Kerangka Teori dan Konsepsi

3. Bagaimanakah ukuran keadilan yang diterapkan Pengadilan Agama Medan

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya njukkan ketidak benarannya. 13 Kerangka teori mikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus jamaknya mashalih berarti sesuatu yang baik, yang bermanfaat dan merupakan lawan untuk menentukan bagian anak angkat? 12 pada fakta-fakta yang dapat menu adalah kerangka pe atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis 14 menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Dengan demikian dalam bahasan judul tesis ini, teori yang digunakan sebagai alat atau pisau analisis adalah teori mashlahat. Secara etimologi kata mashlahat, 12 J .J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu Ilmu Sosial, Asas-Asas, Jakarta: FE UI, 1996, hal. 203. lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: CV. Mandar Maju, 1994, hal. 27. 13 Ibid , hal. 16 14 M. Solly Lubis, Op.Cit, hal. 80 Universitas Sumatera Utara dari keburukan atau kerusakan. Mashlahat kadang-kadang disebut dengan istilah yang berarti mencari yang benar. Esensi mashlahat adalah terciptanya kebaikan dan kesena ballah, 17 mashlahat yang dimaksud adalah ke-maslahat-an yang menjad kehidupan mereka didunia dan terhindar dari berbagai bentuk yang dapat m ngan dalam kehidupan manusia serta terhidar dari hal-hal yang dapat merusak kehidupan umum 15 Ibnu Taymiyyah, sebagaimana dikutip oleh syekh Abu Zahrah, 16 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mashlahat ialah pandangan mujtahid tentang perbuatan yang mengandung kebaikan yang jelas dan bukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum syara. Menurut Has i tujuan syara, bukan ke-maslahat-an yang semata-mata berdasarkan keinginan hawa nafsu manusia. Sebab disadari sepenuhnya bahwa tujuan dari syariat hukum tidak lain adalah untuk merealisir ke-maslahat-an bagi manusia dari segala segi dan aspek embawa kepada kerusakan. Oleh karena itu masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan 15 H.M.Hasballah Thaib, 2002, Tajdid Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam, Konsentrasi Hukum Islam, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan: 2002. 16 Nasroen Haroen, 1997, Ushul Fiqh, PT. Logos Wacana Ilmu, Ciputat, hal. 126. 17 Hasballah, Tajdid Reaktualisasi..., op.cit. hal.28. Universitas Sumatera Utara sampai n lawan dari kata mafsadat kerusakan. Secara majas, kata ini juga d agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Segala sesuatu yang mengan g bersangkutan maupun bagi masyarakat. Masyarakat dalam hal ini berkepentingan, justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat. 18 Menurut Kamus Bahasa Indonesia manfaat artinya guna, faedah. 19 Dalam Bahasa Arab manfaat disebut mashlahah jamaknya mashalih merupakan sinonim dari kata manfa at da apat digunakan untuk perbuatan yang mengandung manfaat. Kata manfaat sendiri selalu diartikan dengan ladzhzah rasa enak dan upaya mendapatkan atau mempertahankannya. 20 Al-Ghazali mengatakan arti asli mashlahat ialah menarik manfaat atau menolak mudharat. Adapun artinya secara istilah ialah pemeliharaan tujuan maqashid syara, yakni dung nilai pemeliharaan atas pokok yang lima ini adalah mashlahat, semua yang menghilangkannya adalah mafsadat dan menolaknya merupakan mashlahat. 21 Menurut Radbruch dalam Chainur Arrasyid yang dimaksud dengan nilai kegunaan ialah kenyataan apakah hukum tersebut bermanfaatberguna bagi masyarakat. 22 Pada dasarnya suatu putusan hakim harus bermanfaat, baik bagi yan 18 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Penerbit Liberty, to, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, Surabaya; Penerbit Terang S Nazhariyah Al-Mashlahah Fi Al-Fiqh Al-Islami, Kairo: Al- Mutanab , Hal. 23 yid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, hal. 18. 1988, hal. 134 –135. 19 Bambang Marhijan urabaya, 1999, hal. 236. 20 Husein Hamid Hassan, bi, 1981, hal. 4, dalam Jamaluddin, Analisis Hukum Perkawinan Terhadap Perceraian Dalam Masyarakat Kota Lhokseumawe Dan Kabupaten Aceh Utara , Disertasi, Medan: PPs-USU, 2008, hal. 23. 21 Ibid 22 Chainur Arras Universitas Sumatera Utara karena l ada nilai-nilai yang lebih ti masyarakat menginginkan adanya keseimbangan tatanan dalam masyarakat. Dengan adanya sengketa keseimbangan tatanan di dalam masyarakat itu terganggu, dan keseimbangan yang terganggu harus dipulihkan kembali. 23 Hakim hendaknya mendasarkan putusan-putusannya pada peraturan undang- undang tapi tidak kurang pentingnya supaya putusan-putusan tersebut dapat dipertanggung-jawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat. Dalam kehidupan sosia nggi dan nilai-nilai yang lebih rendah, dan yang lebih rendah harus tumbuh menjadi yang lebih tinggi. 24 Jadi hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat 25 Dengan demikian hukum ditujukan untuk tercapainya sebesar-besar manfaat, keuntungankebahagiaan bagi masyarakat. 26 Hukum adalah pernyataan kesucian dan moralitas yang tinggi, baik dalam peraturan maupun dalam pelaksanaannya sebagaimana diajarkan dalam agama dan adat rakyat kita. 27 Menurut Mochtar Kusumaatmaadja, dalam Khuzaifah Dimiyati tidak perlu ada pertentangan antara maksud untuk mengadakan pembaharuan hukum melalui perundang-undangan dan menyalurkan nilai-nilai atau aspirasi yang hidup dalam masyarakat 28 23 Sudikno Mertokusumo, 1996, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1990, hal. 120. it, hal 24. Yogyakarta, 1996, hal. 90. 24 Friedmann, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Idialisme Filosofi dan Problema Keadilan, Susunan II, Jakarta: Rajawali Pers, 25 Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 16. 26 Sudarsono, Op.Cit, hal. 102. 27 Jamaluddin, Op. C 28 Ibid, hal. 24 Universitas Sumatera Utara Sebagai satu lembaga hukum, maka kepentingan masyarakat akan Iebih terjamin, karena misi hukum mempertahankan kedamaian di antara manusia dan sekaligus melindungi kepentingannya. Hal ini sesuai dengan yang ditulis oleh Prof. Mr. Dr. LJ. Van Apeldoorn, bahwa: kepentingan yang bertentangan di antaranya karena hukum hanya dapat mencapai artinya peraturan pada norma terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan menjadi bagiannya. tan anak, yang oleh hukum telah diberikan hak bagi m struksi Presiden Republik Indone sebaga tata perundang-undangan. Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan- tujuan mengatur pergaulan hidup secara damai, jika ia menuju peraturan yang adil, yang dilindungi, pada mana setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang 29 Berbicara masalah pengangka asyarakat untuk melakukan pengangkatan anak, namun yang paling penting dengan terjadinya pengangkatan anak tersebut harus dapat memberikan manfaatnya baik bagi orang tua angkat itu maupun bagi si anak angkat. Kompilasi Hukum Islam hadir dalam hukum Indonesia melalui Instruksi Presiden Inpres Nomor 1 tahun 1991, tanggal 10 Juni 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dan diantisipasi secara organik oleh Keputusan Menteri Agama Nomor 154 tahun 1991 tanggal 22 Juli 1991 tentang Pelaksanaan In sia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Terpilihnya Inpres menunjukkan fenomena tata hukum yang dilematis pada satu segi, pengalaman implementasi program legislatif nasional memperlihatkan Inpres berkemampuan mandiri untuk berlaku efektif di samping instrumen hukum lainnya, karena memiliki daya atur dalam hukum positif nasional dan pada segi lain Inpres tidak terlihat i salah satu instrumen dalam 29 L.J Van Apeldoorn, Pengangkatan Ilmu Hukum, Jakarta:Pradnya Paramita, 1982, Hal. 79 Universitas Sumatera Utara Inpres Nomor 1 Tahun 1991 menginstruksikan kepada Menteri Agama Republik Indonesia supaya menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam untuk digunakan oleh Instansi Pemerintah terkait maupun masyarakat yang memerlukannya. Atmadja berpendapat bahwa Inpres sebagai perintah, petunjuk dan atau pedoma residen ini bersifat teknis operasional untuk melaksanakan sesuatu hal ya bangan praktek ketimbang teknis p penggunaan instrumen hukum berupa Inpres yang tidak termasuk dalam hukum tertulis.Kedua, KHI dapat dikategorikan sebagai hukum tertulis, sumber n bukanlah peraturan perundang-undangan akan tetapi sama halnya dengan surat edaran, surat perintah, nota yang memberikan kewenangan badanpejabat tata usaha negara untuk pelaksanaan pemerintah sehari-hari. 30 Instruksi P ng bersifat mendesak untuk ditangani secepatnya. 31 Lembaga ini muncul dalam. praktek pemerintah wewenang kepala negara untuk mengintruksikan sesuatu dalam rangka implementasi program legislatif danatau eksekutif. Dipilihnya instrumen Inpres lebih banyak merupakan putusan pertim erundangan. 32 Di lihat dari tata hukum Nasional, KHI dihadapkan dua pandangan yaitu: Pertama, sebagai hukum yang tidak tertulis seperti yang ditunjukkan oleh rangkaian tata urutan peraturan perundang-undangan yang menjadi sumber 30 Atmadja Gede, Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Kumpulan Karangan Majalah Ilmiah, FH Udayana, 1994, hal 111 ess, 1994, hal 61-62. 31 Daman Rozikin, Hukum Tata Negara Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, hal 78. 32 Abdul Ghani, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema Insani Pr Universitas Sumatera Utara yang ditujukan KHI berisi Law dan Rule yang pada gilirannya terangkat 33 menjadi Law dengan potensi Political Power. Fungsi KHI merupakan pedoman dalam rumusan Inpres yang dipertegas oleh Keputusan Menteri Agama dengan kalimat sedapat mungkin menerapkan KHI terseb Inpre ketim si yang tegas. Hal ini tidak meng inan, Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentan berikut: anak angkat dalam 34 ut. Status KHI bersifat persuasif rekomendatif dan bukan imperatif. Dari sinilah s dan keputusan Menteri lebih menekankan perintah mensosialisasikan KHI bang mewajibkan penerapannya dengan sank urangi efektifitas KHI karena dalam tataran eksekutorial materi KHI ini dilakukan oleh kantor urusan agama, dan dalam tahapan penyelesaian yudisial dilaksanakan oleh pengadilan agama. KHI merupakan suatu tonggak penting bagi lebih berperannya Hukum Islam di Indonesia. Posisi hukum Islam menjadi lebih tegas dengan adanya beberapa produk undang-undang dan kebijakan hukum pemerintahan orde baru pada beberapa dasawarsa terakhir. Setiap pengamat hukum bisa menyebutkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkaw g peradilan agama yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan agama dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, sebagai contoh penting terjadi pergeseran beberapa bagian hukum Islam yang universal kearah hukum positif tertulis dari suatu negara. Pengertian Anak angkat secara bahasa atau etimologi dapat diartikan sebagai bahasa Arab disebut tabanny perhatian dan kasih 33 Nur Fadhil Lubis, Hukum Islam Dalam Kerangka Teori Fiqih Dan Tata Hukum Indonesia, Medan: Pustaka Ubidya Sarana, 1995, hal.139. Universitas Sumatera Utara sayang, dan diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti anaknya sendiri tanpa memberi status anak kandung. 35 Iman Sudiyat mendefinisikan pengangkatan anak dengan suatu perbuatan memungut seorang anak dari luar kerabat ke dalam kerabat, sehingga terjalin suatu ikatan s hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangs menga osial yang sama dengan ikatan kewangsaan biologisnya. 36 Hilman Hadi Kusuma dalam bukunya Hukum Perkawinan Adat menyatakan: Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut ungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga. 37 Menurut Ali Afandi: pengangkatan anak adalah pengangkatan oleh seorang dengan maksud untuk menganggap anak itu sebagai anak sendiri. 38 Djaja S Meliala menyatakan: pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukurn untuk memberi status hukum tertentu pada seorang anak status mana sebelumnya tidak dimiliki anak itu. 39 Menurut Soerjono Soekanto pengangkatan anak atau adopsi berarti ngkat anak untuk dijadikan anak sendiri atau secara umum berarti 34 H. Ahmad Kamil dan H.M. Fuazan, op. cit., ha1.100 35 Mahmud Syaltut, al-Fatawa, Darul Qalam, hal. 321-322. arata: Liberty, 1981, hal. 117. g: Alumni, 1977, hal. 6. karta : Gajah M 36 Iman Sudiyat, Hukum Adat dan Sketsa Azas, Yogyak 37 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandun 38 Ali Afandi, Hukum Keluarga Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Yogya ada, hal. 57 39 Djaja S Meliala, Pengangkatan Anak Adopsi di Indonesia, Bandung : Tarsito, 1982, hal. 8 Universitas Sumatera Utara mengan Pasal 171 huruf h dinyatakan: Anak angkat adalah ka dapat dipahami bahwa ak angkat tersebut di atas Abdullah Syah manyat 2. Ada bapak yang bukan bapak sendiri. gkat seorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah- olah didasarkan faktor hubungan darah. 40 Dalam Kompilasi Hukum Islam anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidup sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. 41 Dari pengertian anak angkat baik secara etimologi maupun terminologi yang dipaparkan di atas ma pengertian anak angkat secara umum adalah anak yang sebenarnya bukan anak sendiri, tetapi karena sesuatu maksud, maka anak angkat tersebut diangkat menjadi bagian dari keluarga sendiri untuk selanjutnya diberikan hak-hak pemeliharaan yang layak kepadanya seperti seorang anak. Selanjutnya istilah anak angkat yang lebih tepat untuk kultur Indonesia yang mayoritas pemeluk Islam adalah perlakuan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlukan sebagai anak nasabnya sendiri. Sejalan dengan pengertian an akan bahwa unsur-unsur pengangkatan anak itu adalah: 1. Ada anak yang bukan anak sendiri. 40 Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Keluarga, Penerbit Alumni Bandung, 1980, hal. 52 41 Undang-undang Republik Indonesia No. 7, Tahun 1989, Tentang Peradilan Agama dilengkapi Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Penerbit Duta Karya Medan, 1995, hal. 111 Universitas Sumatera Utara 3. Ada kesepakatan diantara kedua belah pihak untuk melakukan pengangkatan anak untuk bertindak sebagai anak angkat dan bapak angkat. 4. um Islam mesti dapat an. 43 sedih melihat anak itu, sebab pendidikannya tidak terurus, keperluan sehari- k punya sama sekali atau miskin. Orang tua yang hendak mengangkat anak itu mengetahui renakan orang tuanya tidak mengakuinya sebagai anak kandungnya yang menyebabkan anak tersebut tetapi jika anak yang diangkat tersebut seorang perempuan bila hendak etap diserahkan kepada orang tua kandungnya, tidak kepada bapak angkatnya, bapak angkatnya hanya boleh ebut yang bukan atas nama ahli waris, akan tetapi berbentuk wasiat wajibah dengan ketentuan tidak boleh lebih dari Status nasab kedua belah pihak tidak berubah. 42 Khusus untuk pengertian yang diberikan kompilasi huk dibuktikan dengan adanya putusan Pengadil Selanjutnya, alasan pengangkatan anak yaitu : a. Seorang mengambil anak orang lain sebagai anak angkatnya, karena merasa harinya juga tidak terpenuhi dikarenakan orang tuanya tida dengan jelas bahwa anak itu terlantar, dika terlunta lunta. Dalam hal seperti ini dapat diakui sebagai anak angkat akan dikawinkannya yang menjadi walinya t memberikan hartanya kepada anak ters sepertiga hartanya. Seorang mengambil anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak angkat dan anak angkat tersebut dianggapnya sebagai anak kandungnya begitu juga dengan nasabnya dihilangkannya dan beralih kepada nasab bapak angkatnya. 44 b. Alasan yang kedua bertentangan dengan ajaran Islam, karena tradisi seperti ini terjadi pada zaman jahiliyah yang menjadikan anak angkat menjadi anak kandung, hal ini dilarang dan tidak diakui oleh ajaran Islam. Di dalam hukum adat secara umum dilakukan oleh keluarga Indonesia untuk mengangkat seorang anak laki-laki atau perempuan, untuk kemudian dimasukkan ke dalam lingkungan keluarga mereka, didukung oleh berbagai sistem hukum adat yang 42 H.Abdullah Syah, dkk, Laporan Penelitian Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Adat Terhadap Anak Angkat Pada Suku Melayu Kecamatan Tanjung Pura Langkat, Medan: Balai Penelitia isah Pada Masalah-masalsah Kontemporer Hukum Islam, J Persada, 1995, hal. 118-119 n IAIN Sumatera Utara, 1995, hal.46-47. 43 Ibid, hal. 46-47 44 M. Ali Hasan, Masahil Fiqhiyah Al Had akarta : raja grafindo Universitas Sumatera Utara bersifat umum dengan karakteristik yang sama di antara kelompok masyarakat berbeda-beda. Pengangkatan anak pada masyarakat hukum adat dapat dilakukan dengan cara; 45 artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara dengan hukum masyarakat. rjadi. Pengangkatan Menuru 1. Tunaikontan artinya bahwa anak itu dilepaskan dari lingkungannya semula dan dimasukkan ke dalam kerabat yang mengadopsinya dengan suatu pembayaran benda-benda magis, uang, danatau pakaian. 2. Terang bantuan para Kepala Persekutuan, ia harus terang diangkat ke dalam tata Dalam hukum adat tidak dijumpai beda umur, karena diketahui dalam hukum adat penyelesaian masalah tergantung pada kasus yang dihadapi. Ketika ada kasus pada saat itu pula ada inisiatif untuk menyelesaikan kasus yang te anak dalam hukum adat dipastikan ada kepentingan yang ingin ditegakkan. Oleh sebab itu dalam hukum adat tidak mungkin ada persoalan hukum yang merugikan masyarakat. t Soepomo, 46 hukum adat Indonesia mempunyai corak sebagai berikut: 1. Mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, dan rasa kebersamaan ini meliputi seluruh lapangan hukum adat 45 Iman Sudiyat, Hukum Adat-sketsa adat, Yogyakarta : Liberty, 1999, hal. 102 Hal. 98 46 R. Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat Jakarta : Pradnya Paramita, 1996, Universitas Sumatera Utara 2. Mempunyai corak religius-magis yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia adat hukum ng kelihatan. i hukum bahwa si anak tersebut, baik an masyarakat lainnya. Maka di hukum adat anak a 3. Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkrit; artinya hukum sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya perhubungan hidup yang konkrit 4. Hukum adat mempunyai sifat yang visual artinya perhubungan dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat tanda ya Dengan pertimbangan-pertimbangan moral sebagai alasan utama dalam pengangkatan anak, misalnya untuk menolong anak yatim, suatu keluarga dapat mengangkat seorang anak dengan konsekwens laki-laki maupun perempuan, akan memperoleh hak yang sama di hadapan hukum sebagaimana anak kandung. Walaupun aplikasi anak angkat ini secara terperinci berbeda antara satu masyarakat deng ngkat secara otomatis dimasukkan ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat, hubungan hukum antara anak angkat dan orang tua kandung terputus, dan posisi hukum anak angkat dalam kewarisan sama dengan anak kandung. 47 Pengangkatan anak dalam hal ini tidak memerlukan adanya putusan hakim, cukup disaksikan oleh ketua adat atau masyarakat setempat. Dari gambaran di atas, dapatlah dilihat betapa sederhananya bentuk dan prosedur pengangkatan ini cukup 47 M. Yahya Harahap , Kedudukan Janda, Duda dan Anak Angkat dalm Hukum Adat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993, hal, 100-115 Universitas Sumatera Utara dengan lisan saja, tanpa diperlukan bukti tertulis. Suroyo Wongjodiputro mengemukakan bahwa : Di dalam hukum adat dikenal pengangkatan anak. Cara memperoleh atau mengangkat anak adalah dengan : Anak itu diambil dari lingkungan asalnya dan dimasukkan dalam keluarga orang yang mengangkat ia menjadi anak angkat. Lazimnya tindakan ini disertai dengan penyerahan barang-barang magis atau sejumlah uang kepada keluarga anak semula. a hanya dikenal adopsi anak laki-laki dengan adalah di Indonesia yang berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diatur dan tidak mengenal lembaga pengangkatan anak, namun karena kebutuhan di lingkungan masyarakat Tionghoa, yang terhadapnya berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adopsi atau pengangkatan anak diatur secara tersendiri dalam Staatsblad 1917 Nomor. 129. Di lingkungan golongan penduduk Tiongho motif untuk mendapatkan keturunan laki-laki. sebab rnenurut kepercayaan yang hidup di lingkungan masyarakat Tionghoa, hanya anak laki-laki saja yang berwenang memakai nama keluarga dengan maksud melanjutkan marganya, serta melakukan upacara penghormatan kepada leluhurnya, karena perkembangan masyarakat Staatsblad 1917 Nomor. 129 tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan hukum masyarakat khususnya golongan Tionghoa. Golongan tersebut telah meninggalkan adat istiadat di negara asalnya dan banyak mengikuti nilai-nilai yang hidup di Indonesia, hal ini dapat dimengerti mengingat lingkungan hidup mereka Universitas Sumatera Utara 1945 yang tidak membenarkan adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Anak wanita mempunyai derajat dan martabat yang sama dengan anak laki-laki. Menurut Stb. 1917 Nomor 129 tentang Adopsi, bahwa akibat hukum dari perbuatan adopsi sebagai berikut : a. Sesuai dengan Pasal 11 bahwa anak adopsi secara hukum mempunyai nama keturunan dan orang yang mengadopsi. 48 b. Sesuai Pasal 12 ayat 1 bahwa anak adopsi dijadikan sebagai anak yang ditahirkan dari orang yang mengadopsi. Konsekwensinya, anak adopsi, t J.Satrio berkomentar, konsekwensi lebih lanjut dudukan sebagai anak sah, dengan ukumnya sebagai berikut ; 1. menjadi ahli waris dari orang yang mengadopsi. 49 Terhadap Pasal 12 tersebu adalah bahwa karena dianggap dilahirkan dari perkawinan orang yang mengadopsi, maka dalam keluarga adoptan, adoptandus berke konsekwensinya lebih lanjut. 50 Bila anak adopsi dianggap dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan adoptandus berkedudukan sebagai anak sah, maka akibat h Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 maka akibat hukumnya tunduk kepada Kitab Undang-undang Hukum Perdata, meliputi : 48 Pasal 11 berbunyi : “….bahwa dengan yang diadopsi, jika mempunyai keturunan lain daripada yang mengadopsinya sebagai anak laki-lakinya memperoleh keturunan dari orang yang mengadopsi sebagai ganti daripada nama keturunan orang yang diadopsinya itu.” 49 Bunyi pasal 12 ayat 1 yang menyatakan : bila orang-orang yang kawin mengadopsi seorang anak laki-laki, maka dianggap dilahirkan dari perkawinan mereka. 50 J. Satrio, Hukum Keluarga tentang kedudukan anak dalam Undang-undang, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 236 Universitas Sumatera Utara a. Kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak, yaitu orang tua wajib memelihara dan mendidik sekalian anak mereka yang belum dewasa Pasal 298 g n. l ini hanya didasari atas motif dekakan lalu diangkat menjad dengan penuh rasa tanggung jawab. Pemeliharaan anak dianjurkan oleh Islam terutama memelihara anak yatim, . Oleh karena itu perlu diperhatikan larangan Islam KUHPerdata dan sepanjang perkawinan bapak dan ibu tiap-tiap anak sampai ia menjadi dewasa, tetap dibawah kekuasaan orang tua sepanjang kekuasaan orang tua belum dicabut Pasal 299 KUH Perdata. b. Kekuasaan orang tua terhadap harta kekayaan anak, yaitu terhadap anak yan belum dewasa maka orang tua harus mengurus harta kekayaan anak itu Pasal 307 KUH Perdata. c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu tiap-tiap anak dalam umur berapa pun wajib menaruh kehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya serta berhak atas pemeliharaan dan pendidika Pengangkatan anak merupakan sikap kerelaan dan ketulusan hati seseorang untuk mengambil alih tanggung jawab pemeliharaan anak. Pada dasarnya Islam tidak mengatur cara-cara pengangkatan anak, ha pengangkatan anak yang mengacu kepada fungsi sosial. Rasulullah SAW pernah mempunyai anak angkat yang bernama Zaid bin Haritsah dalam status budak, setelah itu anak tersebut dimer i anak angkatnya. Sebagai orang tua angkat, beliau memelihara, mengasuh dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang serta memperhatikan kesejahteraannya anak miskin dan sebagainya Universitas Sumatera Utara seperti memutuskan hubungan nasab dengan orang tua kandung, menyamakan pembagian harta warisan anak angkat dengan anak kandung dan menjadikan anak angkat aku itu dapat diukur dengan norma dan ukuran yang p ebut sudah ada sejak zaman nabi Muham ami syariat Islam. Pemah sebagai budak yang tidak bermartabat. Syariah Islam merupakan syariah yang universal, Al-Quran sebagai pokok yang fundamental dalam syariat Islam berisi ketentuan-ketentuan yang lengkap. Hal Ini mencakup kesegenap bentuk tingkah laku manusia yang akan muncul dimasa yang akan datang. Semua tingkah l edomannya terdapat dalam AI-Quran. Dengan demikian garis hukum apapun yang akan dibuat oleh manusia dapat diukur menurut Al-Qur an. Ada tiga cara pendekatan untuk memahami Islam atau syariat Islam, yakni dengan pendekatan naqli atau tradisional, pendekatan aqli atau akal dan pendekatan kasyfi atau mistik. Ketiga pendekatan ters mad SAW, dan terus digunakan oleh ulama-ulama selanjutnya. Ketiga pendekatan tersebut, salah satu diantaranya sangat berkembang dan berpengaruh, dan pada masa yang lain menjadi berkurang, silih berganti secara pasang surut. 51 Memperhatikan pernyataan di atas, suatu saat orang memahami syari at Islam dengan mengutamakan naqli dari pada aqli dan sebaliknya, oleh karena itu memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat dalam memah aman itu dapat berbeda antara lain karena nash syari at bersifat umum, dan Hasballah Thaib, Memahami islam Secara rasional, Medan : Program Pasca Sarjana USU, 1998, hal. 4 51 Universitas Sumatera Utara nash syari at itu mempunyai beberapa makna sehingga ada alternatif makna yang terkandung dalam nash. Memperhatikan pendapat Hasballah Thaib, maka nampak jelas pola pikir atau paradigma yang menimbulkan atau terjadinya perbedaan mazhab dalam memahami syariat Islam, tidak terkecuali memahami nash yang berkenaan dengan permasaalahan terhadap anak angkat. 2. Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebaga itu untuk menjawab permasalahan dalam i harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperol asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. i usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. 52 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai. 53 Oleh karena penelitian in eh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Selanjutnya sebagai pendefinisian konsepsi dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: a. Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidup sehari-hari biaya pendidikan dan sebagainnya beralih tanggung jawabnya dari orang tua 52 Sutan remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 10 53 Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan fidusia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan : PPs-USU, 2002, hal. 35 Universitas Sumatera Utara b. Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan tirkah pewaris, menentukan siapa-siapa yang ukum waris adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang , Di daerah rbeda antara mpunyai kemiripan dengan

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian