Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan

(1)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI DENGAN

PENAMBAHAN KITOSAN

SKRIPSI

OLEH:

SUDARWATI 030305026/THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007


(2)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Judul Skripsi : Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Kitosan

Nma : Sudarwati

NIM : 030305026

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil Ir. Ismed Suhaidi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen


(3)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI DENGAN

PENAMBAHAN KITOSAN

SKRIPSI

OLEH:

SUDARWATI 030305026/THP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,

Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil Ir. Ismed Suhaidi, MSi Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007


(4)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

ABSTRACT

THE PRODUCTION OF BEEF BALLS ADDED WITH CHITOSAN

The aim of this research was to know the effect of percentage of tapioca and sagu flours mixture, and percentage of chitosan on the quality of beef balls. The research had been perfomed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e: tapioca and sagu flour percentage in mixture (T) : (17,5%, 20,0%, 22,5%, and 25,0%) and chitosan percentage (K) : (0,05%, 0,10%, 0,15%, and 0,20%). Parameters analyzed were protein content, fat content, moisture content, ash content, and organoleptic values (colour, taste, and texture).

The result showed that the percentage of tapioca and sagu flour in mixture had highly significant effect on the protein content, fat content, moisture content, ash content, and organoleptic values (colour, taste, and texture). The percentage of chitosan had highly significant effect on the protein content, fat content, moisture content, ash content, and organoleptic value (colour, taste, and texture). The interaction of percentage of tapioca and sagu flour in mixture with percentage of chitosan had highly significant effect on the protein content and organoleptic values (colour, taste, and texture).

The 25% percentage of tapioca and sagu flour in mixture and 0,20% percentage of chitosan produced better and more acceptable quality of beef balls.

Keyword : Beef balls, Tapioca flour, Sagu flour, Chitosan.

ABSTRAK

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN

Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu, dan persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (T) : (17,5%, 20,0%, 22,5%, dan 25,0%) dan persentase kitosan (K) : (0,05%, 0,10%, 0,15%, dan 0,20%). Parameter yang dianalisa adalah kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan tekstur).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (warna, rasa, tekstur). Persentase kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan tekstur). Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu dengan persentase kitosan memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan tekstur).

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu 25% dengan persentase kitosan 0,20% menghasilkan bakso daging sapi yang lebih baik dan dapat diterima.


(5)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

RINGKASAN

SUDARWATI “Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan

Kitosan”, dibimbing oleh Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu serta persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi.

Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua (2) faktor. Faktor I : persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dari berat daging (T) yaitu T1 = 17,5%, T2 = 20,0%, T3 = 22,5%, dan T4 = 25,0%. Faktor II : persentase kitosan (K), yaitu K1 = 0,05%, K2 = 0,10%, K3 = 0,15%, dan K4 = 0,20%. Dengan parameter analisis kadar protein (%), kadar lemak (%), kadar air (%), kadar abu (%), dan nilai organoleptik (numerik).

1. Kadar Protein (%)

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 14,25% dan terendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 5,42%.

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 14% dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 5,91 %.


(6)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T1K4 sebesar 21,73% dan terendah terdapat pada perlakuan T4K1 sebesar 3,16%.

2. Kadar Lemak

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 5,13% dan terendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 3,73%.

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 4,93% dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 3,69%.

Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1K4 sebesar 5,60% dan terendah terdapat pada perlakuan T4K1 sebesar 3,25%.

3. Kadar Air (%)

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 64,88% dan terendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 62,63 %.


(7)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 65,13% dan terendah terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 62,98%.

Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1K1 sebesar 66,7% dan terendah terdapat pada perlakuan T4K4 sebesar 61,8%

4. Kadar Abu (%)

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 2,44% dan terendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 1,94%.

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 2,68% dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 1,71%. Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1K4 sebesar 2,90% dan terendah terdapat pada perlakuan T4K1 sebesar 1,45%.

5. Nilai Organoleptik (Numerik)

Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik bakso daging sapi yang dihasilkan.


(8)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 2,90 dan terendah terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 2,39.

Persentase kitosan (K) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik bakso daging sapi yang dihasilkan. Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan K4 yaitu sebesar 2,79 dan terendah terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 2,62.

Interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik bakso daging sapi yang dihasilkan. Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan T4K4 sebesar 3,02 dan terendah terdapat pada perlakuan T1K1 sebesar 2,24.


(9)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

RIWAYAT HIDUP

SUDARWATI, lahir di Blitar pada tanggal 29 Maret 1984. Anak ke-2 dari 2

bersaudara dari ayahanda Sutoyo (Almarhum) dan ibunda Sunarlin.

Pada tahun 1991, penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri II Wlingi dan lulus pada tahun 1997. Kemudian memasuki jenjang pendidikan SLTP Negeri I Wlingi dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis memasuki jenjang pendidikan SLTA Negeri I Talun dan lulus pada tahun 2003. Penulis memasuki Departemen Teknologi Pertanian dengan Program Studi Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB pada tahun 2003.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus ikatan Mahasiswa Teknologi Pertanian (IMTHP) pada tahun 2003 – 2007. Penulis juga

aktif dalam kegiatan Organisasi Agriculture Technology Moeslem (ATM) tahun 2004 – 2005. Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Pagar Merbau PTPN II. Penulis juga pernah menjadi asisten di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan mulai tahun 2006 – 2007.


(10)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan

Kitosan”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

Disamping itu penulis ucapkan terima kasih kepada yang tersayang almarhum ayahanda Sutoyo, ibunda Sunarlin, Kakanda Sudarto, serta seluruh keluarga yang ada di Jawa dan di Medan atas doa, motivasi, dan perhatiannya. Terima kasih atas bantuan dan motivasi kawan-kawan seperjuangan khususnya stambuk 2003 (Ranzy, Miskah, Maya, Resma, Tina, Farida, Titin, Fero, Risma dan Yoswarti) selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua asisten Laboratorium Teknologi Pangan yang telah membantu kelancaran selama penelitian.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2007


(11)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... i

RINGKASAN ... ii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitia . ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tentang Bakso ... 6

Tinjauan Umum Tentang Daging Sapi ... 9

Komposisi Kimia Daging Sapi ... 10

Kitosan . ... 12

Bahan Yang Ditambahkan Pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Tepung Tapioka ... 15

Tepung Sagu ... 16

Bumbu-bumbu ... 18

Es atau Air Es ... 19

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 19

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Bahan Penelitian ... 21

Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Reagensia ... 21

Alat Penelitian ... 21

Metode Penelitian ... 22


(12)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Pelaksanaan Penelitian ... 23

Parameter Penelitian ... 24

Penentuan Kadar Protein ... 24

Penentuan Kadar Lemak ... 25

Penentuan Kadar Air ... 25

Penentuan Kadar Abu ... 26

Penentuan Uji Organoleptik (Warna, Rasa, dan Kekenyalan) ... 26

Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Kitosan ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Parameter ... 28

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Parameter ... 29

Kadar Protein (%) ... 30

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Protein ... 30

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein ... 32

Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein ... 34

Kadar Lemak (%) ... 36

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Lemak ... 36

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Lemak ... 38

Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Lemak ... 39

Kadar Air (%) ... 40

Pengaruh Persentase Campuran tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Air ... 40

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Air ... 41

Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Air ... 43

Kadar Abu (%) ... 43

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Abu ... 43

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap kadar Abu ... 45

Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar abu ... 47

Nilai Organoleptik (Warna, Rasa, dan kekenyalan) (Numerik) ... 47

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Nilai Organoleptik ... 47

Pengaruh persentase Kitosan terhadap Nilai Organoleptik ... 49

Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Nilai Organoleptik ... 51


(13)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(14)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso ... 7

2. Komposisi Kimia Bakso Daging Sapi dalam 100 g bahan ... 8

3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 g bahan ... 11

4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 g bahan ... 16

5. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 g bahan ... 17

6. Skala Uji Hedonik ... 26

7. Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Parameter ... 28

8. Pengaruh Persentase Kitosan terhdap Parameter ... 29

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung sagu (2:1) terhadap Kadar protein ... 31

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein ... 32

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein ... 34

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Lemak ... 37

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Lemak ... 38

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Air ... 40

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Air ... 42

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Abu ... 44


(15)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap

Kadar Abu ... 45 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung

Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Nilai Organoleptik ... 47 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan terhadap

Nilai Organoleptik ... 49 20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Persentase Campuran

Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan


(16)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Kitosan ... 27 2. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Protein ... 32 3. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan kadar Protein ... 33 4. Grafik Hubungan Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan dengan Kadar Protein ... 36 5. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Pengaruh Persentase Kitosan dengan Kadar Lemak ... 38 6. Grafik Hubungan Persentase Kitosan (%) dengan Kadar Lemak (%) .... 39 7. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Air ... 41 8. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan Kadar Air ... 43 9. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Abu ... 45 10. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan kadar Abu ... 46 11. Histogram Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (2:1) dengan Nilai Organoleptik ... 49 12. Grafik Hubungan Persentase Kitosan dengan Nilai organoleptik ... 50 13. Grafik Hubungan Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka

dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan dengan Nilai


(17)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Data Pengamatan Analisis Kadar Protein (%) ... 58

2. Data Pengamatan Analisis Kadar Lemak (%) ... 59

3. Data Pengamatan Analisis Kadar Air (%) ... 60

4. Data Pengamatan Analisis Kadar Abu (%) ... 61


(18)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer. Banyak orang yang menyukainya, dari anak-anak sampai orang dewasa. Bakso tidak hanya dalam sajian seperti mie bakso atau mie ayam. Tetapi bakso juga dapat disajikan sebagai bahan campuran dalam beragam masakan lainnya, misalnya seperti dalam nasi goreng, mie goreng, capcay, dan aneka sup.

Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso adalah tapioka. Untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling banyak 15% dari berat daging. Idealnya, tepung tapioka yang ditambahkan sebanyak 10% dari berat daging. Memang sering dijumpai, terutama yang dijajakan dijalanan, bakso yang tepungnya mencapai 30-40% dari berat daging. Bakso seperti ini diduga rasa dan mutunya kurang bagus (Wibowo, 2006).


(19)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Sebagai sumber bahan pangan, tepung sagu dapat dikonsumsi secara langsung atau digunakan dalam industri pangan. Tepung sagu mempunyai komponen yang paling dominan seperti tepung tapioka yaitu kandungan karbohidratnya yang tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Dalam pembuatan bakso tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Dengan menambahkan tepung sagu dalam adonan bakso akan menghasilkan bakso dengan tekstur lebih kenyal dan padat.

Bakso tanpa pengawet memiliki masa simpan maksimal satu hari pada suhu kamar dan dua hari pada suhu dingin. Menurut Damiyati (2007), bakso merupakan bahan pangan yang mudah rusak karena bakso mengandung protein yang tinggi, memiliki kadar air tinggi, dan pH netral.

Disetiap daerah selalu kita jumpai pengusaha bakso, baik dalam bentuk usaha kecil maupun usaha besar. Misalnya saja di daerah sekitar Universitas Sumatera Utara cukup banyak pengusaha bakso mendirikan usahanya. Dari beberapa pengusaha bakso disekitar Universitas Sumatera Utara mempunyai metode yang berbeda antara satu dengan lainnya. Terutama pada jenis bahan tambahan seperti tepung dan bumbu serta persentase bahan tambahan yang digunakan dalam pengolahan bakso berbeda antara pengusaha bakso yang satu dengan yang lainnya.

Beberapa pengusaha bakso disekitar Universitas Sumatera Utara menggunakan bahan tambahan seperti tepung tapioka, tepung sagu ataupun campuran dari kedua tepung tersebut sebagai bahan pengikat. Selain itu bumbu yang digunakan ada campuran bawang putih, merica, garam, dan penyedap. Tetapi ada juga yang menggunakan bumbu campuran bawang putih, bawang merah, merica, garam, dan penyedap. Pada umumnya para pengusaha tersebut tidak menggunakan


(20)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

bahan pengawet pada baksonya. Bakso yang mereka hasilkan hanya mempunyai masa simpan 2 hari saja pada suhu rendah.

Meskipun bakso sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Buktinya, bakso yang mengandung boraks atau formalin masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Menurut Damiyati (2007), formalin dapat memperpanjang daya awet bakso, sedangkan boraks dapat mengenyalkan bakso. Tetapi formalin dan boraks sangat membahayakan kesehatan.

Bakso yang mengandung boraks teksturnya lebih kenyal, bila digigit akan kembali ke bentuk semula dan warnanya akan tampak lebih putih. Ini berbeda dengan bakso yang baik, yang biasanya berwarna abu-abu segar merata pada semua bagian, baik dipinggir maupun ditengah. Bakso dengan warna abu-abu tua menandakan bakso tersebut dibuat dengan tambahan obat bakso yang berlebihan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bakso yang mengandung formalin daya awetnya lebih lama, namun akan membuat aroma khas dari bakso tidak akan tercium. Cara paling mudah mendeteksi bakso yang menggunakan formalin adalah bila bakso yang dipajang di etalase penjual bakso lebih dari enam jam tidak didatangi lalat dan tidak mengeluarkan aroma khas bakso (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Formalin dan borak tidak diperlukan dalam pembuatan bakso bila bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung, dan proses pembuatannya benar. Daging segar yang tidak berlemak, merupakan bahan yang baik untuk membuat bakso. Daging dengan kadar lemak yang tinggi menghasilkan tekstur bakso yang kasar. Selain daging, bakso membutuhkan bahan


(21)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

lainnya seperti tepung tapioka dan bumbu-bumbu seperti bawang putih, garam, dan merica. Bakso akan semakin baik bila komponen daging lebih banyak dari tepung tapioka (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Heboh formalin sebagai bahan pengawet makanan menyadarkan kita khususnya masyarakat konsumen akan perlunya kehati-hatian mengkonsumsi setiap gram makanan yang masuk ke mulut dan perut kita. Dari berbagai penelitian para ahli, terbukti bahwa bahan-bahan pengawet makanan alami yang bisa menggantikan formalin tersedia di alam. Misalnya kitosan, ternyata mampu digunakan sebagai bahan pengawet (Syarifah, 2006).

Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, dan tidak berbau. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain : merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam. Selain itu kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya (Rismana, 2001).

Hal ini disebabkan dalam kitosan terdapat gugus aktif yang berikatan dengan mikroba, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Sifat ini mirip dengan sifat yang dimiliki oleh formalin, sehingga bahan makanan yang ditambahkan dengan kitosan akan lebih awet karena aktivitas mikroba terhambat. Dibandingkan dengan formalin, kitosan jelas mempunyai kelebihan yaitu tidak menimbulkan efek kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti halnya formalin (Syarifah, 2006). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan


(22)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Penambahan Kitosan”. Dalam penelitian ini bakso yang digunakan berdasarkan

campuran metode dari beberapa pengusaha bakso disekitar Universitas Sumatera Utara dengan menambahkan kitosan untuk memperpanjang masa simpan.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu serta persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi pada pembuatan bakso daging sapi.

- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Hipotesa Penelitian

- Ada pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu terhadap mutu bakso daging sapi.

- Ada pengaruh persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi.

- Ada interaksi antara penambahan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu dengan persentase kitosan terhadap mutu bakso daging sapi.


(23)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tentang Bakso

Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur, tepung tapioka, dan bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30 g per butir. Setelah dimasak bakso memiliki tekstur yang kenyal sebagai ciri spesifiknya. Kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung dan proses pembuatannya (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bakso daging digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Penggolongan bakso itu dilakukan berdasarkan perbandingan atas jumlah daging dengan perbandingan jumlah tepung yang digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan bahan dasar tepung pati dan daging dengan jumlah yang lebih besar. Bakso aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging yang banyak mengandung jaringan ikat dalam jumlah lebih besar dibanding dengan jumlah pati (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2003).

Bakso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah mengalami proses ekstrusi dan pemasakan. Cara pembuatan bakso tidak sulit, daging digiling halus kemudian dicampur dengan tepung dan bumbu di dalam alat pencampur khusus sehingga bahan tercampur menjadi bahan pasta yang sangat rata dan halus. Setelah itu pasta dicetak berbentuk bulat dan direbus sampai matang.


(24)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Bakso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun (Departemen Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2007).

Kriteria dan diskripsi mutu sensoris bakso ditampilkan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso

Parameter Bakso Daging Bakso Ikan

Penampakan Bakso bulat halus, berukuran Bentuk bulat halus, beruku- seragam, bersih dan cemerlang ran seragam, bersih dan ce- tidak kusam.sedikitpun tidak merlang, tidak kusam. berjamur dan tidak berlendir.

Warna Coklat muda cerah atau sedikit Putih merata tanpa warna agak kemerahan atau coklat mu- asing lain.

da agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lainyang mengganggu.

Bau Bau khas daging segar rebus do- Bau khas ikan segar rebus minan,tanpa bau tengik,masam, dominan sesuai jenis ikan basi atau busuk. Bau bumbu cu- yang digunakan dan bau kup tajam. bumbu cukup tajam. Tidak terdapat bau mengganggu, tanpa bau amis, tengik, ma-

sam atau busuk

Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging Rasa lezat, enak, rasa ikan dominan rasa bumbu cukup ikan dominan sesuai jenis menonjol tetapi tidak berle- ikan yang digunakan, dan

bihan. Tidak terdapat rasa asing rasa bumbu cukup menonjol yang mengganggu. tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang

mengganggu, dan tidak terla- lu asin.

Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal Tekstur kompak, elastis tidak Tetapi tidak liat atau membal, ti- liat atau membal, tidak ada dak ada serat daging, tidak lem- serat daging, tanpa duri atau bek, tidak basah berair, dan tidak tulang, tidak lembek, tidak rapuh. basah berair dan tidak rapuh. Sumber : Wibowo, (2006).


(25)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caranya gampang saja, adonan diambil dengan sendok makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi mereka yang mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Wibowo, 2006).

Adapun komposisi kimia bakso daging sapi ditampilkan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Bakso Daging Sapi

Komposisi Jumlah

Air (%) 77,85

Protein (%) 6,95

Lemak (%) 0,31

Karbohidrat (%) 0,00

Abu (%) 1,75

Garam (%) 0,00

Sumber : Wibowo, (2006).

Untuk membuat adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang mudah dibentuk. Sedikit-sedikit tambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% dari berat daging (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2003).

Tinjauan Umum Tentang Daging Sapi

Daging dibentuk oleh 2 bagian utama yaitu serat-serat otot berbentuk rambut dan tenunan pengikat. Serat-serat otot daging diikat kuat oleh tenunan pengikat dan


(26)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

dihubungkan dengan tulang. Komposisi serat otot daging mengandung campuran kompleks dari protein, lemak, karbohidrat, dan garam mineral. Protein yang terdapat dalam serat otot daging terdiri dari aktin dan miosin. Karbohidrat yang ada dalam bentuk glikogen (Syarief dan Irawati, 1988).

Daging telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorganisme, dan juga karena pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak. Sampai saat ini suhu rendah selalu digunakan untuk memperlambat kecepatan berkembangnya pencemaran permukaan dari tingkat awal sampai ke tingkat akhir dimana terjadi kerusakan. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan mikroorganisme semacam itu merupakan ukuran ketahanan penyimpanan (Buckle,

et al., 1987).

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan

gizi. Selain mutu protein yang tinggi, pada daging terdapat kandungan asam amino yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna daripada protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik yaitu ternak harus dalam keadaan sehat, bebas dari berbagai penyakit, ternak harus cukup istiharat, tidak diperlakukan kasar, serta tidak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal (Astawan, 2007).

Daging yang digunakan dalam pembuatan bakso harus daging segar, yaitu dari ternak yang baru dipotong. Sebaiknya jangan menggunakan daging yang telah dilayukan, yaitu daging yang telah mengalami proses aging atau penuaan. Bila


(27)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

menggunakan daging yang telah layu, tekstur bakso yang dihasilkan kurang kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan. Selain itu daging hendaknya tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak dan urat yang terdapat pada daging sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso urat justru digunakan daging yang banyak urat atau seratnya, sedangkan lemak tetap dipisahkan (Wibowo, 2006).

Komposisi Kimia Daging Sapi

Di dalam daging juga terdapat mineral-mineral seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, fosfor, khlor, besi, belerang, tembaga, dan mangan. Vitamin yang terdapat pada daging terutama golongan vitamin B (B1, B12, B6, dan B2), vitamin C, A, E, D, dan K. Selain itu daging mengandung pigmen pemberi warna merah (mioglobin). Perubahan warna daging dari karkas menjadi merah cerah karena pembentukan oksimioglobin dan ketika berubah menjadi coklat karena mioglobin menjadi metmioglobin (Syarief dan Irawati, 1988).

Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100g. Jumlah energi dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak intraseluler di dalam serabut-serabut otot. Kadar lemak pada daging berkisar antara 5-40 persen, tergantung pada jenis dan spesies, makanan, dan umur ternak. Daging juga mengandung kolesterol, kadar kolesterol daging sekitar 500mg/100g lebih rendah daripada kolesterol otak (1.800-2.000mg/100g) atau kolesterol kuning telur (1.500mg/100g) (Astawan, 2007).


(28)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Daging sapi mengandung berbagai zat gizi dan beberapa senyawa kimia lain. Komposisi kimia daging sapi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi (dalam 100 g bahan)

Komposisi Jumlah Kalori (kal) 207,00 Protein (g) 18,80 Lemak (g) 14,00 Hidrat arang (g) 0,00

Kalsium (mg) 11,00

Fosfor (mg) 170,00

Besi (mg) 2,80

Vitamin A (SI) 30,00

Vitamin B1 (mg) 0,08

Vitamin C (mg) 0,00

Air (g) 66,00

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).

Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks (niasin, riboflavin, dan tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C. Hati yang lebih dikenal sebagai jeroan, mengandung kadar vitamin A dan zat besi yang sangat tinggi. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna cokelat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak (Astawan, 2007).

Kitosan

Kitosan adalah turunan kitin yang diisolasi dari kulit udang, rajungan kepiting, dan kulit serangga lainnya. Kitosan merupakan kopolimer alam berbentuk


(29)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

lembaran tipis, tidak berbau, berwarna putih, dan terdiri dari dua jenis polimer yaitu poli (2-deoksi-2-asetilamin-2-glukosa) dan poli (2-deoksi-2-aminoglukosa) yang berikatan secara beta (1,4) (Rismana, 2003).

Secara kimiawi kitin merupakan polimer [(1-4)-2-asetamido-2-deoksi-B-D-glukosamin] yang dapat dicerna oleh mamalia,

sedangkan kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari D-glukosamin dan mampu berikatan dengan protein (Krissetiana).

Kitin memenuhi kriteria serat pangan dan memiliki sifat yang sangat mirip dengan pangan nabati. Tidak tercernakannya pada bagian atas pencernaan, sifat polimerik dan kemampuan yang tinggi untuk mengikat air menjurus ke viskositas yang tinggi bertanggung jawab terhadap potensi hipokolesterolemik dari kitin dan kitosan. Karena kemampuannya membentuk ikatan ionik pada pH rendah, kitin dan kitosan dapat mengikat berbagai ion in vitro, misalnya asam empedu dan asam lemak (Taranathan dan Kittur, 2003).

Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan bahan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, dan tidak berbau. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain; merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam. Selain itu kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spon, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya (Rismana, 2001).

Sifat biologi kitosan antara lain bersifat biokampatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat


(30)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

dicerna, dan mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable). Kitosan berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif, serta mampu meningkatkan pembentukan tulang. Kitosan juga Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolestrol bersifat sebagai depresan pada sistem syaraf pusat (Rismana, 2001).

Banyak manfaat yang dapat diambil dari pengawetan kitosan ini. Selain harganya lebih murah ternyata efek yang ditimbulkan oleh kitosan lebih kecil bahkan hampir tidak ada apabila dibandingkan formalin. Hal ini dapat dilakukan dengan uji organoleptik yang meliputi penampakan, rasa, bau, dan tekstur. Pada konsentrasi kitosan 1,5% dapat mengurangi jumlah lalat secara signifikan pada ikan asin. Ikan asin yang dilapisi kitosan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang dilapisi dengan formalin. Dengan menggunakan kitosan ikan asin akan bertahan hingga tiga bulan sama dengan menggunakan formalin.Tetapi kelebihan kitosan dibandingkan dengan formalin yaitu kitosan merupakan pengawet yang aman, food safety, dan tidak mengandung karsinogenik. Sedangkan efek penggunaan formalin dalam jangka waktu 10-20 tahun dapat menyebabkan kanker (Sulhanudin, 2007).

Daya simpan pengawet kitosan ini tidak kalah dengan formalin. Sementara itu ditinjau dari segi harga, kitosan lebih ekonomis dibanding dengan formalin. Dengan menggunakan kitosan untuk mengawetkan 100 kg ikan asin cukup dengan biaya Rp.12.000,-. Sedangkan dengan menggunakan formalin untuk mengawetkan 100 kg ikan asin dapat mencapai biaya sebesar Rp.16.000,- (Sulhanudin, 2007).

Sebagai biomaterial bahan makanan, kitosan banyak digunakan dalam makanan siap santap karena memiliki sifat-sifat biofisik yang menguntungkan,


(31)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

seperti kandungan kolestrolnya rendah bahkan sama sekali tidak mengandung kolestrol, teksturnya disenangi, sebagai pengemulsi, dapat membentuk gel, dapat memfilter mikroba yang merugikan, serta memiliki warna dan aroma yang disenangi (Hawab, 2004).

Kitosan memberikan karakteristik yang unik seperti biokampatible,

biodegradable, bersifat anti bakteri, dan memiliki afinitas yang luar biasa terhadap

protein. Selain itu kitosan inert secara biologi, aman untuk manusia, dan lingkungan. Karena kitosan dapat digunakan untuk aplikasi biomedikal dan farmasetika, kosmetik, pertanian, dan pengawet makanan serta tekstil (Synowiecki dan Al-Kahateb, 2003).

Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran, dan ekstrak kopi. Bahkan terakhir diketahui dapat digunakan sebagai penjernih jus apel yang hasilnya lebih baik dari pada penggunaan bentonite dan gelatin. Kitin dan kitosan tidak beracun sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan manusia (Krissetiana, 2004).

Bahan Yang Ditambahkan pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka dibuat secara langsung dari singkong segar. Tepung tapioka yang dibuat dari singkong berwarna putih ataupun kuning akan menghasilkan tepung berwarna putih lembut dan licin. Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk antara lain kerupuk; biskuit atau kue kering; jajanan atau kue tradisional, misalnya


(32)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

cenil, klanthing, opak atau semprong, wadah es krim, kacang shanghai, pilus, dan ladu; bahan baku produk biji mutiara, sirup cair, dekstrin, alkohol, dan lem. Selain itu, tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat dan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan, dan juga sebagai bahan penguat benang (warp seizing) pada industri tekstil (Suprapti, 2005).

Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, tetapi pada umumnya berbentuk bola atau elips (Brautlecht, 1953).

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi setelah mencapai suhu tertentu (suhu gelatinisasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antara molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam pati tersebut dan pati akan membengkak atau mengembang. Granula pati dapat membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut gelatinisasi (Winarno, 1997).

Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka (dalam 100 gram)

Komposisi Jumlah

Kalori (kal) 362,0

Protein (g) 0,5

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 86,9

Air (g) 12,0

Fosfor (mg) 0,0


(33)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Besi (mg) 0,0

Bdd (%) 100,0

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).

Tepung tapioka yang dibuat dari pati singkong, nyaris tidak mengandung protein dan gluten. Tepung tapioka sering digunakan untuk pengental pada tumisan karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Tidak cocok untuk gorengan karena menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain pengental, juga dipakai untuk mengenyalkan bakso, pengganti sagu pada empek-empek dan juga sebagai bahan baku kerupuk. Ada juga membuat cendol berbahan tepung tapioka. Pada skala industri, tepung tapioka termodifikasi dipakai untuk mengentalkan atau sebagai penstabil pada aneka saos (Lia, 2006).

Tepung Sagu

Di wilayah Indonesia bagian timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya. Diperkirakan hampir 30 % penduduk Maluku dan 20 % penduduk Irian Jaya mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok (Wahyuntari dan Zein, 1983).

Sebagai sumber bahan pangan, tepung sagu dapat dikonsumsi secara langsung atau digunakan dalam industri pangan, dan juga dapat berperan sebagai produk perantara, yaitu sebagai bahan dasar untuk industri seperti industri gula cair yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri pangan. Selain itu peranan tepung sagu sama dengan tepung-tepung lain seperti bahan baku pembuatan roti, mie, kerupuk, jenis kue dan lain-lain (Haryanto dan Pangloli, 1992).


(34)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Komposisi kimia tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 5 : Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Sagu (dalam 100 g bahan)

Komposisi Kimia Jumlah

Protein (g) 0,7

Lemak (g) 0,2

Karbohidrat (g) 84,7

Air (g) 14,0

Fosfor (mg) 13,0

Kalsium (mg) 11,0

Besi (mg) 1,5

Kalori (kal) 353,0

Bdd (%) 100,0

Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).

Batang sagu merupakan bagian terpenting karena di dalamnya terdapat pati yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai kegiatan industri. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan pati dari serealia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia (Harsanto, 1986).

Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi suspensi pati, semakin tinggi konsentrasi suspensi pati, suhu gelatinisasi makin lambat tercapai. Selain itu suhu gelatinisasi tiap jenis pati berbeda-beda, antara 52oCsampai 78oC. Menurut Knight (1986), suhu gelatinisasi pati sagu sekitar 60-72oC. Adanya amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi daya larut pati sagu dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa tinggi, maka pati sagu akan bersifat kering, kurang lekat dan kecenderungan higroskopis lebih kuat (Haryanto dan Pangloli, 1992).


(35)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Selain bahan yang telah disebutkan, digunakan juga bumbu-bumbu. Bumbunya cukup garam dapur halus dan bumbu penyedap yang dibuat dari campuran bawang putih dan merica.

Bawang putih mempunyai jenis yang cukup banyak tetapi tidak ada perbedaan yang menyolok kecuali pada bentuk umbinya. Senyawa allicin pada bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih penting untuk mencegah atherosklerosis dan penyakit jantung. Bawang putih mengandung yodium yang tinggi dan banyak mengandung sulfur (Wirakusumah, 2000).

Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Hal ini banyak tergantung pada faktor-faktor luar, dalam lingkungan, pH, dan suhu. Garam menjadi efektif pada suhu rendah dan kondisi yang lebih asam (Buckle,

et al., 1987). Garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging,

sedangkan bumbu penyedap sekitar 2% dari berat daging. Sebaiknya jangan menggunakan penyedap masakan monosodium glutamat atau yang dikenal vetsin. Sejauh ini penggunaan penyedap ini masih diperdebatkan dan dicurigai menjadi penyebab berbagai kelainan kesehatan, bahkan dicurigai sebagai timbulnya penyakit kanker (Wibowo, 2006).

Bawang merah termasuk suatu sayuran umbi multiguna dan yang paling penting digunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai makanan. Keuntungan mengkonsumsi bawang merah, selain penyedap bahan pangan, bergizi dan berkhasiat sebagai obat, juga sangat baik untuk kesehatan dalam tubuh (Rukmana, 1994).


(36)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Es atau Air Es

Penggunaan es atau air es ini sangat penting dalam pembentukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga dapat meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Wibowo,2006).

Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi

Daging segar yang telah dipilih dihilangkan lemak dan uratnya kemudian dipotong-potong kecil untuk memudahkan proses penggilingan. Es batu dimasukkan pada waktu penggilingan untuk menjaga elastisitas daging, sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal. Daging yang telah lumat dicampur dengan tapioka dan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Bila perlu digiling kembali sehingga daging, tapioka, dan bumbu dapat tercampur homogen membentuk adonan yang halus (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Adonan yang terbentuk dituang ke dalam wadah, siap untuk dicetak berbentuk bulatan bola kecil. Cara mencetak dapat dilakukan dengan tangan, yaitu dengan cara mengepal-ngepal adonan dan kemudian ditekan sehingga adonan yang telah memadat akan keluar berupa bulatan. Dapat juga digunakan sendok kecil untuk


(37)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

mencetaknya. Bulatan-bulatan bakso yang telah terbentuk kemudian langsung direbus di dalam panci yang berisi air mendidih. Perebusan dilakukan sampai bakso matang yang ditandai dengan mengapungnya bakso ke permukaan. Bakso yang telah matang ditiriskan, setelah dingin bakso dapat dikemas atau dipasarkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).


(38)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

BAHAN DAN METODE

Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging segar yang diperoleh dari Pajak Pagi, Padang Bulan, Medan. Dan bahan tambahan berupa tepung tapioka, tepung sagu, es serut, kitosan, dan bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, garam, dan merica.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Reagensia

- Aquadest - NaOH (P) 15% - Phenolphtalein 1% - HCl 0,01 N - H2SO4 (P) - Hexan

Alat Penelitian

- Oven - Gelas Ukur - Timbangan - Desikator

- Alumunium foil - Erlenmeyer - Beaker glass - Soxhlet

- Labu Kjeldahl - Alat Destilasi - Pipet Tetes


(39)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, yang terdiri dari :

Faktor I : Persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dari berat daging yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :

T1 = 17,5 % T2 = 20,0 % T3= 22,5 % T4= 25,0 %

Faktor II : Persentase Kitosan dari berat daging yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : K1= 0,05 %

K2= 0,10 % K3 = 0,15 % K4 = 0,20 %

Kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan perlakuan (n) adalah sebagai berikut :

Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n – 16 ≥ 15 16 n ≥ 31

n ≥ 1,93.... dibulatkan menjadi n = 2


(40)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor dengan model sebagai berikut :

ijk = + i + j +( )ij + ijk Dimana :

ijk : Hasil ulangan pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

: Efek nilai tengah

i : Efek faktor T pada taraf ke-i j : Efek faktor K pada taraf ke-j

( )ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j

ijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

Pelaksanaan Penelitian

Dipersiapkan daging sapi segar yang telah dibersihkan dari lemak dan uratnya, kemudaian dicincang kecil-kecil untuk mempermudah penggilingan. Daging digiling sampai halus dan ditambahkan es atau air es 15% dari berat daging, kemudian ditambahkan campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) sesuai dengan perlakuan 17,5%; 20,0%; 22,5% dan 25,0% dari berat daging. Ditambahkan kitosan sesuai dengan perlakuan 0,05%; 0,10%; 0,15%; dan 0,20% dari berat daging. Kemudian ditambahkan bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah dan merica sebanyak 10% serta garam dapur sebanyak 2,5% dari berat


(41)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

daging. Dicampur sampai homogen dan dibentuk menjadi bola-bola bakso dengan menggunakan tangan. Bola-bola bakso tersebut direbus dalam air mendidih selama 20 menit atau sampai bakso mengapung diatas permukaan air. Kemudian diangkat, ditiriskan, dan didinginkan, lalu disimpan dalam suhu dingin selama 5 hari dan dilakukan analisa kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan uji organoleptik (warna, rasa dan kekenyalan).

Parameter Penelitian

Penentuan Kadar Protein (AOAC, 1970)

Kadar protein contoh dihitung dengan menentukan N Nitrogen yang dikali dengan faktor konversi 6,25% dan protein ditetapkan secara semi mikro kjeldahl. Contoh 2,0-2,5g dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 2 g campuran K2SO4 dan CuSO4.5H2O (1:1) dan 5 ml H2SO4 pekat lalu didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin ditambahkan 10 ml aquadest dan dipindahkan ke dalam labu suling. Ditambahkan 10 ml NaOH pekat (40%) sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi. Hasil penyulingan ditampung dengan erlenmeyer berisi 25 ml asam borak 2% dan 4 tetes indikator mengsel (425 mg metil red dan 500 mg metilen blue yang dilarutkan dengan 100 ml alkohol 96%). Hasil sulingan dititrasi dengan larutan 0,1 HCl dan juga dilakukan dengan cara yang sama pada blanko.

(c-b) x N x 0,014 x 6,25

Kadar Protein (%) = x 100% a

Keterangan : a = bobot contoh (g) b = titrasi blanko (ml HCl) c = titrasi contoh (ml HCl)


(42)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Penenuan Kadar Lemak ( Soedarmadji, et al., 1984).

Kadar lemak ditetapkan dengan cara ekstraksi soxhlet. Contoh yang telah dihaluskan diambil sebanyak 10g dan dimasukkan dalam selongsong. Dilakukan ekstraksi dalam soxhlet selama 3 jam dengan menggunakan pelarut lemak hexan sebanyak 125 ml. Setelah ekstraksi kemudian pelarut lemak dimasukkan dalam erlenmeyer yang telah ditimbang sebelumnya dan diuapkan dalam waterbath sampai semua pelarut lemak menguap. Dimasukkan dalam oven selama 30 menit dan ditimbang minyak dalam erlenmeyer. Dihitung kadar lemak sebagai berikut :

a

Kadar lemak = x 100% b Keterangan : a = berat minyak (g) b = berat contoh (g)

Penentuan Kadar Air (AOAC, 1970)

Bahan sebanyak 2 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Lalu dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105o C selama 4 jam lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini dilakukan sampai didapat berat konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan :

Berat awal – Berat akhir

Kadar air (%) = x 100% Berat awal


(43)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Penentuan Kadar Abu (Soedarmadji, et al., 1984).

Kadar abu ditetapkan dengan cara membakar bahan dalam muffle. Contoh yang telah dikeringkan diambil sebanyak 5 g dan dimasukkan dalam muffle dibakar dengan suhu 100oC selama 1 jam dan dilanjutkan dengan suhu 300oC selama 2 jam. Didinginkan kemudian ditimbang dan dihitung kadar abu dengan rumus sebagai berikut :

a

Kadar abu (%) = x 100% b

Keterangan : a = berat akhir (g) b = berat contoh (g)

Penentuan Uji Organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) (Soekarto, 1985)

Penentuan uji organoleptik terhadap warna, rasa, dan kekenyalan dilakukan dengan uji kesukaan terhadap 10 panelis dengan ketentuan sebagai berikut :

Proporsi nilai organoleptik : warna = 30% rasa = 30% kekenyalan = 40%

Tabel 6. Skala Uji Hedonik

Skala Hedonik Skala Numerik Sangat suka 4 Suka 3 Agak suka 2 Tidak suka 1


(44)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Gambar 1. Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi

Dibersihkan dari darah dan kotoran dengan air dan dipisahkan lemak, urat dan daging

Daging dipotong kecil-kecil dan digiling sampai halus

Daging giling

Penambahan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, dan merica 10 % serta air es sebanyak 15% dari berat daging

Penambahan garam dapur 2,5% dari berat daging Dicampur sampai homogen dan rata

Dianalisa 1. Kadar air

2. Kadar lemak 3. Kadar Protein

4. Organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) Penambahan Kitosan K1 = 0,05% K2 = 0,10% K3 = 0,15% K4 = 0,20% Penambahan tepung

tapioka dan tepung sagu (2:1)

T1 = 17,5% T2 = 20,0% T3 = 22,5% T4 = 25,0%

Daging sapi segar

Dibentuk bola-bola bakso dan direbus dalam air mendidih selama 20 menit Ditiriskan dan didinginkan


(45)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan di bawah ini.

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) memberikan pengaruh terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (numerik) bakso daging sapi. Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Parameter yang Diamati

Persentase Campuran

Kadar Protein

Kadar Lemak

Kadar Air

Kadar Abu

Nilai Organoleptik

Tepung (%) (%) (%) (%) (%) (Numerik)

T1 = 17,5 14,25 5,13 64,88 2,44 2,39 T2 = 20,0 9,74 4,16 64,48 2,20 2,71 T3 = 22,5 8,87 4,04 63,85 2,08 2,76 T4 = 25,0 5,42 3,73 62,63 1,94 2,90

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 14,25% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 5,42%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 5,13% dan terendah terdapat pada perlakuan


(46)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) sebesar 3,73%. Sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) sebesar 64,88% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 62,63%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 2,44% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 1,94%. Nilai organoleptik (numerik) tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 2,90 dan terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T3) yaitu sebesar 2,39.

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kitosan memberikan pengaruh terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, dan nilai organoleptik (numerik) bakso daging sapi. Pengaruh persentase kitosan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Parameter yang Diamati

Persentase Kitosan

Kadar Protein

Kadar Lemak

Kadar Air

Kadar Abu

Nilai Organoleptik

(%) (%) (%) (%) (%) (Numerik)

K1 = 0,05 5,91 3,69 65,13 1,71 2,62 K2 = 0,10 8,03 4,08 64,20 1,93 2,62 K3 = 0,15 10,33 4,36 63,53 2,34 2,73 K4 = 0,20 14,00 4,93 62,98 2,68 2,79

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 14% dan terendah terdapat


(47)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 5,91%. Kadar lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 4,93% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 3,69%. Sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 65,13% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 62,98%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 2,68% dan terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 1,71%. Nilai organoleptik (numerik) tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 2,79 dan terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0.05% (K1) dan pada perlakuan persentase kitosan 0,10% (K2) yaitu sebesar 2,62.

Kadar Protein (%)

Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1)terhadap Kadar Protein (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi.

Pengaruh persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap kadar protein dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) terhadap Kadar Protein (%)

Jarak LSR Campuran Rataan Notasi

0,05 0,01 Tepung (%) 0,05 0,01

- - - T1 = 17,5 14,25 a A

2 0,459 0,632 T2 = 20,0 9,74 b B

3 0,482 0,664 T3 = 22,5 8,87 c C

4 0,494 0,680 T4 = 25,0 5,42 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%


(48)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T2, T3, dan T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T3 dan T4. Perlakuan T3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T4. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% (T1) yaitu sebesar 14,25% dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% (T4) yaitu sebesar 5,42%.

Semakin tinggi persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) maka kadar protein semakin menurun. Penurunan kadar protein ini disebabkan karena jumlah protein dalam daging sapi yang digunakan per massa tepung yang dicampurkan dalam adonan bakso akan semakin kecil. Pada tepung tapioka dan tepung sagu kandungan proteinnya sangat rendah yaitu sekitar 0,5g dalam 100g tepung tapioka dan 0,7g dalam 100g tepung sagu.

Hubungan antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Hubungan Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dengan Kadar Protein (%)

= -1,0944T + 32,826 r = -0,9441

0,00 3,00 6,00 9,00 12,00 15,00

0,0 17,5 20,0 22,5 25,0

Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) (%)

K

ad

ar

P

rote

in


(49)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Pengaruh Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi.

Pengaruh persentase kitosan terhadap kadar protein dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Persentase Kitosan Terhadap Kadar Protein (%)

Jarak LSR Persentase Rataan Notasi

0,05 0,01 Kitosan (%) 0,05 0,01

- - - K1 = 0,05 5,91 d D

2 0,459 0,632 K2 = 0,10 8,03 c C

3 0,482 0,664 K3 = 0,15 10,33 b B

4 0,494 0,680 K4 = 0,20 14,00 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K2, K3, dan K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K3 dan K4. Perlakuan K3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K4. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,20% (K4) yaitu sebesar 14% dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan persentase kitosan 0,05% (K1) yaitu sebesar 5,91%.

Semakin tinggi persentase kitosan maka semakin tinggi kadar protein pada bakso. Peningkatan ini mengikuti garis regresi linier seperti pada Gambar 3. Ini disebabkan karena kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari D-glukosamin dan berikatan dengan protein (Krissetiana, 2004). Sehingga protein yang


(50)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

terkandung dalam bakso akan diikat oleh kitosan. Jadi semakin tinggi persentase kitosan maka kadar protein bakso akan semakin tinggi.

Hubungan antara persentase kitosan terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Hubungan Persentase Kitosan (%) dengan Kadar Protein (%)

Pengaruh Interaksi antara Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein (%)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar protein bakso daging sapi.

Hasil pengujian LSR pengaruh interaksi antara persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dan persentase kitosan terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 11.

= 53,173K + 2,9194

r = 0,9813

4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20


(51)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) dan Persentase Kitosan terhadap Kadar Protein (%)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1K1 9,00 fg FG

2 0,918 1,263 T1K2 9,83 e E

3 0,963 1,327 T1K3 16,43 b B

4 0,988 1,361 T1K4 21,73 a A

5 1,009 1,389 T2K1 6,13 j IJ

6 1,022 1,407 T2K2 8,41 gh GH

7 1,031 1,428 T2K3 9,30 ef EF

8 1,037 1,444 T2K4 15,10 c BC

9 1,043 1,456 T3K1 5,33 lm LM

10 1,049 1,465 T3K2 8,41 gh GH

11 1,049 1,474 T3K3 9,83 e E

12 1,052 1,480 T3K4 11,90 d D

13 1,052 1,486 T4K1 3,16 n N

14 1,055 1,493 T4K2 5,48 kl KL

15 1,055 1,499 T4K3 5,76 jk JK

16 1,058 1,502 T4K4 7,28 i HI Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 11 dapat dilihat kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 17,5% dan persentase kitosan 0,20% (T1K4) (17,5% dan 0,20%) yaitu sebesar 21,73% dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) 25,0% dan persentase kitosan 0,05% (T4K1) (25,0% dan 0,05%) yaitu sebesar 3,16%.

Semakin banyak campuran tepung yang ditambahkan dalam adonan bakso maka kadar protein dalam bakso akan semakin menurun dan persentase kitosan yang ditambahkan semakin banyak maka kadar protein bakso akan semakin meningkat.


(52)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Ini disebabkan karena jumlah protein dalam daging sapi per massa tepung yang digunakan akan semakin kecil karena protein yang tertinggi hanya terdapat pada daging sapi dan pada tepung tapioka dan tepung sagu kadar proteinnya sangat kecil. Sedangkan semakin meningkatnya kadar protein dengan penambahan kitosan ini disebabkan karena kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari D-glukosamin dan berikatan dengan protein (Krissetiana , 2004). Protein yang terdapat dalam bakso daging sapi akan diikat oleh kitosan, sehingga semakin tinggi persentase kitosan yang ditambahkan maka kadar protein bakso daging sapi akan semakin meningkat.

Perubahan kadar protein pada masing-masing perlakuan persentase campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1) dengan persentase kitosan mengikuti garis regresi linear seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Hubungan Interaksi antara Persentase Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (2:1) (%) dan Persentase Kitosan (%) dengan Kadar Protein (%)

T1 ; = 89,58K + 3,05;

T2 ; = 55,6K + 2,785; r = 0,8838

T3 ; = 42,26K + 3,585; r = 0,9772

T4 ; = 25,28K + 2,26; r = 0,9197

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

0,0 0,05 0,10 0,15 0,20

Persentase Kitosan (%)

T1 T2 T3 T4

K

ad

ar

P

rot

ei

n

(

%

)


(1)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Lampiran 1. Data Pengamatan Analisis Kadar Protein (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

T1K1 8,50 9,50 18,000 9,000

T1K2 9,35 10,30 19,650 9,825

T1K3 16,41 16,44 32,850 16,425

T1K4 21,16 22,30 43,460 21,730

T2K1 6,12 6,14 12,260 6,130

T2K2 8,41 8,41 16,820 8,410

T2K3 9,50 9,10 18,600 9,300

T2K4 15,20 15,00 30,200 15,100

T3K1 5,28 5,38 10,660 5,330

T3K2 8,41 8,41 16,820 8,410

T3K3 9,35 10,30 19,650 9,825

T3K4 11,52 12,28 23,800 11,900

T4K1 3,21 3,11 6,320 3,160

T4K2 5,00 5,95 10,950 5,475

T4K3 5,57 5,95 11,520 5,760

T4K4 7,18 7,37 14,550 7,275

Total 306,110

Rataan 9,566

Lampiran 2. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Protein

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 683,073 45,538 243,418 ** 2,35 3,41

T 3 316,970 105,657 564,774 ** 3,63 5,29

T Lin 1 299,236 299,236 1.599,526 ** 4,49 8,53

T Kuad 1 2,253 2,253 12,040 ** 4,49 8,53

T Kub 1 15,482 15,482 82,755 ** 4,49 8,53

K 3 288,108 96,036 513,348 ** 3,63 5,29

K Lin 1 282,731 282,731 1.511,302 ** 4,49 8,53

K Kuad 1 4,797 4,797 25,643 ** 4,49 8,53

K Kub 1 0,580 0,580 3,098 tn 4,49 8,53

TxK 9 77,995 8,666 46,323 ** 2,54 3,78

Galat 16 2,993 0,187

Total 31 686,067

Keterangan: FK = 2.928,23 KK = 4,522%

** = sangat nyata * = Nyata tn = Tidak nyata


(2)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Lampiran 3. Data Pengamatan Analisis Kadar Lemak (%)

Perlakuan

Ulangan

Total

Rataan

I

II

T

1

K

1

4,70

4,80

9,500

4,750

T

1

K

2

4,90

4,90

9,800

4,900

T

1

K

3

5,20

5,30

10,500

5,250

T

1

K

4

5,60

5,60

11,200

5,600

T

2

K

1

3,80

2,80

6,600

3,300

T

2

K

2

4,30

3,30

7,600

3,800

T

2

K

3

4,50

3,60

8,100

4,050

T

2

K

4

5,50

5,50

11,000

5,500

T

3

K

1

3,40

3,50

6,900

3,450

T

3

K

2

3,80

3,90

7,700

3,850

T

3

K

3

4,20

4,30

8,500

4,250

T

3

K

4

4,60

4,60

9,200

4,600

T

4

K

1

3,20

3,30

6,500

3,250

T

4

K

2

3,80

3,70

7,500

3,750

T

4

K

3

3,90

3,90

7,800

3,900

T

4

K

4

4,00

4,00

8,000

4,000

Total

136,400

Rataan

4,263

Lampiran 4. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Lemak (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 17,115 1,141 12,678 ** 2,35 3,41

T 3 8,747 2,916 32,398 ** 3,63 5,29

T Lin 1 7,482 7,482 83,136 ** 4,49 8,53

T Kuad 1 0,845 0,845 9,389 ** 4,49 8,53

T Kub 1 0,420 0,420 4,669 * 4,49 8,53

K 3 6,517 2,172 24,139 ** 3,63 5,29

K Lin 1 6,400 6,400 71,111 ** 4,49 8,53

K Kuad 1 0,061 0,061 0,681 tn 4,49 8,53

K Kub 1 0,056 0,056 0,625 tn 4,49 8,53

TxK 9 1,850 0,206 2,284 tn 2,54 3,78

Galat 16 1,440 0,090

Total 31 18,555

Keterangan: FK = 581,41 KK = 7,038%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(3)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Lampiran 5. Data Pengamatan Analisis KadarAir (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

T1K1 65,80 67,60 133,400 66,700

T1K2 64,80 65,00 129,800 64,900

T1K3 64,20 64,60 128,800 64,400

T1K4 63,60 63,40 127,000 63,500

T2K1 65,40 65,60 131,000 65,500

T2K2 65,00 65,00 130,000 65,000

T2K3 64,00 63,80 127,800 63,900

T2K4 64,00 63,00 127,000 63,500

T3K1 65,20 64,20 129,400 64,700

T3K2 64,60 63,60 128,200 64,100

T3K3 63,80 63,20 127,000 63,500

T3K4 63,20 63,00 126,200 63,100

T4K1 64,00 63,20 127,200 63,600

T4K2 63,40 62,20 125,600 62,800

T4K3 62,60 62,00 124,600 62,300

T4K4 61,60 62,00 123,600 61,800

Total 2046,600

Rataan 63,956

Lampiran 6. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air (%)

SK Db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 45,759 3,051 10,211 ** 2,35 3,41

T 3 23,174 7,725 25,856 ** 3,63 5,29

T Lin 1 21,756 21,756 72,824 ** 4,49 8,53

T Kuad 1 1,361 1,361 4,556 * 4,49 8,53

T Kub 1 0,056 0,056 0,188 tn 4,49 8,53

K 3 20,594 6,865 22,978 ** 3,63 5,29

K Lin 1 20,306 20,306 67,971 ** 4,49 8,53

K Kuad 1 0,281 0,281 0,941 tn 4,49 8,53

K Kub 1 0,006 0,006 0,021 tn 4,49 8,53

TxK 9 1,991 0,221 0,741 tn 2,54 3,78

Galat 16 4,780 0,299

Total 31 50,539

Keterangan:

FK = 130.892,86 KK = 0,855%

** =

sangat nyata * = nyata


(4)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Lampiran 7. Data Pengamatan Analisis Kadar Abu (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

T1K1 2,00 2,00 4,000 2,000

T1K2 2,10 2,20 4,300 2,150

T1K3 2,80 2,60 5,400 2,700

T1K4 2,80 3,00 5,800 2,900

T2K1 1,80 1,80 3,600 1,800

T2K2 2,00 2,00 4,000 2,000

T2K3 2,40 2,20 4,600 2,300

T2K4 2,60 2,80 5,400 2,700

T3K1 1,60 1,60 3,200 1,600

T3K2 1,80 1,80 3,600 1,800

T3K3 2,40 2,20 4,600 2,300

T3K4 2,50 2,70 5,200 2,600

T4K1 1,50 1,40 2,900 1,450

T4K2 1,70 1,80 3,500 1,750

T4K3 2,10 2,00 4,100 2,050

T4K4 2,40 2,60 5,000 2,500

Total 69,200

Rataan 2,163

Lampiran 8. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Abu (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 5,575 0,372 37,167 ** 2,35 3,41

T 3 1,083 0,361 36,083 ** 3,63 5,29

T Lin 1 1,056 1,056 105,625 ** 4,49 8,53

T Kuad 1 0,020 0,020 2,000 tn 4,49 8,53

T Kub 1 0,006 0,006 0,625 tn 4,49 8,53

K 3 4,417 1,473 147,250 ** 3,63 5,29

K Lin 1 4,356 4,356 435,600 ** 4,49 8,53

K Kuad 1 0,031 0,031 3,125 tn 4,49 8,53

K Kub 1 0,030 0,030 3,025 tn 4,49 8,53

TxK 9 0,075 0,008 0,833 tn 2,54 3,78

Galat 16 0,160 0,010

Total 31 5,735

Keterangan: FK = 149,65 KK = 4,624%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(5)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009

Lampiran 9. Data Pengamatan Analisis Nilai Organoleptik (Numerik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

T1K1 2,280 2,200 4,480 2,240

T1K2 2,320 2,310 4,630 2,315

T1K3 2,400 2,380 4,780 2,390

T1K4 2,620 2,640 5,260 2,630

T2K1 2,660 2,600 5,260 2,630

T2K2 2,640 2,670 5,310 2,655

T2K3 2,690 2,700 5,390 2,695

T2K4 2,870 2,870 5,740 2,870

T3K1 2,710 2,720 5,430 2,715

T3K2 2,730 2,800 5,530 2,765

T3K3 2,930 2,900 5,830 2,915

T3K4 2,630 2,680 5,310 2,655

T4K1 2,910 2,900 5,810 2,905

T4K2 2,730 2,730 5,460 2,730

T4K3 2,940 2,930 5,870 2,935

T4K4 3,050 2,980 6,030 3,015

Total 86,120

Rataan 2,691

Lampiran 10. Daftar Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik (Numerik)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 1,491 0,099 125,233 ** 2,35 3,41

T 3 1,088 0,363 457,102 ** 3,63 5,29

T Lin 1 0,970 0,970 1.222,454 ** 4,49 8,53

T Kuad 1 0,068 0,068 86,236 ** 4,49 8,53

T Kub 1 0,050 0,050 62,617 ** 4,49 8,53

K 3 0,179 0,060 75,286 ** 3,63 5,29

K Lin 1 0,158 0,158 198,428 ** 4,49 8,53

K Kuad 1 0,008 0,008 10,646 ** 4,49 8,53

K Kub 1 0,013 0,013 16,784 ** 4,49 8,53

TxK 9 0,223 0,025 31,258 ** 2,54 3,78

Galat 16 0,013 0,001

Total 31 1,504

Keterangan: FK = 231,77 KK = 1,047%

** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata


(6)

Sudarwati : Pembuatan Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Kitosan, 2007. USU Repository © 2009