Hukum Adat Masyarakat Aceh terhadap Pengangkatan Anak

dan Amerika atau lain-lainnya, biasanya berlatar belakang seperti tersebut di atas. Oleh karena itu hal ini ada usaha untuk menutup adopsi. 101 Ajaran Islam selalu menyuruh orang untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, begitu juga kepada anak angkat yang telah banyak berbakti kepada orang tua angkatnya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam tanggung jawab moral dalam hubungan timbal balik antara anak angkat dengan orang tua angkatnya. Sebagaimana rasulullah SAW telah memberikan contoh yang terbaik dalam pemeliharaan anak angkat. Ia mengasihi anak angkatnya dan memeliharanya seperti anak kandungnya sendiri, seperti apa yang dilakukan terhadap Zaid bin Haritsah. Pembatalan penyebutan Zaid bin Muhammad tidak berimbas kepada pembatalan bahwa Zaid hidup b

B. Hukum Adat Masyarakat Aceh terhadap Pengangkatan Anak

Dalam kehidupan masyarakat Aceh, pengangkatan anak bukanlah hal baru. Pengangkatan anak telah dipraktekan dalam kehidupan masyarakat muslim sejak awal. Masyarakat Aceh melakukan pengangkatan anak umumnya bertujuan untuk memberikan perhatian kepada anak-anak yang kurang mampu dan anak yatim. Anak yatim dan anak kurang mampu menjadi sasaran pengangkatan anak, karena Islam mengajarkan saling tolong menolong dan bantu membantu kepada orang yang tidak mampu serta menyantuni anak yatim. Masyarakat Aceh tidak akan menyebut ersama Nabi Muhammad. Karena Zaid bin Haritsah tetap memilih bersama Rasulullah, walaupun ayahnya mengajak pulang ke rumah.. 101 Muderis Zaini, op. cit., hal. 57. Universitas Sumatera Utara pengangkatan anak. Pengangkatan anak menurut mereka hukumnya haram. Dasar pendap ak dan kewajibannya Kedua, ematian, perkawinan, perceraian, pembatalan perkawinan, stansi yang at mereka adalah ayat 4-5 Surat al-Ahzab. Atas desakan banyak pihak, karena banyak sekali anak orang Islam yang terlantar, Majelis Permusyawaratan Ulama menggelar sidang dan diskusi tentang masalah anak. Hasil diskusi yang direncanakan menjadi fatwa berbunyi: Pengangkatan anak dalam Islam tidak pernah dibenarkan. Kalau memang dapat dibuktikan ada keadaan yang mendesak, umat Islam di Aceh dapat melakukan pengasuhan anak. 102 Pertama, Pencatatan Sipil ialah pencatatan peristiwa penting dalam kehidupan manusia yang berpengaruh terhadap h Penyelenggaraan Catatan Sipil menjadi kewajiban negara bagi perlindungan terhadap warganya Ketiga, Pemerintah Aceh berkewajiban menyelenggarakan Pencatatan Sipil atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD Keempat, Setiap warga masyarakat Aceh berhak memiliki akta kelahiran, lahir mati, k perubahan nama, pengakuan dan pengasuhan anak, perubahan kewarganegaraan dan peristiwa penting lainnya dari in berwenang 102 Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, tangal 21 November 2006 Universitas Sumatera Utara Kelima, Semua Pencatatan Sipil tersebut di atas adalah tuntutan Syariat Islam dan mesti dilaksanakan oleh setiap masyarakat Aceh, karena Islam sangat Fatwa Dari perdeba angkat denga dengan adop enghindari itu, para peserta bersepakat menyebutkan anak asuh 103 atau Umum pong. Biasanya anak a ih sayang dari orang tua angkatnya. Antara anak angkat dengan mementingkan ketertiban Administrasi Kependudukan. di atas yang terbait dengan tulisan ini adalah adanya istilah anak asuh. tan yang terjadi, ulama yang hadir keberatan memberi istilah anak n kata-kata anak angkat. Mereka takut akan bercampur baur maknanya tie. Untuk m asuh untuk istilah anak angkat. Tidak ada perdebatan mengenai substansi dari anak anak angkat. nya, pengangkatan anak yang terjadi di gampong-gam ngkat bertempat tinggal di rumah orang tua angkatnya, dan bukan dipanti asuhan. Penempatan anak angkat pada panti asuhan sebenarnya tidak menjamin seluruh kebutuhan anak angkat terpenuhi, terutama kebutuhan non fisik psikis seperti perhatian dan kasih sayang. Anak angkat bukan hanya membutuhkan sandang, pangan, papan, pakaian, pendidikan dan kesehatan, tetapi yang jauh lebih penting adalah perhatian dan kas orang tua angkat akan terjalin hubungan emosional seperti antara anak kandung dengan orang tua kandung. Hubungan emosional seperti ini hanya mungkin terjadi dalam suatu rumah tangga dan bukan di panti asuhan atau rumah singgah. 103 Wawancara dengan Bapak Abdul Ghani, Ulama, di Kelurahan Ujong Kalak, Kecamatan Johan Pahlawan, tanggal 11 November 2009 Universitas Sumatera Utara Perhatian pemerintah daerah terhadap anak angkat masih dalam konteks perlindungan dan pengasuhan anak yang tidak mampu melalui panti asuhan atau rumah singgah. Perhatian yang diberikan pemerintah daerah melalui dinas sosial, hanyalah semata-mata untuk menanggulangi anak terlantar dan anak yang tidak mampu guna mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan dan kebutuhan fisik lainnya. Sedangkan perhatian terhadap anak angkat yang tinggal di gampong- gampo t di Aceh akan mendapat perlindungan hukum yang b ng hampir dapat dipastikan belum banyak diberikan oleh pemerintah daerah. Padahal pengangkatan anak cukup banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat gampong di Aceh. Pengangkatan anak yang sudah terjadi itu secara sembunyi- sembunyi. Mereka merasa ada hambatan psykologis kalau dilakukan secara terang- terangan. Di antara hambatan yang menonjol adalah rasa sedih kalau anaknya diserahkan kepada orang lain. Mereka mau hidup bersusah-susah bersama anaknya. Hal lain juga dimungkinkan akan dicemooh oleh tetangga, ahli famili kalau anaknya diserahkan kepada orang tua angkat. Salah satu bentuk perhatian yang mungkin diberikan pemerintah daerah terhadap pengangkatan anak di gampong, adalah melakukan pendataan, sehingga memudahkan untuk dilakukan upaya perlindungan hukum kepada mereka di kemudian hari. Di samping itu, pemerintah dapat juga membuat peraturan perundang- undangan di daerah seperti Qanun Aceh atau Peraturan Gubernur, tentang pengangkatan anak ini. Anak angka aik, karena memiliki dasar hukum yang kuat dan jelas di daerahnya masing- masing. Universitas Sumatera Utara Peraturan perundang-undangan di daerah seperti Qanun Aceh atau Peraturan Gubernur sangat dibutuhkan, mengingat anak yatim korban tsunami, anak yang kurang mampu pasca konflik Aceh cukup banyak, dan memerlukan pengangkatan anak oleh keluargafamili atau orang lain, di mana anak angkat tersebut berdiam di rumah orang tua angkatnya. Pemerintah memberikan subsidibantuan untuk kebutuhan anak angkat baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan berbagai kebutu rungan selama ini, penyebutan anak angkat han pisik lainnya. Penempatan anak angkat di rumah orang tua angkat akan menumbuhkan hubungan emosional antara keduanya, dan hal ini tidak mungkin diperoleh di panti asuhan atau rumah singgah. Perhatian pemerintah daerah terhadap anak angkat harus didukung oleh Majelis Permusyawaratan Ulama MPU. Dukungan dari lembaga ini sangat penting, mengingat lembaga ini memiliki otoritas untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai posisi dan kedudukan anak angkat dalam hukum Islam. Perhatian yang diberikan selama ini oleh Majelis Permusyawaratan Ulama terhadap pengangkatan anak juga belum maksimal. Bahkan kecende lebih diarahkan pada istilah lain, seperti aneuk geutung, aneuk tsubut, aneuk geucok dan lain-lain. Penggunaan istilah-istilah ini untuk anak angkat dimaksudkan agar memudahkan pemberian hak kepada anak tersebut, sehingga tidak berbenturan dengan hukum Islam. Para responden dari kalangan ulama menyarankan, kalau memang pengangkatan anak dibutuhkan sebagaimana realitas kehidupan masyarakat sekarang ini, untuk itu digunakan istilah pengasuhan anak. Istilah pengasuhan anak dapat Universitas Sumatera Utara mengamankan istilah yang terkesan mengandung makna adopsi. lstilah adopsi tidak ada tawar-menawar dan hukumnya adalah haram. 104 Berdasarkan kenyataan dan pendapat seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, istilah itu tidak begitu penting, karena orang lain adalah tabu. Me tap harus ak dan ibu kandungnya. Ada yang substansi adalah adanya perhatian yang serius kepada anak terlantar, anak miskin dan anak yatim. Praktek adopsi tidak dikenal dalam masyarakat adat Aceh. Sebagaimana disebutkan di atas, anak adalah kehormatan dan anugerah yang harus dijaga. Karenanya memiliki anak adalah kebanggaan dan anugrah dalam sebuah keluarga. Oleh sebab itu anak selalu diusahakan tetap berada dan diasuh dalam keluarga. Ada beberapa sebab lain sehingga adopsi tidak dikenal dalam masyarakat Aceh: 1. Memberikan anak kepada mberikan anak kepada orang lain dianggap tabu dalam masyarakat Aceh. Seorang anak hanya dapat hidup dan tinggal dengan orang lain jika ia tidak lagi memiliki orang tua dan kerabat dekat yang mampu mendidik dan memeliharanya. 2. Do’a anak selalu pada orang tua sedarahnya. Seorang anak, hidup dan tinggal dengan siapapun dia, namun do’anya te pada orang tua yang melahirkannya, yakni bap beberapa sebutan di mana anak tinggal bersama keluarga lain, dalam hal ini masyarakat Aceh menyebutnya dengan istilah lain yakni, aneuk ubat, aneuk 104 Wawancara dengan Bapak Said Umar, Tokoh Adat, Di Kelurahan Kuta Padang, Kecamatan Johan Pahlawan, tanggal 12 November 2009 Universitas Sumatera Utara seubot , aneuk geutueng. Kesemua sebutan itu memberi konotasi yang tidak mas form ang terp ya dapat terpenuhi dengan alam bahasa Aceh dikenal istilah aneuk keu ayeum mata, anak sebagai hiasan gkin harus mengabdi kepada orang tua, menyenangkan orang tua dan begitu positif sehingga masyarakat berusaha menghindarinya. Seperti yang telah disebutkan diatas, istilah pengangkatan anak dalam yarakat adat aceh dikenal dipakai untuk menghilangkan kesan formalitas. Kalau alitas seperti ada kejanggalan atau kekakuan dalam hubungan antara orang tua kat dengan anak anak angkat. Untuk itu dikesankan tidak formal, dan yang enting anak angkat tersebut dapat terpelihara. Semua hak-hakn baik. Mungkin pada masyarakat yang bersahaja menganggap formalitas tidak penting. Dalam budaya Aceh menitipkan anak kepada keluarga lain atau ke pantia asuhan karena tidak mampu mendidik atau mengasuhnya adalah sebuah aib. 105 yang dapat memalukan keluarga. Sebuah keluarga akan tetap mengasuh anaknya meskipun dalam keadaan miskin. D mata. Artinya anak dapat menghapus lelah, menumbuhkan semangat hidup, menenangkan jiwa dan mendamaikan hati. Oleh karenanya anak perlu dijaga dan dipelihara dengan baik sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Anak sedapat mun berbakti kepada keduanya, bukan hanya pada saat mereka masih hidup namun juga setelah meninggal dunia. 105 Dalam budaya Aceh tidak ada istilah Panti Asuhan karena stigma panti asuhan dalam masyarakat berkonotasi negatif. Namun sekitar tahun 1970 -an di Aceh dibangun satu Panti Asuhan Jroh Naguna di seputaran Lampineung, Banda Aceh di masa pemerintahan Ali Hasjmy. Universitas Sumatera Utara Budaya Aceh diwarnai oleh budaya Islam, di mana penghormatan terhadap anak yatim amat tinggi. Anak yatim mendapatkan perhatian bukan hanya dari anggota keluarga bapak atau ibunya, begitu pula terhadap Seorang anak yang kehilangan orang tua dan tidak diketahui sanak saudaranya akan mendapatkan perhatian yang besar dari dari anggota masyarakat secara umum. dengan tujuan yang baik, ta menaruh perhati Syariat Islam secara tegas melarang anak angkat menjadi anak kandung, karena nasab antara anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus, dalam artian Islam tidak melarang terjadinya pernikahan antara anak angkat dengan ayah angkatnya.Namun ironisnya, suatu hal yang dianggap kurang etis dalam adat Aceh bila ada ayah angkat yang menikahi anak angkatnya, walaupun pi berakibat pada pandangan miring oleh masyarakat sekitarnya. 106 Pembahasan pengangkatan anak dalam hukum adat Aceh adalah didasarkan pada prinsip saling membantu, saling tolong menolong, mengasihani, dan memberikan perhatian kepada anak-anak yang kurang beruntung seperti anak fakir miskin, anak yatim, anak terlantar dan lain-lain. Anak-anak ini dijadikan anak angkat, karena Islam memerintahkan orang yang memiliki kemampuan harta untuk an kepada anak-anak seperti ini. Jadi, pengangkatan anak dalam masyarakat Aceh bukan hanya semata-mata pertimbangan kemanusiaan yang didasarkan pada norma adat, tetapi terkait pula dengan dorongan keagamaan, yaitu ajaran Islam. Oleh karenanya, pembahasan pengangkatan anak dalam hukum adat Aceh, tidak dapat 106 Wawancara dengan masyarakat yang melakukan Pengangkatan Anak, tanggal 10 November 2009 di Meulaboh Universitas Sumatera Utara dilepaskan dengan pembahasan pengangkatan anak dalam hukum Islam. 107 Anak juga menjadi sumber semangat dan ketenangan dalam keluarga. Sebagian masyarakat di Aceh barat beranggapan bahwa pengangkatan anak di samping membantu dan memberikan perhatian kepada anak angkat, juga diharapkan akan cepat memperoleh keturunan bagi suami isteri yang belum memiliki keturunan. Walaupun anggapan ini tidak cukup rasional, namun masih berkembang dan dipraktekan oleh sebagian masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh sangat plural. Ada wilayah Penanggulangan gagasan ini dilakukan dengan cara mendirikan panti asuhan yang mengutamakan kekerabatan laki-laki seperti di daerah Gayo dan ada daerah yang mengutamakan kekerabatan perempuan seperti di daerah Aceh Selatan. 108 Pengangkatan anak dalam hukum adat Aceh biasanya, dilakukan di gampong desa dan jarang sekali ada anak angkat yang tidak mendiami rumah orang tua angkatnya. Namun, ketika persoalan pengambilan atau pengasuhan anak di Aceh dilakukan oleh orang-orang non muslim, maka timbul gagasan untuk menghalangi- halanginya. dan rumah-rumah singgah dan ternyata pasti asuhan dan rumah singgah kewalahan mengantisipasi gejala pengambil anak oleh orang asing. Panti asuhan tidak cukup tempat untuk menampungnya. Di samping itu juga ketika anak-anak berada pada suatu tempat tertentu dalam jumlah yang banyak akan timbul kesulitan lain, 107 Wawancara dengan Bapak Abdul Ghani, Ulama, di Kelurahan Ujong Kalak, Kecamatan Johan Pahlawan, tanggal 11 November 2009 108 Wawancara dengan Zainy Usman, Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Meulaboh pada tanggal 8 November 2009 Universitas Sumatera Utara berupa pembiayaan, perawatan dan pemberian kasih sayang. Oleh karenanya, dalam hukum adat Aceh, penempatan anak angkat di rumah orang tua angkat, dimaksudkan bukan memudahkan memenuhi kebutuhan lahiriyah, tetapi juga batiniyah si anak seperti kasih sayang, perhatian dan perawatan. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DALAM HUKUM WARIS ADAT PADA