BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA ANAK ANGKAT DAN ORANG TUA
KANDUNG PADA MASYARAKAT ACEH DI KABUPATEN ACEH BARAT
A. Pandangan Ulama Terhadap Pengangkatan Anak
engangkatan anak dalam versi hukum Islam dimasukan ke dalam kategori `pemeliharaan anak, yang diperluas. Perluasan di sini dimaksudkan bahwa
pemeliharaan anak atau dalam istilah fiqh hadhanah, tidak saja kepada anak kandung sendiri, tetapi juga anak o
yang memerlukan pemeliharan dan perl
um papun dengan keluarga pengasuhnya. Anak angkat terus bernasab kepada keluarga
angkat tidak akan menjadi mahram
gkatnya dan dengan sendirinya P
rang lain indungan. Status pemeliharaan atau `hadhanah tidak memiliki hubungan huk
a asal dan status `mahram tidak pernah berubah. Anak
dengan keluarga orang tua angkatnya. Anak angkat akan memperoleh haknya sebagaimana anak biasa pada umumnya. Perlakuan diskriminasi berarti
pengabaian hak anak, dalam hal ini hak anak angkat. Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa hukum Islam tidak mengakui
lembaga pengangkatan anak yang mempunyai akibat hukum seperti yang pernah dipraktekkan masyarakat jahiliyah; dalam arti terlepasnya ia dari hukum kekerabatan
orang tua kandungnya dan masuknya ia ke dalam hukum kekerabatan orang tua angkatnya. Hukum Islam hanya mengakui, bahkan menganjurkan, pengangkatan anak
dalam arti pemungutan dan pemeliharaan anak, dalam artian status kekerabatannya tetap berada di luar lingkungan keluarga orang tua an
Universitas Sumatera Utara
tidak m
tahui bahwa ia bukan ayahnya,
nya empunyai akibat hukum apa-apa. Ia tetap anak dan kerabat orang tua
kandungnya, berikut dengan segala akibat hukumnya. Aspek
hukum me-nasab-kan anak angkat kepada orang tua angkatnya, atau yang
memutuskan hubungan nasab dengan orang tuanya lalu dimasukkan anak angkat ke dalam clan nasab orang tua angkatnya, adalah yang paling mendapat kritikan dan
penilaian merah dari Islam, karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, juga oleh Imam Bukhari, Rasulullah pernah
menyatakan bahwa: “Tidak seorang-pun yang mengakui membanggakan diri kepada bukan ayah yang sebenarnya, sedang ia menge
melainkan ia telah kufur. Dan barang siapa bukan dari kalangan kami kalangan kaum muslimin, dan hendaklah dia menyiapkan sendiri tempatnya dalam api neraka.
81
Al-Imam Al-Lausi juga menyatakan bahwa haram hukumnya bagi orang yang dengan sengaja menisbatkannya kepada yang bukan ayahnya, sebagaimana yang
terjadi dan dilakukan oleh masyarakat jahiliyah. Adapun apabila seseorang memanggil seorang anak dengan panggilan anakku “Ibnu” yang menunjukkan kasih
sayangnya seseorang kepada anak yang dipanggil tersebut, maka hal itu tidak diharamkan.
82
Dalam salah satu haditsnya Rasulullah SAW bahkan mensejajarkan pelaku sebagai kufur. Dari Abu Dzar r.a. sesungguhnya ia telah mendengar Rasulullah SAW
bersabda “Tidaklah seseorang yang mengaku membangsakan diri kepada bukan
81
H. R. Bukhari-Muslim, dari Abi Dzar r.a., bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda.
82
Al-Alusi, Ruh Al-Ma’ani, Beirut: Dar Al-Fikr, tt, Jilid 21, hal. 149. dalam H. Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, op. cit, hal. 120.
Universitas Sumatera Utara
ayah yang sebenarnya, sedangkan ia tahu bahwa ia bukan ayahnya, melainkan ia telah kafir”.
83
Al-Imam Nawawi mengatakan bahwa kafir yang dimaksud dalam hadits tersebu
nu Hajar Al-Asqalani, mengatakan sebagian ulama berpendapat bahwa sebab-s
“Mengambil, dan merawat anak yang terlanta
t, ada dua penafsiran, yaitu: kafir hakiki bagi yang menghalalkan secara sengaja dan terang-terangan hal tersebut, dan Kufur Ni’mat dan kebaikan, atas hak
Allah dan hak ayah kandung anak angkat. Jadi maksudnya bukan kafir yang dapat mengeluarkan seseorang dari agama Islam.
84
Ib ebab dinisbahkan seseorang kepada kekafiran karena ia telah berbohong
kepada Allah SWT, seakan-akan ia mengatakan bahwa ia telah diciptakan dari hasil sperma fulan, padahal bukan begitu. Oleh karena itu, hukum kafir dalam hadits
tersebut bukan kafir hakiki yang dapat mengekalkan seseorang di neraka.
85
Ahmad Al-Bari, mengatakan bahwa r tanpa harus memutus nasab orang tua kandungnya adalah wajib hukumnya,
yang menjadi tanggung jawab masyarakat secara kolektif, atas dilaksanakan oleh beberapa orang sebagai kewajiban kifayah. Tetapi hukum dapat berubah jadi Fardhu
‘ain apabila seseorang menemukan anak terlantar atau anak terbuang di tempat yang sangat membahayakan atas nyawa anak itu.
86
Ibid., hal. 120. l-Bary, Kairo: Al-Maktabah Al-Salafiyah,
tt, Jilid Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, Ibid., hal. 121.
83
An-Nawawi, Syarah Al-Muslim, Kairo: Dar Al-Rayyan Li Turats, 1987, Jilid I, hal. 53, dalam H. Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan,
84
Ibid., hal. 121.
85
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fathul a 12, hal. 58, dalam H.
86
Zakaria Ahmad Al-Bari, Ahkam al-Aulad fi al-Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, hal.. 35.
Universitas Sumatera Utara
Adapun, dalil-dalil Nash yang berkaitan dengan Pengangkatan Anak, adalah sebagai berikut:
a. Anak angkat harus dipanggil dengan nama ayah kandungnya
Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu dzihar itu sebagai ibumu, dan Dia
tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu. Yang demikian itu
njukkan jalan yang lurus.
87
nama bapak-bapak
ang.
88
b.
dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang paling berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala
hanyalah perkataan di mulutmu saja, dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menu
Panggillah mereka anak-anak angkat itu dengan memakai mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah dan jika tidak mengetahui bapak-
bapak mereka, maka panggillah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf
padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyay
Janda anak angkat bukan mahram orang tua angkat. Dan ingatlah, ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan
nikmat kepadanya dan kamu juga telah memberi nikmat kepadanya. Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah, sedang kamu menyembunyikan di
87
Departemen Agama R.I. Al-qur’an Dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984, Q.S. Al-Ahzab, ayat: 4.
88
Ibid., Q.S. Al-Ahzab, ayat: 5.
Universitas Sumatera Utara
Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya, kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang terhadap isterinya, kami kawinkan
bagi orang mukmin untuk
c.
d.
e. makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak
f. ka, maka hendaklah kamu
gama.
93
kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan mengawini isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu
telah menyelesaikan keperluannya dari pada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
89
Orang yang memberi harapan hidup kepada orang lain. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka ia seolah-
olah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.
90
Perintah untuk bertolong-tolongan dalam hal kebajikan:. Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan. Dan janganlah
kamu bertolong-tolongan dalam maksiat dan permusuhan.
91
Anjuran memberi makan kepada orang miskin dan anak yatim Dan mereka memberi
yatim, dan orang-orang yang ditawan.
92
Anak angkat yang tidak diketahui orang tua kandungnya. Kalau kamu tidak mengetahui ayah-ayah mere
memperlakukan mereka sebagai saudara-saudara kamu se
89
Ibid., Q.S. Al-Ahzab, ayat: 37.
90
Ibid., Q.S. Al-Maidah, ayat: 32.
91
Ibid., Q.S. Al-Maidah, ayat: 2.
92
Ibid., Q.S. Al-Maidah, ayat: 8.
93
Ibid., Q.S. Al-Ahzab, ayat: 5.
Universitas Sumatera Utara
g. Anak angkat tidak menghijab menggugurkan hak waris orang tua dan saudara
at itu, sebagainya lebih berhak terhadap ab Allah sesungguhnya
h.
akan diri kepada orang yang bukan
alangan kaum muslimin, dan hendaklah dia slim.
i.
j.
dipanggil bahwa ia telah dijadikan anak angkat, maka aku pergi menemui Abuk Bakrah, lalu aku berkata kepadanya: Apa
yan wasanya aku telah mendengar Sa’ad bin Abi
kandung atau jauh dari orang tua angkat. Orang yang mempunyai hubungan kerab
sesamanya dari pada yang bukan kerabatnya, di dalam Kit Allah mengetahui segala sesuatu”
94
Islam melarang menasabkan anak angkat dengan ayah angkatnya. Dari Abu Dzar r.a. Bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak
seorangpun yang mengakui membangg bapak yang sebenarnya, sedangkan ia mengetahui benar bahwa orang itu bukan
ayahnya, melainkan ia telah kufur. Dan barang siapa yang telah melakukan hal itu maka bukan dari golongan kami k
menyiapkan sendiri tempatnya dalam api neraka HR. Bukhori Mu Haram membenci ayahnya sendiri
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kamu membenci ayah-ayahmu, karena barang siapa membenci ayahnya
maka ia adalah seorang yang kafir HR. Muslim. Seorang anak yang me-nasab-kan dirinya kepada laki-laki lain yang bukan
bapaknya, haram baginya surga. Dari Abi Usman ia berkata: Tatkala Zaid
g kalian lakukan ini? Bah
94
Ibid., Q.S. Al-Anfal, ayat: 75.
Universitas Sumatera Utara
Waqqash berkata: Kedua telingaku telah mendengar dari Rasulullah SAW
yahnya, maka haram baginya
n orang yang bukan ayahnya, terla’nat.
l.
Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat: panggillah l di sisi
wal antara orang tua angkat dengan
ung, namun hal ini hanya sebatas kas
tan nasab atau clan yang sejenisnya dilarang. Artinya tidak mengalami perubahan
bersabda: “Barang siapa mengakui membangsakan seorang ayah selain ayahnya dalam Islam, sedang ia tahu bahwa itu bukan a
surga” HR. Muslim. k.
Orang menasabkan dirinya denga Barang siapa yang mendakwakan dirinya sebagai anak dari seseorang yang bukan
ayahnya maka kepadanya ditimpakan laknat Allah, pada Malaikat dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari kiamat Allah tidak menerima darinya amalan-
amalannya dan kesaksiannya H.R. Al-Bukhari. Ralat terhadap panggilan Zaid bin Muhammad.
Sesungguhnya Zaid bin Haritsah adalah maula Rasulullah SAW dan kami memanggilnya dengan
mereka dengan nama ayah kandungnya, maka itulah yang lebih adi Allah, lalu Nabi bersabda, “Engkau adalah Zaid bin Haritsah” H.R. Bukhari dan
Muslim. Dalam hukum Islam. status anak angkat bukan sebagai anak kandung,
aupun dilihat dari kenyataan sehari-hari hubungan anak angkat sudah tidak berbeda dengan anak kand
ih sayang tanpa merubah nasab di antara rnereka. Hukum Islam hanya membenarkan perubahan di bidang pemeliharaan,
ggung-jawab, pengawasan dan pendidikan. Perubahan status keluarga, hubungan
Universitas Sumatera Utara
apa perkawinannya dengan bekas isteri anak angkatnya. Hal ini menunjukkan bahwa
pengan
ak yang diangkat dengan orang
awinan
awab terhadap anak mutlak berada pada orang tua.Bila orang tua
erintah. Bentuk tanggung jawab yang harus
an Al Qur’an, pun. Hal ini diberi contoh oleh Nabi Muhammad saw yang melangsungkan
gkatan anak tidak menimbulkan perubahan status hubungan keluarga. Pengangkatan anak dapat dibenarkan apabila memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut : 1.
Tidak memutuskan hubungan darah antara an tua kandung dan keluarganya.
2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat,
melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya. 3.
Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung.
4. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perk
terhadap anak angkatnya.
95
Tangung j tidak ada maka tanggung jawab berpindah pada wali, orang tua gampong, masyarakat
di lingkungannya dan baitul malpem dilakukan pada anak sampai dewasa nanti adalah mendapatkan hak perlindungan
seperti tempat tinggal, kesehatan, pendidikan akhlak, ibadah d kehormatan keluarga dan pemeliharaan harta oleh walinya bila orang tuanya
meninggal.
95
M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum, Jakarta : akademika Presindo, 1991, hal. 18
Universitas Sumatera Utara
Dalam Islam diatur siapa saja dilarang kawin satu sama lain.
96
Larangan kawin dalam ayat alqur’an berlaku bagi yang berhubungan darah atau satu keluarga
dari ga
h itu turun juga wahyu yang menetapkan tentang ketentuan pembagian harta w
ris lurus ke atas dan ke bawah serta garis menyamping, termasuk mertua menantu, dan anak tiri yang ibunya telah digauli oleh ayah tirinya. Anak angkat tidak
dalam salah satu larangan di atas, sebab ia berada di luar kekerabatan orang tua angkatnya. Karena secara timbal balik antara dirinya dan keluarga orang tua
angkatnya tidak berhak menjadi wali nikahnya, kecuali diwakilkan kepadanya oleh ayah kandungnya. Hukum ditetapkan ulama fiqih berdasar mafhum mukhalafah.
97
Sesuda arisan, yang telah digariskan secara qath’i bahwa hanya kepada orang-orang
yang ada pertalian darah, keturunan, dan perkawinan yang dapat masuk dalam kelompok ahli waris.
98
. Hukum kewarisan dalam Islam termasuk salah satu hal yang mendapat
penjelasan lebih terinci dalam AlQuran dan Alhadist. Namun demikian tidak ada satupun nash yang mengatur secara jelas tekstual tentang kewarisan anak angkat.
Oleh sebab itu status anak angkat tersebut tidak menciptakan hukum saling mewarisi, baik terhadap orang tua angkat, saudara angkat dan yang lainnya.
Anak angkat dalam arti memelihara, mendidik dan mengasuh seorang anak lain sangat dianjurkan dalam Islam. Tetapi penamaan anak angkat tidak serta merta
.S. An-Nisa 4, ayat 23. ’na di balik yang tersurat.
96
Departemen Agama R.I. Al-qur’an Dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984, Q
97
Dalam istilah lain, mafhum mukhalafah disebut juga sebagai logika “a contrario” suatu metode pemahaman kalimat dengan menangkap ma
98
Lihat, Departemen Agama R.I. Al-qur’an Dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984, Q.S. An Nisa, ayat 11, 12, dan 13.
Universitas Sumatera Utara
menjadikannya sama dengan anak kandung. Hukum Islam tidak mengakui pengangkatan anak, sehingga anak angkat tidak diakui untuk dijadikan sebagai dasar
dan seb
dang tentang anak angkat
dai. c. Sup
ngan kekayaankeharta
bendaan antara anak yang diangkat dengan orang tua yang mengangkat dianjurkan agar dalam hubungan hibah dan wasiat.
ab mewaris, karena prinsip pokok dalam kewarisan adalah hubungan darah atau arhaam.
99
Tim pengkajian bidang Hukum Islam pada pembinaan Hukum Nasional dalam seminar pengkajian Hukum 19801981 di Jakarta yang mengusulkan pokok-
pokok pikiran sebagai bahan penyusunan rancangan Undang-Un yang dipandang dari sudut hukum Islam. Pokok-pokok pikiran tersebut antara
lain:
100
a. Hukum Islam tidak melarang adanya lembaga adopsi, bahkan membenarkan dan menganjurkan demi untuk kesejahteraan anak dan kebahagiaan orang tua.
b. Perlu diadakannya pengaturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak, yang mema
aya diusahakan adanya penyatuan istilah pengangkatan anak dengan meniadakan istilah-istilah lain.
d. Pengangkatan anak jangan memutuskan hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
e. Hubu
99
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta : YP. Universitas Indonesia, Jakarta, 1974, hal. 152
100
R.Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hal. 199.
Universitas Sumatera Utara
f. Pengangkatan anak yang terdapat dalam hukum tidak bertentangan dengan Hukum Islam.
g. Pengangkatan anak oleh warga negara asing supaya diadakan pembatasan yang lebih ketat.
h. Tidak dapat dibenarkannya pengangkatan anak oleh orang yang agamanya berlainan.
Selanjutnya pendapat Majelis Ulama yang dituangkan dalam Surat Nomor U- MUIVI82 tanggal 18 Sya’ban
335 1402 H10 Juni 1982, dinyatakan, adopsi yang
kep lam. Anak-
angkat yang beragama Islam pula, agar jamiman ke-Islamannya itu tetap terpelihara.
biasa dicapai dengan nasab keturunan. Oleh karena itu adopsi tidak mengakibatkan
memberikan apa-apa kepada anak angkatnya hendaklah dilakukan pada masa masih sama-s
tujuan pemeliharaan, pemberian bantuan dan lain-lain yang sifatnya untuk entingan anak angkat dimaksud adalah boleh saja menurut hukum Is
anak yang beragama Islam hendaknya dijadikan anak angkat adopsi, oleh ayahibu
Pengangkatan anak angkat adopsi tidak akan mengakibatkan hak kekeluargaan yang
hak wariswali mewali, dan lain-lain. Oleh karena itu ayahibu angkat jika akan
ama hidup sebagai hibah biasa. Adapun adopsi yang dilarang, adalah adopsi oleh orang-orang yang berbeda agama, misalnya Nasrani dengan maksud anak
angkatnya dijadikan pemeluk agama Nasrani, bahkan sedapat-dapatnya dijadikan pemimpin agama itu. Pengangkatan anak angkat Indonesia oleh orang-orang Eropa
Universitas Sumatera Utara
dan Amerika atau lain-lainnya, biasanya berlatar belakang seperti tersebut di atas. Oleh karena itu hal ini
ada usaha untuk menutup adopsi.
101
Ajaran Islam selalu menyuruh orang untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, begitu juga kepada anak angkat yang telah banyak berbakti kepada orang tua
angkatnya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam tanggung jawab moral dalam hubungan timbal balik antara anak angkat dengan orang tua angkatnya. Sebagaimana
rasulullah SAW telah memberikan contoh yang terbaik dalam pemeliharaan anak angkat. Ia mengasihi anak angkatnya dan memeliharanya seperti anak kandungnya
sendiri, seperti apa yang dilakukan terhadap Zaid bin Haritsah. Pembatalan penyebutan Zaid bin Muhammad tidak berimbas kepada pembatalan bahwa Zaid
hidup b
B. Hukum Adat Masyarakat Aceh terhadap Pengangkatan Anak