Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya dengan Kondisi Lingkungan di Desa Karangsong Indramayu

TIPOLOGI MANGROVE DAN KETERKAITANNYA
DENGAN KONDISI LINGKUNGAN DI DESA KARANGSONG
INDRAMAYU

ALLSAY KITSASH ADDIFISYUKHA CINTRA

MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tipologi Mangrove dan
Keterkaitannya dengan Kondisi Lingkungan di Desa Karangsong, Indramayu
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Allsay Kitsash A C
NIM C24090021

ABSTRAK
ALLSAY KITSASH A CINTRA. Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya dengan
Kondisi Lingkungan di Desa Karangsong Indramayu. Dibimbing oleh
AGUSTINUS M SAMOSIR dan SULISTIONO.
Mangrove merupakan salah satu kelompok tumbuhan di daerah pasang
surut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tipologi mangrove, dan
keterkaitannya dengan kondisi lingkungan di Desa Karangsong. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa vegetasi mangrove di desa Karangsong terdiri dari api api (A.
marina) dan bakau (R. mucronata). Kerapatan mangrove di Karangsong pada
tahap pohon berkisar (35.67-0.5 ind/100m2), anakan berkisar (0-34.67 ind/100m2)
dan semai berkisar (0-31 ind/m2) pada setiap jenis. A. marina menjadi jenis yang
lebih adaptif terhadap kondisi di Desa Karangsong karena memiliki nilai INP dan
kerapatan yang lebih tinggi. Kondisi lingkungan di Desa Karangsong masih dalam
kisaran untuk pertumbuhan optimum mangrove. Sehingga berdasarkan fakta

tersebut, pengelolaan mangrove yang direkomendasikan adalah penanaman dan
rehabilitasi.
Kata kunci: A. marina, Indramayu, Mangrove, R. mucronata, Sedimen.

ABSTRACT
ALLSAY KITSASH A CINTRA. Typology of Mangrove and Dependencies
Environment Condition of Karangsong of Indramayu. Supervised by
AGUSTINUS M SAMOSIR and SULISTIONO.
Mangrove is defined one of the vegetation types in tidal areas. This research
was conducted to find out the typology of mangrove and the relationship with
environmental condition in Karangsong village. The observations result showed
that mangrove vegetation in Karangsong consisted of Api Api (A. marina) and
Bakau (R. marina). Density of mangrove consist of tree stage (35.67-0.5
ind/100m2), sapling stage (0-34.67 ind/100m2) and seed stage (0-31 ind/m2) for
each species. A. marina is more adaptive due to a high value of mangrove
density and INP. Environment condition of Karangsong still in growth optimal
range of mangrove. Based on the fact, it is recommendated to plant dan do
rehabilitation.
Keywords: A. marina, Indramayu, Mangrove, R. mucronata, Sediment


TIPOLOGI MANGROVE DAN KETERKAITANNYA
DENGAN KONDISI LINGKUNGAN DI DESA KARANGSONG
INDRAMAYU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Jlldul Skripsi

: Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya dengan Kondisi
Lingkungan eli Desa Karangsong Indramayu
Nama

: Allsay Kitsash Addifisyukha Cintra
: C24090021
NIM
Pro gram stlldi : Manajelllen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

II'

aセオ

ウ エゥョャウ@

M Samosir. MPhil
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

.2 _6 0 B2 U 1 セ@


dイjZQッセ@

Pelllbilllbing J1

Judul Skripsi

: Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya dengan Kondisi
Lingkungan di Desa Karangsong Indramayu
Nama
: Allsay Kitsash Addifisyukha Cintra
NIM
: C24090021
Program studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Ir Agustinus M Samosir, MPhil
Pembimbing I

Dr Ir Sulistiono, MSc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Tipologi Mangrove dan
Keterkaitannya dengan Kondisi Lingkungan di Desa Karangsong Indramayu” ini
dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penususnan skripsi ini, terutama
kepada:

1. Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku pembimbing I.
2. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc selaku pembimbing II sekaligus dosen
pembimbing akademik.
3. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku dosen penguji tamu.
4. Bapak Toyib dan keluarga yang membantu selama penelitian lapang,
dan Tante Rahma di Indramayu.
5. Ibunda Fitri Innastiti dan Keluarga Soegiono yang telah memberikan
bantuan terbesar bagi penulis.
6. Bapak, Ibu, seluruh keluarga, seluruh staff Tata Usaha dan civitas MSP.
7. Teman-teman tim Karangsong (Cutra, Meilita, Nana, Iqra), Selvia,
Nolalia, Deasy, Alin, Devi, Mega, Made, teman-teman MSP 46, MSP
45, MSP 47, MSP 48, teman-teman kosan yaitu Yayuk, Sari, Lia,
Nadia, Icha dan Diah serta teman TPB yaitu Nanie dan Ria.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Allsay Kitsash A Cintra

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ v
1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Masalah .......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian.............................................................................................. 2
Manfaat Penelitian............................................................................................ 3
2. METODE......................................................................................................... 3
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 3
Pengumpulan Data ........................................................................................... 4
Analisis Data .................................................................................................... 6
3. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 9
Hasil................................................................................................................. 9
Pembahasan.................................................................................................... 16
4. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 20
Simpulan ........................................................................................................ 20
Saran .............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 26

DAFTAR TABEL
1. Pengukuran parameter fisika dan kimia .......................................................... 6
2. Indeks Nilai Penting Mangrove di desa Karangsong ..................................... 12
3. Parameter lingkungan perairan Desa Karangsong Indramayu ........................ 12
4. Sebaran epifauna berdasarkan indeks Morisita .............................................. 14
5. Kepadatan epifauna di kawasan mangrove Desa Karangsong........................ 14
6. Alat dan bahan serta fungsinya dalam pengambilan contoh........................... 24

DAFTAR GAMBAR
1. Bagan rumusan masalah. ................................................................................ 2
2. Peta lokasi penelitian ...................................................................................... 3
3. Ilustrasi ukuran transek kuadrat. ..................................................................... 5
4. Kerapatan mangrove tahap pohon ................................................................... 9
5. Kerapatan mangrove tahap anakan................................................................ 10
6. Kerapatan mangrove tahap semai.................................................................. 10
7. Kerapatan total vegetasi mangrove di desa karangsong ................................. 11
8. Presentasi fraksi sedimen pada tiap stasiun ................................................... 13
9.Grafik Analisis Komponen Utama (PCA) kondisi lingkungan dan

kerapatan mangrove ................................................................................. 15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Alat dan bahan ............................................................................................... 24
2. PCA mangrove dan Kondisi Lingkungan ....................................................... 24
3. Lokasi pengambilan sampel ........................................................................... 25
4. Jenis epifauna yang ditemukan di Karangsong ............................................... 25

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangrove didefinisikan sebagai salah satu jenis tumbuhan atau komunitas
di daerah pasang surut (Tomlinson 1986 dan Wighman 1989 dalam Noor et al
1999). Du’s (1962) dalam Aksornkoae (1993) menyatakan mangrove sebagai
tumbuhan yang terdiri dari beberapa famili tapi memiliki adaptasi struktural dan
karakter fisiologi yang sama pada habitat yang sama, biasanya terletak di daerah
intertidal di daerah tropik dan subtropik dan merupakan ekosistem yang paling
produktif. Sedangkan tipologi mengrove merupakan kajian mengenai jenis jenis
vegetasi mangrove yang menyusun ekosistem mangrove.

Lokasi penelitian terletak di desa Indramayu, hutan mangrove di kabupaten
Indramayu 50% tergolong rusak berat (Afriliantini 2002), wilayah potensial
mangrove di Kabupaten Indramayu seluruhnya sudah dikategorikan rusak
(Kusmana 1996 dan Noor et al 1999). Pengurangan areal hutan mangrove
diakibatkan kegiatan pertambakan terutama udang dan bandeng. Sehingga terjadi
abrasi pantai dan habisnya keanekaragaman hayati. Untuk mengatasi hal tersebut
pemerintah, masyarakat dan aktivis lingkungan melakukan penanaman kembali
hutan mangrove (Savitri dan Khazali 1999). Adanya perubahan vegetasi
mangrove akan merubah ekosistem mangrove tersebut.
Perubahan ekosistem mangrove juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Menurut Aksornkoae (1993) beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi
mangrove adalah fisiografi pesisir, iklim, pasang surut, gelombang dan arus,
salinitas, oksigen terlarut dan sedimen. Selain itu faktor biologi misalnya epifauna
turut mempengaruhi dalam suksesi vegetasi mangrove terutama akibat dari
kebiasaan makan organisme tersebut. Untuk mengetahui tipologi mangrove dan
pengaruh tersebut maka penelitian ini dilakukan.

Perumusan Masalah

Perubahan ekosistem mangrove selain dipengaruhi oleh kegiatan
antropogenik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perumusan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tipologi mangrove di Desa Karangsong?
2. Bagaimana pengaruh faktor lingkungan terhadap tipologi mangrove di
Desa Karangsong?

2

Aktivitas
manusia

Kerusakan
lingkungan

Perbaikan
lingkungan

Ekosistem
mangrove

Faktor
lingkungan

1. Tipologi mangrove.
2. Pengaruh lingkungan
terhadap tipologi
mangrove.

Gambar 1 Bagan rumusan masalah.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menerangkan tipologi mangrove di Karangsong, Indramayu.
2. Menerangkan keterkaitan antara tipologi mangrove dan faktor lingkungan.

3
Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah menjelaskan kondisi ekologis mangrove
Desa Karangsong sebagai informasi yang dapat digunakan untuk pengelolaan
pesisir Karangsong dan penelitian selanjutnya.

2. METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data mangrove, epifauna dan parameter fisika kimia dilakukan
pada 7 Februari 2013 di desa Karangsong, Indramayu. Pengidentifikasian vegetasi
mangrove dan biota dilakukan pada 12-19 Februari 2013 di Laboratorium Biologi
Mikro I Bagian Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi
pengambilan contoh di desa Karangsong (Gambar 2). Alat dan bahan yang
digunakan dilampirkan pada Lampiran 1.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Sumber: Citra GeoEye (Google Map) 2010

4
Pengumpulan Data

Penentuan stasiun pengambilan contoh
Penentuan stasiun pengambilan contoh vegetasi mangrove, parameter fisika
kimia dan epifauna berdasarkan keterwakilan mangrove yang ada di Desa
Karangsong. Di Desa Karangsong mangrove dapat dibagi menjadi empat stasiun
pengambilan contoh.
Stasiun 1 terletak paling jauh dengan laut yang berseberangan kegiatan
perkapalan dan TPI. Pada stasiun 1 banyak sampah dan tumpahan minyak yang
menutupi sedimen dan akar mangrove. Sebagian besar vegetasi yang ada disana
adalah Avicennia marina tahap pohon. Ketebalan hutan mangrove tidak merata,
pada daerah tepi sungai lebih tebal. Ada aliran sungai kecil yang melewati stasiun
1. Stasiun 2 terletak kurang lebih 10 m dari stasiun 1 dan masih pada sisi sungai
yang sama. Pada stasiun 2, area tambak lebih mendominasi daripada mangrove.
Vegetasi mangrove tumbuh di antara batasan tambak dan sedikit di area tepi
sungai. Tambak yang ada disana merupakan tambak budidaya ikan bandang. Pada
stasiun 2 vegetasi yang disampling adalah yang tumbuh di tepi sungai sedangkan
di antara batas tambak secara teknis sulit untuk disampling. Pada stasiun 2
terdapat aliran sungai kecil. Stasiun 3 berjarak 10 m dari stasiun 2 pada sisi sungai
yang sama. Stasiun 3 paling dekat dengan laut. Pada stasiun 3 ada pembatas antara
tepi sungai dan area mangrove. Kondisi mangrove lebih baik dibanding stasiun 1
dan 2 dengan ketebalan vegetasi yang merata di setiap area. Banyak mangrove
jenis A. marina dan Rhizophora mucronata baik dalam tahap pohon, anakan
maupun semai. Pada stasiun 3 terdapat aliran sungai kecil dan juga terkena
pasang surut air laut. Banyak terdapat ikan glodok (Mudskipper). Pada stasiun 3
tidak banyak sampah yang berada di mangrove, namun minyak tumpahan dari
kapal yang lewat terbawa oleh pasang surut merendami daerah mangrove. Pada
stasiun 4 letaknya bersebarangan dengan ketiga stasiun yang lain. Menurut warga
sekitar vegetasi stasiun 4 merupakan hasil penanaman 3-4 tahun lalu. Sedimen
dominan pasir dan tidak terendam air. Letak stasiun dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengambilan sampel vegetasi mangrove
Pengambilan vegetasi mangrove dibagi atas klasifikasi pohon (diameter >4
cm), anakan (diameter 1 m) dan semai (tinggi 1
: pola dispersi mengelompok
Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama merupakan metoda statistik deskriptif yang dapat
digunakan untuk menampilkan data dalam bentuk grafik dan informasi

9
maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Menurut Soedibjo (2008)
analisis komponen utama adalah salah satu teknik analisis ordinasi untuk
mencerminkan kemiripan komunitas secara biologi. Komunitas yang sama dapat
dilihat melalui titik titik yang sama meskipun dalam intepretasinya agak subjektif.
Variabel variabel yang dimasukan dalam pengolahan data menggunakan
minitab 14 adalah variabel fisika dan kimia, kerapatan mangrove dan kepadatan
epifauna.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tipologi Mangrove di Karangsong
Vegetasi mangrove di Desa Karangsong terdiri atas dua jenis yaitu A.
marina dan R. mucronata. Kerapatan mangrove di Karangsong terbagi atas
kerapatan tahap pohon, anakan dan semai. Kerapatan pada tiap jenis pertahapan
dapat dilihat pada Gambar 4-6. Sedangkan kerapatan total (tahap anakan dan
pohon tiap jenis) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 4. Kerapatan mangrove tahap pohon

10

Gambar 5. Kerapatan mangrove tahap anakan

Gambar 6. Kerapatan mangrove tahap semai

11

Gambar 7. Kerapatan total vegetasi mangrove di desa karangsong

Kerapatan mangrove tahap pohon jenis A. marina maupun R. mucronata
tertinggi pada stasiun 3 yaitu sebesar 35.67 ind/100m2 dan 12 ind/100m2.
Kerapatan jenis A. marina pohon disetiap stasiun lebih besar daripada kerapatan
R. mucronata pohon. Kerapatan mangrove tahap anakan A. marina dan R.
mucronata tertinggi di stasiun 3 dengan kerapatan 18.67 ind/100m2 dan
34.67ind/100m2. Pada stasiun 1 tidak ditemukan anakan A. marina, sehingga
kerapatannya 0 ind/m2. Kerapatan mangrove tahap semai A. marina dan R.
mucronata tertinggi di stasiun 4 dengan kerapatan 11 ind/m2 dan 31 ind/m2. Pada
stasiun 3 tidak ditemukan R. mucronata semai sehingga kerapatannya 0 ind/m2.
Kerapatan total tertinggi pada stasiun 3 kemudian stasiun 4. Perbandingan
antara jenis R. mucronata dan A. marina pada kedua stasiun ini hampir sama.
Pada stasiun 2, didominasi oleh kerapatan A. marina, sedangkan untuk stasiun 1
yang kerapatan paling rendah juga didominasi oleh A. marina.

12
INP (Indeks Nilai Penting) merupakan parameter kuantitatif yang dapat
dipakai untuk menyatakan tingkat dominasi spesies dalam vegetasi mangrove.
INP mangrove dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Indeks Nilai Penting Mangrove di desa Karangsong
Stasiun

Tahapan

Jenis

Pohon

A. marina
R. mucronata
A. marina
R. mucronata
A. marina
R. mucronata

Anakan
Semai

1
267.89
32.11
0.00
200.00
143.59
56.41

2
263.92
36.08
102.37
97.63
86.84
113.16

3
217.78
82.22
85.00
115.00
200.00
0.00

4
247.18
52.82
83.33
116.67
59.52
140.48

Nilai INP maksimal untuk semai dan anakan adalah 200 sedangkan untuk
pohon adalah 300 (Onrizal 2004). Pada Tabel 2 menunjukan bahwa pada tahap
pohon A. marina di semua stasiun memiliki INP yang lebih tinggi daripada R.
mucronata. Pada tahap anakan, nilai INP R. mucronata hampir di setiap stasiun
kecuali stasiun 3 lebih tinggi INP A. marina. Pada tahap semai di stasiun 1 dan 3
INP A. marina lebih tinggi daripada R. mucronata bahkan di stasiun 3 mencapai
200. Namun pada stasiun 2 dan 4 INP R. mucronata lebih tinggi daripada A.
marina.
Kondisi Lingkungan di Kawasan Mangrove Desa Karangsong Indramayu
Wilayah pesisir kabupaten Indramayu memilik tipe pasang surut campuran
condong harian tunggal, yaitu dalam 1 hari (24 jam) terjadi satu kali pasang dan
satu kali surut, akan tetapi kadang-kadang untuk terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut. Wilayah desa Karangsong mengalami pasang surut dua kali sehari
dengan perbedaan tinggi pasang surut antara 50-100 cm. Kecepatan arus
permukaan di sekitar pesisir Indramayu pada musim barat dan musim angin timur
diperkirakan mencapai 25 cm/detik sementara pada periode peralihan
diperkirakan hanya berkisar 12 cm/detik (Kalay 2008).
Faktor lingkungan perairan yang diukur adalah suhu, salinitas dan pH dapat
dilihat pada Tabel 3. Sedangkan untuk komposisi fraksi dalam sedimen dapat
dilihat pada Gambar 8.
Tabel 3. Parameter lingkungan perairan Desa Karangsong Indramayu
Parameter
Suhu
Salinitas
pH

Satuan Stasiun 1
0
C
25-29

24-30
7

Stasiun 2
25-33
23-35
7

Stasiun 3
33-36
25-30
7-8

Stasiun 4
27-30
19-22
7

13

Gambar 8 . Presentasi fraksi sedimen pada tiap stasiun
Suhu di perairan kawasan mangrove di Desa Karangsong pada tiap stasiun
berbeda, kisaran suhu tertinggi adalah pada stasiun 3 yaitu 33-360 C dan yang
terendah adalah stasiun 1 yaitu 25-290 C. Kisaran salinitas tertinggi pada stasiun 3
yaitu 25-30‰ dan terendah pada stasiun 4 yaitu 19-22‰. pH pada perairan
cenderung sama yaitu 7 kecuali pada stasiun 3 pH dengan kisaran 7-8.
Fraksi pada sedimen terdiri atas presentase fraksi pasir, fraksi debu dan
fraksi liat. Pada Gambar 8, menunjukan bahwa adanya perbedaan komposisi
fraksi sedimen pada tiap stasiun. Pada stasiun 1 didominasi oleh fraksi liat dengan
presentase mencapai 31.89%. Pada stasiun 2 presentasi debu dan liat hampir sama
yaitu 45.33% dan 42.04%. Pada stasiun 3 fraksi pasir menyumbang presentasi
tertinggi yaitu 55.26%. Pada stasiun 4, presentasi tertinggi adalah fraksi pasir
yaitu 87.69%.

Faktor Biologis Mangrove
Organisme yang menjadi faktor biologis mangrove Desa karangsong adalah
epifauna, total spesies epifauna yang ditemukan di habitat mangrove Karangsong
ada 9 spesies dari 6 famili yaitu famili Calliostomatidae (Caliostoma sp.),
Littorinidae (Litorinna sp.), Ellobiidae (Cassidulla sp., Ovatella sp., dan
Malampus sp.), Cerithidae (Cerithidea sp.), Potamididae (Terebra sp.), Naticidae
(Lunatia sp.) dan hermit crabs Euparagus sp. Kepadatan epifauna dan sebarannya
pada tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 5.
Pada stasiun 1 yang ditemukan enam spesies epifauna yaitu Calliostoma sp,
Cassidulla sp., Litorinna sp., Lunatia sp., Malampus sp., dan Ovatella sp.
Kepadatan epifauna tertinggi adalah dari spesies Ovatella sp. 4 ind/m2 dan yang
terendah adalah dari jenis Calliostoma sp. 0.03 ind/m2. Spesies epifauna pada
stasiun 2 paling banyak diantara stasiun yang lain, terdapat sembilan spesies yang
terdiri dari Cassidulla sp., Ovatella sp., Cerithidea sp , Caliostoma sp., Litorinna
sp., Terebra sp., Lunatia sp., Euparagus sp., dan Malampus sp. Kepadatan
epifauna tertinggi adalah Cassidulla sp. sebesar 8.5 ind/m2 lalu Euparagus sp.
4ind/m2 dan kepadatan terendah adalah Ovatella sp. 0.5 ind/m2.

14
Pada stasiun 3 ditemukan empat spesies epifauna yaitu Terebra sp.,
Calliostona sp., Malampus sp., dan Ovaltella sp. Spesies yang kepadatan paling
tinggi adalah Terebra sp. yaitu 143.67 ind/m2 dan yang terendah adalah
Calliostoma sp. dan Ovatella sp. dengan kepadatan 0.3 ind/m2. Epifauna hanya
ditemukan di stasiun 1, 2 dan 3, sedangkan pada stasiun 4 tidak ditemukan spesies
epifauna.
Pola penyebaran epifauna dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan indeks
Morisita pola penyebaran epifauna yang ditemukan di mangrove karangsong
adalah mengelompok.
Tabel 4. Sebaran epifauna berdasarkan indeks Morisita
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Epifauna
Calliostoma sp.
Lunatia sp.
Melampus sp.
Cassidulla sp.
Litorinna sp.
Ovatella sp.
Terebra sp.
Euparagus
Cerithidea sp.

Id
1.83
2.96
3.16
3.52
3.67
3.75
6.70
8.25
11.00

Sebaran
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok

Tabel 5. Kepadatan epifauna di kawasan mangrove Desa Karangsong
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Epifauna
Calliostoma sp.
Cassidulla sp.
Cerithidea sp.
Euparagus
Litorinna sp.
Lunatia sp.
Melampus sp.
Ovatella sp.
Terebra sp.

Kepadatan epifauna (ind/m2)
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
0.33
0.33
1.00
0
3.00
8.50
0
0
1.50
0
0
4.00
0
1.33
1.50
0
3.33
1.50
1.33
3.00
2.50
0.33
4.00
0.50
143.67
0
1.00

Keterkaitan Faktor Lingkungan dengan Tipologi Mangrove
Hubungan antara kondisi lingkungan dan kerapatan mangrove dilihat
melalui grafik hasil analisis komponen utama. Untuk menentukan karakteristik
variasi biofisik perairan dan sedimen antar stasiun pengamatan (Bengen 2000
dalam Nurgayah 2008). Pada penelitian ini menggunakan dua komponen utama
karena sangat sulit untuk melihat komponen komponen utama yang lebih dari 3

15
dimensi dalam sebuah bidang datar, oleh karena itu, visualisasi dalam ordinasi
umumnya menggunakan bidang datar berdimensi dua (Soedibjo 2008).

Keterangan:
Ep1
Ep2
Ep3
Ep4
Ep5
Ep6
Ep7
Ep8
St.1
St.2
St.3
St.4

: Calliostoma sp.
: Litorinna sp.
: Cassidulla sp.
: Ovatella sp.
: Lunatia sp.
: Malampus sp.
: Terebra sp.
: Euparagus sp.
: Stasiun 1
: Stasiun 2
: Stasiun 3
: Stasiun 4

Ep9
AvP
AvA
AvS
RhP
RhA
RhS

: Cerithidia sp.
: A. marina pohon
: A. marina anakan
: A. marina semai
: R. mucronata pohon
: R. mucronata anakan
: R. mucronata semai

Gambar 9. Grafik analisis Komponen Utama (PCA) kondisi lingkungan dan
kerapatan mangrove
Berdasarkan analisis komponen utama kontribusi terbesar adalah 57.8%
pada sumbu faktorial pertama (F1) dengan akar ciri 12.136, dan sumbu faktorial
kedua (F2) mempunyai kontribusi sebesar 27.8% dengan akar ciri 5.79.
Gambar 9 menunjukan hasil analisis komponen utama yang menunjukan
keterkaitan antara kondisi lingkungan dan mangrove. Keterkaitan antar parameter
dapat dilihat dari nilai korelasi dan faktor ciri. Korelasi tinggi terjadi apabila
posisi dari parameter semakin dekat dengan lingkaran yang memiliki nilai
maksimum 1 atau 100%. Tanda positif atau minus menunjukan korelasi positif
atau negatif antar parameter. Faktor ciri dapat digambarkan dengan kedekatan
suatu parameter terhadap sumbu (Sari 2004).

16
Stasiun 1 dan 2 berkorelasi dengan sumbu F1 negatif, maka kedua stasiun
ini dicirikan oleh fraksi liat, kepadatan Litorinna sp., Cassidulla sp., dan
Malampus sp. Stasiun 3 berkorelasi dengan sumbu F2 negatif, dicirkan oleh suhu,
pH, Terebra sp., A. marina anakan, dan R. mucronata pohon. Pada stasiun 4 yang
berkorelasi dengan sumbu F2 positif dicirikan oleh fraksi pasir, R. mucronata
semai dan R. mucronata anakan.
Kedekatan antar parameter yang menunjukan adanya korelasi, berdasarkan
Gambar 9 kerapatan vegetasi mangrove lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
fisika (suhu), faktor kimia (pH) dan subtrat (fraksi pasir). Faktor biologi lebih
banyak berkorelasi dengan substat (fraksi liat dan debu) dan salinitas.

Pembahasan

Tipologi Mangrove desa Karangsong
Vegetasi mangrove di desa Karangsong terdiri dari api api (A. marina) dan
bakau (R. mucronata). Pada tahap pohon kerapatan A. marina pada setiap stasiun
lebih tinggi daripada kerapatan R. mucronata diduga karena spesies A. marina
merupakan spesies asli mangrove yang ada desa Karangsong (Harahap 2001)
sehingga lebih mampu beradaptasi terhadap lingkungan, selain itu menurut
Hutchings dan Saenger (1987) A. marina merupakan spesies dengan sebaran
ekologi yang luas, mempunyai kisaran toleransi suhu dan salinitas yang tinggi,
ada dimana mana dan seringkali menjadi spesies yang dominan. Pada tahap
anakan kerapatan R. mucronata lebih mendominansi daripada kerapatan A.
marina, bahkan di stasiun 1 INP R. mucronata adalah 200, yang berarti hanya ada
satu spesies yang menempati daerah tersebut. Hal ini dikarenakan stasiun 1
merupakan daerah upstream yang menerima air tawar lebih banyak sehingga
salinitas lebih rendah. Hutchings dan Saenger (1987) menyatakan bahwa R.
mucronata temukan di daerah dengan salinitas yang rendah.
Spesies-spesies yang memperoleh INP tinggi berarti lebih menguasai
habitatnya. Spesies ini lebih unggul dalam memanfaatkan sumberdaya atau lebih
dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat (Suryawan 2004).
Nilai INP pada tahap pohon tertinggi adalah A. marina (267.89) di stasiun 1.
Dalam pengamatan di lapang kondisi stasiun 1, lebih di dominasi dengan pohon
yang memiliki diameter batang besar dan jarang ditemui semai dan anakan.
Sehingga selain mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan, A. marina
pohon memiliki peranan yang tinggi dalam ekosistem mangrove.
Nilai INP pada tahap anakan tertinggi adalah R. mucronata (200) di stasiun
1. Menunjukan bahwa pada stasiun 1 hanya ditemukan spesies tunggal mangrove
tahap anakan yaitu R. mucronata. Nilai INP tertinggi pada tahap semai adalah A.
marina (200) di stasiun 3.
Pada stasiun 4, R. mucronata tahap anakan dan semai mempunyai INP yang
lebih tinggi daripada tahap pohonnya, hal ini kemungkinan pertama karena stasiun
4 merupakan daerah yang mangrove yang ditanam oleh masyarakat, sehingga

17
umur vegetasi muda dan belum mencapai ukuran pohon. Kemungkinan kedua,
stasiun 4, lokasinya tidak cocok untuk pertumbuhan R. mucronata, menurut
Suryawan (2007) R. mucronata merupakan spesies yang cocok hidup di daerah
berlumpur sedangkan stasiun 4 sedimennya pasir-pasir berlempung. Karakteristik
sedimen merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi
tanaman mangrove (Aksornkoae 1993).

Kondisi Lingkungan di Kawasan Mangrove Desa Karangsong Indramayu
Pada Tabel 3, menunjukan hasil pengukuran dari karakteristik fisika kimia
perairan hutan mangrove di Desa Karangsong masih dalam kondisi normal.
Perbedaan suhu perairan di setiap stasiun disebabkan karena perbedaan waktu
pengambilan sampel dan kerapatan mangrove. Pada stasiun 3 meskipun memiliki
kerapatan mangrove total terbesar, namun memiliki suhu paling tinggi. Hal ini
diperkirakan karena tegakan mangrove yang tumbuh di tepi pantai masih kecil
dan mempengaruhi masuknya cahaya matahari. Pada stasiun 1 yang memiliki
suhu perairan paling rendah, hal ini karena adanya masukan air dari sungai yang
suhunya lebih rendah.
Salinitas lingkungan perairan mangrove merupakan faktor paling penting
dalam pertumbuhan mangrove. Menurut Aksornkoae (1993), mangrove biasanya
tumbuh subur di daerah estuari dengan tingkat salinitas antara 10-30 ‰. Pada
semua stasiun pengamatan memiliki salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan
mangrove. Kecuali pada stasiun 2 yang nilai salinitasnya mencapai 35 ‰. Namun
menurut Hutchings dan Saenger (1987), jenis R.mucronata dan A.marina masih
dapat tumbuh baik di bawah salinitas maksimal 85 ‰.
Nilai pH di lokasi penelitian 7-8 yaitu cenderung basa. Nilai pH yang
diperoleh tidak memiliki kisaran yang luas karena adanya kapasitas penyangga
pada air laut. Nilai pH tersebut masih merupakan kisaran optimum pertumbuhan
mangrove.
Sedimen di Karangsong terdiri dari fraksi liat, debu dan pasir. Pada Gambar
8 dapat dilihat bahwa semakin mendekati laut komposisi fraksi liat makin rendah,
selain itu pada stasiun 4 yang berseberangan dengan stasiun lain juga memiliki
fraksi liat yang rendah. Fraksi liat memiliki butiran yang paling kecil dan
kemungkinan berasal dari sedimentasi sungai. Sedangkan fraksi pasir memiliki
ukuran butiran paling besar dan porositasnya tinggi, stasiun 3 dan 4 yang
merupakan daerah dekat dengan laut memiliki komposisi pasir yang tinggi,
Parameter biologis yang diamati adalah komunitas epifauna. Epifauna
merupakan organisme (biasanya invertebrata) yang hidup pada sedimen secara
sessil atau mobile (Gray dan Elliot 2009). Epifauna yang ditemukan di lokasi
penelitian hidup dengan menempel pada batang dan akar mangrove, dan hidup
menempel atau diam pada sedimen.
Total spesies epifauna yang ditemukan di habitat mangrove Karangsong
ada 9 spesies dari 6 famili yaitu famili Calliostomatidae (Caliostoma sp.),
Littorinidae (Litorinna sp.), Ellobiidae (Cassidulla sp., Ovatella sp., dan
Malampus sp.), Cerithidae (Cerithidea sp.), Potamididae (Terebra sp.), Naticidae
(Lunatia sp.) dan hermit crabs Euparagus sp. Berdasarkan indeks morisita, pola
sebaran semua spesies epifauna yang ditemukan adalah mengelompok.

18
Penyebaran secara mengelompok artinya individu individu selalu dalam
kelompok dan jarang terlihat sendiri secara terpisah (Michael 1994 dalam Sari
2004). Menurut Odum (1997) pola sebaran mengelompok adalah pola sebaran
organisme yang paling umum di alam, salah satu penyebabnya adalah karena
perbedaan habitat. Hidup mengelompok akan membuat individu mudah
berhubungan satu dengan lainnya untuk kebutuhan hidup seperti reproduksi dan
mencari makan. Pada stasiun 1 ditemukan 6 spesies dengan kepadatan epifauna
tertinggi adalah Ovatella sp. lalu Cassidulla sp., dan Malampus sp. yang
semuanya berasal dari famili Ellobiidae. Menurut Darnaedi (1982) dalam Tis’in
(2008) famili Ellobiidae mempunyai frekuensi kehadiran yang tinggi di mangrove
karena luasnya daerah yang disukai oleh Ellobiidae yaitu kering, lembab dan
berpasir. Stasiun 2 ditemukan 9 spesies dengan kepadatan epifauna tertinggi
adalah Cassidulla sp. Menurut Hutchings dan Saenger (1987) Cassidulla spp.
ditemukan pada vegetasi yang membusuk. Stasiun 3 ditemukan 4 spesies dengan
kepadatan epifauna tertinggi adalah Terebra sp, tingginya kepadatan Terebra sp.
pada stasiun 3 disebabkan pada stasiun 3 paling dekat dengan laut dan sedimen
berupa lempung berpasir menurut Hutchings dan Saenger (1987) Terebra sp.
banyak ditemukan pada sedimen yang halus, Potamididae menyukai daerah
berlupur, berair dan terbuka (Ariani 2004). Terebra sp. ditemukan di atas
sedimen, lebih banyak diam dan pergerakannya lambat. Lebih beragamnya
epifauna stasiun 2 dan 1 karena adanya sedimen liat yang menyediakan bahan
organik lebih banyak dan kondisi lingkungan yang lebih adaptif untuk berbagai
macam spesies epifauna (Karwati 2002).
Keterkaitan Faktor Lingkungan dengan Tipologi Mangrove
Jenis mangrove di Karangsong terdiri dari R. mucronata dan A.marina yang
merupakan jenis alami yang tumbuh dan juga akibat penanaman dari manusia.
Faktor alami dan kegiatan manusia memberikan dampak pada hutan mangrove.
Keterkaitan faktor lingkungan dengan tipologi mangrove pada Gambar 9
diuraikan secara deskriptif di bawah ini.
Kerapatan total vegetasi mangrove pada tahap pohon dan anakan
menunjukan bahwa pada stasiun 3 memiliki kerapatan terbesar, lalu stasiun 4, 2
dan 1. Pada stasiun 3 kerapatan jenis A. marina lebih tinggi daripada R.
mucronata. Hal ini karena kesesuaian sedimen tempat hidup mangrove, stasiun 3
merupakan jenis lempung berpasir. Karakter sedimen merupakan faktor utama
yang mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi mangrove (Aksornkoae 1993).
R. mucronata tumbuh baik di daerah berlumpur, sedangkan A. marina pada
lumpur berpasir (Purbani et al 2011).
Pada stasiun 4 vegetasi mangrove di dominasi pada tahap semai daripada
tahapan anakan dan pohon (Gambar 6). Kerapatan total anakan dan pohon lebih
banyak pada jenis A. marina daripada R. mucronata (Gambar 7). Hal ini
dikarenakan R. mucronata lebih sesuai hidup pada sedimen berlumpur yang dalam
daripada pasir pada (Gambar 8) menunjukan adanya komposisi sedimen yang
didominasi oleh pasir. Selain itu semakin ke arah laut fraksi liat semakin rendah
hal ini bersamaan dengan semakin rendahnya kerapatan total vegetasi mangrove.
Berdasarkan Gambar 9 faktor biologis lebih berkorelasi dengan sedimen dan
salinitas. Adanya korelasi antara epifauna dengan sedimen pada mangrove,

19
menurut Pape et al (2007) dan (Gondal et al 2012) baik yang berlumpur maupun
yang berpasir merupakan tempat hidup berbagai macam invertebrata laut sebagai
mikrohabitat bagi epifauna, infauna da meiofaunal. Menurut Morrisey et al
(2002) perbedaan sedimen akan berpengaruh terhadap perbedaan jenis dari fauna
bentik. Menurut Stokes et al (2009) pengaruh kehadiran mangrove dalam
komposisi komunitas bentik lebih rendah daripada pengaruh sedimen. Meskipun
Terebra sp. memiliki korelasi dengan R. mucronata pohon dan A. marina anakan,
namun Terebra sp. tidak memiliki pengaruh terhadap mangrove karena hanya
menjadikan mangrove sebagai habitat mikro, hal ini menurut Bishop et al (2012)
bahwa akar nafas (pneumatophore) pada A. marina menjebak alga/epiflora hidup
diantara akar nafas tersebut yang dimanfaatkan Terebra sp. Selain itu epifauna
lain yang ditemukan bukan merupakan jenis yang merusak mangrove, namun
memanfaatkan detritus mangrove, atau menjadikan mangrove sebagai habitat.
Rekomendasi Pengelolaan
Berdasarkan hasil penelitian ini, rekomendasi pengelolaan terhadap
ekosistem mangrove di Desa Karangsong, Indramayu adalah:
1. Pada stasiun yang dekat dengan wilayah kegiatan manusia yaitu stasiun 1
dan 2, kerapatan mangrove lebih rendah (Gambar 7). Faktor lingkungan
berupa parameter fisika, kimia dan biologi menunjukan masih dalam
kisaran yang normal untuk pertumbuhan mangrove. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kegiatan manusia yang berdampak pada keberadaan
mangrove. Sehingga stasiun 1 dan 2 harus diutamakan dalam upaya
penanaman mangrove.
2. Kerapatan mangrove di Karangsong pada tahap pohon berkisar (35.67-0.5
ind/100m2), anakan berkisar (0-34.67 ind/100m2) dan semai berkisar (0-31
ind/m2) pada setiap jenis. Berdasarkan KepMenLH no 201 Tahun 2004
tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove,
mangrove di Karangsong termasuk rusak/jarang karena di bawah nilai
1000 pohon/ha. Dan menjadi penyebab pesisir Indramayu mengalami erosi
dan abrasi yang sangat parah (Kalay 2008). Selain itu berdasarkan SK
Presiden No.32 Tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung,
menetapkan bahwa perlunya jalur hijau (mangrove di daerah pesisir)
dengan ketentuan jalur mangrove pantai minimal 130 kali rata-rata pasang
yang diukur ke darat dari titik terendah pada saat surut. Sehingga untuk
mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya penanaman dan upaya
rehabilitasi sesuai peraturan dari pemerintah.

20

4. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Mangrove yang ditemukan di Karangsong adalah jenis dari api api (A.
marina) dan bakau (R. mucronata). Jenis A. marina secara umum lebih unggul
daripada R. mucronata, berdasarkan nilai kerapatan dan INP A. marina yang lebih
tinggi. Perbedaan kerapatan antara A. marina dan R. mucronata disebabkan
adanya perbedaaan salinitas, sedimen dan umur vegetasi.
Faktor lingkungan yang diukur yaitu pH, salinitas, suhu masih termasuk
dalam kisaran pertumbuhan optimum dari mangrove. Faktor lingkungan utama
yang memberikan pengaruh terhadap vegetasi mangrove adalah jenis sedimen.
Faktor biologis berupa epifauna tidak memberikan pengaruh terhadap vegetasi
mangrove karena hanya menjadikan mangrove sebagai habitat mikro dan
memakan dedtritus mangrove.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya perlu penambahan pengamatan parameter
biologis yang mempengaruhi vegetasi mangrove misalnya ecrusting fauna,
infauna, atau serangga
Saran untuk pengelolaan terhadap ekosistem mangrove yang ada di Desa
Karangsong adalah penanaman dan rehabilitasi karena rendahnya kerapatan
mangrove di Karangsong.

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, R. T. 1974. American Seashells. New York: Van Nostrand Reinhold
Company.
Afriliantini, L. I. N. 2002. Kondisi Mangrove dan Kaitannya dengan Produksi
Perikanan di Pesisir Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. [SKRIPSI].
Departemen Manajemen Sumberdaya Peraiaran. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Institute Pertanian Bogor.
Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. Bangkok: IUCN.
Ariani, S.R. 2004. Studi Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, DKI Jakarta. [SKRIPSI]. Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institute Pertanian Bogor.

21
Beasley, C. R., C. M. Fernandes dan C. P. Gomes. 2005. Molluscan Diversity and
Abundance Among Coastal Habitats of Northern Brazil. ECOTROPICA. 1: 9–
20.
Bengen, D. G. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor.
Bishop, M. J., J. E. Byers dan B. J. Marcek. .2012. Density-Dependent
Facilitation Cascades Determine Epifaunal Community Structure in Temperate
Australian Mangroves. Ecology. 93(6): 1388–1401
Bouillon, Steven., T. Moens, I. Overmeer dan N. Koedam. 2004. Resource
Utilization Patterns of Epifauna from Mangrove Forests with Contrasting
Inputs of Local Versus Imported Organic Matter. Marine Ecology Progress
Series. 278: 77–88.
Dewiyanti, Irma et al. 2012. Diversity of Gastropods and Bivalves in Mangrove
Ecosystem Rehabilitation Areas in Aceh Besar and Banda Aceh Districts,
Indonesia. Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation International
Journal of the Bioflux Society. 5(2): 55-59
Dittmann, S. 2001. Abundance and distribution of Small Infauna in Mangroves of
Missionary Bay, North Queensland, Australia. Rev. Biol. Trop. 49(2): 535-544
Giesen, W., S. Wulffraat dan L. Scholten.. 2007. Mangrove Guidebook for
Southeast Asia. Bangkok: FAO and Wetlands International, Dharmasarn Co.,
Ltd.
Gondal, M. A., N. U. Saher dan N. A. Qureshi. 2012. Diversity And Biomass
Distribution of Intertidal Fauna in Sonmiani Bay (Miani Hor), Balochistan
(Pakistan). Egypt. Acad. J. Biolog. Sci., 4(1): 219-234.
Gosner, K L. 1971. Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrate.
New York: Wiley-Interscience a Devicion of John Wiley and Sons, Inc.
Gray, John S., Elliot, M. 2009. Ecology of Marine Sediments. New York: Oxford
University Press.
Hutchings, P. dan P. Saenger. 1987. Ecology of Mangroves. University of
Queensland Press, St Lucia.
Harahap, M. K. 2001. Kajian Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Mangrove (Studi Kasus di Desa Karangsong, Indramayu). [TESIS]. Program
Pascasarjana. Institute Pertanian Bogor.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.
Kalay, D. E. 2008. Perubahan Garis Pantai di Sepanjang Pesisir Pantai Indramayu.
[TESIS]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Karwati, Nunung. 2002. Struktur Komunitas Gastropoda dan Bivalvia pada
Ekosistem Mangrove dan Padang Lamun di Gugus Pulau Pari, Kepulauan
Seribu. [SKRIPSI]. Departemen Manajemen Sumberdaya Peraiaran. Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institute Pertanian Bogor.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No.201/2004 Tentang Kriteria Baku Dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove. Jakarta.
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. New York: University Of British
Columbia, Harper Collins Publisher.
Kusmana, C. 1996. Nilai Ekologis Ekosisitem Hutan Mangrove. Media
Konservasi. V (1): 17-24.

22
Macintosh, D. J., E. C. Ashton, Havanon. 2002. Mangrove rehabilitation and
Intertidal Biodiversity: a Study in the Ranong Mangrove Ecosystem Thailand.
Estuarine, Coastal and shelf Science 55:331-345.
Morrisey, D.J., G.A. Skilleter, J.I. Ellis, B.R. Burns dan C.E Kemp. 2002.
Differences in Benthic Fauna and Sediment Among Mangrove (A. marina Var.
Australasica) Stands of Different Ages in New Zealand. Estuarine, Coastal
And Shelf Science. 56: 581–592
Noor, Y. R., M. Khazali, dan I. N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove Indonesia. PKA-Wetland International For Indonesia Program.
Bogor.
Nurgayah, Wa. 2008. Tipologi Fungsional Mangrove dan Keterkaitannya dengan
Komunitas Iktiofauna di Pulau Lentea Kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten
Wakatobi Sulawesi Tenggara. [TESIS]. Sekolah Pascasarjana. Institu Pertanian
Bogor.
Odum, E. P. 1997. Dasar Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press.
Jogjakarta.
Omat. 2008. Implikasi Keberadaan PPI Terhadap Pertumbuhan Kawasan
Ekonomi Perikanan Studi Kasus: PPI Karangsong Kecamatan Indramayu
Provinsi Jawa Barat. [TESIS]. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Onrizal. 2008. Teknik Survey dan Analisa Data Sumberdaya Mangrove. Pelatihan
Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan untuk Petugas/Penyuluh
Kehutanan. 2008 14-18 Maret.
Pape, E., A. Muthumbi dan C.P. Kamanu. 2007. Size-Dependent Distribution and
Feeding Habits of Terebralia Palustris In Mangrove Habitats Of Gazi Bay,
Kenya. Estuarine, Coastal And Shelf Science. Volume 76 (2008) 797-808
Purbani, D., M. Boer, Marimir, I. W. Nurjaya, F. Yulianda. 2011. Kondisi
Ekosistem Mangrove Pasca Tsunami Di Pesisir Teluk Loh Pria Laot. Jurnal
Segara. 7 (2) : 111-117.
Romaddhon, A. 2008. Kajian Nilai Ekologi Melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks
Penting (INP) Mangrove Terhadap Perlindungan Lingkungan Kepulauan
Kangean. Embryo. 5 (1) : 82-97.
Sari, Siswani. 2004. Struktur Komunitas Kepiting (Brachyura) di Habitat
Mangrove Pantai Ulee Lheue, Banda Aceh, NAD. [SKRIPSI]. Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan. . Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
Institute Pertanian Bogor.
Savitri, A., Khazali M. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan
Wilayah Pesisir. Bogor: WI-IP/PKSPL
Soedibjo, B. S. 2008. Analisis Komponen Utama dalam Kajian Ekologi. Oseana.
XXXIII (2): 43–53
Suryawan, Feri. 2007. Keanekaragaman Vegetasi Mangrove Pasca Tsunami
Dikawasan Pesisir Pantai Timur Nangroe Aceh Darussalam. B I O D I V E R S
I T A S. 8 (2): 262-265.
Stokes, DJ., Healy, TR & Mason, N 2009, The Benthic Ecology of Expanding
Mangrove Habitat, Tauranga Harbour, New Zealand. Proceedings of Coasts
and Ports Conference 2009, Wellington, New Zealand, 16-18 September.
Tis’in, M. 2008. Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya dengan Populasi
Gastropoda Littorina Neritoides (Linne, 1758) di Kepulauan Tanakeke,

23
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. [TESIS]. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Yulianti, Poppy. 2012. Resiliensi Ekosistem Mangrove Terhadap Kenaikan Muka
Air Laut (Studi Kasus Teluk Blanakan Kabupaten Subang, Jawa Barat).
[TESIS]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

24

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan bahan
Tabel 6 Alat dan bahan serta fungsinya dalam pengambilan contoh
Nama Alat
Termometer
Refraktometer
pH stick
Meteran
Tali Rafia
Gunting/pisau
Hand Tally Counter
Buku floristik
Formalin
Alat tulis
Data Sheet
Cool Box
Plastik klip

Fungsi
Mengukur suhu sedimen
Mengukur salinitas
Mengukur pH sedimen
Mengukur lingkar batang pohon
Membuat transek
Memotong tangkai/daun mangrove
Menghitung mangrove
Menentukan jenis mangrove
Mengawetkan epifauna
Mencatat data
Mencatat data
Menyimpan sampel
Menyimpan sampel

Lampiran 2. PCA mangrove dan Kondisi Lingkungan
Principal Component Analysis: Mangrove dan Faktor Lingkungan
Eigenanalysis of the Correlation Matrix
Eigenvalue 12.139 5.746 3.114 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Proportion 0.578 0.274 0.148 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Cumulative 0.578 0.852 1