diberikan bank pada saat pembayaran, dan begitu juga pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai.
2. Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan
Setiap laporan laba rugi dimulai dengan total pendapatan, karena itu diperlukan suatu pengakuan dan pengukuran pendapatan, karena ada pendapatan
yang dapat direalisasi dan ada pendapatan yang masih dalam proses. Agar dapat dilaporkan pada laporan keuangan, maka diperlukan suatu pengakuan dan
pengukuran pendapatan. Untuk itu, ada dua macam pengakuan pendapatan yang umum dikenal, yang pertama yakni pengakuan dengan metode accrual basic
yakni pendapat yang dicatat atau diakui pada saat pendapatan dihasilkan tanpa memperhatikan kapan pendapatan itu diterima, yang kedua yakni pengakuan
dengan metode cash basic yaitu pendapatan yang dicatat atau diakui pada saat diterima dan beban diakui pada saat dibayar.
Dalam kaitannya dengan hal pengakuan pendapatan Ikatan Akuntan Indonesia 2007: No. 23 menjelaskan bahwa:
permasalahan utama dalam Akuntansi adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Pendapatan diakui bila besar kemungkinan manfaat ekonomi
masa depan akan mengalir keperusahaan dan manfaat ini dapat diukur dengan andal, pendapatan diakui bila:
a.
sudah atau dapat direalisir realized or realizable, b.
proses untuk memperoleh pendapatan sudah selesai earned. Dari kedua unsur tersebut dapat dikatakan pendapatan direlisasi ketika
perusahaan menerima kas atau barang dan jasa yang dijual, selanjutnya pedapatan dihasilkan ketika perusahaan secara mendasar menyelesaikan semua yang harus
Universitas Sumatera Utara
dilakukan perusahaan agar dikatakan menerima manfaat dari pendapatan yang terkait.
Prinsip dasar untuk pengakuan pendapatan adalah bahwa pengakuan harus diakui ketika diperoleh. Dalam Harahap 2005:41 dikatakan bahwa
Perolehan pendapatan terjadi apabila syarat-syarat yang berikut ini terpenuhi, diantaranya:
i. bank harus sudah mendapatkan hak untuk menerima pendapatan
tersebut, ii.
harus ada kewajiban dipihak lain untuk mengirim sejumlah tertentu atau yang bisa ditentukan kepada bank,
iii. jika belum tertagih, jumlah pendapatan harus diketahui dan harus bisa
ditagih dengan tingkat kepastian yang cukup.
Konsep pengukuran Akuntansi mendefinisikan prinsip-prinsip yang luas untuk menentukan jumlah dimana unsur-unsur tersebut diakui. Dalam perbankan
syariah pengakuan dan pengukuran pendapatan menjadi permasalah yang harus diperhatikan Karena ada sedikit perbedaan pada saat pencatatan dan pembagian
keuntungan khususnya pada pendapatan bagi hasil. Dalam Harahap 2005:33, Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor
14DSN-MUIX2000 tertanggal 1 September 2000, dijelaskan bahwa: prinsip bagi hasil menggunakan sistem accrual basic maupun cash basic
dalam administrasi keuangan, dilihat dari segi kemaslahatan, dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem cash basic akan tetapi dalam
distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi cash basic, dan penetapan sistemnya harus dipilih
dan disepakati dalam akad.
Menurut prakteknya, Peneliti dapat menilai bahwa pengakuan secara accrual basic dilakukan pada saat bank syariah melakukan tutup buku bulanan,
Universitas Sumatera Utara
hanya pendapatan atas penyaluran dan aktiva yang mempergunakan prinsip jual beli karena prinsip jual beli ini telah diketahui porsi pokok dan porsi
keuntunganmargin sedangkan untuk penyaluran dana prinsip bagi hasil biasanya baru diketahui setelah tutup buku.
3. Pendapatan Bagi Hasil Nasabah pada bank syariah mengembalikan pinjaman dengan
menyerahkan sebagian keuntungan usaha atau proyek sesuai proporsi bagi hasil kepada bank. Oleh bank, pembagian keuntungan bagi hasil ini merupakan
pendapatan. Pendapatan tersebut dieroleh dari hasil pembiayaan, jual beli dan sewa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep bagi hasil adalah konsep
pembiayaan atas kesepakatan bersama, seperti yang dikatakan Veithzal dan Andrian 2008:117 ”bagi hasil merupakan konsep pembiayaan yang adil dan
memiliki nuansa kemitraan yang sangat kental, dan hasil yang diperoleh berdasarkan perbandingan atau nisbah yang disepakati dan bukan sebagaimana
bunga pada bank konvensional”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perhitungan
pendapatan bagi hasil perlu ditentukan dari awal dan diketahui kedua belah pihak, dengan demikian berarti harus ditentukan prinsip perhitungan bagi hasil, apakah
menggunakan penerimaan bersih, laba kotor, atau laba bersih. Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta
mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian
Universitas Sumatera Utara
karena mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang
lebih besar dari bagian shahibul mal. Sedangkan untuk profit sharing bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila perdagangannya
itu diperjalanan saja. Terkait dengan hal ini Peneliti mengutup kutipan Yaya, dkk 2009:
371 yang menjelaskan bahwa: bank syariah boleh menggunakan prinsip bagi hasil revenue sharing
dan profit sharing sebagai dasar bagi hasil, revenue sharing adalah nilai penjualan suatu barang yakni harga pokok ditambah margin
pendapatan, dalam dasar bagi hasil bank syariah yakni pendapatan dikurangi harga pokok barang yang dijual dan dalam Akuntansi
biasanya disebut gross profit. Secara ideal prinsip profit sharing lebih mencerminkan laba yang sesungguhnya karena dihasilkan dari
perhitungan seluruh pendapatan dikurangi seluruh biaya, namun secara teknis dilapangan prinsip profit sharing membuka peluang
yang besar adanya ketidak seimbangan informasi antara sahibul maal dan mudharib, yang dapat menimbulkan kerugian bagi sahibul maal.
Untuk mempermudah bagaimana membedakan kedua prinsip perhitungan bagi hasil, dapat dilihat pada gambar berikut:
Prinsip Revenue Sharing Prinsip Profit Sharing
Pendapatan: -
Bagi hasil -
Margin -
Sewa -
Lainnya Pendapatan:
- Bagi hasil
- Margin
- Sewa
- Lainnya
Dasar perhitungan
bagi hasil
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Yaya, dkk 2009: 372 Gambar 2.1
Perbedaan prinsip bagi hasil revenue sharing dan profit sharing Dalam Veitzhal dan Andrian 2008:119 Adapun landasan syariah prinsip bagi hasil
adalah sebagai berikut: 1.
QS Al-Baqarah, 2:282 “hai orang yang beriman jika kamu melakukan transaksi utang piutang untuk jangka waktu yang ditentukan tuliskanlah.”
2. Hadist Riwayat Tirmidzi dan Amr bin Auf, “perdamaian dapat dilakukan
kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
3. Kaidah Ushul Fikih: Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh 1976:75
Apabila ada suatu perkara terlihat adanya kemashlahatan atau kemanfaatan, namun disitu juga terdapat kemadlorotan atau kerusakan jika itu dilaksanakan,
maka meninggalkannya lebih baik untuk mencapai kemashlahatan yang lebih Ditambah:
pendapatan operas lainnya
Dikurangi: beban operasional
Dikurangi: beban
operasional pembiayaan
Labarugi bersih Dasar
perhitungan bagi hasil
Labarugi bersih Dikurangi: bagi
hasil pihak ketiga
Universitas Sumatera Utara
besar. Penyaluran dana yang diperoleh dari prinsip bagi hasil, disebut pendapatan
operasi utama, yang merupakan pendapatan yang akan dibagi-bagikan, disamping bank syariah memperoleh pendapatan operasi lainnya yang berasal dari pendapatan
jasa perbankan yang sepenuhnya milik bank syariah. Secara prinsip pendapatan yang akan dibagikan hasilnya antara pemilik dana
dengan pengelola dana adalah pendapatan dari mudharabah mutlaqah. Pada dasarnya perhitungan distribusi hasil usaha, hanya dilakukan oleh mudharib karena sesuai
dengan prinsip mudharib diberi kekuasaan penuh dalam mengelola dana tanpa adanya campur tangan pemilik dana shahibul mal.
Pendapatan bank syariah tidak hanya dari bagian pendapatan bagi hasil, tetapi ada pendapatan-pendapatan lain yang menjadi hak sepenuhnya bank syariah dimana
pendapatan-pendapatan yang lain yang menjadi hak sepenuhnya bank syariah dimana pendapatan-pendapatan tersebut dibagi hasilkan antara pemilik dan pengelola dana.
4 . Mudharabah 1. Pengertian dan jenis-jenis mudharabah
Bank syariah menerapkan pembiayaan bagi hasil yang salah satunya dikenal dengan istilah mudharabah, untuk mengenal istilah ini Peneliti
memaparkan pengertian istilah tersebut menurut beberapa pengarang, diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
Menurut Veithzal dan Andrian 2008:47”mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama shahibul mal
menyediakan seluruh 100 modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.”
Menurut Muhammad 2007:47 “mudharabah adalah akad kerja sama antara bank selaku pemilik shahibul mal dengan nasabah selaku
mudharib yang mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal.” Hasil dari keuntungan dibagi berdasarkan
nisbah yang disepakati dan resiko kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.”
Agar lebih memahami kedua istilah diatas Peneliti menguraikan proses pembiayaan mudharabah dalam bentuk skema, adapun skema
pembiayaan mudharabah tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
Sumber: www.bni.co.id Gambar 3.1
Skema Pembiayaan Mudharabah Skema diatas menjelaskan Mudharabah merupakan jenis pembiayaan atas
dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, dimana pihak Bank selaku penyedia modal menyediakan dana 100. Sedangkan pihak nasabah selaku
pengelola mudharib, dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dimuka. Dana digunakan untuk berbagai jenis usaha yakni perdagangan,
perindustrian, pertanian, dan jasa. Dalam Ikatan Akuntan Indonesia 2007:105.1 dijelaskan bahwa
jenis-jenis mudharabah yakni mudharabah mutlaqah, muqayyadah, dan musytarakah.
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis mudharabah 1 Mudharabah mutlaqah
Pemilik dana shahibul mal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola mudharib dalam menentukan jenis usaha maupun pola
pengelola yang dianggap baik dan menguntungkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah. Investasi tidak terikat ini
diaplikasikan pada tabungan, deposito, dan lain-lain.
a. Tabungan mudharabah
Tabungan mudharabah adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu seperti wadiah.
Dalam aplikasinya tabungan syariah yang mempergunakan prinsip ini antara lain, Tabungan Haji hanya dapat ditarik pada saat
penabung akan menunaikan ibadah haji, Tabungan Qurban hanya dapat ditarik pada saat hari raya kurban, Tabungan Pendidikan hanya
dapat ditarik pada saat penabung membayar uang pendidikan, Tabungan Walimah hanya dapat ditarik pada saat penabung akan
menunaikan akad nikah dan tabungan lain sejenisnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Deposito mudharabah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan
dengan bank yang bersangkutan.
Jenis Deposito berjangka
1 Deposito berjangka biasa
deposito yang berakhir pada jangka waktu yang diperjanjikan, perpanjang hanya dapat dilakukan setelah ada permohonan
barupemberitahuan dari penyimpanan. 2
Deposito berjangka otomatis pada saat jatuh tempo, secara otomatis akan diperpanjang
untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan.
c. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah SIMA
Sertifikat Investasi mudharabah Antarbank adalah sertifikat yang digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dana dengan Pasar
Uang Antarbank. berdasarkan Prinsip Syariah PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan
prinsip mudharabah.
Universitas Sumatera Utara
d. Obligasi Syariah Mudharabah
Obligasi dengan mudharabah merupakan salah satu produk mudharabah
yang dipergunakan oleh bank syariah dalam
menghimpun dana.
2 Mudharabah muqayyadah
Pemilik dana memberikan batasan-batasan tertentu kepada pengelola usaha dengan menetapkan jenis usaha yang harus dikelola, jangka waktu
pengelolaan, lokasi usaha, dan sebagainya. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya
pada saat investasi. Dalam investasi terkait kedudukan bank sebagai agen saja dan atas kegiatan tersebut bank menerima imbalan.
Menurut Wiroso 2005:36 Pola dana investasi terikat dapat dilakukan dengan cara chanelling dan executing, yaitu:
a chanelling, apabila semua resiko ditanggung oleh pemilik dana dan
bank sebagai agen tidak menanggung resiko apapun, b
executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung resiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini
sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam Akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam prakteknya
pola ini, dijalankan oleh syariah.
3 Mudharabah musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi dalam
Yaya dkk 2009:123. Akad ini merupakan perpaduan antara akad
Universitas Sumatera Utara
mudharabah dan musyarakah , dalam akad musytarakah pengelola dana berdasarkan akad mudharabah menyertakan juga dananya dalam investasi
bersama berdasarkan akad musyarakah.
2. Landasan syariah, rukun dan syarat mudharabah
Al-Quran dijadikan sebagai sumber hukum yang utama, karena Al- Quran berasal dari Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi
manusia dalam menata kehidupannya selama didunia dan akhirat. Al-Quran juga mencakup seluruh aspek hukum yang terkait dengan akidah, syariah, dan akhlak,
oleh karena itu hukum perbankan pun mengaju pada landasan Al-Quran. Dalam Veitzhal dan Andrian 2008:123 dijelaskan bahwa landasan syariah mudharabah
didasarkan pada Al-Qur’an Surat Al-Muzammil:20 ”apabila telah menunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah
SWT.” Pembiayaan mudharabah dijalankan dengan ketentuan agar dapat berjalan
secara prinsip islam dan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan, adapun rukun dan syarat mudharabah antara lain:
Rukun dan syarat mudharabah
Dalam Veitzhal dan Andian 2008:127 dijelaskan rukun dan syarat mudharabah antara lain:
1 ijab dan Qabulpertanyaan timbang terima, pertanyaan ini memiliki
syarat-syarat yaitu: i.
harus jelas menunjukkan maksud untuk melakukan kegiatan mudharabah,
Universitas Sumatera Utara
ii. harus bertemu, artinya penawaran pihak pertama sampai dan
diketahui oleh pihak kedua, sebagai ungkapan kesediaan, iii.
harus sesuai maksud pihak pertama, cocok dengan pihak kedua. 2
adanya dua pihak yakni pihak penyedia dana dan pengusaha. Para pihak shahibul mal dan mudharib disyaratkan sebagai berikut:
i. cakap bertindak hukum secara syar’i, artinya shahibul mal
memiliki kapasitas untuk menjadi pemodal dan mudharib memiliki kapasitas menjadi pengelola,
ii. memiliki wilayah tawkil wa walakah atau memiliki kewenangan
mewakilkanmemberi kuasa dan menerima pemberian kuasa, karena penyerahan modal oleh pihak pemberi kuasa,
3 adanya modal, modal disyaratkan sebagai berikut:
i. harus jelas jumlah dan jenisnya dan diketahui oleh kedua pihak
pada waktu dibuatnya akad mudharabah, ii.
harus berupa uang bukan barang, dapat menimbulkan kesamaan karena bersifat fluktuasi, namun jika barang tersebut ditukar atau
dijual terlebih dahulu menjadi uang maka sah, iii.
uang bersifat tunai bukan utang, piutang pada seseorang tersebut kemudian dijadikan modal mudharabah bersama siberutang. Ini
tidak dibenarkan karena piutang itu sebelum diterimakan oleh siberutang kepda siberpiutang masih merupakan milik siberutang,
jadi apabila dijalankan dalam suatu usaha, berarti ia menjalankan dananya sendiri
4 adanya usaha ‘amal. Usaha yang bersifat usaha dagang saja,
sedangkan kegiatan industri manufaktur dianggap sudah termasuk kegiatan ijarah yang semua keinginan dan keuntungan ditanggung
oleh pemilik modal sementara para pegawainya digaji secara tetap.
5 adanya keuntungan, dengan syarat sebagai berikut:
i keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan persentase dari
jumlah modal yang diinvestasikan, melainkan hanya keuntungan saja setelah dipotong modal,
ii keuntungan untuk setiap pihak tidak ditentukan dengan jumlah nominal, berarti sebuah usaha yang belum jelas untung dan
ruginya. Ini akan membawa para pembuat riba, iii nisbah pembagian ditentukan dengan persentase, misalnya
60:40, 50:50 dan seterusnya. Penentuan persentase tidak harus terikat pada bilangan tertentu.
artinya, jika nisbah bagi hasil tidak ditentukan pada saat akad, maka setiap pihak memahami bahwa keuntungan ini akan dibagi secara sama, karena
Universitas Sumatera Utara
aturan umum dalam perhitungan ini adalah kesamaan. Namun, tindakan penyebutan bagi hasil diawal kontrak adalah lebih baik untuk menghindari
munculnya kesalah fahaman.
3. Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Mudharabah
Pengakuan dan pengukuran pembiayaan mudharabah diperlukan untuk memenuhi kriteria dalam neraca atau laporan laba rugi. Suatu pos
memenuhi kriteria dikarenakan syarat untuk diakui dalam laporan laba rugi perlu dipertimbangkan aspek materialitas. Untuk itu pengakuan dan
pengukuran akuntansi pembiayaan mudharabah telah dijelaskan dalam PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 14 sampai 17 sebagai
berikut: 1. pengakuan pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut paragraf
14 i.
pengakuan pembiayaan mudharabah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aktiva non-kas kepada
pengelola dana mudharib;
ii. pembiayaan mudharabah yangdiberikan secara bertahap
diakui pada setiap tahap pembayaran atau penyerahan. 2.
pengukuran pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: i.
pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diukur sejumlah uang yang diberikan bank pada saat pembayaran,
ii. pembiayaan mudharabah dalam bentuk aktiva non-kas
diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank 3.
setiap pembayaran kembali atas pembiayaan mudharabah oleh pengelola dana mudharib
mengurangi saldo
pembiayaan mudharabah,
4. apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang sebelum dimulai
usaha karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pihak mudharib, maka rugi tersebut
Universitas Sumatera Utara
mengurangi saldo pembiayaan mudharabah dan diakui sebagai kerugian bank paragraf 17.
Dengan adanya peraturan tersebut bank syariah dapat dengan mudah
mengetahui bagaimana mengakui pendapatan yang bersumber dari pembiayaan mudharabah dan kapan saat diukurnya pembiayaan tersebut.
Untuk memperjelas penerapan pengakuan dan pengukuran pendapatan mudharabah tersebut, Peneliti mencontohkan pendapatan tersebut dalam
bentuk kasus, adapun contoh kasus tersebut antara lain: Contoh untuk kasus untuk prinsip mudharabah misalnya Ny. Annisa hendak
melakukan usaha dengan modal Rp50.000.000,-. Diperkirakan dari usaha tersebut akan memperoleh pendapatan Rp10.000.000,-perbulan dan modal
disediakan seluruhnya oleh Bank Syariah Manggar. Dari keuntungan ini selisih disisihkanya dulu untuk mengembalikan modal, misalnya
Rp4.000.000,-. Selebihnya dibagikan antara Bank Syariah Manggar dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, yaitu 60:40, sehingga
40×Rp6.000.000,- =Rp2.400.000 untuk Ny. Annisa. Dan
60×Rp6.000.000,- =Rp3.600.000 untuk Bank Syariah Manggar.
Universitas Sumatera Utara
E. Musyarakah 1. Pengertian dan Jenis-jenis Musyarakah
Pendapatan yang berasal dari bagi hasil juga dikenal dengan istilah musyarakah, menurut Veithzal dan Andrian 2008:121 “Musyarakah adalah
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.” Adapun alur dari pembiayaan musyarakah adalah:
Sumber: www.bni.co.id Gambar 3.2
Skema Pembiayaan Musyarakah
Skema diatas menjelaskan bahwa Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana
Universitas Sumatera Utara
untuk membiayai proyek tersebut. Seteleh proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk
bank. Pembiayaan musyarakah memiliki jenis bermacam-macam, karena terdapat
modal yang berasal dari pihak ketiga, dan untuk mengetahui pembagian kontribusi dananya maka dalam Veithzal dan Andrian 2009:122 dijelaskan
jenis-jenis musyarakah sabagai berikut: 1
Syirkah ‘Inan Akad kerjasama antar dua orang atau lebih, masing-masing
memberikan kontribusi dana dan partisipasi dalam kerja tidak harus sama, bahkan dimungkinkan hanya salah seorang yang aktif
mengelola usaha yang ditunjuk oleh partner lainnya. Sementara itu, keuntungan atau kerugian yang timbul dibagi kesepakatan bersama.
2 Syirkah Mufawadhah
Akad kerjasama dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja
dengan bobot yang sama pula. Setiap partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban. Tidak diperkenankan salah
seorang memasukkan modal yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula dibandingkan dengan partner
lainnya. Keuntungan maupun kerugian yang diperoleh harus dibagi secara sama.
3 Syirkah A’mal
Akad kerjasama antara dua orang atau lebih yang memiliki profesi dan keahlian tertentu, untuk menerima serta melaksanakan suatu pekerjaan
secara bersama dan berbagai keuntungan dari hasil yang diperoleh barang tertentu dengan pembayaran tangguh akan menjualnya kembali
secara tunai. Keuntungan diperoleh akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.
Universitas Sumatera Utara
2. Landasan syariah, rukun dan syarat musyarakah
Sama halnya dengan pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah juga dilandaskan pada Al-Quran sebagai landasan pokok dalam
kehidupan manusia khususnya dalam hukum perbankan syariah, adapun landasan syariah musyarakah, dalam Nurhayati dan Wasilah 2009:139
adalah: Al-Qur’an Surat An-Nisa:21 ”jika saudara-saudara itu lebih dari satu orang,
maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu.” Ketentuan dalam mengatur pembiayaan musyarakah ini, telah diatur
dalam Fatwa Dewan Syariah, agar lebih mempermudah pihak perbankan dan nasabah dalam menjalankan pembiayaan musyarakah ini. Seperti pada Fatwa
DSN MUI No. 08DSN-MUI2000 dalam Sutedi 2009:83, terdapat beberapa ketentuan mengenai musyarakah antara lain:
1. pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
akad, dengan memperhatikan ketentuan hal-hal berikut: i.
penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan akad, penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat akad,
ii. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 2.
pihak-pihak yang melakukan akad harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
i. komponen dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan, ii.
setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis utama,
iii. setiap mitra memiliki hak menyediakan dana dan pekerjaan,
dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil,
Universitas Sumatera Utara
iv. setiap mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingan aktivitas musyarakah.
3. objek akad modal, kerja, keuntungan dan kerugian
a. Modal
Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau nilainya sama. Modal terdiri atas aset perdagangan, seperti barang-barang
properti dan sebagainya. b.
Kerja i.
partisipasi para mitra pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah
merupakan syarat,
ii. setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas mana
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam akad.
c. Keuntungan
i. keuntungan harus dikuantitatifkan dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuangan atau ketika penghentian musyarakah,
ii. setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsioanal
atau dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra,
iii. seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya,
iv. sistem pembagian keuntungan harus terutang dengan jelas
dalam akad. d.
Kerugian Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional
menurut saham masing-masing dalam modal. e.
Biaya opersional dan persengketaan i.
biaya operasional dibebankan pada modal bersama, ii.
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Semua ketentuan pembiayaan musyarakah dijalankan oleh bank syariah agar pembiayaan ini dapat berjalan dengan lancar.
Universitas Sumatera Utara
Selain ketentuan, ada juga hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pembiayaan musyarakah, yakni rukun dan syarat musyarakah,
adapun rukun musyarakah dalam Veitzhal dan Andrian 2008:124 antara lain:
1. Pihak yang berakad
2. Objek akadproyek atau usaha modal dan kerja
3. Shighat Ijab Kabul
Penjelasan rukun musyarakah diatas sama dengan penjelasan pada rukun mudharabah, namun perbedaannya terletak pada besarnya kontribusi
atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam
musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Sedangkan syarat musyarakah dalam Nurhayati dan Wasilah 2009:139
antara lain: 1.
pelaku: para mitra harus cakap hukum dan baligh 2.
objek musyarakah objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya
akad musyarakah yaitu harus ada modal dan kerja.
3. ijab kabul
adalah pernyataan dan ekspresi saling rida atau rela diantara pihak- pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melaui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunitas modern,
4. nisbah
a. nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus
disepakati oleh para mitra diawal akad sehingga resiko perselisihan diantara para mitra dapat dihilangkan,
b. perubahan nasabah harus didasarkan kesepakatan kedua belah
pihak,
Universitas Sumatera Utara
c. keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar
perhitungan keuntungan tersebut misalnya bagi hasil atau bagi laba,
d. keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai
proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan,
e. mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri
dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena hal ini sama dengan riba dan dapat melanggar prinsip keadilan prinsip untung
muncul bersama risiko
f. pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun
diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati, misalnya untuk organisasi kemanusiaan tertentu
atau untuk cadangan.
Berdasarkan uraian ketentuan musyarakah diatas, tidak hanya keuntungan yang diperhatikan, namun jika terjadi kerugian, juga akan
dibagi secara proporsional sesuai dengan porsi modal dari masing-masing mitra. Karena pembiayaan ini bersifat kemitraan.
Seiring berkembangnya zaman, musyarakah dalam perbankan pun dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang kontribusi,
industri, perdagangan dan jasa. Pembiayaan investasi, dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, pembiayaan secara
sindikasi baik untuk kepentingan kerja maupun investasi.
Contoh kasus untuk prinsip musyarakah misalnya Tn. Ridho hendak melakukan suatu usaha, tetapi kekurangan modal. Modal yang dibutuhkan
sebesar Rp40.000.000,- sedangkan modal yang dimilikinya hanya tersedia Rp20.000.000,-. Ini berarti Tn. Ridho kekurangan dana tersebut, beliau
Universitas Sumatera Utara
meminta bantuan kepada bank untuk menutupi kekurangan dana tersebut, modal usaha proyek sebesar Rp40.000.000,- dipenuhi oleh Tn. Ridho 50
ddan Bank Syariah 50. Jika pada akhirnya proyek tersebut memberikan keuntungan sebesar Rp15.000.000,- maka Bank Syariah Rp7.500.000,- 50
untuk Tn. Ridho Rp7.500.000,-. Dengan catatan pada akhir suatu usaha Tn. Ridho tetap akan mengembalikan uang sebesar Rp20.000.000,- ditambah
Rp7.500.000,- untuk keuntungan Bank Syariah dari bagi hasil.
3. Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Musyarakah
Pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarakah diperlukan sebagia suatu unsur yang berguna bagi penyajian mengenai pendapatan pada
neraca atau laporan laba rugi, untuk itu diperlukan suatu ketentuan yang khusus membahas pembiayaan musyarakah ini, seperti pengakuan dan
pengukuran awal pembiayaan musyarakah menurut PSAK No. 59 paragraf 41 antara lain:
1. pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva non-kas kepada mitra musyarakah,
2. pengukuran pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut: a. pembiayaan musyarakah dalam bentuk:
i. kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan,
ii. aktiva non-kas sebesar nilai wajar dan jika terdapat
selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan atau
kerugian bank pada saat penyerahan.
b. biaya yang terjadi akibat akad musyarakah misalnya, biaya
studi kelayakan tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah kecuali ada peminjaman dari seluruh mitranya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ketentuan tersebut jelas bahwa pembiayaan musyarakah atau modal syirkah yang diserahkan oleh bank syariah tidak hanya dalam bentuk uang tunai
saja tetapi juga dalam bentuk non-kas. Begitu juga dalam bentuk non-kas. Begitu juga dalam penyerahan modal dapat dilakukan secara bertahap atau secara
sekaligus.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun tinjauan penelitian terdahulu antara lain:
Tabel 1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No. Judul penelitian
peneliti Metode
penelitian Hasil penelitian
1. Pengakuan dan
pengukuran pendapatan bagi
hasil pada PT. BPRS Gebu Prima Medan
Rizka Amita
2008 Metode
deskriftif Bank mengakui
pendapatannya dengan metode cash basic, hal ini
sesuai dengan PSAK No. 59 dan pengukurannya
dilakukan dengan membuat tabel distribusi pendapatan
bagi hasil yang fluktuatif tiap bulan, walau fluktuatif
pendapatan bagi hasil yang diperoleh perusahaan tetap
memberikan keadilan.
2. Pendapatan bagi
hasil dan pelakuan Akuntansi pada
Bank Muamalat Indonesia cabang
Malang Kusma
wanti 2008
Metode deskriftif
Aturan-aturan yang digunakan dalam kegiatan
operasional Bank Muamalat Indonesia dalam
sepenuhnya menggunakan aturan-aturan yang sesuai
dengan syariah Islam, seperti konsep yadul
amanah,
pembagian keuntungan,
biaya pengelolaan dan
mudharabah.
Universitas Sumatera Utara
3. Analisis pengakuan
dan pengukuran pendapatan
pembiayaan murabahah PT.
Bank Sumut Syariah cabang Medan
Dian Setiawati
Rosial 2008
Metode deskriftif
Perlakuan Akuntansi dan pengukuran pendapatan
oleh PT. Bank Sumut Syariah telah sesuai dengan
ketentuan
yang lazim dimana pembiayaan
murabahah terdapat
kecenderungan digunakannya metode cash
basic
4. Pengakuan dan
pengukuran pendapatan produk
mudharabah pada Bank Syariah
Mandiri berdasarkan PSAK 105
Dinar Hadi
Brahmas ta
2010 Metode
studi kasus Bank Syariah Mandiri
belum sepenuhnya menerapkan PSAK 105
tentang akuntansi mudharabah
dalam pengukuran dan pengakuan
transaksi mudharabah,
pendapatan bagi hasil dilakukan dengan dasar kas
dengan alasan adanya ketidakpastian, sedangkan
PSAK 105 memberikan pedoman untuk
menggunakan accrual basic dalam mengakui
pendapatan bagi hasil mudharabah.
Sumber: Perpustakaan FE USU dan http:one.skripsi.com
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Data