Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda

(1)

ABSTRAK

FIRAWATI SYLVIA SYAM. Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda. Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan TATAG BUDIARDI

Cacing sutra merupakan salah satu jenis pakan alami yang sangat diperlukan dalam produksi benih ikan hias dan ikan konsumsi, karena cacing ini memiliki kandungan protein yang mencapai 52,49%. Selama ini telah banyak dilakukan berbagai penelitian tentang budidaya cacing sutra, namun produksinya belum dapat menyamai ataupun mendekati produksi alam. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas budidaya cacing sutra dalam sistem resirkulasi menggunakan jenis substrat dan sumber air yang berbeda serta, menentukan jenis substrat dan sumber air yang tepat untuk digunakan dalam budidaya cacing sutra. Pada penelitian ini diberikan 4 perlakuan yang berbeda yaitu air sumur dengan substrat pasir (SP), air sumur dengan substrat lumpur (SL), air budidaya dengan substrat pasir (LP), dan air budidaya dengan substrat lumpur (LL) dengan sistem resirkulasi yang diberi pupuk kotoran ayam hasil fermentasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2011 bertempat di Jln. Raya Cibanteng serta Laboratorium Lingkungan Akuakultur, dan Laboratorium Nutrisi Ikan. Media kultur adalah campuran substrat dan kotoran ayam fermentasi yang digenangi air pada ketinggian air 2 cm, setelah 10 hari penggenangan dilakukan penebaran cacing uji sebanyak 69 gram/m2. Pemeliharaan berlangsung selama 60 hari dengan penambahan pupuk setiap 15 hari. Sampling dilakuan setiap 15 hari sekali. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa biomassa pada LP lebih tinggi dari pada SP, SL dan LL, sedangkan biomassa pada perlakuan LL paling rendah. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada hari ke-45 dan 60, dan hari ke-45 merupakan puncak biomassa pada semua perlakuan. Biomassa tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi sumber air budidaya lele dengan substrat pasir yaitu sebesar 89,56 gram/m2. Biomassa tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya, yaitu air sumur dengan substrat pasir, air sumur dengan substrat lumpur, dan air budidaya lele dengan substrat pasir.


(2)

ABSTRACT

FIRAWATI SYLVIA SYAM. Productivity of Tubificids Worm (Oligochaeta) Cultivation in Recirculation Water System by Using Different Kind of Substrate and Water Source. Supervised by YANI HADIROSEYANI and TATAG BUDIARDI

Tubificid worm have been used as live food which is important for ornamental fish production as well as other fish hatchery. This is because it has high protein content up to 52,49%. Many research have been done regarding tubificid culture, the result however still lower than that of natural production. The aim of this research was to increase productivity of tubificid worm in a recirculation system by using different types of substrate and source of water. This researching consisted of 4 treatments, i.e. ground water with sand substrate (SP), ground water with mud substrate (SL), catfish culture effluent with sand (LP), and catfish culture effluent with mud (LL). The research was done from May to August 2011 at Cibanteng, Laboratory of Fish Environment, and Laboratory of Fish Nutrition. Cultivation media was made by mixing the substrate and fermented chicken manure at ratio 1:1 , which drown in 2 cm height of water level. After 10 days drown the worm was stocked at 69 gram/m2. Culture period occurred was 60 days

with addition of manure every 15 days. Biomass sampling was done every 15 days. The result of this research showed that biomass of worm cultured in LP medium is higher than in SP, SL, and LL, whereas in LL is the lowest biomass. Biomass growth of the worm in all treatment was significant at day 45th and 60th , where as the highest biomass (89,56 gram/m2) reached at day 45th on LP treatment.


(3)

I. PENDAHULUAN

Cacing sutra merupakan salah satu jenis pakan alami yang sering digunakan dalam pemeliharaan ikan hias dan ikan konsumsi terutama pada stadia benih. Hal ini karena cacing sutra memiliki kandungan protein yang mencapai 52,49% (Meilizsa, 2003). Bila dibandingkan dengan pakan buatan, secara umum pakan alami memiliki beberapa kelebihan di antaranya tidak mudah busuk bila diberikan dalam keadaan hidup sehingga akan mengurangi pencemaran perairan. Serta pakan alami dapat merangsang nafsu makan biota perairan. Kebutuhan pakan alami yang terpenting adalah adanya kandunga enzim yang dapat merombak selnya sendiri (autolisis), dengan demikian pakan alami tepat digunakan untuk benih ikan yang belum sempurna fungsi pencernaannya.

Selama ini cacing sutra berasal dari hasil tangkapan alam, yaitu dari selokan atau sungai kecil. Produksi cacing dengan cara demikian memiliki kelemahan, yaitu terbatasnya jumlah pasokan serta kontinyuitas keberadaan pasokan cacing karena ketergantungan ketersediaan cacing ini terhadap musim. Ketersediaan cacing sutra ini berkurang pada musim hujan karena arus air di sungai atau selokan menjadi deras sehingga menghanyutkan cacing dan substratnya.

Peluang pasar cacing sutra cukup besar dan luas, karena pemasarannya berkaitan dengan kegiatan pembenihan ikan konsumsi dan pembudidayaan ikan hias. Kebutuhan cacing sutra tidak hanya untuk kegiatan pembenihan perorangan, tetapi juga permintaan dari pembenihan milik pemerintahan, seperti balai benih ikan (BBI). Dalam mengatasi kendala pasokan cacing sutra, maka budidaya cacing sutra merupakan suatu solusi yang paling tepat untuk dilakukan. Selama ini telah banyak dilakukan berbagai penelitian tentang bagaimana membudidayakan cacing sutra, namun produksinya belum dapat menyamai ataupun mendekati produksi alam. Oleh karena itu, teknis budidaya lanjutan untuk memperbaiki kekurangan dari sistem budidaya sebelumnya sangat diperlukan agar diperoleh suatu sistem budidaya yang lebih tepat untuk meningkatkan produktivitas budidaya cacing sutra.


(4)

2   

Selama ini budidaya cacing sutra dilakukan dengan menggunakan sistem terbuka. Sistem ini memiliki kelemahan karena air banyak yang terbuang dan sangat memungkinkan telur cacing juga ikut terbawa. Budidaya cacing sutra dapat dilakukan menggunakan sistem tertutup yakni dengan pengaliran air setiap saat menggunakan sistem resirkulasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan populasi cacing sutra karena dapat mencegah tumbuhnya cacing di luar media.

Dalam sistem budidaya cacing sutra, air berfungsi sebagai pemasok oksigen serta penyalur bahan makanan bagi cacing. Budidaya cacing sutra yang telah dilakukan selama ini selalu menggunakan air sumur sebagai sumber airnya. Padahal penggunaan air sumur diduga kurang efektif dan efisien karena di sisi lain, air buangan pada budidaya ikan misalnya ikan lele terbuang dan tidak termanfaatkan. Selain itu, kandungan air buangan budidaya ikan lele diduga memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dibanding air sumur sehingga dapat menyediakan cadangan makanan yang lebih banyak bagi cacing. Substrat merupakan tempat hidup bagi cacing, oleh karena itu substrat harus memiliki komposisi yang baik sebagai syarat agar cacing dapat tumbuh dengan baik, seperti tersedianya makanan yang cukup serta komposisi partikel substrat yang kokoh. Pada penelitian ini digunakan sumber air dan jenis substrat yang berbeda untuk menganalisis pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas cacing sutra.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis substrat dan sumber air yang tepat untuk digunakan dalam budidaya cacing sutra sehingga produktivitas budidaya cacing sutra dalam sistem resirkulasi dapat ditingkatkan.


(5)

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Wadah dan Bahan 2.1.1 Wadah

Wadah yang digunakan berupa kotak kayu sebanyak 10 buah dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 15 cm, tinggi 15 cm. Luas masing-masing wadah 0,15 m2. Bagian dalam kotak kayu dilapisi lembaran plastik hitam untuk mencegah kebocoran. Desain wadah yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain wadah pemeliharaan cacing sutra 2.1.2 Cacing Uji

Cacing uji yang digunakan adalah populasi oligochaeta yang didominasi oleh Limnodrillus yang diperoleh dari pengumpul cacing sutra di daerah Cibeureum, Bogor. Padat penebaran yang digunakan adalah 4600 individu/m2 atau setara dengan 69 g/m2.

2.1.3 Fermentasi Pupuk

Pupuk yang digunakan yaitu kotoran ayam yang berasal dari peternakan ayam yang berlokasi di Parung, Bogor. Kotoran ayam dijemur dengan sinar matahari selama 6 jam sebelum difermentasi. Metode fermentasi yang dilakukan mengikuti Fadilah (2004).

Fermentasi kotoran ayam didahului dengan pembuatan larutan aktivator, yaitu gula pasir sebanyak ¼ sendok makan (3,75 g) dan EM4 sebanyak 4 mℓ


(6)

4   

dicampur ke dalam 300 mℓ air. Larutan ini digunakan untuk 10 kg kotoran ayam. Larutan aktivator tersebut dicampurkan dengan kotoran ayam kering dan diaduk merata. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam plastik tertutup dan didiamkan pada suhu ruangan selama 5 hari. Setelah 5 hari, kotoran ayam yang telah difermentasi dijemur kembali.

2.2 Pelaksanaan Penelitian 2.2.1 Persiapan

Substrat yang digunakan ada dua macam, yaitu lumpur halus dan pasir. Lumpur yang digunakan terlebih dahulu dipisahkan dari sampah dan organisme bentos. Setelah itu, lumpur dan pasir dijemur dan diayak hingga halus. Perbandingan substrat dan pupuk mengikuti Yuherman (1987) yaitu perbandingan 1 : 1. Campuran tersebut diaduk merata dan dibuat dengan ketinggian 6 cm.

Media kultur digenangi air setinggi 2 cm di atas permukaan substrat. Debit aliran yang digunakan adalah 1000 mℓ/menit (Chumaidi et al. 1988). Pengairan dilakukan dengan sistem resirkulasi air dan dilakukan penambahan air untuk menambah kekurangan air akibat penguapan. Setelah diisi air, wadah dibiarkan selama 10 hari. Penggenangan ini bertujuan agar pupuk awal pada media dapat lebih cepat terurai.

2.2.2 Pemeliharaan

Penebaran cacing dilakukan setelah 10 hari penggenangan. Padat penebaran yang digunakan yaitu 69 g/m2. Pemupukan susulan yang diberikan adalah pupuk kotoran ayam yang telah difermentasikan menggunakan aktivator EM4 selama 5 hari. Pemberian pupuk dilakukan setiap 15 hari sekali. Dosis pupuk yang diberikan berdasarkan penelitan Fadilah (2004) yaitu sebanyak 1 kg/m2. Air yang digunakan merupakan air yang berasal dari limbah budidaya ikan lele dan air sumur. Pengaturan air dilakukan dengan sistem resirkulasi dengan debit 1L/menit dan dilakukan penambahan air untuk mengganti kehilangan air akibat penguapan. Debit air yang masuk ke dalam wadah diatur dengan menggunakan klep pada selang pemasukan.


(7)

2.2.3 Sampling

Pengambilan contoh (sampling) cacing sutra dan parameter lingkungan dilakukan setiap 15 hari sekali. Pengukuran suhu harian dilakukan sekali setiap pagi dengan menggunakan termometer. Sampling dilakukan pada 3 tempat dalam setiap wadah, yaitu inlet (pemasukan), tengah, dan outlet (pengeluaran). Sampling dilakukan dengan memasukkan pipa berdiameter ½ inci (luas permukaan lubang 7,07 cm2) ke dalam substrat, lalu pipa diangkat dengan menutup lubang bagian atas. Substrat yang diperoleh terlebih disaring sambil dibilas dengan air. Kemudian cacing dipisahkan dari substratnya. Sisa substrat pada saringan kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik berisi air kemudian diguncang bagian atasnya sehingga sisa cacing yang ada pada substrat dapat keluar dan dipisahkan. Cara ini dilakukan beruang-ulang sehingga cacing dapat diperoleh dan ditimbang.

2.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Adapun ketiga perlakuan tersebut adalah :

1) Air budidaya lele dengan substrat pasir (LP) 2) Air budidaya lele dengan substrat lumpur (LL) 3) Air sumur dengan substrat pasir (SP)

4) Air sumur dengan substrat lumpur (SL)

Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa dilakukan analisis data dengan menggunakan program Ms. Excel 2007 dan SPSS 17. Jika terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dngan uji Tukey. 2.4 Parameter yang Diukur

2.4.1 Biomassa (g/m2)

Cacing yang telah dikumpulkan kemudian ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,01.

2.4.2 Parameter Fisika dan Kimia

Parameter kualitas air budidaya yang diamati adalah pH, suhu, oksigen terlarut (dissolve oxygen, DO) dan kadar amoniak. Sedangkan parameter kualitas


(8)

6   

substrat berupa kandungan bahan organik total (TOM). Pengukuran suhu dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran DO dan pH dilakukan setiap 15 hari sekali. Kadar amoniak diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Pengukuran TOM dilakukan pada awal masa pemeliharaan. Analisis air sampel dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur dan untuk analisis sampel substrat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.


(9)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra

Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk kurva sigmoid (Gambar 2). Pertumbuhan biomassa meningkat sampai hari ke-45 dan menurun setelah itu. Biomassa cacing pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada hari ke-45 dan hari ke-60, sehingga hari ke-45 ditetapkan sebagai puncak populasi. Dengan demikian disimpulkan bahwa biomassa mencapai puncak pada hari ke-45 dan di antara semua perlakuan biomasa tertinggi dicapai pada perlakuan LP yaitu 89,56 g/m2.

Gambar 2. Perkembangan biomassa rata-rata cacing sutra dengan perbedaan substrat dan sumber air (LP=Air budidaya lele+Pasir, LL=Air budidaya lele+lumpur, SP=Air sumur+pasir, SL=Air sumur+lumpur) selama 60 hari pemeliharaan


(10)

8   

Berdasarkan Tabel 1, hasil analisis ragam biomassa cacing sutra selama pemeliharaan menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p<0,05). Biomassa pada LP lebih tinggi daripada SP, SL dan LL, sedangkan biomassa pada perlakuan LL paling rendah biomassa tertinggi dalam pemeliharaan cacing sutra dicapai pada kombinasi sumber air budidaya lele dan substrat pasir (LP) dengan rata-rata biomassa sebesar 89,56 g/m2, kemudian kombinasi air sumur dan substrat lumpur (SL) dengan rata-rata biomassa sebesar 55,63 g/m2, kombinasi air sumur dan substrat pasir (SP)dengan rata-rata biomassa sebesar 55,29 g/m2, kombinasi budidaya lele dan substrat lumpur (LL) dengan rata-rata biomassa sebesar 47,48 g/m2.

Tabel 1. Biomassa rata-rata cacing sutra pada hari ke-45 Perlakuan Biomassa rata-rata

(g/m2)

LP 89,56±12,90a

LL 47,48±15,90c

SP 55,29±17,15b

SL 55,63±15,19b

Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

Selama pemeliharaan, di wadah cacing terlihat tabung-tabung kecil yang terbuat dari substrat dan memenuhi seluruh permukaan media (Gambar 3).

Gambar 3. Permukaan media dengan substrat pasir yang dipenuhi tabung

Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, produktivitas cacing sutra pada penelitian ini terdapat peningkatan. Biomassa pada puncak populasi yang dihasilkan mencapai 12,9 kali lipat dari biomassa awal (Tabel 2).


(11)

9  Tabel 2. Perbandingan produktivitas budidaya cacing sutra

Findy (2011)

Hasil Penelitian ini Densitas awal

(ind/m2) 150000 6900

Biomassa awal

(g/m2) 150 6,9

Jumlah individu

panen (ind/m2) 1.346.360 88.890

Biomassa panen

(g/m2) 1.346,36 88,89

Substrat KS+Pasir KAF+Pasir

Sumber Air Sumur Fakultas Air BD Lele Peningkatan

biomassa 9,0 12,9

Bobot rata-rata

(g/ekor) awal 0,001 0,001

Bobot rata-rata

(g/ekor) awal 0,001 0,001

3.1.2 Kualitas Air

Pada Tabel 3 dinyatakan konsentrasi DO air limbah budidaya lele tertinggi selama masa pemeliharaan adalah 3,25 mg/ℓ yang terjadi pada awal pemeliharaan dan konsentrasi DO terendah adalah 2,27 mg/ℓ, nilai pH berkisar antara 6,00-7,60 dan suhu selama pemeliharaan berkisar antara 25,0-27,0 °C. Konsentrasi DO air sumur tertinggi selama masa pemeliharaan adalah 3,66 mg/ℓ yang terjadi pada awal pemeliharaan dan konsentrasi DO terendah adalah 2,17 mg/ℓ, nilai pH berkisar antara 6,17-7,83, suhu selama pemeliharaan berkisar antara 26,0-27,0 °C. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.


(12)

10   

Tabel 3. Kualitas air pada tandon selama pemeliharaan

Parameter Hari ke-

0 15 30 45 60

Air Limbah Budidaya Lele DO (mg/ℓ)

3,25-3,43±0,15 2,27-3,62±0,60 3,12-3,56±0,15 2,27-3,71±0,60 2,31-3,66±0,3853 pH 7,60-7,83±0,09 7,03-7,30±0,09 6,85-6,89±0,05 6,00-7,80±1,84 6,76-6,81±0,02 Suhu (°C) 25,9-27,0±0,4 25,0-27,0±0,7 26,3-26,5±0,3 26,0-26,4±0,2 25,0-27,0±0,8 Amoniak

(mg/ℓ) 0,049 0,099 Air Sumur

DO (mg/ℓ) 3,27-3,66±0,17 3,25-3,57±1,14 2,17-3,66±0,62 3,16-3,75±0,40 3,20-3,53±0,21 pH 7,76-7,83±0,03 7,04-7,11±0,04 6,95-6,98±0,05 6,17-7,75±0,40 6,82-6,92±0,04 Suhu ( °C) 26,0-27,2±0,5 26,0-27,0±0,5 26,3-26,5±0,1 26,1-26,4±0,1 26,4-26,8±0,2 Amoniak

(mg/ℓ) 0,034 0,067

3.1.3 Substrat

Berdasarkan Tabel 4, kandungan bahan organik total (TOM) tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi antara air budidaya lele dengan substrat lumpur (LL), yaitu sebesar 91,63% kemudian kombinasi antara air budidaya lele dengan substrat pasir (LP) sebesar 83,02%, air sumur dengan substrat lumpur (SL) sebesar 74,77%, dan air sumur dengan substrat pasir sebesar 74,77%.

Tabel 4. Kandungan bahan organik total (TOM) pada substrat pemeliharaan cacing

Perlakuan Ulangan Kadar abu (%) TOM (%) Rata-rata

LP

1 4,94 95,06

83,02±10,53

2 21,53 78,47

3 24,46 75,54

LL

1 7,75 92,25

91,63±2,83

2 11,45 88,55

3 5,90 94,10

SP

1 21,20 78,80

74,01±10,20

2 19,07 80,93

3 37,70 62,30

SL

1 20,18 79,82

74,77±20,37

2 7,86 92,14

3 47,65 52,35

LP=Air budidaya lele+Pasir, LL=Air budidaya lele+lumpur, SP=Air sumur+pasir, SL=Air sumur+lumpur


(13)

11  3.2 Pembahasan

Secara deskriptif, Gambar 2 menunjukkan perbedaan biomassa pada setiap perlakuan. Pola pertumbuhan cacing sutra selama pemeliharaan secara khas dicirikan oleh suatu fungsi pertumbuhan yang disebut kurva sigmoid. Pola ini meliputi beberapa fase, yaitu fase lag, fase logaritma atau eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu saat individu akan berusaha menyesuaikan diri dengan media tumbuhnya sehingga tidak terjadi kenaikan jumlah individu (Fogg, 1975 dalam Wulandari, 2011). Pada semua perlakuan, cacing sutra mengalami fase lag selama 15 hari. Hal ini menandakan lamanya waktu yang diperlukan oleh cacing sutra untuk beradaptasi terhadap media tumbuhnya. Sesuai dengan pernyataan Fogg (1975) dalam Wulandari (2011), pada fase ini pertumbuhan lambat karena alokasi energi dipusatkan untuk penyesuaian diri terhadap media kultur yang baru dan untuk pemeliharaan sehingga hanya sebagian kecil atau tidak ada energi yang digunakan untuk tumbuh.

Fase eksponensial merupakan fase terjadinya peningkatan biomassa yang berlangsung secara cepat. Pada masa pemeliharaan, fase ini terjadi pada hari ke-15 hingga hari ke-45. Pertumbuhan yang signifikan dapat terlihat jelas dari hari ke-30 sampai hari ke-45 dan menurun sampai hari ke-60. Hal ini menandakan bahwa daya dukung lingkungan telah tercapai secara maksimal sehingga puncak pertumbuhan tercapai pada hari ke-45. Biomassa tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi sumber air budidaya lele dengan substrat pasir yaitu sebesar 89,56 g/m2. Menurut Aston (1982) dalam Lietz (1987), pertambahan populasi cacing berkali lipat dalam 11 hari sampai 42 hari (Marian dan Pandian, 1984). Media yang digunakan sebagai sumber bahan makanan cacing sutra berbeda-beda, seperti kotoran sapi segar (Marian dan Pandian, 1984), kotoran ayam yang difermentasi (Fadilah, 2004), kotoran burung puyuh, dedak halus dan limbah ampas tahu (Khairuman et al., 2008).

Pertumbuhan biomassa setelah hari ke-45 relatif lambat dan terjadi penurunan bila dibandingkan dengan fase eksponensial dikarenakan adanya faktor pembatas seperti zat nutrisi yang ada di dalam media sudah sangat berkurang. Sementara itu pada puncak biomassa atau fase stasioner, jumlah individu tidak


(14)

12   

berubah karena penambahan kepadatan populasi seimbang dengan penurunan kepadatan populasi yang diduga akibat kematian, dalam hal ini daya dukung (carrying capacity) telah tercapai.

Penggunaan komposisi lumpur dan pasir sebagai substrat bertujuan untuk mengikuti habitat asli dari cacing sutra karena cacing sutra umumnya dijumpai di selokan berlumpur. Habitat asli Tubificidae yaitu liat berlumpur atau liat berpasir (Marchese, 1987). Marian dan Pandian (1984) menyatakan bahwa bila dibandingkan pasir kasar (coarse sand), pasir sedang (medium sand), serabut kelapa (coconut mesocarp), maka pasir halus (fine sand) merupakan jenis terbaik yang dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan dan fekunditas cacing.

Penggunaan kotoran ayam fermentasi dapat meningkatkan produktivitas budidaya cacing sutra karena memililki kelebihan berupa tingginya kandungan C-organik dan N-C-organik yang diperoleh dari proses fermentasi atau pengomposan oleh aktivator (Fadilah, 2004). Menurut Gaur (1983) dalam Fadilah (2004), aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui 2 cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif menghancurkan bahan organik, kedua yaitu meningkatkan kadar N- organik yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme. Cacing dari famili tubificidae biasanya memakan bakteri dan partikel-partikel organik hasil perombakan oleh bakteri (Brinkhurst, 1972 dalam Fadilah, 2004).

Nilai total kandungan bahan organik tertinggi yaitu pada perlakuan kombinasi antara limbah lele dengan substrat lumpur sebesar 91,63%. Tingginya kandungan bahan organik ini pada umumnya akan meningkatkan aktivitas bakteri yang menguraikan bahan organik. Hal ini akan berakibat pada penurunan konsentrasi DO pada wadah budidaya karena digunakan oleh bakteri dalam menguraikan bahan organik. Tingginya nilai TOM juga berpengaruh pada konsentrasi amoniak pada wadah budidaya, karena semakin tinggi bahan organik pada wadah pemeliharaan maka amoniak yang dihasilkan juga akan tinggi. Ini dibuktikan dengan melihat konsentrasi amoniak pada tandon budidaya lele lebih tinggi dibandingkan air sumur. Manfaat penggunaan substrat pasir ini selain berfungsi sebagai substrat yang baik, juga dapat memperangkap oksigen di dalam


(15)

13  pori-porinya (di antara butiran pasir).

Penambahan pasir halus ke media meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan fekunditas cacing dengan cara : (1) mempertahankan kandungan oksigen media dengan baik diatas titik kritis sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi dari hasil metabolisme seperti NH3 yang dapat menekan pertumbuhan dan reproduksi, (2) menyediakan substrat yang lebih kokoh dan tebal yang memudahkan pemanfaatan energi lebih kepada pertumbuhan dan reproduksi dengan memperkecil aktivitas (Marian dan Pandian, 1984). Hal tersebut memperkuat alasan tingginya produktivitas biomassa cacing yang dipelihara dengan mengunakan substrat pasir.

Selain dari segi komposisi substrat, tingginya produktivitas cacing sutra juga dipengaruhi oleh air. Kebutuhan makanan cacing sutra akan terus meningkat seiring pertumbuhan biomassa cacing sutra. Ketersediaan makanan di dalam wadah budidaya akan mempengaruhi laju pertumbuhan cacing sutra. Dalam hal ini, sistem resirkulasi berperan dalam menjaga ketersediaan makanan. Pada umumnya, dalam setiap penelitian budidaya cacing sutra digunakan sistem sirkulasi sehingga air yang masuk akan terbuang begitu saja. Padahal ada kemungkinan air yang mengalir akan membawa bahan-bahan organik yang merupakan makanan bagi cacing sehingga persediaan makanan pada substrat akan berkurang.

Selama pemeliharaan, konsentrasi DO menunjukkan kisaran yang relatif stabil. Kisaran nilai DO pada tandon air limbah lele yaitu 2,27 mg/ℓ - 3,25 mg/ℓ, sedangkan kisaran nilai DO pada tandon air sumur yaitu 2,17 mg/ℓ – 3,66 mg/ℓ. Perkembangan embrio normal terjadi pada kisaran konsentrasi DO 2,5 mg/ℓ – 7 mg/ℓ (Poddubnaya, 1980 dalam Marian dan Pandian, 1984) dan jika konsentrasi DO lebih rendah dari 2 mg/ℓ akan mengurangi nafsu makan (McCall dan Fisher, 1980 dalam Marian dan Pandian, 1984). Menurut Gnaiger et al. (1987) oligochaetes akuatik dikenal dengan kemampuannya untuk bertahan lama dalam keadaan anoksia (kekurangan oksigen). Penurunan oksigen terjadi akibat peningkatan populasi cacing yang menyebabkan adanya kompetisi dalam mendapatkan oksigen. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian debit air yang tinggi sehingga dapat mensuplai kembali kandungan oksigen dan mencuci bahan


(16)

14   

toksik pada media pemeliharaan.

Kisaran nilai pH pada tandon air limbah lele selama penelitian adalah 6,00-7,60, sedangkan kisaran nilai pH pada tandon air sumur adalah 6,17-7,83. Nilai tersebut merupakan nilai pH yang optimum bagi cacing. Menurut Whitley (1968) kisaran pH antara 5,5-7,5 dan 6,0-8,0 ketahanan tubifisid masing-masing sekitar 24-96% dan 77-94%. Suhu pada tandon air limbah lele yaitu 25,0-27,0 °C, sedangkan pada tandon air sumur berkisar 26,0-27,0 °C. Kisaran nilai ini masih berada pada kisaran yang optimum bagi pertumbuhan cacing sutra. Menurut Kaster (1980) kapasitas Tubifex tubifex kuat dipengaruhi oleh suhu. Struktur dari Tubifex tubifex tidak berkembang pada budidaya dengan suhu 5°C, tetapi pada suhu 15°C dan 25°C cacing berkembang menuju kematangan seksual. Kandungan amoniak pada tandon air limbah lele dan air sumur maing-masing yaitu 0,049-0,099 mg/ℓ dan 0,034-0,067 mg/ℓ, namun nilai tersebut masih dalam kisaran normal. Jenkis (1971) dalam Chumaidi et al. (1988) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 letal bagi tubifisid adalah 3,6 mg/ℓ.

Berdasarkan hasil penelitian, biomassa tertinggi diperoleh dari pelakuan LP, yaitu sebesar 89,56 g/m2 . Nilai kandungan total bahan organik (TOM) pada perlakuan LP yang cukup tinggi, yaitu sebesar 83,02% menyebabkan kebutuhan akan oksigen meningkat akibat tingginya aktivitas bakteri untuk menguraikan bahan organik. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan substrat pasir karena pasir dapat mempertahankan kandungan oksigen pada media dengan memperangkapkan oksigen di sela butiran pasir. Selain itu, pasir juga berfungsi sebagai substrat yang kokoh sehingga dapat bertahan menghadapi aliran air sehingga memudahkan pemanfaatan energi lebih kepada pertumbuhan dan reproduksi dengan memperkecil aktivitas. Biomassa tertinggi diperoleh pada hari ke-45. Hal ini menunjukkan bahwa panen dapat dilakukan pada heri ke-45 yaitu pada saat tercapainya biomassa puncak. Setelah membandingkan dengan pustaka yang ada, ternyata tabung pada Gambar 4 merupakan rumah bagi cacing. Pada kondisi oksigen rendah, cacing tubifisid akan menggerakkan bagian ekornya dengan kuat untuk menghasilkan aerasi. Namun, ketika kondisi oksigen sudah cukup banyak, maka cacing akan cenderung diam (Pennak, 1953). Tabung yang terbentuk merupakan ciri dari cacing golongan tubifisid.


(17)

15 

IV. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Penggunaan kombinasi antara substrat pasir dengan sumber air budidaya lele dengan sistem resirkulasi memberikan hasil pertumbuhan biomassa yang tertinggi, yaitu sebesar 89,56 g/m2 atau 12,9 kali lipat dari biomassa awal. Panen dapat dilakukan pada hari ke-45 yaitu pada puncak biomassa tertinggi.

4.2 Saran

Perlu diteliti lebih lanjut mengenai jenis makanan cacing sutera yang lebih spesifik agar produksi sutera dapat lebih ditingkatkan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian dengan skala yang lebih besar.


(18)

PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA

(

OLIGOCHAETA

) DALAM SISTEM RESIRKULASI

MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT DAN SUMBER AIR

YANG BERBEDA

FIRAWATI SYLVIA SYAM

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(19)

PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA (OLIGOCHAETA) DALAM SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT

DAN SUMBER AIR YANG BERBEDA

FIRAWATI SYLVIA SYAM

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(20)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA (OLIGOCHAETA)

DALAM SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT DAN SUMBER AIR YANG BERBEDA

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012

Firawati Sylvia Syam C14070029


(21)

Judul Skripsi : Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda

Nama Mahasiwa : Firawati Sylvia Syam Nomor Pokok : C14070029

       

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. Dr. Tatag Budiardi NIP. 196001311986032002 NIP. 196310021997021001

 

Diketahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Odang Carman NIP. 195912221986011001


(22)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011 di Jl. Raya Cibanteng No. 1, serta Laboratorium Lingkungan Akuakultur, dan Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian usulan penelitian ini, terutama kepada :

1. Ibu Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. dan Bapak Dr. Tatag Budiardi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan

2. Ibu Julie Ekasari, S.Pi., M. Sc. selaku dosen penguji tamu

3. Bapak Dr. Odang Carman selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan

4. Kedua Orang tua, Syahrul Ginting, serta teman-teman BDP angkatan 44 yang telah memberikan dukungan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Namun demikian, skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Juni 2012


(23)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal 7 Juli 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Syamsuddin dan Ibu Maspiati. Penulis menempuh pendidikan TK pada tahun 1992 di TK Pertiwi, dilanjutkan pendidikan di SDN 58 Tanete. Penulis menamatkan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SMPN 1 Bulukumpa serta menyelesaikan pendidikan menengah di SMAN 1 Bulukumpa pada tahun 2007. Kemudian pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti Perkuliahan, penulis tergabung dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Sulawesi Selatan dari tahun 2007 hingga sekarang. Penulis juga mengikuti berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti Pramuka, Uni Konservasi Fauna (UKF), Paduan Suara FPIK Endevour, dan HIMAKUA. Selain itu, penulis pernah magang di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Air Laut (BRPBAPAL) Maros dan Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul ” Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda” yang dibimbing oleh Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. dan Dr. Tatag Budiardi.


(24)

ABSTRAK

FIRAWATI SYLVIA SYAM. Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda. Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan TATAG BUDIARDI

Cacing sutra merupakan salah satu jenis pakan alami yang sangat diperlukan dalam produksi benih ikan hias dan ikan konsumsi, karena cacing ini memiliki kandungan protein yang mencapai 52,49%. Selama ini telah banyak dilakukan berbagai penelitian tentang budidaya cacing sutra, namun produksinya belum dapat menyamai ataupun mendekati produksi alam. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas budidaya cacing sutra dalam sistem resirkulasi menggunakan jenis substrat dan sumber air yang berbeda serta, menentukan jenis substrat dan sumber air yang tepat untuk digunakan dalam budidaya cacing sutra. Pada penelitian ini diberikan 4 perlakuan yang berbeda yaitu air sumur dengan substrat pasir (SP), air sumur dengan substrat lumpur (SL), air budidaya dengan substrat pasir (LP), dan air budidaya dengan substrat lumpur (LL) dengan sistem resirkulasi yang diberi pupuk kotoran ayam hasil fermentasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2011 bertempat di Jln. Raya Cibanteng serta Laboratorium Lingkungan Akuakultur, dan Laboratorium Nutrisi Ikan. Media kultur adalah campuran substrat dan kotoran ayam fermentasi yang digenangi air pada ketinggian air 2 cm, setelah 10 hari penggenangan dilakukan penebaran cacing uji sebanyak 69 gram/m2. Pemeliharaan berlangsung selama 60 hari dengan penambahan pupuk setiap 15 hari. Sampling dilakuan setiap 15 hari sekali. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa biomassa pada LP lebih tinggi dari pada SP, SL dan LL, sedangkan biomassa pada perlakuan LL paling rendah. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada hari ke-45 dan 60, dan hari ke-45 merupakan puncak biomassa pada semua perlakuan. Biomassa tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi sumber air budidaya lele dengan substrat pasir yaitu sebesar 89,56 gram/m2. Biomassa tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya, yaitu air sumur dengan substrat pasir, air sumur dengan substrat lumpur, dan air budidaya lele dengan substrat pasir.


(25)

ABSTRACT

FIRAWATI SYLVIA SYAM. Productivity of Tubificids Worm (Oligochaeta) Cultivation in Recirculation Water System by Using Different Kind of Substrate and Water Source. Supervised by YANI HADIROSEYANI and TATAG BUDIARDI

Tubificid worm have been used as live food which is important for ornamental fish production as well as other fish hatchery. This is because it has high protein content up to 52,49%. Many research have been done regarding tubificid culture, the result however still lower than that of natural production. The aim of this research was to increase productivity of tubificid worm in a recirculation system by using different types of substrate and source of water. This researching consisted of 4 treatments, i.e. ground water with sand substrate (SP), ground water with mud substrate (SL), catfish culture effluent with sand (LP), and catfish culture effluent with mud (LL). The research was done from May to August 2011 at Cibanteng, Laboratory of Fish Environment, and Laboratory of Fish Nutrition. Cultivation media was made by mixing the substrate and fermented chicken manure at ratio 1:1 , which drown in 2 cm height of water level. After 10 days drown the worm was stocked at 69 gram/m2. Culture period occurred was 60 days

with addition of manure every 15 days. Biomass sampling was done every 15 days. The result of this research showed that biomass of worm cultured in LP medium is higher than in SP, SL, and LL, whereas in LL is the lowest biomass. Biomass growth of the worm in all treatment was significant at day 45th and 60th , where as the highest biomass (89,56 gram/m2) reached at day 45th on LP treatment.


(26)

 

i

 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv I. PENDAHULUAN ... 1 II. BAHAN DAN METODE ... 3 2.1 Wadah dan Bahan ... ... 3 2.1.1 Wadah ... 3

2.1.2 Cacing Uji ... 3 2.1.3 Fermentasi Pupuk ... 3 2.2 Pelaksanaan Penelitian ... 4 2.2.1 Persiapan ... 4 2.2.2 Pemeliharaan ... 4 2.2.3 Sampling ... 5

2.3 Rancangan Penelitian ... 5 2.4 Parameter yang Diukur ... 5 2.4.1 Biomassa ... 5 2.4.2 Parameter Fisika dan Kimia ... 5 III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7 3.1 Hasil ... 7 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra ... 7 3.1.2 Kualitas Air ... 9 3.1.3 Substrat ... 10 3.2 Pembahasan ... 11 IV. KESIMPULAN ... ... 15 DAFTAR PUSTAKA ... ... 16 LAMPIRAN ... ... 18


(27)

 

ii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Biomassa rata-rata cacing sutra pada hari ke-45 ... 8 2. Perbandingan produktivitas budidaya cacing sutra ... 9 3. Kualitas air pada tendon selama pemeliharaan ... 10 4. Kandungan bahan organik total (TOM) pada substrat pemeliharaan cacing ... 10


(28)

 

iii

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Desain wadah pemeliharaan cacing sutra ... 3 2. Perkembangan biomassa rata-rata cacing sutra dengan perbedaan substrat dan sumber air (LP=Air budidaya lele+Pasir, LL=Air budidaya lele+lumpur, SP=Air

sumur+pasir, SL=Air sumur+lumpur) selama 60 hari pemeliharaan ... 7 3. Permukaan media dengan substrat pasir yang dipenuhi tabung ... 8


(29)

 

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Biomassa cacing sutra selama pemeliharaan ... 18 2. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama pemeliharaan ... 19 3. Nilai pH selama pemeliharaan ... 20 4. Suhu air selama pemeliharaan ... 21 5. Analisis statistik ... 22


(30)

1   

I. PENDAHULUAN

Cacing sutra merupakan salah satu jenis pakan alami yang sering digunakan dalam pemeliharaan ikan hias dan ikan konsumsi terutama pada stadia benih. Hal ini karena cacing sutra memiliki kandungan protein yang mencapai 52,49% (Meilizsa, 2003). Bila dibandingkan dengan pakan buatan, secara umum pakan alami memiliki beberapa kelebihan di antaranya tidak mudah busuk bila diberikan dalam keadaan hidup sehingga akan mengurangi pencemaran perairan. Serta pakan alami dapat merangsang nafsu makan biota perairan. Kebutuhan pakan alami yang terpenting adalah adanya kandunga enzim yang dapat merombak selnya sendiri (autolisis), dengan demikian pakan alami tepat digunakan untuk benih ikan yang belum sempurna fungsi pencernaannya.

Selama ini cacing sutra berasal dari hasil tangkapan alam, yaitu dari selokan atau sungai kecil. Produksi cacing dengan cara demikian memiliki kelemahan, yaitu terbatasnya jumlah pasokan serta kontinyuitas keberadaan pasokan cacing karena ketergantungan ketersediaan cacing ini terhadap musim. Ketersediaan cacing sutra ini berkurang pada musim hujan karena arus air di sungai atau selokan menjadi deras sehingga menghanyutkan cacing dan substratnya.

Peluang pasar cacing sutra cukup besar dan luas, karena pemasarannya berkaitan dengan kegiatan pembenihan ikan konsumsi dan pembudidayaan ikan hias. Kebutuhan cacing sutra tidak hanya untuk kegiatan pembenihan perorangan, tetapi juga permintaan dari pembenihan milik pemerintahan, seperti balai benih ikan (BBI). Dalam mengatasi kendala pasokan cacing sutra, maka budidaya cacing sutra merupakan suatu solusi yang paling tepat untuk dilakukan. Selama ini telah banyak dilakukan berbagai penelitian tentang bagaimana membudidayakan cacing sutra, namun produksinya belum dapat menyamai ataupun mendekati produksi alam. Oleh karena itu, teknis budidaya lanjutan untuk memperbaiki kekurangan dari sistem budidaya sebelumnya sangat diperlukan agar diperoleh suatu sistem budidaya yang lebih tepat untuk meningkatkan produktivitas budidaya cacing sutra.


(31)

2  Selama ini budidaya cacing sutra dilakukan dengan menggunakan sistem terbuka. Sistem ini memiliki kelemahan karena air banyak yang terbuang dan sangat memungkinkan telur cacing juga ikut terbawa. Budidaya cacing sutra dapat dilakukan menggunakan sistem tertutup yakni dengan pengaliran air setiap saat menggunakan sistem resirkulasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan populasi cacing sutra karena dapat mencegah tumbuhnya cacing di luar media.

Dalam sistem budidaya cacing sutra, air berfungsi sebagai pemasok oksigen serta penyalur bahan makanan bagi cacing. Budidaya cacing sutra yang telah dilakukan selama ini selalu menggunakan air sumur sebagai sumber airnya. Padahal penggunaan air sumur diduga kurang efektif dan efisien karena di sisi lain, air buangan pada budidaya ikan misalnya ikan lele terbuang dan tidak termanfaatkan. Selain itu, kandungan air buangan budidaya ikan lele diduga memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dibanding air sumur sehingga dapat menyediakan cadangan makanan yang lebih banyak bagi cacing. Substrat merupakan tempat hidup bagi cacing, oleh karena itu substrat harus memiliki komposisi yang baik sebagai syarat agar cacing dapat tumbuh dengan baik, seperti tersedianya makanan yang cukup serta komposisi partikel substrat yang kokoh. Pada penelitian ini digunakan sumber air dan jenis substrat yang berbeda untuk menganalisis pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas cacing sutra.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis substrat dan sumber air yang tepat untuk digunakan dalam budidaya cacing sutra sehingga produktivitas budidaya cacing sutra dalam sistem resirkulasi dapat ditingkatkan.


(32)

3   

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Wadah dan Bahan 2.1.1 Wadah

Wadah yang digunakan berupa kotak kayu sebanyak 10 buah dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 15 cm, tinggi 15 cm. Luas masing-masing wadah 0,15 m2. Bagian dalam kotak kayu dilapisi lembaran plastik hitam untuk mencegah kebocoran. Desain wadah yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain wadah pemeliharaan cacing sutra 2.1.2 Cacing Uji

Cacing uji yang digunakan adalah populasi oligochaeta yang didominasi oleh Limnodrillus yang diperoleh dari pengumpul cacing sutra di daerah Cibeureum, Bogor. Padat penebaran yang digunakan adalah 4600 individu/m2 atau setara dengan 69 g/m2.

2.1.3 Fermentasi Pupuk

Pupuk yang digunakan yaitu kotoran ayam yang berasal dari peternakan ayam yang berlokasi di Parung, Bogor. Kotoran ayam dijemur dengan sinar matahari selama 6 jam sebelum difermentasi. Metode fermentasi yang dilakukan mengikuti Fadilah (2004).

Fermentasi kotoran ayam didahului dengan pembuatan larutan aktivator, yaitu gula pasir sebanyak ¼ sendok makan (3,75 g) dan EM4 sebanyak 4 mℓ


(33)

4  dicampur ke dalam 300 mℓ air. Larutan ini digunakan untuk 10 kg kotoran ayam. Larutan aktivator tersebut dicampurkan dengan kotoran ayam kering dan diaduk merata. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam plastik tertutup dan didiamkan pada suhu ruangan selama 5 hari. Setelah 5 hari, kotoran ayam yang telah difermentasi dijemur kembali.

2.2 Pelaksanaan Penelitian 2.2.1 Persiapan

Substrat yang digunakan ada dua macam, yaitu lumpur halus dan pasir. Lumpur yang digunakan terlebih dahulu dipisahkan dari sampah dan organisme bentos. Setelah itu, lumpur dan pasir dijemur dan diayak hingga halus. Perbandingan substrat dan pupuk mengikuti Yuherman (1987) yaitu perbandingan 1 : 1. Campuran tersebut diaduk merata dan dibuat dengan ketinggian 6 cm.

Media kultur digenangi air setinggi 2 cm di atas permukaan substrat. Debit aliran yang digunakan adalah 1000 mℓ/menit (Chumaidi et al. 1988). Pengairan dilakukan dengan sistem resirkulasi air dan dilakukan penambahan air untuk menambah kekurangan air akibat penguapan. Setelah diisi air, wadah dibiarkan selama 10 hari. Penggenangan ini bertujuan agar pupuk awal pada media dapat lebih cepat terurai.

2.2.2 Pemeliharaan

Penebaran cacing dilakukan setelah 10 hari penggenangan. Padat penebaran yang digunakan yaitu 69 g/m2. Pemupukan susulan yang diberikan adalah pupuk kotoran ayam yang telah difermentasikan menggunakan aktivator EM4 selama 5 hari. Pemberian pupuk dilakukan setiap 15 hari sekali. Dosis pupuk yang diberikan berdasarkan penelitan Fadilah (2004) yaitu sebanyak 1 kg/m2. Air yang digunakan merupakan air yang berasal dari limbah budidaya ikan lele dan air sumur. Pengaturan air dilakukan dengan sistem resirkulasi dengan debit 1L/menit dan dilakukan penambahan air untuk mengganti kehilangan air akibat penguapan. Debit air yang masuk ke dalam wadah diatur dengan menggunakan klep pada selang pemasukan.


(34)

5   

2.2.3 Sampling

Pengambilan contoh (sampling) cacing sutra dan parameter lingkungan dilakukan setiap 15 hari sekali. Pengukuran suhu harian dilakukan sekali setiap pagi dengan menggunakan termometer. Sampling dilakukan pada 3 tempat dalam setiap wadah, yaitu inlet (pemasukan), tengah, dan outlet (pengeluaran). Sampling dilakukan dengan memasukkan pipa berdiameter ½ inci (luas permukaan lubang 7,07 cm2) ke dalam substrat, lalu pipa diangkat dengan menutup lubang bagian atas. Substrat yang diperoleh terlebih disaring sambil dibilas dengan air. Kemudian cacing dipisahkan dari substratnya. Sisa substrat pada saringan kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik berisi air kemudian diguncang bagian atasnya sehingga sisa cacing yang ada pada substrat dapat keluar dan dipisahkan. Cara ini dilakukan beruang-ulang sehingga cacing dapat diperoleh dan ditimbang.

2.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Adapun ketiga perlakuan tersebut adalah :

1) Air budidaya lele dengan substrat pasir (LP) 2) Air budidaya lele dengan substrat lumpur (LL) 3) Air sumur dengan substrat pasir (SP)

4) Air sumur dengan substrat lumpur (SL)

Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa dilakukan analisis data dengan menggunakan program Ms. Excel 2007 dan SPSS 17. Jika terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dngan uji Tukey. 2.4 Parameter yang Diukur

2.4.1 Biomassa (g/m2)

Cacing yang telah dikumpulkan kemudian ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,01.

2.4.2 Parameter Fisika dan Kimia

Parameter kualitas air budidaya yang diamati adalah pH, suhu, oksigen terlarut (dissolve oxygen, DO) dan kadar amoniak. Sedangkan parameter kualitas


(35)

6  substrat berupa kandungan bahan organik total (TOM). Pengukuran suhu dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran DO dan pH dilakukan setiap 15 hari sekali. Kadar amoniak diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Pengukuran TOM dilakukan pada awal masa pemeliharaan. Analisis air sampel dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur dan untuk analisis sampel substrat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.


(36)

7   

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra

Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk kurva sigmoid (Gambar 2). Pertumbuhan biomassa meningkat sampai hari ke-45 dan menurun setelah itu. Biomassa cacing pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada hari ke-45 dan hari ke-60, sehingga hari ke-45 ditetapkan sebagai puncak populasi. Dengan demikian disimpulkan bahwa biomassa mencapai puncak pada hari ke-45 dan di antara semua perlakuan biomasa tertinggi dicapai pada perlakuan LP yaitu 89,56 g/m2.

Gambar 2. Perkembangan biomassa rata-rata cacing sutra dengan perbedaan substrat dan sumber air (LP=Air budidaya lele+Pasir, LL=Air budidaya lele+lumpur, SP=Air sumur+pasir, SL=Air sumur+lumpur) selama 60 hari pemeliharaan


(37)

8  Berdasarkan Tabel 1, hasil analisis ragam biomassa cacing sutra selama pemeliharaan menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p<0,05). Biomassa pada LP lebih tinggi daripada SP, SL dan LL, sedangkan biomassa pada perlakuan LL paling rendah biomassa tertinggi dalam pemeliharaan cacing sutra dicapai pada kombinasi sumber air budidaya lele dan substrat pasir (LP) dengan rata-rata biomassa sebesar 89,56 g/m2, kemudian kombinasi air sumur dan substrat lumpur (SL) dengan rata-rata biomassa sebesar 55,63 g/m2, kombinasi air sumur dan substrat pasir (SP)dengan rata-rata biomassa sebesar 55,29 g/m2, kombinasi budidaya lele dan substrat lumpur (LL) dengan rata-rata biomassa sebesar 47,48 g/m2.

Tabel 1. Biomassa rata-rata cacing sutra pada hari ke-45 Perlakuan Biomassa rata-rata

(g/m2)

LP 89,56±12,90a

LL 47,48±15,90c

SP 55,29±17,15b

SL 55,63±15,19b

Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05)

Selama pemeliharaan, di wadah cacing terlihat tabung-tabung kecil yang terbuat dari substrat dan memenuhi seluruh permukaan media (Gambar 3).

Gambar 3. Permukaan media dengan substrat pasir yang dipenuhi tabung

Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, produktivitas cacing sutra pada penelitian ini terdapat peningkatan. Biomassa pada puncak populasi yang dihasilkan mencapai 12,9 kali lipat dari biomassa awal (Tabel 2).


(38)

9   

Tabel 2. Perbandingan produktivitas budidaya cacing sutra

Findy (2011)

Hasil Penelitian ini Densitas awal

(ind/m2) 150000 6900

Biomassa awal

(g/m2) 150 6,9

Jumlah individu

panen (ind/m2) 1.346.360 88.890

Biomassa panen

(g/m2) 1.346,36 88,89

Substrat KS+Pasir KAF+Pasir

Sumber Air Sumur Fakultas Air BD Lele Peningkatan

biomassa 9,0 12,9

Bobot rata-rata

(g/ekor) awal 0,001 0,001

Bobot rata-rata

(g/ekor) awal 0,001 0,001

3.1.2 Kualitas Air

Pada Tabel 3 dinyatakan konsentrasi DO air limbah budidaya lele tertinggi selama masa pemeliharaan adalah 3,25 mg/ℓ yang terjadi pada awal pemeliharaan dan konsentrasi DO terendah adalah 2,27 mg/ℓ, nilai pH berkisar antara 6,00-7,60 dan suhu selama pemeliharaan berkisar antara 25,0-27,0 °C. Konsentrasi DO air sumur tertinggi selama masa pemeliharaan adalah 3,66 mg/ℓ yang terjadi pada awal pemeliharaan dan konsentrasi DO terendah adalah 2,17 mg/ℓ, nilai pH berkisar antara 6,17-7,83, suhu selama pemeliharaan berkisar antara 26,0-27,0 °C. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.


(39)

10  Tabel 3. Kualitas air pada tandon selama pemeliharaan

Parameter Hari ke-

0 15 30 45 60

Air Limbah Budidaya Lele DO (mg/ℓ)

3,25-3,43±0,15 2,27-3,62±0,60 3,12-3,56±0,15 2,27-3,71±0,60 2,31-3,66±0,3853 pH 7,60-7,83±0,09 7,03-7,30±0,09 6,85-6,89±0,05 6,00-7,80±1,84 6,76-6,81±0,02 Suhu (°C) 25,9-27,0±0,4 25,0-27,0±0,7 26,3-26,5±0,3 26,0-26,4±0,2 25,0-27,0±0,8 Amoniak

(mg/ℓ) 0,049 0,099 Air Sumur

DO (mg/ℓ) 3,27-3,66±0,17 3,25-3,57±1,14 2,17-3,66±0,62 3,16-3,75±0,40 3,20-3,53±0,21 pH 7,76-7,83±0,03 7,04-7,11±0,04 6,95-6,98±0,05 6,17-7,75±0,40 6,82-6,92±0,04 Suhu ( °C) 26,0-27,2±0,5 26,0-27,0±0,5 26,3-26,5±0,1 26,1-26,4±0,1 26,4-26,8±0,2 Amoniak

(mg/ℓ) 0,034 0,067

3.1.3 Substrat

Berdasarkan Tabel 4, kandungan bahan organik total (TOM) tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi antara air budidaya lele dengan substrat lumpur (LL), yaitu sebesar 91,63% kemudian kombinasi antara air budidaya lele dengan substrat pasir (LP) sebesar 83,02%, air sumur dengan substrat lumpur (SL) sebesar 74,77%, dan air sumur dengan substrat pasir sebesar 74,77%.

Tabel 4. Kandungan bahan organik total (TOM) pada substrat pemeliharaan cacing

Perlakuan Ulangan Kadar abu (%) TOM (%) Rata-rata

LP

1 4,94 95,06

83,02±10,53

2 21,53 78,47

3 24,46 75,54

LL

1 7,75 92,25

91,63±2,83

2 11,45 88,55

3 5,90 94,10

SP

1 21,20 78,80

74,01±10,20

2 19,07 80,93

3 37,70 62,30

SL

1 20,18 79,82

74,77±20,37

2 7,86 92,14

3 47,65 52,35

LP=Air budidaya lele+Pasir, LL=Air budidaya lele+lumpur, SP=Air sumur+pasir, SL=Air sumur+lumpur


(40)

11   

3.2 Pembahasan

Secara deskriptif, Gambar 2 menunjukkan perbedaan biomassa pada setiap perlakuan. Pola pertumbuhan cacing sutra selama pemeliharaan secara khas dicirikan oleh suatu fungsi pertumbuhan yang disebut kurva sigmoid. Pola ini meliputi beberapa fase, yaitu fase lag, fase logaritma atau eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu saat individu akan berusaha menyesuaikan diri dengan media tumbuhnya sehingga tidak terjadi kenaikan jumlah individu (Fogg, 1975 dalam Wulandari, 2011). Pada semua perlakuan, cacing sutra mengalami fase lag selama 15 hari. Hal ini menandakan lamanya waktu yang diperlukan oleh cacing sutra untuk beradaptasi terhadap media tumbuhnya. Sesuai dengan pernyataan Fogg (1975) dalam Wulandari (2011), pada fase ini pertumbuhan lambat karena alokasi energi dipusatkan untuk penyesuaian diri terhadap media kultur yang baru dan untuk pemeliharaan sehingga hanya sebagian kecil atau tidak ada energi yang digunakan untuk tumbuh.

Fase eksponensial merupakan fase terjadinya peningkatan biomassa yang berlangsung secara cepat. Pada masa pemeliharaan, fase ini terjadi pada hari ke-15 hingga hari ke-45. Pertumbuhan yang signifikan dapat terlihat jelas dari hari ke-30 sampai hari ke-45 dan menurun sampai hari ke-60. Hal ini menandakan bahwa daya dukung lingkungan telah tercapai secara maksimal sehingga puncak pertumbuhan tercapai pada hari ke-45. Biomassa tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi sumber air budidaya lele dengan substrat pasir yaitu sebesar 89,56 g/m2. Menurut Aston (1982) dalam Lietz (1987), pertambahan populasi cacing berkali lipat dalam 11 hari sampai 42 hari (Marian dan Pandian, 1984). Media yang digunakan sebagai sumber bahan makanan cacing sutra berbeda-beda, seperti kotoran sapi segar (Marian dan Pandian, 1984), kotoran ayam yang difermentasi (Fadilah, 2004), kotoran burung puyuh, dedak halus dan limbah ampas tahu (Khairuman et al., 2008).

Pertumbuhan biomassa setelah hari ke-45 relatif lambat dan terjadi penurunan bila dibandingkan dengan fase eksponensial dikarenakan adanya faktor pembatas seperti zat nutrisi yang ada di dalam media sudah sangat berkurang. Sementara itu pada puncak biomassa atau fase stasioner, jumlah individu tidak


(41)

12  berubah karena penambahan kepadatan populasi seimbang dengan penurunan kepadatan populasi yang diduga akibat kematian, dalam hal ini daya dukung (carrying capacity) telah tercapai.

Penggunaan komposisi lumpur dan pasir sebagai substrat bertujuan untuk mengikuti habitat asli dari cacing sutra karena cacing sutra umumnya dijumpai di selokan berlumpur. Habitat asli Tubificidae yaitu liat berlumpur atau liat berpasir (Marchese, 1987). Marian dan Pandian (1984) menyatakan bahwa bila dibandingkan pasir kasar (coarse sand), pasir sedang (medium sand), serabut kelapa (coconut mesocarp), maka pasir halus (fine sand) merupakan jenis terbaik yang dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan dan fekunditas cacing.

Penggunaan kotoran ayam fermentasi dapat meningkatkan produktivitas budidaya cacing sutra karena memililki kelebihan berupa tingginya kandungan C-organik dan N-C-organik yang diperoleh dari proses fermentasi atau pengomposan oleh aktivator (Fadilah, 2004). Menurut Gaur (1983) dalam Fadilah (2004), aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui 2 cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif menghancurkan bahan organik, kedua yaitu meningkatkan kadar N- organik yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme. Cacing dari famili tubificidae biasanya memakan bakteri dan partikel-partikel organik hasil perombakan oleh bakteri (Brinkhurst, 1972 dalam Fadilah, 2004).

Nilai total kandungan bahan organik tertinggi yaitu pada perlakuan kombinasi antara limbah lele dengan substrat lumpur sebesar 91,63%. Tingginya kandungan bahan organik ini pada umumnya akan meningkatkan aktivitas bakteri yang menguraikan bahan organik. Hal ini akan berakibat pada penurunan konsentrasi DO pada wadah budidaya karena digunakan oleh bakteri dalam menguraikan bahan organik. Tingginya nilai TOM juga berpengaruh pada konsentrasi amoniak pada wadah budidaya, karena semakin tinggi bahan organik pada wadah pemeliharaan maka amoniak yang dihasilkan juga akan tinggi. Ini dibuktikan dengan melihat konsentrasi amoniak pada tandon budidaya lele lebih tinggi dibandingkan air sumur. Manfaat penggunaan substrat pasir ini selain berfungsi sebagai substrat yang baik, juga dapat memperangkap oksigen di dalam


(42)

13   

pori-porinya (di antara butiran pasir).

Penambahan pasir halus ke media meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan fekunditas cacing dengan cara : (1) mempertahankan kandungan oksigen media dengan baik diatas titik kritis sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi dari hasil metabolisme seperti NH3 yang dapat menekan pertumbuhan dan reproduksi, (2) menyediakan substrat yang lebih kokoh dan tebal yang memudahkan pemanfaatan energi lebih kepada pertumbuhan dan reproduksi dengan memperkecil aktivitas (Marian dan Pandian, 1984). Hal tersebut memperkuat alasan tingginya produktivitas biomassa cacing yang dipelihara dengan mengunakan substrat pasir.

Selain dari segi komposisi substrat, tingginya produktivitas cacing sutra juga dipengaruhi oleh air. Kebutuhan makanan cacing sutra akan terus meningkat seiring pertumbuhan biomassa cacing sutra. Ketersediaan makanan di dalam wadah budidaya akan mempengaruhi laju pertumbuhan cacing sutra. Dalam hal ini, sistem resirkulasi berperan dalam menjaga ketersediaan makanan. Pada umumnya, dalam setiap penelitian budidaya cacing sutra digunakan sistem sirkulasi sehingga air yang masuk akan terbuang begitu saja. Padahal ada kemungkinan air yang mengalir akan membawa bahan-bahan organik yang merupakan makanan bagi cacing sehingga persediaan makanan pada substrat akan berkurang.

Selama pemeliharaan, konsentrasi DO menunjukkan kisaran yang relatif stabil. Kisaran nilai DO pada tandon air limbah lele yaitu 2,27 mg/ℓ - 3,25 mg/ℓ, sedangkan kisaran nilai DO pada tandon air sumur yaitu 2,17 mg/ℓ – 3,66 mg/ℓ. Perkembangan embrio normal terjadi pada kisaran konsentrasi DO 2,5 mg/ℓ – 7 mg/ℓ (Poddubnaya, 1980 dalam Marian dan Pandian, 1984) dan jika konsentrasi DO lebih rendah dari 2 mg/ℓ akan mengurangi nafsu makan (McCall dan Fisher, 1980 dalam Marian dan Pandian, 1984). Menurut Gnaiger et al. (1987) oligochaetes akuatik dikenal dengan kemampuannya untuk bertahan lama dalam keadaan anoksia (kekurangan oksigen). Penurunan oksigen terjadi akibat peningkatan populasi cacing yang menyebabkan adanya kompetisi dalam mendapatkan oksigen. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian debit air yang tinggi sehingga dapat mensuplai kembali kandungan oksigen dan mencuci bahan


(43)

14  toksik pada media pemeliharaan.

Kisaran nilai pH pada tandon air limbah lele selama penelitian adalah 6,00-7,60, sedangkan kisaran nilai pH pada tandon air sumur adalah 6,17-7,83. Nilai tersebut merupakan nilai pH yang optimum bagi cacing. Menurut Whitley (1968) kisaran pH antara 5,5-7,5 dan 6,0-8,0 ketahanan tubifisid masing-masing sekitar 24-96% dan 77-94%. Suhu pada tandon air limbah lele yaitu 25,0-27,0 °C, sedangkan pada tandon air sumur berkisar 26,0-27,0 °C. Kisaran nilai ini masih berada pada kisaran yang optimum bagi pertumbuhan cacing sutra. Menurut Kaster (1980) kapasitas Tubifex tubifex kuat dipengaruhi oleh suhu. Struktur dari Tubifex tubifex tidak berkembang pada budidaya dengan suhu 5°C, tetapi pada suhu 15°C dan 25°C cacing berkembang menuju kematangan seksual. Kandungan amoniak pada tandon air limbah lele dan air sumur maing-masing yaitu 0,049-0,099 mg/ℓ dan 0,034-0,067 mg/ℓ, namun nilai tersebut masih dalam kisaran normal. Jenkis (1971) dalam Chumaidi et al. (1988) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 letal bagi tubifisid adalah 3,6 mg/ℓ.

Berdasarkan hasil penelitian, biomassa tertinggi diperoleh dari pelakuan LP, yaitu sebesar 89,56 g/m2 . Nilai kandungan total bahan organik (TOM) pada perlakuan LP yang cukup tinggi, yaitu sebesar 83,02% menyebabkan kebutuhan akan oksigen meningkat akibat tingginya aktivitas bakteri untuk menguraikan bahan organik. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan substrat pasir karena pasir dapat mempertahankan kandungan oksigen pada media dengan memperangkapkan oksigen di sela butiran pasir. Selain itu, pasir juga berfungsi sebagai substrat yang kokoh sehingga dapat bertahan menghadapi aliran air sehingga memudahkan pemanfaatan energi lebih kepada pertumbuhan dan reproduksi dengan memperkecil aktivitas. Biomassa tertinggi diperoleh pada hari ke-45. Hal ini menunjukkan bahwa panen dapat dilakukan pada heri ke-45 yaitu pada saat tercapainya biomassa puncak. Setelah membandingkan dengan pustaka yang ada, ternyata tabung pada Gambar 4 merupakan rumah bagi cacing. Pada kondisi oksigen rendah, cacing tubifisid akan menggerakkan bagian ekornya dengan kuat untuk menghasilkan aerasi. Namun, ketika kondisi oksigen sudah cukup banyak, maka cacing akan cenderung diam (Pennak, 1953). Tabung yang terbentuk merupakan ciri dari cacing golongan tubifisid.


(44)

15   

IV. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Penggunaan kombinasi antara substrat pasir dengan sumber air budidaya lele dengan sistem resirkulasi memberikan hasil pertumbuhan biomassa yang tertinggi, yaitu sebesar 89,56 g/m2 atau 12,9 kali lipat dari biomassa awal. Panen dapat dilakukan pada hari ke-45 yaitu pada puncak biomassa tertinggi.

4.2 Saran

Perlu diteliti lebih lanjut mengenai jenis makanan cacing sutera yang lebih spesifik agar produksi sutera dapat lebih ditingkatkan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian dengan skala yang lebih besar.


(45)

16 

DAFTAR PUSTAKA

Chumaidi, Zaenuddin, Fiastri., 1988. Pengaruh Debit Air yang Berbeda terhadap Biomassa Cacing Rambut (Tubifisid). Buletin Perikanan Darat, 7(2):41-46. Fadillah, R., 2004. Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra

Limnodrillus pada Media yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Findy, S., 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra (Tubificidae). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gnaiger, E., Kaufmann, R., Staudigl, I., 1987. Growth of Tubifex tubifex Muller (Oligochaeta, Tubificidae) under Various Tropic Conditions. Int. Revue gs. Hydrobiologia 72 : 709-726

Kaster, J.L., 1980. The Reproductive Biology of Tubifex tubifex Muller (Annelida:Tubificidae). American Midland Naturalist, 104 : 364-366

Khairuman, Amri, K., Siombing, T., 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra, Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan.

Lietz, D.M., 1987. Potential for Aquatic Oligochaetes as Live Food in Commercial Aquaculture. Hydrobiologia, 155 : 309-310

Marchese, M.R., 1987. The Ecology of Some Benthic Oligochaeta from the Prana River, Argentina. Hydrobiologia, 155 : 209-214

Marian, M.P., Pandian, T.J., 1984. Culture and Harvesting Tehnique for Tubifex tubifex. Aquaculture. 42 : 303 – 315.

Meilisza, N., 2003. Efisiensi Pemberian Pakan pada Benih Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Sistem Keramba di Saluran Cibalok, Bogor. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pennak, R.W., 1953. Freshwater Invertebrates of The United States. The Ronald Press Co., New York.

Whitley, L.S., 1969. The Resistance of Tubificid Worm to Three Common Pollutans. Hydrobiologia, 32 : 193-205p


(46)

17   

Wulandari, N.D.A., 2011. Penggunaan Media Alternatif pada Produksi Spirulina fusiformis. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Yuherman., 1987. Pengaruh Dosis Penambahan Pupuk pada Hari ke Sepuluh Setelah Inokulasi Terhadap Pertumbuhan Populasi Tubifex sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.


(47)

18 

 

LAMPIRAN

Lampiran 1. Biomassa cacing sutra selama pemeliharaan

Perlakuan Ulangan Biomassa (g/m

2) hari ke-

0 15 30 45 60

LP

1 6,90 11,50 34,25 77,87 63,45

2 6,90 20,02 42,70 87,40 79,63

3 6,90 21,33 57,80 103,40 104,74

rata-rata 6,90±0,0 17,62±5,3 44,92±11,3 89,56±12,9 82,61±20,8

LL

1 6,90 12,06 25,09 53,64 59,70

2 6,90 13,70 27,85 59,37 62,80

3 6,90 10,67 13,80 29,43 27,50

rata-rata 6,90±0,0 12,14±1,5 22,25±7,4 47,48±15,9 50,00±19,6

SP

1 6,90 20,23 47,85 86,47 83,50

2 6,90 12,64 27,80 61,97 63,80

3 6,90 11,70 29,87 53,43 49,70

rata-rata 6,90±0,0 14,86±4,7 35,17±11,0 55,29±17,2 65,67±16,9

SL

1 6,90 11,55 37,40 71,56 67,00

2 6,90 19,70 31,20 41,32 52,70

3 6,90 16,73 37,45 54,00 53,40


(48)

19 

 

Lampiran 2. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama pemeliharaan DO (mg/ℓ)

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 3,35 3,47 3,12 2,27 2,31

2 3,66 3,62 3,23 3,66 3,63

3 3,41 2,43 3,27 3,45 3,66

rata-rata 3,47 3,17 3,21 3,13 3,20

LL

1 3,27 2,27 3,41 2,65 3,67

2 3,43 3,41 3,56 3,71 3,12

3 3,25 2,56 3,30 3,56 3,43

rata-rata 3,32 2,75 3,42 3,31 3,41

SP

1 3,37 3,47 2,75 3,70 3,20

2 3,27 3,56 2,26 3,16 3,53

3 3,56 3,25 2,17 3,42 3,17

rata-rata 3,40 3,43 2,39 3,43 3,30

SL

1 3,30 3,57 3,17 3,75 3,17

2 3,66 3,27 3,45 3,22 3,25

3 3,27 3,27 3,66 2,67 3,44


(49)

20 

 

Lampiran 3. Nilai pH selama pemeliharaan pH

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 7,82 7,14 6,85 7,80 6,81

2 7,81 7,13 6,85 6,81 6,81

3 7,83 7,14 6,97 7,33 6,77

rata-rata 7,82 7,14 6,89 7,31 6,80

LL

1 7,80 7,30 6,94 6,25 6,77

2 7,81 7,03 6,93 6,71 6,76

3 7,60 7,08 6,93 6,00 6,80

rata-rata 7,74 7,14 6,93 6,36 6,78

SP

1 7,77 7,08 6,95 6,70 6,82

2 7,77 7,11 6,97 6,17 6,82

3 7,76 7,04 6,98 7,42 6,92

rata-rata 7,77 7,08 6,97 7,42 6,85

SL

1 7,83 7,07 6,97 7,75 6,82

2 7,81 7,16 6,98 6,42 6,82

3 7,80 7,10 6,85 7,26 6,82


(50)

21 

 

Lampiran 4. Suhu air selama pemeliharaan

Suhu (°C)

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 26,8 27,0 26,5 26,3 26,0

2 27,0 27,0 26,5 26,4 26,1

3 26,5 26,0 27,2 26,4 25,0

rata-rata 26,8 26,7 26,7 26,4 25,7

LL

1 25,9 26,0 26,3 26,0 26,6

2 26,7 26,1 26,3 26,0 27,0

3 26,5 25,0 26,4 26,0 27,0

rata-rata 26,4 25,7 26,3 26,0 26,9

SP

1 27,2 26,4 26,5 26,1 26,8

2 26,0 27,0 26,5 26,1 27,0

3 26,4 26,4 26,4 26,2 26,5

rata-rata 26,5 26,6 26,5 26,1 26,8

SL

1 26,6 27,0 26,5 26,3 26,5

2 27,0 26,0 26,3 26,4 26,5

3 27,0 26,0 26,5 26,3 26,4


(51)

22 

 

Lampiran 5. Analisis Statistik Deskriptif

Oneway

Analisis Homogenitas

Levene Statistic Db1 Db2 P

0,161 3 8 0,919

Anova Sumber keragaman

Jumlah

kuadrat Db

Kuadrat

tengah F-hitung P

Perlakuan 3.009.250 3 1.003.083 4.252 0,045

Galat 1.887.460 8 235.932

Total 4.896.709 11

N Rata-rata Standar Deviasi Minimum Maksimum

Perlakuan

LP 3 89,56 12,90092 77,87 103,40

LL 3 47,48 15,89214 29,43 59,37

SP 3 67,29 17,15043 53,43 86,47

SL 3 55,63 15,18548 41,32 71,56


(52)

23 

 

Perbandingan

Perlakuan Perbedaan rata-rata (I-J) P

LP-2 42,07667* 0,040

LP-3 22,26667 0,350

LP-4 33,93000 0,101

LL-3 19,81000 0,440

LL-4 8,14667 0,913


(53)

PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA

(

OLIGOCHAETA

) DALAM SISTEM RESIRKULASI

MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT DAN SUMBER AIR

YANG BERBEDA

FIRAWATI SYLVIA SYAM

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(54)

16   

DAFTAR PUSTAKA

Chumaidi, Zaenuddin, Fiastri., 1988. Pengaruh Debit Air yang Berbeda terhadap Biomassa Cacing Rambut (Tubifisid). Buletin Perikanan Darat, 7(2):41-46. Fadillah, R., 2004. Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra

Limnodrillus pada Media yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Findy, S., 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra (Tubificidae). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gnaiger, E., Kaufmann, R., Staudigl, I., 1987. Growth of Tubifex tubifex Muller (Oligochaeta, Tubificidae) under Various Tropic Conditions. Int. Revue gs. Hydrobiologia 72 : 709-726

Kaster, J.L., 1980. The Reproductive Biology of Tubifex tubifex Muller (Annelida:Tubificidae). American Midland Naturalist, 104 : 364-366

Khairuman, Amri, K., Siombing, T., 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra, Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan.

Lietz, D.M., 1987. Potential for Aquatic Oligochaetes as Live Food in Commercial Aquaculture. Hydrobiologia, 155 : 309-310

Marchese, M.R., 1987. The Ecology of Some Benthic Oligochaeta from the Prana River, Argentina. Hydrobiologia, 155 : 209-214

Marian, M.P., Pandian, T.J., 1984. Culture and Harvesting Tehnique for Tubifex tubifex. Aquaculture. 42 : 303 – 315.

Meilisza, N., 2003. Efisiensi Pemberian Pakan pada Benih Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Sistem Keramba di Saluran Cibalok, Bogor. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pennak, R.W., 1953. Freshwater Invertebrates of The United States. The Ronald Press Co., New York.

Whitley, L.S., 1969. The Resistance of Tubificid Worm to Three Common Pollutans. Hydrobiologia, 32 : 193-205p


(55)

17  Wulandari, N.D.A., 2011. Penggunaan Media Alternatif pada Produksi Spirulina fusiformis. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Yuherman., 1987. Pengaruh Dosis Penambahan Pupuk pada Hari ke Sepuluh Setelah Inokulasi Terhadap Pertumbuhan Populasi Tubifex sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.


(56)

18 

 

LAMPIRAN

Lampiran 1. Biomassa cacing sutra selama pemeliharaan

Perlakuan Ulangan Biomassa (g/m

2) hari ke-

0 15 30 45 60

LP

1 6,90 11,50 34,25 77,87 63,45

2 6,90 20,02 42,70 87,40 79,63

3 6,90 21,33 57,80 103,40 104,74

rata-rata 6,90±0,0 17,62±5,3 44,92±11,3 89,56±12,9 82,61±20,8

LL

1 6,90 12,06 25,09 53,64 59,70

2 6,90 13,70 27,85 59,37 62,80

3 6,90 10,67 13,80 29,43 27,50

rata-rata 6,90±0,0 12,14±1,5 22,25±7,4 47,48±15,9 50,00±19,6

SP

1 6,90 20,23 47,85 86,47 83,50

2 6,90 12,64 27,80 61,97 63,80

3 6,90 11,70 29,87 53,43 49,70

rata-rata 6,90±0,0 14,86±4,7 35,17±11,0 55,29±17,2 65,67±16,9

SL

1 6,90 11,55 37,40 71,56 67,00

2 6,90 19,70 31,20 41,32 52,70

3 6,90 16,73 37,45 54,00 53,40


(57)

19 

 

Lampiran 2. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama pemeliharaan DO (mg/ℓ)

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 3,35 3,47 3,12 2,27 2,31

2 3,66 3,62 3,23 3,66 3,63

3 3,41 2,43 3,27 3,45 3,66

rata-rata 3,47 3,17 3,21 3,13 3,20

LL

1 3,27 2,27 3,41 2,65 3,67

2 3,43 3,41 3,56 3,71 3,12

3 3,25 2,56 3,30 3,56 3,43

rata-rata 3,32 2,75 3,42 3,31 3,41

SP

1 3,37 3,47 2,75 3,70 3,20

2 3,27 3,56 2,26 3,16 3,53

3 3,56 3,25 2,17 3,42 3,17

rata-rata 3,40 3,43 2,39 3,43 3,30

SL

1 3,30 3,57 3,17 3,75 3,17

2 3,66 3,27 3,45 3,22 3,25

3 3,27 3,27 3,66 2,67 3,44


(58)

20 

 

Lampiran 3. Nilai pH selama pemeliharaan pH

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 7,82 7,14 6,85 7,80 6,81

2 7,81 7,13 6,85 6,81 6,81

3 7,83 7,14 6,97 7,33 6,77

rata-rata 7,82 7,14 6,89 7,31 6,80

LL

1 7,80 7,30 6,94 6,25 6,77

2 7,81 7,03 6,93 6,71 6,76

3 7,60 7,08 6,93 6,00 6,80

rata-rata 7,74 7,14 6,93 6,36 6,78

SP

1 7,77 7,08 6,95 6,70 6,82

2 7,77 7,11 6,97 6,17 6,82

3 7,76 7,04 6,98 7,42 6,92

rata-rata 7,77 7,08 6,97 7,42 6,85

SL

1 7,83 7,07 6,97 7,75 6,82

2 7,81 7,16 6,98 6,42 6,82

3 7,80 7,10 6,85 7,26 6,82


(59)

21 

 

Lampiran 4. Suhu air selama pemeliharaan

Suhu (°C)

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 26,8 27,0 26,5 26,3 26,0

2 27,0 27,0 26,5 26,4 26,1

3 26,5 26,0 27,2 26,4 25,0

rata-rata 26,8 26,7 26,7 26,4 25,7

LL

1 25,9 26,0 26,3 26,0 26,6

2 26,7 26,1 26,3 26,0 27,0

3 26,5 25,0 26,4 26,0 27,0

rata-rata 26,4 25,7 26,3 26,0 26,9

SP

1 27,2 26,4 26,5 26,1 26,8

2 26,0 27,0 26,5 26,1 27,0

3 26,4 26,4 26,4 26,2 26,5

rata-rata 26,5 26,6 26,5 26,1 26,8

SL

1 26,6 27,0 26,5 26,3 26,5

2 27,0 26,0 26,3 26,4 26,5

3 27,0 26,0 26,5 26,3 26,4


(60)

22 

 

Lampiran 5. Analisis Statistik Deskriptif

Oneway

Analisis Homogenitas

Levene Statistic Db1 Db2 P

0,161 3 8 0,919

Anova Sumber keragaman

Jumlah

kuadrat Db

Kuadrat

tengah F-hitung P

Perlakuan 3.009.250 3 1.003.083 4.252 0,045

Galat 1.887.460 8 235.932

Total 4.896.709 11

N Rata-rata Standar Deviasi Minimum Maksimum

Perlakuan

LP 3 89,56 12,90092 77,87 103,40

LL 3 47,48 15,89214 29,43 59,37

SP 3 67,29 17,15043 53,43 86,47

SL 3 55,63 15,18548 41,32 71,56


(61)

23 

 

Perbandingan

Perlakuan Perbedaan rata-rata (I-J) P

LP-2 42,07667* 0,040

LP-3 22,26667 0,350

LP-4 33,93000 0,101

LL-3 19,81000 0,440

LL-4 8,14667 0,913


(1)

18   

LAMPIRAN

Lampiran 1. Biomassa cacing sutra selama pemeliharaan

Perlakuan Ulangan Biomassa (g/m

2) hari ke-

0 15 30 45 60

LP

1 6,90 11,50 34,25 77,87 63,45

2 6,90 20,02 42,70 87,40 79,63

3 6,90 21,33 57,80 103,40 104,74

rata-rata 6,90±0,0 17,62±5,3 44,92±11,3 89,56±12,9 82,61±20,8

LL

1 6,90 12,06 25,09 53,64 59,70

2 6,90 13,70 27,85 59,37 62,80

3 6,90 10,67 13,80 29,43 27,50

rata-rata 6,90±0,0 12,14±1,5 22,25±7,4 47,48±15,9 50,00±19,6

SP

1 6,90 20,23 47,85 86,47 83,50

2 6,90 12,64 27,80 61,97 63,80

3 6,90 11,70 29,87 53,43 49,70

rata-rata 6,90±0,0 14,86±4,7 35,17±11,0 55,29±17,2 65,67±16,9

SL

1 6,90 11,55 37,40 71,56 67,00

2 6,90 19,70 31,20 41,32 52,70

3 6,90 16,73 37,45 54,00 53,40


(2)

19   

Lampiran 2. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama pemeliharaan DO (mg/ℓ)

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 3,35 3,47 3,12 2,27 2,31

2 3,66 3,62 3,23 3,66 3,63

3 3,41 2,43 3,27 3,45 3,66

rata-rata 3,47 3,17 3,21 3,13 3,20

LL

1 3,27 2,27 3,41 2,65 3,67

2 3,43 3,41 3,56 3,71 3,12

3 3,25 2,56 3,30 3,56 3,43

rata-rata 3,32 2,75 3,42 3,31 3,41

SP

1 3,37 3,47 2,75 3,70 3,20

2 3,27 3,56 2,26 3,16 3,53

3 3,56 3,25 2,17 3,42 3,17

rata-rata 3,40 3,43 2,39 3,43 3,30

SL

1 3,30 3,57 3,17 3,75 3,17

2 3,66 3,27 3,45 3,22 3,25

3 3,27 3,27 3,66 2,67 3,44


(3)

20   

Lampiran 3. Nilai pH selama pemeliharaan pH

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 7,82 7,14 6,85 7,80 6,81

2 7,81 7,13 6,85 6,81 6,81

3 7,83 7,14 6,97 7,33 6,77

rata-rata 7,82 7,14 6,89 7,31 6,80

LL

1 7,80 7,30 6,94 6,25 6,77

2 7,81 7,03 6,93 6,71 6,76

3 7,60 7,08 6,93 6,00 6,80

rata-rata 7,74 7,14 6,93 6,36 6,78

SP

1 7,77 7,08 6,95 6,70 6,82

2 7,77 7,11 6,97 6,17 6,82

3 7,76 7,04 6,98 7,42 6,92

rata-rata 7,77 7,08 6,97 7,42 6,85

SL

1 7,83 7,07 6,97 7,75 6,82

2 7,81 7,16 6,98 6,42 6,82

3 7,80 7,10 6,85 7,26 6,82


(4)

21   

Lampiran 4. Suhu air selama pemeliharaan

Suhu (°C)

Perlakuan Pengambilan

sampel ke-

Hari ke-

0 15 30 45 60 LP

1 26,8 27,0 26,5 26,3 26,0

2 27,0 27,0 26,5 26,4 26,1

3 26,5 26,0 27,2 26,4 25,0

rata-rata 26,8 26,7 26,7 26,4 25,7

LL

1 25,9 26,0 26,3 26,0 26,6

2 26,7 26,1 26,3 26,0 27,0

3 26,5 25,0 26,4 26,0 27,0

rata-rata 26,4 25,7 26,3 26,0 26,9

SP

1 27,2 26,4 26,5 26,1 26,8

2 26,0 27,0 26,5 26,1 27,0

3 26,4 26,4 26,4 26,2 26,5

rata-rata 26,5 26,6 26,5 26,1 26,8

SL

1 26,6 27,0 26,5 26,3 26,5

2 27,0 26,0 26,3 26,4 26,5

3 27,0 26,0 26,5 26,3 26,4


(5)

22   

Lampiran 5. Analisis Statistik Deskriptif

Oneway

Analisis Homogenitas

Levene Statistic Db1 Db2 P

0,161 3 8 0,919

Anova Sumber keragaman

Jumlah

kuadrat Db

Kuadrat

tengah F-hitung P

Perlakuan 3.009.250 3 1.003.083 4.252 0,045

Galat 1.887.460 8 235.932

Total 4.896.709 11

N Rata-rata Standar Deviasi Minimum Maksimum

Perlakuan

LP 3 89,56 12,90092 77,87 103,40

LL 3 47,48 15,89214 29,43 59,37

SP 3 67,29 17,15043 53,43 86,47

SL 3 55,63 15,18548 41,32 71,56


(6)

23   

Perbandingan

Perlakuan Perbedaan rata-rata (I-J) P

LP-2 42,07667* 0,040

LP-3 22,26667 0,350

LP-4 33,93000 0,101

LL-3 19,81000 0,440

LL-4 8,14667 0,913