Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel

PENGGUNAAN KHITOSAN SEBAGAI ANTIMIKROBA
PADA BAKSO DAGING SAPI YANG DIBUAT
DENGAN PENAMBAHAN WORTEL

NUR FAUZIA

ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Khitosan
Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging yang Dibuat dengan Penambahan
Wortel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Nur Fauzia
NIM D14090015

ABSTRAK
NUR FAUZIA. Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging
Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA
ARIEF dan TUTI SURYATI.
Bakso merupakan produk olahan daging yang mudah rusak, sehingga
memerlukan pengawet untuk memeperpanjang masa simpannya. Rancangan yang
digunakan adalah rancangan faktorial dengan dasar rancangan acak lengkap
(RAL). Khitosan sebagai pengawet alami ditambahkan dalam pembuatan bakso
sebanyak 0%, 0.1%, dan 0.3% serta dilakukan penambahan wortel sebanyak 5%.
Analisis yang dilakukan meliputi analisis aktivitas antibakteri khitosan, analisis
mikrobiologi bakso (Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella),
pH, dan aw pada hari ke-0, 4, 8, dan 12 penyimpanan. Khitosan 100% lebih efektif
menghambat E. coli dibanding S. aureus dan Salmonella. Khitosan 50% mampu
menurunkan jumlah E. coli dari 3.65 x 1011 menjadi 2.66 x 108. Penambahan

khitosan sebanyak 0.1% dan 0.3% pada bakso dapat membunuh E. coli pada awal
penyimpanan hingga hari ke-12. Tidak ada interaksi antara level khitosan dengan
lama penyimpanan terhadap jumlah S. aureus dan Salmonella, serta nilai aw bakso.
Nilai pH bakso menurun pada penyimpanan hari ke-12. Bakso mengandung
102.45 IU beta-karoten dan menyumbang 2.05% kebutuhan vitamin A pada pria
dan 1.46% pada wanita. Khitosan dapat menggantikan pengawet kimia pada
pembuatan bakso dan penambahan wortel dapat menyumbang kebutuhan vitamin
A pada manusia.
Kata kunci: bakso, khitosan, mikrobiologi, wortel

ABSTRACT
NUR FAUZIA. The Use of Chitosan as Antibacterial Agent in Beef Meatball
Supplemented with Carrot. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and TUTI
SURYATI.
Meatball is a perishable meat product, therefore it needs some preservative
to make it has a longer shelf-life. In this study, the method used was factorial
design with completely randomized design (CRD) as basic. Chitosan as natural
preservative was added in meatball processing as much as 0%, 0.1%, and 0.3%. In
addition, 5% of carrort was added too. Chitosan antibacterial activity was
analyzed once, meanwhile meatball’s micribiological analysis (S. aureus, E. coli,

and Salmonella), pH, and aw was conducted on day 0, 4, 8, and 12. One hundred
percent chitosan was more effective to inhibit E. coli than S. aureus and
Salmonella. Fifty percent of chitosan can reduce population of E. coli from 3.65 x
1011 to 2.66 x 108. The addition of 0.1% and 0.3% chitosan in meatball processing
eliminized E. coli population since day 0 until 12 days storage. There was no
interaction between chitosan level and storage period towards the meatball’s
population of S. aureus, Salmonella, and aw value. Meatball’s pH decreased on
day 12. Meatball contains 102.45 IU beta-carotene and contributes 1.46% and
2.05% women’s and men’s need of vitamin A, respectively. Chitosan can replace

chemical preservative in meatball manufacturing and carrot addition can supply
human’s need of vitamin A.
Keywords: carrot, chitosan, meatball, microbiology

PENGGUNAAN KHITOSAN SEBAGAI ANTIMIKROBA
PADA BAKSO DAGING SAPI YANG DIBUAT
DENGAN PENAMBAHAN WORTEL

NUR FAUZIA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pad a
Sapi
Dibuat dengan Penambahan Worte1
:Nur
NIM
14090015

Daging


Disetujui oleh

Dr

MSi
Pembimbing II

UHF>F>"'

Lulus:

2 0 SEP 2Q 1

Judul Skripsi : Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba pada Bakso Daging
Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel
Nama
: Nur Fauzia
NIM
: D14090015


Disetujui oleh

Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi
Pembimbing I

Dr Tuti Suryati, SPt MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua Departemen IPTP

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2013 ini ialah

aktivitas antimikroba, dengan judul Penggunaan Khitosan Sebagai Antimikroba
pada Bakso Daging Sapi yang Dibuat dengan Penambahan Wortel.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi selaku
dosen pembimbing utama dan Dr Tuti Suryati, SPt MSi sebagai dosen
pembimbing anggota yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penulis,
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc sebagai dosen pembimbing akademik yang
selalu memberi semangat dan motivasi, serta kepada Dr Ir Salundik, MSi dan Dr
Sri Suharti, SPt MSi sebagai dosen penguji sidang yang memberikan koreksi dan
saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Devi Murtini, SPt dan Dwi
Febriantini atas panduan dan bantuan selama penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Nurkan, Ibu Eko
Hadiningsih, kakak Nur Annisa, teman satu tim penelitian (Fajar, Dyah, dan
Nurul), IPTP 46, dan sahabat (Nuke dan Lastri) atas segala curahan doa dan
dukungan yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2013
Nur Fauzia

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Antimikroba Khitosan terhadap Bakteri Patogen
Kualitas Mikrobiologi Daging Segar
Kualitas Mikrobiologi Bakso
Estimasi Kandungan Beta-Karoten Bakso
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


vi
vi
1
1
1
1
2
2
2
2
2
4
4
5
6
8
8
9
11

12

DAFTAR TABEL
1 Zona penghambatan khitosan terhadap bakteri uji
2 Kualitas mikrobiologi daging segar
3 Pengaruh taraf khitosan dan lama penyimpanan terhadap cemaran E.
coli
4 Nilai pH bakso
5 Nilai aw bakso

5
5
7
7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ragam taraf khitosan dan lama penyimpanan terhadap E. coli
2 Uji banding data analisis ragam taraf khitosan dan lama penyimpanan
terhadap E. coli

3 Analisis ragam pH bakso sapi
4 Uji banding data analisis ragam pH bakso sapi
5 Analisis ragam aw bakso sapi
6 Zona hambat khitosan terhadap bakteri

11
11
12
12
12
12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakso sangat mudah dijumpai di sebagian besar wilayah Indonesia mulai
dari yang dijual dengan gerobak keliling hingga restoran mewah. Asosiasi
Pedangang Mie dan Bakso (APMISO) di Indonesia menyatakan bahwa jumlah
pedagang bakso dan mie di Indonesia adalah sekitar 3 juta-3.5 juta (Gun 2012).
Hal tersebut menunjukkan tingginya konsumsi bakso di Indonesia. Selain
berperan sebagai makanan penyebarluasan protein hewani, bakso juga dapat
menjadi media untuk meningkatkan kecukupan kebutuhan gizi lain, seperti
vitamin A yang dapat diperoleh dari beta-karoten pada wortel.
Kandungan nutrisi pada bakso yang tinggi mengundang mikroorganisme
patogen untuk tumbuh, sehingga menyebabkan kerusakan. Oleh sebab itu,
aktivitas pertumbuhan mikroorganisme perlu dihambat. Salah satu cara
menghambat aktivitas mikrooragnisme ialah dengan penyimpanan dingin yang
memaksa mikroorganisme untuk beradaptasi lebih lama dengan media tumbuhnya,
sehingga laju pertumbuhannya rendah.
Selain dengan penyimpanan dingin, pertumbuhan mikroorganisme patogen
juga dapat dihambat dengan antimikroba sebagai pengawet. Pengawet yang
kadang dijumpai pada bakso di pasaran adalah pengawet kimia, salah satunya
ialah boraks. Akumulasi boraks di dalam tubuh dapat mengganggu proliferasi sel
imun dan menginduksi terjadinya kerusakan gen (Pongsavee 2009). Oleh sebab
itu, diperlukan penggunaan pengawet alami untuk meminimalkan gangguan
kesehatan.
Khitosan merupakan produk turunan dari khitin bangsa Crustacea, Insecta,
dan Fungi yang memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan manusia, seperti
obat-obatan, kosmetik, pengolahan limbah, dan pengolahan pangan. Berbagai
penelitian memberikan informasi bahwa khitosan memiliki aktivitas antimikroba
sehingga banyak dimanfaatkan dalam pengawetan makanan (Taylor 2005).
Informasi tersebut menunjukkan bahwa khitosan berpotensi sebagai pengawet
dalam produk pangan seperti bakso daging sapi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas mikrobiologi
bakso daging sapi dengan ditambah dengan khitosan selama 0, 4, 8, dan 12 hari
penyimpanan pada suhu dingin serta kandungan beta-karoten bakso.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah membahas tentang aplikasi khitosan
sebagai pengawet alami pada pembuatan bakso.

2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode penelitian ini berupa percobaan laboratorium yang dilaksanakan
pada bulan Februari-Juli 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan terdiri atas daging sapi bagian knuckle yang dibeli di
Rumah Pemotongan Hewan Elders, khitosan yang diperoleh dari Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bahanbahan tambahan lain adalah bahan pembuat bakso, aquades, alkohol 70%, nutrient
broth (NB), baird peptone water (BPW), media Baird Parker Agar (BPA), kalium
telurit, kuning telur, eosyn methylen blue agar (EMBA), xylose lysine
deoxycholate agar (XLDA), muller hinton agar (MHA), dan plate count agar
(PCA).
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri atas alat pembuat bakso, lemari pendingin,
Erlenmeyer, gelas piala, vortex, laminar air flow, hotplate, magnetic stirrer,
mikropipet, cawan petri, inkubator, dan autoklaf.
Prosedur
Aktivitas Antimikroba Khitosan terhadap Bakteri Patogen
Sebanyak 106 cfu mL-1 bakteri Salmonella typhurium, E. coli dan S. aureus
sebanyak 106 cfu mL-1 diinokulasikan ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan
media MHA. Setelah agar mengeras dan dingin, dibuat sumur dengan diameter
lima milimeter. Sebanyak 50 µL khitosan dengan konsentrasi 0.1%, 0.3%, dan
100% dipipet ke sumur. Kemudian cawan disimpan dalam lemari pendingin
selama 2 jam agar khitosan berdifusi ke dalam agar. Cawan kemudian diinkubasi
pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekitar area
sumur menandakan bahwa khitosan mampu menghambat bakteri. Pengukuran
diameter zona bening dilakukan sebanyak empat kali di daerah yang berbeda dan
hasilnya dirata-rata. Setiap pengujian dilakukan secara duplo (Savadogo et al.
2004).
Bakteri uji yang digunakan untuk penentuan daya hambat minimal khitosan
adalah E. coli. Sebanyak 0.5 mL bakteri E. coli diinokulasikan ke dalam lima mL
NB kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Substrat kemudian
dihomogenisasi dan diencerkan hingga pengenceran 10-8. Sebanyak satu mL
substrat dari pengenceran 10-6-10-8 dipipet ke cawan petri dan ditambah dengan
media PCA sekitar 15 mL secara duplo. Cawan kemudian diinkubasi pada suhu
37 ºC dan koloni yang terbentuk dihitung setelah 24 jam. Substrat ditambahkan

3
dengan khitosan sebanyak 2.25 g dan dihomogenisasi kemudian diinkubasi
kembali pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Substrat tersebut kemudian diencerkan
kembali. Selanjutnya dilakukan pemupukan substrat pengenceran 10-6-10-8 ke
dalam cawan dan ditambahkan dengan media PCA sebanyak 20 mL dengan
metode tuang.
Perhitungan :
% Penghambatan = 100% - (Nt / No x 100%)
Keterangan:

No = Populasi awal
Nt = Populasi akhir

Pembuatan Bakso
Daging sapi dan 1/3 bagian es batu digiling terlebih dahulu dengan food
processor. Kemudian 1/3 es batu, garam 3%, dan khitosan dimasukkan ke food
processor dan digiling selama satu menit. Lada, tapioka, bawang putih, irisan
wortel, dan 1/3 bagian es batu kemudian dimasukkan ke food processor dan
kembali dilakukan penggilingan selama satu menit.
Adonan yang dihasilkan dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil dengan
diameter sekitar empat cm. Bulatan-bulatan tersebut direbus pada suhu 80 ºC
selama 30 menit. Bakso lalu ditiriskan dan dikemas dalam plastik steril.
Analisis Mikrobiologi
Analisis mikrobiologi dilakukan selama penyimpanan, yaitu pada hari ke-0,
4, 8, dan 12. Sebanyak 25 g sampel ditimbang kemudian dihaluskan dan
dimasukkan ke dalam 225 mL larutan BPW dan dihomogenkan. Larutan yang
dihasilkan diambil dengan mikropipet ke dalam 9 mL larutan BPW untuk
mendapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran dilanjutkan hingga terbentuk larutan
pengenceran 10-6.
Analisis Kuantitatif Staphylococcus aureus. Media BPA yang ditambah kalium
telurit 0.1% dituang ke cawan steril sekitar 20 mL. Setelah membeku, sampel
sebanyak 0.1 mL dari pengenceran 10-2-10-4 ditambahkan pada media secara
duplo kemudian ditambahkan. Cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada
suhu 37 °C selama 24 jam (APHA 1992).
Analisis Kuantitatif Escherichia coli. Satu mL larutan pengenceran 10-1-10-3
dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo kemudian ditambahkan
media EMBA sebanyak 20 mL dengan metode dituang dan dihomogenkan.
Cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 °C selama 24 jam
(APHA 1992).
Analisis Kuantitatif Salmonella sp. Satu mL larutan pengenceran 10-1-10-3
dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo kemudian ditambahkan
media XLDA sebanyak 20 mL dengan metode dituang dan dihomogenkan. Cawan
petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 °C selama 24 jam (APHA
1992).

4
Analisis pH
Alat pHmeter dikalibrasi dahulu dengan larutan buffer pH 7 dan 4.
Elektroda dibilas menggunakan aquades dan dikeringkan. Probe ditusukkan ke
sampel sekitar 2-4 cm. Nilai pH diperoleh dengan membaca skala tersebut
(Soeparno 2005).
Analisis Aktivitas Air (aw)
Alat aw meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan garam NaCl jenuh
(suhu 30 ºC dan nilai aw 0.7509) sebelum digunakan untuk pengukuran. Sampel
dengan ketebalan 0.2 cm diletakan pada cawan pengukuran aw. Alat aw meter
dijalankan, setelah cawan ditutup dan dikunci sampai menunjukkan tanda
completed sehingga nilai aw dapat dibaca (AOAC 1995).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial (3x4) dengan dasar
percobaan lengkap (RAL). Faktor perlakuan terdiri atas tiga level khitosan (0%;
0.1%, dan 0.3%) dan empat periode penyimpanan (0, 4, 8, dan 12 hari) serta tiga
ulangan. Model matematika yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1997):

Keterangan:
Yijk
= hasil pengamatan penambahan level khitosan ke-i (0%, 0.1%, 0.3%) dan lama
penyimpanan ke-j (0, 4, 8, 12 hari) pada ulangan ke-k (1, 2, 3)
µ
= rataan umum
Ci
= pengaruh level khitosan ke-i (0%, 0.1%, 0.3%) terhadap sifat mikrobiologi
bakso
Pj
= pengaruh lama penyimpanan ke-j (0, 4, 8, 12 hari) terhadap sifat mikrobiologi
bakso
CPij
= pengaruh interaksi antara level khitosan ke-i (0%, 0.1%, 0.3%) dan lama
penyimpanan ke-j (0, 4, 8, 12 hari)
€ijk
= pengaruh galat penambahan level khitosan ke-i (0%, 0.1%, 0.3%) dan lama
penyimpanan ke-j (0, 4, 8, 12 hari) pada ulangan ke-k

Data diolah dengan analisis ragam (ANOVA). Data populasi
mikroorganisme ditransformasi menjadi nilai log. Perlakuan yang menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap peubah kemudian dilanjutkan dengan uji
perbandingan berganda menggunakan uji Tukey (Steel dan Torrie 1997).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Antimikroba Khitosan terhadap Bakteri Patogen
Khitosan dengan konsentrasi 100% memiliki zona hambat yang lebih besar
dibandingkan dengan khitosan konsentrasi 0.1% dan 0.3%. Tabel 1 menunjukkan
diameter zona hambat khitosan dengan konsentrasi 0%, 0.1%, 0.3%, dan 100%
terhadap bakteri Salmonella typhii, S. aureus, dan E. coli. Hasil tersebut sesuai
dengan penelitian Nurainy et al. (2008) bahwa khitosan memiliki penghambatan
lebih besar terhadap E. coli dibandingkan S. aureus.

5
Tabel 1 Zona penghambatan khitosan terhadap bakteri uji a
Bakteri uji
Diameter bakteri uji (mm)
Kontrol Khitosan
Khitosan
Khitosan
0.1%
0.3%
100%
Salmonella typhii
0
0
0
11.64±1.72
Staphylococcus aureus
0
0
0
11.60±0.64
Escherichia coli
0
0
0
12.34±2.58
a

Diameter zona hambat termasuk diameter lubang sumur (5 mm)

Uji daya hambat minimal (MIC) khitosan terhadap E. coli menunjukkan
bahwa sebanyak 50% khitosan dapat menurunkan populasi bakteri E. coli dari
3.65 x 1011 menjadi 2.66 x 108 atau dengan besar penghambatan 99.92%. Muatan
positif NH3+ khitosan berinteraksi dengan muatan negatif (lipopolisakarida dan
protein) membran sel mikroba sehingga menyebabkan kerusakan membran luar
sel dan keluarnya bagian-bagian intraselular bakteri (Helander et al. 2001) yang
menyebabkan kematian bakteri (Raafat et al. 2008).
Pemanfaatan khitosan sudah diterapkan dalam beberapa bidang seperti obatobatan, makanan, pemurnian air, dan kosmetik (Sun 2005). Khitosan berpotensi
untuk menjadi pengawet alami pengganti pengawet sintetis dalam pembuatan
burger daging babi (Sayas-Barbera 2011). Khitosan juga mampu menyerang
nukleus bakteri dan mengganggu transkripsi DNA, serta sintesis mRNA dan
protein, sehingga menghambat proses penggandaan sel (Zivanovic et al. 2004).
Efektivitas antimikroba khitosan bergantung pada empat faktor, yaitu 1)
faktor mikroorganisme (spesies dan umur); 2) faktor intrinsik khitosan; 3) kondisi
fisik, (kelarutan dalam air dan bentuk padat khitosan) dan 4) faktor lingkungan,
(kemampuan ionik dalam media, pH, temperatur, dan waktu reaktif) (Kong et al.
2010).
Kualitas Mikrobiologi Daging Segar
Populasi E. coli dan Salmonella pada daging melebihi batas maksimal
cemaran menurut SNI. Tabel 2 menunjukkan kualitas mikrobiologi daging segar.
E. coli yang mengontaminasi daging dapat bersumber dari kulit ternak yang
terkontaminasi oleh feses (Arthur et al. 2010), air untuk mencuci karkas (Bello et
al. 2011), dan selama distribusi (Nychas et al. 2008).
Tabel 2 Kualitas mikrobiologi daging segar
Peubah
Nilai
-1
E. coli (cfu g )
1.08 x 106
-1
S. aureus (cfu g )
Negatif
-1
Salmonella sp. (cfu g )
3.28 x 103
pH
5.420
aw
0.882
a

Standar
1 x 101 a
1 x 102 a
Negatif a
5.4-5.7 b
0.98 c

BSN (2008), bSimek et al. (2003), c Youssef et al. (2007)

Salmonella yang mencemari daging dapat bersumber dari lantai, alat
pemotong, dan pisau yang terdapat di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) (Aftab
et al. 2011). Daging segar yang diteliti tidak terkontaminsi oleh S. aureus. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh daya saing bakteri tersebut yang lemah terhadap
mikroorganisme lain (Devine dan Dikeman 2004).

6
Nilai pH daging segar adalah 5.42. Nilai tersebut dipengaruhi oleh laju
glikolisis post mortem, cadangan glikogen otot, dan pH daging ultimat. Nilai
tersebut menunjukkan pH yang baik untuk pertumbuhan Salmonella (pH > 4) Jay
(2000), serta mendukung untuk pertumbuhan bakteri E. coli yang tumbuh pada
pH 4.4-9.0 (Luning et al. 2006) dan S. aureus yang dapat tumbuh pada pH 4.0-9.8
(Jay 2000).
Nilai aw daging segar adalah 0.882. Nilai tersebut berada di bawah batas
minimum toleransi aw untuk E. coli. tetapi bakteri tersebut masih ditemukan pada
daging. Hal tersebut dapat disebabkan oleh nilai pH daging yang mendukung
pertumbuhan E. coli. Nilai tersebut juga berada di atas toleransi aw minimum S.
aureus (0.86). Hal tersebut dapat disebabkan oleh daya saing bakteri yang rendah
terhadap bakteri lain (Devine dan Dikeman 2004). Nilai aw menunjukkan air yang
tidak terikat oleh molekul makanan dan mendukung pertumbuhan
mikroorganisme (Dave dan Ghaly 2010).
Kualitas Mikrobiologi Bakso
Kualitas mikrobiologi bakso yang diamati terdiri atas jumlah S. aureus,
E.coli, Salmonella, nilai aw, dan pH selama 12 hari penyimpanan. Badan
Standardisasi Nasional (1995) menyatakan dalam SNI 01-3818-1995 bahwa bakso
daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang dibuat dari
campuran daging ternak (kadar daging minimal 50%) dan pati atau serealia
dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Cemaran E. coli pada
bakso harus < 3 APM g-1, maksimum 1 x 102 cfu g-1 S. aureus, dan tidak tercemar
oleh Salmonella.
Jumlah S.aureus
Semua sampel bakso yang dianalisis tidak mengandung S. aureus.
Penambahan khitosan dan lama penyimpanan yang tidak berpengaruh nyata
terhadap cemaran S. aureus pada bakso sapi. No et al. (2002) menyatakan bahwa
khitosan memiliki efek bakterisidal lebih kuat terhadap bakteri Gram positif
seperti S. aureus. Perebusan dan penyimpanan dingin dapat menghambat
pertumbuhan S. aureus pada bakso.
S. aureus dapat memproduksi enterotoksin yang berbahaya bagi manusia.
Enterotoksin dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang
terkontaminasi S. aureus. Produk olahan daging merupakan salah satu sumber
penyebaran enterotoksin (Kerry et al. 2002).
Jumlah E. coli
Bakso kontrol pada hari ke-0 mengandung E. coli (5.90 ± 4.2 log cfu-g).
meskipun demikian, bakso kontrol tidak terdeteksi oleh E. coli pada hari ke-4
hingga 12. Matinya E. coli juga dapat disebabkan oleh pH asam produk
(Samappito et al. 2011). Nilai aw yang di bawah batas minimum E. coli juga
menyebabkan terhambatnya proses metabolisme dan menyebabkan kematian E.
coli (Buckle et al. 2009).
Bakso yang ditambah khitosan 0.1% dan 0.3% tidak terkontaminasi oleh E.
coli pada hari ke-0 hingga 12 hari penyimpanan. Selain karena pengaruh aw, hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh aktivitas antimikroba khitosan terhadap E. coli.

7
Nilai pH bakso yang asam menyebabkan khitosan mengalami protonasi,
sedangkan gugus karboksil dan fosfat pada membaran E. coli bersifat anion. Hal
tersebut menyebabkan terbentuknya ikatan dan melemahkan fungsi barrier
membran luar E. coli (Helander et al. 2001). Tidak adanya E. coli selama
penyimpanan dapat juga disebabkan oleh perubahan kimia seperti oksidasi lemak
(Degirmencioglu et al. 2012) yang dapat mengurangi nilai nutrisi bakso
(Wasowicz et al. 2004).
Tabel 3 Pengaruh taraf khitosan dan lama penyimpanan terhadap cemaran E. coli
(log cfu g-1) bakso sapi
Lama Penyimpanan (hari)
Level
khitosan (%)
0
4
8
12
a
0
5.90±4.21
0.00±0.00
0.00±0.00
0.00±0.00
0.1
0.00±0.00
0.00±0.00
0.00±0.00
0.00±0.00
0.3
0.00±0.00
0.00±0.00
0.00±0.00
0.00±0.00
a

Dua dari tiga sampel analisis terkontaminasi oleh E. coli

Jumlah Salmonella sp
Analisis menunjukkan semua sampel bakso tidak terkontaminasi Salmonella
selama 12 hari penyimpanan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pemanasan
bakso pada suhu 80 ºC yang dapat membunuh bakteri tersebut. Salmonella dapat
mati karena pemanasan daging pada suhu lebih dari 70 ºC atau dengan dengan
pemanasan suhu internal 60 °C selama 53.1 menit (Juneja et al. 2001).
Salmonella merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dan tumbuh
pada kisaran suhu 5-46 °C (Jay 2000). Jumlah Salmonella pada produk daging
pada umumnya lebih kecil dari total mikroflora lain yang mengontaminasi daging
(Devine dan Dikeman 2004).
Nilai pH Bakso
Nilai pH bakso selama 12 hari penyimpanan mengalami penurunan.
Perbedaan yang nyata (p